Anda di halaman 1dari 23

PAPER FORENSIK

“ Pegenalan Genetika Forensik ”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Forensik

Disusun Oleh :

KELOMPOK 1

Alifya Anidya Nina ( P27903118050 )


Bella Silvia ( P27903118058 )
Ermala ( P27903118066 )

TLM 2B

JURUSAN D3 TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
2020
SEJARAH PERKEMBANGAN FORENSIK

Forensik merupakan sebuah usaha untuk merekontruksi suatu kejadian melalui barang
bukti yang ditemukan sehingga mengarah pada suatu kesimpulan bagaimana kejadian itu bisa
terjadi, dan dapat dijadikan barang bukti untuk diajukan pengadilan.
Ilmu forensik sudah diterapkan sejak sebelum masehi. Dari waktu ke waktu forensik
mengalami perkembangan di berbagai bidang, mulai dari forensik kedokteran, fisika forensik,
kimia forensik, balistik forensik, dokumen forensik, uang forensik, fotografi forensik,
akuntansi forensik, psikologi forensik, hingga terlahir juga komputer forensik atau forensik
digital yang kini sedang marak digunakan oleh tim penyidik untuk membuktikan kasus
kejahatan terkait komputer atau tindakan yang melibatkan teknologi. Hal ini tidak lepas dari
banyaknya pengguna teknologi dalam hal apapun, tidak tekecuali pada tindak kejahatan, baik
yang ahli teknologi maupun hanya sekedar memakai saja.

Genetika
Selama 20 tahun terakhir perkembangan dan penerapan genetika telah merevolusi
ilmu forensik. Pada tahun 1984, analisis daerah polimorfik DNA menghasilkan apa yang
disebut 'sidik jari DNA' [1]. Tahun berikutnya, atas permintaan United Kingdom Home
Office, pembuatan profil DNA berhasil diterapkan pada kasus nyata, kapan digunakan untuk
menyelesaikan perselisihan imigrasi [2]. Setelah itu, pada tahun 1986, DNA Bukti digunakan
untuk pertama kalinya dalam kasus pidana dan mengidentifikasi Colin Pitchfork sebagai
pembunuh dua gadis sekolah di Leicestershire, Inggris. Dia divonis pada bulan Januari 1988.
Penggunaan genetika dengan cepat diadopsi oleh komunitas forensik dan drama sebuah peran
penting di seluruh dunia dalam penyelidikan kejahatan. Baik lingkup dan skala DNAanalisis
dalam ilmu forensik akan terus berkembang di masa yang akan datang.

Genetika forensik
Pekerjaan ahli genetika forensik akan sangat bervariasi tergantung pada
laboratorium dan negara tempat mereka bekerja, dan bisa melibatkan analisis materi yang
dipulihkan adegan kejahatan, uji coba ayah dan identifikasi jenazah manusia. Dalam
beberapa kasus, bahkan dapat digunakan untuk analisis DNA dari tumbuhan [3, 4], hewan [5,
6] dan mikroorganisme [7]. Fokus buku ini adalah analisis bahan biologis yang dipulihkan
dari lokasi kejahatan - ini sangat penting bagi pekerjaan yang paling forensik laboratorium.
Pengujian kekerabatan akan ditangani secara terpisah di Bab 11. Laboratorium forensik akan
menerima materi yang telah ditemukan dari scene kejahatan, dan contoh referensi dari kedua
tersangka dan korban. Peran forensik Genetika dalam proses investigasi adalah
membandingkan sampel yang ditemukan dari kejahatan adegan dengan tersangka,
menghasilkan sebuah laporan yang bisa dipresentasikan di pengadilan atau intelijen

Sejarah singkat genetika forensik


Pada tahun 1900 Karl Landsteiner menggambarkan sistem pengelompokan darah ABO dan
mengamati hal itu
Individu dapat ditempatkan dalam kelompok yang berbeda berdasarkan jenis darahnya. Ini
Langkah pertama dalam pengembangan haemogenetika forensik. Pada tahun 1915 Lattes
Leone diterbitkan sebuah buku yang menjelaskan penggunaan pengetikan ABO untuk
menyelesaikan kasus ayah dan pada tahun 1931 teknik pengetesan ABO penyerapan-inhibisi
yang menjadi standar di laboratorium forensik telah dikembangkan. Berikut dari ini, banyak
penanda kelompok darah dan penanda protein serum serum yang larut ditandai dan dapat
dianalisis di kombinasi untuk menghasilkan profil yang sangat diskriminatif. Teknik
serologisnya adalah alat yang ampuh namun terbatas pada banyak kasus forensik dengan
jumlah biologis bahan yang dibutuhkan untuk memberikan hasil yang sangat diskriminatif.
Protein juga rentan terhadap degradasi pada paparan terhadap lingkungan. Pada tahun 1960an
dan 1970an, perkembangan biologi molekuler, termasuk pembatasan enzim, Sanger
sequencing [8], dan Southern blotting [9], memungkinkan para ilmuwan untuk memeriksa
urutan DNA. Pada tahun 1978, polimorfisme DNA dapat dideteksi dengan menggunakan
Southern blotting [10] dan pada tahun 1980 analisis polimorfik pertama lokus dilaporkan
[11]. Baru pada bulan September 1984 Alec Jeffreys menyadari Aplikasi forensik potensi
bilangan bulat mengulangi tandem (VNTR) lokus yang pernah dia pelajari [1, 12]. Teknik
yang dikembangkan Jeffreys

1. Pendahuluan
Setiap kehajatan akan meninggalkan jejak dan dari jejak itulah kita dapat memperoleh suatu
bukti untuk kemudian dipelajari dan dianalisa bagaimana kejahatan terjadi dan
mengungkapkan siapa pelaku dari kejahatan tersebut. Pada tahun 700SM sudah terdapat
forensik yang menggunakan identifikasi sidik jari yang digunakan pada tablet tanah liat untuk
transaksi bisnis di babel kuno. Hal ini membuktikan bahwa orang-orang jaman dahulu sudah
menggunakan ilmu forensik sebagai bukti atas terjadinya sesuatu. Forensik mengalami
perkembangan mengikuti perkembangan zaman yang pengetahuan ilmu dari penduduk
duniapun semakin kompleks.

1. Kajian teori
Istilah forensik adalah suatu proses ilmiah (disadari oleh ilmu pengetahuan) dalam
mengumpulkan, menganalisa, dan menghadirkan, berbagai bukti dalam sidang terkait adanya
suatu kasus hukum.
Forensik menjadi sangat penting dilakukan untuk membuktikan kebenaran barang bukti yang
dihadirkan di persidangan. Tidak jarang pelaku kejahatan berusaha menghapus jejak untuk
menghilangkan barng bukti atau memanipulasi barang bukti dan menghindari jeratan hukum
atas perbuatan yang dilakukan. Dengan ilmu forensik, bukti-bukti yang dihapus atau
dimanipulasi bisa didapatkan kembali dengan mengumpulkan kepingan-kepingan barang
bukti dan menganalisa keterkaitan antara kepingan-kepingan barang bukti tersebut untuk
mendapatkan jejak yang lebih jelas sehingga mendapatkan suatu petunjuk kronologis tindak
kejahatan dan menyimpulkan bagaimana kejahatan itu terjadi.

Abdussalam (cetakan pertama, Jakarta 2006) dala buku yang berjudul “forensik”
mengatakan bahwa forensik merupakan alat bukti sah dalam memberikan keyakinan hakim
untuk memutuskan tersangka/terdakwa bersalah dan tidak bersalah dengan tujuan untuk
a. Masyarakat dapat mengamankan bukti-bukti yang terdapat dalam tempat
kejadian dan melarang memasuki serta menyentuh bukti-bukti tersebut.
b. Aparat penegak hukum terutama Polri mengumpulkan, membungkus dan
mengirimkan bukti-bukti sesuai dengan jenis bukti yang didapat ditempat
kejadian perkara
c. Para ahli forensik dala membuat visum et repertume dan keterangan hasil
peneitian terhadap bukti-bukti diatas pro justitia.
Perdana kusuma dalam bukunya “ Bab-bab tentang Kedokteran Forensik” (cetakan
pertama, Jakarta 1984) menerangkan bahwa ilmu-ilmu forensik (forensic science) meliputi
semua ilmu pengetahuan yang mempunyai kaitan dengan masalah kejahatan. Ilmu
pengetahuan tersebut ialah:
1. Hukum pidana 5. Ilmu fisika forensik
2. Hukum acara pidana 6. Kriminologi
3. Ilmu kedokteran forensik 7. Psikologi
4. Ilmu kimia forensik
Dilihat dari segi peranannya dalam meyelesaikan kasus kejahatan, ilmu-ilmu forensik
tersebut dapat dibagi menjadi tiga golongan, yakni:
1) Ilmu-ilmu forensik yang menangani kejahatan sebagai masalah yuridis. Dalam
golongan ini termasuk Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana.
2) Ilmu-ilmu forensik yang menangani kejahtan sebagai masalah teknis. Dalam golongan
ini termasuk ilmu kedokteran forensik, ilmu kimia forensik dan ilmu fisika forensik.
3) Ilmu-ilmu forensik yang menangani kejahatan sebagai masalah kemanusiaan. Dalam
golongan ini termasuk kriminologi, psikologi forensik dan psikiatri/neurilogi forensik.

Ketiga ilmu tersebut lazim disebut juga kriminalistik. Dalam pengertian ilmu kimia
forensik termasuk ilmu racun (taksologi), sedangkan ilmu fisika forensik mempunyai
cabang yang amat luas sekali antara lain ilmu senjata api dan amunisasi (balistik), ilmu
sidik jari (datiloskopi) fotografi dan sebagainya.

Tabel 1. Visualisasi peranan ilmu forensik


Kejahatan sebagai Kejahatan sebagai masalah Kejahatan sebagai masalah
masalah Yuridis teknis manusia
Hukum Ilmu Kedokteran forensik Kriminologi
Pidana Ilmu Kimia Forensik Psikologi Forensik
Hukum Acara Pidana lmu Fisika Psikiatri/Neur ologi forensik
Forensik

Forensik dari berbagai bidang keilmua yang ada pada saat ini tidak lepas dari history
munculnya forensik itu sendiri. Berikut ulasan historical forensic yang didapat dari berbagai
sumber.

A. Forensik pada Zaman Pra-Sejarah


Teknik forensik sudah digunakan pada zaman pra sejarah dimana teknik ini masih
sangat sederhana dalam penggunaannya, namun teknik forensik kuno inilah yang menopang
munculnya ilmu-ilmu forensk yang modern.
Dalam situs www.crimezzz.net menggambarkan crimeline perkembangan ilmu forensik
yang dimulai pada zaman pra-sejarah yaitu sekitar abad 700 SM, telah ditemukan bukti
sidik jari dilukiskan awal dan pahatan batu mady oleh manusia pra-sejarah
GAMBAR 1. BUKTI FINGER PRINT PERTAMA
Pada situs http://www.ukessays.com menjelaskan bahwa selama masa pra-sejarah
sekitar 70 SM sidik jari pertama dilakukan dengan menekan handprint ke tanah liat dan
batu.
Para arkeolog di Provinsi Kanada yang dikenal sebagai Nova Scotia mengungkapkan
gambar kuno, menguraikan pola ridge sidik jari dan tangan.

Gambar 2. Gambar tangan dengan pola ridge

Antara tahun 287-212 SM, Archimedes memberikan keterangan tentang mahkota


emas yang ternyata palsu, melalui analisis kepadatan dan ketangguhan, akhirnya
Archimedes berhasil mengungkapkan bahwa mahkota itu bukanlah terbuat dari emas.
Tahun 250 SM, ditemukannya prinsip – prinsip tes deteksi kebohongan pertama kali.
Seorang dokter Yunani kuno yang bernama Erasistratus menemukan bahwa ketika
seseorang berusaha bohong atau sedang berbicara bohong, denyut nadinya meningkat. Hal
itu terjadi pada seorang pasien yang ditanganinya, denyut nadi pasien itu meningkat ketika
mereka menceritakan kebohongan.[6]

Dari Erasistratus inilah kemudian berkembang alat yang kini dikenal dengan alat
deteksi kebohongan yang berdasarkan perubahan denyut nadi/jantung, Gelvanic Skin
Response atau GSR (berkeringan), tekanan darah dan perubahan besar atau mendadak
dalam sistem saraf simpatik.[5] Alat deteksi kebohongan berguna ketika investigator
menginvestigasi tersangka yang tidak mau mengakui kesalahannya sedang bukti yang
diajukan tidak memadai untuk menjeratnya untuk dihukum.

Pada abad 44 SM, pertama kali forensik otopsi dilakukan oleh dokter Romawi yang
bernama Antistius kepada mayat Kaisar Julius, hasil otopsi mengungkapkan bahwa Kaisar
Julius mengalami 23 luka tusukan, dan 1 dari 23 tusukan tersebut yang mengakibatkan Kaisar
Julius Tewas.[5]

B. Forensik pada Zaman Sejarah


Pada abad ke -10, yaitu sekitar tahun 1000 M, Quitilian merupakan seorang pengacara di
pengadilan Romawi yang mampu mengidentifikasi sidik jari tangan yang berlumuran darah
untuk membuktikan bahwa orang buta telah terperangkap atas pembunuhan ibunya sendiri.

Cina mengembangkan dokumentasi tertulis pertama untuk mengidentifikasi


kejahatan dalam buku Hsi Duan Yu (the Washing away of Wrong) pada tahun 1248.
Dalam buku ini menjelaskan bagaimana orang meninggal, apakah mati secara alami,
tenggelam atau bahkan dicekik. Buku Hsi Duan Yu juga mengandung pengetahuan medis
dan buku ini dianggap sebagai bukti pertama yang memecahkan kasus kejahatan dengan
ilmu medis. Dari sinilah cikal bakal ilmu Patology forensik dikembangkan dan digunakan
hingga saat ini.

Selain itu, pada tahun 1235 M di Dinasty Yuan orang Cina Mandarin bernama Sung
T’zu membuat observasi melalui serangga (lalat), hal ini dikenal dengan kisah sabit
berdarah dimana telah terjadi pembunuhan yang dilakukan dengan menggunakan sabit,
Sung Tzu meminta semua orang di desa yang memiliki sabit keluar dengan membawa sabit
yang mereka miliki dan berbaring dibawah sinar matahari, akhirnya serangga (lalat)
berkumpul pada satu sabit yang diduga sebagai alat untuk membunuh. Dari sinilah lahir
ilmu Entomology Forensic. [8]

Khajeh Rashiduddin Fazlollah Hamadani (1247-1318 M). Dalam buku Farsi yang
terkenal dari Sejarah Universal (dalam bahasa Persia: Jaamehol-Tawarikh), Khajeh
Rashiduddin Fazlollah Hamadani mengomentari praktek mengidentifikasi orang dengan
sidik jari mereka dan menulis bahwa, "Pengalaman menunjukkan bahwa tidak ada dua
individu memiliki jari persis sama". Khajeh Rashiduddin adalah seorang dokter Iran,
sejarawan, penulis sarjana dan politisi patriot. Ia menjabat sebagai Menteri (dalam bahasa
Persia: Vazir) dari 1298 sampai kematiannya pada 1318. Dalam artikelnya, sejarawan
Morris Rossabi mencatat bahwa Khajeh Rashiduddin adalah tokoh paling terkemuka di
abad ke-14 Iran.[9]

Samples Recovered from


Scenes of Crime

Forensic
Biologist

Reference Forensic Geneticist Reference


Samples Samples
from Suspects from Victims

Report/Intelligence

Gambar 1.1 Peran ahli genetika forensik adalah menilai apakah sampel ditemukan dari suatu
kejahatan
adegan cocok dengan tersangka. Sampel referensi diberikan dari tersangka dan juga korban
kejahatan
bertanggung jawab hanya untuk tugas yang sangat spesifik dalam prosesnya, seperti ekstraksi
DNA dari bahan bukti atau analisis dan interpretasi profil DNA
yang telah dihasilkan oleh ilmuwan lain.
SEJARAH SINGKAT GENETIKA FORENSIK

Event
Transfer of
material

Identification / Collection of material

Characterization of material

DNA extraction

Quantification of DNA

PCR amplification

Detection of PCR products


(DNA Profile)

Analysis and interpretation of


profile

Statistical evaluation of DNA


profile

Report
Identifikasi / Pengumpulan materi Ekstraksi DNA Kuantifikasi DNA Amplifikasi PCR
Deteksi produk PCR (Profil DNA) Analisis dan interpretasi profil Evaluasi statistik profil
DNA Melaporkan Karakterisasi bahan Peristiwa Transfer material Gambar 1.2
DAFTAR PUSTAKA

1. Jeffreys, A.J. et al. (1985) Individual-specific fingerprints of human DNA. Nature 316,
76–79.
2. Jeffreys, A.J. et al. (1985) Positive identification of an immigration test-case using
human DNA fingerprints. Nature 317, 818–819.
3. Kress, W.J. et al. (2005) Use of DNA barcodes to identify flowering plants.
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America
102, 8369–8374.
4. Linacre, A. and Thorpe, J. (1998) Detection and identification of cannabis by DNA.
Forensic Science International 91, 71–76.
5. Parson,W. et al. (2000) Species identification by means of the cytochrome b gene.
International
6. Journal of Legal Medicine 114 (1–2), 23–28.
7. Hebert, P.D.N. et al. (2003) Barcoding animal life: cytochrome c oxidase subunit 1
divergences among closely related species. Proceedings of the Royal Society of
London Series B-Biological Sciences 270, S96–S99.
8. Hoffmaster, A.R. et al. (2002) Molecular subtyping of Bacillus anthracis and the
2001bioterrorism-associated anthrax outbreak, United States. Emerging Infectious
Diseases 8, 1111–1116.
9. Sanger, F. et al. (1977) DNA sequencing with chain-terminating inhibitors.
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 74,
5463–5467.
10. Southern, E.M. (1975) Detection of specific sequences among DNA fragments
separated by gel electrophoresis. Journal of Molecular Biology 98, 503–517.
11. Kan, Y.W. and Dozy, A.M. (1978) Polymorphism of DNA sequence adjacent to
human B-globin structural gene: relationship to sickle mutation. Proceedings of the
National Academy of Sciencesof the United States of America 75, 5631–5635.
12. Wyman, A.R. and White, R. (1980) A highly polymorphic locus in human DNA.
Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America 77,
6754–6758.
13. Jeffreys, A.J. and Wilson, V. (1985) Hypervariable regions in human DNA. Genetical
Research 45, 213–213.
14. Saiki, R.K. et al. (1985) Enzymatic amplification of beta-globin genomic sequences
and restriction site analysis for diagnosis of sickle-cell anemia. Science 230, 1350–
1354.
15. Stoneking, M. et al. (1991) Population variation of human mtDNA control region
sequences detected by enzymatic amplification and sequence-specific oligonucleotide
probes. American Journal of Human Genetics 48, 370–382.
16. Patton, S.M. (1990)DNAfingerprinting: the Castro case. Harvard Journal of Law and
Technology 3, 223–240
Pengenalan Genetika Forensik

Kelompok : 1 ( TLM 2B )

Alifya Anidya Nina ( P27903118050 )


Bella Silvia ( P27903118058 )
Ermala ( P27903118066 )
“Forensik adalah sebuah
usaha untuk merekontruksi
suatu kejadian melalui barang
bukti yang ditemukan
sehingga mengarah pada suatu
kesimpulan bagaimana
kejadian itu bisa terjadi, dan
dapat dijadikan barang bukti

untuk diajukan pengadilan. ”


Ilmu forensik sudah diterapkan sejak sebelum masehi. Dari
waktu ke waktu forensik mengalami perkembangan di
berbagai bidang mulai dari :
 forensik kedokteran
 fisika forensik
 kimia forensik
 balistik forensik
 dokumen forensik
 uang forensik
 fotografi forensik
 akuntansi forensik
 psikologi forensik
 komputer forensik atau forensik digital
Istilah forensik adalah
suatu proses ilmiah (disadari oleh ilmu
pengetahuan) dalam mengumpulkan,
menganalisa, dan menghadirkan, berbagai
bukti dalam sidang terkait adanya suatu kasus
hukum.
Tujuan penting Forensik adalah
untuk membuktikan kebenaran barang bukti
yang dihadirkan di persidangan.
[Abdussalam (cetakan pertama, Jakarta 2006) dalam buku yang berjudul
“forensik” mengatakan bahwa forensik merupakan alat bukti sah dalam
memberikan keyakinan hakim untuk memutuskan tersangka/terdakwa
bersalah dan tidak bersalah dengan tujuan untuk:]

a) Masyarakat dapat mengamankan bukti-bukti yang


terdapat dalam tempat kejadian dan melarang memasuki
serta menyentuh bukti-bukti tersebut.
b) Aparat penegak hukum terutama Polri mengumpulkan,
membungkus dan mengirimkan bukti-bukti sesuai dengan
jenis bukti yang didapat ditempat kejadian perkara
c) Para ahli forensik dalam membuat visum et repertume
dan keterangan hasil peneitian terhadap bukti-bukti diatas
pro justitia.
Perdana kusuma dalam bukunya “ Bab-bab tentang
Kedokteran Forensik” (cetakan pertama, Jakarta 1984)
menerangkan bahwa ilmu-ilmu forensik (forensic science)
meliputi semua ilmu pengetahuan yang mempunyai kaitan
dengan masalah kejahatan. Ilmu pengetahuan tersebut ialah:

 Hukum pidana
 Hukum acara pidana
 Ilmu kedokteran forensik
 Ilmu kimia forensik
 Ilmu fisika forensik
 Kriminologi
 Psikologi
Dilihat dari segi peranannya dalam meyelesaikan kasus kejahatan,
ilmu-ilmu forensik tersebut dapat dibagi menjadi tiga golongan, yakni:

1. Ilmu-ilmu forensik yang menangani kejahatan


sebagai masalah yuridis.
(ex: Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana.)
2. Ilmu-ilmu forensik yang menangani kejahtan
sebagai masalah teknis.
(ex: kedokteran forensik, ilmu kimia forensik dan
ilmu fisika forensik.)
3. Ilmu-ilmu forensik yang menangani kejahatan
sebagai masalah kemanusiaan.
(ex: kriminologi, psikologi forensik dan
psikiatri/neurilogi forensik.
Tabel 1. Visualisasi peranan ilmu forensik
Kejahatan sebagai Kejahatan sebagai Kejahatan sebagai
yuridis masalah teknis masalah manusia

•Hukum Pidana •Ilmu Kedokteran •Kriminologi


•Hukum Acara Pidana forensik •Psikologi Forensik
•Ilmu Kimia Forensik •Psikiatri/Neur ologi
•lmu Fisika forensik
•Forensik
Forensik pada Zaman Pra-Sejarah
 Dalam situs www.crimezzz.net menggambarkan crimeline
perkembangan ilmu forensik yang dimulai pada zaman pra-
sejarah yaitu sekitar abad 700 SM, telah ditemukan bukti
sidik jari dilukiskan awal dan pahatan batu mady oleh
manusia pra-sejarah
 Para arkeolog di Provinsi Kanada yang dikenal sebagai Nova
Scotia mengungkapkan gambar kuno, menguraikan pola ridge
sidik jari dan tangan.

Gambar 1. Bukti finger print pertama Gambar 2. Gambar tangan dengan pola ridge
Forensik pada Zaman Sejarah

 Pada abad ke -10, Quitilian merupakan seorang pengacara di


pengadilan Romawi yang mampu mengidentifikasi sidik jari
tangan yang berlumuran darah untuk membuktikan bahwa orang
buta telah terperangkap atas pembunuhan ibunya sendiri.
 Cina mengembangkan dokumentasi tertulis pertama untuk
mengidentifikasi kejahatan dalam buku Hsi Duan Yu (the Washing
away of Wrong) pada tahun 1248.
Buku ini menjelaskan bagaimana orang meninggal, apakah
mati secara alami, tenggelam atau bahkan dicekik.
Buku Hsi Duan Yu juga mengandung pengetahuan medis dan
buku ini dianggap sebagai bukti pertama yang memecahkan kasus
kejahatan dengan ilmu medis.
Dari sinilah cikal bakal ilmu Patology forensik dikembangkan
dan digunakan hingga saat ini.
SEJARAH SINGKAT
GENETIKA FORENSIK

Anda mungkin juga menyukai