Anda di halaman 1dari 3

Ingin Ini dan Itu

Rafi adalah anak laki-laki yang sudah berumur sembilan tahun. Ia sekarang sudah
kelas 3 SD. Ia memiliki seorang adik perempuan yang bernama Dara. Hafiz, Lutfi, dan Dea
adalah teman bermainnya di rumah.
Hari ini hari Minggu, Rafi dan ketiga temannya bermain bersama. Lutfi mengajak
Rafi,Hafiz, dan Dea untuk bermain di rumahnya.
“Yuk, kita main dirumaku saja !” ajak Lutfi kepada teman-temannya.
“Ayo!” jawab Rafi,Hafiz, dan Dea serentak.
Mereka berempat bergegas pergi ke rumah Lutfi. Ternyata Lutfi ingin mengajak
teman-temannya untuk bermain mainan barunya. Ibunya baru saja membelikan mainan robot.
Mereka sangat senang bermain robot-robotan milik Lutfi.
Di saat yang lain sedang asyik bermain, Rafi kelihatan cemberut. Dalam hati
berkata ,”Aku juga ingin beli mainan baru seperti punya Lutfi.”
Rafi lalu pulang ke rumah. Sampai rumah ia langsung menemui ibunya. “Bu, aku
ingin beli mainan baru seperti punya Lutfi.” kata Rafi kepada ibunya dengan nada keras dan
sambil menangis. “Kak, bukankah mainanmu masih banyak, kemarin saja sudah beli mainan
maianan baru?” jawab ibunya dengan lembut.
Mainan Rafi memang sangat banyak, bahkan kalau dikumpulkan bisa dua karung.
Setiap ada mainan baru selalu minta dibelikan padahal harganya mahal. Kalau tidak dibelikan
selalu menangis tidak henti-henti.
Akhirnya ibunya luluh dan mengajak Rafi ke toko untuk membeli mainan robot
seperti punya Lutfi. Sesampai di toko banyak sekali mainan yang dipajang. Rafi bingung,
karena banyak sekali mainan bagus yang ada di toko itu.
“Bu, aku ingin robot ini dan mainan mobil remote yang di sana!” kata Rafi sambil
menarik ibunya menuju mainan yang diminta.
“Lho, katanya ingin mainan robot, kok malah mau beli mobil-mobilan.” Kata ibu
sambil mengelus dada.
“Pokoknya aku ingin mainan robot dan mobil-mobilan remote.”kata Rafi sambil
menangis dan dan memukul-mukul ibunya.
Ibunya pun membelikan mainan robot dan mobil-mobilan remote. Setelah membeli
mainan mereka lalu pulang.
Dengan senangnya Rafi membawa mainan yang dibelinya. Sesampai di rumah Rafi
membuka mainan yang baru dibeli. Ia memamerkan mainanya kepada Hafiz dan teman
lainnya. Tiba-tiba Dara (adiknya Rafi) datang sambil minum es krim yang dibelikan
neneknya. Rafi mulai cemberut lagi. Ia pun berlari mendatangi ibunya.
“Ibu, Dara kok punya es krim, aku kok ga dibelikan!” kata Rafi sambil marah kepada
ibunya.
“Kak, itu kan tadi es krim yang dibelikan oleh nenek tadi .” “Punya kakak kan sudah
diminum.” jawab ibu.
“Aku ingin dibelikan lagi! Sekarang!” Seru Rafi sambil marah dan menangis.
“Kak, tadi saja sudah beli mainan, kalau jajan terus uangnya habis.” Jawab ibu sambil
menghela nafas.
Ibunya pun membelikan rafi es krim, karena kalau tidak dibelikan pasti marah dan
menangis. Itulah Rafi, setiap keinginannya harus dipenuhi. Hal itu membuat orang tuanya
sedih dan bingung dengan sikap Rafi yang seperti itu.
Malam harinya Rafi menunggu ayahnya yang belum pulang. Ia melihat jam dinding
yang ada di kamarnya.
“Sudah jam 08.00 WIB, ayah kok belum pulang.” Gumam Rafi di dalam hati.
Tiba-tiba saja terdengar suara motor masuk rumah. Ayahnya pulang dari kerja. Rafi
senang melihat ayahnya pulang.
“Yah, mengapa ayah pulangnya malam?” tanya Rafi sambil memeluk ayahnya.
“Kak, ayah kan harus kerja, kebetulan ayah harus lembur banyak sekali kerjaan yang
harus diselesaikan.”jawab ayah.
“Kalau begitu ga usah kerja saja yah!” kata Rafi.
“Nanti kalau ayah tidak kerja, ayah tidak bisa dapat uang.” “Uangnya nanti digunakan
untuk beli makan, untuk biaya sekolahmu, dan memenuhi kebutuhan lain.”jawab ayah
menjelaskan.
Rafi mulai gundah dan kasihan dengan ayahnya yang selalu pulang malam untuk
bekerja.
“Kasihan ayah, untuk memenuhi kebutuhan keluarga harus bekerja sampai
malam.”kata Rafi di dalam hati.
Keesokan harinya Rafi diajak ibunya pergi ke pasar. Di jalan ia melihat seorang anak
sedang mengamen sambil menyanyikan sebuah lagu. Ia pun merasa iba dengan anak itu.
Sesampainya di pasar ia juga melihat seorang anak sedang menyemir sepatu. Pakaian anak itu
lusuh. Rafi tersentuh hatinya dan merasa kasihan dengan anak tersebut.
Di rumah Rafi lalu pergi ke kamar. Ia teringat apa yang pernah disampaikan ibu guru
tentang penerapan pancasila sila ke 1. Ibu guru menjelaskan salah satu penerapan sila ke 1
pancasila. Bahwa kita harus selalu bersyukur. Tuhan telah memberikan banyak kenikmatan
kepada kita. Oleh karena itu kita harus bersyukur atas anikmat yang diberikan.
Seketika Rafi menangis karena sering nakal dan minta banyak mainan kepada ayah
dan ibunya. Rafi lalu mendatangi ibunya.
“Bu, maaf karena aku selalu nakal dan minta dibeliin mainan macam-macam.”kata
Rafi sambil memeluk erat ibunya.
“Iya kak, besok jangan nakal lagi ya!” jawab ibu dengan senang melihat anaknya
yang sudah mulai berubah.
Sejak saat itu Rafi berjanji tidak akan nakal dan selalu menurut dengan orangtuanya.
Ia pun bersyukur karena bisa sekolah dan kebutuhannya selalu dipenuhi oleh orangtuanya.

Profil penulis:

Janu Aribowo adalah seorang guru di sekolah dasar. Hobinya olahraga,


belajar, dan menulis merupakan salah satu hal yang ingin dia tekuni terutama
menulis cerita anak. Menulis merupakan sarana menyampaikan ide, gagasan,
bahkan ajakan kepada orang lain dengan cara yang santun. Jika ingin
berkomunikasi bisa melalui fb: Janu Aribowo, IG: Janu Aribowo, atau email:
januwow25@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai