Anda di halaman 1dari 194

FUNGSI KAPITAL SOSIAL DALAM

PROGRAM PEMULIHAN PASCA BENCANA


(Studi Kasus Pemulihan Pasca Bencana Gempa dan Tsunami
di Desa Lampulo Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh NAD)

DISERTASI

RUDY PRAMONO
8902410101

UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM SOSIOLOGI

DEPOK
JULI 2008

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008


FUNGSI KAPITAL SOSIAL DALAM
PROGRAM PEMULIHAN PASCA BENCANA
(Studi Kasus Pemulihan Pasca Bencana Gempa dan Tsunami
di Desa Lampulo Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh NAD)

DISERTASI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

RUDY PRAMONO
8902410101

UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM SOSIOLOGI

DEPOK
JULI 2008

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 ii


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Disertasi ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua narasumber baik yag dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : RUDY PRAMONO

NPM : 8902410101

Tanda Tangan :

Tanggal : Juli 2008

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 iii


LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING DISERTASI

Disertasi ini diajukan oleh :


Nama : RUDY PRAMONO
NPM : 8902410101
Program Studi : Sosiologi
Judul : FUNGSI KAPITAL SOSIAL DALAM PROGRAM
PEMULIHAN PASCA BENCANA
(Studi Kasus Pemulihan Pasca Bencana Gempa dan
Tsunami di Desa Lampulo Kecamatan Kuta Alam Banda
Aceh NAD)

Promotor

Prof. Dr. Robert MZ. Lawang

Ko Promotor

Dr. Imam B. Prasodjo

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 iv


KATA PENGANTAR

Jikalau tidak diberikan kesempatan termasuk di dalamnya pengorbanan dana,


waktu, pikiran dan tenaga yang diberikan pada saya oleh berbagai pihak selama
menempuh pendidikan di program doktoral Sosiologi, mungkin saya tidak dapat
menyelesaikan studi dan disertasi ini. Penulis merasa banyak berhutang pada
banyak orang dan pihak yang telah memberikan kesempatan dan pengorbanan
tersebut. Terlebih penulis merasa berhutang banyak pada Tuhan , yang telah
memberikan hidup, semangat hidup dan kemampuan untuk melewati semua
hambatan dan persoalan yang dihadapi sejak masih kecil sampai saat ini maupun
masa yang akan datang yang masih harus dilewati.

Dengan selesainya disertasi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada Prof. Dr. Robert MZ. Lawang selaku promotor,
Imam B. Prasodjo, Ph.D. selaku ko-promotor, Julian Aldrin, Ph.D. sebagai
pimpinan sidang penguji, Francisia SSE. Seda, Ph.D. sebagai Ketua Program
Studi Pasca Sarjana Sosiologi, Prof. Dr. Paulus Wirutomo sebagai Ketua
Departemen Sosiologi, Dr. Linda Darmajanti, MT sebagai penguji internal dan
Dr. Sjamsul Ma’arif sebagai penguji eksternal.

Terima kasih juga saya sampaikan kepada sebagai sekretaris program Pasca
Sarjana Sosiologi, Mas Santoso dan semua staff program yang telah banyak
membantu, memberikan informasi dan dukungan yang berharga bagi penulis
selama masa-masa kuliah, persiapan ujian dan ujian,

Terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan pada teman-teman


seangkatan, yang meskipun sudah terlebih dahulu menyelesaikan studinya, namun
masih memberikan perhatian dan dukungan yang tiada henti, Dr. Widjayanti,
Dr. Saleh Sjafei, Dr. Oetami, Dr. Kanya, Dr. David Samijana, Dr. Ahmad Yani,
Dr. Nurnayeti, Dr. Sjamsul Ma’arif, Dr. Antonius Lie, Dr. Heru Prasadja,
Kandidat doktor Khairan, Pak Hani Warrouw, Bu Angraini, Bu Rukmina, Pak
Bambang dan teman-teman pasca sosiologi lainnya dalm mendukung penulis
untuk menyelesaikan studinya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bu
Ratri, Yati dan teman-teman lain yang telah membantu membaca ulang dan
melakukan editing disertasi ini

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para donatur yang telah
memberikan dana untuk mendukung studi saya seperti Pak Hans Geni (Pesat),
ICDS, Pak Handoko, Pak Billy, Pak Kusmanto, Pak Soen Siregar, Bakornas PB,
Aceh Relief, Drg. Iwan dan yang lainnya. Kepada semua staff Aceh Relief, staf
Bakornas PB, staf BRR, Marlon Lukman, Ugik Kristiono dan istri, Dr. Saleh
Sjafei, Herlina, Hikmah dan mahasiswa Unsyiah yang telah membantu saya dalam
penelitian di lapangan, saya juga mengucapkan terima kasih. Kepada Keuchik dan
staff, semua warga Lampulo yang telah mendukung saya selama penelitian dan
semua informan kunci yang telah memberikan informasi selama penelitian, saya
juga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuannya.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 v


Tulisan ini juga saya dedikasikan pada istri saya Marturia, dan anak kami Janice,
Jennifer, papa, mama, Dewi, Hana sekeluarga, Petrus sekeluarga, Ester sekeluarga
dan mbak Maryam yang telah memberikan dukungan dan semangat bagi penulis
selama mengikuti studi dan ujian akhir, terima kasih dan penghargaan atas semua
yang diberikan.

Kepada semua Bapak/Ibu dan teman-teman seperjuangan lain yang secara terus
menerus berjuang untuk mencari kebenaran dan mengembangkan ilmu untuk
kesejahteraan bersama, dan semua pihak yang tidak dapat dituliskan namanya
dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih atas segala dukungan
dan bantuannya.

Penulis menyadari bahwa apa yang tertulis dalam disertasi ini, jauh dari
sempurna, banyak pihak telah dan akan memberikan sumbangan pemikiran
berkenaan dengan tema disertasi ini, yaitu “Fungsi Kapital Sosial dalam Program
Pemulihan Pasca Bencana”, sehingga ilmu yang didapat melalui studi ini
merupakan milik publik yang bisa dikritisi dan diaplikasikan untuk kepentingan
bersama. Oleh karena itu diperlukan usaha terus menerus untuk mengkritisi dan
memperbaiki, sehingga tema kajian ini menjadi lebih jelas dan bermanfaat bagi
siapapun yang membacanya.

Jakarta, Juli 2008

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 vi


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
__________________________________________________________________

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:

Nama : Rudy Pramono


NPM : 8902410101
Program Studi : Sosiologi
Departemen : Sosiologi
Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jenis karya : Disertasi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalti
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
FUNGSI KAPITAL SOSIAL DALAM PROGRAM PEMULIHAN PASCA
BENCANA (Studi Kasus Pemulihan Pasca Bencana Gempa dan Tsunami di Desa
Lampulo Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh NAD)

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/
formatkan memublikasikan disertasi saya tanpa meminta izin dari saya selama
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Depok
Pada tanggal 17 Juli 2008

Yang menyatakan

(Rudy Pramono)

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 vii


ABSTRAK

Nama : Rudy Pramono


Program Studi : Sosiologi
Judul : Fungsi Kapital Sosial dalam Program Pemulihan Pasca Bencana
(Studi Kasus Pemulihan Pasca Bencana Gempa dan Tsunami di
Desa Lampulo Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh NAD)

Disertasi ini membahas interaksi antara bonding social capital dan bridging social
capital dan fungsinya dalam program pemulihan pasca bencana. Studi ini
merupakan hasil penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan studi kasus
di desa Lampulo, kota Banda Aceh yang terkena dampak bencana tsunami.

Hasil studi ini menunjukkan interaksi antara bridging social capital (organisasi)
dengan bonding social capital (komunitas) menghasilkan kinerja kapital sosial
yang bervariasi. Desa Lampulo mempunyai empat dusun atau setingkat Rukun
Warga (RW) yang disebut Lorong. Di Lorong Satu dan Lorong Tiga, kapital
sosial berfungsi positif sejalan dengan tingkat integrasi sosial yang tinggi dalam
kedua kelompok sosial itu. Sebaliknya, di Lorong Dua, Lorong Empat, kapital
sosial kurang berfungsi sejalan dengan rendahnya integrasi sosial di kedua Lorong
itu.

Kapital sosial yang muncul dari hubungan dengan organisasi luar (bridging social
capital) dalam program pemulihan pasca bencana di Lampulo terbagi dalam dua
kategori. Pertama, organisasi dengan tingkat sinergi tinggi dan integrasi yang
tinggi. Kategori kedua, organisasi yang mempunyai tingkat sinergi yang rendah,
namun dengan integrasi yang sedang. Relasi dengan organisasi luar menghasilkan
kinerja kapital sosial, yang mendukung program dalam pelaksanaannya.

Organisasi dengan tingkat sinergi dan integrasi tinggi menghasilkan kinerja yang
tinggi. Kinerja kapital sosial yang tinggi mempunyai pengaruh positif dalam
keberhasilan program pemulihan pasca bencana. Namun demikian kinerja kapital
sosial juga didukung oleh kapital fisik dan kapital manusia dalam mencapai
keberhasilan program

Kata kunci : Kapital sosial, Aceh, gampong, lorong, bencana.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 viii


ABSTRACT

Name : Rudy Pramono


Department : Sociology
Title : Function of Social Capital in Disaster Recovery Programs
(Case study in Lampulo village, sub district Kuta Alam, district
Banda Aceh)

This dissertation discusses interactions between bonding social capital and


bridging social capital in Lampulo village, and their functions in the disaster
recovery programs. This dissertation is a descriptive qualitative research using
the case study method, with Lampulo village as the case.

Lampulo Village has four hamlets (Lorong). The study result shows that
interaction between bonding social capital (community) and bridging social
capital (organization) produces a varied social capital performance. At Lorong
Satu and Tiga, social capital funtions positively in high level of social integration
accordingly. While at Lorong Dua and Empat, social capital does not funtion well
because of lack of social integration.

In Lampulo, social capital that emerges from a relationship with external disaster
recovery program organizations consists of two categories. First, organizations
with high levels of both synergy and integration. Second, organizations with high
levels of synergy but low integration. The performance of relationship between
an external organization’s social capital and a local community’s social capital is
related to the successful implementation of programs.

An organization with high levels of synergy and integration working will support
successful disaster recovery programs.

Key words: social capital, Aceh, gampong, disaster.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 ix


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………... i


PERNYATAAN ORISINALITAS ………………………………………... ii
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………...... iii
KATA PENGANTAR …………………………………………………….. iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH …………… vi
ABSTRAK ………………………………………………………………… vii
ABSTRACK ………………………………………………………………. viii
DAFTAR ISI …………………………………………………………….... ix
DAFTAR TABEL ……………………………………………………….... xi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….... xii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xiii

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang …………….…………………………………….... 2
1.2. Permasalahan Studi ........……….…….………………………........ 9
1.3. Kajian Teori ….…………………………….................................... 10
1.3.1. Beberapa Pemikiran tentang Kapital Sosial .......................... 10
1.3.2. Kritik Terhadap Kapital Sosial .............................................. 14
1.3.3. Kerangka Teori Studi ............................................................ 15
1.3.4. Teori Struktur Sosial ............................................................. 20
1.4. Definisi dan Kerangka Berpikir .………………………………..... 23
1.5. Tujuan Penelitian …….…………………………………................ 24
1.6. Keterbatasan Studi ........................................................................... 24
1.7. Hipotesis Kerja ................................................................................ 25
1.8. Manfaat Penelitian ........................................................................... 25
1.9. Metodologi .…………………………………................................. 26
1.9.1. Pendekatan Penelitian ……………………………………… 26
1.9.2. Jenis Penelitian …………………………………………….. 27
1.9.3. Strategi Penelitian .................................................................. 28
1.9.4. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 30
1.9.5. Teknik Pengumpulan Data/Informasi .................................... 32
1.9.6. Analisis Data .......................................................................... 35
1.10. Sistematika Penulisan .………………………………................... 36

2. KAPITAL SOSIAL YANG ADA DI LAMPULO


2.1. Pendahuluan ………………………………….…………………... 38
2.2. Perkembangan Institusi Sosial di Gampong .……………………... 38
2.3. Institusi Sosial Panglima Laot …………………………................. 44
2.4. Sistem Kekerabatan dalam Masyarakat Lampulo ………………... 51
2.5. Struktur Sosial Gampong Lampulo.…………………..................... 55
2.6. Kondisi Pasca Tsunami .……………………………...................... 63
2.7. Struktur Masyarakat Tingkat Dusun (Lorong) ………………….... 67
2.7.1. Lorong Satu ……………………………………………….. 68
2.7.2. Lorong Dua ….……………………………………………... 70
2.7.3. Lorong Tiga .......................................................................... 71

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 x


2.7.4. Lorong Empat …………………………………………….... 71
2.8. Kelompok Pemuda dan Perannya ………………........................... 73
2.9. Ketahanan Sosial Masyarakat Aceh ………………....................... 75
2.10. Norma dan Pengendalian Social …………………......................... 78
2.11. Kapital Sosial Lampulo ……………………………...................... 80

3. KAPITAL SOSIAL ORGANISASI LUAR LAMPULO


3.1. Tahap Tanggap Darurat ………………….………………….......... 88
3.2. Kasus Program Aceh Relief .……………………......................... 96
3.3. Kasus Program Care International …………………...................... 99
3.4. Kasus Program BRR ………………................................................ 109
3.5. Kasus Program P2KP ………………….......................................... 112
3.6. Kasus Kata Hati …………………................................................... 113
3.7. Intervensi Program dan Kapital Sosial ……………….................... 117
3.8. Dinamika Program Pemulihan Pasca Bencana ……....................... 121

4. RELASI AMTAR KOMUNITAS DAN ORGANISASI SOSIAL


LUAR
4.1. Pendahuluan ………………….…………………............................ 134
4.2. Proses Berperannya Kapital Sosial ………….................................. 135
4.3. Kapital Sosial dan Keberhasilan Program .……….......................... 138
4.4. Sinergi antar Kapital dan Kinerja Hasil Program ............................ 140

5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan ……………….………………….............................. 145
5.2. Rekomendasi …………………….................................................. 146

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 148

LAMPIRAN

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 xi


DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Program Bantuan pada Korban Bencana Tsunami di Lampulo .... 5
Tabel 1.2. Definisi Kapital Sosial menurut Beberapa Ahli ............................ 12
Tabel 1.3. Kinerja Hasil Relasi antar Kapital Sosial ..............................…… 19
Tabel 1.4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 34
Tabel 1.5. Indikasi Pengukuran Kapital Sosial .............................................. 34
Tabel 2.1. Ikatan Komunitas Gampong .......................................................... 49
Tabel 2.2. Analisis Kapital Sosial Bonding Desa Lampulo ........................... 70
Tabel 2.3. Analisis Kapital Sosial Bonding di Lampulo ................................ 79
Tabel 3.1. Analisis Kapital Sosial bridging …………………………... …… 113
Tabel 3.2. Kinerja Program Lembaga Eksternal Lampulo ............................. 114
Tabel 4.1. Proses Kapital Sosial dalam Program ........................................... 137
Tabel 4.2. Kinerja bonding social capital .................................................... 138
Tabel 4.3. Kinerja bridging social capital ………………………………… 139
Tabel 4.4. Relasi kapital sosial bridging dan bonding ................................... 139
Tabel 4.5. Sinergi antar Kapital Program Pasca Bencana .............................. 141
Tabel 4.6. Sinergi antar Kapital dalam Kinerja Program ............................... 142

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 xii


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Daerah yang Kena Dampak Tsunami di Kota Banda Aceh... 4
Gambar 1.2. Jaringan Kapital Sosial ……………………………………. 17
Gambar 1.3. Pembangunan top down dan bottom up dan bentuk kapital 18
sosial ……………………………………………………..
Gambar 1.4. Kerangka Berpikir …………………………………………. 23
Gambar 1.5. Peta Lokasi Desa Lampulo ………………………………... 29
Gambar 2.1. Struktur Pemerintahan Gampong ………………………….. 41
Gambar 2.2. Jaringan Kelembagaan Gampong …………………………. 41
Gambar 2.3. Jaringan Kerja Lembaga Panglima Laot ............................... 50
Gambar 2.4. Pola Perlindungan Anak dalam Masyarakat Lampulo .......... 55
Gambar 2.5. Struktur Pemerintahan Gampong Lampulo .......................... 61
Gambar 2.6. Struktur Dusun/Lorong di Lampulo ...................................... 70
Gambar 2.7. Kapital Sosial Lampulo ............................................... 79
Gambar 2.8. Peta Pemukiman Gampong Lampulo ................................... 83
Gambar 2.9. Peta Pemukiman Lorong Satu ............................................... 84
Gambar 2.10. Peta Pemukiman Lorong Dua ............................................... 85
Gambar 2.11. Peta Pemukiman Lorong Tiga .............................................. 86
Gambar 2.12. Peta Pemukiman Lorong Empat ........................................... 87
Gambar 3.1. Jaringan Posko Korban Tsunami Tahap Tanggap Darurat ... 95
Gambar 3.2. Relasi Kapital Sosial Tahap Tanggap Darurat ............ 96
Gambar 3.3. Pelabuhan yang dibangun Aceh Relief di Lorong Tiga 98
Lampulo ................................................................................
Gambar 3.4. Rumah yang dibangun Aceh Relief di Lorong Tiga ............. 98
Gambar 3.5. Perencanaan Komunitas Partisipatif yang dilakukan Care ... 102
Gambar 3.6. Rumah Care International yang Sudah Selesai di Lorong 103
Satu, Dua, Tiga, Empat .........................................................
Gambar 3.7. Rumah yang dibangun BRR tahap II di Lorong Dua ........... 110
Gambar 3.8. Rumah yang dibangun P2KP di Lorong Satu ....................... 113
Gambar 3.9. Jaringan kerja program rumah non kontraktor ................. 114
Gambar 3.10. Jaringan kerja program rumah melalui kontraktor ................ 115

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 xiii


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latarbelakang
Setelah bertahun-tahun dilanda konflik yang berkelanjutan, pada tanggal
26 Desember 2004 Aceh dilanda bencana gempa bumi yang berskala sangat kuat
(8,9 skala Richter). Pusat gempa bumi ini terletak di Samudera Hindia pada
posisi barat laut Pulau Sumatera. Dalam sekejap gempa ini menyebabkan
gelombang tsunami yang memporakporandakan sebagian besar wilayah Aceh dan
Nias di wilayah Indonesia. Gelombang tsunami ini juga menerpa sebagian
wilayah Thailand, Srilanka, Maladewa, Bangladesh, Burma, bahkan sampai ke
pantai Somalia di Afrika Timur.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana
dan Penanganan Pengungsi (Bakornas PBP) dalam Buku Utama Rencana
Rehabilitasi dan Rekonstruksi dalam lampiran Peraturan Presiden Republik
Indonesia (PPRI) no 30 tahun 2005, jumlah korban yang terkena bencana di 20
kabupaten di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) diperkirakan mencapai
126.602 orang meninggal dunia, dan 93.638 orang dinyatakan hilang. Sementara
jumlah korban di Provinsi Sumatera Utara sebanyak 130 orang meninggal dan 24
orang hilang. Bencana ini juga mengakibatkan 514.150 jiwa mengungsi di
berbagai tempat yang tersebar di 21 kabupaten/kota se-provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.
Besarnya bencana yang terjadi tidak hanya dapat dilihat dari besarnya
jumlah korban manusia, namun juga dari luasnya daerah yang mengalami
kerusakan. Sebanyak enam belas dari seluruh kabupaten/kota di Nangroe Aceh
mengalami kerusakan terkena gelombang tsunami. Kabupaten/kota yang
mengalami kerusakan terparah antara lain, Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh
Jaya, dan Kabupaten Aceh Besar. Desa yang terkena dampak langsung tsunami
adalah sebanyak 654 desa (11,4 persen), dan diperkirakan persentase keluarga
miskin terkena tsunami mencapai 15,16 persen (63.977 KK) (lampiran 1 PPRI,
2005)

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008


2

Selain mengakibatkan kerusakan fisik, tsunami juga memporak


porandakan kehidupan sosial ekonomi masyarakat Aceh. Sebagai contoh, sebelum
terjadinya tsunami, lebih dari sepertiga penduduk Nanggroe Aceh Darussalam
hidup dalam kemiskinan. Setelah terjadinya bencana, angka kemiskinan
meningkat menjadi hampir separuh dari jumlah penduduknya dan korban bencana
bergantung pada bantuan pangan dari luar. Sayangnya sejauh ini data dan kajian
yang mendalam tentang kondisi sosial kapital di Aceh setelah terjadinya tsunami
belum ada. Pertanyaan yang penting dan menarik adalah, apakah kapital sosial
sosial di Aceh juga “rusak” akibat tsunami tersebut?. Jika iya, aspek apa saja
yang rusak dan aspek apa pula yang mampu bertahan? Hal ini sangat penting
untuk dikaji secara mendalam.
Selanjutnya, bencana yang terjadi di Aceh telah menggerakkan datangnya
bantuan darurat berskala nasional dan internasional yang belum pernah terjadi
sebelumnya. Tentara Nasional Indonesia dan pasukan militer dari berbagai negara
memimpin upaya pencarian dan penyelamatan, menyalurkan bantuan dan
melakukan kegiatan pembersihan awal lokasi daerah yang terkena bencana. PBB
mengeluarkan permohonan dana bantuan darurat sebesar US$800 juta untuk
membantu negara-negara yang dilanda bencana tsunami. Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) dan lembaga-lembaga donor baik nasional maupun
internasional juga turut terlibat memberikan bantuan untuk menangani bencana
(Eye on Aceh, 2006).
Tiga bulan setelah bencana, upaya penanggulangan beralih dari
penanganan keadaan darurat ke upaya pembangunan dan pemulihan. Kegiatan ini
bertujuan untuk membantu masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias agar
dapat membangun hidup mereka kembali. Kegiatan pemulihan kehidupan
penduduk yang selamat dari bencana dilakukan bersama-sama oleh berbagai staf
dari 124 LSM internasional, 430 LSM nasional, lembaga-lembaga donor dan
lembaga PBB, berbagai instansi pemerintah, instansi militer dan sebagainya.
Berbagai mekanisme baru dan inovatif untuk mendukung pendanaan
dalam upaya pemulihan telah memberikan dukungan sumberdaya yang memadai.
Lima belas negara donor telah sepakat untuk menyatukan bantuan mereka dalam
Dana Multi Donor untuk Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias sebesar US$525

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
3

juta, yang dikoordinasikan bersama-sama oleh Uni Eropa, Bank Dunia, dan BRR.
Bank Pembangunan Asia meluncurkan proyek Bantuan Darurat Gempa Bumi dan
Tsunami dengan dana bantuannya sendiri sebesar US$300 juta. Program-program
hibah dan pinjaman lunak bilateral juga telah ditawarkan oleh Australia-Indonesia
Partnership for Reconstruction and Development, Pemerintah Jepang dan Jerman,
dan USAID serta beberapa negara lainnya dari seluruh dunia. LSM-LSM
internasional dan organisasi-organisasi seperti Palang Merah/Bulan Sabit Merah,
CARE, CARDI, Catholic Relief Services, Mercy Corps, Oxfam, Save the
Children, World Vision dan lain-lain telah menggalang dana yang sangat besar
untuk mendukung upaya bantuan dan pemulihan agar dapat berlangsung.
Besarnya dana tersebut memberikan harapan bahwa “membangun kembali Aceh
dan Nias yang lebih baik” dapat dilaksanakan dengan baik. Harapan terjadinya
pemulihan berkesinambungan juga ditopang oleh penandatanganan perjanjian
damai di Helsinki antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Gerakan Aceh
Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005. Perjanjian perdamian ini mengakhiri
konflik yang telah berlangsung selama lebih dari 30 tahun dan menelan korban
sekitar 15.000 orang. (Eye on Aceh, 2006).
Dua tahun lebih setelah terjadi bencana, dengan berbagai usaha yang
dilakukan oleh Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) NAD-Nias1 dan
organisasi-organisasi non pemerintah baik dari luar maupun dalam negeri,
berbagai kemajuan telah dicapai. Menurut data BRR (2007), kemajuan yang telah
dicapai selama dua tahun antara lain, lebih dari 65,000 pengungsi dipindahkan
dari tenda ke 15.000 rumah transisi, 57.000 rumah permanen telah dibangun, 623
gedung sekolah telah dibangun kembali, berbagai kegiatan mata pencaharian
korban bencana sudah mulai normal dan berbagai kegiatan pemulihan lainnya
telah dilakukan. Di Banda Aceh, dari total kebutuhan 18.434 rumah untuk korban
tsunami, sudah terbangun sebanyak 10.663 unit rumah.
Bencana tsunami telah mengubah kondisi Lampulo yang semula dihuni
6.322 orang yang tersebar di empat dusun, yakni Tengku Tuan di Pulo,
Malahayati, Tengku di Sayang, dan Teungku di Teungoh, berkurang menjadi

1
Merupakan badan yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia yang diberi tugas untuk melakukan
koordinasi dan usaha-usaha rekonstruksi dan rehabilitasi bencana di NAD dan Nias, dengan masa
kerja 2005 – 2009.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
4

3.694 orang. Sebelum tsunami desa ini dikenal sebagai pusat kegiatan perikanan
di Banda Aceh. Hampir 90 persen pendapatan penduduk di Lampulo bergantung
pada hasil laut. Kerusakan yang terjadi akibat tsunami di Lampulo antara lain
1.200 rumah rusak dihantam gelombang, tambak penduduk yang rata dengan laut
mencapai 127 hektare, dan hancurnya sarana dan prasarana umum lainnya.
Setelah lebih dari dua tahun terjadinya bencana gempa bumi dan tsunami
menimpa Lampulo dan penyelenggaraan program pemulihan pasca bencana
dilakukan, perlu dikaji pelaksanaan program pemulihan kondisi masyarakat di
desa Lampulo. Berdasarkan data dari kantor desa, kepala lorong dan koordinator
posko bantuan dan program yang telah dijalankan pada warga Lampulo oleh
lembaga-lembaga dari luar Lampulo dapat dilihat dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Program Bantuan pada Korban Bencana Tsunami di Lampulo


No Jenis Program Lembaga
1 Bantuan bahan-bahan pokok, pakaian, Save The Children, American
tenda Red Cross, World Vision
2 Air Bersih, Sanitasi dan Kesehatan Oxfam, Concern, Save The
Children, Care International,
Mer-C
3 Cash for Work Save The Children, Kata Hati,
Depnaker, American Red Cross
4 Paket Puasa dan Lebaran Islamic Relief, Dinas Sosial,
PMI
5 Sarana Umum (jalan, selokan, mushola, BRR, P2KP, Oxfam, BRI, Astra,
puskesmas, pelabuhan dan tempat Americare, CHF
pelelangan ikan dsb
6 Rumah Permanen BRR, Care Internasional, Aceh
Relief, Kata Hati.
7 Barak, tenda dan rumah sementara GTZ, International F. Red Cross
8 Program untuk balita, anak dan wanita Save The Children, Aceh Relief,
Aceh Link
Sumber : Kantor Desa, Posko dan Wawancara.

Selain program yang disalurkan dan dijalankan melalui pemerintahan desa,


posko bantuan bencana atau kepala lorong, masih ada beberapa program yang
disalurkan oleh lembaga-lembaga bantuan diberikan secara langsung kepada
korban bencana pribadi yang tidak tercatat di kantor desa.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
5

Menurut penulis dari beberapa lembaga luar yang memiliki program di


Lampulo yang menarik untuk dipelajari lebih jauh adalah peran Care
International, Aceh Relief, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) dan Kata
Hati dalam program pemulihan di Lampulo, karena lembaga-lembaga tersebut
mempunyai program secara terpadu pada masa gawat darurat, rehabilitasi dan
rekonstruksi.
a. Care International. Lembaga ini merupakan salah satu organisasi non
pemerintah yang berkantor Pusat di Amerika Serikat. Organisasi ini dalam
menjalankan program pasca bencana di Aceh bergabung dengan cabang Care
Internasional dari Negara lain seperti dari Kanada, Inggris, Australia dan beberapa
negara donor lainnya. Organisasi ini memulai kegiatannya dengan program
tanggap darurat di Lampulo sejak Januari 2005. Berdasarkan survey dan pemetaan
yang dilakukan, cakupan program yang dilaksanakan organisasi ini antara lain
program perumahan, air dan kesehatan, mata pencaharian (seperti menjahit,
berdagang, nelayan, bengkel dsb), peningkatan kapasitas masyarakat dan
pengurangan resiko bencana. Melalui komunikasi dan sosialisasi program pada
tahun 2005 akhirnya diadakan penandatanganan perjanjian kerjasama dengan
keuchik (kepala desa) dan pihak Care International pada Agustus 2005. Proses
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang dilakukan oleh Care International
menggunakan pendekatan partisipatif. Dalam menjalankan program Care
International mempekerjakan staf (terutama di bagian kantor) yang berasal dari
luar desa Lampulo (Aceh bagian lain, Medan, Jawa dsb) dan pekerja asing (luar
Indonesia dari berbagai negara kebanyakan dari Amerika Serikat). Sedangkan
orang dari desa Lampulo dilibatkan sebagai pekerja lapangan.
Pada umumnya para pekerja dari luar banda Aceh tinggal di asrama yang
disediakan oleh organisasi ini. Permasalahan yang terjadi pada program
perumahan, dari 250 unit rumah yang disepakati dibangun pada tahun 2005
hingga akhir 2007, yang sudah selesai dan bisa ditempati baru sebanyak 70 unit,
sedangkan sisanya belum selesai dibangun dan terhenti pekerjaannya sejak awal
tahun 2007. Selain itu masalah lain yang muncul adalah banyaknya keluhan
penerima program selama pelaksanaan pembangunan rumah. Rumah yang sudah

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
6

selesai dibangun dan ditempati dinyatakan tidak layak secara teknis sehingga
perlu dibongkar kembali.
Pada program matapencaharian terjadi perubahan metode penyaluran
bantuan karena permasalahan internal organisasi. Selain itu juga ada
permasalahan dalam kelompok, yaitu kelompok sasaran berpartisipasi secara
semu (hanya untuk mendapatkan bantuan), dan kelompok yang terbentuk tidak
berkelanjutan dan administrasi distribusi bantuan yang tidak berjalan baik. Hasil
yang dicapai untuk program perumahan selama dua tahun lebih baru 30 % yang
sudah selesai dibangun, meskipun sebagian dinyatakan tidak layak secara teknis.
Untuk program mata pencaharian hasil yang dicapai dana tersalurkan, barang
terdistribusi, kelompok terbentuk, sehingga korban bencana dapat melakukan
kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan penghasilan.
b. Aceh Relief. Lembaga ini merupakan suatu organisasi konsorsium
antara organisasi non pemerintah nasional dengan organisasi non pemerintah
Compassion International yang berasal dari Amerika Serikat. Aceh Relief mulai
melakukan program pasca bencana sejak Januari 2005. Pada awalnya desa
Lampulo bukanlah daerah yang menjadi sasaran program organisasi ini. Sasaran
program Aceh Relief pada awalnya adalah desa Lhoh dan Lampuyang yang
terletak di Pulau Aceh2. Karena transportasi ke Pulo Aceh hanya dapat dijangkau
dengan menggunakan alat transportasi laut, dan sarana pelabuhan terdekat yang
masih dapat digunakan terletak di dusun Teungku Disayang desa Lampulo (lorong
tiga) desa Lampulo, maka Aceh Relief selalu berinteraksi langsung dengan
masyarakat di lorong tiga.
Pada awalnya melalui posko di lorong tiga, anggota masyarakat terlibat
sebagai tenaga kerja upahan untuk mengangkut bantuan dan bahan-bahan yang
diperlukan untuk program Aceh Relief di Pulo Aceh. Namun karena sudah terjalin
hubungan yang baik antara staf Aceh Relief dengan ketua posko dan beberapa
warga lorong tiga, sehingga warga lorong tiga meminta agar Aceh Relief dapat
mengalokasikan program untuk desa Lampulo khususnya lorong tiga. Setelah
terjadi penjajakan dan kesepakatan, akhirnya Aceh Relief melakukan program di
lorong tiga dengan membangun rumah mulai Oktober 2005 dan selesai Februari
2
Di Desa Lhoh dan Lampuyang, Aceh Relief membangun rumah sebanyak 110 unit yang
dilakukan sejak Mei 2005 dan diselesaikan pada bulan September 2005

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
7

2006. Program yang dilakukan oleh Aceh Relief di desa Lampulo antara lain
2
pembangunan rumah 36 m sebanyak 91 unit, distribusi alat produksi (perahu
dan alat tangkap, becak motor danmodal usaha) yang diberikan secara perorangan
(bukan kelompok) dan program untuk ibu dan anak.
Pendekatan yang dilakukan Aceh Relief dalam menjalankan program di
lorong tiga menggunakan pendekatan partisipatif semu melalui beberapa orang
warga lorong tiga yang diangkat sebagai staff lapangan. Masalah yang muncul
antara lain beberapa rumah belum ditinggali, kenaikan harga bahan dan ongkos
tukang, kualitas bangunan yang tidak memadai, bantuan perahu dan alat tangkap
dan usaha yang tidak tidak berkelanjutan, dan bantuan tumpang tindih dengan
bantuan lembaga lain. Hasil dari program Aceh Relief di Lampulo sebanyak 91
unit rumah selesai terbangun dalam waktu empat bulan, perahu dan alat tangkap,
becak motor dan bantuan modal usaha dapat disalurkan.
c. Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias. Lembaga ini
merupakan badan yang dibentuk oleh pemerintah pusat, melalui Peraturan
Presiden no 30 tahun 2005 untuk menyelenggarakan kegiatan rehabilitasi dan
rekonstruksi pasca bencana gempa dan tsunami di NAD dan Nias. BRR mulai
melakukan tugasnya sejak Juni 2005. Di Desa Lampulo cakupan program yang
diselenggarakan adalah program rumah, distribusi alat produksi (nelayan, modal
usaha), jalan, saluran, air bersih. Pendekatan yang digunakan pada awalnya non
partisipatif melalui kontraktor dari luar Lampulo (luar Aceh : Jawa, Medan) lalu
berubah menjadi partisipatif karena ada masalah efisiensi dan efektifitas. Masalah
yang dihadapi adalah ketidaksesuaian antara harapan korban dan kemampuan
BRR. Hasil yang dicapai adalah rumah sudah selesai sebanyak 120 rumah dalam
jangka waktu dua tahun. Permasalahan yang muncul penerima bantuan ada yang
mendapat lebih dari satu, sebagian tidak ditempati, tumpang tindih dengan
lembaga lain dan kualitas rumah khususnya tahap pertama tidak memadai.
d. Kata Hati. Lembaga ini merupakan salah satu lembaga non pemerintah
lokal Aceh yang berdiri pada tahun 2001, yang pada awalnya mempunyai
kegiatan untuk isu-isu demokratisasi, tata pemerintahan, formulasi kebijakan yang
partisipatif dan penguatan hak-hak sipil. Namun pada pasca tsunami, dengan
mendapatkan dukungan dana dari lembaga non pemerintah dari Jerman

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
8

(Diakonie), Kata Hati menjalankan kegiatan program pemulihan pasca bencana di


desa Lampulo mulai dilakukan tahun 2005 sampai 2006. Cakupan program yang
dijalankan Kata Hati di desa Lampulo yaitu program cash for work dan program
pembangunan rumah tipe 45. Pendekatan yang dilakukan oleh lembaga ini dalam
menjalankan programnya adalah melalui pendekatan partisipatif. Salah masalah
yang dihadapi oleh lembaga ini di Lampulo adalah rumah yang dibangun sebagian
tidak ditempati.
Dalam konteks pemulihan ini, maka pertanyaan yang sangat penting
adalah, sejauh mana berbagai pihak yang melaksanakan program pemulihan
tersebut baik pemerintah, LSM, maupun lembaga lainnya, telah memperhatikan
dimensi kapital sosial dalam melaksanakan program-program pemulihan tersebut?
Bagaimana fungsi atau peranan kapital sosial terhadap tingkat keberhasilan
program pemulihan pasca bencana? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini
hingga sekarang masih sangat sedikit atau bahkan tidak ada.

1.2. Permasalahan dan Pertanyaan Penelitian


Seperti telah diuraikan sebelumnya, bencana gempa dan tsunami di Aceh
telah memporakporandakan kehidupan masyarakat Aceh, termasuk di desa
Lampulo. Data yang menyangkut kerusakan pada aspek fisik seperti korban jiwa
(meninggal maupun hilang), bangunan yang hancur, jalan yang rusak, dan
sebagainya sudah tersedia dengan cukup baik. Sementara itu, informasi dan
pemahaman terhadap kerusakan pada dimensi sosial, termasuk kondisi kapital
sosial, masih belum memadai. Padahal aspek ini juga sangat penting untuk
difahami secara mendalam.
Selanjutnya, proses pemulihan yang dilakukan oleh berbagai pihak
seyogyanya memperhatikan dimensi kapital sosial yang ada pada masyarakat.
Tanpa memperhatikan kapital sosial yang ada dalam masyarakat lokal, suatu
program pemulihan kemungkinan besar akan mengalami kegagalan. Masalahnya,
di sinipun belum tersedia informasi yang mendalam, misalnya apakah berbagai
lembaga yang melakukan rehabilitasi di desa Lampulo telah memperhatikan
dimensi kapital sosial yang ada pada komunitas di desa Lampulo, bagaimana

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
9

peranan kapital sosial dalam proses pemulihan di desa Lampulo. Oleh sebab itu,
masalah ini juga sangat penting untuk dikaji secara mendalam.
Perhatian terhadap dimensi sosial dalam pemulihan bencana ini juga
berkaitan dengan perubahan pendekatan penanganan bencana yang dicanangkan
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selama tahun 1990 – 1999. Dalam
dekade ini terjadi perubahan pendekatan dari kegiatan pemberian bantuan
pascabencana (disaster management) menjadi usaha pencegahan, persiapan
prabencana dan pengelolaan resiko bencana (risk management). Strategi
pengelolaan resiko dalam proses penanganan bencana dilakukan melalui kegiatan
pemberdayaan masyarakat, penguatan pemerintahan lokal, dan keterlibatan
lembaga nonpemerintah dan masyarakat sipil. Pendekatan ini bertujuan untuk
memperkecil kerentanan masyarakat sehingga kapasitasnya meningkat dalam
menghadapi ancaman bencana. Dengan pendekatan ini diharapkan risiko bencana
yang dihadapi oleh masyarakat menjadi berkurang, sehingga diharapkan dapat
memperkecil korban dan kerugian yang terjadi dapat diperkecil. Oleh karena itu
terjadi perubahan orientasi penelitian tentang bencana, berubah dari aspek-aspek
teknis dan penanganan korban bencana menjadi pendekatan yang menekankan
aspek kemasyarakatan (sosiologis), termasuk di dalamnya usulan pengelolaan
pascabencana dalam pengembangan masyarakat secara terpadu (Blaikie dkk,
1994; Twigg and Bhatt, 1998; Quarantelli, 1989; Shaw dan Okazaki, 2003).
Maskrey (1989) menyatakan pengelolaan bencana seharusnya tidak diatasi dengan
pendekatan yang bersifat fisik saja, tetapi juga dikaitkan dengan kegiatan sosio-
ekonomi masyarakat lokal di daerah rawan bencana.
Dalam kaitan dengan pendekatan pendekatan risk management ini, upaya
untuk mengetahui kemampuan masyarakat dalam menghadapi suatu bencana
sering kali dikaitkan kapital sosial, yaitu suatu konsep yang berkaitan dengan
norma dan jaringan yang mendukung tindakan kolektif. Konsep kapital sosial
telah banyak digunakan dalam analisis masalah-masalah tindakan kolektif, antara
lain masalah keluarga, sekolah dan pendidikan, pekerjaan dan organisasi,
demokrasi dan pemerintahan, termasuk isu-isu pembangunan lainnya (Woolcock,
1998). Studi lain menunjukkan bahwa kapital sosial dapat memengaruhi kemajuan
dan kesejahteraan suatu masyarakat (Fukuyama, 1995& 2001; Putnam, 1993;

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
10

Grootaert, 1999, Dasgupta dan Ismael Serageldin, 2000; Heffner, 2000). Namun
berbagai studi tentang kapital sosial yang ada menunjukkan masih sangat sedikit
yang mengaitkan fungsi kapital sosial terhadap penanganan bencana. Karena
itulah dalam studi ini akan mengkaji bagaimana fungsi kapital sosial dalam
mendukung keberhasilan program pemulihan pasca bencana.
Dari uraian di atas, maka pertanyaan penelitian yang hendak dijawab
dalam disertasi ini adalah:
1. Bagaimana wujud kapital sosial di desa Lampulo setelah peristiwa bencana
gempa dan tsunami?
2. Bagaimana fungsi kapital sosial dalam menentukan tingkat keberhasilan
program pemulihan pasca bencana tsunami di desa Lampulo?

1.3. Kajian Teori

1.3.1. Beberapa Pemikiran tentang Kapital Sosial


Pembahasan akademik tentang kapital sosial sejak 1980-an makin
meningkat seiring berkembangnya konsep-konsep sosial yang digunakan untuk
menganalisis proyek-proyek pembangunan. Ostrom (1992) mengemukakan bahwa
kapital sosial mempunyai kaitan erat dengan kemampuan komunitas dalam
membangun institusi atau pranata sosial (crafting institution)3. Bank Dunia
termasuk kelompok yang paling serius mengembangkan konsep kapital sosial
karena meyakini bahwa kapital sosial dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dan mengurangi kemiskinan (World Bank, 1999).
Bourdieu (1986) mendefinisikan kapital sosial sebagai sumber potensial
yang terkait dengan posisi dan relasinya dalam suatu kelompok dan jaringan
sosial. Kapital sosial dapat memberikan pada masing-masing anggotanya
dukungan berupa kapital kolektif4. Coleman (1988:16) mendefinisikan kapital

3
Ostrom mendefinisikan institusi sebagai seperangkat aturan yang digunakan secara aktual oleh
sekelompok individu dalam mengorganisasi tindakan yang berulang-ulang, yang memengaruhi
para anggotanya.
4
Menurut Bourdieu modal kolektif pertama berbetuk modal ekonomi, yang dapat berupa uang dan
kepemilikan barang (property right); kedua modal budaya dan ketiga berbentuk kapital sosial,
yang terbentuk kewajiban sosial (1986:243).

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
11

sosial melalui fungsinya. Keberadaan kapital sosial tidaklah tunggal, namun


terdiri dari sejumlah entitas dengan dua elemen utama, yaitu aspek struktur sosial
dan aspek fungsi yang memfasilitasi tindakan-tindakan para aktor. Tindakan para
aktor itu dilakukan baik secara individu maupun kelompok dalam suatu struktur
untuk mencapai suatu tujuan. Dalam analisisnya terhadap kinerja pendidikan
siswa Sekolah Menengah Atas misalnya, Coleman (1988, 1990) berpendapat
bahwa kepercayaan, kewajiban, harapan dan informasi, serta norma yang
berkaitan dengan sanksi merupakan bentuk kapital sosial yang diperlukan baik di
luar maupun di dalam keluarga agar murid dapat berprestasi baik. Hal ini juga
dianggap sebagai “closure” jaringan sosial, baik yang berbentuk hierarki vertikal
antara para orangtua dan anak, dan jaringan horisontal di antara murid. Namun
yang lebih penting adalah ikatan horisontal di antara para orangtua murid dalam
memberikan dukungan terhadap prestasi pendidikan anak mereka. Coleman
menghitung pencapaian individu yang berbeda-beda dalam kaitannya dengan
mekanisme tindakan kolektif yang terkait pada motivasi rasionalitas individu.
Putnam, Leonardi, dan Nanetti (1993) memberikan pendapat lain
mengenai kapital sosial. Dalam studinya mereka menyimpulkan bahwa
terbentuknya kewarganegaraan, merupakan suatu proses yang terakumulasi dalam
periode sejarah yang panjang dari suatu wilayah. Kewarganegaraan ini
memengaruhi kinerja pemerintahan dan tingkat partisipasi warganegara yang akan
diindikasikan pada perkembangan ekonomi. Putnam dan kawan-kawan
memandang kapital sosial sebagai seperangkat asosiasi horisontal, yaitu norma
dan partisipasi masyarakat. Kapital sosial diukur melalui empat indikator yaitu,
kelompok pembaca surat kabar, jumlah klub olah raga dan kebudayaan, tingkat
partisipasi dalam pemilihan umum, serta partisipasi dalam pemilihan umum.
Serageldin dan Grootaert (2000) memandang institusi hukum, institusi
pemerintah, dan institusi pengadilan sebagai bentuk kapital sosial. Bentuk kapital
sosial ini merupakan kategori paling luas dari kapital sosial. Grootaert dalam
penelitian mengenai kapital sosial di Indonesia (1998), menggunakan interaksi
antara institusi, hubungan, sikap dan nilai, sebagai variabel untuk melihat peran
kapital sosial dalam perkembangan ekonomi dan sosial.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
12

Uphoff (2000), membagi kapital sosial dalam dua kategori yaitu struktural
dan kognitif. Kategori struktural meliputi peran, peraturan, preseden dan prosedur
berbagai jaringan yang memberikan sumbangan untuk bekerja sama, dan
khususnya sebagai tindakan kolektif yang saling menguntungkan. Kategori
kognitif merujuk pada proses mental dan hasil ide-ide, yang menopang
kebudayaan, seperti norma, nilai, sikap dan kepercayaan yang memberikan
sumbangan pada kerja sama dan tindakan kolektif yang saling menguntungkan.
Fukuyama (1993, 1999) mengembangkan kapital sosial sebagai
keberadaan norma-norma atau nilai-nilai informal bersama (terutama trust) yang
terwujud di antara anggota dalam suatu kelompok yang menghasilkan kerja sama
di antara mereka.5
Turner dalam Dasgupta (2000:95) mendefinisikan kapital sosial dengan
melihat kekuatan-kekuatan yang menciptakan dan mempertahankan hubungan
sosial dan pola organisasi sosial yang mengakibatkan peningkatan potensi untuk
perkembangan ekonomi dalam masyarakat. Sedangkan Lawang (2005)
berpendapat bahwa kapital sosial berkembang sesuai dengan derajat integrasinya
dengan kapital-kapital yang lain. Sinergi kapital fisik6, kapital manusia7 dan
kapital sosial tidak dilihat secara terpisah-pisah, karena kapasitas yang terkandung
dalam masing-masing kapital dapat dipergunakan secara bersama-sama menjadi
kekuatan yang berguna untuk pengelolaan suatu program.
Bank Dunia dalam Lawang (2005:213) juga memberikan definisi
berkaitan dengan sosial kapital, yaitu yang menggabungkan norma, institusi dan
hubungan sosial yang mendasari kerja sama di antara individu. Bank Dunia telah
melakukan studi dalam sebelas topik mengenai kapital sosial: kriminalitas dan
kekerasan, ekonomi dan perdagangan, pendidikan, lingkungan, keuangan,
kesehatan, nutrisi, dan kependudukan, teknologi informasi, kemiskinan dan
pembangunan ekonomi, pembangunan pedesaan, pembangunan perkotaan,
5
Yang mempunyai pengaruh sebesar 20 % dalam suatu keberhasilan ekonomi, dalam masyarakat
Amerika berada dalam jaringan organisasi formal sedangkan dalam masyarakat di Cina berada
dalam jaringan kekerabatan dan keluarga.
6
Kapital fisik merupakan suatu bentuk yang sengaja dibuat manusia untuk keperluan tertentu
dalam suatu proses produksi barang atau jasa, yang memungkinkan orang memperoleh keuntungan
pendapatan di masa yang akan datang (Lawang, 2005:11)
7
Kapital manusia menunjuk pada kemampuan yang dimiliki seseorang melalui pendidikan,
pelatihan dan atau pengalaman dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan yang perlu untuk
melakukan kegiatan tertentu (Lawang, 2005:13)

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
13

penyediaan air dan sanitasi (World Bank, 2003). Sedangkan Woolcock (1998)
mencoba melakukan kategorisasi kapital sosial dalam tujuh bidang: teori sosial
dan pembangunan ekonomi, keluarga dan perilaku remaja, pendidikan, kehidupan
kelompok, pekerjaan dan organisasi, demokrasi/pemerintahan dan masalah-
masalah tindakan kolektif
Dari seluruh uraian pembahasan tentang kapital sosial ini dirangkum
dalam Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Definisi kapital sosial menurut beberapa ahli


Penulis Tertambat pada Kapital social Variabel dependen
(Variabel independen)
Coleman Struktur sosial, Fungsi kewajiban, Tindakan aktor atau
hubungan harapan, layak dipercaya; aktor dalam badan
sosial, instituís saluran; norma, sangsi, hukum
jaringan organisasi
Putnam Institusi social Jaringan, norma, Keberhasilan
kepercayaan ekonomi, demokrasi
Fukuyama Agama, Kepercayaan, nilai Kerja sama untuk
filsafat, budaya mencapai
keberhasilan ekonomi
Woolcock Struktur sosial, Ikatan intrasosial Pengembangan
mikro, meso (bonding), jaringan komunitas
makro kerjasama antar
komunitas (bridging),
jaringan dengan lembaga
formal (linking)
Bank Institusi, norma, Tindakan social
Dunia hubungan
Turner Hubungan Kekuatan Potensi
social perkembangan
ekonomi
Uphoff Struktural dan Struktural : aturan, Bentuk-bentuk
kognitif proses, prosedur, perilaku untuk
peranan, mekanisme, mencapai tujuan
kerjasama. secara terkoordinasi
Kognitif : norma, nilai,
sikap, dan keyakinan
Lawang Struktur sosial, Kekuatan sosial komu- Efisiensi & efektifitas
mikro, meso, nitas bersama kapital- dalam mengatasi
makro kapital yang lainnya suatu masalah
Sumber : (Lawang, 2005;210 dan dari berbagai sumber).

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
14

1.3.2. Kritik Terhadap Kapital Sosial


Sementara banyak dukungan dan studi telah dilakukan dengan
menggunakan analisis kapital sosial, namun pada sisi lain ada kritik yang
diarahkan pada teori ini, khususnya mengenai definisinya yang masih dianggap
sumir. Bagi ahli ekonomi, ide pengukuran kepercayaan sebagaimana kapital pada
umumnya tidak dapat diterima. Arrow (2000) berpendapat ada tiga persyaratan
untuk dianggap sebagai kapital: pertama, perluasan pada waktu; kedua, nilai
pengorbanan sekarang untuk manfaat yang akan datang; ketiga, dapat
dipindahtempatkan. Dia menambahkan kapital sosial tidak memenuhi persyaratan
kedua, bahwa “motif interaksi bukanlah motif ekonomi”. Pada sisi lain, ahli
sosiologi juga mempertanyakan metode pengumpulan data untuk analisis kapital
sosial (lihat Levi, 1996; Fox,1996; Tarrow, 1996), karena komunitas sering kali
dianggap sebagai kelompok homogen sehingga sampling data tidak
menggambarkan keadaan masyarakat yang sebenarnya. Fine dan Green (2000)
mengkritisi kapital sosial karena dampak konflik kelas tidak terlihat dalam
pembahasan teori kapital sosial. Dengan perkembangan wacana yang berbeda
mengenai kapital sosial, timbul pertanyaan apakah teori kapital sosial merupakan
suatu konsep yang berguna untuk semua kasus. Kritik teori kapital sosial terutama
terkait dengan kecenderungannya pada akhir-akhir ini berkaitan dengan
perdebatan antara peneliti kapital sosial dengan para pengkritik paradigma
konstruktivis, yang memusatkan sebagian besar pada sisi yang positif teori
kapital sosial, meskipun definisinya dianggap belum dibahas dengan jelas
(Schuller, Baron and Field 2000, Fine and Green 2000).
Seperti yang dikemukakan Coleman (1988, 1990) dan Putnam et al.
(1993), studi kapital sosial cenderung menyoroti manfaat dan sisi positif kapital
sosial dan cenderung mengabaikan sisi negatifnya (Portes dan Landolt, 1996).
Sering kali kepercayaan dan jaringan justru dapat menjadi penyebab terjadinya
eksklusi sosial, hambatan kemajuan individu dalam kelompok tertentu,
berkembangnya kelompok sosial yang tak dikehendaki seperti gerombolan dan
mafia (Portes and Landolt 1996). Studi empiris mengenai kapital sosial yang
negatif telah dilakukan oleh Browing, Dietz and Feinberg (2000) yang
memusatkan pada kriminalitas perkotaan. Didasarkan pada fakta bahwa para

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
15

pelaku kriminalitas sering kali merupakan tetangga terdekat korban, mereka


berpendapat bahwa sementara jaringan sosial meningkatkan dalam ikatan
bertetangga, maka kapital sosial untuk bertindak kriminal juga meningkat.
Akibatnya komunitas seperti itu perlu melakukan pengendalian sosial lebih ketat.
Banyak kritik terhadap kapital sosial tidak sepenuhnya menolak teori
kapital sosial, sama seperti kapital manusia yang masih belum dianggap sebagai
kapital sampai saat ini. Perlu waktu untuk membuat kapital sosial lebih konkret
dan bisa diterima sebagai konsep. Banyak studi empiris telah dilakukan untuk
mempertajam konsep dan metodologinya. Studi Krishna (2002a) berusaha untuk
menganalisis tingkat partisipasi demokrasi dengan menggunakan kapital sosial di
komunitas pedesaan di India. Krishna (2002a) mengukur kapital sosial
menggunakan enam aktivitas lokal sebagai ganti asosiasi olah raga/budaya atau
kelompok relawan seperti yang digunakan dalam studi Putnam et al. (1993) yang
jarang ditemukan di daerah pendesaan India. Krishna menemukan bahwa
pengaruh kapital sosial lebih menonjol di kelompok atau komunitas kecil. Dia
menyimpulkan bahwa peningkatan ikatan komunitas akan meningkatkan kapital
sosial. Krisna juga berpendapat bahwa kapital sosial menyediakan “perekat” dan
mampu “menggerakan” aksi kolektif bagi demokrasi, meskipun kemampuan agen
juga diperlukan (Krishna 2002a, 2002b).

1.3.3. Kerangka Teori Studi


Berdasarkan pengalaman dan rekomendasi Asia Disaster Planning
Comitte (ADPC), strategi Disaster Risk Management (DRM) merupakan
pendekatan gaya Asia yang memperhitungkan semua potensi yang ada dalam
masyarakat untuk terlibat dalam mengurangi risiko bencana. Potensi yang sudah
tersedia adalah pemerintah, organisasi non pemerintah dan masyarakat itu sendiri.
Salah satu lessons learnt yang diperoleh dalam berbagai penanganan bencana
tercermin dalam pandangan bahwa “top-down and bottom-up DRM strategies
should be implemented simultaneously” (ADPC, 2006). Pendekatan ADPC ini
sesuai dengan kerangka yang dikemukakan oleh Woolcock yang
mengintegrasikan tiga kapital sosial utama. Woolcok mengintegrasikan bonding
social capital yang ada dalam masyarakat atau kelompok sosial, bridging social

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
16

capital yang muncul dan berkembang melalui hubungan kelompok dalam dengan
kelompok luar secara horizontal, dan linking social capital yang muncul dan
berkembang melalui hubungan antara kelompok dengan pemerintah.
Woolcock (2000) melakukan analisis dan membagi kapital sosial dalam
tiga kategori, pertama, bonding social capital, yakni ikatan dalam anggota
keluarga, tetangga, sahabat dekat, dan asosiasi bisnis dengan kategori demografis
yang sama. Kedua, bridging social capital, yakni ikatan di antara orang yang
berbeda etnis, geografis, latar belakang pekerjaan tetapi dengan latar belakang
status ekonomi dan pengaruh politik sama. Ketiga, linking social capital, ikatan di
antara komunitas dan pengaruh dalam organisasi formal seperti bank, sekolah,
polisi dsb. Menurut Woolcock orang miskin cenderung mempunyai bonding
social capital lebih kuat, namun kurang kuat dalam bridging social capital, dan
lemah dalam linking social capital, yang justru mempunyai peran penting dalam
memberikan lingkungan untuk perkembangan ekonomi.
Berdasarkan pemikiran Woolcock, pada saat terjadinya bencana peran
bonding capital social dalam mendukung keberadaan masyarakat melemah.
Dalam situasi ini maka peran bridging dan linking capital social dalam
memberikan dukungan terhadap korban bencana menjadi sangat penting. Namun
ini dalam penanganan pasca bencana alam relasi bonding dan bridging social
capital dapat berubah dengan cepat karena relasinya yang berlangsung singkat,
sementara itu bonding social capital belum menguat. Hal ini menjadikan bonding
capital social masih rentan sebagai jaring pengaman dalam jangka panjang.
Dalam kondisi yang demikian linking social capital dapat memainkan peran yang
penting dalam mengurangi kerentanan bonding social capital dalam memberikan
dukungan terhadap anggotanya.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
17

Pemerintah
(Linking Social Capital)

Lembaga non pemerintah


Keluarga, kerabat,
Lorong, gampong (Bridging Social Capital)

(Bonding Social Capital)

Gambar 1.1. Jaringan Kapital Sosial


Sumber : Woolcock, 1998
Woolcock (1998) mengembangkan empat model kapital sosial dalam arti
jaringan sosial. Dua bentuk jaringan merupakan kapital sosial yang muncul dalam
pendekatan pembangunan yang bersifat “bottom up”, sedangkan dua jaringan lagi
merupakan kapital sosial yang muncul dalam pendekatan pembangunan yang
bersifat “top down”. Dua jenis kapital sosial yang muncul dalam pendekatan
pembangunan yang bersifat “bottom up” tersebut adalah “integrasi” dan jejaring
(linkage). Integrasi (integration) merujuk pada ikatan dalam komunitas itu sendiri
(intracommunity ties), sedangkan jejaring (linkage) merupakan tingkat jangkauan
komunitas berhubungan dengan keberadaan organisasi dan sumber daya sosial
yang berasal dari luar komunitas tersebut. Pada masyarakat yang lebih terintegrasi
dan mempunyai jaringan luar komunitas tinggi, memungkinkan munculnya
peluang untuk mendapatkan dukungan sumber daya sosial lebih tinggi.
Untuk pendekatan top down, bentuk kapital sosial yang pertama disebut
oleh Woolcock sebagai integritas. Dalam studi ini, agar tidak rancu dengan istilah
integritas yang mengacu pada penilaian individual, istilah yang digunakan
integrasi organisasi. Integrasi organisasi merujuk pada tingkat efisien dan
efektifitas suatu organisasi, maupun koherensi dan kapasitas organisasi. Seperti
kata Keyes (2001), “integrity is the term applied to intra-integration of individual
top-down organizations”. Selanjutnya, bentuk kapital sosial yang kedua pada

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
18

pendekatan top-down disebut oleh Woolcock dengan istilah sinergi. Sinergi


merupakan jaringan organisasi eksternal di tingkat atas antara negara dan lembaga
ekonomi, yang merupakan jaringan kunci antara sektor privat dan publik.
Bentuk kapital sosial yang dilakukan oleh organisasi dengan pendekatan
top down disebut top down social capital. Sedangkan bentuk kapital sosial yang
berasal dari komunitas dengan pendekatan bottom up disebut bottom up social
capital Keyes (2001:137).
Kombinasi aspek integrasi organisasi dan sinergi dalam top down social
capital, menghasilkan empat varian kinerja kapital sosial. Bottom up social
capital juga menghasilkan empat varian kinerja capital social. Skema jaringan
sosial Woolcock mengenai kapital sosial top down dan bottom up beserta kinerja
dari berbagai kombinasi keempat jenis kapital sosial ini disajikan dalam Gambar
1.3.

Top Down Bridging - Linking Social Capital

Autonomy
(Integrasi)

Autonomy Embeddedness
(Linkage) (Synergy)

Embeddedness
(Integrasi)

Bottom Up Bonding Social Capital

Gambar 1.3. Pembangunan top down dan bottom up


dan bentuk kapital sosial.

Sumber : Woolcock, 1998

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
19

Sinergi dari jaringan atas (bridging dan linking social capital) seharusnya
dapat berinteraksi ke jaringan bawah (bonding social capital), dan sebaliknya
jaringan dari bawah dapat berinteraksi ke jaringan atas. Interaksi antar kedua
kelompok jaringan dapat mencapai hasil optimal, bila integrasi dalam komunitas
lokal didukung oleh korporat yang kohesif dan berkewargaan yang bekerja secara
sinergis dengan pemerintahan yang efektif dan efisien. Interaksi antara kapital
sosial pendekatan “top down” dan “bottom up” menimbulkan persoalan dilematis
karena memunculkan enam belas kemungkinan “kinerja hasil” yang berbeda
dalam pengertian kapital sosial. Kinerja yang terbaik disebut “beneficent
autonomy”, dimana interaksi antar kapital sosial pendekatan “top down” dengan
kapital sosial pendekatan “bottom up” dalam kategori tinggi. Pada sisi yang lain,
kinerja yang terburuk disebut “anarchic individualism”, suatu keadaan dimana
kapital sosial di tingkat akar rumput dan tingkat atas sistem kelembagaan dalam
interaksi atas dan bawah dalam kondisi rendah (lihat Tabel 1.2). Woolcock
mendefinisikan kapital sosial sebagai relasi sosial (jaringan) di dalam komunitas
dengan pendekatan yang bersifat bottom up dan organisasi luar dengan
pendekatan yang bersifat top down. Relasi jaringan dalam komunitas dan
organisasi luar ini dapat memunculkan kinerja kapital sosial yang menciptakan
peluang maupun hambatan dalam suatu program.

Tabel 1.3. Kinerja Hasil Relasi antar Kapital Sosial

Kemungkinan Kapital Sosial Kapital Sosial Hasil Kinerja


Bottom-up Top-Down
Integrasi Jejaring Sinergi Integrasi
16 Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Beneficent autonomy
15 Tinggi Tinggi Tinggi Rendah
...
3 Rendah Rendah Tinggi Rendah
2 Rendah Rendah Rendah Tinggi
1 Rendah Rendah Rendah Rendah Anarchic individualism
Sumber : Woolcock, 1998

Pandangan “top down” dan “bottom up” dalam kerangka kerja kapital
sosial merupakan hal yang dinamis tidak hanya di tingkat bawah (integrasi dan
jejaring) dan di tingkat atas (sinergi dan integrasi ); tetapi juga merupakan proses
yang interaktif diantara komunitas (bawah) dan organisasi atau pemerintah (atas).

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
20

1.3.4. Teori Struktur Sosial


Kapital sosial merupakan suatu kekuatan yang tertambat pada struktur
sosial. Menurut Lawang (2005:94-95), berdasarkan proses terbentuknya struktur
sosial ada dua macam, yaitu existing structure dan emergent structure. Existing
struktur merupakan struktur yang telah ada, diterima dan diteruskan antargenerasi
melalui proses sosialisasi. Emergent structure yang muncul dari interaksi sosial,
baik karena makna, penghargaan atau adanya kebutuhan dan permasalahan
bersama yang muncul. Sedangkan dari cakupannya, struktur sosial dikategorikan
dalam tiga macam, yaitu (i) struktur sosial mikro yang mencakup status-peran,
norma, nilai, kontrol sosial, sosialisasi dan sebagainya, (ii) struktur sosial meso,
menunjuk pada institusi-institusi sosial dalam masyarakat yang muncul untuk
pengaturan pemenuhan kebutuhan masyarakat, (iii) struktur sosial makro yang
menunjuk pada stratifikasi sosial.
Dalam studi ini analisis struktur sosial menggunakan struktur sosial meso.
Stuktur sosial meso menunjuk pada institusi-intitusi sosial, baik yang ada
sebelum terjadinya bencana (existing structure) maupun yang muncul setelah
terjadinya bencana (emergent structure) yang memfasilitasi program-program
pemulihan pascabencana. Menurut Smelser (1981:70) institusi sosial didefinisikan
pada sekumpulan peran yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan sosial
tertentu. Sedangkan Berger (1966) menunjuk pada perilaku yang dirancang
dengan teratur, berpola, sehingga mempunyai struktur yang jelas. Kapital sosial
yang dilihat dalam bentuk ketertambatannya pada institusi sosial dapat dilihat
sebagai kapital institusional atau kapital relasional (Krishna, 2000a). Kapital
institusional menunjuk pada peran, peraturan, sangsi, perilaku, kerangka hukum
yang formal. Kapital relasional menunjuk pada hubungan, kepercayaan, nilai,
ideologi, perilaku, keluarga, kesukubangsaan dan agama. Dalam pemahaman
Rose (2000) wujud kapital sosial berupa jaringan sosial yang muncul dari
kegagalan organisasi formal yang dibentuk oleh pemerintah. Sedangkan Ostrom
melihat organisasi sebagai intitusi sosial, yang dipergunakan untuk menganalisis
kapital sosial organisasi irigasi (Ostrom, 2000).

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
21

Menurut Coleman (1988:19) kapital sosial merupakan nilai dari aspek-


aspek struktur sosial bagi aktor sebagai sumber yang dapat digunakan untuk
mencapai tujuannya. Hal ini berarti struktur sosial tidak mempunyai nilai kapital
sosial secara intrinsik, namun yang membuat bernilai adalah aktor. Oleh karena
itu Coleman menolak determinisme struktur terhadap aktor. Menurut Weber
dalam Lawang (2005:173) yang membuat struktur bersifat deterministik adalah
pilihan aktor itu sendiri, sedangkan dalam pandangan Parsons hambatan itu
berasal dari luar dan ditanggapi oleh individu dengan sukarela atau terpaksa.
Dalam kaitan antara struktur dan aktor ini teori yang dikemukakan oleh Giddens
dapat memberikan sumbangan untuk memperjelas antara relasi diantara keduanya
dalam kaitan dengan konsep kapital sosial yang tertambat pada struktur.
Giddens (1997) mengemukakan teori strukturasi yang melihat struktur
sosial tidaklah sama dengan ilmu alam, dimana agen (aktor) tidak dapat merubah
struktur, akan tetapi di dalam kehidupan sosial masyarakat, ada kemungkinan
dimana seorang agen dapat memengaruhi struktur sosial dimana ia menjadi bagian
di dalamnya. Atas dasar itulah ia kemudian merumuskan teorinya yang dikenal
dengan strukturasi, yang melihat hubungan antara struktur di satu pihak dan aksi
dari agen di pihak lain (Giddens dan Turner, 1997: 6). Bahwa pada dasarnya dapat
terjadi di dalam kehidupan sosial, seseorang (agent) dapat saja mempengaruhi
struktur sosial melalui tindakan-tindakan tertentu yang dianggap terbaik bagi diri
dan kelompoknya, dari pada berada di bawah tekanan struktur selamanya.
Teori strukturasi bertujuan untuk menghindari determinisme ekstrim
antara struktur maupun agen. Keseimbangan antara agen dan struktur ditampilkan
dalam struktur dualitas. Struktur sosial menjadikan tindakan sosial dapat terjadi,
pada saat yang sama tindakan sosial memengaruhi struktur tersebut. Bagi Giddens
struktur merupakan aturan dan sumber daya (seperangkat relasi transformasi)
yang dikelola sebagai bagian dari sistem sosial. Peraturan merupakan pola yang
menjadi rujukan aktor dalam kehidupan sosial. Sumber daya berhubungan dengan
apa yang diciptakan melalui tindakan aktor. Sistem sosial dapat dipahami melalui
struktur, modalitas, dan interaksi. Struktur ditentukan oleh pengelolaan dan
ketersediaan aturan dan sumber daya bagi agen. Modalitas struktur merupakan
cara bagaimana struktur diubah ke dalam tindakan.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
22

Keagenan menurut Giddens dianggap sebagai tindakan manusia; menjadi


manusia berarti menjadi seorang agen, meskipun tidak semua agen merupakan
manusia. Pengetahuan agen tentang komunitasnya menjadi informasi bagi
tindakan mereka, yang dapat menimbulkan reproduksi struktur sosial yang
selanjutnya mendorong dan mengarahkan dinamika tindakan. Giddens
mendefinisikan “ontological security” sebagai kepercayaan aktor pada struktur
sosial; tindakan-tindakan sehari-hari mempunyai tingkat perkiraan, yang menjadi
jaminan stabilitas sosial. Hal ini tidak selalu tepat, meskipun kedudukan keagenan
sedikit berbeda dengan tindakan normatif, dan tergantung pada sejumlah faktor
sosial yang bekerja, yang mungkin akan menggeser struktur sosial. Dinamika
antara keagenan dan struktur menjadikan suatu tindakan generatif dapat terjadi.
Jadi keagenan dapat mengakibatkan reproduksi dan transformasi masyarakat.
Pemahaman ini dijelaskan lebih jauh oleh Giddens dengan konsep "reflexive
monitoring of actions", yaitu kemampuan menilai tindakan dalam kaitannya
dengan keefektifannya dalam mencapai tujuan. Jika agen dapat melakukan
reproduksi struktur melalui tindakan, maka agen juga dapat mengubah struktur
tersebut.
Giddens mengidentifikasi tiga jenis struktur dalam sistem sosial sebagai
pembeda analisis, yaitu signifikansi, legitimasi dan dominasi. Signifikansi
menghasilkan makna melalui pengorganisasian bahasa (kode semantik, skema
interpretasi dan praktek diskursif). Legitimasi menghasilkan tatanan moral melalui
naturalisasi dalam nilai-nilai, norma dan standar. Sedangkan dominasi
menghasilkan praktek kekuasaan, yang berasal dari penguasaan sumber daya.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
23

1.4.Kerangka Berpikir dan Definisi Operasional

Kerangka berpikir dalam studi ini disusun berdasarkan teori Woolcock


mengenai kapital sosial seperti terlihat dalam Gambar 1.4.

Pendekatan Top Down

Pemerintah Linking Capital Social

Bridging Capital Social

Organisasi non
Pemerintah

Program Rumah Keberhasilan


Matapencaharian Program
Gampong Lampulo

Lorong/Dusun

Bonding Capital Social

Pendekatan Bottom up

Gambar 1. 3. Kerangka Berpikir

Untuk menghindari perbedaan pemahaman terhadap beberapa konsep pokok yang


digunakan dalam penelitian ini, maka berikut ini akan dijelaskan secara singkat
arti atau “definisi” dari beberapa konsep tersebut.
1. Kapital sosial bonding, merupakan kapital sosial yang tertambat pada struktur
komunitas lokal (gampong, lorong). Kekuatan kapital sosial ini dilihat dari
tingkat integrasi dalam komunitas dan tingkat jangkauan komunitas
berhubungan dengan keberadaan organisasi dan sumber daya sosial yang
berasal dari luar komunitas tersebut
2. Kapital sosial bridging, merupakan kapital sosial yang tertambat pada struktur
organisasi dari luar komunitas yang menjalankan program pemulihan pasca
bencana di desa Lampulo. Kekuatan kapital sosial dilihat tingkat integrasi

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
24

organisasi yang berkaitan dengan kapasitas dan koherensi organisasi dalam


mengelola program dan tingkat sinergi organisasi dengan organisasi lain yang
terlibat dalam suatu program.
3. Keberhasilan program pemulihan pascabencana yaitu tercapainya tujuan
program. Dalam penelitian ini program pembangunan yang dikaji adalah
program pembangunan rumah dan mata pencaharian bagi korban bencana di
desa Lampulo. Indikator keberhasilan program pembangunan rumah antara
lain: jangka waktu selesainya pembangunan rumah, cepatnya rumah ditempati,
serta kurangnya keluhan terhadap rumah yang sudah dibangun. Sementara itu,
indikator keberhasilan program pemulihan matapencaharian adalah bantuan
dapat dibagikan, kurangnya keluhan terhadap bantuan yang diberikan dan
kelanjutan matapencaharian penerima program.

1.5. Tujuan Studi


Berdasarkan permasalahan dan pertanyaan penelitian yang telah
dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari studi ini meliputi dua hal pokok,
yakni:
1. Mengidentifikasi wujud kapital sosial yang ada Desa Lampulo.
2. Mengkaji peran atau fungsi kapital sosial dalam menentukan tingkat
keberhasilan program pemulihan pasca bencana di Desa Lampulo.

1.6. Keterbatasan Studi


Dalam mendukung keberhasilan suatu program kapital sosial tidaklah
berdiri sendiri, namun didukung oleh kapital manusia dan kapital fisik. Dalam
studi ini analisis tentang kapital manusia dan kapital fisik tidak dilakukan secara
mendalam. Pada sisi lain pasca bencana kondisi Lampulo mengalami kerusakan
pada kapital fisik dan kapital manusia. Untuk mengatasi hal ini penulis berusaha
berusaha mendapatkan gambaran lebih lengkap dari berbagai sumber yang masih
hidup memahami kondisi Lampulo sebelum, pada saat bencana dan pasca
bencana.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
25

Selain itu penulis juga menghadapi keterbatasan sebagai orang yang


berasal dari luar Aceh yang juga ikut terlibat dalam program pemulihan pasca
bencana di desa Lampulo. Untuk mengatasi keterbatasan ini, penulis tinggal di
desa ini, dan dibantu oleh beberapa warga lokal dan mahasiswa dari Universitas
Syiah Kuala yang pernah melakukan penelitian di desa Lampulo. Dukungan dari
mereka berguna bagi penulis untuk memahami bahasa dan makna dari informasi
yang disampaikan narasumber lokal, pengamatan dan diskusi.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yang menuntut kepekaan
peneliti untuk menangkap setiap fenomena yang dan mencari tahu lebih dalam
tentang fenomena tersebut. Berkaitan dengan pengukuran kondisi kapital sosial
dan tingkat keberhasilan, penulis memakai indikasi-indikasi yang muncul dari
hasil wawancara, pengamatan dan data sekunder melalui trianggulasi. Untuk
menghindari subyektifitas penulis, melakukan diskusi-diskusi dengan beberapa
orang di Aceh dan Jakarta untuk endapatkan penilaian yan g lebih obyektif. Sela

1.7. Hipotesis kerja


Kapital sosial mempunyai fungsi dalam mendukung keberhasilan program
pemulihan pasca bencana

1.8. Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teoretis, praktis dan
metodologis sebagai berikut :
1. Secara praktis hasil studi ini diharapkan dapat menggambarkan secara
memadai pengelolaan program pemulihan bencana oleh organisasi
pemerintah atau nonpemerintah dalam suatu komunitas yang mengalami
bencana agar menjadi masukan pada pola penanganan bencana yang dapat
memperkuat ketahanan masyarakat dalam menghadapi bencana.
2. Secara teoretis penelitian ini memberikan manfaat menjelaskan kapital
sosial dan fungsinya dalam pengelolaan bencana, karena pengelolaan
bencana sering kali dikaitkan dengan isu-isu teknis dan solusi untuk

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
26

penyelesaian masalah teknis, namun masih sangat jarang dikaitkan dengan


masalah sosial.
3. Dari segi metode penelitian mencoba memberikan alternatif penelitian
kualitatif dengan menggunakan strategi penelitian studi kasus terutama
dalam studi tentang kapital sosial yang sering kali dilakukan dengan
menggunakan penelitian kuantitatif.

1.9. Metodologi
1.9.1. Pendekatan Penelitian.
Kapital sosial merupakan suatu entitas yang tertambat pada institusi sosial.
Individu menggunakan institusi sosial untuk mencapai tujuannya. Keputusan
individu dipengaruhi oleh kesempatan yang diberikan institusi dan pilihan yang
dilakukan oleh individu berdasarkan pertimbangan produktivitas yang rasional.
Tindakan sosial merupakan bagian yang penting dalam kapital sosial, jika
individu tidak bertindak, maka tidak ada dampak kapital sosial dalam tercapainya
suatu tujuan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang memberi makna
pada tindakan sosial. Alasan penggunaan pendekatan ini adalah, pertama masalah
yang diteliti merupakan gejala sosial yang dinamis, yakni tindakan-tindakan aktor
dan institusi sosial dalam praktik-praktik menghadapi bencana dan
mempertahankan sistem sosial yang sudah ada. Para aktor mengembangkan
pemikiran dan tindakan mereka dengan melibatkan sistem simbol, struktur sosial
dan sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat. Kedua, tindakan sosial dapat
diamati dan dijelaskan melalui praktik sosial yang memberikan gambaran proses
perubahan relasi aktor dan struktur sosial.

1.9.2. Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif8 yang mencoba
memahami suatu fenomena, dengan menggunakan strategi studi kasus. Penelitian

8
Deskriptif kualitatif bertujuan untuk melakukan kritik kelemahan penelitian kuantitatif yang
dianggap terlalu positivistik, serta bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai
kondisi, situasi, fenomena realitas sosial yang menjadi obyek penelitian, dan berupaya menarik
realitas itu kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat model, tanda, gambaran tentang kondisi,
situasi, ataupun fenomena tertentu. (Bungin, 2007:68)

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
27

studi kasus dilakukan melalui pengamatan, kelompok diskusi, studi dokumentasi


dan wawancara mendalam dengan subyek yang dipilih secara puposive dengan
menggunakan informan kunci. Peneliti menangkap proses interpretasi melalui
cara aktor menafsirkan peristiwa sosial. Untuk itu diperlukan verstehen, yaitu
ketrampilan peneliti untuk mengeluarkan kembali dalam pikirannya sendiri, motif
dan pikiran yang ada di balik tindakan sosial.
Strategi penelitian yang digunakan adalah studi lapangan yang menaruh
perhatian pada praktik sosial pemulihan pasca bencana. (Stake dalam Denzin,
1994:236-237). Studi kasus ditandai dengan kegiatan untuk mengumpulkan data
dalam upaya peneliti menggali proses terjadinya peristiwa atau pengalaman aktor
sosial dalam suatu kejadian (Creswell, 1994:71). Selain itu studi kasus merupakan
metode yang tepat ketika diperlukan pemahaman yang utuh dan mendalam
(Feagin, Orum, & Sjoberg, 1991). Kasus ditelusuri secara mendalam dengan
memperhatikan konteksnya, serta memaparkan aktivitas yang terjadi secara rinci.
Kasus-kasus yang ditemukan dikategorisasi secara tipikal. Melaui kasus-kasus
tipikal tersebut dilakukan upaya rekonstruksi untuk mendapatkan pola substantif
yang cocok dengan kategori formal dalam teori kapital sosial. (Denzin, 1994:236-
237).
Kasus ini melibatkan sejumlah informan kunci yang dipilih secara sengaja
dengan merujuk pada institusi sosial yang ada dalam masyarakat, yang diperoleh
dari profil komunitas hasil kelompok diskusi. Oleh karena itu penelitian ini akan
menelusuri profil komunitas dan institusi sosial yang ada di dalam masyarakat
maupun organisasi luar yang terlibat dalam pemulihan bencana. Beberapa institusi
sosial yang terlibat dalam praktik akan didalami melalui wawancara mendalam
dengan informan kunci dalam institusi tersebut. Informan penelitian dipilih
dengan mengikuti acuan Spradley (1978), yaitu pertama, orang-orang yang
memahami dengan baik kebiasaan setempat meliputi pemimpin desa dan atau
daerah serta tokoh-tokoh adat dan budaya setempat. Kedua, orang-orang atau
aktor yang terlibat dalam kasus pemulihan bencana di desa tersebut; ketiga orang-
orang yang mempunyai pandangan luas dan sedapat mungkin dapat mengambil
jarak dengan kasus tersebut. Keempat, mereka yang memiliki kesediaan dan
waktu cukup untuk memberikan informasi; dan kelima, mereka yang dapat

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
28

memberikan informasi sesuai dengan pertanyaan yang diajukan peneliti.


Mengenai subjek penelitian yang berkaitan dengan korporasi, akan dipilih
beberapa orang yang dapat mewakili korporasi yang bersangkutan.

1.9.3. Strategi Penelitian


Sebelum turun ke lapangan peneliti mengurus izin penelitian ke kantor
walikota Banda Aceh, sekaligus melakukan wawancara dengan kepala seksi
penanggulangan bencana kota Banda Aceh. Selanjutnya peneliti membawa surat
izin penelitian yang sudah didapat dan melakukan wawancara mendalam dengan
keuchik gampong lampulo, dan dilanjutkan dengan wawancara dengan Tuha peut
gampong (semacam Lembaga Musyawarah Desa di tingkat kampong).
Wawancara ini sekaligus sebagai pintu masuk untuk kegiatan penelitian
selanjutnya. Langkah selanjutnya peneliti melakukan serangkaian wawancara
terfokus yang dilakukan dalam komunitas untuk mendapatkan profil komunitas.
Profil komunitas akan memberikan gambaran karakteristik komunitas dan isu-isu
yang berkaitan dengan kapital sosial yang berguna bagi peneliti untuk
pengumpulan data pada tahapan selanjutnya. Kelompok berdiskusi mengenai
definisi komunitas tempat dimana penelitian dilakukan. Definisi dari hasil diskusi
digunakan dalam pengumpulan data profil komunitas dan menjadi referensi bagi
wawancara institusi sosial. Hasil diskusi juga memberikan gambaran daerah
cakupan lembaga untuk membuat profil lembaga sosial. Sebagai tambahan format
fokus group, juga mengumpulkan data pemetaan dan diagram kelembagaan
komunitas. Sumber data primer lain diperoleh melalui serangkaian wawancara,
pemetaan, dan pembuatan diagram.
Selanjutnya dilakukan wawancara mendalam kepada pimpinan lembaga
dan anggota lembaga sosial untuk mendapatkan profil lembaga sosial. Profil
lembaga sosial berguna untuk menggambarkan hubungan dan jaringan yang ada
dan memaparkan hubungan lembaga formal maupun informal yang beroperasi
dalam komunitas untuk mengukur kapital sosial. Profil ini akan menggambarkan
latar belakang dan perkembangan lembaga (secara historis dan konteks
masyarakat, latar belakang, dan kelangsungan lembaga); kualitas keanggotaan
(alasan orang bergabung, tingkat keterbukaan lembaga); kapasitas lembaga

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
29

(kualitas kepemimpinan, partisipasi, budaya lembaga, dan kapasitas


kelembagaan), dan jaringan kelembagaan.
Dipilih empat lembaga internal dan empat lembaga eksternal (satu dari
lembaga pemerintah yaitu BRR dan tiga dari lembaga nonpemerintah yaitu, Aceh
Relief, Kata Hati dan Care Internasional) yang diidentifikasi terlibat dalam
program pemulihan pascabencana. Terhadap mereka dilakukan wawancara
terstruktur dengan informan kunci yang dipilih karena penulis menganggap
organisasi paling berpengaruh dalam program pemulihan pascabencana di
Lampulo. Untuk setiap profil lembaga, wawancara perlu dilakukan pada para
pemimpinnya, anggota-anggotanya. Untuk mendapatkan perspektif dan penilaian
tentang keberhasilan program juga dilakukan pengamatan dan wawancara dengan
warga yang menerima program. Untuk melengkapi data yang sudah ada,
dilakukan analisis dokumen dan data sekunder untuk mendapatkan penjelasan
makro tentang program pemulihan pascabencana di Aceh secara umum.

1.9.4. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian kasus ini dilakukan di desa Lampulo Kec. Kuta Alam Kota
Banda Aceh Propinsi Nangroe Aceh Darussalam.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
30

Lampulo

Gambar 1.1. Daerah yang terkena dampak tsunami di Kota Banda Aceh

Keterangan :
: Wilayah rusak total (bangunan bahkan pondasi rusak total)
: Wilayah rusak struktur (bangunan tidak seluruh roboh, struktur patah,
miring, dll)
: Wilayah rusak sedang (retak-retak pada dinding dan pagar dll)

Desa Lampulo mempunyai empat dusun antara lain, Dusun Teungku


Dipulo (lorong satu), Malahayati (lorong dua), Teungku Disayang (lorong tiga)
dan Teungku Diteungoh (lorong empat). Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan
secara sengaja yang didasarkan pada pertimbangan praktis dari peneliti saat
penelitian ini sedang dilakukan yakni di Kodya Banda Aceh. Selain itu karena
dari pengamatan awal di desa tersebut menunjukkan adanya permasalahan dalam
tingkat keberhasilan program. Ada organisasi yang berhasil menyelesaikan
programnya dengan baik, namun ada juga organisasi yang tidak berhasil
menyelesaikan programnya dengan baik (lihat di latar belakang masalah).
Studi ini dilakukan pada Januari – Desember 2007, dimana penulis tinggal
di lapangan dan berinteraksi langsung dengan komunitas dan organisasi yang
terlibat dalam program di desa Lampulo..

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
31

Desa Gampong
Jawa

Desa Prog. Aceh


Kampung Relief
Mulia Prog. Care
Internasional

Program
Kata Hati

Prog. BRR
dan P2KP

Desa
Lamdingin

Gambar 1.5. Peta Lokasi Desa Lampulo

Lampulo terletak di wilayah kecamatan Kuta Alam dengan luas


wilayahnya 45 Ha, terbagi menjadi 4 dusun yaitu : dusun Tengku Dipulo (Lorong
satu) dengan kepala dusun M. Zubir Ali, dusun Teungku Diteungoh kepala
dusunnya Alta Zaini (Lorong empat), Dusun Disayang kepala dusun Razali
(Lorong tiga), dan dusun Malahayati (lorong dua) dengan kepala dusun H.M.
Taeb Bardan.
Sebelum terjadinya tsunami, penduduk berjumlah sebanyak 6.322 jiwa dan
1.602 Kepala Keluarga (KK). Setelah tsunami, jumlah penduduk tinggal 3.589
jiwa dengan 1.753 KK. Terlihat jelas bahwa jumlah penduduk berkurang hampir
separuh, sementara KK malah bertambah sesudah bencana tsunami, dari 1.602
menjadi 1.753 KK. Pertambahan jumlah KK ini disebabkan berdatangannya
penduduk yang dahulunya adalah warga Lampulo yang menetap di luar dan
sebagian lagi adalah pendatang baru. Keuchik memberi penjelasan lebih lanjut
bahwa pertambahan KK ini juga disebabkan oleh diberikannya KK bagi seorang
anak walaupun masih di bawah umur. Anak tersebut selamat dari tsunami

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
32

sementara seluruh anggota keluarganya termasuk orang tuanya hilang pada saat
bencana. Dari data yang ada di catatan kantor desa Lampulo, sedikitnya terdapat
137 anak yatim piatu di Lampulo. Di antara mereka masih ada yang tinggal di
tenda-tenda bersama wali-wali mereka menunggu diselesaikannya pembangunan
rumah.
Penduduk Lampulo pada umumnya berprofesi sebagai nelayan dan penjual
ikan (800 orang), selebihnya adalah pedagang (250 orang), Pegawai Negeri Sipil
(200 orang). Lainnya berprofesi sebagai tukang, wiraswasta, dan sebagainya.
Jarak gampong Lampulo ke kota kecamatan Kuta Alam sejauh 1
kilometer, dan jarak tempuh ke pusat kota Banda Aceh sejauh 6 kilometer.
Adapun batas-batas wilayah desa Lampulo adalah:
Sebelah Utara : Kuta Alam
Sebelah Selatan : Kelurahan Peulanggahan
Sebelah Barat : Kelurahan Kampung Mulia
Sebelah Timur : Keluruhan Lamdingin dan Laut
Berdasarkan laporan bulanan Desa pada November 2006:
Jumlah Perempuan : 1.812 jiwa
Jumlah Laki-laki : 2.160 jiwa
Total Jumlah Penduduk : 3.972 jiwa

1.9.5 Teknik Pengumpulan Data

Informasi dan data yang dikumpulkan dalam studi ini adalah :


1) Informasi struktur sosial :
a) Struktur internal kelompok masing-masing lorong
b) Hubungan antar individu atau keluarga dalam kelompok
c) Hubungan antara kelompok dan pemerintah.
d) Hubungan antara kelompok dan masing-masing NGO
2) Informasi program pembangunan :
a) Kerusakan fisik di Lampulo
b) Penurunan kemampuan sumber daya manusia

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
33

c) Penurunan kemampuan sumber daya sosial


d) Program- program pembangunan yang disusun dan dilaksanakan oleh :
i) Pemerintah (BRR, P2KP)
ii) NGO Care
iii) NGO Kata Hati
iv) NGO Aceh Relief
e) Masalah yang dihadapi kedua belah pihak :
i) Masalah menurut orang Lampulo.
ii) Masalah menurut NGO
iii) Mekanisme pengatasan masalah ad hoc.
Pengumpulan data dalam studi ini menggunakan teknik yang saling
melengkapi, yaitu pertama, melakukan eksplorasi untuk mendapatkan data-data
sekunder dan pemahaman secara umum mengenai proses yang sedang
berlangsung dalam proses pemulihan dan rekonstruksi bencana tsunami di
Nangroe Aceh dan khususnya di desa yang menjadi lokasi penelitian.
Kedua, melakukan diskusi kelompok untuk mendapatkan profil komunitas
dan institusi dalam masyarakat, dan wawancara mendalam dengan informan kunci
(lihat pedoman wawancara) yang dipilih secara cermat untuk mendapatkan
berbagai kategori yang menjadi penjelasan sebagai berikut : a). praktik
keterlibatan aktor dan institusi sosial dalam program pemulihan dan rekonstruksi
bencana, b). pola dan mekanisme interaksi antaraktor, dan c) proses yang terjadi,
hasilnya serta dampak dan harapan dalam praktik atau tindakan yang terjadi. Di
samping itu juga dilakukan diskusi kelompok terfokus, yaitu diskusi ahli yang
dilakukan bersama dengan orang-orang yang dianggap mempunyai kemampuan
dan pengetahuan tentang proses pemulihan dan rekonstruksi di kedua desa
tersebut dan peran kapital sosial dan kapital lainnya dalam proses tersebut.
Selanjutnya dilakukan sistematisasi untuk menemukan model yang dapat
diterapkan. Setelah hal ini dilakukan yang akan dilanjutkan dengan uji coba model
untuk memperoleh tipologi hubungan kapital sosial dalam proses pemulihan dan
rekonstruksi bencana. Temuan ini akan dievaluasi melalui diskusi kelompok
terfokus untuk mendapatkan model yang lebih diterima.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
34

Ketiga, dilakukan studi dokumentasi perihal proses pemulihan dan


rekonstruksi bencana, terutama yang berkaitan dengan konflik yang terjadi di
antara individu, keluarga dan kelompok. Data ini berasal dari rekaman pertemuan-
pertemuan yang diadakan selama proses pemulihan bencana baik dari hasil rapat,
media masa maupun laporan-laporan yang lain.
Keempat, untuk mendapatkan gambaran lebih komprehensif mengenai
relasi yang terjadi diantara kelompok-kelompok yang terlibat dalam program
pemulihan pasca bencana dilakukan pengamatan selama lebih kurang enam
bulan.
Tabel 1.4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan Data Wawancara Pengamatan Kelompok Data sekunder
Diskusi
Kapital sosial komunitas v v v v
Lampulo
Kapital sosial organisasi v v v v
Relasi antar kapital sosial v v v
Keberhasilan program v v v v

Tabel 1.5. Indikasi Pengukuran Kapital Sosial


Aspek Pengukuran Indikasi Pengukuran
Integrasi komunitas - Kesamaan pekerjaan, etnis, daerah, kerabat
- Aksi kolektif yang muncul
Jejaring komunitas - Jejaring dengan organisasi luar sebelum tsunami
- Jejaring dengan organisasi luar setelah tsunami
- Kerjasama dan konflik dengan organisasi luar
Integrasi organisasi - Kapasitas organisasi
- Cakupan kerja organisasi
- Kecepatan realisasi program yang dijanjikan
- Perubahan strategi dan struktur organisasi
- Kerumitan birokrasi
Sinergi organisasi - Tingkat persaingan dengan organisasi lain
- Koordinasi dengan organisasi lain
- Perubahan harga dan
Kinerja kapital sosial - Aksi kolektif yang muncul
- Keluhan dan ketidakpercayaan yang muncul
- Konflik yang terjadi
- Penyelesaian konflik
Keberhasilan program - Tingkat penyelesaian rumah
- Kecepatan penyelesaian rumah
- Kualitas penyelesaian rumah
- Tingkat penghunian rumah

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
35

1.9.6. Analisis Data


Proses analisis data dalam penelitian ini bersifat eclectic; there is no “right
way” dalam proses analisis kualitatif (Creswell, 1994:153). Dalam proses
penelitian lapangan dilakukan pengembangan kategori-kategori dan membuat
perbandingan dan pertentangan antar kategori yang muncul. Peneliti juga terbuka
pada kemungkinan lain untuk melihat kebalikan atau jawaban alternatif dalam
temuan-temuan yang diperoleh. Analisis data dilakukan secara simultan dengan
pengumpulan data dan informasi melalui proses interpretasi. Peneliti mengambil
sejumlah informasi dan memasukannya dalam kategori-kategori kapital sosial dan
kemudian menafsirkan informasi tersebut secara kontekstual.
Untuk menjamin validitas data yang diperoleh dilakukan trianggulasi,
yakni pengumpulan data sejenis dari berbagai sumber data yang berbeda. Dengan
demikian kelemahan informasi dapat diuji oleh data yang diperoleh dari sumber
yang lain (Patton, 1980; Huberman, 1984; Nasution, 1988). Dalam memahami
berbagai keterangan dilakukan interpretasi dialogis dengan informan kunci untuk
makna objektif dan makna subjektif para aktor secara berkelanjutan.
Analisis data kualitatif cenderung menggunakan pendekatan logika
induktif, dimana silogisme dibangun berdasarkan pada hal-hal khusus data di
lapangan dan bermuara pada kesimpulan umum. Dengan demikian analisis
kualitatif digunakan untuk memahami sebuah proses dan fakta, bukan sekedar
menjelaskan fakta tersebut. Tahapan-tahapan analisis, adalah sebagai berikut :
seperti yang disebut Bungin ( 2007:144)
1. Melakukan pengamatan, wawancara terhadap fenomena sosial,
melakukan identifikasi, revisi-revisi dan pemeriksaan ulang terhadap
data yang ada.
2. Melakukan kategorisasi terhadap informasi yang diperoleh
3. Menelusuri dan menjelaskan kategorisasi
4. Menjelaskan hubungan-hubungan kategorisasi
5. Menarik kesimpulan umum
6. Membangun atau menjelaskan teori

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
36

1.10. Sistematika Penulisan


Pembahasan dalam tulisan ini disusun berdasarkan sistematika penulisan
sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan, merupakan landasan pemikiran dalam tulisan ini yang
berisi latar belakang permasalahan, permasalahan penelitian, pertanyaan
penelitian, tujuan penelitian, kajian teori, kerangka konseptual, hipotesis kerja,
metodologi yang digunakan untuk mencapai tujuan penulisan. Dalam kajian teori
dibahas teori, teori tentang kapital sosial, kritik terhadap kapital sosial dan teori
kapita sosial Woolcock yang dijadikan kerangka berpikir dalam studi ini. Dalam
kajian teori ini juga dibahas teori tentang struktur sosial, karena secara teoritis
kapital sosial melekat pada struktur sosial. Kajian teori ini menjadi dasar dalam
merumuskan pertanyaan penelitian dan kerangka model dalam penelitian.
Pada bab II membahas kapital sosial yang melekat pada struktur sosial
masyarakat Lampulo yang meliputi institusi gampong, institusi ekonomi panglima
laot, kekerabatan dan institusi lorong. Dalam institusi gampong dan masing-
masing lorong akan dibahas aspek demografis, hubungan keluarga dan
kekerabatan, peta sosial permukiman, tugas kepala lorong dan relasi kepala lorong
dengan keuchik. Dalam bab ini juga membahas program perumahan yang
dilakukan lembaga luar di lorong tersebut. Pokok pembahasan pengendalian sosial
dan ketahanan masyarakat di tingkat lorong dan desa juga akan dipaparkan dalam
bab ini. Berdasarkan interaksi yang muncul dalam struktur sosial ini, akan
dilakukan analisis tingkat integrasi dan jejaring kapital sosial “bottom up” lorong
dan desa Lampulo.
Bab III membahas program pembangunan dan pelaksanaan masing-masing
lorong yang dilakukan, yaitu Lorong satu yang dilakukan oleh Care International,
BRR dan Kata Hati. Lorong dua yang dilakukan oleh Care International, BRR,
dan Kata Hati, di Lorong tiga yang dilakukan oleh Aceh Relief dan Lorong empat
yang dilakukan oleh BRR. Bab ini juga membahas kapital sosial dalam proses
pemulihan yang terjadi di Lorong satu, Lorong dua, Lorong tiga dan Lorong
empat. Analisis kapital sosial organisasi yang terlibat dalam program pemulihan

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
37

di desa Lampulo dibahas dalam bab ini dari aspek Integrasi dan sinerginya
dengan organisasi lain dalam program perumahan.
Bab IV merupakan diskusi teoritis dari hasil penelitian berkaitan dengan
dinamika relasi kapital sosial dalam pendekatan bottom up yang berasal dari
komunitas dan kapital sosial dalam pendekatan top down yang melekat pada
organisasi-organisasi yang terlibat dalam program pemulihan perumaha di
Lampulo. Relasi antar kapital sosial tersebut akan dianalisis dalam hubungannya
dengan keberhasilan suatu program dan sinerginya dengan kapital fisik, kapital
manusia dan kapital sosial dalam suatu program pemulihan.
Bab V merupakan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil penelitian yang
bermanfaat untuk melakukan studi yang akan datang, khususnya mengenai
hubungan kapital sosial dalam program-program penanggulan bencana. selain itu
dibahas beberapa masukan-masukan dalam kebijakan penanggulangan bencana
yang sering terjadi di Indonesia.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
BAB II

KAPITAL SOSIAL’ORGANISASI DALAM’ DI LAMPULO

2.1. Pendahuluan
Bab ini membahas kapital sosial yang melekat pada struktur sosial
masyarakat Lampulo yang meliputi institusi gampong, institusi ekonomi panglima
laot, kekerabatan dan institusi lorong. Dalam institusi gampong dan masing-
masing lorong akan dibahas aspek demografis, hubungan keluarga dan
kekerabatan, peta sosial permukiman, tugas kepala lorong dan relasi kepala lorong
dengan keuchik. Dalam bab ini juga membahas program perumahan yang
dilakukan lembaga luar di lorong tersebut. Pokok pembahasan pengendalian sosial
dan ketahanan masyarakat di tingkat lorong dan desa juga akan dipaparkan dalam
bab ini. Berdasarkan interaksi yang muncul dalam struktur sosial ini, akan
dilakukan analisis tingkat integrasi dan jejaring kapital sosial “bottom up” lorong
dan desa Lampulo.

2.2. Perkembangan Institusi Sosial di Gampong


Pola kehidupan masyarakat Gampong di Aceh pada saat ini banyak
dipengaruhi oleh hukum adat1 yang dibangun berdasarkan kaidah-kaidah hukum
agama Islam pada masa-masa yang lalu (Muhammad, 1980:5, Kappi, 1987:61-
101, Hurgronje, 1985). Wilayah terbawah sistem pemerintahan Aceh menurut UU
Pemerintahan Aceh adalah gampong yang dikepalai oleh seorang keuchik.
Sebuah gampong terdiri dari beberapa kelompok rumah yang disebut
lorong (dusun), yang mempunyai tempat ibadah sendiri yang disebut meunasah2.
Dalam menjalankan tugasnya di gampong, seorang keuchik dibantu oleh beberapa
staf, dan didampingi oleh pejabat keagamaan yang disebut Teungku/Imeum

1
Sehingga di Aceh ada pepatah : Hukum ngon adat, lae zat ngon sifeut (hukum dengan adat
seperti zat yang sifatnya tidak terpisah.
2
Fungsi meunasah bagi masyarakat Aceh sangat besar, karena semua kegiatan masyarakat
gampong diadakan di meunasah, seperti tempat rapat, kegiatan keagamaan (kecuali sholat Jum‟at),
dan penyuluhan. Tempat ini kadang-kadang juga dipakai untuk tempat bermalam tamu yang tidak
memiliki keluarga di gampong tersebut.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008


39

Meunasah3 dan para orangtua gampong yang disebut Ureung Tuha4 (Hurngronje,
1996:50).
Gampong-gampong yang terletak berdekatan merupakan satu wilayah
yang disebut mukim5, yang dikepalai oleh Imeum Mukim.6 Dialah yang bertindak
sebagai imam sembahyang di sebuah masjid. Dalam perkembangannya, fungsi
dari Imeum Mukim berubah menjadi nama kepala pemerintahan di sebuah
mukim, yang mengoordinasi beberapa kepala gampong. Dengan berubahnya
fungsi ini, sebutannya juga berubah menjadi Kepala Mukim. Sedangkan untuk
pengganti, imam sembahyang diserahkan pada orang lain yang disebut Imeum
Mesjid. (Anonimus, 1992:41).
Berkaitan dengan kepemimpinan di masyarakat Aceh (ulle) di tingkat
gampong atau mukim, biasanya Keuchik atau Kepala Mukim dibantu oleh para
pejabat yang bertanggung jawab sesuai dengan kegiatan mata pencaharian para
warga dari gampong atau mukim tersebut, dalam menjalankan tugasnya sesuai
dengan lokasi di mana mukim atau gampong itu berada. Pejabat yang membantu
pengaturan kegiatan tersebut antara lain :
• Keujreun: pejabat pengatur tanaman pangan dan irigasi (keujreun blang) dan
pengatur pertambangan (keujreun meuih).
• Panglima Kawon: kepala/kepemimpinan suatu keluarga besar.
• Panglima Lhok/Laot: pejabat koordinator kegiatan mata pencaharian di laut
• Petua Seunebok: pejabat pengatur sistem perladangan dan pembukaan ladang
baru.
• Pawang Glee: Pejabat pengatur pemanfaatan areal hutan dan penjaga ekologi
hutan.
• Raja Kuala : Pejabat pengatur tambatan perahu dan pukat di muara.
• Haria Peukan : Pejabat pengelola pasar/pengutip retribusi pasar mukim dan
gampong.

3
Selain itu dikenal juga teungku dayah yang terlibat dalam kegiatan lembaga pendidikan (dayah)
4
Ureung Tuha, sebagai badan penasehat gampong disebut dengan istilah Tuha Peut (empat orang
tua)
5
Pada awalnya tiap-tiap mukim ditetapkan harus berpenduduk 1.000 orang laki-laki yang dapat
memegang senjata. Sehingga mukim selain bersifat keagamaan juga bersifat politis.
6
Gampong-gampong di Banda Aceh, tidak mengenal istilah mukim karena dalam masa kesultanan
mereka langsung di bawah kendali kesultanan di Kutaraja.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
40

Gampong dan Mukim di Aceh, menurut hukum adat, merupakan badan


hukum, sebagai pendukung hak dan kewajiban dari warganya. Gampong dan
Mukim memiliki harta kekayaan sendiri, baik berupa bangunan, tanah, perairan
maupun lingkungan alamnya (Sufi, 1987:43). Sebagai sebuah badan hukum,
keberadaan dan kedudukan mukim, pada zaman Kesultanan Aceh mendapat
pengakuan dari hukum yang berlaku pada masa itu yaitu adat Meukuta Alam.
Ketika pecah perang melawan Belanda pada 1873, pemerintahan mukim dan
gampong tetap berjalan, walaupun tidak selancar sebelumnya. Enam puluh tahun
setelah perang Aceh barulah gubernur Jenderal Hindia Belanda mengeluarkan
keputusan khusus yang mengakui mukim melalui Besluit van den Governeur
General Nederland Indie nomor 8 tahun 1937 (Taqwadin, 2004). Pada masa
pendudukan tentara Jepang (1942-1945), pemerintahan mukim disesuaikan
dengan sistem pemerintahan Jepang. Mukim tetap diakui dan diatur berdasarkan
Osamu Seirei nomor 7 tahun 1944. Ketika terbentuknya negara Indonesia pada
tahun 1945, keberadaan mukim tetap diakui berdasarkan ketentuan pasal II aturan
peralihan UUD 1945. Kemudian oleh Residen Aceh, kedudukan mukim
dipertahankan dan diatur melalui Peraturan Keresidenan Aceh nomor 2 dan nomor
5 tahun 1946 (Taqwadin, 2004).
Pola tersebut sempat berubah sebagai akibat lahirnya Undang-Undang
Nomor 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa, yang mengakibatkan
melemahnya peran lembaga adat di tingkat mukim dan gampong dan digantikan
oleh pejabat-pejabat yang diatur dalam undang-undang tersebut. Setelah
terjadinya reformasi, pemerintah Indonesia mulai memberikan pengakuan
terhadap keberadaan lembaga adat yang diakui dalam Peraturan Daerah Provinsi
Aceh nomor 7 tahun 2000 tentang “Penyelenggaraan Kehidupan Adat”. Dan hal
ini diperkuat kembali dengan Qanun nomor 4 tentang pemerintahan mukim dan
nomor 5 tahun 2003 tentang pemerintahan gampong, dan juga diperkuat dengan
lahirnya UU No.11 Tahun 2006 tentang-undang Pemerintahan Aceh yang lahir
pascaperjanjian perdamaian Helsinki. Namun demikian atura-aturan ini tidak
dapat langsung mengembalikan bentuk tatanan adat ini dalam kehidupan
masyarakat. Beberapa pejabat adat yang sudah mulai dihidupkan lagi adalah
Peutua gle, Peutua seunebok, Panglima laot. Namun lembaga yang lain belum

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
41

terbentuk kembali karena tergantung pada kebutuhan suatu gampong atau mukim
(lihat Syarief, 2005:148-149). Lihat struktur pemerintahan gampong dan jeringan
keuchik di bawah ini.

Gambar 2.1. Struktur Pemerintahan Gampong

Sumber : Wawancara

F‟

D1
E

B2
D2

B
G

C
B1

C1
C2

Gambar 2.2. Jaringan Kelembagaan Gampong

Sumber : Diolah dari hasil wawancara

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
42

A : Keuchik
B : Sekretaris Gampong
B1 : Staff kantor Gampong
B2 : PKK
C : Kepala Lorong
C1 : Imeum Meunasah
C2 : Warga Lorong
D : Imeum Masjid
D1 : Pemuda Masjid
D2 : Pengurus masjid
E : Tuha Peut
F‟ : Kepala Mukim
F : Camat
G : Lembaga adat Gampong (panglima laot, keujruen dsb)

Sebelum diberlakukannya UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan


Desa, mukim masih memainkan peran penting dalam kehidupan sosial dan
ekonomi masyarakat. Peran tersebut meliputi peran administrasi pemerintahan,
adat dan hukum. Dalam bidang administrasi, semua surat-surat yang berhubungan
dengan jual beli tanah dikeluarkan atau disahkan oleh mukim, setelah terlebih
dahulu memeriksa status tanah yang diperjualbelikan, melalui keuchik, atau
lembaga adat lain sesuai dengan kedudukan tanah. Dalam bidang adat, mukim
merupakan rujukan dari setiap perkara adat yang belum dapat diselesaikan di
tingkat gampong. Mukim juga ikut mengatur pemanfaatan kawasan bersama
berupa padang meurabe, gle, blang dan tanoh-tanoh yang berada dalam
penguasaan mukim atau berada di luar penguasaan gampong. Dalam bidang
hukum, mukim menjadi tempat penyelesaian hal-hal yang berhubungan dengan
agama, seperti warisan, pernikahan, perceraian, dan rujuk, serta mengurus harta
warga yang berada dalam penguasaan mukim.
Sebelum 1979, pengurusan gampong dilakukan bersama antara keuchik
dengan teungku meunasah, di mana keuchik mengurusi masalah adat dan teungku
meunasah mengurusi masalah hukom. Dalam setiap kegiatan yang berhubungan
dengan masalah adat, keuchik akan memberitahukan terlebih dahulu kepada
teungku meunasah, sebelum disampaikan pada pihak lain atau warga. Demikian
pula halnya dalam masalah hukom, teungku meunasah melaksanakan kegiatan
dengan sepengetahuan keuchik. Dalam menjalankan kegiatannya keuchik dan
teungku meunasah dibantu oleh sejumlah ureung tuha (orang yang dituakan)

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
43

yang tergabung dalam lembaga tuha peut, khususnya dalam merumuskan


peraturan gampong, dalam menyelesaikan perselisihan antar warganya atau dalam
melakukan kesepakatan dengan pihak lain.
Setelah diberlakukannya UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan
Desa, kepala mukim yang sebelumnya memiliki kedudukan tradisional yang kuat,
dihormati, dan menjadi rujukan dari semua urusan administrasi dan persoalan di
tingkat gampong, kini menjadi kehilangan fungsi dan kewenangannya. Fungsi
kepala mukim sering kali hanya menghadiri kegiatan seremonial di tingkat
kecamatan, dan kadang-kadang menjadi tempat bertanya bila ada persoalan-
persoalan kemasyarakatan atau proyek pembangunan. Namun demikian, salah
satu faktor yang menyebabkan mukim masih tetap bertahan adalah kepercayaan
satu mukim satu mesjid. Melalui praktik satu mukim satu mesjid, memungkinkan
adanya hubungan antara kepala mukim selaku pemimpin di bidang adat dan
imeum meusigit (imuem chik) selaku pimpinan hukom dan para keuchik dan warga
mukim masih berhubungan. Selain itu mukim hanya memiliki sumber daya yang
terbatas (tanpa sumber daya keuangan yang memadai). Hanya keuchik yang
memiliki sumber daya keuangan, baik didapat melalui Bantuan Desa (Bandes)
maupun dana bantuan lainnya.
Sedangkan di tingkat gampong, dengan berlakunya UU tentang
Pemerintahan Desa, sistem kepemimpinan gampong yang semula bersifat
kolektif7 berubah menjadi sentralistis, di mana kepala desa menjadi penguasa
tunggal. Bersamaan dengan itu, teungku meunasah secara struktural tidak lagi
diakui kedudukanya dalam UU No. 5 1979. Demikian pula dengan jabatan waki
keuchik langsung di hapus, sedangkan peran lembaga tuha peut digantikan oleh
Lembaga Musyawarah Desa (LMD), yang diketuai oleh kepala desa. Di gampong
Lampulo, dilakukan pemisahan tanggung jawab, di mana LMD mengurus hal-hal
yang berhubungan dengan pembangunan gampong, sedangkan tuha peut
mengurusi hal-hal yang berhubungan dengan adat.

7
Dalam sistem adat, gampong diurus bersama keuchik dengan teungku meunasah dan dibantu oleh
lembaga tuha peut.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
44

2.3. Institusi Sosial Panglima Laot

Gampong Lampulo terletak di daerah muara sungai dan di pesisir laut


yang berhubungan dengan mata pencaharian utama masyarakat dalam bidang
perikanan. Intitusi sosial yang muncul dan berkembang adalah Panglima Laot.
Panglima Laot merupakan suatu lembaga adat di kalangan masyarakat nelayan di
Aceh yang bertugas memimpin persekutuan adat pengelola Hukum Adat Laot.
Hukum adat laut di Aceh, yang dikembangkan berdasarkan syariah Islam,
mengatur tata cara penangkapan ikan di laut (meupayang), menetapkan waktu
penangkapan, melaksanakan ketentuan-ketentuan adat dan mengelola upacara-
upacara adat kenelayanan, menyelesaikan perselisihan antar nelayan, serta
menjadi penghubung antara nelayan dengan penguasa (dulu uleebalang, sekarang
pemerintah daerah).
Hukum adat laut mulai dikenal pada masa pemerintahan Sultan Iskandar
Muda (1607-1637). Di masa lalu, Panglima Laot merupakan perpanjangan
kedaulatan Sultan atas wilayah maritim di Aceh. Dalam mengambil keputusan,
Panglima Laot berkoordinasi dengan uleebalang, yang menjadi penguasa wilayah
administratif. Struktur kelembagaan Panglima Laot bertahan selama masa
penjajahan Belanda (1904-1942), pendudukan Jepang (1942-1945) hingga
sekarang. Lembaga ini pada mulanya dijabat secara turun-temurun, meskipun ada
juga yang dipilih dengan pertimbangan senioritas dan pengalaman dalam bidang
kemaritiman.
Lembaga adat ini mulai diakui keberadaannya dalam tatanan
kepemerintahan daerah sebagai organisasi kepemerintahan tingkat desa di Aceh
Besar pada tahun 1977 (Surat Keputusan Bupati Aceh Besar No. 1/1977 tentang
Struktur Organisasi Pemerintahan di Daerah Pedesaan Aceh Besar). Akan tetapi,
fungsi dan kedudukannya belum dijelaskan secara detail. Pada tahun 1990,
Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Aceh menerbitkan Peraturan Daerah No. 2
Tahun 1990 tentang Pembinaan dan Pengembangan Adat Istiadat, Kebiasaan-
kebiasaan Masyarakat beserta Lembaga Adat, yang menyebutkan bahwa Panglima
Laot merupakan orang yang memimpin adat istiadat, kebiasaan yang berlaku di
bidang penangkapan ikan di laut.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
45

Panglima Laot berada di luar struktur organisasi pemerintahan, namun


berkoordinasi dengan kepala daerah setempat (Gubernur, Bupati, Camat, Kepala
Desa/Keuchik). Wilayah kewenangan seorang Panglima Laot tidak mengacu pada
wilayah administrasi pemerintahan, melainkan berbasis pada satuan lokasi tempat
nelayan melabuhkan perahunya, menjual ikan atau berdomisili yang disebut Lhok.
Lhok biasanya berupa pantai atau teluk, bisa mencakup wilayah seluas sebuah
desa/gampong, beberapa desa/gampong, kecamatan/mukim, bahkan satu gugus
kepulauan.
Panglima Laot yang berada di gampong Lampulo sering disebut Panglima
Laot Krueng Aceh, karena menguasai daerah penangkapan ikan di sekitar muara
Krueng Aceh. Di masa lalu, kewenangan adat Panglima Laot meliputi wilayah
laut dari pantai hingga jarak tertentu yang ditetapkan secara adat, yaitu ke darat
sebatas ombak laut pecah dan ke laut lepas sejauh kemampuan sebuah perahu
pukat mengelola sumber daya kelautan secara ekonomis.
Seiring dengan perkembangan teknologi perikanan, wilayah penangkapan
ikan yang makin meluas dan melampaui batas-batas wilayah tradisional dalam
lhok, melintasi batas antar kabupaten, propinsi bahkan hingga perairan
internasional. Untuk mengantisipasi konflik antar lhok, dibentuklah Panglima
Laot tingkat Kabupaten dan Provinsi. Namun demikian pembentukan Panglima
Laot di tingkat Kabupaten dan Provinsi sering diperdebatkan karena tidak
dibentuk berdasarkan hukum adat yang sering menjadi acuan di tingkat lhok.
Dalam penyaluran program bantuan untuk nelayan di Krueng Aceh, terjadi
konflik kepentingan antara Panglima Laot Lhok dengan Panglima Laot tingkat
propinsi. Ada beberapa organisasi luar yang memberikan bantuan kepada nelayan
dari gampong lain melalui Panglima Laot tingkat propinsi, namun tanpa
melibatkan Panglima Laot Lhok. Padahal perahu bantuan tersebut beroperasi di
desa Lampulo. Hal ini menimbulkan perselisihan dengan nelayan gampong
Lampulo, yang merasa tidak mendapatkan bantuan. Permasalahan ini bisa terjadi
karena wilayah lhok pada sisi dianggap sebagai wilayah bebas, dimana nelayan
dari gampong lain dapat mengaksesnya. Namun nelayan gampong Lampulo,
masih merasa wilayah Lhok Krueng merupakan daerah tangkapan mereka,
sehingga mereka juga harus mendapatkan bantuan.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
46

Struktur organisasi vertikal Panglima Laot mulai ditata pada Musyawarah


Panglima Laot se Nanggroe Aceh Darussalam di Banda Aceh pada Juni 2002.
Panglima Laot di tingkat lhok, disebut Panglima Lhok, bertanggung jawab
menyelesaikan perselisihan dan persengketaan nelayan di tingkat lhok. Bila
perselisihan tidak selesai di tingkat lhok, maka diajukan ke tingkat yang lebih
tinggi, yaitu Panglima Laot Kabupaten, yang disebut Panglima Laot Chik atau
Chik Laot. Selanjutnya bila perselisihan mencakup antar kabupaten, propinsi atau
bahkan internasional, akan diselesaikan di tingkat propinsi.
Secara umum, fungsi Panglima Laot meliputi tiga hal, yaitu
mempertahankan keamanan di laut, mengatur pengelolaan sumber daya alam di
laut dan mengatur pengelolaan lingkungan laut. Tata cara penangkapan ikan di
laut (meupayang) dan hak-hak persekutuan di dalam teritorial lhok diatur dalam
Hukum Adat Laot, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Panglima Laot sebagai
pemimpin persekutuan masyarakat adat. Dalam hukum adat ini, diatur
pengeluaran ijin penangkapan ikan, baik yang diberikan oleh Panglima Laot Lhok
maupun oleh pihak yang telah mempunyai hak penangkapan ikan terlebih dahulu
di wilayah lhok tersebut. Akan tetapi, perijinan yang dikeluarkan terlebih dahulu
dimusyawarahkan dengan pawang pukat dan keuchik agar tidak merugikan pihak-
pihak lain yang berkepentingan di dalamnya.
Selanjutnya dalam kerangka hukum nasional, setiap nelayan harus
mengajukan ijin resmi berlayar dan menangkap ikan yang dikeluarkan oleh
Syahbandar dan Dinas Perikanan dan Kelautan setempat dengan rekomendasi dari
Panglima Laot. Namun demikian, meski sudah mengantongi ijin tersebut, nelayan
yang ingin bersandar atau menangkap ikan di dalam wilayah lhok tertentu harus
mengikuti aturan-aturan hukum adat Laot yang menaungi wilayah tersebut.
Masyarakat nelayan Aceh mengenal beberapa teknik penangkapan ikan di
laut dan teknik ini diatur dalam Hukom Adat Laot, seperti seperti palong, pukat
langgar, pukat Aceh, perahoe, jalo, jeue, jareng, ruleue, kawe go, kawe tiek,
geunengom, bubee, sawok/sareng, jang, jeureumai, dan nyap. Palong adalah alat
tangkap sejenis jaring berbentuk persegi panjang yang dibentangkan secara
horisontal dengan kayu atau bambu sebagai kerangkanya. Palong dibangun di atas
perahu atau didirikan di tengah laut.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
47

Bencana tsunami pada 26 Desember 2004 lalu menghancurkan sebagian


besar infrastruktur kelembagaan Panglima Laot sebagaimana halnya infrastruktur
fisik perikanan laut di Aceh. Tidak ada catatan pasti berapa jumlah Panglima Laot
yang hilang atau tewas diterjang gelombang pasang yang menghantam sebagian
besar pesisir barat dan sebagian pesisir utara dan timur Aceh. Akan tetapi sekitar
13-14 ribu nelayan dinyatakan hilang atau tewas.
Panglima Laot di Lhok Krueng Lampulo sebelum tsunami tidak berfungsi
lebih dari delapan tahun akibat tindak kekerasan dan konflik di Lampulo.
Sehingga setelah tsunami meskipun Panglima Laot masih hidup, institusi ini tidak
bisa langsung berfungsi. Bahkan bantuan-bantuan yang diberikan melalui
Panglima Laot yang ada, menimbulkan perselisihan diantara para nelayan.
Permasalahan ini juga dikemukakan oleh Keuchik gampong Lampulo. Karena
kondisi yang demikian ini, mengakibatkan Panglima Laot mengundurkan diri dan
diadakan pemilihan ulang Panglima Laot.
Secara tradisi Panglima Laot merupakan 'individu' bukan sebuah komite
yang terdiri dari beberapa orang pengurus, sehingga masyarakat nelayan yang
selamat dari tsunami mengalami kesulitan memilih penggantinya secara cepat dan
memenuhi segala kriteria yang telah disepakati secara turun-temurun. Selain itu,
karena Hukom Adat Laot merupakan konvensi (hukum) yang tidak tertulis dan
tidak terdokumentasi dengan baik sebelumnya, besar peluangnya untuk musnah
bila sebagian besar orang yang mengerti ikut menjadi korban tsunami.
Menurut Panglima Laot Propinsi, tsunami mengakibatkan susutnya
produksi perikanan di Aceh hingga 60 persen seiring dengan hancurnya 65 persen
infrastruktur dan 55 persen peralatan perikanan. Keinginan untuk mempercepat
upaya pemulihan berpeluang mendorong industri perikanan untuk menggenjot
kapasitas tangkapnya dan akhirnya bisa menimbulkan penangkapan yang
berlebihan (overfishing). Upaya-upaya pemberian bantuan pun tidak terhindar dari
dampak negatif karena berpeluang menimbulkan konflik dan persengketaan
terkait dengan berbagai proses penyaluran bantuan yang tidak merata, tidak tepat
sasaran maupun tidak jelas prosedurnya.
Akibat tsunami sebagian besar nelayan di gampong Lampulo kehilangan
alat tangkap dan pekerjaan mereka. Berbagai bantuan yang diberikan oleh

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
48

organisasi dari luar seperti Aceh Relief , BRR dan organisasi lainnya mengalami
permasalahan dalam pembagian yang tidak merata dan kondisi alat tangkap yang
tidak sesuai dengan kebutuhan nelayan. Pada umumnya perahu bantuan tersebut
dikerjakan di luar Banda Aceh, sehingga tidak sesuai dengan spesifikasi perahu
yang biasa digunakan nelayan Lampulo. Hal ini terjadi karena para nelayan tidak
dilibatkan dalam proses pengadaannya. Sehingga banyak perahu bantuan yang
tidak terpakai, rusak atau perlu dimodifikasi ulang.
Akan tetapi tsunami juga memberikan peluang positif bagi pengembangan
sistem pengelolaan perikanan berbasis masyarakat di Aceh ke arah yang lebih
modern dalam hal pengelolaan dan perencanaan. Status hak-hak tangkap ikan dan
wilayah kewenangan adat dapat didokumentasikan dan diuraikan, termasuk
melibatkan aspek hukum dan perlindungan. Pengenalan struktur organisasi
pendukung yang melibatkan banyak pihak dalam mengelola Hukôm Adat Laôt
memberikan terciptanya kesepahaman dan bagi peran dalam praktik sehari-hari.
Komponen-komponen industri perikanan yang belum dilibatkan dalam sistem
lama, seperti budidaya dan pengolahan, akan memberikan peluang peningkatan
kapasitas ekonomi lembaga adat ini sehingga cita-cita sebuah rejim pengelolaan
sumberdaya alam berkelanjutan yang terpadu dapat dicapai.
Peluang yang muncul pasca bencana dalam bidang perikanan dan dengan
semakin terbukanya gampong Lampulo, ditandai dengan munculnya nelayan baru
yang berasal dari luar gampong yang telah mendapatkan bantuan. Hal ini menjadi
ancaman terhadap posisi nelayan Lampulo, sehingga peluang peningkatan
kapasitas ekonomi yang lebih modern pasca bencana bagi masyarakat menjadi
masalah baru. Permasalahan ini terjadi akibat terjadinya pengabaian terhadap
komunitas dimana lokal Lampulo (lihat konflik bantuan antara Panglima Laot
Lhok dan Propinsi)
Kenduri laot merupakan upacara menjelang musim timur atau ketika
musim barat berakhir. Upacara ini dilaksanakan sehubungan dengan turunnya
para nelayan ke laut. Dahulu kenduri laot rutin dilakukan pada setiap desa pantai,
namun saat ini hanya dilakukan apabila dianggap penting atau perlu saja. Apalagi
fungsi panglima laot di lhok krueng (Lampulo) sudah hampir delapan tahun tidak
berjalan efektif, karena konflik yang terjadi antara TNI dan GAM.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
49

Pada Februari 2007 dilakukan kegiatan kenduri laot besar-besaran,


bersamaan dengan peresmian pembangunan pelabuhan dan gedung pelelangan
ikan yang dibangun oleh salah satu NGO dari Amerika. Pada saat itu dilakukan
pemilihan dan terbentuklah struktur kepengurusan panglima laot yang baru.
Sebelum kenduri laot dilakukan para nelayan yang terdiri dari para
nelayan yang terdiri dari pemilik dan aneuk pukat, pemilik perahu motor, jareng,
muge, toke bangku dengan dipimpin panglima laot yang dihadiri keuchik serta
pihak-pihak lain yang terkait mengadakan musyawarah. Musyawarah ini
membahas mengenai kapan acara dilakukan, dana yang diperlukan, masalah
hewan sembelihan, para undangan dan besarnya dana yang harus dibayar oleh
masing-masing pemilik perahu (aneuk pukat). Setelah beberapa waktu berselang
dari musyawarah pertama diadakan musyawarah kedua dengan pokok
pembicaraan jumlah dana yang terkumpul, membentuk panitia pelaksana upacara
serta pembagian tugas.
Pada hari pelaksanaan kenduri laot terlebih dahulu kerbau yang akan
disembelih dimandikan oleh panglima laot, kemudian di peusijuek (ditepung
tawari) oleh imuem masjid dan tokoh masyarakat. Setelah upacara peusijuek
selesai kerbau dihiasi dengan kain putih pada kepala dan pada bagian belakang
dikipasi dengan kain putih. Kemudian kerbau diarak sepanjang pantai sampai
batas wilayah laut yang dibawahi oleh panglima laot. Sampai pada batas wilayah
laut yang menjadi wilayah kekuasaan panglima laot maka kerbau tersebut
disembelih. Hanya dagingnya saja yang dimasak untuk diberikan kepada
undangan dan peserta upacara lainnya. Masakan daging dan masakan lainnya
dimakan di tempat upacara secara bersama-sama dengan membaca doa-doa,
tahmid, tahlil dan takbir. Sedangkan kotoran dan tulang, dibungkus kembali
dengan kulit sehingga bentuknya seolah-olah seperti sapi tidur, kemudian
dimasukan dalam perahu yang telah dihias. Dengan diiringi oleh perahu nelayan,
perahu yang telah diisi sapi tadi dibuang ke tengah laut.
Setelah kenduri laut diadakan maka selama tujuh hari tidak boleh turun ke
laut (pantang turun ke laut terhitung dari hari pelaksanaan upacara). Hal ini
dilakukan untuk memberikan kepuasan penguasa laut untuk menikmati

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
50

persembahan kenduri dan menghindari kemarahan penguasa laut, sehingga


diharapkan mendapatkan hasil laut yang melimpah.

E
2
F
D1

E E1

D
A

B’
D2

C B

B1
B1
C3 C2 C1 C4

B2

Gambar 2.3. Jaringan Ekonomi Lembaga Panglima Laot

Sumber : Diolah dari hasil wawancara

Keterangan :
A : Panglima Laot Lhok
B : Pemilik modal (toke bangku)
B1 : Muge (pedagang pengecer)
B1‟ : ASPI (Asosiasi Pedagang Interinsulair)
B2 : Konsumen
C : Pemilik alat tangkap
C1 : Pawang
C2 : ABK (pekerja)
C3 : Nelayan kapal kecil
C4 : Nelayan kecil individual
D : Keuchik/Mukim
D1 : Imeum Meunasah/Masjid
D2 : Tuha peut/lapan
E : Syahbandar
E1 : Dinas Perikanan/Kelautan
E2 : TNI/Polri
F : Panglima Laot Kota/Kabupaten dan Provinsi

Nelayan-nelayan individual memperoleh penghasilan dari hasil


tangkapannya, dengan menjual sendiri kepada pengecer (muge). Tidak jarang juga
mereka langsung menjual hasil tangkapannya kepada konsumen. Sementara para

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
51

muge yang menjual kepada konsumen, mendapatkan penghasilan dari laba


penjualan sebagai usaha pokoknya. Adapun nelayan kelompok, melakukan
kegiatan kerja secara bersama-sama dalam satu unit kerja. Sehingga kelompok ini
merupakan suatu organisasi kerja dengan pembagian kerja yang sudah ditentukan.
Akan tetapi dalam kelompok ini terdapat hubungan majikan–buruh. Majikan
dapat berupa pemilik modal atau peralatan, juga sebagai pawang atau juragan
yang memimpin kelompok kerja. Mekanisme jaringan kerja panglima laot dapat
dilihat dalam Gambar 2.3.

2.4. Sistem Kekerabatan dalam Masyarakat Lampulo.


Komunitas-komunitas di Aceh terbentuk melalui kategori: genealogis
(orang terikat satu sama lain karena persamaan keturunan), teritorial (bersama
menetap dalam satu kawasan tertentu), genealogis-teritorial (ikatan satu keturunan
dan juga ikatan daerah tempat tinggal).
Tabel 2.1 Ikatan komunitas Gampong
KOMUNITAS Bentuk Ikatan Keterangan
Geneologis Kawom-ceedara Dirunut baik dari garis bapak
maupun ibu.
Teritorial Ceedara lingka Mulai dari tetangga sampai
gampong, dst. (berimplikasi kepada
in/out group)
Geneologis-Teritorial Ceedara gampong Rata-rata gampong masih
merupakan satu tali kekerabatan.
Sumber : (Tripa, 2005)

Kehidupan gampong di Aceh sangat kental dengan suasana komunal. Hal


ini terlihat dalam hubungan antar individu dalam masyarakat selalu berbentuk
paguyuban. Hubungan antar sesamanya tidak didasarkan pada pertimbangan
kepentingan, melainkan atas kepatutan, keharmonisan, dan keselarasan (Hakim
Nya‟ Pha, 1998).
Kekerabatan (kinship) dalam suatu masyarakat merupakan pola hubungan
yang bertalian dengan ikatan keturunan, perkawinan, maupun karena wasiat
(Mansur, 1988:21-22) (Keesing, 1992:212). Sistem kekerabatan di Lampulo
mengenal kelompok keluarga inti dan keluarga besar. Wujud keluarga besar
Lampulo terdiri dari inti senior dan keluarga inti dari anak-anak perempuannya,

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
52

karena sistem keluarga di Lampulo mengikuti adat menetap nikah matrilokal


(uxorilocal). Dalam sistem ini sesudah menikah seorang pria menetap di
lingkungan kerabat perempuan. Keluarga besar ini hidup dalam satu rumah dan
satu kesatuan ekonomi yang diatur oleh kepala keluarga inti senior. Pada saat
upacara peumeukleh (“pisah rumah”), ketika anak dari keluarga inti mulai berdiri
sendiri dan pisah secara ekonomi. Peumeukleh biasanya diikuti dengan
peumulang yaitu pemberian sejumlah harta dari orang tua istri untuk dijadikan
bekal kehidupan suami istri muda.
Apabila salah satu anggota keluarga sudah kawin, ia akan pindah ke dalam
satu bilik (kamar), tetapi masih dalam rumah itu juga, dan masih dalam kesatuan
ekonomi dengan keluarga batih senior. Pada suatu saat keluarga batih ini berdiri
sendiri secara ekonomi (jawe) dan terpisah dari keluarga luas. Kesatuan keluarga
luas yang mendiami satu rumah besar ini sering disebut sara kuru atau saudere.
Kelompok seperti ini kadang-kadang tidak harus satu rumah, tetapi berada pada
beberapa rumah.
Di gampong Lampulo yang masih mempraktikkan sistem ini kebanyakan
di lorong satu dan tiga, karena pada umumnya anggota keluarga mereka
mempunyai mata pencaharian yang tidak memungkinkan berpindah ke tempat
lain. Sedangkan di lorong dua dan empat, kebanyakan berasal dari luar daerah
yang mempunyai mata pencaharian sebagai pegawai negeri atau swasta, dan
pedagang. Sebelum tsunami masih banyak kesatuan keluarga luas yang mendiami
satu rumah besar, namun setelah tsunami semua lembaga yang memberikan
bantuan perumahan hanya memberikan rumah standar dengan dua buah kamar
tidur, dengan demikian mereka terpisah-pisah dalam beberapa rumah.
Garis keturunan masyarakat di Aceh berdasarkan prinsip bilateral yakni
memperhitungkan hubungan kekerabatan baik ke pihak laki-laki maupun pihak
perempuan (Lebar, 1972:17). Kelompok yang hubungan kekerabatannya
diperhitungkan melalui garis laki-laki disebut wali atau biek; sedangkan hubungan
kekerabatan yang ditarik melalui garis perempuan disebut karong atau koy. Dalam
pandangan orang Aceh kelompok wali dianggap lebih tinggi daripada kelompok
karong, terutama menyangkut pembagian harta warisan dan berkaitan dengan
anggota kerabat. Namun dalam kenyataan kehidupan sehari-hari hubungan

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
53

kekerabatan lebih intim dengan anggota pihak karong, hal ini disebabkan oleh
adat menetap nikah matrilokal (Umar, 1986:30-31).
Kelompok kekerabatan yang lebih besar adalah kawom, terdiri dari orang-
orang yang yang masih menyadari sebagai satu keturunan garis laki-laki
sepanjang mereka masih berinteraksi satu sama lain. Orang Aceh masih banyak
yang memiliki atau menyimpan silsilah dari kerabat-kerabatnya yang disebut
sarakata. Anggota kelompok ini akan diundang untuk berkumpul ketika ada
kegiatan-kegiatan keluarga terutama dalam upacara yang berhubungan dengan
lingkaran hidup individu seperti pernikahan, melahirkan, kematian dan lain
sebagainya. Dengan demikian, sesama anggota kawom diharapkan saling
membantu baik secara moral, sosial, ekonomis maupun keamanan.
Apabila salah satu anggota kawom akan mengadakan kenduri, misalnya,
anggota kawom lainnya berkewajiban untuk membantu dalam bentuk tenaga,
materi, atau uang dalam adat teumulong. Demikian pula, apabila terjadi musibah
atau gangguan kemanan, biasanya kawom akan mencoba mencarikan jalan keluar.
Namun, peran Kawom saat ini cenderung menurun. Hal ini terjadi karena
antar anggota kawom tidak lagi tinggal dalam satu wilayah sebagai akibat tingkat
mobilitas yang tinggi. Selain itu, karena masing-masing anggota kawom memiliki
kesibukan yang cukup tinggi maka mereka menjadi sulit untuk melakukan
kegiatan-kegiatan bersama.
Bentuk kelompok lain yang tidak berdasarkan garis keturunan adalah
rakan-sahabat. Pada mulanya hubungan antara anggota kelompok terbentuk
karena persamaan kepentingan, sepengajian, seperjuangan, atau persamaan
pekerjaan. Seringkali hubungan sosial ini sedemikian dekat sehingga dapat setara
bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kawom dan diperhitungkan
secara turun-temurun.
Dalam praktik budaya masyarakat Aceh, perlindungan anak dilakukan
secara bertingkat. Jika anak tidak dapat dilindungi oleh orang tuanya, maka
fungsi itu beralih kepada kakek/neneknya baik dari garis bapak maupun dari garis
ibu. Selain itu, fungsi itu dapat juga diambil oleh salah seorang saudara bapak
atau ibunya. Dalam kondisi dimana anak memiliki saudara tua yang mampu maka
perlindungan dilakukan oleh saudaranya. Bahkan kalau semua tidak ada lagi

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
54

perlindungan terhadap anak dapat juga dilakukan oleh saudara sepupunya yang
lebih tua darinya.
Dalam perlindungan seperti ini maka diharapkan kemungkinan anak
terlantar atau tidak terlindungi akan lebih kecil. Anak menjadi tanggungjawab
bersama dari sebuah kawom yang berjumlah lebih besar. Dengan demikian
diharapkan anak akan selalu terlindungi dan dapat hidup normal hingga ia mampu
mandiri.
Pada kasus anak yang tidak memiliki keluarga yang mampu untuk
menghidupinya, maka tanggung jawab beralih pada masyarakat. Dalam
masyarakat fungsi perlindungan pertama diambil oleh petua adat yang mampu
untuk menghidupi si anak sampai ia dewasa. Kalau tidak maka imum chik atau
teungku akan menghidupi si anak dalam dayahnya. Di sana ia dapat tinggal dan
hidup seperti anak teungku sendiri sambil belajar ilmu agama.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
55

Masyarakat

Ulama -
Keuchik Teungku

Petua Adat
Tuha Peut

Keluarga Bapak Keluarga Ibu


(Wali) (Karong)

Ayah Ibu

Orang Tua

Anak

Gambar 2.4. Pola Perlindungan anak dalam masyarakat Lampulo

Sumber : Diolah dari Badruzaman, 2006; Ilyas dkk, 2007

2.5. Struktur Sosial Gampong Lampulo


Lampulo dahulu merupakan daerah pesisir sungai dengan hamparan rawa-
rawa yang di sekitarnya tumbuh cukup luas tanaman hutan bakau dan nipah. Di
sekeliling area ini juga terdapat hutan lebat dengan batu-batu yang besar. Sebelum
Sebelum menjadi gampong sendiri daerah ini masih sepi dan penduduk yang
tinggal tidak terlalu banyak jumlahnya. Masyarakat sekitar Lampulo pun juga
takut melintasi daerah ini karena daerahnya gelap dan pernah ada macan di sana.
Daerah ini juga sering tenggelam oleh air, terutama pada saat bulan purnama di
mana air pasang.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
56

Nama suatu gampong di Aceh sering kali memiliki sejarah dan asal-usul
sendiri. Secara umum, penamaan ini berhubungan dengan beberapa latar
belakang, di antaranya peristiwa sejarah yang pernah terjadi di tempat itu atau
nama benda tertentu, atau keadaan setempat yang merupakan bagian dari suatu
kawasan dan juga asal-usul penghuninya, atau nama klan atau marga. Nama
gampong Lampulo sering kali dihubungkan dengan lokasi di mana gampong ini
berada, yaitu di pinggiran sungai (krueng) dan tepi laut yang sering kali tenggelam
(lam-pulo) bila musim penghujan atau terjadi pasang air laut
Menurut narasumber8, Lampulo awalnya tergabung di dalam desa
Kampung Mulia. Pada 1951 Kampung Mulia terpecah, di mana desa Lamdingin
menjadi desa sendiri dan selanjutnya pada 1953 terpecah lagi menjadi desa
Lampulo dan desa Peunayong. Kepemilikan tanah di Lampulo dikuasai oleh
beberapa orang diantaranya tanah milik Teungku Dipulo yang merupakan kaki
tangan Belanda (uleebalang) dan juga orang keturunan Cina9. Mereka menguasai
daerah Lampulo secara keseluruhan sehingga disebut sebagai tuan tanah dengan
pengaruh yang kuat di daerah tersebut. Karena uleebalang ini tidak memiliki
interaksi yang baik dengan masyarakat, maka semua area tanahnya pun dipagar
tinggi.
Orang cina yang memiliki tanah di Lampulo terutama di lorong tiga itu
bernama Mok Wan. Mok Wan ini mempunyai tanah yang cukup luas di sebagian
besar tanah desa Lampulo tepatnya di Lorong tiga. Profesi Mok Wan adalah
pedagang yang juga memasok barang illegal dari Sabang ke Aceh. Barang yang
dipasok adalah barang selundupan, seperti bahan makanan, korek api cap
“Semut”, keramik, dan lain-lain. Perdagangan yang dilakukan Mok Wan ini
dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi terhadap pemerintah.
Setelah peristiwa kemerdekaan Republik Indonesia pada 1945, terjadi
peristiwa penangkapan Mok Wan dan selanjutnya tidak diketahui lagi berita
keberadaannya. Dengan hilangnya Mok Wan ini menimbulkan perubahan di
daerah Lampulo, khususnya masalah kepemilikan tanah. Tanah yang dahulunya

8
Ahong, salah satu warga Tionghoa yang yang mengerti perkembangan desa Lampulo dan mantan
Keuchik Lampulo, Abdulah.
9
Keberadaan orang China di Aceh, sudah dapat diidentifikasi dalam jaman Kesultanan terutama
dari suku Hakka (lihat Reid, 2006: 5-6).

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
57

dikuasai Mok Wan diambil alih oleh warga asli yang bernama Yusuf. Lalu Yusuf
memberikan sebagian tanahnya itu kepada masyarakat asli yang sudah menempati
lahan tersebut. Pemberian itu menimbulkan perebutan lahan dari penduduk
lainnya. Kondisi tersebut membuat pemerintah turun tangan, yang dalam hal ini
diwakili Keuchik. Keuchik membuat kebijakan dengan membagikan tanah seluas
15 X 15m kepada penduduk asli yang sudah menikah. Hal ini disepakati warga
sehingga tidak terjadi perebutan tanah dan warga pun membayar sebesar Rp.
25.000,00 sebagai biaya pengurusan sertifikat dan pengukuran kepemilikan tanah.
Kekuatan politik pemerintah pun menjadi semakin kuat untuk menguasai wilayah
ini. Sebagian besar tanah yang diambil alih Yusuf dijual ke dinas perikanan.
Selanjutnya, dinas perikanan membangun pelabuhan perikanan yang dilanjutkan
dengan membangun rumah untuk pegawai-pegawainya.
Jumlah penduduk di desa Lampulo belum banyak dan terkonsentrasi di
wilayah pesisir sungai saja. Penduduk yang tinggal di Lampulo umumnya adalah
penduduk asli. Namun, sejak sekitar tahun 1932 penduduk Lampulo sudah
terdapat suku Jawa dan satu rombongan Cina yang terdiri dari tiga atau empat
keluarga. Tetapi pada tahun 1953 penduduk asli yang tinggal di Lampulo tercatat
berjumlah 28 KK dan secara keseluruhan mereka itu berasal dari satu keluarga.
Sedangkan dari jumlah tersebut, penduduk dari Cina sudah tidak lagi menempati
Lampulo, dan penduduk dari suku Jawa masih ada sedikit yang bertempat tinggal
di pesisir sungai. Dengan berjalannya waktu dan semakin berkembangnya
perdagangan di Lampulo maka penduduk yang berasal dari desa-desa sekitar dan
para pendatang yang masuk ke Lampulo, seperti dari Bireun dan Sigli, Pidie
semakin banyak. Pendatang dari Sigli, Pidie ini banyak yang menetap di wilayah
lorong dua dan lorong empat, dimana dahulunya adalah milik Teungku Dipulo.
Lampulo disebut sebagai kampung Bidok yang mempunyai dua makna
yaitu sinonim dari tempat lokalisasi dan juga tempat persinggahan kapal-kapal.
Kedua hal ini terlihat dengan semakin bertambahnya kapal bersandar di wilayah
Lampulo dan ramainya kegiatan nelayan dan perdagangan di sana.
Norma yang berlaku di desa Lampulo ini terbangun berdasarkan adat
istiadat Aceh yang tetap dipertahankan. Walau banyak pendatang Aceh dari
daerah lain yang masuk ke Lampulo tetapi karena adat istiadatnya sama maka

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
58

norma yang berlaku tidak mengalami perubahan. Yang berbeda adalah cara-cara
dan kebiasaannya saja yang bersifat teknis, seperti cara hidangan pesta di mana
kebiasaan dari luar Lampulo itu terbuka. Untuk kebiasaan Lampulo, hidangan itu
tertutup dan dibuka oleh istri kepala kampung atau istri tua-tua kampung.
Kebiasaan tidak melaut di hari Jumat masih berlaku sampai sekarang. Hal
ini terjadi karena ada larangan dan kalau ada yang melanggar si pelanggar
ditangkap dan didenda oleh Panglima Laot beserta pembantunya. Larangan
melaut di hari Jumat terkait dengan kewajiban menjalankan ibadah sesuai dengan
syariat Islam.
Kebiasaan lain yang masih berlangsung hingga saat ini adalah khanduri
baik untuk kegiatan sosial maupun untuk hajatan warga tertentu. Warga lain
biasanya turut berpartisipasi untuk menyukseskan kegiatan tersebut secara gotong
royong. Jika ada warga yang tidak turut serta di dalam kegiatan sosial tersebut,
maka akan dikenakan sanksi. Sanksi sosial yang diberikan dapat berupa
pengucilan masyarakat.
Kehidupan sehari-hari masyarakat itu dijalani dengan menempati suatu
bangunan rumah di mana mereka bisa berkumpul bersama sebagai suatu keluarga.
Bentuk bangunan rumah yang didiami warga adalah rumah panggung, yang
terbuat dari kayu dengan model ciri khas Aceh.
Sebagian besar penduduk bermata pencarian sebagai nelayan. Mereka
menggunakan sampan tradisional dan pola kehidupan mereka pun masih
sederhana di mana hasil tangkapannya lebih banyak digunakan untuk dikonsumsi
sendiri dan sebagian lagi dijual ke Pasar Aceh. Waktu untuk mencari ikan
dilakukan para nelayan itu kapan saja mereka inginkan, di saat kebutuhan dapur
sudah kosong maka mereka mencari ikan.
Semakin berkembangnya kota maka daerah seperti Lampulo juga menjadi
daerah yang ditata untuk mendukung pengembangan kota. Karena daerah
Lampulo merupakan daerah nelayan maka pemerintah setempat mengembangkan
kawasan perikanan yang pelabuhannya dibangun pada 1980. Dimulai dari tempat
perdagangan ikan dengan transaksi dagang yang tidak terlalu besar, transaksi jual-
beli antara nelayan dan pedagang di tempat pelelangan itu semakin berkembang.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
59

Kawasan perikanan yang dibuka dan dibangun ini menjadikan Lampulo


semakin ramai dengan kedatangan penduduk sekitar dan semakin banyak pula
pendatang yang menetap di Lampulo. Ditambah lagi, tempat pelelangan ikan
(TPI) yang dari Pasar Aceh dipindahkan ke Lampulo. Ini menjadikan Lampulo
menjadi salah satu sumber perdagangan ikan bagi kota Banda Aceh. Setelah
dibangun TPI pada 1980, Lampulo yang dahulunya tidak berkembang menjadi
daerah maju di mana banyak boat bersandar di dermaga Lampulo dari berbagai
daerah, nelayan pun sudah berkembang tidak lagi sebagai nelayan tradisional
dengan perahu tetapi menggunakan boat bermesin.
Transaksi perdagangan yang semakin besar dan semakin banyak tentunya
membuat para nelayan semakin berupaya untuk memperbanyak hasil
tangkapannya. Caranya adalah dengan menggunakan „boat‟ atau kapal yang lebih
besar untuk bisa melaut ke tempat yang lebih jauh dengan perlengkapan
penangkapan ikan yang semakin besar pula. Hal ini membuat Lampulo semakin
ramai dengan perahu, boat, dan kapal yang merapat di dermaga Tempat
Pelelangan Ikan (TPI).
Penjualan ikan pun tidak lagi sebagai transaksi pembelian ikan untuk
konsumsi rumah tangga tetapi hasil tangkapan itu dilelang untuk dijual ke daerah-
daerah lain. Akhirnya Lampulo menjadi daerah strategis sebagai salah satu tempat
pemasaran ikan terbesar di Aceh, di mana hampir semua nelayan dan boat
bersandar di TPI Lampulo.
TPI Lampulo merupakan salah satu TPI terbesar di Aceh. Ikan hasil
tangkapan dipasarkan ke Banda Aceh dan juga sebagian diedarkan ke beberapa
kabupaten lain di Aceh. Dengan kata lain, Lampulo merupakan kawasan bisnis
ikan yang sangat menjanjikan pelaku bisnis perikanan.
Lampulo dari dulu adalah kawasan aman yang sangat diminati banyak
orang untuk menetap. Ini terbukti dengan banyaknya pendatang yang mendiami
Lampulo sehingga desa Lampulo menjadi kawasan heterogen karena berbagai
macam profesi masyarakat menetap di sana, tidak seperti dahulu yang hanya
ditempati oleh mereka yang berprofesi nelayan saja.
Terbukanya desa Lampulo terhadap pendatang mengakibatkan warga yang
dulunya dituduh atau dicari (seperti GAM) lebih memilih bertempat tinggal atau

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
60

melarikan diri ke Lampulo. Saat terjadi konflik bersenjata di Aceh, Lampulo


termasuk kawasan merah karena di Lampulo banyak bersembunyi anggota
bersenjata GAM. Dengan adanya kedatangan kelompok ini mulai ada jalur
penyelundupan senjata. Penyelundupan senjata tersebut dilakukan di tempat yang
aman, yaitu di tengah laut.
Sebelum tsunami relasi kehidupan adat dan keagamaan masyarakat
Lampulo meskipun dalam suasana konflik masih dapat berjalan dengan baik. Hal
ini dibuktikan dengan tingkat kepedulian sosial yang tinggi di antara sesama
anggota masyarakat, terutama di saat kegiatan sosial kemasyarakatan yang biasa
dilakukan bersama dengan gotong royong. Apabila salah satu warga tidak pernah
aktif dalam kegiatan sosial tersebut maka diberlakukan sanksi dengan cara
dikucilkan dari kegiatannya. Misalnya, warga tersebut yang tidak pernah aktif
melakukan kegiatan pesta adat maka warga yang lain tidak mau datang atau
sengaja membuat acara tandingan yang tujuannya untuk tidak ingin hadir di acara
pesta warga yang dikucilkan tersebut. Hal ini dilakukan untuk mendidik mereka
yang kurang peduli akan kegiatan kemasyarakatan.
Struktur pemerintahan desa Lampulo dipimpin oleh Keuchik. Adapun,
struktur adat yang masih ada juga berfungsi untuk mendukung kelangsungan
kegiatan kemasyarakatan secara umum. Keuchik membagi empat lorong
berdasarkan cara bekerjanya di mana masing-masing lorong diberikan hak penuh
untuk mengembangkan lorongnya masing-masing. Penerapan sistem otonom
kepada lorong ini juga mengundang kritik dari desa lain tetapi kebijakan itu tetap
dijalankan hingga mulai mendatangkan hasil yang baik. Kebijakan dari kepala
keuchik itu mendapat dukungan dari kepala-kepala lorong. Kepala-kepala lorong
itu bekerja dengan keras dan serius untuk membangun daerahnya masing-masing
agar kepercayaan kepala keuchik dapat dipertanggungjawabkan dengan hasil yang
terbaik. Upaya pemerintahan desa itu akhirnya membuahkan hasil. Melalui
penghargaan yang diberikan Presiden Megawati Soekarnoputri pada 13 Agustus
2004, desa Lampulo dinobatkan sebagai desa teladan tingkat nasional.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
61

Gambar 2.5. Struktur Pemerintahan Gampong Lampulo

Tuha Peut/lapan Gampong Kepala Gampong/Keuchik Imeum Meunasah


(anggota 15 orang) Yusuf Zakaria Tgk Sofyan Umar
Ketua: Mukhtar Mahmud Yunus Gani
Abdurahman Ali

PKK
Ketua : Nurhayani Sekretariat Gampong
Sekretaris : Mahdalena Sa‟adah
Bendahara : Erni Munir Staff :
Pokja I, II, III dan IV Zakaria Budiman
Hanisullah
Kiyamudin
Kelompok Pemuda Delvi Meliyana
1. Gampong
2. Masjid
3. Lorong

Kepala Lorong 1 Kepala Lorong 2 Kepala Lorong 3 Kepala Lorong 4


Zubir Ali Thaib Berdan Razali Alta Zaini

Kerabat, Kerabat, Kerabat, Kerabat,


Keluarga Lr. 1 Keluarga Lr. 2 Keluarga Lr. 3 Keluarga Lr. 4

Secara adat keuchik sering dianggap sebagai bapak, sedangkan imeum


meunasah dianggap sebagai ibu suatu gampong. Sebagai pimpinan adat gampong
mereka bertugas untuk memelihara adat dan menjalankan adat yang sudah
menjadi reusam gampong. Sebagai pimpinan gampong, keuchik berkewajiban
untuk menjaga ketertiban, keamanan, dan adat daerahnya, berusaha untuk
memakmurkan warganya dan menyelesaikan permasalahan dan konflik yang
muncul diantara warganya dengan mendapatkan masukan dan nasehat dari tuha
peut dan imeum meunasah atau masjid. Sesuai dengan Undang-undang
Pemerintahan Aceh, seorang keuchik juga mendapatkan tugas pelimpahan dari
atasnya (walikota/bupati) melalui camat. Oleh sebab itulah, Keuchik di Lampulo
juga diangkat sebagai pegawai negeri yang mendapat gaji dari pemerintah10.

10
Menurut penuturan keuchik Lampulo, gaji yang diterima dianggap kecil (Rp. 800.000,- dan
sering terlambat, sehingga dia sering melakukan aktivitas lain (seperti makelar tanah dan usaha
serabutan lain) untuk mendapatkan pendapatan tambahan. Kondisi yang demikian juga menggoda
keuchik untuk mengambil keuntungan untuk diri sendiri dari kegiatan program pemulihan pasca
bencana.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
62

Selain tugas pelimpahan dari pimpinan di atasnya keuchik juga mempunyai tugas
untuk:
a. melaksanakan kegiatan pemerintahan kelurahan;
b. memberdayakan masyarakat;
c. memberikan pelayanan kepada masyarakat;
d. membina terselenggaranya ketenteraman dan ketertiban umum; dan
e. membangun serta memelihara prasarana dan fasilitas pelayanan umum.
Demikian beragam dan berat tugas seorang keuchik, baik untuk mengurusi
masalah adat maupun pemerintahan serta permasalahan-permasalahan yang
muncul pasca tsunami. Cukup wajar bila keuchik seringkali mengeluh tentang
dukungan yang diperolehnya. Oleh karena itu, keuchik Lampulo menyerahkan
otonomi permasalahan dan urusan di lorong kepada setiap kepala lorong.
Struktur pemerintahan yang dikembangkan oleh keuchik Lampulo secara
umum difokuskan pada lorong-lorong karena setiap kepala lorong memiliki
otoritas untuk memajukan lorong masing-masing dengan berbagai program,
kebijakan dan pendekatan dengan pihak luar setelah melakukan koordinasi dengan
kepala desa. Seperti juga di seluruh Aceh, kepala Keuchik dibantu oleh tuha peut
yang berperan membantu memberikan masukan kepada kepala desa yang
mengambil kebijakan. Peran mereka cukup signifikan di dalam setiap kebijakan
pemerintah desa karena yang menduduki jabatan tuha peut adalah mereka orang-
orang tua kampung dan telah lama menetap di desa. Di samping itu, ada tuha
lapan, pengurus LKMD yang bertugas sebagai perintis dan pelaksana
pembangunan desa untuk kepentingan masyarakat. Tuha peut dan tuha lapan
selain ada di tingkat desa, juga ada di tingkat lorong, yang bertugas untuk
membantu kepala lorong dalam menjalankan tugasnya.
Informasi tentang GAM secara umum kurang banyak yang bisa
disampaikan oleh informan. GAM sendiri sulit dipisahkan dari masyarakat karena
mereka menjadi satu dengan anggota masyarakat lainnya. Mereka memiliki kartu
tanda pengenal dan bekerja seperti masyarakat lain pada umumnya. Walau
masyarakat sendiri mengalami tekanan yang sangat berat dan merasa khawatir
jika pihak militer atau pihak GAM datang, namun, menghadapi situasi tersebut,
sikap dan tanggapan masyarakat tampak biasa saja. Hal ini dimungkinkan karena

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
63

masyarakat di perkampungan nelayan ini mempunyai kesibukan sendiri. Hal ini


memengaruhi mereka untuk tidak merasa takut jika dekat dengan pihak militer
karena keluarga mereka akan diteror oleh pihak yang lainnya. Hal ini juga berlaku
sebaliknya. Kondisi ini dialami masyarakat dalam waktu yang panjang sehingga
kesedihan, trauma dan perlakuan tidak adil membentuk perilaku dan kejiwaan
warga masyarakat.
Kelompok bangsawan di Lampulo tidak ada sama sekali sehingga
keberadaan mereka pun tidak dibedakan dengan masyarakat lainnya. Memang ada
nama-nama keturunan dari teuku, cut, dan said tetapi mereka pun bekerja, sama
seperti masyarakat yang lain, baik itu sebagai pedagang, pegawai, nelayan,
bahkan juga sebagai penarik becak.

2.6. Kondisi Pasca Tsunami


Gempa bumi dan tsunami 26 Desember 2004 telah menghancurkan dan
merusakkan gampong Lampulo. Di antara kehancuran yang diakibatkan oleh
bencana alam tersebut yakni hancurnya pranata sosial, infrastruktur, ekonomi,
pendidikan, dampak kesehatan, timbulnya persoalan pertanahan dan berkurangnya
air bersih akibat hancurnya sarana pengadaan air bersih.
Tsunami 2004 mengakibatkan perubahan struktur sosial karena
meninggalnya sebagian besar orang-orang yang menjadi pemimpin di tingkat
gampong dan mukim. Untuk mengatasi permasalahan kepemimpinan, pemerintah
daerah mengangkat pejabat sementara yang dapat menjalankan tugas
kepemimpinan di tingkat gampong dan mukim, meskipun belum sepenuhnya
dapat berjalan dengan maksimal.
Permasalahan umum yang dihadapi dalam bidang kelembagaan agama dan
adat dalam kegiatan sosial masyarakat antara lain:
(1) Tidak berfungsinya kelembagaan adat dan masyarakat yang telah ada sejak
dahulu dan meskipun diperkuat keberadaannya oleh UU No. 18/2001. Kondisi
tersebut semakin parah karena bencana membuat lembaga adat tercerai-berai
dan berkurang ketua-ketua dan anggota lembaga agama, adat, dan sosial
lainnya pada tingkat mukim dan gampong sehingga menyebabkan tidak
optimalnya lembaga adat yang ada.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
64

(2) Berkurang serta rusak dan musnahnya sarana lembaga agama, adat, dan sosial
pada tingkat mukim dan gampong (meunasah dan bale), menyebabkan
kegiatan sosial dan budaya tidak berjalan sebagaimana mestinya.
(3) Tidak kondusifnya kondisi keamanan sehingga menjadi kendala bagi
berkembangnya lembaga-lembaga tradisional tersebut.
Dalam upaya memfungsikan kembali hubungan kekerabatan antar
masyarakat dan kegiatan sosial lainnya melalui lembaga agama, adat, dan sosial
lainnya tingkat mukim dan gampong, maka perlu ada kebijakan dan strategi
pemberdayaan lembaga agama, adat dan sosial yang ada di Aceh, terutama di
wilayah yang terkena bencana. Kebijakan dan strategi pengembangan
kelembagaan agama, adat dan sosial lainnya dalam rangka pemulihan kembali
masyarakat ini harus didasarkan kepada kondisi sosial masyarakat Aceh sebelum
terkena bencana dan tetap dalam kerangka otonomi khusus sesuai Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2001. Kebijakan yang dilakukan adalah:
(1) Meningkatkan peran serta lembaga agama, adat, dan sosial lainnya tingkat
mukim dan gampong dalam penyusunan rencana dan kebijakan, dengan cara :
a. Pelibatan perangkat mukim dan gampong dalam pelaksanaan kegiatan
rehabilitasi dan rekonstruksi,
b. Peningkatan peran dewan penasihat mukim dan gampong, serta dewan
ulama mukim dan gampong dalam pengawasan kegiatan rehabilitasi dan
rekonstruksi serta
c. Peningkatan kapasitas dan peran lembaga agama, adat, dan sosial lainnya
dalam menghadapi ancaman bencana alam dan buatan, berpartisipasi
dalam proses kebijakan publik melalui pelatihan-pelatihan teknis
manajerial, pengembangan sistem deteksi dini, serta pengembangan
ruang dan mekanisme partisipasi.
(2) Memfasilitasi sarana dan prasarana agama, adat, dan sosial lainnya di tingkat
mukim dan gampong, dengan dua cara. Pertama, penyediaan sarana dan
prasarana sosial dan ekonomi lembaga agama, adat, dan sosial lainnya. Di
tingkat mukim dan gampong dilakukan pembangunan meunasah dan bale
sebagai tempat bermusyawarah. Kedua, fokus penguatan dan optimalisasi
fungsi pada kedua lembaga (mukim dan gampong) tersebut karena memiliki

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
65

unsur pemberdayaan masyarakat. Selain itu, pada kedua lembaga itulah


kemandirian rakyat terlihat lebih dominan.
Namun demikian, dalam perkembangan pemulihan lembaga adat dan
sosial di tingkat gampong dan mukim, dari pengamatan di lapangan, masih
ditemukan beberapa kendala. Kendala pertama, pejabat yang diangkat kembali --
baik melalui pemilihan langsung maupun melalui penunjukan-- belum dapat
berfungsi secara optimal. Kendala kedua adalah mulai menguatnya peran mantan
anggota GAM yang dikonsilidasikan dalam suatu lembaga, sampai di tingkat
gampong dan mukim dalam Komite Peralihan Aceh (KPA). Kendala kedua ini
menyebabkan pejabat lembaga adat dan sosial semakin tidak optimal menjalankan
fungsinya.
Seiring dengan menguatnya masyarakat pascabencana yang dimulai
dengan munculnya berbagai lembaga swadaya masyarakat atau organisasi
masyarakat lokal termasuk anggota KPA yang bertujuan untuk memperjuangkan
kepentingan lokal dalam program pemulihan bencana. Menjadikan tuntutan
keterlibatan masyarakat dalam proses program pemulihan pasca bencana makin
menguat, hal ini ditunjang perubahan-perubahan yang terjadi di luar gampong
Lampulo. Kondisi yang demikian menjadikan beberapa organisasi luar yang
mempunyai program di Lampulo melakukan perubahan strategi program, yang
pada pada akhirnya terjadi perubahan struktur keorganisasian.
Dari diskusi terfokus yang dilakukan, pada awal terjadinya bencana, warga
Lampulo mengalami kesulitan menunjukkan lembaga desa dan pemerintahan
maupun tokoh desa yang dapat mereka percaya untuk membantu dan membangun
desa mereka. Hal ini disebabkan desa-desa tersebut sudah kehilangan para
pengurus kelembagaan atau pemimpin mereka, selain itu banyak juga yang sudah
tidak percaya pada pemimpin desanya karena lambatnya para pengurus
kelembagaan dan pemimpin desa merespon dan melakukan kegiatan-kegiatan
yang dapat membantu memenuhi kebutuhan masyarakat korban.
Ada juga kelompok diskusi yang menyebutkan bahwa ketidakpercayaan
masyarakat terhadap pemerintahan desa akibat dari ketidakadilan perangkat
pemerintahan desa dalam mendistribusikan bantuan. Walaupun ada rasa
ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemimpin atau tokoh desa, masyarakat

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
66

masih berharap pada perangkat desa dan pemimpin mereka untuk berperan aktif
dalam rangka membangun desa khususnya dan Aceh pada umumnya.
Munculnya tokoh-tokoh baru untuk membantu para korban di desa relatif
akan lebih membantu proses rehabilitasi dan rekontruksi di tingkat desa.
Masyarakat sangat berharap pada tokoh baru ini untuk dapat terus berperan aktif
mempercepat dan membantu warga masyarakat desa/kelurahan untuk proses-
proses pemulihan kehidupan mereka. Umumnya, kelompok diskusi menyebutkan
bahwa banyak lembaga-lembaga pemerintahan asing, perusahaan, mahasiswa,
partai politik, NGO (lokal, nasional dan internasional) yang telah memberikan
bantuan dalam bentuk pengadaan logistik, pelayanan kesehatan, pendidikan,
bahkan rencana untuk membangun perumahan. Tetapi banyak pula NGO yang
hanya melakukan pendataan dan berjanji akan membantu korban, namun janji-
janji tersebut lambat ditepati.
Kurang berfungsinya pranata sosial menyebabkan banyak warga
masyarakat yang merasa tidak diperhatikan oleh pemerintah dan tidak memiliki
saluran untuk menyampaikan aspirasinya. Dampak berikutnya adalah masyarakat
mulai tidak percaya terhadap peran pengurus atau pelaksana pemerintahan desa.
Kondisi inilah yang menyebabkan mayarakat berjalan secara individual dan akan
menjadi kendala terhadap perencanaan pembangunan desa atau pelaksanaan
proses-proses rehabilitasi dan rekontruksi yang akan dilaksanakan.
Di sisi lain, kurangnya pertemuan atau musyawarah desa yang dilakukan
juga menyebabkan kurangnya peluang masyarakat untuk menyampaikan
aspirasinya. Oleh sebab itulah partisipasi masyarakat dalam proses atau
pelaksanaan rehabilitasi dan rekontruksi relatif rendah. Kalaupun ada pertemuan-
pertemuan atau musyawarah desa, hal itu lebih diarahkan untuk pendekatan
proyek, untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan program dari pihak luar seperti
untuk pembagian bantuan dan pembentukan kelompok usaha ekonomi dan
relokasi.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
67

2.7. Struktur Masyarakat Tingkat Dusun (Lorong)

Suatu fenomena yang terjadi di desa Lampulo yaitu setiap dusunnya


memiliki otonomi untuk mengurus diri masing-masing. Hal ini dapat dilihat dari
kemampuan setiap dusun dalam mengoordinir masyarakatnya. Setiap dusun
mempunyai kepala dusun dan ketua pemuda masing-masing, sehingga pemimpin-
pemimpin inilah yang selalu diajak berunding apabila terjadi sengketa atau
masalah di tingkat dusun atau lorong. Jarang sekali sengketa yang terjadi di dusun
sampai naik ke tingkat desa karena sudah lebih dahulu selesai di tingkat dusun.
Hal ini berakibat masyarakat melihat peran aparatur desa sangat kurang,
padahal lebih karena keuchik sudah menyerahkan kewenangan kepada kepala
dusun untuk mengurus dusunnya masing-masing. Walaupun demikian, aparatur
desa (keuchik dan perangkat-perangkatnya) juga masih menangani hal-hal yang
berhubungan dengan administrasi gampong, ataupun permasalahan yang tidak
terselesaikan di tingkat dusun atau lorong. Keadaan seperti ini sudah berjalan dari
sebelum tsunami di mana independensi setiap dusun sangat kuat. Anggota
masyarakat merasa, sesaat setelah tsunami para aktor yang aktif untuk membantu
mereka adalah pengurus-pengurus dusun sendiri. Jadi, solidaritas tingkat dusun
masih tinggi.
Hubungan di antara keempat dusun ini dapat dikatakan hampir tidak ada,
seakan-akan setiap dusunnya berdiri sendiri seperti layaknya sebuah desa. Untuk
kegiatan gotong-royong, panitia perkawinan, Maulid, Isra‟ Mi‟raj dan kegiatan-
kegiatan sosial dan keagamaan lainnya masing-masing dusun melaksanakan dan
membentuk panitianya sendiri, yang terdiri dari orang-orang dari satu dusun
tersebut.
Akan tetapi, untuk peringatan Maulid Nabi meskipun setiap dusun
membuat acara masing-masing, acara puncaknya tetaplah diadakan bersama yaitu
di mesjid desa. Biasanya acara puncak ini berupa ceramah umum yang
mengundang masyarakat dari keempat dusun tersebut. Dengan demikian,
pertemuan warga antar dusun sedesa masih terjadi sebagaimana dalam acara
puncak tersebut. Selain itu, pada saat shalat Jumat, mesjid juga mempersatukan

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
68

warga antar dusun, karena pelaksanaan shalat Jumat hanya diadakan di mesjid
desa.
Apabila ada pertandingan antar desa, maka perekrutan peserta yang akan
mengikuti pertandingan dipilih dari semua dusun. Begitu juga dengan kegiatan
ibu-ibu PKK, walaupun setiap dusunnya memiliki organisasi sendiri tapi pada saat
pertandingan antar desa mereka akan bersatu untuk mewakili desa Lampulo.
Penduduk asli desa Lampulo kebanyakan masyarakat dusun Tuan
Dipulo dan Tgk. Teungoh, sedangkan dusun Malahayati dan Tgk. Disayang
didominasi oleh pendatang. Masyarakat lorong dua dan empat kebanyakan
berprofesi sebagai pegawai negeri sipil, baik sebagai pegawai maupun birokrat.
Sementara itu, warga di lorong satu dan tiga kebanyakan bekerja sebagai nelayan,
pedagang atau penjual ikan.
Lorong yang termiskin adalah lorong tiga yaitu lorong yang letaknya di
belakang TPI. Oleh sebab itulah mereka memperoleh sumbangan dan bantuan
paling banyak. Selain itu, warga lorong satu juga memperoleh sumbangan dan
bantuan yang besar pula. Sementara itu, warga lorong dua dan empat cenderung
lebih apatis dan lebih sering mencari kegiatan sendiri keluar dari desa.
Kekompakan warga Lampulo secara garis besar dapat dibagi dua, yakni:
warga lorong satu dan tiga lebih kompak, sedangkan warga lorong dua kompak
dengan lorong empat. Keadaan tersebut hanya diketahui oleh masyarakat
Lampulo sendiri (internal), masyarakat luar pada umumnya tidak melihat adanya
ketidakkompakan antar dusun di desa ini.
Menurut Keuchik Lampulo, timbulnya otonomi di tingkat dusun terjadi
akibat tuntutan warga di lorong dan keterbatasan kemampuan keuchik dalam
mengatasi berbagai masalah yang muncul di tiap lorong . Permasalahan dapat
muncul karena wilayah Lampulo yang luas dan kepadatan penduduk yang
tinggi.lebih mudah mengumpulkan masyarakat di tingkat dusun dari pada tingkat
desa.

2.7.1. Struktur Sosial Lorong Satu Teungku Dipulo


Lorong Satu Teungku Dipulo, merupakan pusat pemerintah desa Lampulo
yang mempunyai jumlah penduduk terbesar dibandingkan dengan lorong-lorong

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
69

yang lain. Berdasarkan data dari desa sebelum tsunami, jumlah keluarga di lorong
satu sebanyak 510 keluarga. Namun, berdasarkan pendataan bulan november 2006
--setelah tsunami-- jumlah keluarga sudah mencapai 558. Menurut keuchik
Lampulo, kenaikan ini disebabkan terjadinya pemecahan dari keluarga induk, dan
adanya pendatang baru. Pemecahan keluarga dilakukan meskipun keluarga yang
selamat dari tsunami tidak semuanya dalam kondisi lengkap, ada yang tinggal
bapak dan anak, anak dengan ibu, tinggal ibu dan bapak atau tinggal anak saja.
Pemukiman di lorong satu termasuk padat penduduknya dibandingkan
dengan lorong-lorong yang lain (lihat peta pemukiman Gambar 2.9). Sarana
umum yang terdapat di lorong ini antara lain, kantor desa, Puskesmas, Masjid
besar, balai pertemuan, pelabuhan dan pusat pelelangan ikan. Karena letak lorong
satu yang menjadi pusat kegiatan sosial ekonomi, maka lorong ini mempunyai
jaringan yang luas, baik secara internal maupun eksternal. Dengan posisi seperti
itu, sangatlah wajar bila lorong ini banyak ditinggali oleh pendatang dari luar
gampong.
Kepala lorong merupakan jabatan yang dipilih oleh warga secara langsung
untuk jangka waktu lima tahun. Berbeda dengan keuchik yang memperoleh
tunjangan sebagai pegawai negeri, seorang kepala lorong tidak mendapatkan
tunjangan honorer dari pemerintah desa. Oleh karena itu kebanyakan kepala
lorong mempunyai pekerjaan lain, untuk menunjang kehidupan mereka. Sebagai
contoh, kepala lorong satu saat ini dijabat oleh M. Zubir Ali, yang juga bekerja
sebagai pedagang.
Secara umum tugas kepala lorong adalah membantu tugas keuchik di
wilayahnya masing-masing. Selain tugas pelimpahan dari pimpinan di atasnya
(keuchik) yakni melaksanakan kegiatan pemerintahan lorong; kepala lorong juga
bertugas memberdayakan masyarakat, memberikan pelayanan kepada masyarakat,
membina terselenggaranya ketenteraman dan ketertiban umum, dan membangun
serta memelihara prasarana dan fasilitas pelayanan umum. Selain itu, kepala
lorong juga bertugas untuk menjaga dan memelihara kelestarian adat dan adat-
istiadat, kebiasaan-kebiasaan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat dan
menyelesaikan konflik yang muncul dalam wilayahnya.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
70

Relasi antara kepala lorong dengan keuchik desa di Lampulo diwarnai


dengan relasi yang saling mendukung, bukan hanya karena letak lorong ini
menjadi pusat pemerintahan desa, tetapi karena kepemimpinan keuchik yang
menerapkan sistem otonomi lorong, sehingga setiap lorong dapat menyelesaikan
masalahnya masing-masing. Keuchik akan terlibat secara langsung bila terjadi
masalah antar lorong.
Organisasi luar Lampulo yang mempunyai program perumahan di lorong
satu antara lain, Care International, BRR dan Kata Hati.

Gambar 2.6. Struktur Dusun/Lorong satu di Lampulo

Tuha Peut Kepala Lorong Imeum Meunasah


Lorong Zubir Ali Lorong

Kelompok
Pemuda Lorong

Kerabat - Tetangga

Keluarga anggota
Lorong

2.7.2. Struktur Sosial Lorong Dua Malahayati


Penduduk yang tinggal di lorong dua pada umumnya berasal dari Bireun,
Sigli, dan Pidie. Pendatang dari Sigli dan Pidie banyak yang menetap di lorong ini
sebagai pegawasi negeri atau swasta, dan sebagai wiraswasta. Sebelum tsunami
penduduk di lorong ini sebanyak 465 keluarga, namun berdasaran data bulan
november 2006 jumlah keluarga ini menjadi 484 keluarga. Pertambahan jumlah
KK ini mempunyai penyebab yang sama dengan lorong yang lain. (lihat gambar
2. 10 peta pemukiman di lorong dua)
Lembaga luar Lampulo yang membangun rumah di lorong ini adalah Care
Internastional, BRR/P2KP dan Kata Hati.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
71

2.7.3. Struktur Sosial Lorong Tiga Teungku Disayang


Secara geografis letak lorong tiga dipisahkan oleh pelabuhan dan tempat
pelelangan ikan, sehingga interaksi yang terjadi cenderung dengan tetangga dalam
satu lorong saja. Namun demikian 80% penduduk lorong ini mempunyai
matapencaharian dari kegiatan perikanan, baik sebagai nelayan, penjual ikan
maupun sebagai anak buah kapal.
Sebelum tsunami keluarga yang tinggal di lorong ini 308 keluarga, namun
setelah tsunami justru terjadi kenaikan menjadi 335 keluarga. Hal ini terjadi, sama
dengan lorong-lorong yang lain, karena pemecahan KK dan adanya pendatang.
Namun demikian, kekerabatan dan gotong royong untuk kegiatan keagamaan dan
adat di lorong ini masih kuat. Peta pemukiman di lorong tiga lihat Gambar 3.11.
Salah satu lembaga luar yang mempunyai program perumahan adalah
Aceh Relief yang membangun sebanyak 91 rumah. Sementara itu, Care
Internasional dan BRR juga membangun rumah, namun dalam jumlah yang lebih
sedikit.

2.7.4. Struktur Sosial Lorong empat Teungku Di Teungoh


Jumlah keluarga di lorong empat sebelum tsunami sebanyak 319 KK,
namun setelah tsunami jumlah kartu keluarga yang dikeluarkan oleh kantor desa
mencapai 371 KK (lihat peta pemukiman gambar 2.12). Pada umumnya penduduk
di lorong ini bekerja sebagai pegawai dan wiraswasta, dan mempunyai status
sosial ekonomi lebih tinggi dibandingkan dengan lorong lain terutama lorong satu
dan tiga. Namun demikian menurut kepala lorong , partisipasi warga lorong ini
dalam kegiatan-kegiatan di dusun relatif rendah, hal ini terjadi karena latar
belakang pekerjaan dan status sosial ekonomi warganya yang. Selain itu pada
umumnya yang tinggal di lorong berasal dari luar desa Lampulo atau sebagai
pendatang, sehingga hubungan kekerabatan di lorong ini sangat kurang.
Tugas yang dilakukan kepala lorong di lorong ini sama dengan yang lain,
yaitu:
Mengkoordinir kegiatan gotong royong dan kegiatan lain seperti perayaan
Maulid Nabi

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
72

Menyusun dan menginformasikan ke masyarakat dalam bantuan snack dan


lain-lain
Menginformasikan dalam kegiatan gotong royong dalam jum‟at bersih
Mengajak masyarakat untuk shalat berjamaah dan mengaji di meunasah
Membagi raskin kepada masyarakat miskin
Melaporkan kepada kadus jika ada warga yang berkelahi
Menyampaikan informasi kepada keuchik dan aparatur gampong jika
adawarga yang meninggal atau kemalangan
Menjadi mediasi jika terjadi perselisihan antara warga dusun sebelum
dilimpahkan kepada keuchik.
Melapor kepada kadus apabila ada tamu yang masuk dan kadus
selanjutnya melaporkan kepada keuchik dan perangkat lainnya.
Dalam menjalankan tugasnya kepala lorong tidak mempunya staf, tugas
ini bisa menjadi lebih berat karena keuchik melakukan otonomi di tingkat dusun,
sehingga peran kepala lorong dalam bidang kemasyarakat dan adat menonjol di
lorong masing-masing. Struktur sosial di lorong empat sama seperti lorong yang
lain (lihat Gambar 2.6)
Organisasi yang mempunyai program perumahan di lorong ini adalah BRR
dan Care Internasional, namun demikian kebijakan pembangunan ini tidak
diputuskan di tingkat lorong tetapi diputuskan di tingkat desa.

Analisis kapital sosial yang tertambat pada lorong dan desa Lampulo dapat
dilihat dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Analisis Kapital Sosial Bonding Desa Lampulo


Komunitas Integrasi Jejaring
Indikasi Tingkat Indikasi Tingkat
integrasi jejaring
Lorong satu - Masih ada hubungan Tinggi - Pada umumnya Sedang
kerabat satu sama lain tempat pekerjaannya
- Pekerjaan relatif berada desa Lampulo.
homogen bergantung dari - Relasi terbatas pada
kegiatan perikanan kegiatan perikanan
- Mengungsi di kerabat di - Termasuk daerah
lain desa dan tidak di konflik sehingga
barak yang sama. relasi dengan luar
- Jumlah keluarga relatif terbatas
lebih besar - Jaringan lokal

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
73

- Banyak tempat umum


untuk interkasi sosial
- Pada umumnya
berpendidikan menengah
- Status ekonomi relatif
lebih tinggi
- Pasca bencana tinggal
pada kerabat dan di tenda
Lorong dua - Pada umumnya Rendah - Pada umumnya Sedang
pendatang dari luar kota pendidikan lebih
- Pekerjaan heterogen tinggi
sebagai pegawai dan - Pekerjaan sebagai
wiraswasta di luar desa. pegawai dan
- Jumlah keluarga relatif wiraswasta
lebih besar - Pekerjaan di luar desa
- Jarang adanya tempat - Status sosial ekonomi
umum untuk interaksi relatif lebih tinggi
sosial - Termasuk daerah
- Pada umumnya konflik
berpendidikan tinggi
- Status ekonomi relatif
lebih tinggi.
- Pasca bencana tinggal
pada kerabat dan di tenda
Lorong tiga - Pekerjaan relatif homogen Tinggi - Pada umumnya Sedang
sebagai nelayan tempat pekerjaannya
- Masih ada hubungan berada desa Lampulo.
kerabat satu sama lain - Relasi terbatas pada
- Mengungsi di tempat yang kegiatan perikanan
sama pasca tsunami - Termasuk daerah
- Jumlah keluarga relatif konflik sehingga
lebih sedikit relasi dengan luar
- Banyaknya tempat umum terbatas
untuk interaksi social - Jaringan lokal
(warkop, meunasah)
- Pada umumnya
berpendidikan rendah
- Status sosial ekonomi
relatif lebih rendah
Lorong - Pada umumnya Rendah - Pada umumnya Sedang
empat pendatang dari luar kota pendidikan lebih
- Pekerjaan heterogen tinggi
sebagai pegawai dan - Pekerjaan sebagai
wiraswasta di luar desa. pegawai dan
- Jumlah keluarga relatif wiraswasta
lebih besar - Pekerjaan di luar desa
- Jarang adanya tempat - Status sosial ekonomi
umum untuk interaksi relatif lebih tinggi
sosial - Termasuk daerah
- Pada umumnya konflik
berpendidikan tinggi
Desa - Otonomi lorong tinggi Rendah - Lokasi desa dekat Sedang
Lampulo - Keuchik berpendidikan pusat kota .
rendah - Lokasi berada di
pelabuhan dan
pelelangan ikan
- Banyak anggota
masyarakat

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
74

berpendidikan tinggi
dan menjadi pejabat
Panglima - Anggota berasal dari Rendah - Lokasi desa dekat Sedang
Laot berbagai desa di Banda pusat kota .
Aceh - Lokasi berada di
- Berasal dari desa lain pelabuhan dan
- Selama konflik tidak pelelangan ikan
banyak berperan
- Wilayah kerja tumpang
tindih dengan panglima
laot Banda Aceh dan
propinsi
- Pergantian kepemimpinan
diwarnai dengan konflik
Sumber : Hasil analisis dari wawancara dan pengamatan.

2.8. Kelompok Pemuda dan Fungsinya

Ketua pemuda yang sebelumnya disebut karang taruna merupakan


organisasi kepemudaan yang berada di bawah kepala desa. Apabila kita merujuk
pada undang-undang No.11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh maka
sebutannya diganti menjadi Pageu Gampong. Akan tetapi dalam masyarakat
Lampulo masih menggunakan ketua pemuda.
Setiap dusun/lorong di desa Lampulo memiliki ketua pemuda masing-
masing. Mereka dipilih secara langsung dengan melibatkan seluruh unsur
masyarakat. Oleh sebab itu ketua pemuda tingkat dusun sangat diterima dan
diakui oleh masyarakat. Berbeda dengan ketua pemuda tingkat desa yang dipilih
oleh keuchik dengan cara penunjukan tanpa melibatkan masyarakat sehingga
keberadaanya kurang diakui.
Sebenarnya ketua pemuda tingkat dusun harus berkoordinasi dan
memberikan laporan serta perkembangan kepada ketua pemuda tingkat desa.
Akan tetapi mekanisme ini tidak berjalan karena ketua pemuda di tingkat desa
tidak dipilih secara langsung tetapi ditunjuk oleh Keuchik. Bahkan ketua pemuda
tingkat desa ini seakan-akan tidak berfungsi.
Ketua pemuda tingkat dusun seringkali berfungsi untuk mengontrol
kegiatan-kegitan serta transparansi keuangan di tingkat desa seperti dana bantuan,
kejelasan rumah, dan program-program yang ditawarkan NGO. Salah satu aksi
yang pernah dilakukan oleh organisasi pemuda ini adalah pernah berusaha

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
75

menurunkan keuchik dengan demonstrasi karena alasan transparansi keuangan


yang tidak jelas. Kejadian ini pernah terjadi sekali sebelum tsunami dan sekali lagi
setelah tsunami.

2.9. Ketahanan Sosial Masyarakat Lampulo


Siapno ( 2007) berpendapat paling tidak ada beberapa sumber ketahanan
masyarakat Aceh dalam menghadapi konflik dan musibah, antara lain : (1) tradisi
dan struktur pengalaman perantauan, (2) sikap tawakal. (3) saudara
seperjuangan/senasib. Ketahanan sosial ini berkaitan dengan norma silaturahim
yang dipengaruhi nilai-nilai Islam dalam kehidupan di gampong, meskipun
mereka ada yang merantau dan terpisah secara geografis, tetapi ikatan silaturahim
masih melekat dengan keluarga dan gampong mereka. Ketika para korban
menghadapi bencana tsunami, maka sikap tawakal (taat, percaya dan pasrah pada
Tuhan) dan silaturrahim (ikatan persahabatan atau persaudaraan) merupakan
sikap yang paling dipilih menghadapi situasi tersebut.
Oleh karena itu, mereka menahan diri untuk tidak memperpanjang
kesedihan ketika mereka kehilangan harta, benda dan anggota keluarga, karena
peristiwa yang dialami merupakan kehendak Tuhan (takdir). Menangis dan sedih
berkepanjangan merupakan hal yang terlarang ketika orang yang tercinta
meninggal, karena akan membebani perjalanan orang yang sudah meninggal.
Meskipun berkabung atas kematian atau yang hilangnya orang yang terdekat
dengan mereka masih diijinkan. Namun demikian kesedihan dan trauma atas
kehilangan ini tidak hilang begitu saja, pada saat-saat tertentu masih muncul
ketika mereka teringat atau menceritakan pengalaman mereka dengan
mencucurkan air mata.
Orang-orang Aceh pada umumnya berkabung atas orang yang telah
meninggal empatpuluh hari setelah meninggal. Pada waktu itu keluarga dekat,
kerabat, teman, tetangga diundang atau datang untuk menghormati dan berdoa
untuk orang yang sudah meninggal atau orang-orang yang hilang. Dibantu
kerabat, tetangga , tuan rumah mengadakan kanduri pada hari ketiga, kelima,
ketujuh, kesepuluh, keempat puluh, keseratus hari dan satu tahun setelah orang

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
76

meninggal (bandingkan Hurgronje, 1996:428). Kanduri meskipun tidak


dianjurkan dalam Hukum Islam bahkan dilarang oleh beberapa orang, namun
ikatan silaturrahim lebih kuat dalam masyarakat.
Pada sisi lain silaturrahim merupakan sebuah komunitas dimana mereka
saling menguatkan satu sama lain dalam kesusahan. Hal ini merupakan kewajiban
keagamaan dan adat untuk saling mengunjungi anggota komunitas yang
mengalami kesusahan. Menurut agama Islam setiap muslim merupakan saudara
seperti yang disampaikan Nabi Muhamad SAW dalam hadist bahwa sesama
muslim seperti satu tubuh dimana satu bagian merasaka sakit bagian yang lain
juga merasa sakit juga. Menurut adat gampong setiap orang mengatahui satu sama
lain dan sering saling mengunjungi. Saling berkunjung merupakan hal yang
penting dalam kehidupan seseorang terutama pada saat: kelahiran, pernikahan dan
meninggal. Jika seseorang mengabaikan dalam saling mengunjungi ini, maka
kemungkinan dia tidak akan mendapatkannya pada waktu memerlukan bantuan.
Selama saling mengunjungi teman atau saudara yang terkena musibah, biasanya
pada peringatan hari ke-40, ucapan yang sering dikatakan adalah “sabar, dan
tawakkal”. Kalimat lain, yang juga sering dilontarkan adalah “Kita semua akan
meninggal pada suatu saat”, atau “Orang yang terkasih berada di tempat yang
tepat di sisi Tuhan”.
Selama kanduri dan silaturrahim, orang Aceh melakukan peusijuek untuk
mendinginkan suasana atau untuk menenangkan, upacara kembalinya tahanan
politik, menempati rumah baru, keluarga yang baru menikah, baru mengalami hal
yang tragis dan traumatis (Siapno, 2007). Peusijuek dilakukan oleh para tua-tua,
ulama dan pemimpin masyarakat.
Selanjutnya, Siapno menghubungkan perantauan pada konsep musafir
yang dalam agama Islam dianggap orang yang masuk kategori mendapatkan
bantuan dan menunjukkan belas kasihan, selain fakir miskin dan anak yatim.
Konsep perantauan dan merantau merujuk pada kegiatan meudagang, yang
berarti berdagang. Menurut Hurgronje (1996:2), dalam bahasa Aceh, meudagang
berarti menjadi orang asing, bepergian dari tempat yang satu ketempat yang lain,
kadang-kadang dipakai juga untuk orang yang melanjutkan sekolah. “Ureung
dagang” berarti „orang asing” yang biasanya melakukan kegiatan berdagang.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
77

Namun demikian meudagang sering diartikan melakukan studi dan uerung


meudagang berarti “pelajar”. Konsep meudagang ini masih digunakan dan masih
berpengaruh dalam kebiasaan orang Aceh sampai saat ini. Terutama diantara
orang-orang yang berasal dari daerah Pidie yang terkenal sebagai pedagang
migran dan sering bepergian untuk mencari ilmu dan kehidupan yang lebih baik.
Ketahanan sosial orang Aceh dalam menghadapi musibah juga diajarkan
dalam petuah leluhur (narit maja) yang sering disampaikan oleh para tetua
mereka, yakni menggambarkan ketahanan diri, kehidupan komunal, kerja keras
dan harapan:

Bek taharap kéu teuga gob


Ubèe na daya mawa bidéun, mèe hana usaha ta tran keudroe
Hudèp sarèe, matèe syahid
Tulöng teumulöng sarèe keudroë-droë, ta peukong nanggroë sarèe syedara
Harëuta nyang gèt, beu ta pubuët keudroë, bèk peuhah jaroë jak geumadèe (bak
Meulakèe
Ôh lhéuh lhôk kôn dhéu

Terjemahan
Jangan bergantung pada orang lain
Meskipun begitu baik orang membantumu, dia tidak akan dapat menolong ibu
yang tidak mampu mendorong dirinya sendiri
Hidup bersama dan meninggal dalam keadaan baik
Saling membantu, perkuatlah negerimu dengan saudaramu
Kesejahteraan berasal dari kerja keras, dan jangan membuka tanganmu untuk
meminta belas kasihan
Air yang dalam selalu diikuti oleh yang dangkal, setelah kerja keras, akan ada
kemudahan

Kata-kata bijak dalam bahasa Aceh ini menunjukkan bahwa terdapat nilai-
nilai yang mendukung ketahanan dan kemandirian diantara orang Aceh yang
membentuk kapital sosial. Kata-kata ini memampukan orang Aceh dalam
menghadapi konflik dan bencana Tsunami.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
78

2.10. Norma dan Pengendalian Sosial


Norma yang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat gampong di Aceh
banyak dipengaruhi oleh adat dan agama Islam, seperti yang diungkapkan dalam
pepatah Aceh: hukom ngon adat lagee zat ngon sipheut, yang artinya hukum
Islam dengan adat seperti zat dengan sifat yang tidak terpisahkan. Norma tersebut
diwariskan secara turu- emurun melalui kebiasaan dan adat-istiadat gampong yang
dikenal dengan istilah reusam. Seperti pepatah yang berbunyi : Boh ara iri, ie
paseung surot, tadeuh di nanggro gob, ban nyang reusam meunan ta turot, yang
artinya buah ara iri, air pasang surut, bila kita berdiam di negeri orang, bagaimana
reusam begitulah harus dituruti (Polem, 1988:105).
Reusam yang dipraktikkan dan diwariskan secara turun-temurun ini,
bertujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat yang diwarnai dengan adanya
kebutuhan dan aspirasi yang berbeda-beda antara individu, antara individu dengan
kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok dan sebagainya. Sehingga
reusam ini juga berfungsi untuk pengendalian sosial agar fungsi masing-masing
pribadi maupun kelompok dalam masyarakat dapat berjalan untuk mencapai
tujuannya. Reusam ini dipraktikkan dan diwariskan dalam kehidupan anggota-
anggota melalui lembaga-lembaga sosial yang ada di Aceh antara lain lembaga
keluarga dan kekerabatan, lembaga ekonomi (panglima laot), lembaga agama
(meunasah/masjid), lembaga pemerintahan/adat gampong (keuchik, tuha peut).
Sistem pengendalian sosial yang menjadi kebiasaan masyarakat gampong
antara lain pertama, melalui pendidikan formal maupun non formal untuk
menanamkan keyakinan sesuatu yang dianggap berharga untuk kelangsungan
hidup. Upaya menanamkan keyakinan ini dilakukan melalui dongeng, cerita
rakyat, dan pepatah, yang disampaikan melalui pertemuan lembaga formal dan
informal yang ada. Kedua, dengan memberikan imbalan agar anggota masyarakat
melakukan reusam yang ada. Imbalan yang diberikan biasanya antara lain, berupa
penghargaan atau kedudukan sosial tertentu; selain itu juga berupa imbalan akan
mendapat pahala dari Tuhan baik selama di dunia maupun akhirat dan rezekinya
akan mudah. Ketiga, menimbulkan rasa malu lewat gunjingan (gossip), yang
biasanya dilakukan di meunasah, kedai kopi dan lewat pertemuan lainnya.
Keempat, dengan mengembangkan rasa takut dan jera karena diberikan sanksi

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
79

atau hukuman yang akan diterima bagi orang yang tidak melakukan atau
melanggar reusam yang berlaku. Biasanya sanksi yang diperoleh diperkuat
dengan kepercayaan atau agama, karena tidak hanya mendapatkan hukuman di
dunia tetapi juga akan menerima hukuman di neraka setelah meninggal. Sanksi
yang diberlakukan antara lain berupa pengucilan, denda dan diusir dari lembaga
sosial yang ada bahkan dari gampong (Melalatoa, 1980). Pengendalian sosial
dalam masyarakat ini diperkuat dengan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2000.

Gambar 2.7. Kapital Sosial Desa Lampulo

Institusi Mukim - Camat

Institusi Gampong

Tetangga -lorong - teman

Kerabat - kawom

Keluarga Inti
Keuchik - Keplor

Ulama - teungku

E
Panglima Laot

Tuha - peut

Gambar 2.7 menunjukkan bahwa anggota masyarakat Lampulo berada


dalam jaringan struktur sosial keluarga, kerabat, ketetanggaan dalam lorong,
lembaga lorong dan gampong. Struktur sosial keluarga, kerabat dan gampong
merupakan ikatan dekat dalam kehidupan seseorang (bonding social capital).

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
80

2.11. Kapital Sosial Lampulo


Berdasarkan analisis Woolcock (2000), kapital sosial terbagi dalam tiga3
kategori. Pertama, bonding social capital, ikatan dalam anggota keluarga,
tetangga, sahabat dekat dalam masyarakat Aceh masih cukup kuat terutama di
tingkat dusun (lorong). Pada awal tanggap darurat bencana keluarga, kekerabatan,
tetangga dan sahabat dekat masih menjadi rujukan untuk mendapatkan bantuan
dan mampu menyediakan dukungan bagi para korban yang selamat dari bencana.
Dukungan yang diperoleh oleh para korban yang selamat bersumber pada norma
ketahanan masyarakat Aceh dalam menghadapi konflik dan musibah, antara lain:
(1) tradisi dan struktur pengalaman perantauan, (2) sikap tawakal. (3) saudara
seperjuangan/senasib.
Jaringan keluarga, kekerabatan, tetangga dan sahabat dekat ini dipelihara
melalui reusam (kebiasaan) gampong dan sillaturahim yang terjadi selama
anggota masyarakat mempraktikkan kebiasaan tersebut. Nilai dan norma yang
terkandung dalam kebiasaan yang dipraktikkan dan diwariskan dalam kehidupan
anggota-anggota masyarakat melalui lembaga-lembaga sosial yang ada di tingkat
gampong antara lain lembaga keluarga dan kekerabatan, lembaga ekonomi
(panglima laot), lembaga agama (meunasah/masjid), lembaga pemerintahan dan
adat gampong (keuchik, tuha peut).
Pengendalian sosial yang dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat antara
lain melalui penanaman keyakinan dalam bentuk dongeng, cerita rakyat, dan
pepatah. Hal-hal itu disampaikan dalam pertemuan lembaga formal dan informal
yang ada. Pengendalian sosial juga dilakukan melalui pemberian imbalan atau
penghargaan. Selain itu, pengendalian sosial juga dapat dilakukan dengan upaya
menimbulkan rasa malu melalui pergunjingan dan menimbulkan rasa takut serta
jera melalui sanksi atau hukuman yang diberikan.
Hal ini bisa terjadi karena kuatnya nilai-nilai adat yang didasari agama
Islam, yang telah dibangun dan sejak zaman kesultanan yang telah menjadi
identitas masyarakat Aceh, seperti hasil studi yang dilakukan oleh Bank Dunia
pada masa pascabencana tsunami dan reintegrasi GAM tahun 200511. Hasil survai

11
BRR and International Partners (2005), hal 45 and World Bank (2006b), hal 23.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
81

yang dilakukan oleh Program Pengembangan Kecamatan (P2K) tahun 200612,


menunjukkan bahwa kapital sosial (kohesi sosial, inklusi, partisipasi dalam
pembuatan keputusan, kepercayaan dan solidaritas) dalam masyarakat Aceh relatif
masih kuat. Studi ini juga menunjukkan bahwa lembaga adat masih mempunyai
peran penting dalam pengambilan keputusan di kalangan masyarakat Aceh.
Nilai, norma, dan sistem pengendalian sosial yang diwujudkan dalam
reusam gampong dipertahankan sebagai identitas gampong. Di dalam gampong
selalu ada orang-orang yang menganggap diri orang-orang yang mula-mula
membuka gampong atau penduduk asli, yang mendapatkan kedudukan tertentu
dalam masyarakat. Di gampong Lampulo warga yang menganggap penduduk asli
adalah penduduk di lorong satu dan tiga. Mereka pada umumnya bekerja sebagai
nelayan atau bekerja di sektor informal lainnya, dan mempunyai tingkat
pendidikan relatif rendah jika dibandingkan dengan penduduk yang dianggap
pendatang di lorong dua dan empat yang pada umumnya berpendidikan tinggi,
pegawai dan secara ekonomi relatif mapan. Perbedaan tersebut menimbulkan
ungkapan buya krung teudongdong, buya tamong meuraseuki (penduduk asli
melihat saja, sedangkan pendatang mendapat rejeki). Ungkapan ini menunjukkan
kekuatiran dan kecemburuan orang-orang yang menganggap sebagai penduduk
asli terhadap pengaruh para pendatang.
Namun demikian bonding capital yang ada hanya berguna untuk tindakan
kolektif yang berkaitan dengan kegiatan adat dan agama, namun untuk kegiatan-
kegiatan ekonomi dan kegiatan sosial lainya, mereka cenderung bertindak sendiri-
sendiri. Ada sebagian individu seperti mantan anggota GAM ataupun yang lebih
jeli melihat kesempatan, sering kali menggunakan kekuatan bonding capital
social masyarakat Aceh yang masih kuat untuk kepentingan mereka sendiri
sebagai free rider, bukan untuk kesejahteraan bersama komunitas mereka.
Konflik yang terjadi selama bertahun-tahun di Aceh, dan pendekatan
kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat/TNI menyebabkan mobilisasi isu
penguatan identitas keacehan. Penguatan identitas keacehan ini dapat dipandang
sebagai penguatan bonding social capital. Di sisi lain, isu ketidakadilan ekonomi

12
Anonimus, 2006, Village Survey In Aceh : An Assessment Of Village Infrastructure And Sosial
Conditions, The Kecamatan Development Program

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
82

yang menjadi dasar pemberontakan GAM mengakibatkan menguatnya sentimen


negatif dan permusuhan terhadap etnis-etnis yang lain atau yang mempunyai latar
belakang agama yang berbeda. Penguatan sentimen negatif ini dapat dianggap
sebagai ancaman terhadap kekuatan bonding capital social yang ada.
Isu perbedaan ini bukan hanya antara orang Aceh dengan bukan Aceh,
namun juga ada di antara orang Aceh sendiri: antara orang asli dan pendatang dari
luar gampong. Hal ini menunjukkan bonding social capital masyarakat Aceh
hanya ada di tingkat kerabat dan dusun saja dan kekuatan ini diperkuat bila
menghadapi persaingan atau permusuhan dengan kelompok di luar desa, atau luar
Aceh.
Beberapa variabel yang menonjol dalam relasi sosial di Aceh yang terjadi
sejak zaman kesultanan hingga masa sebelum bencana yang seringkali diwarnai
dengan konflik dan tindak kekerasan, pada umumnya karena permasalahan
praktik keagamaan dalam masyarakat, ketidakadilan ekonomi, perebutan
pengaruh dan agenda politik dan penyelesaian konflik yang tidak pernah tuntas.
Konflik dan tindak kekerasan yang terjadi ini pada satu sisi dapat memperkuat
bonding social capital, namun pada sisi lain memunculkan kekecewaan,
kecurigaan, ketidakpercayaan terhadap pihak lain dan sikap egoistis untuk
bertahan hidup.
Apalagi dalam masa konflik, sistem pengendalian sosial yang sudah
menjadi kebiasaan dan dipraktikkan melalui lembaga-lembaga sosial tidak mampu
secara efektif mencegah dan menyelesaikan konflik serta tindakan kekerasan
yang terjadi. Akibatnya, dalam masa konflik telah timbul suatu kondisi seperti
tidak ada atau pengabaian nilai, norma dan pengendalian sosial. Pada kondisi
seperti ini, berlaku hukum bahwa orang-orang yang kuat dan cerdik lah yang
dapat bertahan hidup. Dengan kata lain, lembaga-lembaga sosial hanya
menjalankan kebiasaan yang sudah ada tanpa mempunyai kemampuan lagi untuk
pengendalian sosial.
Kondisi tersebut dapat menjadi lebih parah akibat bencana. Pada pasca
bencana tentu akan bermunculan naluri anggota masyarakat untuk bertahan hidup
dan memperkuat dirinya sendiri. Di sisi lain, kondisi nilai, norma, dan sistem
pengendalian sosial sudah tidak efektif mengatur kehidupan anggota masyarakat.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
83

Hal ini menjadi kekuatiran banyak pihak mengenai banyak pihak seperti yang
ditunjukkan dalam studi problematika kebudayaan di Aceh (Tripa, 2006). Kondisi
tersebut dapat menjadi lebih parah lagi bila memperoleh pola penanganan pasca
bencana yang kurang tepat. Pola penanganan pascabencana akan dibahas di bab
tiga.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
79

Tabel 2.3. Analisis Kapital Sosial yang Ada (Bonding) di Gampong Lampulo

Aspek kapital sosial Kepala Lorong/Dusun Keuchik/Kepala Meunasah Panglima Laot Kekerabatan
Gampong
Kebutuhan Menjadi wakil keuchik di tingkat Administratif – adat yang Keagamaan – kegiatan yang Ekonomi – kegiatan yang Kegiatan yang berkaitan
lorong, untuk masalah berhubungan dengan kegiatan siklus berhubungan dengan siklus berhubungan dengan mata dengan siklus kehidupan
administratif dan kegiatan adat kehidupan, pengendalian social kehidupan, pengendalian pencaharian sbg nelayan
di tingkat lorong sosial
Proses pemilihan Diplih secara langsung oleh Dipilih secara langsung oleh semua Pimpinan Meunasah/masjid Sebelum kemerdekaan, Melalui keturunan dan
warga lorong untuk periode 6 warga desa untuk periode 6 tahun. diplih dengan cara panglima laot berdasarkan perkawinan
tahun.. Setelah tsunami semua 3 Keuchik yang ada sekarang sudah 30 musyawarah tokoh-tokoh keturunan. Namun sekarang
dari kepala lorong meninggal, tahun lebih sebagai pegawai di desa dipilih secara langsung dari
sehingga sementara ditunjuk pemerintahan desa antara pawang senior yang
oleh keuchik dianggap cakap memimpin
untuk periode 5 tahun
Informasi dan Proses komunikasi yang terjadi Pertemuan secara pribadi Pertemuan secara pribadi Pertemuan secara pribadi Silaturahim, Informasi dan
lewat jalur komunikasi informal Pertemuan rutin dan bila dibutuhkan Pertemuan rutin dan bila Pertemuan bila dibutuhkan komunikasi dalam pertemuan
komunikasi ketetanggaan, karena keplor Informasi lewat media (langsung dibutuhkan (waktu sholat dan Informasi lewat pawing, muge keluarga, dan kegiatan yang
tinggal dalam lorong yang sama. keplor) maupun tulisan perayaan hari besar agama) dsb, lewat tulisan berhubungan dengan siklus
Dan lewat kegiatan-kegiatan di Informasi lewat media hidup keluarga, pertemuan
lorong. informal
Kepercayaan & Harapan
Alasan saling percaya Mengenal dari dekat, karena Terpenuhinya kebutuhan administratif Terpenuhinya kebutuhan Terpenuhinya kebutuhan bidang Terpenuhinya kebutuhan
tinggal di lorong yang sama dan adat, nilai, aturan adat bidang keagamaan, Nilai, ekonomi, Nilai, aturan adat laot keluarga, nilai, aturan kerabat
aturan agama
Cara saling percaya Menghormati, mempercayakan Menjalankan nilai, aturan adat yang Menjalankan nilai, aturan Menjalankan nilai, aturan adat Menjalankan nilai, aturan
aspirasinya utk dipenuhi berlaku agama yang berlaku laot yang berlaku adat keluarga yang berlaku.
Indikator tidak percaya Berbicara mengenai Kekecewaan diantara warga yang Belum nampak kekecewaan Kecewa demonstrasi, mengganti Kecewa dan tidak datang
ketidakpuasannya di belakang dikemukakan lewat lisan dan warga pada pemimpin agama pada acara keluarga
kepala lorong demonstrasi, karena kasus kecurigaan
korupsi
Pola hubungan
Status dan peran Tetangga, pemimpin formal dan Rakyat – penguasa- pemimpin adapt Umat – pemimpin umat Nelayan, pekerja, pawang toke Keluarga batih (wareh) ,
informal bangku, muge , pemilik keluarga besar (kawom)
boat/jarring/modal , panglima
laot
Jaringan
Jaringan antar individu Hubungan langsung antar Antar tetangga lorong (terutama lr 1 Antar individu yang terlibat Antar individu yang saling Antar individu dalam
tetangga dan 3 yang menganggap penduduk alam kegiatan keagamaan. berkaitan dengan mata keluarga batih dan keluarga

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
80

asli) dan gampong, antar individu pencaharian sebagai nelayan besar (wali, karong)
yang mempunyai mata pencaharian
saling berkaitan, antar individu terlibat
dalam kegiatan adat
Jaringan individu dg Individu dengan keplor Individu dengan keplor, keuchik, tuha Individu dengan Imeum Individu, muge, toke, panglima Institusi gampong
peut menasah, imeum masjid, mpu laot, ASPII, Dinas perikanan,
institusi TNI-Polri-GAM
Jaringan antar institusi Lorong dengan gampong, keplor Institusi gampong horizontal Meunasah, masjid, majelis Institusi gampong, panglima laot Institusi gampong
dengan imeum meunasah dan (meunasah, tuhapeut, panglima laot permusyawaran ulama (mpu) kota, provinsi, dinas perikanan,
lembaga gampong lainnya dsb) TNI-Polri
Institusi vertikal (mukim, camat, kota
madia, provinsi, pusat)
Norma – reusam
Hak Diterima dan dihargai Diterima dan dihargai Diterima dan dihargai Melakukan kegiatan pencarian Mendapatkan bantuan
Mendapat bantuan bila Mendapat bantuan bila memerlukan mendapatkan bantuan bila ikan dan menjual di tempat kerabatnya bila memerlukan
memerlukan memerlukan pelelangan ikan
Kewajiban Tidak melakukan kegiatan yang Tidak melakukan kegiatan yang Mengikuti kegiatan-kegiatan Larangan melaut pada hari Memberikan bantuan kepada
bertentangan dengan kebiasaan bertentangan dengan kebiasaan keagamaan Jum‟at dan hari besar lainnya kerabat lain bila dibutuhkan
masyarakat masyarakat Memberikan sumbangan Memberikan sumbangan harta,
Ikut berpartisipasi dalam Ikut berpartisipasi dalam kegiatan materi dan materi tenaga pada kegiatan tertentu.
kegiatan adat/kemasyarakatan adat/kemasyarakatan
Memberikan sumbangan materi Memberikan sumbangan materi dan
dan non materi non materi
Sanksi 13 Didenda Didenda Tidak mendapatkan bantuan Menahan perahu dan alat Tidak mendapat bantuan dari
Diasingkan Diasingkan bila memerlukan tangkap selama tiga hari, hasil kerabatnya bila membutuhkan
Tidak mendapatkan bantuan bila Tidak mendapatkan bantuan bila Diasingkan tangkapannya disita Diasingkan
memerlukan memerlukan
Sumber : Diolah dari hasil wawancara dan diskusi

13
Sesuai dengan pasal 19 no 7 tahun 2000, sanksi untuk menyelesaikan perselisihan di tingkat gampong, menyebutkan penyelesaian perselisihan dapat digunakan:
a. Memberikan nasehat
b. Memberikan peringatan
c. Meminta maaf kepada publik, di meunasah atau mesjid, yang diikuti upacara peusijuk
(pengampunan)
d. Pengampunan
e. Memberikan ganti-Rugi
f. Diasingkan sebagai anggota masyarakat gampong
g. Diusir dari gampong masyarakat
h. Revokation adat sebutan/judul
i. Dan lain format menghukum sejalan dengan adat istiadat setempat

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
81

Gambar 2.8. Peta Pemukiman Gampong Lampulo

Lorong dua

Lorong tiga

Lorong empat
Kantor Desa
Lorong satu

Sumber : Pemetaan KP4D & BRR

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
82

Gambar 2.9. Peta Pemukiman Lorong satu

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
83

Gambar 2.10. Peta Pemukiman Lorong Dua

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
84

Gambar 2.11. Peta Pemukiman Lorong Tiga

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
85

Gambar 2.12.Peta Pemukiman Lorong Empat

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
BAB III
KAPITAL SOSIAL ORGANISASI
LUAR LAMPULO

3.1. Tanggap Darurat Bencana


Bencana Tsunami yang terjadi pada 24 Desember 2004, telah
mengakibatkan terjadinya kerusakan fisik dan non fisik. Begitu banyak korban
manusia yang meninggal. Bagi para korban yang selamat dari bencana, tidak
hanya kehilangan harta dan benda yang bersifat fisik, namun mereka juga
kehilangan harta non fisik seperti, anggota keluarga, tetangga dan sistem sosial
lain yang berharga dalam memberikan dukungan kehidupan. Harta fisik dan non
fisik sangat berharga, karena mampu memberikan dukungan kehidupan sebelum
bencana gempa tsunami datang. Hilang dan rusaknya harta fisik dan non fisik,
mengakibatkan mereka harus mencari dan menemukan kembali dukungan agar
mampu bertahan hidup menghadapi situasi yang baru. Beberapa waktu setelah
bencana gempa dan tsunami berlalu, ketika trauma akibat peristiwa yang dialami
mulai reda, secara bertahap mulai kembali ke gampong dan rumah untuk
mencari-cari anggota keluarga, tetangga, sisa-sisa harta benda, dan apapun yang
masih ada. Selama beberapa waktu saling berkomunikasi dengan saudara,
tetangga, atau kenalan untuk mencari, dan menemukan anggota keluarga yang
selamat dan yang hilang.
Tidak sedikit yang hanya menemukan sisa-sisa puing-puing reruntuhan,
kerusakan, dan orang-orang yang sudah meninggal. Tidak ada satupun anggota
keluarga yang masih hidup. Selanjutnya berusaha mencari bantuan ke gampong
atau daerah lain. Proses pencarian bisa berlangsung berhari-hari, minggu, bulan
bahkan bertahun-tahun. Selain mengalami trauma akibat bencana, juga mengalami
berbagai kehilangan yang membuat lebih menderita fisik dan mental.
Sebelum datang berbagai bantuan dari luar, pada umumnya berusaha
bertahan hidup dengan mengandalkan apapun yang masih tersisa. Saat
menemukan orang lain yang selamat dan bantuan dari luar, kembali mendapatkan
semangat baru untuk bertahan hidup. Menemukan dan memulihkan kembali harta

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
87

benda fisik dan non fisik. Beberapa narasumber yang selamat1 dari bencana
tsunami menuturkan bahwa, bahwa setelah mendapati diri mereka masih selamat,
mulai mencari anggota keluarga yang lain. Berikut pengalaman dari seorang
korban yang selamat dari bencana tsunami :
Pada saat itu saya sedang minum kopi di Peunayong; tiba-tiba
terjadi gempa keras dan diikuti gempa susulan beberapa kali,
sehingga semua orang yang di kedai kopi berlarian keluar.
Setelah kejadian gempa tersebut saya pergi ke toko untuk
membeli roti dan pulang ke rumah. Sebagai keuchik saya
menyempatkan diri untuk berkeliling gampong dan berbicara
dengan beberapa warga mengenai kejadian gempa dan
kerusakan-kerusakan yang terjadi. Ketika sedang berbicara
dengan warga tiba-tiba ada teriakan adanya gelombang pasang
air laut, sehingga semua orang berlarian pergi ke rumah
masing-masing untuk menyelamatkan diri dengan mengajak
anggota keluarga mereka. Saya sendiri pada waktu itu setelah
pulang ke rumah mengajak istri, anak dan cucu untuk pergi ke
rumah mamak di Kampung Mulia, mengajak mereka
menyelamatkan diri dengan naik mobil. Namun malangnya
sebelum pergi, kami semua terkena gelombang tsunami,
sehingga saya hanyut terkena gelombang sampai tersangkut
pada sebuah rumah yang sudah hancur dindingnya. Namun
karena kuatnya gelombang tsunami, saya hanyut kembali. Pada
saat hanyut kembali saya dapat berpegangan pada batang
kelapa, sehingga masih dapat bernafas, sampai tersangkut pada
kuda-kuda suatu rumah, sampai air surut kembali. Namun
belum sempat saya dapat turun dari pegangan saya di kuda-
kuda, tiba-tiba datang lagi gelombang besar untuk kedua
kalinya, namun saya mampu berpegangan pada kuda-kuda
dimana saya berada sampai air surut kembali. Setelah air
kembali surut saya tidak mampu turun dari kuda-kuda itu,
karena saya merasakan kaki saya lumpuh2. Pada waktu masih
di atas kuda-kuda, saya diketemukan oleh cucu saya, yang
membantu saya untuk turun dan membawa saya ke depan
gedung DPRD Banda Aceh, dan selanjutnya membawa saya ke
tempat adik saya yang pegawai PLN di Lambaro. Kami tidak
berani kembali ke gampong karena merasa tidak aman. Pada
waktu berada di tempat adik saya, muncul isu yang menyatakan
bahwa air naik lagi, sehingga saya melarikan diri lagi ke Blang

1
Orang-orang yang selamat pada umumnya mereka yang pada saat terjadinya gempa dan tsunami
sedang berada di laut dan tidak kembali ke daratan, orang-orang yang berhasil menyelamatkan diri
menjauhi pantai dan orang yang hanyut karena gelombang tsunami namun dapat selamat atau
terselematkan. Gelombang tsunami terjadi dua kali dengan selang waktu 1 menit.
2
10 hari setelah tsunami ketika berobat ke sebuah NGO dari Jepang di Ketapang, dinyatakan
bahwa kelumpuhan dari geuchik pada waktu itu karena mengalami trauma yang berat, sehingga
tidak mampu berjalan.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
88

Bintang3. Di tempat pengungsian tersebut saya bertemu dengan


kawan dan warga Lampulo lain, saya mencari informasi
keberadaan anggota keluarga, Namun saya tidak mendapatkan
informasi.4 Setelah 1 hari dan dirasa aman, saya kembali lagi
tinggal di tempat adik di Lambaro. Selama berada di tempat
adik saya, saya banyak mendapatkan bantuan dari mereka.
Setelah berada di tempat adik selama 1 minggu, saya
mendapatkan bantuan uang sebanyak 20 juta dari anak saya di
Jakarta, yang saya pergunakan untuk membangun rumah
sementara di dekat rumah adik. Setelah kondisi fisik dan
mental saya mulai kembali sehat, 10 hari setelah tsunami saya
mulai kembali masuk kantor, namun karena kantor desa
mengalami kehancuran, saya berkantor di kecamatan Kuta
Alam untuk membantu korban tsunami yang memerlukan
bantuan. Setelah di kantor kecamatan selama seminggu, saya
diminta untuk kembali berkantor di Lampulo, supaya lebih
memberikan pelayanan bagi warga yang membutuhkan.
(Wawancara : Keuchik Yusuf Zakaria)5

Mengacu pada informasi yang disampaikan narasumber diatas, menunjukkan


bahwa bencana merupakan pengalaman. Meski peristiwanya sudah berlangsung
lama, namun dampaknya terhadap faktor kejiwaan masih membekas.
Mempengaruh kualitas sumber daya seseorang. Komunikasi antara korban yang
selamat dari bencana dalam suatu keluarga, tetangga satu gampong dan orang-
orang yang dikenal, memberikan dukungan bertahan hidup. Menunjukkan peran
yang besar dari keluarga dan kerabat dalam membantu korban yang selamat untuk
bertahan hidup dan melangsungkan kehidupan, khususnya pada waktu bencana
dan sesudah terjadinya bencana. Pengalaman yang sama juga diungkapkan oleh
narasumber lain6 yang mendapatkan bantuan dari keluarga dan kerabat mereka.
Bahkan berdasarkan pengalaman warga di lorong tiga, dukungan keluarga dan
kerabat dari salah satu korban yang selamat, mampu menjadi alternatif dukungan.
Tidak hanya bagi anggota keluarga tertentu saja, namun juga dapat menjadi

3
Blang Bintang merupakan lokasi lapangan terbang yang berjarak + 20 km dari gampong
Lampulo, dimana kebanyakan pengungsi melarikan diri, karena daerah tersebut dianggap aman.
4
Narasumber menceritakan pengalaman tersebut dengan mencucurkan air mata, teringat
pengalaman dramatis yang akhirnya menewaskan istri, anak dan cucunya.
5
Wawancara, Maret 2008. Keuchik Lampulo ini pernah diundang oleh Presiden Megawati ke
istana Negara, karena pernah mendapatkan predikat kepala desa teladan dari Nangroe Aceh
Darusalam; dan telah mengabdikan diri sebagai perangkat desa lebih dari 30 tahun.
6
Informasi yang senada juga disampaikan oleh Sabar, Furqan dan beberapa korban lain yang
selamat.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
89

alternatif bagi tetangga dan seluruh anggota lorong tiga yang selamat. Seperti
pengalaman yang dikemukakan oleh Pawang Anwar di bawah ini :
Pada waktu terjadi gempa dan tsunami, saya masih di laut dengan
anak buah kapal lainnya sedang mencari ikan, saya mendengar
adanya dentuman keras sebanyak 2 kali. Bagi saya yang sudah
terbiasa tinggal di daerah konflik dentuman itu merupakan hal
yang biasa, karena seringnya terjadi kontak senjata di sekitar
gampong. Namun beberapa saat setelah dentuman ini, saya
merasakan adanya gelombang yang besar yang mengarah ke
daratan. Berdasarkan naluri saya sebagai pawang, supaya selamat
saya harus mengarahkan kapal menuju tengah laut, agar kapal
dan beserta isinya tidak dihantam ke daratan. Setelah gelombang
mulai berkurang, mulai mengarahkan kapal menuju daratan
untuk melihat sedang terjadi apa di darat. Sepanjang menuju ke
daratan saya melihat banyak mayat dan puing-puing terombang-
ambing di tengah laut, selain itu saya sempat menyelamatkan
beberapa orang yang masih hidup di tengah laut. Melihat
keadaan tersebut, saya mulai bergegas pulang untuk melihat
apakah yang sedang terjadi dengan anggota keluarga saya di
gampong. Sesampainya di gampong, saya mendapati gampong
berantakan dan tidak keruan, banyak mayat dan puing-puing.
Saya berusaha mencari-cari anggota keluarga yang mungkin
masih selamat diantara mayat yang ada, dan mencari informasi
ke kenalan yang telah mengungsi di Beurawe, namun tidak
ketemu dengan mereka. Akhirnya saya pergi ke mertua saya di
Lam Permai (Ulee Kareng), dan mendapati mereka sudah di
sana, kecuali 3 orang anak dan cucu saya yang menjadi korban
tsunami. Kami sekeluarga sementara tinggal di tempat mertua
dan mendapatkan bantuan dari mereka. Beberapa orang warga
dari lorong tiga, mendapatkan informasi bahwa kami selamat dan
aman tinggal di Lam Permai, oleh karena itu mereka minta
persetujuan agar diijinkan mengungsi juga di tempat tersebut.
Setelah mendengar permintaan mereka, saya mulai berbicara
dengan tokoh-tokoh setempat agar mengijinkan warga dari
lorong tiga Lampulo untuk mengungsi di Lam Permai. Setelah
mendapat persetujuan dan tempat yang akan dijadikan tempat
pengungsian, maka lebih dari 150 orang warga lorong tiga yang
selamat mengungsi di Lam Permai. Para pengungsi ini
mendapatkan bantuan dari warga setempat selama 2 hari,
sebelum datangnya bantuan dari luar gampong tersebut. Setelah 2
hari mulai banyak orang dan lembaga yang mengetahui tempat
pengungsian tersebut, dan datang untuk memberikan bantuan.
Mereka tinggal di Lam Permai kurang lebih selama 2 bulan,
sebelum di pindahkan ke barak Bakoy. (Wawancara, Pawang
Anwar, Maret 2008)

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
90

Pengalaman ke dua orang di atas dan beberapa narasumber lain


menunjukkan besarnya peran keluarga, kerabat dan ikatan tetangga satu lorong
(ceedara lingka) dan gampong (bonding social capital) dalam memberikan
dukungan pada korban menghadapi bencana terutama beberapa hari pada tahapan
gawat darurat. Namun karena besarnya skala bencana dan kerusakan yang
ditimbulkan, dukungan bonding social capital ini tidak memadai sebagai
dukungan kehidupan dalam jangka waktu lama. Hubungan dengan pihak lain
mulai dikembangkan untuk memperoleh dukungan dan bantuan. Karena dari pola
hubungan yang ada sebelum bencana sudah tidak mampu lagi memberikan
dukungan kehidupan. Tidak hanya dengan keluarga dan orang-orang berasal dari
segampong, namun dengan orang-orang dari lain daerah, bahkan dari berbagai
negara yang datang, dan pihak-pihak lain yang belum mereka kenal sebelumnya.
Disaat kapital fisik dan kapital manusia sudah tidak memberikan
dukungan, mereka mencari dan mengembangkan kapital sosial yang dapat
memberikan dukungan kehidupan. Kapital sosial ini berkaitan dengan hubungan
sosial dengan keluarga, tetangga dan orang-orang atau kelompok yang sudah
berhubungan dekat (bonding social capital) maupun dengan orang-orang atau
kelompok yang belum mereka kenal dekat maupun yang tidak dikenal sama sekali
(bridging dan linking social capital).
Mereka mulai berkumpul dan membentuk posko, yang akan menjadi
pengantara antara korban bencana dengan pihak luar yang akan memberikan
bantuan. Bagi korban yang tidak mendapatkan dukungan dari keluarga dan
kerabat, umumnya mereka mengungsi ke tempat-tempat umum seperti masjid,
sekolah, dan tempat pertemuan umum.
Setelah tsunami saya mengungsi di rumah adik mamak, dan saya
mendapatkan bantuan dari mereka. Setelah dua minggu saya
kembali ke gampong, dan mendapati kehancuran dan puing-puing
di seluruh tempat. Dan saya mendapatkan informasi bahwa Pak
Keuchik sudah mulai berkantor di kecamatan, maka saya pergi ke
kecamatan untuk melaporkan diri dan mencari kemungkinan
mendapatkan bantuan. Setelah ketemu dengan Pak Keuchik saya
diminta untuk menginformasikan kepada seluruh warga Lampulo
untuk pulang kembali dan berkumpul di gampong. Selain itu Pak
Keuchik juga meminta saya untuk menjadi koordinator posko yang
akan didirikan di Lampulo. Sebenarnya saya tidak bersedia untuk
menjadi koordinator, namun karena Pak Keuchik mendesak dan

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
91

berhubung belum ada satupun warga Lampulo yang bersedia, maka


akhirnya saya bersedia menjadi coordinator posko. Akhirnya kami
membuka posko pengungsi gampong Lampulo yang berlokasi di
Hotel Rajawali. Kami memutuskan mendirikan posko di depan
Hotel Rajawali karena bangunan hotel itu tidak hancur karena
tsunami dan mendapat injin dari pemilik hotel (Tuha Peut
gampong). Selain itu Pak Keuchik juga memindahkan kantornya
dari kecamatan ke gedung depan Hotel Rajawali yang tidak rusak
(gedung ini juga milik tokoh masyarakat setempat). Setelah posko
dibuka dan Pak Keuchik meminta warga untuk pulang, maka mulai
berdatangan warga Lampulo yang mengungsi di posko tersebut,
hingga jumlah mereka mencapai 220 KK. Melalui posko ini
banyak bantuan dari luar dapat disalurkan kepada korban. Namun
banyak juga yang mengaku sebagai warga Lampulo, namun tidak
tinggal di posko yang meminta bantuan juga. Selain bantuan
makanan, dan kebutuhan kehidupan lain, juga dibuka pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh sebuah NGO dari Jakarta.
(Wawancara, Sabar7, Maret 2008)

Bantuan dari perusahaan skala nasional dan internasional, pribadi, dan


NGO (non government organization) mengalir dalam bentuk makanan dan non
makanan. Bantuan dari berbagai daerah dan negara datang dengan nilai dan misi
kemanusiaan membantu masyarakat korban bencana. Awalnya, pemberian
bantuan dari pihak luar diberikan secara langsung ke korban bencana yang
mengungsi di tempat-tempat pengungsian. Selanjutnya mulai menghubungi
keuchik dan tokoh masyarakat, mengenaisegala sesuatu yang dibutuhkan
masyarakat. Selanjutnya Keuchik mulai membuat rencana dan kebijakan agar
masyarakat pulang kembali ke daerah asal. Keuchik melakukan pendekatan
dengan pemberian beras untuk menarik pulang masyarakat Lampulo. Rencana
Keuchik sejalan dengan keinginan masyarakat. Kepulangan masyarakat kembali
ke Lampulo bisa berjalan dengan lancar. Awalnya beberapa warga Lampulo
berdatangan mengambil bantuan beras di posko yang sudah dibentuk, dan diajak
pulang kembali mengungsi di posko yang sudah disiapkan di Lampulo.
Selanjutnya dengan sistemik menyebar kepada para warga Lampulo yang
tersebar diberbagai pengungsian untuk kembali pulang ke derah sendiri.

7
Sabar sebelum tsunami bekerja sebagai petugas yang diberikan tugas oleh Geuchik Lampulo
untuk menarik uang masuk bagi orang-orang yang akan masuk ke pelabuhan dan tempat
pelelangan ikan Lampulo. Dalam masa konflik menjalankan tugas ini, tidaklah mudah, karena bila
tidak pandai membawa diri dan berkomunikasi dengan berbagai pihak yang terlibat konflik,
bisamenjadi korban tindak kekerasan dan target pembunuhan.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
92

Pendekatan sangat efektif karena Keuchik atas dukungan dan kerja-sama


dengan pihak luar, membuktikan dengan ketersediaan tempat-tempat
penampungan bagi warga yang pulang ke Lampulo. Bantuan bukan saja dalam
bentuk bahan makanan di saat darurat, tetapi juga sudah masuk fase
rekonstruksi yaitu pemberian bantuan bangunan fisik rumah, jalan, selokan, dan
sarana penunjang lain.
Strategi keuchik dengan membangun sistem pemberian hak penuh kepada
kepala lorong yang sebelumnya dilakukan tetap bisa dijalankan. Kepala lorong
masing-masing melakukan kerja-sama dengan pihak luar dalam menilai
kebutuhan warga di masing-masing lorong. Acapkali bantuan yang diberikan
sangat besar, sementara koordinasi antara pihak luar dan pihak lorong juga
kurang berjalan dengan mulus, sehingga sering kali tumpang-tindih
memunculkan pemberian ganda. Berkaitan dengan jenis bantuan yang sama dan
berdasarkan penilaian di waktu yang sama kepada pengungsi. Informasi dari
berbagai pihak yang berbeda tentang kebutuhan bantuan terhadap suatu desa,
diterima oleh para pihak luar pemberi bantuan pada saat bersamaan. Sehingga
bentuk bantuan yang sama diterima pada saat bersamaan. Terjadilah pemberian
ganda dan penumpukan barang bantuan.
Peningkatan sumber-sumber kebutuhan masyarakat dalam bentuk kapital
yang dibutuhkan masyarakat, menjadikan jaringan Keuchik dan kepala lorong
semakin luas. Selanjutnya norma yang tertanam untuk saling berbagi dengan
yang lain tidak lagi bisa berjalan, karena masing-masing mulai mencari jalan
sendiri-sendiri untuk mendapatkan bantuan. Akan tetapi banyak yang tidak
mampu melakukan pendekatan kepada pihak yang memberikan bantuan. Hanya
bisa menunggu apa yang bisa diterima. Gotong-royong dan kebersamaan
membangun lorong dan desa tidak lagi tampak. Karena di satu sisi warga masih
trauma, dan di sisi lain muncul pemikiran untuk kepentingan diri sendiri.
Kepercayaan warga kepada pihak-pihak luar yang membantu sangat
tinggi, karena dari bantuan pihak luar menjadikan masyarakat dapat bertahan
hidup. Menjadikan warga Lampulo memiliki kecenderungan kepada pihak luar
daripada kepada pihak pemerintah.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
93

Posko yang ada pada awalnya hanya ada di satu tempat. Seiring dengan
bertambahnya warga yang tinggal, dan untuk mempermudah penyaluran
bantuan dibentuk koordinator posko untuk setiap lorong. Koordinator posko di
setiap lorong tidak ditunjuk langsung oleh Keuchik, akan tetapi oleh anggota
warga dari lorong yang bersangkutan. Lorong satu, membentuk empat unit :
tanjung, beringin, kamboja, tuan dipulo. Adapun fungsi unit ini adalah untuk
memudahkan penyaluran bantuan-bantuan dari luar, menyalurkan zakat fitrah,
mendata masyarakat yang masih hidup pada masing-masing lorong. Setiap
unitnya ditunjuk seorang koordinator. Koordinator inilah yang menjadi wakil
dari masyarakat yang dibagi dalam unit-unit tertentu. Lembaga kemasyarakatan
yang akan menjalankan programnya untuk membantu masyarakat di desa
Lampulo menyampaikan perijinan melalui keuchik, selanjutnya keuchik
menghubungi setiap kepala lorong.
Gambar 3.1. Jaringan Posko Korban Tsunami
Tahap tanggap darurat

D
B

D1
A1 A2 A3 A4

A11 A12 A13 A14

F F F F F

Keterangan :

A : Koordinator Posko Gampong


A1,2,3,4 : Koordinator Posko Lorong satu,2,3 & 4

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
94

A11, 12, 13,14 :Koordinator unit


F : Penerima bantuan/korban
B : Keuchik
C : Kecamatan
E : Lembaga bantuan pemerintah
D : Lembaga bantuan non pemerintah, kelompok atau pribadi pemberi bantuan.
D1 : Posko layanan pemberi bantuan

Gambar 3.2. Relasi Kapital Sosial


Tahap Tanggap Darurat

Intitusi
Luar Institusi Mukim -
Komunitas Camat
Non
Pemerintah
Keuchik – Posko
Gampong

Posko
Lorong
Kerabat

Keluarga Inti

Intitusi
Luar
Komunitas
Pemerintah

3.2. Kasus Program Aceh Relief


Organisasi Aceh Relief telah membangun sebanyak 91 unit rumah di
Lampulo yang terdapat di lorong tiga. Rumah yang dibangun Aceh Relief
merupakan rumah yang pertama kali selesai dibangun di daerah Lampulo, dan
saat ini sebagian besar telah ditempati warga. Pada saat pertama proses
pembangunan selesai dikerjakan, masyarakat tidak pernah mengeluh dan
menerima apa adanya rumah mereka. Namun belakangan terjadi pengaduan
masyarakat mengenai rumah-rumah tersebut karena berbagai macam

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
95

permasalahan yang timbul, seperti banyaknya rumah yang sudah mulai retak. Hal
ini terjadi setelah Non Goverment Organisation (NGO) lain masuk dan
membangun rumah dengan kualitas, bentuk dan tipe yang lebih baik dari Aceh
Relief. Secara umum masyarakat mengajukan protes setelah ada perbandingan.
Namun demikian masyarakat menerima dengan iklas karena rumah itu adalah
bantuan.
Awalnya Aceh Relief hanya memiliki program pembangunan rumah di
gampong Lhoh, Lampuyang dan Lhapeng yang terletak di kecamatan Pulo Aceh.
Namun untuk pemasokan logistik pembangunan perumahan ke Pulo Aceh harus
melewati pelabuhan di Lampulo. Semula orang-orang di Lampulo khususnya
lorong tiga hanya menjual jasa tenaga kerja untuk membantu mengangkat pasokan
material untuk dibawa ke Pulo Aceh dan jasa pengamanan, karena pada awal
tsunami daerah Lampulo masih merupakan daerah konflik. Perkembangan
berikutnya, warga lorong tiga meminta “jatah” agar Aceh Relief juga
membangun rumah di lorong tersebut. Permintaan tersebut disampaikan oleh
warga melalui melalui “koordinator jasa pengamanan” di daerah tersebut, yang
merupakan mantan anggota Gerakan Aceh Merdeka(GAM). Berdasarkan
permintaan warga dan untuk mendukung program di Pulo Aceh, setelah
dipertimbangkan Aceh Relief memutuskan warga Lampulo akan dibangunkan
rumah sebanyak 50 unit. Merealisasikan keputusan tersebut Aceh Relief
mengangkat “koordinator jasa keamanan” dengan inisial (A), yang berasal dari
daerah tersebut sebagai staf organisasi dan koordinator untuk pasokan material,
serta dua orang warga setempat sebagai staf lapangan.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
96

Gambar 3.3. Pelabuhan sementara yang dibangun Aceh Relief di lr tiga Lampulo

Gambar 3.4 Rumah yang dibangun Aceh Relief di Lr. tiga

Program pembangunan rumah di gampong Lampulo lorong tiga mulai


dikerjakan pada Oktober 2005. Pelaksanaan pertama, beberapa anggota
masyarakat terlibat sebagai staf lapangan. Selain sebagai penerima manfaat,
masyarakat lokal juga memasok material untuk pembuatan rumah. Saat
pembangunan tahap pertama rumah warga lokal meminta hak untuk pembuatan
rumah sebanyak 15 unit, namun tidak selesai dikerjakan. Pada tahap berikutnya
pembangunan rumah langsung dikerjakan sendiri tanpa melibatkan kontraktor,
hanya material saja yang dipasok kontraktor dari Medan sedangkan sebagian lagi
pembelanjaannya dilakukan oleh staf Aceh Relief dari Banda Aceh. Sedangkan
untuk tenaga kerja digunakan tenaga borongan dari Medan.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
97

Perkembangan kasus si A memunculkan kecenderungan yang tidak


diharapkan. Atas nama warga meminta jatah tambahan sebanyak 50 unit rumah
lagi, akan tetapi karena keterbatasan anggaran organisasi Aceh Relief hanya dapat
merealisasikan sebanyak 41 unit rumah saja. Menurut informasi dari yang
bersangkutan ternyata selain mendapatkan gaji dari organisasi, si A juga
mendapatkan keuntungan finansial dari program pembangunan rumah tersebut,
yang sebagian untuk dirinya sendiri dan sebagian dibagikan kepada beberapa
orang yang lain yang terlibat. Selain itu ternyata A juga mendapatkan dana tunai
untuk pembangunan rumahnya. Dia juga mendapatkan dana tunai dari beberapa
organisasi bantuan lain untuk pembangunan rumah. Sehingga si A bisa
membangun rumah yang harganya sekitar 400 juta rupiah. Selain itu si A juga
mendapatkan dana bantuan untuk program livelihood dari beberapa organisasi
lain, juga beberapa bentuk bantuan lain.
Mengacu dari kasus si A, nampaknya dapat memanfaatkan betul posisi
yang bersangkutan untuk mendapatkan keuntungan untuk pribadinya, sebagai free
rider. Namun dalam perspektif warga, si A ini tidak dianggap sebagai free rider,
justru dianggap sebagai figur yang bisa dijadikan contoh, karena mampu
menggunakan kesempatan yang ada untuk mengakumulasi kapital, baik kapital
finansial dan fisik. Bahkan A sekarang ini menjadi salah satu tokoh di Komite
Peralihan Aceh (KPA) yang merupakan wadah untuk menampung mantan GAM,
yang cukup berpengaruh di daerah tersebut.

3.3. Kasus Program Care Internasional


Pasca gempa dan tsunami di Aceh 26 desember 2004, Care Internasional
telah memulai kegiatannya degan program tanggap darurat dengan
mendistribusikan bahan makanan, obatan-obatan pada 300 lebih titik pengungsian
dalam berbagai barak-barak dan tenda yang tersebar di Banda Aceh, Aceh Besar,
Aceh Jaya dan Simeulue. Awal februari 2005, Care mulai mempersiapkan
program yang akan dilakukan setelah program tanggap darurat berakhir. Persiapan
program dilakukan dengan melakukan kajian, masalah, potensi, dan solusi untuk
memulihkan kondisi korban tsunami yang didasarkan pada kebutuhan masyarakat
setempat. Hasil pemetaan tersebut disimpulkan bahwa program pemulihan pasca

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
98

bencana akan dilakukan secara simultan yang mencakup enam (6) aspek yaitu,
penyediaan tempat tinggal bagi korban tsunami, livelihood (pemulihan dan
pengembangan mata pencaharian), Disaster Risk Reduction (Pengurangan Resiko
Bencana), Water and Sanitation (air dan sanitasi), kesehatan dan peningkatan
kapasitas masyarakat.
Dari rekomendasi program tersebut dikembangkanlah program secara
simultan dengan nama program “Beudoh” (bangkit, bangun). Berdasarkan
pengajuan proposal program dan persetujuan donor, maka program Beudoh mulai
diselenggarakan pada bulan Maret 2005. Setelah itu mulai ditentukan penentuan
wilayah program, yang dilanjutkan dengan penandatanganan surat perjanjian
kerjasama antara masyarakat (yang diwakili oleh keuchik)8 dengan pihak Care.
Sesudah penandatangan perjanjian, kemudian mulai dilakukan persiapan-
persiapan program lebih lanjut melalui sosialisasi dan penyelenggaraan penilaian
kebutuhan secara secara partisipatif.
Tujuan sosialisasi adalah memberikan informasi kepada masyarakat
tentang program Care yang akan dilakukan bersama masyarakat. Peserta
sosialisasi adalah tokoh masyarakat, tokoh agama, perwakilan pemerintah desa
dan masyarakat yang akan menerima program tersebut. Sebagian besar
masyarakat saat dilakukan sosialisasi masih tinggal di tenda-tenda pengungsian di
berbagai tempat. Sosialisasi yang difasilitasi oleh staf Care, memunculkan
berbagai pertanyaan warga mengenai kesungguhan care dan program apa saja
yang sekiranya akan diberikan.
Berbagai pertanyaan dan keraguan muncul karena pada waktu itu banyak
tawaran program yang diajukan oleh lembaga-lembaga lain. Apalagi gampong
Lampulo terletak di kota Banda Aceh, yang mempunyai kemudahan bagi
lembaga-lembaga untuk menawarkan dan memberitakan bantuan. Kondisi ini
mengakibatkan persaingan antar lembaga-lembaga pemberi bantuan dalam

8
Menurut hasil wawancara Geuchik Lampulo dan beberapa narasumber, mereka dapat menerima
program ditawarkan oleh Care karena program yang ditawarkan dianggap lebih baik dan lebih
banyak jika dibandingkan dengan yang ditawarkan oleh lembaga lain. Selain itu Care juga
melibatkan warga setempat untuk menjadi staf fasilitator lapangan untuk ikut menjalankan
program tersebut. Sehingga mereka menolak tawaran program bantuan yang diajukan oleh
lembaga lain.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
99

menawarkan programnya dengan menggunakan metode Partisipasipation Rural


Appraisal (PRA)
Penilaian kebutuhan secara partisipatif merupakan metode yang digunakan
untuk melibatkan masyarakat dalam melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi kegiatan program beudoh. Kegiatan ini diikuti oleh semua warga yang
menyempatkan diri hadir, termasuk tokoh masyarakat, tokoh agama, pengurus
pemuda, koordinator barak pengungsian dan perwakilan pemerintahan desa. PRA
dilakukan dalam tiga kali pertemuan, hal ini dilakukan untuk memberikan
kesempatan penerima program untuk mendalami persoalan, potensi dan solusi
yang dihadapi oleh para korban tsunami.
Setelah setahun lebih kegiatan PRA dilakukan di desa Lampulo, ternyata
belum semua program yang dijadikan prioritas telah dilaksanakan. Karena
berdasarkan penyusunan prioritas tanggung jawab pelaksanaan program yang
melibatkan berbagai pihak yang mempunyai program di Lampulo (Pemeritah,
NGO, INGO, BRR). Selain itu Care juga mengalami permasalahan dalam
pendanaan. Komitmen dari lembaga donor yang akan mendukung pendanaan
program tersebut tidak dapat merealisasikan sepenuhnya dana yang diperlukan
untuk menjalankan program Beudoh. Permasalahan lain yang dihadapi adalah
makin meningkatnya biaya operasional dan harga-harga barang yang diperlukan
untuk menjalankan program tersebut, sehingga anggaran yang diperlukan
mengalami pembengkakan.
Oleh karena itu Care melakukan restrukturisasi program beudoh yang
sudah disepakati oleh warga tanpa memberitahu dengan jelas permasalahan
sebenarnya yang terjadi kepada warga. Program beudoh dipecah menjadi lebih
spesifik, tidak menaungi beberapa program di dalamnya, dan masing-masing
berdiri sendiri. Perubahan tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan strategi
dan penyesuaian target program, sehingga hasil sosialisasi dan PRA yang
dilakukan pada awal program perlu diadakan pengkajian ulang. Selanjutnya
PRAdilakukan ulang pada bulan Februari-Maret 2007.

3.3.1. Program Perumahan

Program perumahan Care mencakup rehabilitasi rumah yang rusak,


rekonstruksi rumah yang hancur, dan pembangunan tempat pemukiman yang jauh

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
100

dari pantai bagi mereka yang selamat namun desa tempat tinggalnya hancur total.
Rekonstruksi perumahan dilakukan oleh kelompok informal kecil, dimana para
anggota masyarakat dan staf konstruksi lokal bekerja sama membangun kembali
rumah. Anggota masyarakat ikut serta dalam semua langkah proses rekonstruksi.

Gambar 3.5. Perencanaan komunitas partisipatif yang dilakukan Care


Care mempunyai rencana membangun rumah sebanyak 260 unit di
Lampulo. Melakukan pendekatan dengan tokoh masyarakat (MOU dengan aparat
desa) pada bulan November 2005, sebagai proses persiapan program rumah untuk
mendapatkan data calon penerima rumah. Selanjutnya dalam pengerjaannya Care
tidak melibatkan kontraktor tapi mereka mengerjakan sendiri, melibatkan
kontraktor tenaga kerja/tukang untuk memborong dalam mengerjakan rumah.
Namun harga borongan yang diberikan kepada pihak kontraktor tenaga kerja,
agak minimal. Awalnya hanya senilai sekitar 7 juta, selanjutnya ditingkatkan
menjadi 11 juta. Pada awalnya masyarakat berkesimpulan bahwa rumah yang
dibangun Care International adalah yang paling bagus diantara rumah bantuan
lain. Setelah lama menunggu-nunggu, akhirnya pembangunan rumah oleh Care di
gampong Lampulo mulai dilakukan pada bulan Januari 2006.
Seiring berjalannya waktu mulai banyak keluhan dari warga karena rumah
yang diharapkan warga tidak kunjung selesai. Sampai sekarang, rumah-rumah
yang dijanjikan belum sepenuhnya dibangun. Baru beberapa rumah yang telah
yang selesai dibangun 100%, 75%, 25%, bahkan ada yang masih sebatas
dibangun fondasinya selanjutnya terbengkelai hingga sekarang. Hal ini terjadi
karena banyak tenaga kerja dan tukang yang membangun rumah, tidak sanggup

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
101

meneruskan pekerjaannya karena antara biaya hidup dan harga borongan yang
didapatkan tidak sebanding. Bisa juga terjadi karena para tenaga kerja tersebut
tidak mendapatkan kontrak langsung dari Care, tetapi mereka dipekerjakan oleh
kontraktor yang sudah mengambil keuntungan dari harga yang ditetapkan oleh
Care. Beberapa rumah berhasil diselesaikan oleh tukang, karena orang yang
dibangunkan rumahnya memberikan uang tambahan dan makanan pada para
pekerja, agar rumahnya bisa terselesaikan denga tuntas.
Menurut pihak Care mula-mula yang menjadi kendala adalah kesulitan
dalam memasok material, karena terbatasnya pasokan material bangunan dan
meningkatnya harga-harga material yang diperlukan untuk pembangunan rumah.
Sehingga harga material untuk pembangunan rumah terus meningkat. Pasokan
material yang kurang lancar juga menghambat pekerja untuk dapat bekerja terus
menyelesaikan rumah, meninggalkan pekerjaannya, dan menyelesaikan pekerjaan
mereka asal-asalan. Ditunjang juga dengan kurangnya pengawasan pekerjaan.
Sehingga setelah dilakukan evaluasi ternyata tidak sesuai dengan harapan Care,
selanjutnya untuk sementara perumahan yang akan dibangun Care International
ditunda dahulu sampai waktu yang tidak ditentukan. Menurut Alta Zaini (Keplor
Dua) saat ini Care International hanya melakukan pelunasan ongkos tukang.

“Uang bantuan itu malah habis di jalan, buat gaji orang CARE dari
bawah sampai atas. Tapi pembangunan rumah seperti sengaja ditunda-
tunda. Sedangkan tukang-tukangnya lari, tidak tahan menunggu bahan
lama-lama. Mereka „kan milih cari tempat lain,” (Wawancara, Zaini).

Gambar 3.6. Rumah Care International yang sudah selesai di Lr 1,2,3,4

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
102

Hambatan lain adalah pembangunan rumah yang relative menyebar dalam


berbagai wilayah, tidak berada dalam satu wilayah. Sehingga memunculkan
ketidak efisiensi pada saat proses pembangunan, pengadaan dan pengawasan
bangunan. Beberapa rumah yang sudah selesai dibangun dan ditempati oleh
penghuninya, setelah dievaluasi ternyata kualitasnya tidak memenuhi standar
yang diharapkan, sehingga perlu dibongkar lagi. Selanjutnya Care memutuskan
untuk memindahkan sementara warga tersebut dengan memberikan biaya untuk
kontrak rumah, sementara rumah tersebut diperbaiki. Namun demikian warga
yang sudah terlanjur menempati rumah, sebagian besar tidak mau pindah. Karena
biaya kontrak rumah yang diberikan tidak memadai, juga mereka berpikiran
rumah-rumah yang lain saja belum dibangun juga sampai sekarang. Menurut
Zainuddin (fasilitator Kecamatan BRR), Care International di Lampulo
membangun rumah tanpa koordinasi terlebih dahulu dengan BRR. Setelah timbul
masalah, Care International baru mengadakan koordinasi dengan BRR.

3.3.2. Program livelihood


Hasil PRA ulang untuk program livelihood menunjukkan adanya
permasalahan korban tsunami dalam bidang permodalan, ketrampilan, persaingan,
pemasaran hasil dan belum berfungsinya tambak ikan. Hasil PRA ini
ditindaklanjuti dengan lokakarya desa. Melalui lokakarya desa ditemukan
permasalahan dalam PRA dan yang berkaitan dengan pengembangan ekonomi
korban tsunami.
Memfasilitasi masyarakat dalam pelaksanaan program, Care membentuk
kelompok berdasarkan jenis usaha, dan tempat tinggal dari penerima program.
Kegiatan pertama yang dilakukan dalam pembentukan kelompok adalah
mengundang semua warga desa untuk mengadakan pertemuan warga dengan staf
fasilitator lapangan Care. Pertemuan tersebut membicarakan tentang kelompok,
manfaat kelompok, fungsi kelompok dan kriteria pengurus kelompok. Penjelasan
setiap topik tersebut dilakukan dengan partisipasi peserta dalam memberikan
pendapat tentang setiap topik yang disampaikan berkaitan dengan kelompok.
Setelah peserta mendapat gambaran tentang pentingnya kelompok, barulah
dibentuk kelompok berdasarkan kondisi dari warga gampong Lampulo. Ketika

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
103

kelompok terbentuk, pengurus kelompok dipilih berdasarkan kriteria yang telah


disepakati.
Kelompok yang terbentuk di gampong Lampulo sebanyak 15 kelompok,
dengan keberagaman yang berbeda-beda antara lain :
a. Kelompok yang anggotanya khusus laki-laki, perempuan, dan yang
anggotanya campuran
b. Pengembangan kelompok yang sudah ada, maupun kelompok yang baru
terbentuk.
c. Kelompok yang berdasarkan satu jenis usaha, dan kelompok yang
usahanya beragam.
d. Kelompok yang terbentuk berdasarkan tempat tinggal (dusun atau jalan)
e. Anggota kelompok yang terbentuk berkisar antara 18 – 25 orang.

Kelompok yang terbentuk merupakan sarana untuk menyalurkan bantuan


tunai (cash grant), yang ditujukan untuk memulai usaha kecil, industri rumah
tangga, jasa, perikanan. Sebelum bantuan diberikan kepada penerima program,
dilakukan penguatan kelompok, pelatihan administrasi dan keuangan kelompok,
dan diskusi dalam kelompok yang bertujuan untuk meningkatkan keterbukaan,
akuntabilitas, dan peningkatan kapasitas anggota kelompok. Selain itu dilakukan
serangkaian pertemuan untuk memastikan proses pendataan yang benar dan
akurat oleh staf lapangan Care bersama dengan warga korban tsunami yang masih
tinggal di barak, maupun yang sudah kembali ke desa. Perolehan pemeriksaan
langsung ke lapangan dari staf lapangan menunjukkan kecenderungan manipulasi
data penerima, sehingga dimungkinkan dalam satu keluarga dapat menerima lebih
dari satu program. Selama proses pemeriksaan lapangan, tenaga lapangan
seringkali menerima intimidasi dari orang-orang yang memanipulasi data.
Intimidasi dimaksudkan agar meluluskan perolehan bantuan program.
Ketidaktepatan dalam pemeriksaan, dikemudian hari memunculkan kecemburuan
dan perselisihan antar anggota kelompok.
Tahap awalnya, penerima program akan menerima bantuan berupa barang
dan sarana produktif untuk kegiatan usaha, sedangkan pengadaannya dilakukan
melalui mekanisme yang dilakukan Care. Namun setelah lebih dari satu tahun

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
104

tidak menunjukkan kemajuan dalam pengadaan barang. Berbagai permasalahan


yang ada memerlukan perubahan strategi percepatan pengadaan barang melalui
sistem bantuan tunai. Perubahan ini juga mempunyai tujuan lain untuk
meningkatkan kemampuan kelompok dan anggotanya, dalam mengelola sendiri
bantuan tunai yang digunakan untuk mengadakan barang sendiri sesuai dengan
kebutuhan dan rencana yang dibuat.
Perubahan strategi mengakibatkan staf lapangan Care harus mengadakan
pertemuan-pertemuan kembali untuk menyesuaikan dengan perubahan yang ada :
1. Melakukan perhitungan nilai standar bantuan tunai yang akan diberikan
kepada anggota kelompok yang sudah menerima alat/barang.
2. Melakukan perhitungan nilai standar bantuan tunai yang diberikan
dikurangi dengan nilai nominal barang yang sudah/belum diterima bagi
anggota yang belum lengkap menerima alat/barang.
3. Standar nilai bantuan tunai yang ditetapkan bagi anggota kelompok yang
belum menerima alat/barang.
Melalui berbagai pertemuan-pertemuan yang diadakan, staf lapangan
menjelaskan kepada penerima mengenai perubahan-perubahan strategi yang
dilakukan. Sampai akhirnya perubahan ini dapat diterima oleh penerima bantuan.
Pemberiaan bantuan tunai hanya diberikan pada kelompok yang memenuhi
persyaratan yang sudah ditetapkan oleh Care. Persyaratan yang harus dipenuhi
antara lain :
1. Pengelompokan kembali, karena dari anggota kelompok sudah ada yang
pindah dan beralih profesi, atau mendapat bantuan dari lembaga lain.
2. Membentuk dan memilih pengurus kelompok.
3. Mempunyai berita acara pembentukan kelompok yang diketahui keuchik
dan camat.
4. Mempunyai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
5. Mempunyai alamat kelompok yang jelas.
6. Memiliki buku administrasi kelompok
7. Surat kesepakatan penggunaan bantuan tunai antara Care dengan pengurus
kelompok.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
105

8. Mempunyai rencana kerja kelompok, minimal 3 bulan setelah


dikelompokkan kembali.
9. Setiap anggota kelompok membuat rencana usaha.
10. Memiliki buku rekening bank atas nama kelompok.

Setelah kelompok memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan dilakukan


pemeriksaan ke lapangan; maka program penyaluran bantuan tunai dilakukan
melalui mekanisme pencairan dan penggunaan yang sudah ditetapkan Care.
Mekanisme dimaksudkan untuk mengantisipasi penyalahgunaan dana bantuan
tunai dan memudahkan pengawasan terhadap setiap uang yang diterima oleh
anggota kelompok melalui pengurus kelompok. Pencairan dana dilakukan melalui
tiga tahap. Pencairan dana setiap tahap dilakukan bila setiap kelompok dapat
menunjukkan bukti-bukti dan perkembangan dana bantuan yang sudah diterima
dalam tahap sebelumnya. Waktu yang dibutuhkan untuk pencairan dana setiap
tahap sangat tergantung dari kecepatan, dan ketepatan setiap anggota kelompok
dalam melakukan pembelian dan pelaporan. Pada awal program tahap satu dan
dua, kecepatan dan ketepatan pelaporan kelompok belum dapat diimbangi
denganbaik dari Care dengan berbagai kendala internal yang dihadapi.
Hasil evaluasi yang dilakukan staf lapangan Care terhadap 15 kelompok
yang dibentuk di gampong Lampulo dari aspek inisiatif, partisipasi, kekompakan
dan perkembangan kelompok menunjukkan skor yang kurang. Evaluasi ini
dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan training, pertemuan kelompok, penyaluran
bantuan tunai dan status perkembangan kelompok. Hal ini menunjukkan
pengembangan kapital kelembagaan di gampong Lampulo masih menghadapi
banyak permasalahan diantara warga sendiri. Kalaupun terlibat dalam kelompok,
umumnya mempunyai tujuan agar mendapatkan bantuan tunai. Hal ini terlihat
jelas dari keterlibatan yang rendah dalam program asosiasi simpan pinjam desa.

3.3.3. Program Asosiasi Simpan Pinjam Desa (ASPD)


Meningkatkan keberlangsungan usaha dan mata pencaharian penerima
bantuan, Care melakukan program Asosiasi Simpan Pinjam Desa (ASPD).
Sebelum diterapkan, melalui staf lapangan telah dilakukan sosialisasi program

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
106

mengenai tujuan dari program ini, agar peserta memahami mekanisme simpan
pinjam dengan menggunakan saham yang didukung dengan bahan-bahan yang
ada. Anggota kelompok yang tertarik dengan ASPD selanjutnya membentuk
komite yang anggotanya terdiri dari anggota kelompok sebelumnya atau
membentuk kelompok baru.
Semula direncanakan 20 kelompok ASPD dibentuk di Banda Aceh.
Akhirnya disepakati dibentuk 7 kelompok saja; dan hanya 1 kelompok yang
terbentuk di gampong Lampulo. Menurut informasi dari staf Care, beberapa
kendala yang dihadapi antara lain, dalam proses sosialisasi yang dilakukan
berulangkali banyak anggota yang tidak hadir sesuai dengan yang diharapkan.
Beberapa anggota yang mengikuti pertemuan, ternyata banyak yang tidak
berminat tergabung dalam ASPD. Menurut mereka ASPD hampir sama dengan
koperasi, dan sebelumnya telah memiliki pandangan negatif terhadap koperasi.
Masalah lain adalah program ASDP dimulai terlambat (Juli 2007 sampai dengan
akhir program Care Januari 2008), sedangkan ASPD masa pembagian keuntungan
dihitung satu tahun.

3.3.4. Program Pelatihan


Program pelatihan merupakan hasil kesimpulan dari kegiatan PRA yang
kemudian dibahas lagi dalam lokakarya kegiatan desa (LKD), diikuti perwakilan
lorong, barak, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan staf desa. Jenis pelatihan yang
diadakan sesuai dengan hasil rekomendasi lokakarya desa antara lain :
1. Pelatihan manajemen distribusí dan pengelolaan aset kios.
2. Pelatihan dasar-dasar menjahit
3. Pelatihan pembuatan dendeng ikan dan kerupuk ikan.
4. Pelatihan pembuatan kue
5. Pelatihan manajemen kelompok
6. Pelatihan penanganan hama dan penyakit udang
7. Pelatihan budidaya kepiting lunak
8. Pelatihan pembuatan souvenir.
9. Pelatihan pengelolaan usaha.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
107

Selain itu untuk mendukung pengembangan usaha penerima program, juga


dilakukan lokakarya, pameran hasil usaha kegiatan kelompok dan penilaian
pemahaman materi. Kegiatan ini bertujuan untuk membangun jaringan pasar,
promosi hasil produksi, pengukuran tingkat keberhasilan kelompok dan jenis
usaha tertentu, menghubungkan dengan lembaga pemerintah dan non pemerintah
berkaitan dengan akses permodalan dan pemasaran.

3.4. Kasus Program Perumahan BRR


Program perumahan BRR, dilakukan berdasarkan permintaan warga
melalui keuchik dengan mengisi formulir dan melampirkan foto copy KTP dan
Kartu Keluarga yang sudah disahkan oleh geuchik. Permintaan pembangunan
rumah ini diajukan ke bidang perumahan. Daftar permintaan pembangunan
perumahan langsung dimasukan dalam daftar perima bantuan perumahan BRR,
tanpa melakukan pemeriksaan kembali keakuratan data-data penerima rumah
tersebut. Daftar penerima rumah ini, oleh BRR bisa diajukan pada lembaga lain
untuk dibangun ataupun dibangun melalui anggaran yang disiapkan oleh BRR.
Pembangunan rumah BRR dilakukan oleh kontraktor (perusahaan) yang
ditentukan melalui tender terbuka9. Kontraktor yang memenangi tender akan
melakukan pembangunan rumah dengan pengawasan konsultan pengawas yang
ditunjuk oleh BRR. Setelah selesai dan diserahterimakan pada BRR, rumah
diserahkan kepada penerima bantuan.

9
Menurut informasi staf lapangan BRR, kualifikasi peserta tender pada awalnya yang memenuhi
persyaratan hanya 300 kontraktor (yang pada umumnya kontraktor dari luar Aceh). Namun karena
tekanan dari berbagai pihak terutama dari pemerintah dan penguasaha lokal Aceh sehingga pada
akhirnya yang dapat mengikuti tender pembangunan di BRR mencapai 6.000 kontraktor.
Meskipun kebanyakan dari peserta tender ini tidak memenuhi kualifikasi, oleh karena itu tidak
mengherankan bila berbagai program perumahan yang diselenggarakan oleh BRR banyak yang
terbengkelai atau banyak mendapat keluhan penerima program.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
108

Gambar 3.7. Rumah yang dibangun BRR tahap II di Lr dua


Di gampong Lampulo jumlah rumah yang dibangun oleh BRR pada tahap
pertama tahun 2005, dan tahap kedua tahun 2006, sebanyak 309 rumah. Hanya
saja pembangunan rumah-rumah tersebut tersebar, tidak berada dalam satu
wilayah, sehingga memunculkan berbagai masalah. Salah satunya efisiensi dalam
proses pengadaan bahan bangunan, pengawasan, dan pendanaan. Masalah lain
muncul setelah rumah selesai dibangun. Berbagai keluhan dari para penerima
bantuan mengenai kualitas rumah, maupun ketidaktepatan pemberian bantuan.
Ada beberapa penerima bantuan rumah menerima lebih dari satu rumah, atau
penerima yang belum berkeluarga. Dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh BRR
menunjukkan beberapa kelemahan dalam mekanisme penyelenggaraan program
rumah yang dilakukan oleh BRR.
Program pembangunan perumahan oleh BRR, setelah dilakukan evaluasi
menunjukkan beberapa kelemahan yang terjadi karena kurangnya pengawasan,
lambannya menangani masalah dan tidak adanya verifikasi dan evaluasi program.
Berdasarkan evaluasi tersebut dan upaya untuk mempercepat program
pembangunan rumah, terhitung sejak tahun 2007 berdasarkan keputusan Kepala
BRR no 3/PER/BP-BRR/I/2007, mulai diterapkan program pembangunan
perumahan yang berbasis masyarakat.
Pembangunan berbasis kemufakatan masyarakat merupakan pembangunan
yang dilakukan berdasarkan konsensus atau kesepakatan bersama dengan
masyarakat penerima bantuan. Konsensus melakukan pembangunan rumah baru
dan lingkungan permukiman. Membantu kelancaran terapan program tersebut

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
109

BRR melalui fasilitator lapangan membentuk Komite Percepatan Pembangunan


Perumahan dan Permukiman Desa (KP4D), yaitu perhimpunan masyarakat
penerima bantuan yang dibentuk pada tingkat desa sesuai dengan kebutuhan
dengan pendekatan berbasis masyarakat. KP4D yang terbentuk mendapatkan
biaya operasional dari BRR. Sejumlah 30 orang warga gampong Lampulo terlibat
dalam komite.
Hasil pendataan ulang yang dilakukan oleh KP4D bersama-sama dengan
fasilitator lapangan BRR menjelaskan adanya rumah yang belum dibangun di
Lampulo sejumlah 450 unit10, selanjutnya diajukan untuk dibangun oleh BRR.
Hanya saja setelah dilakukan pemeriksaan dan disahkan oleh tim BRR hanya 60
unit yang memenuhi persyaratan. Hasil verifikasi data ditolak oleh warga dan
mereka meminta untuk dilakukan pemeriksaan ulang. Bila BRR tidak melakukan
verifikasi ulang dan membangun semua rumah yang diajukan oleh KP4D, mereka
memutuskan menolak sama sekali rumah yang akan dibangun oleh BRR di
Lampulo.
Pengerjaan rumah di bawah koordinasi BRR dilaksanakan oleh kontraktor.
Kalaupun ada keluhan dari warga, kontraktor pelaksana program maupun deputi
BRR yang menangani masalah perumahan tidak memberikan tanggapan. Maka
yang terjadi adalah pembiaran tanpa ada solusi masalah. Menghadapi itu,
masyarakat hanya bisa menerima, meski sebagian marah dan tidak mau
menandatangani berita serah terima karena rumah yang dibuat tidak sesuai dengan
harapan mereka.
Mensinergikan data penerima rumah, BRR menerapkan beberapa kriteria
sehingga seseorang layak memperoleh rumah, sehingga di desa Lampulo
terbentuk perkumpulan yang mewakili warga dalam bidang perumahan yaitu
KP4D (Komite Percepatan Pembangunan Pemukiman Desa). Koordinator di
setiap lorong mengecek kondisi fisik Fasilitator Kecamatan (pegawai BRR) dan
aparat desa, setelah itu dilakukan uji publik sehingga tidak terjadi tumpang tindih
penerima. Selanjutnya dilaksanakan musyawarah warga untuk memutuskan
penerima yang akan diajukan ke BRR.

10
Menurut fasilitator lapangan BRR, banyak terjadi tekanan dan permintaan dari warga pada
KP4D maupun pada staf lapangan BRR agar dapat dimasukkan sebagai penerima.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
110

3.5. Kasus Program P2KP


P2KP sudah melakukan program yang namanya Perkim, dengan anggaran
dana sebesar Rp. 300.000.000,00; per desa. Ada sekitar 89 desa yang harus
ditangani P2KP wilayah Banda Aceh. Setelah program Perkim itu selesai,
dilakukan program yang diberi nama Tridaya yang besarnya juga sama yakni Rp.
300.000.000,00. Program Perkim berupa sarana lingkungan, seperti pengerasan
jalan, rehabilitasi selokan, dan bangunan fisik lainnya. Sayangnya, pada
pelaksanaan di lapangan sering terjadi overlap dengan NGO lainnya karena tidak
terkoordinasi secara baik di tingkat lapangan. Perkim ini mempunyai jangka
waktu pelaksanaan selama 1 tahun.
Program Tridaya mempunyai jangka waktu selama 3 tahun yang meliputi
program Lingkungan, Ekonomi, dan Sosial (pelatihan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat, umumnya program lebih banyak untuk kelompok perempuan, di
samping itu ada juga pelatihan untuk perbengkelan). Proses yang diperlukan
untuk mencapai program Tridaya dilakukan melalui diskusi dengan pendekatan
FGD. Dari proses diskusi akan melahirkan Perencanaan Jangka Menengah (PJM)
untuk suatu desa. Di desa Lampulo sudah ada PJM sehingga untuk jangka
menengah sudah mempunyai perencanaan pembangunan desa yang dibuat
bersama melalui diskusi tersebut. Jika dilihat di lapangan, ada program PJM yang
kurang sesuai karena ada lembaga-lembaga lain yang juga merencanakan program
yang sama. Pernah terjadi P2KP meminta kembali pendanaan program yang
sudah ditetapkannya kepada BRR karena BRR mempunyai program yang sudah
dikerjakan oleh P2KP. Hasilnya memang dana tersebut diberikan oleh BRR
sebagai pengganti hasil kerja P2KP yang lalu. Akan tetapi yang dirasakan sulit
saat ini adalah program PJM yang sudah dibuat tetapi belum dilaksanakan, akan
mengalami penyesuaian kembali karena ada NGO lain yang sudah menjalankan
program yang ada di dalam PJM tersebut.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
111

Gambar 3.8. Rumah yang dibangun P2KP di lr. satu


Pada saat pertama kali datang, P2KP ditolak oleh masyarakat, karena ia
merupakan program pemerintah. Selain itu juga ada ketakutan dan ketidak-
setujuan masyarakat. Anggapan bahwa jika P2KP masuk, maka lembaga lain
tidak bisa lagi membantu masyarakat. Secara perlahan, melalui fasilitatornya,
P2KP membangun kepercayaan masyarakat sehingga lama kelamaan masyarakat
mulai mengerti dan bersedia untuk berdiskusi untuk menata kembali
kehidupannya. Hasilnya cukup baik karena secara perlahan-lahan program
pembangunan desa, melalui pendekatan dan strategi partisipatif, dapat
meningkatkan kepercayaan masyarakat

3.6. Kasus Program Kata Hati


Kata Hati merupakan salah satu lembaga non pemerintah lokal Aceh yang
berdiri pada tahun 2001. Awal pendirian Kata Hati menekankan perhatian pada
kegiatan untuk isu-isu demokratisasi, tata pemerintahan, formulasi kebijakan yang
partisipatif dan penguatan hak-hak sipil. Namun pasca tsunami dengan
mendapatkan dukungan dana dari salah satu lembaga non pemerintah dari Jerman
(Diakonie) menjalankan kegiatan program pemulihan pasca bencana di desa
Lampulo sejak tahun 2005 sampai-dengan 2006. Cakupan program yang
dijalankan Kata Hati di desa Lampulo yaitu program cash for work dan program
pembangunan rumah tipe 45. Pendekatan yang dilakukan oleh lembaga ini dalam
menjalankan programnya melalui pendekatan partisipatif. Kata Hati

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
112

merencanakan untuk membangun 75 unit rumah, dan pada tahun 2006 telah
diselesaikan secara keseluruhan dengan kualitas yang memadai, terbukti dengan
tidak adanya tekanan dari masyarakat penerima bantuan. Masalah utama yang
dihadapi dalam menjalankan program di Lampulo adalah rumah yang selesai
dibangun sebagian tidak ditempati para penerima bantuan, karena kecenderungan
pemecahan jumlah Kepala keluarga menjadi beberapa Kepala keluarga. Oleh
sebab itu satu keluarga dimungkinkan memperoleh beberapa rumah. Sehingga
memunculkan beberapa rumah yang tidak ditempati.

Gambar 3.9. Jaringan kerja program rumah non kontraktor

F
G

B
C1

C
C2

H
C3

C4

Keterangan :
A : NGO Pelaksana
B : Kelompok kerja program (staf local dan staf dari NGO)
C : Pemasok material
C1 : Pemasok material local
C2 : Pemasok material fabrikasi
C3 : Pemasok tenaga kerja
C4 : Kepala tukang, tukang dan tenaga kerja
D : Kepala lorong
E : Keuchik
F : NGO Donor
G : BRR
H : Penerima bantuan

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
113

Gambar 3.10. Jaringan kerja program rumah melalui kontraktor

A
I

E
C
B
G1
G

G2

D
G3
H

G4

Keterangan :
A : NGO Pelaksana
B : Kelompok kerja program (KP4D)
C : Kontraktor Pelaksana
D : Kepala lorong
E : Keuchik
F : NGO Donor – Pemerintah daerah dan pusat
G : Pemasok
G1 : Pemasok material lokal
C2 : Pemasok material fabrikasi
C3 : Pemasok tenaga kerja
C4 : Kepala tukang, tukang dan tenaga kerja
H : Penerima bantuan
I : Konsultan Pengawas

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
114

Tabel 3.1. Analisis Kapital Sosial Organisasi Bridging


Integrasi organisasi Sinergi
Lembaga/ Indikasi Tingkat Indikasi Tingkat
Organisasi integrasi sinergi
Care - NGO Internasional Sedang - Koordinasi dengan Rendah
International - Realisasi program tidak organisasi lain
sesuai dengan janji kurang
- Cakupan program - Persaingan dengan
beragam organisasi lain dalam
- Daerah kerja luas implementasi
- Dari 250 rumah yang program
direncanakan hanya 70 - Harga bahan
yang selesai. pembangunan rumah
- Rumah yang sudah cenderung naik terus
selesai tidak layak secara
teknis.
- Pasokan material
terlambat
- Tukang banyak yang
kabur dan asal-asalan
- Strategi berubah-ubah
- Birokratis
BRR - Lembaga pemerintah Sedang - Koordinasi dengan Sedang
- Birokratis organisasi lain baik
- Stigmatisasi lembaga - Perannya yang luas
pemerintah mencakup seluruh
- Daerah kerja luas tidak aspek pemulihan
diimbangi dengan
kapasitas
- Lamban memberikan
respon
- Kurang pengawasan
sehingga kualitas
program relatif rendah

Aceh Relief - Organisasi Internasional Tinggi - Sudah mempunyai Tinggi


- Daerah kerja fokus hubungan yang baik
- Sudah menyelesaikan dengan warga lorong
program di Pulo Aceh tiga
- Target program yang - Sudah mempunyai
tidak banyak sesuai hubungan yang baik
dengan kapasitas dengan organisasi
organisasi lain
- Implementasi program
cepat
- Program selesai lebih
cepat
Kata Hati - Organisasi lokal Aceh Tinggi - Sudah mempunyai Tinggi
- Daerah kerja terbatas hubungan yang baik
hanya di Lampulo dengan warga lorong
- Jumlah rumah yang satu
dibangun lebih sedikit - Sudah mempunyai
- Berjanji sesuai dengan hubungan yang baik
kemampuan dengan organisasi
lain
Sumber : Hasil analisis dari wawancara dan pengamatan.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
115

Tabel 3.2. Kinerja Program Lembaga Eksternal Lampulo (Bridging)


Organisasi BRR Aceh Relief Care International Kata Hati
Lokasi Lorong 2 dan 4 Lorong tiga Lorong satu, 2, 3 & 4 Lorong satu & 2
Program
Jenis Program Rumah Rumah, mata Rumah, Cash for work
pencaharian Matapencaharian, dan Rumah
sanitasi dan air,
Jangka waktu 2005 -2008 2005-2006 2005 - 2008 2005 - 2006
program

Assesment Penerima dan keuchik. Penerima, Penerima, keplor, Penerima, keplor,


Kebutuhan Untuk tahap berikutnya coordinator posko keuchik dan staf keuchik dan staf
melalui KP4D lorong dan staf lapangan Care Kata Hati
lapangan Aceh Relief
Pemeriksaan Tidak dilakukan Dilakukan Dilakukan pemeriksaan Dilakukan
Kembali pemeriksaan kembali pemeriksaan kembali kembali dengan prioritas pemeriksaan
sesuai criteria dan sesuai kriteria organisasi kembali sesuai
prioritas kriteria
Pendekatan Non Partisipatif dan Partisipatif Partisipatif di assesment Partisipatif di
berubah partisipatif assessment, assesment
pelaksanaan, evaluasi
Pelaksana Kontraktor Dilaksanakan sendiri Dilaksanakan sendiri Kontraktor
oleh Aceh Relief, oleh Care, pekerja
pekerja kontrak dari kontrak dari medan
Medan dengan
pengawasan warga
Hasil program 2005, 60 unit rumah 2005, 91 unit rumah 2006, 70 rumah yang 2006, 75 rumah
perumahan 2006, 60 unit rumah Assesment, selesai 100 %, sedangkan tipe 45
perencanaan dan sisanya belum selesai
pelaksanaan yang sampai penelitian
cepat sehingga rumah dilakukan
cepat terbangun
Permasalahan Terjadinya penerima Sebagian rumah Harga material dan Sebagian rumah
program ganda dan sebagian belum belum ditinggali. ongkos tukang naik belum ditempati
perumahan ditempati, menimbulkan Rumah yang Target rumah yang
kekecewaan yang belum dibangun tipe 36. dibangun tidak seeperti
menerima rumah. Setelah ada lembaga rencana semula.
Setelah dua tahap lain membangun Ongkos tukang yang
pendekatan berubah ukuran yag lebih minim sedangkan
dengan membentuk besar, mereka pasokan material
KP4D. kecewa dengan yang tersendat sehingga
Berdasarkan assessment dibangun Aceh pekerjaan macet dan
KP4D, jumlah rumah Relief. penerima bantuan
yang belum dibangun Aceh Relief tidak nambah biaya untuk
sekitar 450 rumah, namun menyediakan sarana tukang
BRR hanya dan prasarana lain Kualitas bangunan tidak
mengalokasikan 60 unit. seperti, air, jalan, seperti yang diharapkan
Sehingga warga menolak listrik, saluran
dibangun rumahnya oleh sehingga belum bias
BRR bila tidak semuanya langsung ditinggali
dibangun. penerima
Permasalahan Distribusi bantuan yang Distribusi bantuan Jangka waktu antar Cash for work,
program lain tidak merata dan yang tidak merata assesment, perencanaan yang bertujuan
berkelanjutan dan tidak dan pelaksanaan yang memberi
berkelanjutan. lama, sehingga dukungan
Bantuan hanya menimbulkan pendapatan bagi
dinikmati oleh orang- kekecewaan dan korban tsunami
orang yang dekat keputusasaan penerima. mengancam sikap
dengan koorinator Program support Care kesukarelaan
posko dan keplor. tidak optimal sehingga warga, sehingga
Ada beberapa orang menurunkan kepercayaan kalau tidak
yang mendapatkan penerima dan mendapatkan
keuntungan pribadi mempersulit staf sesuatu
dari bantuan. lapangan dalam partisipasi warga
berhubungan dengan cenderung rendah
penerima bantuan

Sumber : Analisis

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
116

3.7. Intervensi Program dan Kapital Sosial


Bencana tsunami telah mendatangkan simpati kemanusiaan dan membuka
isolasi politik dan sosial yang terjadi selama terjadinya konflik, sehingga
kelompok dari latar belakang yang berbeda-beda baik dari lingkup nasional dan
internasional berdatangan ke Aceh sebagai bagian tanggapan terhadap bencana.
Kedatangan mereka ditanggapi secara positif karena kerusakan yang hebat tidak
saja mengancam kelangsungan masyarakat, tetapi dampak dari bencana sudah
melampaui kekuatan bonding social capital maupun bridging social capital yang
ada untuk menghadapinya. Berbagai pendatang yang datang ke Aceh baik secara
individu dan kelompok melalui lembaga bantuan lokal, nasional maupun
internasional, menjadi bridging social capital masyarakat Aceh yang baru untuk
menjaga kelangsungan masyarakat yang terkena dampak tsunami. Sebelum
mereka terlibat langsung dalam program tanggap bencana, mereka menjadi
linking social capital bagi masyarakat Aceh. Jadi terjadinya bencana atau
perubahan secara cepat telah memperlemah bonding social capital di antara
komunitas, namun bencana dan konflik social yang terjadi di Aceh telah
menimbulkan simpati kemanusiaan secara luas ke dunia internasional yang dapat
memperkuat dukungan linking capital social, yang pada akhirnya memperkuat
bridging social capital.
Peristiwa bencana alam menjadikan bonding dan bridging social capital
yang ada berubah dengan cepat dan menjadi rentan sebagai jaring pengaman
ketahanan masyarakat dalam jangka panjang. Namun demikian, linking social
capital memainkan peran penting dalam mengurangi kerentanan masyarakat
pascabencana, dengan menyediakan bridging social capital yang baru pada
masyarakat korban bencana. Dengan demikian linking social capital justru
mempunyai peran paling penting dalam memberikan dukungan untuk masyarakat
dalam menghadapi bencana dan menjaga ketahanan sosial, seperti yang
dikemukakan oleh Woolcock.
Selain bridging social capital baru yang muncul dari luar, dalam studi ini
menunjukkan bahwa bonding social capital dan bridging social capital yang ada
dari komunitas gampong masih dapat berfungsi. Pada tahap awal tanggap darurat

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
117

peran keluarga dan kerabat mampu memberikan dukungan pertama selama


beberapa hari bagi para korban yang selamat dengan menyediakan dukungan
moril, tempat tinggal dan fisik agar korban dapat bertahan hidup sampai
mendapatkan bantuan dari luar. Masa tanggap darurat juga menunjukkan lembaga
gampong keuchik mulai berfungsi dengan membentuk posko di tingkat gampong
dan lorong dan memberikan dukungan secara moral dan administrasi yang
memfasilitasi penyaluran bantuan dari orang, kelompok dan lembaga-lembaga
dari luar yang menyalurkan bantuan bagi korban. Orang-orang yang terlibat
dalam posko bantuan di tingkat gampong dan lorong pada umumnya merupakan
tokoh-tokoh baru, karena sebagian tokoh yang lama sudah meninggal atau belum
sanggup terlibat karena merekapun juga berperan sebagai korban yang mungkin
masih dibelit urusan keluarganya.
Bantuan yang diberikan oleh luar komunitas pada masa tanggap darurat
antara pemberian dalam bentuk uang tunai dan barang kebutuhan hidup sehari-
hari, pelayanan kesehatan dan pelayanan lain telah mendukung para korban
bencana untuk bertahan hidup. Selain itu program cash for work yang dijalankan
beberapa lembaga dengan melibatkan struktur posko yang dibentuk telah
membantu ekonomi warga dan membersihkan puing-puing akibat bencana.
Namun program bantuan ini seringkali dinilai tidak tepat dan efektif, karena
menimbulkan efek ketergantungan, tidak berkelanjutan dan merusakan nilai-nilai
yang sudah ada.
Bantuan dalam bidang perumahan yang dilakukan oleh beberapa lembaga
luar yang dilakukan oleh Aceh Relief dan BRR, pada awal rekonstruksi dan
rehabilitasi memang telah berhasil dilaksanakan dengan mempercayakan pada
struktur sosial yang ada seperti koordinator posko lorong dan keuchik dan
melibatkan orang lokal dan kontraktor lokal dalam proses persiapan dan
pelaksanaannya. Namun dalam masa persiapan dan pelaksanaan kurang ada
penilaian dan pengawasan yang baik, sehingga dari hasil evaluasi menunjukkan
banyak terjadi penyalahgunaan untuk kepentingan sendiri atau kelompok tertentu .
Penyalahgunaan ini bisa dilihat dari kualitas bangunan yang dihasilkan, penerima
bantuan yang menerima lebih dari satu dan biaya pembangunan yang relatif lebih
tinggi. Namun program rekonstruksi yang dilakukan oleh lembaga Care melalui

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
118

program terpadu “Beudoh” yang dijalankan dengan persiapan dan pengawasan


lebih baik, juga menunjukkan hasil tidak seperti yang diharapkan. Bahkan banyak
pembangunan rumah yang sudah selama 2 tahun tidak terselesaikan.
Melalui penilaian yang ketat untuk mendapatkan penerima bantuan yang
tepat, dilakukan pendataan yang akurat. Tahap persiapan pembangunan rumah
meskipun banyak mengalami hambatan dan tekanan pada staf lapangan dari
orang-orang yang ingin mendapatkan keuntungan (free rider) dari program
tersebut. Permasalahan yang timbul dalam program pembangunan rumah oleh
lembaga Care bukan hanya dari masyarakat penerima program, tetapi juga
permasalahan birokrasi internal Care, keterbatasan kuantitas dan kualitas material,
dan meningkatnya harga-harga material pembangunan rumah. Sehingga anggaran
yang disediakan tidak memadai untuk merealisasikan seluruh target pembangunan
rumah yang direncanakan. Terhambatnya pasokan material ini, juga
mengakibatkan banyak tenaga kerja kontrak yang terlibat dalam pembangunan
rumah, meninggalkan lokasi pembangunan. Sehingga banyak pembangunan
rumah yang tidak terselesaikan tuntas.
Mengacu pada hasil evaluasi dan upaya mempercepat pembangunan
rumah, BRR melakukan perubahan dalam strategi pembangunan rumah dengan
melibatkan masyarakat melalui pembembentukan KP4D (Komite Percepatan
Pembangunan Pemukiman Desa). Strategi yang diharapkan lebih baik, ternyata
memunculkan masalah untuk mendapatkan data akhir penerima program yang
berhak menerima bantuan rumah. Terjadi tarik menarik antara data yang diajukan
masyarakat melalui KP4D, dengan hasil penilaian akhir yang dilakukan oleh Tim
Penilai dari BRR. Masalah ini sampai sekarang belum terselesaikan tuntas,
bahkan masyarakat melakukan penolakan program perumahan BRR, bila data
yang diajukan oleh KP4D tidak disetujui semua.
Kapital sosial yang yang ada dan muncul dalam program pemulihan
bencana adalah lembaga kekerabatan, lembaga gampong (keuchik), lembaga ad
hoc seperti posko, KP4D dan kelompok-kelompok baru yang dibentuk oleh
lembaga luar sebagai alat untuk memfasilitasi penyaluran bantuan fisik, finansial,
pelatihan dan bantuan lain selama program berlangsung. Selain itu muncul
jaringan antar individu dan antar kelompok. Dalam lembaga-lembaga yang ada

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
119

ataupun yang muncul mulai berkembang komunikasi dan informasi, kewajiban


dan harapan dan kepercayaan yang muncul akibat interaksi yang terjadi. Berdasar
dari hasil evaluasi ini melalui berbagai pelaksanaan kegiatan training, pertemuan
kelompok, penyaluran bantuan tunai dan status perkembangan kelompok,
menunjukkan pengembangan kapital kelembagaan di gampong Lampulo masih
menghadapi banyak permasalahan dari antara warga sendiri. Keterlibatan warga
dalam kelompok semata-mata hanya bertujuan agar mendapatkan bantuan saja,
bila sudah tercapai tujuan dan program juga telah usai, maka dengan sendirinya
kelompok itu tidak aktif lagi.
Hal ini juga tidak didukung oleh norma dan sanksi efektif yang
sebelumnya memang sudah ada dan diturunkan dalam masa konflik dan bencana.
Sehingga memunculkan orang-orang yang berusaha mencari keuntungan untuk
kepentingan diri sendiri. Kondisi demikian mengakibatkan menurunnya
komunikasi, kewajiban, harapan dan kepercayaan yang ada sebagai unsur utama
dalam kapital sosial.
Intervensi program yang dikembangkan lembaga dari luar untuk
menyalurkan bantuan, sekaligus mengembangkan kapital sosial yang ada melalui
pembentukan lembaga-lembaga baru, banyak mengalami hambatan dari
menurunnya kapital sosial yang ada akibat konflik dan bencana. Situasi tersebut
memunculkan bahwa para aktor cenderung menggunakan lembaga yang ada
sebelumnya, dan lembaga yang muncul setelahnya sebagai sarana mencapai
tujuan dan kepentingan masing-masing. Kendala juga muncul dari lembaga yang
bersangkutan dalam melihat pengembangan kapital sosial sebagai alat untuk
menjalankan program, terhenti ketika program selesai.

3.8. Dinamika Program Pemulihan Pasca Bencana


Pemerintah Indonesia tidak memiliki badan koordinasi untuk bantuan
tsunami hingga bulan April 2005. Sebelum terbentuk BRR, program-program
ditentukan secara unilateral dan tidak terencana. Pelaksana dan para donor
menghadapi banyak kendala dalam melakukan kegiatan tanggap darurat,
rehabilitasi dan rekonstruksi. Berbagai kerumitan dialami untuk melakukan
pembangunan kembali lingkungan yang telah rusak, seperti bahan baku yang

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
120

kurang, masalah logistik dan finansial untuk memindahkan dan membeli bahan
baku. Sementara situasi jalanan, jembatan, dan pelabuhan telah rusak dan harga-
harga meningkat secara dramatis.
Seringkali lembaga yang terlibat dalam pemulihan bencana mengalami
dilema. Satu sisi menginginkan hasil yang cepat, membangun secara benar dan
berkelanjutan. Hal ini tentunya memerlukan periode perencanaan yang lama. Sisi
lain, simpati publik, perusahaan, dan pemerintah yang besar dalam bentuk
respons finansial. Oleh karena itu pihak donor dan pelaksana merasakan
kewajiban yang mendesak dan tak dapat ditunda untuk menunjukkan hasil yang
cepat, dapat dilihat, dan berskala luas. Dilema tersebut mengakibatkan
dikeluarkannya sejumlah besar sumber daya secara cepat.
Masalah lain yang dihadapi, adalah pilihan antara rekonstruksi yang
sederhana atau membangun kembali secara lebih baik. Membangun kembali
secara lebih baik, adalah merupakan keinginan semua pihak. Akan tetapi kondisi
infrastruktur Aceh pra-tsunami tidak memadai akibat konflik, investasi
pemerintah yang rendah dan kurangnya investasi pihak swasta karena situasi
keamanan Aceh yang mudah berubah. Upaya rekonstruksi memberikan
kesempatan untuk meningkatkan sistem transportasi, sekolah, klinik, dan
infrastruktur publik lainnya. Selain itu, upaya ini juga kesempatan meningkatkan
pembangunan fasilitas baru seperti perpustakaan, fasilitas taman kanak-kanak, dan
pusat tenaga kerja. Hanya saja perbaikan yang memerlukan perencanaan matang
tersebut memakan waktu panjang, kerja-sama dengan banyak pihak, dana besar.
Sementara masyarakat sudah sangat mendesak dipenuhi kebutuhan mendasarnya.
Pelaksanaan program pembangunan rumah di lingkungan yang sangat
rentan dengan berbagai penyimpangan memunculkan beragam masalah. Meski
para lembaga donor dan pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah
pencegahan dan pemberantasan korupsi pada bantuan kemanusiaan.
Permasalahan tersebut sangat menyita waktu dan sumber daya yang semestinya
difokuskan pada keberhasilan pelaksanaan program.
Problematika bekerja bersama dengan karakter masyarakat yang
mengalami trauma pasca konflik dan bencana tidak mudah. Faktor lain seperti
struktur sosial yang rusak berat, tingkat keterampilan masyarakat yang kurang

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
121

memadai, tidak ada dan atau/ satu sumber daya, keengganan untuk bekerjasama
antar agama, tidak pernah berhubungan dengan badan kemanusiaan dan pekerja
lapangan Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), donor bilateral, dan LSM Indonesia.
Penilaian kebutuhan pra program sangat vital untuk kesuksesan
identifikasi dan rancangan aktivitas rehabilitasi dan rekonstruksi. Penilaian ini
membantu donor untuk merancang, membuat skala prioritas program, dan
mengatur anggaran sementara. Organisasi luar jarang berkonsultasi dengan
masyarakat (atau satu sama lainnya) selama proses penilaian praprogram. Karena
konsultasi dimaksud dapat membantu menghindarkan masalah di masa depan,
termasuk menghindarkan pemborosan, ketidak sesuaian program.
Setelah penilaian kebutuhan dilakukan, konsultasi dengan penerima
bantuan mengenai rancangan program juga akan menjamin hasil yang sesuai dan
berkelanjutan. Studi ini menemukan, bahwa ketiadaan konsultasi dengan
penerima bantuan sering membuat program yang berpotensi untuk berhasil malah
gagal, dana keluar sia-sia dan membuat para penerima bantuan merasa frustrasi
serta patah semangat. Sisi lain, donor yang melakukan konsultasi kerap memiliki
hubungan yang harmonis dengan komunitas lokal dan menghasilkan program
yang lebih baik.
Masalah utama yang sering tidak dikoordinasikan oleh para donor dan
pelaksana adalah soal perumahan dan perahu nelayan. Proses penyediaan
perumahan di Lampulo terkesan lamban karena kerumitan tugas ini. Pemilik tanah
harus dikonfirmasi sebelum bangunan bisa didirikan, beberapa tanah terendam
dalam air, pengangkutan bahan baku bangunan sangat sulit, kurangnya sumber
kayu legal, fasilitas air dan sanitasi membutuhkan waktu untuk perencanaan dan
implementasi, dan air bersih sendiri harus dibawa dengan truk ke beberapa
daerah. Semua faktor ini menghambat upaya badan-badan yang terlibat dalam
sektor perumahan. Besarnya masalah logistik dan ketidaksabaran korban bencana
yang terperangkap dalam tenda atau akomodasi barak yang tak memuaskan
menghasilkan apa yang disebut oleh seorang pekerja LSM asing sebagai
“Penderitaan dalam bekerja di bidang perumahan di Aceh.” Sesungguhnya yang
lebih dibutuhkan adalah koordinasi dan kolaborasi antarlembaga. Bukan
kompetisi antar lembaga yang umumnya terjadi. Meski banyak pelaksana

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
122

menganggap proses konsultasi yang berkepanjangan merupakan resep


malapetaka, karena hanya memperumit masalah dan memperpanjang penundaan.
Namun demikian, sesungguhnya berdasarkan pengalaman lapangan konsultasi
dengan masyarakat lokal akan dapat meringankan masalah-masalah yang
merupakan penghambat pelaksanaan program.
Penundaan proses pembangunan rumah dan pengabaian kelanjutan proses
pembangunan setelah menunggu dalam waktu yang relatif lama akan
memunculkan kemarahan, penyangkalan dan frustrasi eksistensial dari penerima
program. Amarah akan diluapkan oleh masyarakat lokal ketika melihat rumah
yang dibangun tidak cocok untuk kebutuhan keluarga mereka. Contohnya,
program perumahan Care International menghasilkan rumah-rumah yang belum
selesai sampai sekarang. Care beranggapan bahwa berbagai pertemuan yang
dilakukan masyarakat seputar permasalahan yang membahas perumahan
masyarakat bukan merupakan masalah besar.
Kebutuhan akan konsultasi masyarakat lokal nelayan dalam pengadaan
perahu untuk menggantikan ratusan perahu yang hilang karena tsunami, juga
merupakan agenda nyata dan sangat mendesak. Namun, banyak donor dan
pelaksana tidak berkonsultasi dengan nelayan lokal tentang tipe atau ukuran
perahu yang dibutuhkan. Sehingga tidak memiliki kemanfaatan yangoptimal.
Multi Donor Trust Fund (MDTF) telah mengadopsi sebuah kebijakan
untuk mensosialisasikan aktivitasnya pada masyarakat di Aceh sebagai persiapan
untuk menjalankan program-program mereka, seperti perahu, alat penangkap
ikan, perumahan dan lainnya denngan melibatkan aktivitas keseharian
masyarakat. Namun harus ada langkah yang dilakukan agar MDTF atau
masyarakat Aceh memperoleh manfaat dari keberadaan „perwakilan masyarakat
sipil‟ dalam Komite Pengarah.
Menurut asosiasi penangkapan ikan tradisional Aceh, Panglima Laot,
hampir separuh dari ribuan perahu yang disumbangkan setelah tsunami tidak
cocok untuk perairan Aceh yang dalam, arus deras berbahaya atau terlalu kecil
(kurang dari 7 meter). Perahu-perahu itu tidak tepat untuk digunakan di luar
pesisir dan sungai, dalam pengertian menangkap ikan di perairan laut dalam (di
luar daerah pesisir). Beberapa kasus menunjukan bantuan perahu termasuk

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
123

kualifikasi berstandar rendah, bahan utama pembuat perahu yang tidak dapat
digunakan di perairan lepas pantai dan laut dalam. Tidak adanya peralatan
penangkap ikan dan dana awal untuk menutupi biaya operasional. Penerima
bantuan mengeluhkan bahwa jenis jaring yang diberikan beserta perahunya
ternyata salah dan harus ditukar sendiri oleh para nelayan. Terlihat di sepanjang
pesisir pantai Krueng Aceh di Lampulo terlihat banyak „perahu bantuan‟ yang
kandas, terlantar dan sama sekali tidak digunakan. Bahkan terlihat compang-
camping cenderung diabaikan masyarakat penerima bantuan. Mesin atau onderdil
lainnya biasanya sudah diambil untuk dipakai di perahu lain atau dijual. Berbagai
upaya dilakukan panglima laot dengan melobi donor internasional, namun sampai
sekarang belum menunjukan hasil positif.
“Hal terpenting bagi lembaga-lembaga itu adalah bisa mengatakan
bahwa mereka telah menyumbangkan perahu, beberapa donor tak
terlalu peduli apakah perahu itu digunakan atau tidak.” (wawancara
Panglima laot)

Perkumpulan nelayan tradisional tersebut telah menghimbau para donor


dan lembaga bantuan lainnya agar berhenti mendistribusikan perahu di bawah
tujuh meter, dan mempertimbangkan jaring yang ramah lingkungan dan peralatan
lainnya.
“Kami tidak mau menggunakan perahu ini,” kata seorang
nelayan lokal. “Itu bukan perahu yang biasa kami gunakan di
sini. Berbahaya jika perahu itu dibawa ke luar sungai. NGO tidak
pernah berkonsultasi dengan kami. Bila mereka meminta
masukan dari kami, dengan senang hati kami akan membantu,
sehingga kini perahu itu menganggur di air tidak bisa dibawa ke
mana pun.“

“Kami tidak terlalu menginginkan perahu bantuan yang tidak


sesuai dengan kemauan kami, tapi kami akan menerimanya,
karena itu perahu „bantuan‟ – (wawancara nelayan di Lampulo)

Proses pengambilan keputusan di lampulo menyiratkan asas hirarki dan


dominasi laki-laki, yang secara struktur sosial menyiratkan kebutuhan dan
aspirasi dari kalangan yang berada dan berkuasa dari kebutuhan nyata komunitas
yang lebih luas. Beberapa bagian, misalnya, perempuan, golongan miskin,
keluarga yang tidak mempunyai lahan, dan beberapa kelompok minoritas lainnya

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
124

telah disisihkan dalam proses pengambilan keputusan yang seiring dengan upaya-
upaya rekonstruksi. Pengabaian pelaku pemulihan dan rekonstruksi tersebut justru
membantu penerapan aspek budaya, menyebabkan kelompok-kelompok ini
menjadi semakin terpinggirkan. Langkah jauh lebih aktif harus dilakukan untuk
melibatkan perempuan dalam dalam program. Perempuan biasanya disisihkan
dalam proses pengambilan keputusan di masyarakat Aceh di hampir semua
tingkatan struktur masyarakat.
Minimnya perwakilan perempuan di tingkat birokrasi lokal mencerminkan
tersisihkannya perempuan dari komunitas tradisional dalam proses pengambilan
keputusan. Di beberapa tempat yang terkena tsunami, bukan saja kaum laki-laki
yang mayoritas bisa selamat dari bencana. Kebanyakan orang yang kembali ke
desa tempat tenda pengungsi telah didirikan sebagian besar dari mereka adalah
laki-laki. Keputusan yang akan diambil dalam pertemuan komunitas, baik untuk
persoalan atau hal yang disampaikan oleh camat atau kepala daerah lainnya yang
lebih tinggi, atau isu mengenai politik desa setempat, dapat dipastikan hanya
melibatkan para laki-laki.. Jika proses pengambilan keputusan membutuhkan
perwakilan struktur pemerintah lokal, kepala desa biasanya akan menggelar
pertemuan. Laki-laki sebagai kepala keluarga diundang dalam pertemuan di
meunasah. Para perempuan sangat jarang diundang pada acara penting, meski
diantaranya ada yang menjadi kepala rumah tangga.
Mereka diberitahu hasil pertemuan tersebut oleh ayah mereka, suami,
saudara laki-laki, atau jaringan masyarakat di pedesaan. Untuk isu-isu internal
desa, pertemuan informal sering kali terjadi di warung kopi. Warung kopi di
Aceh dianggap sebagai rumah kedua para laki-laki. Perempuan Aceh tidak pergi
ke warung kopi. Permasalahan yang diselesaikan di warung kopi akan
disosialisasikan kepada para perempuan saat para laki-laki pulang ke rumah, atau
pertemuan keputusan yang bersifat formal sering kali diadakan seusai shalat isya,
yang juga sebagian besar dihadiri oleh para laki-laki.
Bahkan pertemuan tahunan di tingkat desa biasanya didominasi oleh para
laki-laki. Pengecualian terjadi pada daerah yang terkena bencana tsunami, karena
beberapa badan internasional bersikeras menerapkan kuota dalam kebijakan
diskriminasi positif untuk pertemuan, pelatihan dan fasilitasi pekerja yang

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
125

memiliki keberpihakan terhadap perempuan yang dilakukan di barak-barak,


bersama keluarga atau kerabat. Rapat komunitas sering diadakan mendadak, para
perempuan secara otomatis kehilangan kesempatan untuk berpartisipasi dalam
rapat tersebut. Bahkan ketika donor dan lembaga mendorong agar para perempuan
hadir dalam pertemuan, sering kali peran para perempuan tersebut hanya menjadi
pengamat pasif akibat minimnya upaya untuk melibatkan mereka pada diskusi.
Hambatan budaya dan minat pada proses konsultasi dan pengambilan
keputusan secara menyeluruh, kian menjadikan perempuan Aceh terpuruk.
Lembaga donor dan lembaga pelaksana harus menjalankan kebijakan dan
prakondisi untuk melibatkan para perempuan secara aktif dan kelompok-
kelompok tersisihkan lainnya agar hadir dan berpartisipasi dalam keseluruhan
proses secara hulu -hilir.
Kebutuhan yang diidentifikasikan oleh donor sebagai prioritas mungkin
tidak selalu memenuhi kebutuhan mendesak dari penerima bantuan. Saat prioritas
ditetapkan melalui mekanisme dari atas ke bawah, yang tidak dapat dipahami
dengan baik oleh masyarakat lokal. Acapkali ditemukan bahwa sikap lembaga
donor merupakan pencetus kendala ketika berhubungan dengan masyarakat. Hal
ini perlu ditanggulangi jika ada koordinasi yang lebih baik antara lembaga donor
dan badan pelaksana untuk meyakinkan penduduk lokal bahwa kebutuhan mereka
akan terpenuhi pada saat program jangka panjang mulai dilaksanakan.
Keberadaan strategi yang matang dalam proses rehabilitasi dan juga
semangat warga Aceh untuk membangun diri mereka sendiri juga memiliki peran
penting. Masyarakat Aceh sudah sangat kondusif dengan penanganan
pascabencana alam. Beberapa kawasan provinsi Aceh, sering dilanda kerusakan
lingkungan, kehilangan tempat tinggal, kematian akibat banjir dan longsor. Tanpa
bantuan dari pemerintah, dapat mengatasi secara madani karena komunitas
tersebut memiliki sejarah panjang penanggulangan bencana alam dan sosial.
Menurut sejumlah pemuka masyarakat, beberapa praktek tidak sehat dan
intervensi keuangan yang buruk terhadap pelaksanaan program telah mengikis
norma-norma budaya tersebut. Lebih jauh dari itu, banyak lembaga donor dan
lembaga pelaksana memperlakukan warga setempat dan pejabat lokal sebagai
pengamat yang tidak berdaya dalam proses rekonstruksi, meskipun permintaan

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
126

untuk diikutsertakan secara langsung oleh para pejabat pemerintah setempat,


akademisi, pemuka agama, kepala desa, dan kelompok-kelompok masyarakat sipil
serta yang lainn. Tidak hanya merendahkan moral, tetapi berdampak pada
kehancuran mekanisme sosial yang ada dalam memobilisasi bantuan masyarakat
secara suka rela dan menghancurkan sistem tolong-menolong. Cash for work
tersebut digunakan secara luas dalam fase gawat darurat sebagai upaya percepatan
proses pembersihan puing-puing bencana; sampai saat ini beberapa lembaga
donor masih terus menawarkan program cash for work dalam sejumlah program
rekonstruksi.
Banyak orang menyatakan bahwa program tersebut bisa mengurangi
ketergantungan masyarakat korban pada bantuan, mengembalikan kepercayaan
diri masyarakat dengan memberikan kebebasan kepada mereka untuk menentukan
prioritas sendiri dan untuk mengalokasikan dana yang mereka terima sesuai
dengan keinginan mereka, dan dapat mendorong pemulihan pasar karena uang
tersebut dibelanjakan secara lokal. Sebagian besar nara sumber yang
diwawancarai setuju bahwa program cash for work ini memainkan peranan
penting dalam tahap awal proses pemulihan pasca tsunami. Meskipun demikian,
banyak juga yang khawatir bahwa jika program cash for work ini terus
dilanjutkan, dalam jangka panjang akan menimbulkan distorsi pada pasar tenaga
kerja lokal. Karena kalangan LSM dan badan-badan PBB membayar gaji yang
lebih tinggi, dibandingkan dengan nilai pengupahan sebelum terjadinya bencana
tsunami. Lagipula beberapa pejabat pemerintah, termasuk camat dan kepala desa,
khawatir bahwa program cash for work berdampak negatif terhadap sistem
tradisional gotong royong, sebuah tradisi masyarakat setempat di mana anggota
masyarakat melakukan pekerjaan tanpa diupah untuk kepentingan bersama.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, UNDP dan Universitas Syiah Kuala
mengadakan pengkajian untuk melihat dampak dari cash for work terhadap sistem
gotong royong tersebut. UNDP tetap bersikeras bahwa hasil awal menunjukkan
bahwa, cash for work sama sekali tidak berdampak negatif terhadap sistem gotong
royong setempat.” Namun keuchik tidak setuju. ”Cash for work itu seperti racun.
Telah menghancurkan sistem tradisional gotong royong di sini. Pekan lalu, camat
mengirimkan surat untuk meminta komunitas kami membersihkan desa sebelum

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
127

17 Agustus, untuk membersihkan selokan, jalan dan sebagainya. Namun warga


menolak dan mengatakan “kalau tidak ada uang, tidak ada kerja”. Sebelumnya
tidak pernah terjadi seperti ini.” Ada pejabat UNDP yang juga ragu terhadap hasil
pengkajian tersebut, dan mengakui ”kemungkinan terjadinya dampak negatif dari
cash for work, termasuk dari program cash for work dari UNDP.” Tantangan
untuk lembaga donor dan badan pelaksana adalah merancang dan melaksanakan
program yang menggunakan dan memperkuat mekanisme sosial yang ada untuk
menggerakkan sukarelawan setempat, dan tidak merusak mekanisme-mekanisme
sosial yang telah ada sebelumnya.
Usaha untuk membangun kembali Aceh telah memunculkan banyak
tantangan besar, bahkan bagi lembaga bantuan yang berpengalaman sekalipun.
Kerja keras lembaga bantuan internasional, nasional, dan lokal telah memberikan
kontribusi nyata bagi rehabilitasi Aceh dan akan berlanjut terus hingga masa yang
akan datang.
“Yang kami perlukan adalah kejujuran dan komitmen, bukan sekadar
janji” ( Wawancara : Kepala Lorong satu)

Sebagian besar masalah berakar pada kesalahan para donor dan pelaksana bantuan
yang tidak berkonsultasi terlebih dahulu pada masyarakat, koordinasi, dan
mempertimbangkan dampak potensial dan kelayakan program.
a. Perasaan tak berdaya dan frustasi dari penerima bantuan: kurangnya
konsultasi dan komunikasi dengan penerima bantuan sering kali menambah stres
masyarakat yang mengalami trauma ini.
“Orang luar mendatangi komunitas kami hanya untuk memotret atau
meletakkan batu pondasi. Media datang untuk melaporkan kemajuan
pembangunan, dan ada pula BRR, namun kami tidak diberi
kesempatan untuk mengatakan apapun,” kata seseorang. “Kami
tersenyum manis, dan kemudian mereka semua pergi namun tidak
ada yang terjadi hingga berbulan-bulan kemudian. Ini adalah hidup
kami, kami bukan semata-mata latar belakang sebuah foto atau film,
ini adalah kenyataan.”. (Wawancara, warga Lampulo)

Penerima bantuan yang pasif pada umumnya akan merasa tidak senang
terhadap penyediaan materi bantuan dengan kualitas buruk. Bantuan seperti
rumah yang berkualitas rendah, makanan, obat-obatan dan skema mata
pencaharian atau program lain yang buruk atau asal memasok cenderung akan

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
128

diprotes penerima bantuan. Sebagaimana terlihat dalam ungkapan dari salah satu
responden
“ ...bukan saya tidak tahu terimakasih sudah diberikan rumah, tapi saya
tidak merasa nyaman dengan dinding rumah yang sudah pecah-pecah, saya
takut runtuh... apalagi gempa masih sering datang. Mana perabotan rumah
juga belum lagi lengkap seperti dulu...”

Kegagalan untuk mengadakan konsultasi secara memadai dengan para


penerima bantuan tampaknya merupakan kesalahan besar dalam kasus
perancangan rumah. Kebanyakan masyarakat penerima bantuan merasa sangat
frustasi ketika harus menunggu bantuan, sementara rumah yang sedang dibangun
tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.
Perasaan tidak berdaya dan frustrasi ini sering kali berbalik menjadi
amarah terhadap para donor dan pelaksana bantuan. Banyak yang merasa
ditelantarkan oleh lembaga yang datang mencari data untuk mendapat dana dari
luar negeri, namun tidak pernah kembali untuk melaksanakan program mereka.
“Banyak yang menjanjikan program bantuan pada kami,” kata
salah satu pejabat, “namun sebenarnya mereka hanya datang
sebagai pelancong tsunami. Mereka merasa kasihan dengan
keadaan yang mereka lihat dan ingin bantu. Mereka berjanji pada
warga desa untuk membangun rumah, sekolah dan lainnya;
kemudian mereka kembali ke daerah asal mereka untuk
mengumpulkan uang. Namun entahlah, mungkin mereka tidak
berhasil mendapatkan dana atau tidak cukup sehingga tidak
kembali.” (Wawancara : Kepala lorong satu)

Banyak orang yang memberi reaksi sinis terhadap motif dan tujuan dari
lembaga-lembaga internasional ini.
“Sebenarnya, di sini kami menyebut Care dengan kepanjangan
Cari Repot-artinya mereka mempersulit keadaan untuk diri sendiri.
Anda ingin tahu mengapa Care begitu lamban dalam melaksanakan
program mereka untuk pengadaan rumah di Lampulo? Nah, itu
karena banyak orang dari berbagai daerah yang bekerja untuk Care
di sini, mereka senang dan ingin tinggal lebih lama, jika mereka
melaksanakan program lebih cepat maka mereka akan kehilangan
pekerjaan.” (Wawancara, Kepala lorong satu)

Warga lain lebih menanggapi dengan kemarahan “Jika ada satu lagi LSM yang
datang dan memberi janji tanpa menunjukkan kerja mereka, saya akan
mengejarnya dengan parang,” kata salah seorang kepala lorong. Sebagian besar

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
129

masyarakat penerima bantuan menyatakan bahwa mereka hanya ingin


diperlakuan secara adil.
Sementara itu, orang Aceh yang berperan sebagai perantara antara
masyarakat lokal dengan pelaksana bantuan merasa kesal jika para donor dan
pelaksana bantuan gagal merealisasikan janjinya. Hal ini membuat mereka berada
dalam situasi yang canggung dan tidak nyaman pada masyarakat lokal. Sebagai
contoh ketika Care International mulai mengurangi anggaran bantuan perumahan,
maka LSM asing juga perlu menyampaikan secara langsung kepada masyarakat.
Hal itu untuk menghindari kemarahan dari warga masyarakat atas pengurangan
anggaran bantuan. “Sebaiknya Anda dan teman-teman Anda datang ke
pertemuan,” kata salah satu anggota komite. “Kami tidak akan membiarkan para
penduduk desa kecewa lagi, kami ingin kalian, Care, mengatakan pada semua
orang bahwa kegagalan ini tidak berhubungan dengan pengurus di tingkat desa,
hal ini adalah kesalahan Care”
Beberapa pelaksana bantuan mengetahui kekerasan dan kekuatan
masyarakat setempat, yang merupakan penunjang berharga dalam keseluruhan
proses rekonstruksi ini, merupakan “penghambat”. “Masalah dengan masyarakat
setempat di Aceh adalah mereka terlalu keras kepala, merasa lebih tahu, dan
jarang mengucapkan „terima kasih‟,” kata salah seorang staf.
Orang-orang yang menolak untuk pindah ke rumah-rumah baru karena
terlalu kecil atau ke barak karena jauh dari kesempatan kerja, atau untuk bekerja
tanpa dibayar sementara di sekitar mereka orang-orang dipekerjakan dalam
program cash for work, dianggap “tak tahu terimakasih”. Namun menuntut
keadilan, keterbukaan, dan perlakuan yang bertanggung jawab bukanlah sikap
tidak tahu berterima kasih.
b. Pemborosan: Cerita yang tertulis dalam studi ini merupakan testimonial
mengenai banyaknya pemborosan yang terjadi sebagai konsekuensi dari
kurangnya konsultasi dan koordinasi. Sikap tidak menempati rumah, tidak
menggunakan perahu untuk melaut, tidak mengganggap hibah cukup memadai
untuk kebutuhan mereka sehingga dibelanjakan untuk hal lain, sama dengan tidak
menghargai usaha pemerintah dan orang-orang yang telah menyumbangkan uang

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
130

mereka, individu dan organisasi yang telah bekerja keras untuk membuat program
tersebut dan penerima bantuan itu sendiri.
c. Penciptaan atau memperparah jurang sosial: Bantuan rekonstruksi untuk Aceh
sering menyebabkan “dampak sosial”. Tingkat bantuan yang tidak sama, baik di
dalam ataupun lintas komunitas dan wilayah, serta kemampuan beberapa individu
untuk mendapat keuntungan pribadi dari kehadiran lembaga internasional.
Sementara yang lain berjuang mengalami inflasi berat, telah membakar
kecemburuan sosial. Sementara itu, potensi ketegangan antara masyarakat yang
mengungsi karena tsunami ke wilayah yang penduduknya sudah lama menetap di
sana akan meningkat seiring semakin banyaknya orang yang bermigrasi dari
wilayah tidak terkena tsunami ke wilayah korban tsunami untuk mencari
pekerjaan dan bantuan. Seiring meningkatnya perpecahan antara orang-orang
yang menerima banyak dan yang kurang dalam bantuan rekonstruksi, dan
terkikisnya kapital sosial, kemungkinan terjadinya konflik sosial semakin besar.
Hal ini menandakan bahwa banyak program yang kurang memiliki perspektif
yang sensitif terhadap konflik.
d. Praktek yang tidak berkelanjutan: Hasil penelitian ini memunculkan pertanyaan
serius tentang kemampuan lingkungan fisik dan sosial Aceh akan mampu
menghadapi dampak jangka pendek dan panjang dari berbagai usaha rekonstruksi.
Kegagalan pelaksanaan program untuk mengembangkan kapasitas lokal akan
menyebabkan gagalnya program-program ambisius setelah para lembaga
internasional meninggalkan Aceh. Sementara, penebangan liar yang menyertai
proses rekonstruksi telah merampas hasil adil yang seharusnya diperoleh rakyat
Aceh dari sumber daya publiknya, mengancam keragaman biotik, dan potensi
aktivitas ekonomi seperti ekowisata. Ia bahkan berpotensi menimbulkan bencana
alam yang lebih besar di masa depan.
Masalah lain, tampak ada keengganan dari komunitas internasional untuk
mengenali kapasitas masyarakat Aceh untuk menolong diri mereka sendiri. Di
seluruh Aceh, masyarakat setempat yang telah lelah menunggu bantuan dari luar,
kemudian mendirikan rumah dan sekolah sendiri dari sisa-sisa bahan bangunan
dan menyediakan kebutuhan dasar keluarga mereka. Melalui inisiatif sendiri,
masyarakat Aceh mendirikan dewan masyarakat, memberikan dukungan dan

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
131

dorongan pada orang yang telah kehilangan sangat banyak akibat tsunami. Orang-
orang ini tidak menyatakan “kepemilikan” atau mengharap penghargaan atas
usaha mereka tersebut. Peran masyarakat lokal dalam membangun diri mereka
sendiri merupakan salah satu dukungan dalam keberhasilan program
pascatsunami. Perlu dilakukan sebuah pengenalan lebih jauh oleh donor dan
pelaksana bantuan terhadap peran yang dilakukan masyarakat lokal ini.
Pelajaran utama dari studi ini adalah kesuksesan program harus diukur
bukan hanya secara kuantitatif, namun proses untuk meningkatkan kapital
masyarakat dengan dukungan dari donor. Penilaian atau evaluasi yang difokuskan
secara ekslusif pada faktor kuantitas seperti jumlah penerima bantuan, rumah
yang dibangun, dan sebagainya, akan mengalami kegagalan dalam menghargai
kesuksesan seluruhnya (atau kegagalan) dari program atau konsekuensi jangka
panjang yang dapat diantisipasi ataupun tidak. Sebagai upaya untuk benar-benar
mengetahui dampak program dan untuk menilai apakah fase pemulihan,
rehabilitasi, dan pembangunan saling mendukung secara konstruktif.
Namun demikian orang-orang yang telah diidentifikasi dan dipercaya oleh
suatu kelompok untuk mencapai tujuan bersama ini, dapat menyalahgunakan
kepercayaan untuk tujuan pribadi dan mengabaikan tujuan orang lain atau
kelompok (free rider). Menilik dari kasus bantuan yang diberikan pada keluarga
dekat, atau menerima bantuan lebih dari semestinya. Mendapat keuntungan
pribadi dari selisih harga material, kualitas material rendah atau mengambil
material (baca KKN, korupsi, kolusi dan nepotisme) yang berakibat menurunnya
efisiensi program (bandingkan Hecter, 1987, Coleman, 1990). Hal ini dapat
terjadi bila orang-orang tersebut tidak didukung pengelolaan melalui informasi
dan komunikasi yang terbuka, norma dan sanksi yang tegas. Munculnya free rider
ini bila diketahui oleh orang lain atau kelompok dapat menimbulkan kekecewaan
dan menurunkan kepercayaan kepada yang bersangkutan. Bila komunikasi tidak
diperbaiki dan free rider ini tidak diberi sanksi yang tegas oleh kelompok dapat
menimbulkan ketidakpercayaan satu sama lain. Hal ini akan menurunkan fungsi
kapital sosial. Bila tidak terselesaikan akan menimbulkan hubungan yang bersifat
konflik yang mengancam kerjasama dan tujuan kelompok. Oleh karena itu orang

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
132

yang dipercaya untuk terlibat dalam program kerja dapat menyalahgunakan hanya
untuk kepentingan diri sendiri atau kelompoknya saja.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

Abdulah, (1988) Struktur Sosial Pedesaan Aceh, Banda Aceh, Pusat


Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial Universitas Syiah Kuala.

Alatas, Naquib, (1966) ―Islam dalam sejarah dan kebudayaan melayu.‖Kuala


Lumpur: UKM.

Albee and Boyd (1997), Doing it Differently: Networks of Community


Development Agents, Scottish Community Education Council, Edinburgh,
Scotland

Alfian (edt) , (1977), Segi-segi Sosial Budaya Masyarakat Aceh : Hasil-hasil


Penelitian Dengan Metode Grounded Research‖, LP3ES, Jakarta.

------- (1981), Perang di Jalan Allah (disertasi tidak dierbitkan), UGM,


Yogyakarta.

Anheir, H & Kendall, J. (2002). Interpersonal trust and voluntary associations:


examining three approaches. British Journal of Sociology, Vol 53:3, pp.
343-363.

Arifin, Syamsul, (2002). Lembaga Pendidikan Pesantren (Studi Tentang Kapital


sosial Di Pesantren), Tesis Pasca Sarjana UI

Arrow, K. (2000). Observations on Sosial Capital: in Sosial Capital: A


Multifaceted Perspective, Washington D.C.: The World Bank

Arya, A.S. (2002). Earthquake Disaster Management in India. Pp. 15-22


Proceedings, Workshop on Gujarat Earthquake Experiences: Future
Needs and Challenges, Kobe: UNCRD-GSDMA.

Aspinall, E. dan H. Crouch, The Aceh Peace Process: Why It Failed (Policy
Studies 1, 2003), dan

Bappenas (2005). Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan


Kehidupan Masyarakat di NAD dan Nias. Perpres RI No. 30/2005,
Lampiran1, 2 & 3.

Bauer, M.W, Gaskell, G, Allum, N.C. (2000) Quality, Quantity and Knowledge
Interests: Avoiding Confusions (eds), pp 3-17 in Bauer, M.W, and
Gaskell, G., 2000. Qualitative researching: with text, image and sounds. A
practical handbook. SAGE Publication Ltd. London.

Berger, Peter and Thomas Luckmann, (1966), Social Construction of Relaity : A


Treatise in Sociology of Knowledge, New York: Doubleday

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008


145

Blaikie, P., Cannon T., Davis I., Wisner B. (1994). At Risk: Natural hazards,
people’s vulnerability, and disasters. London: Routledge

Bourdieu, Piere (1986), The Form of Capital : Hand Book Theory and Research in
Sociologi of Education, J.G. Richardson (edt), West Port : Greenwood
Press

Brown, L., Starke L. (1996). State of the World 1996: A World watch Institute
Report on Progress Toward a Sustainable Society. New York: W.W.
Norton & Company

Browning, C.R., Dietz, R., Feinberg, S.L., 2000 Negative” Social Capital and
Urban Crime: A Negotiated Coexistence Perspective, URAI
Working Paper 00-07, Columbus: The Ohio State University

BRR (2007), Aceh and Nias 2 Year after the Tsunami: The Recovery Effort and
Way Forward. Banda Aceh.

-------(2006), Aceh and Nias 1 Year after the Tsunami: The Recovery Effort and
Way Forward. Banda Aceh.

Bungin, B., 2005. Analisis data penelitian kualitatif (eds). Divisi Buku Perguruan
Tinggi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Coleman, J. (1988) , Sosial Capital In The Creation Of Human Capital,


Supplement, American Journal Sociology.

Creswell, John. (1994). Research Design, Qualitative and Quantitative Approach.


Sage Publication, Thousand Oaks,.

Dasgupta, P Dan Ismael Serageldin (Ed) (2000), Sosial Capital : A Multifaceted


Perspective, Washington DC: The World Bank.
th
Data Book 2002. Data Book on Asian Natural Disasters in the 20 Century,
Natural Disasters in India. Kobe: Asian Disaster Reduction Center.

Daudi, Ahmad (1978) ―Syeikh Nuruddin Ar-Raniry.‖ Jakarta: Bulan Bintang.

Denzin dan Lincoln (ed) (1994), Hand Book of Qualitative Research, Sage
Publication. Thousan oaks, London. 1994:236-237.

Dynes, R. R. (1974) Organised Behaviour in Disasters, Newark, DE: Disaster


Research Center, University of Delaware.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
146

-------, R. R. (1999) The Dialogue Between Voltaire and Rousseau on the Lisbon
Earthquake: The Emergence of a Social Science View, Preliminary Paper
# 294, Newark, DE: Disaster Research Center, University of Delaware

Fine B., Green F. (2000) ―Economics, Social Capital, and the Colonization of the
Social Science.‖ Pp.78-93 in Social Capital: Critical Perspectives.
Oxford: Oxford University Press.

Folke, C., Colding, J., and Berkes, F. (2003). Synthesis: Building resilience and
adaptive capacity in social-ecological systems. In Navigating Social-
Ecological Systems: building resilience for complexity and change (eds),
IV:14, pp. 352-387,

Form, W. and Sigmund Nosow (1958) Community in Disaster, New York: Harper
and Row

Fox, J. 1996. ―How does Civil Society Thicken? The Political Construction of
Social Capital in Rural Mexico.‖ World Development, 24 (6)

Fritz, C. (1961) “Disasters‖ in R. Merton and R. Nisbet (eds) Social Problems,


New York: Harcourt Brace.

Fukuyama, F. (1995). Trust : The Sosial Virtues And The Creation Of Prosperity
New York: Free Press.

Granovetter, M. (1985). Economic action and sosial structure: the problem of


embeddedness. American Journal of Sociology, 91:85-112.

Grootaert, C. (1999). Sosial Capital, Household Walfare And Poverty In


Indonesia. Local Level Institution, Working Paper No . 6 World Bank.

Halpern, D. (2005). Social capital (eds). Polity Press, Cambrigde, UK.

Harris, John, (2001). Depoliticizing Development. New Delhi:leftWord Books.

Hasbullah, J. (2006). Social Capital: menuju keunggulan budaya manusia


Indonesia. (eds). pp. 1-24. MR-United Press Jakarta. ICSF (2006a).
Aiming for Integrated Intervention. Post-tsunami rehabilitation. Samudra
Report No. 43 March 2006..

Heffner, Robert W Ed), 2000, Budaya Pasar, Masyarakat Dan Moralitas Dalam
Modalisme Asia Baru, Jakarta: LP3ES.

Hobbs, Graham, (2000). Creating and Destroying Social Capital, Economic and
Social Research Foundation.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
147

Hoesein Djayadiningrat, op. cit, hal. 80, dan Rusdi Sufi, Sultan Iskandar Muda,
dalam Dari Sini hal 76.

Hurgronje, Snouck, The Acehnese, (1906) vol. 1, Trans A.W.S. O‘Sullivan,


Leiden E.J. Brill, 1906,

-------, Snouck, 1996. Aceh di mata Kolonialis, Jakarta. Yayasan Soko Guru

Iskandar, (1978). Hikayat Aceh, Hikayat Kepahlawanan Iskandar Muda, (alih


bahasa, Aboe Bakar), Seri Peneribitan Museum Aceh, I.

Ismusha, (1975), Adat dan Hukum Agama di Aceh, Berita Anthropologi, 7, 24


November 1975.

Kanto, S. (2005). Sampling, Validitas dan Reliabilitas dalam Penelitian Kualitatif


Ch. 2.

Kappi, Abdul (1987) Kelompok Elit di Pedesaan, Yayasan Ilmu Sosial, Jakarta.

Kartodiharjo, Sartono (1982) Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : CV Rajawali.

--------------, (ed) Elite Dalam perspektif Sejarah, LP3ES, Jakarta, 1982,

-------------, (1974), Kepemimpinan Dalam Sejarah Indonesia, Jakarta : Rajawali

Keesing, (1992) Cultural Anthropology: a Contemporary Perspective. New York:


N.Y. Holt, Rinehart & Winston.

Kell, T., The Roots of the Acehnese Rebellion, 1989 – 1992, (Publication No 74,
Ithaca, N.Y.: Cornell Modern Indonesia Project,

Keyes, Langley C, (2001), Housing, Social Capital, and Poor Communities, in


Social Capital and Poor Communities (Saegert at. Al.) Russel Sage
Foundatian, New York.

Killian, L. (1952) ―The Significance of Multiple Group Membership in Disaster


Study‖, American Journal of Sociology, Vol. 57.

Kreps, Garry (1989) Social Structure and Disaster, Newark DE : University of


Delaware Press.

Krishna, A. (2002a). ―Enhancing Political Participation in Democracies: What is


the Role of Social Capital?‖ Comparative Political Studies,

---------. (2002b). Active Social Capital: Tracing the roots of development and
democracy. New York: Columbia University Press

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
148

Lawang, Robert M.Z. (2005). Kapital Sosial : Dalam Perspektif Sosiologik, Fisip
UI Press, Jakarta

Lebar, Frank M (Edt) (1972), Ethnic Groups of Insular Southeast Asia, Vol. I,
Human Relation Area File Press, New Haven.

Lenski, Gerhad. 1966. Power and Priviledge: A Theory of Sosial Stratification.


New York: McGraw Hill.

Levi, M.1996. ―Social and Unsocial Capital: A Review Essay of Robert Putnam‘s
Making Democracy Work.‖ Politics and Society, 24 (1)

Lin, N. (2001). Social Capital: a theory of social structure and action. Cambridge
University Press.

Muhamad, Ali (1980) Adat dan Agama di Aceh, PLPIIS Aceh.

Mahdi, Saiful (2007), Where do IDPs Go? Evidence of Social Capital from Aceh
Conflict and Tsunami IDPs, First International Conference of Aceh and
Indian Ocean Studies

Manyambeang, A.K. (1987). Keuchik dan Keujreun Blang dalam Masyarakat


Aceh, Fikata. Jakarta.

Mansyur, Amin M. (1987). Kedudukan Kelompok Elite Aceh Dalam Perspektif


Sejarah, 1987, Fikata, Jakarta

Maskrey, A. (1989). Disaster Mitigation—A community based approach,


London: Oxfam.

McCulloch, L., (2005) Aceh: Then and Now (Minority Rights Group, 2005);

Melalatoa, Yunus (edt) (1980), Sistem Kesatuan Hidup Setempat Propinsi Daerah
Istimewa Aceh, Depdikbud, Banda Aceh.

Mileti D. S. (2001). Disasters by Design. Washington D.C: Joseph Henry Press.

Mills, C. Wright. (1956). The Power Elite New York:Oxford University Press.

Muhamad, Ibrahim, (1978). Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh.

Nakagawa dan Shaw (2004) Social Capital: A Missing Link to Disaster Recovery
International Journal of Mass Emergencies and Disasters March 2004,
Vol. 22, No. 1,

Nasution. (1988). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Tarsito. Bandung.


1988.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
149

Neuman, W. Lawrence. (1997) Sosial Research Methods. 3-th Edition, Allyn and
Bacon, Boston.

Olsson, P., Folke, C., and Berkes, F. (2004). Adaptive Co-management for
Building Resilience in Social-Ecological Systems. Environmental
Management Vol. 34:1, pp. 75-90.

Ostrom, E. 1990. Governing the commons: The evolution of institutions for


collective action. Cambridge: Cambridge University Press.

Ostrom, E., R. Gardner, and J. Walker. 1994. Rules, Games, and Common-Pool
Resources. Ann Arbor: University of Michigan Press.

Ostrom, Elinor, 2000, Crossing The Great Divide: Coproduction, Synergy, And
Development,

P2K and World Bank , (2006), Village Survey in Aceh An Assessment of Village
Infrastructure and Social Conditions,Banda Aceh

Panglima Laot (2005). Krue Seumangat Panglima Laot: Pertemuan dan doa
bersama lembaga hukom adat laot/panglima laot se-propinsi NAD (eds).
Yayasan Laut Lestari-Puter-Working group for Aceh recovery-IPB Press.

Patton, M.Q .(1980). Qualitative Evaluation Methods. Baverly Hills, CA. Sage
Publication, Miles, M.B. dan Huberman (1984). Qualitative Data
Analysis: Source Book of New Methods. Baverly Hills. California. Sage
Publication. 1984.

Piekaar, AJ (1977) Aceh dan Peperangan dengan Jepang, 1, (alih bahasa, Abu
Bakar) PDIA, Banda Aceh

Polem, Bachtiar Effendi Panglima, (1988) , Pengendalian Sosial di Aceh Besar,


dalam Segi-segi Sosial Budaya Masyarakat Aceh, Alfian (edt), LP3ES,
Jakarta.

Portes, A. (1998). Social Capital: its origin and applications in modern sociology.
Annual Review of Sociology, Vol 24:1-24.

Portes, A. and Landolt, P. (1996), The Downside of Social Capital. The American
Prospect, 26: 18-21

Pretty, J. (2003). Social Capital and the collective management of resources.


Science Magazine Vol 302: 5652, pp. 1912-1914.

Putnam, R., Leonardi, R., and Nanetti, R. (1993). Making Democracy Work.
Princeton: Princeton University Press.
Quarantelli, E. L. (1978) Disasters: Theory and Research, Beverly Hills, Calif:
Sage Publications.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
150

Quarantelli, E. L. (1989) ―The Social Science Study of Disasters and Mass


Communication,‖ in L. Walters, L. Wilkins, and T. Walters, (eds.), Bad
Tidings: Communication and Catastrophe, N. J.: Lawrenece Erlbaum.

Quantarelli E.L., (1989) What is Disaster, Perspective on the Question, London :


Routledge.

Quarantelli E. L. (1989). Conceptualizing Disasters from a Sociological


Perspective. International Journal of Mass Emergencies and Disasters, 7:
243-251.

Reid, A. (ed), (2006) Verandah of Violence, Singapore University Press

Rose , Richard (2000) Getting Things Done in Antimodern Society : Social


Capital Network in Rusia dalam Dasguptaand Ismail Seragaldin, 2000,
Social Capital : A Multifaceted Perspective.

Sufi, (1987). Pengaruh Pendudukan dan Pendidikan Belanda Terhadap


Penghasilan Uleebalang di Aceh, Santunan, 7, 63 1982 hal 51.

Saad, S. (2003). Politik Hukum Perikanan Indonesia (eds). Lembaga Sentra


Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta.

Said, 1961, Atjeh Sepanjang Abad, Waspada, Medan

Schegloff, E.A. (2002). Reflections on Talk and Social Structure, part IV:13, pp.
221-243 in Weinberg, D., (2000). Qualitative research methods (eds).
Blackwell Publishers Ltd. Taylor, M. (1982). Community, Anarchy, and
Liberty. Cambridge University Press, Cambridge.

Schneider, Teske, Marschall, Mintrom and Roch (1997), Institutional


Arrangements and the Creation of Social Capital: The Effects of Public
School Choice, American Political Science Review, 91 (1)

Schuller T., Baron S., and Field J. (2000). Sosial Capital: A Review and Critique.
Pp. 1-38 in Sosial Capital: Critical Perspectives. Oxford: Oxford
University Press

Schultz, K., (2003) The Free Aceh Movement (GAM): Anatomy of a Separatist
Movement (Policy Studies 2, 2003);

Sen, A. (1981). Poverty and Famine: An Essay on Entitlement and Deprivation.


Oxford: Clarendon Press

Serageldin, I. and Grootaert, C. (2000). Definition of Sosial Capital: An


Integrated View. Pp.40-58 in Sosial Capital: A Multifaceted Perspective,
edited by P. Dasgupta and I. Serageldin. Washington D.C.: The World
Bank.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
151

Shaw, R. and Goda, K. (2004). From disaster to sustainable community planning


and development: the Kobe Experiences. Disasters 28 (4): 16-40.

Shaw, R. and Okazaki, K. (eds). (2003). Sustainability in grass-roots initiatives:


focus on community based disaster management. Kobe: UNCRD

Siapno, Jacqueline A. (2007). Living Displacement: Everyday Politics of Gender,


Silence, and Resilience in Aceh.‘ Conflict, Violence, and Displacement in
Southeast Asia. E. L. Hedman. Ithaca, Cornell University Press.

Siegel, James T., (1969) , The Rope of God, Berkeley: University of California
Press, 1969.

Smelser dan Swedverd, Handbook of Economic Sociology, Princeton University


Press, Princeton, USA

Soeyatno, (1977) Sejarah Sosial Masyarakat Pedesaan Sibreh, Aceh Besar‖ dalam
Alfian (ed) Segi-segi Sosial Budaya Masyarakat Aceh, LP3ES, Jakarta
1977

Spradley, James P (1977). , The Ethnographic Interview, Holt Rinehart and


Winston

Stake, Robert, (1994) Case Studies, dalam Denzin dan Lincoln (ed) Hand Book
of Qualitative Research, Sage Publication. Thousand oaks, London.

Suhandang, Kustadi dkk (1991), Pengembangan Desa Nelayan Dalam Propinsi


Daerah Istimewa Aceh, Puslit IAIN Ar-Raniry.

Syamsudin, T dkk, (1977) Adat Istiadat Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh,
Penelitian Kebudayaan Daerah.

Syarief, Sanusi, (2005), Gampong dan Mukim di Aceh, Pustaka Latin

Tasya. TA. (1978) ―Kami Perkenalkan Daerah Istimewa Aceh.‖ Banda Aceh:
Sekretariat Wilayah Daerah Istimewa Aceh.

Taqwadin, (2004) Pemerintahan Mukim, Serambi Indonesia

Tarrow, S. (1996) Making Social Science Work Across Space and Time: A
Critical Reflection on Robert Putnam’s Making Democracy Work.
American Political Science Review 90 (2): 389-397

Tesch, R. (1980). Qualitative Research: Analysis types and software tools,


Falmer. New York.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
152

Tripa, Sulaiman dkk (2006), Problematika Kebudayaan di Aceh : Analisis


terhadap Identitas Lokal Masyarakat Banda Aceh Pasca Tsunami, The
Aceh Institute.

Tsuda M., Tamaki M. (2001) ―Shizensaigai to Kokusai Kyoryoku.‖ (In Japanese).


Tokyo: Shinhyoron

Turner, Jonathan H, (1998) The Structure of Sociological Theory, Wardsworth


Publishing Company.

Twigg, J. and Bhatt, M. eds. (1998) Understanding Vulnerability: South Asian


Perspectives. London: ITDG.

Uphoff, N. (2000). Understanding Social Capital: Learning from the Analysis and
Experience of Participation.‖ Pp 215-249 in Sosial Capital: A
Multifaceted Perspective, edited by P. Dasgupta and I. Serageldin.
Washington D.C.: The World Bank.

Usman, A.R. (2003). Sejarah Peradaban Aceh (eds). Yayasan Obor Indonesia

Van ‗t Veer, Paul, 1969, De Atjeh-Oorlog. Amsterdam: Arbeiderspers.

Van Veer, Paul (1977) Perang Belanda di Aceh, (alih bahasa Aboe Bakar), Dinas
P & K Daerah Istimewa Aceh.

Weber, Max. (1978). Economy And Society: An Outline Of Interpretive Sociology.


Two Volumes. Edited By Guenther Roth And Claus Wittich. Berkeley,
Los

Wessing, Robert, ‗An Enclosure in the Garden of Love‘, Journal of Southeast


Asian Studies, 22 (1), March, 1991:

Woolcock, M. (1998). ―Social Capital and Economic Development: Toward a


Theoretical Synthesis and Policy Framework.‖ Theory and Society
27(2): 151-208

Woolcock, M. (2001) ―The Place of Social Capital in Understanding Social and


Economic Outcomes‖. ISUMA Canadian Journal of Policy Research, Vol
2(1), pp.11-17.

Woolcock, M., and Narayan, D. (2000). Social Capital: Implications for


development theory, research and policy. World Bank Research Observer
Vol 15, pp. 225-49.

Woolcook Michael Dan Narayan, (1999), Social Capital: Implication For


Development Theory, Research And Policy.

World Bank (2003). Social Capital for Development.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
153

Zainudin, HM (1961) Tarich Islam dan Nusantara. Medan: Pustaka Iskandar


Muda. 1961.

Dokumen

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2005 Tentang Rencana


Induk Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Wilayah Dan Kehidupan Masyarakat
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Dan Kepulauan Nias Provinsi
Sumatera Utara Buku Utama Rencana Rehabilitasi Dan Rekonstruksi

Sebuah Agenda Rakyat ? Bantuan Pasca Tsunami di Aceh EYE ON ACEH

UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang pemerintahan Desa

UU No. 18/2001

Surat Keputusan Bupati Aceh Besar No. 1/1977 tentang Struktur Organisasi
Pemerintahan di Daerah Pedesaan Aceh Besar)

Peraturan Daerah No. 2 Tahun 1990 tentang Pembinaan dan Pengembangan Adat
Istiadat, Kebiasaan-kebiasaan Masyarakat beserta Lembaga Adat

Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2000

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 1. 1

Lampiran 1 :

Panduan Wawancara Profil Komunitas/Desa

Profil desa diperoleh melalui serangkaian wawancara terfokus yang dilakukan dalam
komunitas pada awal penelitian lapangan. Profil komunitas akan memberikan
gambaran karakteristik komunitas dan isu-isu yang berkaitan dengan kapital sosial
bagi peneliti untuk pengumpulan data pada tahapan selanjutnya. Kelompok diskusi
berdiskusi bersama tentang definisi komunitas dimana penelitian dilakukan. Definisi
ini akan digunakan selama melakukan pengumpulan data profil komunitas dan akan
menjadi referensi bagi wawancara organisasi. Juga akan memberikan gambaran
daerah cakupan lembaga untuk membuat profil organisasi.
Metode partisipatoris dilakukan untuk mendapatkan profil komunitas. Sebagai
tambahan format fokus group, pengumpulan data termasuk pemetaan komunitas yang
akan diteruskan dengan pendataan diagram kelembagaan. Sumber data primer
diperoleh melalui serangkaian wawancara, pemetaan, dan pembuatan diagram :
1. Pemetaan komunitas, menunjukkan lokasi asset dan layanan komunitas desa.
2. Catatan pengamatan kelompok diskusi dan simpulan masalah-masalah yang
didiskusikan.
3. Daftar karakteristik positif asset dan pelayanan public komunitas.
4. Daftar karakteristik negative assets dan pelayanan public komunitas.
5. Studi kasus tindakan kolektif komunitas.
6. Diagram venn lembaga sosial dari aspek dampak dan kemudahan diakses
7. Diagram (web) relasi jaringan kelembagaan.

Kelompok diskusi dilakukan di setiap lorong 1 kelompok sehingga dalam satu desa 5
kelompok diskusi, setiap kelompok diikuti antara 5 – 12 orang. Paling tidak ada 2
kelompok diskusi dengan melibatkan perempuan dan laki-laki secara terpisah. Setiap
kelompok diklasifikasikan berdasarkan kondisi sosio demografis yang penting dalam
konteks komunitas, seperti usia, pekerjaan, pendidikan, ekonomi (pendapatan).
Setiap kelompok diskusi dipimpin oleh 1 moderator dan 1 pengamat (notulis).
Moderator berperan sebagai fasilitator diskusi, mengangkat isu, mendorong
keterlibatan semua partisipan. Pengamat berperan sebagai notulis untuk merekam
diskusi dan dinamika kelompok.
Tim peneliti harus menyediakan bahan-bahan sebagai berikut: panduan wawancara,
buku catatan, ball point, kertas flip chart, spidol (beberapa warna), selotif, kertas
warna, gunting.

1. Definisi tentang komunitas dan identifikasi asset komunitas :

Berikan 1 lembar kertas flip chart dan spidol berwarna. Minta pada kelompok diskusi
untuk menggambarkan desa mereka yang menunjukkan pola pemukiman, tempat
kegiatan produktif, dan lokasi berbagai assets dan jasa layanan public dalam
komunitas. Pada kelompok kedua diminta untuk memodifikasi peta yang sudah
dibuat oleh kelompok pertama, bila perlu bisa digambar di kertas terpisah. Peta

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 1. 2

tersebut sebagai referensi kunci diskusi dan seharusnya digunakan selama proses
diskusi untuk menstimulasi, mengidentifikasi masalah-masalah penting, memperjelas
pokok-pokok diskusi, dan sebagainya.
1.1. Bagaimana anda menjelaskan desa/komunitas anda ?
(Tunjukkan batas-batas geografis, nama tempat, dan petunjuk lainnya. Buatlah
kesepakatan tentang tentang definisi geopolitik tentang definisi komunitas)
1.2. Dimanakah letaknya dan dibangun siapa, masyrakat berpartisipasi dalam hal apa
?
1.2.1. Sekolah playgroup TK, SD, SMTP, SMTA, dan sekolah lainnya
1.2.2. Pelayanan kesehatan (informal dan formal)
1.2.3. Sumber mata air bersih.
1.2.4. Tempat pembuangan sampah
1.2.5. Jaringan listrik
1.2.6. Telepon umum
1.2.7. Jalan utama
1.2.8. Alat transportasi,
1.2.9. Pasar, toko dan pusat perdagangan lainnya.
1.2.10. Meunasah, Masjid
1.2.11. Tempat rekreasi
1.2.12. Tempat-tempat yang tidak aman

1.3. Telah berapa lama desa ini ada ? ceritakan sejarah terbentuknya desa ini ?
Bagaimana dampak tsunami pada desa anda ? Siapakah orang yang paling
sering keluar masuk dalam komunitas ini ?

2. Aksi kolektif dan solidaritas


2.1. Warga di desa ini apakah biasa bekerjasama untuk menghadapi masalah-
masalah tertentu, memecahkan masalah, mengembangkan kualitas hidup,
dan sebagainya ? Masalah-masalah apakah yang sering dihadapi dan
dibicarakan dalam 2 – 3 tahun terakhir ini pasca tsunami? (contoh :
pendidikan, kesehatan, pelayanan umum, jalan dan transportasi, pasar,
kredit, perumahan, mata pencaharian, dampak bencana lainnya)
2.2. Apakah setiap orang di desa ini mendapatkan akses yang sama dalam
mengatasi masalah-masalah tersebut ?
2.3. Bagaimana usaha yang dilakukan masyarakat untuk meningkatkan
kesejahteraan atau dalam menghadapi masalah ? Dapatkan anda
menjelaskan secara rinci ? (merujuk pada kasus tertentu) Bagaimana peran
masyarakat dalam permasalahan tersebut ? Bagaimana tanggapan dari
pemerintah mengenai permasalahan tersebut ? Dari organisasi lain ? Dari
desa/masyarakat lain ? Hambatan apakah yang dihadapi dalam
menyelesaikan permasalahan tersebut ? Bagaimanakah hasil dari usaha
tersebut ?
2.4. Usaha apakah yang pernah dilakukan oleh komunitas ini untuk maju namun
gagal ? Mengapa hal itu sampai gagal ? Usaha apakah yang harus dilakukan
lagi agar usaha itu bisa berhasil ?

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 1. 3

(Periksa hambatan-hambatan yang dihadapi untuk tindakan kolektif;


identifikasi peran pemerintah, organisasi-organisasi komunitas, lembaga-
lembaga dari luar yang berpengaruh, dan diskusikan hubungan antara
komunitas, organisasi yang ada, pemerintah local, dan aktor-aktor
masyarakat sipil lainnya)

3. Pemerintahan dan pengambilan keputusan dalam komunitas


3.1. Siapakah yang menjadi pemimpin utama di desa ini (tunjukkan pemimpin
formal dan informal)
3.2. Bagaimana mereka menjalankan kepemimpinannya ? Bagaimana mereka
dipilih sebagai pemimpin ?
3.3. Bagaimana proses pengambilan keputusan dilakukan di desa ini ? Bagaimana
peran pemimpin dalam dalam proses tersebut ? Bagaimana peran anggota
masyarakat dalam pengambilan keputusan ? (jelaskan peran pemimpin
formal, informal dan elit di desa ini)

4. Buatlah daftar lembaga-lembaga sosial yang ada di desa ini.


4.1. Nama kelompok, organisasi dan asosiasi yang mempunyai peran di desa ini
(sebelum dan sesudah tsunami) (Sudahkah semua organisasi formal dan
informal yang ada dalam komunitas didaftar. Pastikan seluruh jenis
organisasi yang berbeda sudah ada (perikanan, mata pencaharian, agama,
kesehatan, pendidikan, pembangunan rumah, jalan dsb), dan buatlah
selengkap mungkin. Dari semua lembaga tersebut mana yang paling
berperan dalam menjawab kebutuhan masyarakat, sebelum dan sesudah
bencana tsunami ? (Pastikan setiap daftar organisasi diberikan jarak masing-
masing untuk memberikan keterangan tambahan)
4.2. Lembaga manakah yang memainkan peran paling penting dalam membantu
pengembangan kesejahteraan anggota masyarakat ? (sebelum dan sesudah
tsunami)
4.3. Bagaimana kelompok, atau lembaga tersebut mulai bekerja ? ( Inisiatif
pemerintah, melalui sumbangan pemerintah, sumbangan NGO, inisiatif
masyarakat sendiri dsb.)
4.4. Bagaimana para pemimpinnya dipilih (melalui pemilihan, musyawarah,
keturunan) ? Seberapa stabil kepemimpinannya (sering atau tiba-tiba
diganti, diganti secara berkala, atau tidak pernah diganti) ? Apakah
kepemimpinannya secara umum berjalan harmonis atau penuh konflik ?
4.5. Bagaimana proses pengambian keputusan dilakukan dalam kelompok atau
organisasi-organisasi tersebut ?

5. Relasi antara organisasi dalam komunitas

(Buatlah diagram venn, tanyakan pada kelompok untuk menempatkan organisasi


yang paling berperan di lingkaran paling besar, lingkaran lebih kecil untuk
organisasi yang kurang berperan, dan lingkaran paling kecil untuk organisasi yang

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 1. 4

paling tidak berperan). Tuliskan nama organisasi pada masing-masing lingkaran.


Dan tanyakan mengapa organisasi tersebut dianggap berperan dan tidak)
Gambarkan di atas kertas kotak besar. Tanyakan pada kelompok bahwa kotak
tersebut menunjukkan diri mereka. Sudahkah kelompok menempatkan organisasi
yang ditulis dalam lingkaran di dalam atau di luar kotak yang di tengah. Yang
lebih dekat dengan mereka berada di pusat kotak, organisasi-organisasi tertentu
yang lebih mudah diakses oleh masyarakat. Biarkan kelompok berdiskusi diantara
mereka dan fasilitasi. Catat hasil diagram dan alas an-alasan yang dikemukakan
dalam diskusi kelompok pada masing-masing organisasi.
5.1. Lembaga manakah dari daftar yang paling berperan ? Lembaga manakah
yang kurang berperan ? dan Lembaga manakah yang paling tidak berperan
?
5.2. Lembaga manakah dari daftar, yang paling mudah diakses masyarakat ?
Lembaga manakah yang kurang bisa diakses masyarakat ? dan Lembaga
manakah yang paling susah diakses masyarakat ?

6. Jaringan dan kepadatan kelembagaan


(Buat flowchart : siapkan kertas flip chart dan spidol. Fasilitasi diskusi diantara
kelompok tentang hubungan diantara organisasi yang sudah diidentifikasi, pemimpin
masyarakat, dan komunitas. Periksa lembaga pemerintah local, NGO, organisasi
kemasyarakatan, dan aktor-aktor masyarakat sipil lainnya). Minta setiap kelompok
menggambarkan masing-masing aktor dan, gunakan panah atau simbul lainnya, yang
menunjukkan hubungan diantara mereka. Periksa hubungan diantara seluruh
organisasi.

6.1. Organisasi manakah yang bekerjasama ? Bagaimana mereka bekerjasama


(Hirarkis atau kolaborasi)
6.2. Apakah setiap organisasi yang ada saling bertentangan satu sama lain ?
(bersaing atau konflik) ? Yang mana saja ? dan Mengapa ?
6.3. Mungkin ada yang menjadi anggota dari lebih satu organisasi berbeda.
Organisasi manakah yang mempunyai anggota yang sama ?
6.4. Apakah organisasi-organisasi yang saling berbagi sumber daya ?

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 2. 1

Lampiran 2 :

Panduan Wawancara
Fungsi Kapital Sosial Dalam Program Pemulihan Pasca Bencana
Profil Lembaga Sosial

Profil lembaga sosial berguna untuk menggambarkan hubungan dan jaringan yang
ada lembaga formal maupun informal yang beroperasi dalam komunitas, untuk
mengukur kapital sosial structural. Terutama, profil ini akan menggambarkan latar
belakang dan perkembangan lembaga (secara historis dan konteks masyarakat, latar
belakang, dan kelangsungan lembaga); kualitas keanggotaan (alasan orang
bergabung, tingkat keterbukaan lembaga); kapasitas lembaga (kualitas
kepemimpinan, partisipasi, budaya lembaga, dan kapasitas kelembagaan), dan
jaringan lembagaonal.
Dipilih tiga sampai enam lembaga per komunitas akan dibuat profilnya. Lembaga
sosial perlu diidentifikasi melalui wawancara pada informan kunci sebagai lembaga
kunci yang paling berpengaruh program pemulihan pasca bencana.
Untuk setiap profil lembaga, wawancara perlu dilakukan pada para pemimpinnya,
anggota-anggotanya, dan bukan anggotanya. Wawancara individual dilakukan pada
pimpinan lembaga ( 2 atau 3 orang per lembaga). Fokus group diskusi dilakukan
diantara anggota dan non anggota, dengan masing-masing group sebaiknya antara 5
sampai 12 peserta tergantung ukuran dan keragaman keanggotaan kelompok, fokus
group diskusi dilakukan 1 kali per lembaga. Setiap fokus group seharusnya dipimpin
oleh 1 moderator dan satu pengamat. Moderator berperan sebagai fasilitator diskusi,
mengangkat isu, mengomentari, memfokuskan isu diskusi. Pengamat berperan
sebagai pencatat isi diskusi dan proses dinamika kelompok. Setelah selesai
wawancara kelompok fokus, moderator dan pengamat harus mendiskusikan ulang
melaporkan penemuan awalnya.

1. Identitas Lembaga
Nama lembaga :
Jenis Lembaga :
Keanggotaan :
Lokasi :
Nama pemimpin dan struktur lembaga :

2. Wawancara Pemimpin :
2A. Asal dan perkembangan lembaga.
2A.1. Bagaimana lembaga terbentuk ? Siapa yang paling bertanggungjawab
dalam pembentukannya (mandate pemerintah, keputusan masyarakat,
saran NGO dari luar)
2A.2. Dalam bidang apakah lembaga bekerja ?
2A.3. Apakah lembaga pernah berubah struktur dan tujuannya ? Mengapa ? Apa
yang menjadi tujuan utama lembaga pada saat ini ?

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 2. 2

2A.4. Bagaimana lembaga berkembang, apakah mendapatkan dukungan dari luar


? Apakah mendapatkan konsultasi dan atau dana atau dukungan lain dari
pemerintah ? Apakah mendapatkan konsultasi dan atau dukungan lain dari
NGO luar ? Bagaimana mendapatkan dukungan ini ? Siapa yang
berinisiatif ? Bagaimanakah dukungan ini diberikan ? Apakah keuntungan
dan kerugian yang diperoleh oleh lembaga berkaitan dengan dukungan ini
?

2B. Keanggotaan
2B.1. Dapatkah menceritakan bagaimana keterlibatan masyarakat dalam lembaga
ini ? Bagaimana mereka dapat terlibat ? Apakah seluruh anggota
masyarakat terlibat ? Jika tidak, mengapa beberapa anggota masyarakat
tidak terlibat ?
2B.2. Mengapa orang bergabung atau mau terlibat (sebagai pengurus, pegawai
dsb) dalam lembaga ? Apakah sulit untuk meyakinkan orang untuk terlibat
dalam lembaga ? Apakah yang menjadi permintaan atau harapan orang
pada pemimpin dan lembaga ?
2B.3. Apakah anggota yang aktif dalam lembaga ini juga menjadi anggota
lembaga lain dalam kominutas ini ? Apakah orang cenderung hanya
menjadi anggota satu lembaga atau bergabung dengan banyak lembaga
secara bersamaan ? Dapatkah anda menjelaskan mengapa ?

2C. Kapasitas kelembagaan


2C.1. Bagaimana anda menjabarkan kualitas kepemimpinan lembaga ini dalam
hal stabilitas, jumlah pemimpin yang tersedia, keragaman kepemimpinan,
kualitas dan ketrampilan kepemimpinan, hubungan pemimpin dengan staff
dan masyarakat ?
2C.2. Bagaimana anda menjabarkan kualitas partisipasi dalam lembaga ini dalam
hal :
1. Kehadiran dalam rapat baik internal maupun eksternal dengan lembaga
lain ?
2. Bagaimana partisipasi dalam pengambilan keputusan di lembaga ?
3. Penyebaran informasi dalam pengambilan keputusan ?
4. Kesempatan diskusi informal dalam pengambilan keuputusan ?
5. Proses konsultasi dalam lembaga maupun dengan masyarakat ?
6. diskusi terbuka, termasuk posisi oposisi, dan kejujuran ?
7. Penyebaran hasil proses pengambilan keputusan ?
8. Jumlah wanita, pemuda, yang kurang mampu terlibat dalam lembaga dan
yang menduduki jabatan dalam lembaga ?
9. Apakah kelompok mana saja dalam masyarakat yang dianggap pihak luar
dari lembaga ? Dalam kelompok manakah mereka ?
10. Bagaimana tingkat partisipasi keluarga yang lebih kaya (elit) dalam
lembaga ?
11. Apakah kelompok elit dalam komunitas besikap simaptik, mendukung,
menentang, atau berpengaruh negative ?

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 2. 3

2C.3. Dapatkah anda menjelaskan kultur kelembagaan dalam lembaga ini


mengenai :
1. Keberadaan dan tingkat pengetahuan prosedur dan kebijakan ?
2. Apakah prosedur dan kebijakan dijalankan ? apakah ada masalah dalam
dengan ketidakhadiran dalam rapat, mencuri milik lembaga ?
3. Apakah ada mekanisme resolusi konflik, baik dalam lembaga maupun
dengan masyarakat ?
4. Bagaimana sifat konflik anggota antara anggota dan masyarakat ?

2C.4. Dapatkah anda menjelaskan kapasitas kelembagaan mengenai :


1. Kegiatan khusus yang dilakukan lembaga ?
2. Mengawasi dan mempekerjakan pihak lain ?
3. Mempersiapkan laporan keuangan pada pemerintah, donator dsb ?
4. Refleksi dan pembelajaran dari pengalaman sebelumnya ?

2.D. Jaringan kelembagaan


2D.1. Dapatkah anda menjelaskan hubungan antara lembaga dengan lembaga
komunitas lainnya ? Kapan anda merasa perlu bekerjasama datau
membangun hubungan dengan mereka ?
2D.2. Apakah anda mempunyai hubungan dengan lembaga di luar desa ?
Bagaimana sifat hubungan tersebut ?
2D.3. Apakah anda merasa cukup memahami program dan kegiatan lembaga lain
?
2D.4. apakah anda berusaha untuk bekerjasama dengan lembaga lain untuk
kepentingan bersama ? (untuk aktivitas apa saja). Apakah hal ini
merupakan strategi umum diantara lembaga di desa ini ? (jelaskan
mengapa dan mengapa jika tidak ?)
2D.5. Dapatkah anda menjelaskan hubungan lembaga dengan pemerintah ?
Apakah anda mempunyai pengalaman untuk mendapatkan bantuan dari
pemerintah ? Bagaimana pengalaman anda ? Dalam tingkat pemerintahan
apa anda paling sering bekerjasama (desa, kecamatan, kota, provinsi atau
pusat) ? Apakah membuat persyaratan tertentu untuk memberikan bantuan
?
2D.6. Apakah lembaga anda berhubungan dengan setiap program pemerintah atau
NGO ? Dalam program pemerintah/NGO apakah lembaga anda terlibat ?
Mengapa hanya terlibat dalam program tersebut ? Peran apakah lembaga
anda dalam program tersebut ? (Sebelum dan sesudah tsunami, khususnya
untuk program pemulihan tsunami)
2D.7. Apakah anda merasa cukup memperoleh informasi tentang program dan
kegiatan pemerintah ? Dari manakah anda memperoleh informasi tersebut
?
2D.8. Apakah anda berusaha memberikan masukan pada pemerintah/NGO ?
Dalam lingkup apa anda memberikan masukan (persiapan, perencanaan,
implementasi, monitoring atau evaluasi program) ? Bagaimana hasilnya ?

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 2. 4

Apa yang menjadi tantangan dalam melakukan hal tersebut ? (jelaskan


peran yang dilakukan dalam proses persiapan, perencanaan, monitoring
dan evaluasi, operasional dan perawatan)
2D.9. Apakah lembaga anda diundang untuk berpartisipasi dalam setiap proses
rencana pengembangan yang dilakukan oleh pemerintah/NGO dalam
program pemulihan pasca bencana ? Bagaimana pendapat anda tentang
mekanisme perencanaan tersebut ?
2D.10. Secara umum, bagaimana anda menilai lembaga anda dalam
mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah/NGO dalam program
pemulihan bencana di desa anda ?

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 2. 5

3. Panduan Wawancara Anggota


3A. Struktur dan histori lembaga
3A.1. Bagaimana lembaga ini mulai berdiri ?
3A.2. Siapa yang pernah memimpin lembaga ini ? Siapakah yang menjadi
pemimpinnya sekarang ? Bagaimana dan mengapa pemimpin berganti ?
Bagaimana kualitas kepemimpinan mereka ?
3A.3. Mengapa anda memutuskan bergabung dalam lembaga ini ? Manfaat
apakah yang anda dapatkan dengan menjadi anggota dalam lembaga ini ?
3A.4. Bagaimana pemimpin lembaga ini dipilih ? Bagaimana pengambilan
keputusan dilakukan ? Apakah anda merasa lembaga ini dapat mewakili
kepentingan anda ke pada pemerintah, NGO atau pihak lainnya ?
Mengapa ?
3A.5. Mengapa beberapa orang tidak menjadi anggota dalam lembaga ?
3A.6. Bagaimana pendapat anda apakah lembaga anda melengkapi,
menggantikan, atau bersaing dengan lembaga pemerintah dalam
masyarakat, khususnya dalam program-program pemulihan pasca bencana
tsunami ?
3A.7. Bagaimana pendapat anda apakah lembaga anda melengkapi,
menggantikan, atau bersaing dengan NGO dalam masyarakat, khususnya
dalam program-program pemulihan pasca bencana tsunami ?
3A.8. Apakah yang anda lakukan untuk membuat lembaga anda lebih efektif ?

3B. Kapasitas kelembagaan


3B.1. Bagaimana anda menjabarkan kualitas kepemimpinan lembaga ini dalam
hal stabilitas, jumlah pemimpin yang tersedia, keragaman kepemimpinan,
kualitas dan ketrampilan kepemimpinan, hubungan pemimpin dengan staff
dan masyarakat ?
3B.2. Bagaimana anda menjabarkan kualitas partisipasi dalam lembaga ini dalam
hal :
1. Kehadiran dalam rapat baik internal maupun eksternal dengan lembaga
lain ?
2. Bagaimana partisipasi dalam pengambilan keputusan di lembaga ?
3. Penyebaran informasi dalam pengambilan keputusan ?
4. Kesempatan diskusi informal dalam pengambilan keputusan ?
5. Proses konsultasi dalam lembaga maupun dengan masyarakat ?
6. diskusi terbuka, termasuk posisi oposisi, dan kejujuran ?
7. Penyebaran hasil proses pengambilan keputusan ?
8. Jumlah wanita, pemuda, yang kurang mampu terlibat dalam lembaga dan
yang menduduki jabatan dalam lembaga ?
9. Apakah kelompok mana saja dalam masyarakat yang dianggap pihak luar
dari lembaga ? Dalam kelompok manakah mereka ?
10. Bagaimana tingkat partisipasi keluarga yang lebih kaya (elit) dalam
lembaga ?

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 2. 6

11. Apakah kelompok elit dalam komunitas besikap simaptik, mendukung,


menentang, atau berpengaruh negatif ?

3B.3. Dapatkah anda menjelaskan kultur kelembagaan dalam lembaga ini


mengenai :
1. Keberadaan dan tingkat pengetahuan prosedur dan kebijakan ?
2. Apakah prosedur dan kebijakan dijalankan ? apakah ada masalah dalam
dengan ketidakhadiran dalam rapat, mencuri milik lembaga ?
3. Apakah ada mekanisme resolusi konflik, baik dalam lembaga maupun
dengan masyarakat ?
4. Bagaimana sifat konflik anggota antara anggota dan masyarakat ?

3B.4. Dapatkah anda menjelaskan kapasitas kelembagaan mengenai :


1.Kegiatan khusus yang dilakukan lembaga ?
2.Mengawasi dan mempekerjakan pihak lain ?
3.Mempersiapkan laporan keuangan pada pemerintah, donator dsb ?
4. Refleksi dan pembelajaran dari pengalaman sebelumnya ?

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 1

Lampiran 3 :
Struktur Sosial Formal Sebelum Tsunami
Keuchik dan Perangkatnya
Pemerintahan Desa Gampong Lampulo (sumber : keuchik dan keplor)

Kondisi Geografis; Desa Lampulo termasuk di dalam wilayah kecamatan Kuta Alam, Kota
Banda Aceh dengan luas area 45 Ha. Desa Lampulo dibagi atas 4 lorong/dusun, yaitu: Lorong
1 (Dusun Tengku Dipulo), Lorong 2 (Dusun Malahayati), Lorong 3 (Dusun Tengku
Disayang), dan Lorong 4 (Dusun Tengku Diteungoh). Jarak desa Lampulo ke ibu kota
kecamatan Kuta Alam sejauh 1 kilometer, dan jarak tempuh ke pusat kota Banda Aceh sejauh
6 kilometer. Ada pun batas-batas wilayah desa Lampulo adalah:
o Sebelah Utara : Kuta Alam
o Sebelah Selatan : Kelurahan Peulanggahan
o Sebelah Barat : Kelurahan Kampung Mulia
o Sebelah Timur : Kelurahan Lamdingin
Kondisi Demografis dan Kependudukan;

Lorong Nama Dusun Jumlah KK Jumlah Jiwa


Sebelum Sebelum
Tsunami Tsunami
1 Dusun Tgk. Dipulo 510 558
2 Dusun Malahayati 465 484
3 Dusun Tgk. Disayang 308 335
4 Dusun Tgk. Diteungoh 319 371

Kondisi Sosial Politik dan Ekonomi Masyarakat; Dahulu sebelum bencana gempa bumi
dan tsunami masyarakat Aceh mengalami konflik sosial yang berat di mana konflik antara
militer dan Gerakan Aceh Merdeka berimbas kepada masyarakat yang tidak paham apa yang
sesungguhnya terjadi. Anggota keluarga mereka menjadi korban dari kedua belah pihak
sehingga ketakutan dan kecemasan memengaruhi hidup mereka.
Daerah Aceh pernah menjadi Daerah Operasi Militer (DOM). Status ini merupakan
sumber konflik yang parah untuk kondisi hidup masyarakat. Pernah juga Aceh diberikan
status Darurat Sipil, dan status yang lainnya. Melalui status tadi akses dari berbagai pihak
untuk masuk dan ke luat menjadi hal yang tidak mudah dilakukan, sehingga masyarakat
hidupnya tertutup dan sangat sensitif akan hal-hal yang baru.
Kehidupan mata pencaharian masyarakat desa Lampulo cukup beragam, yaitu sebagai
nelayan, pedagang, buruh bangunan, Pegawai Negeri Sipil (PNS), pegawai swasta, TNI/ polri,
dan lain sebagainya. Jika dilihat dari letak desa yang di sisi pantai maka masyarakat yang
cukup banyak bermata pencaharian nelayan adalah warga yang tinggal di Lorong 1 dan
Lorong 3, sedangkan mereka yang tinggal di Lorong 2 dan Lorong 4 lebih banyak bekerja
sebagai pegawai PNS atau swasta.
Desa Lampulo dipimpin oleh Bapak Kepala Keuchik yang sudah bertugas di kantor desa
selama 30 tahun. Jabatan sebelumnya adalah Sekretaris Desa. Artinya, Pak Keuchik paham
akan situasi dan kondisi masyarakat desa Lampulo dengan baik. Sekretaris desa juga sudah
dipegang oleh seorang perempuan. Tampaknya desa Lampulo sudah pula menerapkan
kesetaraan sesuai dengan kemampuan perempuan untuk menduduki jabatan tertentu di tingkat
desa.
Desa Lampulo pernah mendapat anugerah sebagai desa teladan pada 2004. Untuk
mendapatkan penghargaan tersebut Kepala desa/ Keuchik Gampong Lampulo M. Yusuf
Zakaria diundang Presiden Megawati Soekarnoputri langsung ke Istana Negara. Peristiwa itu
terjadi pada tanggal 13 Agustus 2004.
Struktur organisasi pemerintahan desa Lampulo adalah:

Struktur organisasi Pemerintahan Desa Lampulo

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 2

Periode struktur desa ini akan berakhir di tahun 2008. Oleh karena itu masyarakat desa
Lampulo akan mengadakan pemilihan Kepala Keuchik di tahun tesebut.
Di samping struktur desa ini, ada juga struktur yang membantu kegiatan masyarakat yaitu
struktur PKK. Struktur PKK ini digambarkan sebagai berikut:

Struktur organisasi PKK

BADAN PENYANTUN KETUA

WK. KETUA I

WK. KETUA II

WK. KETUA III

BENDAHARA SEKRETARIS

WK. BENDAHARA WK. SEKRETARIS I

WK. SEKRETARIS II

POKJA I POKJA II POKJA III POKJA IV


Bidang: Bidang: Bidang: Bidang:
a. P. Akhlaqul Qarimah a. Pendidikan & Ketrampilan a. Sandang a. Kesehatan
b. Gotong Royong b. Mengembangkan b. Pangan b. Kelestarian
Kehidupan Berkoperasi c. Perumahan dan Tata Lingkungan Hidup
Laksana Rumah Tangga c. Perencanaan Sehat

Pemilihan Kepala Keuchik dan Kepala Lorong dilakukan melalui proses pemilihan yang
dilakukan oleh warga desa. Kadang kala pemilihan ini pun bisa terjadi penunjukkan langsung
dari pihak pimpinan di atasnya.
Kebijakan dan fungsi pemerintahan desa Lampulo sudah mengacu kepada Undang-Undang
Pemerintahan Desa yang berlaku setelah masa reformasi yang membuat kebijakan Otonomi
Daerah bagi Pemerintah Daerah Tingkat II, termasuk pemberlakukan bahwa Aceh sebagai
Daerah Istimewa yang menerapkan Syariat Islam.
Di samping struktur formal dari pemerintahan desa, struktur yang sangat memengaruhi
masyarakat adalah pihak militer. Pihak ini bisa sangat berpengaruh untuk menentukan
kebijakan tersendiri mengingat operasi kegiatan keamanan yang mereka lakukan akan
memberikan trauma yang mendalam kepada masyarakat.
Setelah masa Orde Baru jatuh, masa reformasi sudah memungkinkan sistem politik di
Indonesia menjadi multipartai politik. Partai-partai politik ini bisa menjadi kendaraan politik
untuk menyuarakan aspirasi masyarakat. Partai politik yang cukup berpengaruh kepada warga
desa Lampulo adalah PPP, Golkar

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 3

Ada struktur Informal non adat//Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang cukup berperan di
dalam masyarakat Aceh pada umumnya, termasuk juga di desa Lampulo. Kekuatan struktur
informal non adat/ GAM ini sangat kuat memengaruhi masyarakat karena di satu sisi
perjuangan struktur informal non adat ini mewakili perjuangan warga sendiri. Warga
merasakan ketidakadilan dari pihak pemerintah dan masyarakat mengalami kehilangan
keluarga dekatnya akibat konflik yang dilakukan oleh pihak militer. Kekejaman akibat konflik
sangat kental dialami oleh warga yang langsung merasakan akibatnya sehingga tidak heran
bahwa masyarakat akan condong ikut sebagai pendukung terselubung struktur GAM tersebut.
GAM pun memberikan tekanan psikologis kepada warga yang propemerintah dengan
ancaman kepada keluarga warga yang dekat kepada pihak militer tersebut. Pengaruhnya
sangat kuat karena bagaimanapun orang-orang GAM memiliki asal yang sama dengan warga.

Hasil Wawancara
Penelitian “Fungsi Kapital Sosial Dalam Program Pemulihan Pascabencana”

Dusun Tgk. Tuan Dipulo:


Aset-aset yang ada di dusun Tgk. Tuan Dipulo
1. TPI
2. Puskesmas
3. SDN 65
4. TK
5. SD 102
6. Mesjid Al Hidayah
7. Rumah kapal (bukti sejarah tsunami)

Dusun Malahayati:
Aset-aset yang ada di dusun Malahayati
1. Hotel Rajawali
2. Mushalla
3. Polsek Kuta Alam

Dusun Tgk. Disayang


Aset-aset yang ada di dusun Tgk. Disayang
1. Pabrik Es
2. Kantor polisi Laut
3. Pompa Air
4. Mushalla

Dusun Tgk. Teungoh


Aset-aset yang ada di dusun Tgk. Teungoh
1. Mushalla

( sumber: Rahmad (27), 28 Oktober 2007)


Not: Informan adalah Sekretaris Ketua pemuda Dusun 1.

Informan :
Ketua pemuda dusun Tgk.Tuan dipulo: Saiful Wahdi, Hp 085277500077
“Desa Lampulo sebahagian besarnya itu terletak di dusun Tgk. Tuan dipulo ini. TPI
merupakan aset terbesar yang ada di desa ini secara letak geografis TPI masuk ke dusun
Tgk. Disayang, akan tetapi secara penguasaan tunduk di bawah dusun Tgk. Tuan Dipulo.”

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 4

Di TPI ini banyak terdapat organisasi-organisasi kecil misalnya ada PSM (Pekerja Sosial
Masyarakat), ASPI (Asosiasi Pedagang Ikan), dan banyak organisasi lainnya yang dibentuk oleh
pemuda-pemuda yang bekerja di TPI tersebut. TPI sangat banyak memberikan lapangan pekerjaan
kepada pencari kerja di Lampulo.
Di Lampulo ini ada yang disebut Panglima Laot Lhok (Kuala). Dialah yang mengepalai
atau yang menjadi pemimpin bagi nelayan yang ada di Lampulo ini
Lampulo ini sebelum tsunami terkenal sebagai tempat persembunyian GAM (Gerakan Aceh
Merdeka), bahkan sering sekali “digerebek” oleh aparat pada saat operasi darurat militer dengan
alasan mencari anggota GAM. Daerah ini juga banyak dijadikan tempat transaksi penjualan ganja.
Kita juga ketahui bahwa panglima GAM wilayah kotamadya yaitu Panglima Abu Salam itu
berkedudukan di Lampulo.
Mengenai NGO-NGO yang pernah menangani rehab-rekon di desa Lampulo :
1. CARE
2. BRR
3. KATA HATI

Kalau CARE itu banyak masalah dengan perumahan yang mereka bangun. Ada yang
tukangnya lari karena tidak dibayar, ada yang rumahnya tidak bisa ditempati karena kualitasnya
kurang bagus, ada juga yang sudah didata tapi tidak dibangun-bangun.

B.Aceh 15 Oktober 2007


Informan : Kepala dusun Tgk. Tuan dipulo, Bapak Zubir, pekerjaan pensiunan PNS/ jualan, hp
081360565140.
“Saya menjadi kepala dusun karena ditunjuk sebab kepala dusun ini yang sebelumnya kena
tsunami jadi saya seperti PLT.”
“Permasalahan yang paling hangat di dusun Tgk. Tuan Dipulo itu masalah housing,
karena sudah beberapa tahun tsunami masih banyak juga masyarakat yang belum mempunyai
rumah. Untuk masalah ini banyak inisiatif dari masyarakat, misalnya pernah sekelompok
masyaakat (pemuda) berinisiatif untuk mendatangi pengurus perumahan yang ditunjuk dari desa
untuk menanyakan sebab-sebab tersendatnya rekonstruksi rumah warga, akan tetapi usaha-usaha
seperti ini tidak banyak membuahkan hasil karena para pengurus perumahan ini juga tidak dapat
memberikan jawaban yang memuaskan. Kondisi saat ini saya lihat masyarakat itu sudah pasrah,
kapan selesai, selesailah. Kapan mau dibangun, bangun saja. Mungkin masyarakat sudah tidak
mau terlalu banyak berharap.”
Ada juga inisiatif warga yang membayar sendiri gaji tukang (pekerja) agar pembangunan
rumah mereka lancar. Karena kelihatannya para pemborong kurang memperhatikan nasib tukang
lapangan. Terkadang mereka tidak digaji, mana mau mereka bekerja.
Organisasi yang ada di Lampulo: ASPI, Panglima Laot Lhok (Kuala), Remaja Mesjid Al-
Hidayah, TPA. Di Lampulo ini setiap dusun ada mushalla. Kalau mesjid yaitu Mesjid Al-Hidayah
terletak di dusun Tgk. Tuan Dipulo, sehingga di dusun ini tidak di bangun lagi mushalla. Remaja
Mesjid di Lampulo besar sekali pengaruhnya karena banyak aspirasi-aspirasi yang lahir dari
organisasi ini. Remaja mesjid di sini sejajar dengan ketua pemuda.
NGO-NGO yang masuk ke Lampulo pasca-tsunami:
1. CARE
Program Care ini tidak hanya housing, tapi juga meliputi:
Rekonstruksi (tidak selesai dengan baik), program pemberdayaan masyarakat
(diberikan modal, tapi tidak ada pembinaan/follow-up), pembangunan paret (saluran
air).
2. BRR
Program BRR hanya menangani housing.

3. KATA HATI

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 5

Setiap Dusun Memiliki Otonomi

Suatu fenomena yang terjadi di desa Lampulo yaitu setiap dusunnya memiliki otonomi
untuk mengurus diri masing-masing. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan setiap dusun dalam
mengoordinir masyarakatnya. Setiap dusun mempunyai ketua dusun dan ketua pemuda masing-
masing, sehingga pemimpin-pemimpin inilah yang selalu diajak berunding apabila terjadi sengketa
atau masalah di tingkat dusun. Jarang sekali sengketa yang terjadi di dusun sampai naik ke tingkat
desa karena sudah lebih dahulu selesai di tingkat dusun.
Efeknya masyarakat melihat peran aparatur desa sangat kurang, memang keuchik sudah
menyerahkan kewenangan kepada kepala dusun untuk mengurus dusunnya masing-masing. Akan
tetapi dari satu segi aparatur desa (keuchik dan perangkat-perangkatnya) juga menangani hal-hal
yang seharusnya mereka bermain peran.
Keadaan seperti ini sudah berjalan dari sebelum tsunami di mana independensi setiap
dusun sangat kuat. Yang dirasakan masyarakat sesaat setelah tsunami, para aktor-aktor yang aktif
untuk membantu mereka adalah pengurus-pengurus dusun sendiri. Jadi, solidaritas tingkat dusun
sangat tinggi.

Kegiatan bersama Antardusun

Di desa Lampulo terdapat empat dusun, yaitu :

1. Dusun Tgk. Tuan Dipulo


2. Dusun Malahayati
3. Dusun Tgk. Disayang
4. Dusun Tgk. Teungoh

Hubungan di antara keempat dusun ini dapat dikatakan hampir tidak ada, seakan-akan
setiap dusunnya berdiri sendiri seperti layaknya sebuah desa. Untuk kegiatan gotong-royong,
panitia perkawinan, Maulid, Isra’ Mi’raj dan kegiatan-kegiatan sosial dan keagamaan lainnya
masing-masing dusun melaksanakan dan membentuk panitianya sendiri, yang terdiri dari orang –
orang dari satu dusun tersebut.
Akan tetapi, untuk peringatan Maulid Nabi meskipun setiap dusun membuat acara
masing-masing, acara puncaknya tetaplah diadakan bersama yaitu di mesjid desa. Biasanya acara
puncak ini berupa ceramah umum yang mengundang masyarakat dari keempat dusun tersebut.
Pada saat shalat Jumat, mesjid juga mempersatukan setiap dusun, karena pelaksanaan shalat Jumat
hanya diadakan di mesjid desa.Sehingga seluruh warga pada tiap-tiap dusun shalat pada mesjid
desa.
Apabila ada pertandingan antardesa, maka perekrutan peserta yang akan mengikuti
pertandingan dipilih dari semua dusun. Begitu juga dengan kegiatan ibu-ibu PKK, walaupun setiap
dusunnya memiliki organisasi sendiri tapi pada saat pertandingan antardesa mereka akan bersatu
untuk mewakili desa Lampulo.

Pemilihan Ketua Pemuda dan Fungsinya

Ketua pemuda yang sebelumnya disebut karang taruna adalah organisasi kepemudaan
yang berada di bawah kepala desa. Apabila kita merujuk pada undang-undang No.11, maka
sebutannya diganti menjadi “Pageu Gampoeng”. Akan tetapi dalam masyarakat Lampulo masih
menggunakan ketua pemuda.
Setiap dusun/lorong di desa Lampulo memiliki ketua pemuda masing-masing. Mereka
dipilih dengan cara yang sangat partisipatif dengan melibatkan seluruh unsur masyarakat. Oleh
sebab itu ketua pemuda tingkat dusun sangat diterima dan diakui oleh masyarakat. Berbeda dengan
ketua pemuda tingkat desa yang dipilih oleh keuchik dengan cara penunjukan tanpa melibatkan
masyarakat sehingga keberadaanya kurang diakui.
Sebenarnya ketua pemuda tingkat dusun harus berkoordinasi dan memberikan laporan
serta perkembangan kepada ketua pemuda tingkat desa. Akan tetapi mekanisme ini tidak berjalan
karena alasan tadi. Bahkan ketua pemuda tingkat desa ini seakan-akan tidak berfungsi.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 6

Ketua pemuda tingkat dusun sangat berfungsi untuk mengontrol kegiatan-kegitan serta
transparansi keuangan di tingkat desa seperti dana bantuan, kejelasan rumah, dan program-
program yang ditawarkan NGO.
Salah satu aksi yang pernah dilakukan oleh organisasi pemuda ini adalah pernah
menurunkan keuchik dengan demonstrasi karena alasan transparansi keuangan
yang tidak jelas. Kejadian ini terjadi sekali sebelum tsunami dan sekali lagi setelah tsunami.

Pascabencana Tsunami

Setelah tsunami, masing-masing lorong membuat posko sendiri untuk menampung


bantuan dan mendistribusikannya. Dalam hal ini keuchik membentuk empat unit, diantaranya:
1. Tanjung
2. Beringin
3. Kamboja
4. Tuan Dipulo

Adapun fungsi unit ini adalah untuk menyalurkan bantuan-bantuan dari NGO,
menyalurkan zakat fitrah, mendata masyarakat yang masih hidup untuk tingkat lorong.
Untuk setiap unitnya ditunjuk seorang koordinator. Koordinator inilah yang menjadi
wakil dari mayarakat yang dibagi dalam unit-unit tertentu. Merekalah yang menerima bantuan dan
menyalurkannya pada masyarakat.
Koordinator ini sekarang sudah hilang tetapi untuk unitnya sekarang masih ada.

Keadaan Tiap-tiap Dusun di Desa Lampulo

Penduduk asli desa Lampulo kebanyakan masyarakat dusun Tuan Dipulo dan Tgk.
Teungoh, sedangkan dusun Malahayati dan Tgk. Disayang dominannya pendatang.
Lorong 2 dan 4 kebanyakan profesi masyarakatnya merupakan PNS, pegawai dan
birokrat, sedangkan lorong 1 dan 3 kebanyakan nelayan, pedagang dan penjual ikan. Lorong yang
termiskin adalah lorong 3 yaitu lorong yang letaknya di belakang TPI dan untuk masalah
sumbangan dan bantuan lorong 1 dan 3 yang paling banyak mendapatkannya. Sedangkan lorong 2
dan 4 masyarakatnya lebih apatis dan sering mencari sendiri keluar dari desa.
Untuk kekompakan masyarakat, warga Lampulo terpecah menjadi dua, lorong 1 dan 3
lebih kompak, sedangkan lorong 2 kompak dengan lorong 3. Akan tetapi keadaan ini hanya
diketahui oleh masyarakat Lampulo sendiri (internal) masyarakat luar tidak melihat adanya
ketidakkompakan antar dusun didesa ini.
Penyebab timbulnya otonomi di tingkat dusun karena wilayah yang luas dan kepadatan
penduduk sehingga lebih mudah mengumpulkan masyarakat di tingkat dusun dari pada tingkat
desa.

Sejarah Desa Lampulo

Pada zaman Belanda wilayah ini bernama Lampulo Ujung Peunayong. Daerahnya
mencakup: Kp. Mulia, Lamdingin, Lampulo, Lambaro Skep. Kemudian terjadi pemekaran,
tinggallah Lampulo, Lamdingin dan Kp. Mulia. Setelah itu Lamdingin berdiri sendiri dan
tinggallah Lampulo dan Kp. Mulia. Pada tahun 1963, terjadi pelebaran kota sehingga Kp. Mulia
berdiri sendiri menjadi bagian kotamadya Banda Aceh, sedangkan Lampulo menjadi wilayah Aceh
Besar. Fase terakhir adalah pada saat Lampulo dikeluarkan dari wilayah Aceh Besar dan menjadi
bagian dari kota Banda Aceh.

Kepala Desa

Kepala desa (keuchik) yang memimpin desa Lampulo sekarang dipilih sangat
partisipatif. Dalam kepemimpinannya, fungsi pelayanan publik sudah cukup bagus, urusan surat-
menyurat cepat, mudah dan murah. Jadi dari segi administratif pencapaiannya sudah cukup bagus.
Akan tetapi untuk masalah transparansi keuangan, laporan pertanggungjawaban dan
akuntabilitas publik sangat kurang bahkan sering dipertanyakan oleh masyarakat.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 7

Cara NGO Masuk ke Desa Lampulo

NGO-NGO yang ingin menjalankan programnya untuk membantu masyarakat di desa


Lampulo masuk melalui keuchik yang menghubungi setiap kepala lorong untuk
memberitahukannya.

Tuha Peut

Tuha Peut terdiri dari 15 orang tokoh masyarakat, yaitu orang-orang yang dituakan dan
dihormati di desa. Mereka berfungsi untuk menyelesaikan sengketa di tingkat yang kecil. Setelah
tsunami ini dari segi tugas belum banyak yang dicapai oleh tuha peut, misalnya saja melahirkan
qanun ditingkat gampong.

Mesjid dan TPA

Di desa Lampulo terdapat sebuah mesjid, tiga mushalla dan empat buah TPA.
Begitulah keadaan mesjid dan TPA di desa Lampulo sebelum tsunami. Mesjid desa Lampulo
(Mesjid Al-Hidayah) terletak di dusun Tgk. Tuan Dipulo/ lorong 1. sebelum tsunami mesjid ini
lebih besar daripada saat ini (setelah Tsunami) karena bangunannya berlantai dua karena lantai dua
diperuntukkan untuk tempat belajar-mengajar TPA.
Pada saat tsunami, mesjid ini hancur dan dibangun kembali dari dana hibah masyarakat
Lampung. Desa ini satu-satunya desa yang memiliki empat TPA. Setiap dusunnya memiliki TPA
sendiri. TPA di Lampulo sangat maju sebelum tsunami karena selain mengaji mereka juga
mempunyai sanggar seni.

Organisasi-organisasi di Desa Lampulo

1. Aparatur Desa
2. Tuha Peut
3. Remaja Mesjid
4. PKK
5. BKM (Badan Kepengurusan Mesjid) setelah tsunami tidak ada lagi.
6. Kepala Dusun
7. ketua Pemuda
8. TPA
9. AsPI (Asosiasi Pedagang Ikan)
10. PSM (Pekerja Sosial Masyarakat)

Dampak Tsunami bagi Desa Lampulo

Untuk bangunan rumah sangat bagus sebelum tsunami. Bangunannya bagus dan indah.
Sedangkan setelah tsunami rumah yang dibangun adalah tipe RSSSS. Mesjid, sebelum tsunami
lebar, luas dan berlantai dua. Setelah tsunami menjadi lebih kecil. Puskesmas sebelum tsunami
bangunannya tidak bagus, akan tetapi pelayanannya lebih baik, setelah tsunami bangunannya
sangat bagus, lengkap dan terbagus di Asia. Akan tetapi pemda merasa kesulitan menangani
pembiayaan dan perawatan gedung tersebut. TPA, sebelum tsunami sangat bagus dan maju,
setelah tsunami banyak penurunan karena tidak ada bangunan (ruangan) tetap untuk menjalankan
aktifitas ini.

Aksi Kolektif dan Kegiatan Bersama

Karena sangat otonom, kebutuhan untuk bersama dalam satu desa kurang dibutuhkan.
Untuk permasalahan yang terjadi dalam masyarakat lebih sering selesai ditingkat dusun, sehingga
tidak sampai dibahas ditingkat desa.
Aksi kolektif yang biasa berjalan adalah pada tingkat dusun yaitu dalam kelompok ibu-
ibu PKK dan koperasi . Ada kelompok-kelompok usaha pengolahan ikan (membuat abon, ikan

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 8

kering, dll) untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga, yang kemudian hasilnya
dipasarkan, dan biasanya ini adalah kegiatan bersama dari para ibu-ibu yang suaminya nelayan.
Aksi kolektif masyarakat di desa ini lebih mudah digerakkan dalam bidang sosial
keagamaan. Misalnya: dalam mengumpulkan dana untuk anak yatim, memindahkan “balee” saat
akan membangun mesjid, dll.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 9

Wawancara
Fungsi Kapital Sosial dalam Program Pemulihan Pasca Bencana
Profil Lembaga Sosial

1. Identitas lembaga
Nama Lembaga :Asosiasi Pedagang Ikan Intersulair
Jenis Lembaga :Organisasi Masyarakat
Keanggotaan :Masyarakat penjual/pedagang ikan
Lokasi :Jalan Sisingamangaraja No.2 TPI Lampulo, Kecamatan
Kuta Alam Banda Aceh
Nama pemimpin dan struktur lembaga :
Ketua :Suherman
Wakil ketua :Ibrahim
Sekretaris :Sharifuddin
Bendahara :Fajri
Bidang-Bidang:
Humas :T.Tarmizi
Pemberdayaan :Gunawan
Sosial Masyarakat :T.Rusdi
Pemasaran :Suherman
Keanggotaan :Hendra

2.Wawancara Pemimpin: (diwakili oleh Sekretaris :Sharifuddin)

Asal dan perkembangan lembaga


1. Bagaimana lembaga terbentuk?
“Aspi didirikan tanggal 23 Februari 2001 dan telah disahkan denan akte notaris. Berawal
dari kehidupan nelayan tradisional dengan bantuan dari pemerintah serta dukungan dari
swasta, maka diperlukan suatu wadah perhimpunan para pedagang ikan yang mampu
mengoordinir semua aspirasi dari para pedagang, maka mulailah ada inisiatif untuk
mendirikan ASPI pelabuhan TPI Lampulo”

Siapa yang paling bertanggung jawab dalam pembentukannya?


“Ini kan organiasi sosial, bukan profite oriented jadi didirikan berdasarkan kebutuhan dan
keputusan masyarakat.”

2. Dalam bidang apakah lembaga bekerja?


“Upaya peningkatan taraf hidup para nelayan di Banda Aceh maupun perekonomian secara
umum di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam”

3. Apakah lembaga pernah berubah struktur dan tujuan?


“Sejauh ini belum pernah, ASPI masih bergerak di bidang yang sama dengan visi misi awal
yang kita bentuk”
Apa visi misinya?
“Visi: Menjadi suatau organisasi pedagang ikan yang berkualitas dan memiliki
kompetensi yang tinggi dalam bidang ekonomi menuju kesejahteraan dan
kemandirian masyarakat”

Misi: Menjalankan aktivitas dan perencanaan ke arah peningkatan kesejahteraan


para pengusaha/pedagang ikan melalui peningkatan kualitas dan
kesejahteraan sosial masyarakat pesisir/masyarakat nelayan”

4. Bagaimana lembaga berkembang, apakah mendapatkan dukungan dari luar?


“Biasanya untuk menjalankan program-program kita membuat proposal dan kita sebarkan ke
instansi-instansi pemerintah dan swasta karena kita organisasi sosial.”

Apakah mendapat dukungan dana atau konsultasi dari pemerintah?

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 10

“ Kalau dari unsur pemerintah dinas perikanan yang ada hubungan dengan ASPI, itu dalam
bidang-bidang informasi.”

Kalau dukungan dari NGO?


“Setelah tsunami ada bantuan dari Caritas Jerman yaitu berupa bantuan kendaraan
operasional berupa truk pengangkut dan boat nelayan”

Bagaimana mendapat bantuan ini, siapa yag berinisiatif?


“ NGO sendiri (Caritas Jerman) yang meninjau ke lapangan dan mereka menawarkan
bantuan. Kalau untuk bantuan keluar, misalnya untuk banjir tamiang, Caritas Jerman
meminta bantuan nelayan ASPI untuk menyalurkannya”

Apa keuntungan dan kerugian yang diperoleh oleh lembaga berkaitan dengan hal ini?
“ Kalau dari segi kerugian tidak ada menurut saya , karena konsep kami dari awal bergerak
untuk masyarakat, apalagi membantu menyalurkan bantuan, sudah ada yang mau
memberikan bantuan. Gak etis kan kalau untuk menyalurkan saja kita tidak mau membantu.
Keuntungan yang kami peroleh ada kolega dan ada dana yang bisa masuk ke ASPI apabila
NGO ini mempunyai dana untuk program yang berhubungan dengan nelayan.”

Keanggotaan

1. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam lembaga ini?


“Masyarakat yang bergabung dalam ASPI ini adalah nelayan dan penjual ikan. Karena
mereka membutuhkan wadah untuk bersatu dan perlindungan, misalnya mengenai penetapan
harga standard dan kegiatan yang meningkatkan ekonomi keluarga nelayan ikan.”

2. Mengapa orang mau bergabung dan terlibat dalam lembaga?


“Seperti yang saya jelaskan tadi, mereka butuh wadah dan pengaturan agar tidak ada
nelayan yang dirugikan.”

Apakah sulit meyakinkan orang untuk terlibat dalam Lembaga ini?


“Tidak ada kesulitan dalam hal itu yang kami jumpai , karena setiap nelayan atau yang
berhubungan dengan ini mereka datang sendiri melibatkan diri dan bergabung, karena
mereka membutuhkan.”

Apa yang menjadi permintaan atau harapan orang pada pemimpin lembaga?
“Awal-awalnya cuma ketetapan harga jual ikan kepada semua pedagang atau boat kepada
pengecer. Kalau sekarang banyak kegiatan yang kita buat misalnya beasiswa untuk anak-
anak nelayan dan pengecer ikan, yang jelas yang memang layak dibantu.”

3. Apa anggota aktif di lembaga ini juga jadi anggota di lembaga lain?
“Kalau mengenai hal itu tergantung dan terserah kepada pribadi. Kita tidak pernah
membatasi hal-hal demikian.”

Kapasitas Kelembagaan

1. Bagaimana bapak menjabarkan kualitas kepemimpinan lembaga ini dalam hal stabilitas,
kualitas, dan keterampilan kepemimpinan?
“Hari ini, yang menjadi pemimpin adalah orang yang dihormati dan cara beliau memimpin
juga sangat bagus, apalagi dalam hal penyelesaian sengketa-sengketa antar para pedagang
dan para awak-awak boat, keputusan yang beliau berikan selalu dipatuhi oleh para pihak.
Dari pertama terbentuk pemilihan pemimpin memang selalu atas kesepakatan bersama.”

Bagaimana hubungan pemimpin dengan staf dan masyarakat?


“Yang menjadi pemimpin di ASPI ini adalah orang-orang lapangan yang lama bergelut dan
berhubungan dengan masyarakat, mereka naik juga atas pencalonam dari para anggota. Jadi

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 11

sangat diakui. Pemimpin ASPI dari awal hingga sekarang adalah orang-orang yang selalu
baik di mata para anggota organisasi dan masyarakat.”

2. Bagaimana kualitas partisipasi dalam organisasi ini?


Misalnya dalam hal kehadiran dalam rapat baik internal maupun eksternal?

“Kalau dalam urusan rapat-rapat, biasanya hanya pengurus saja. Sementara nanti
hasilnya akan diberitahukan dalam bentuk pengumuman.”

Kalau dalam hal pengambilan keputusan dalam lembaga?

“ Ada musyawarah yang dibuat untuk memutuskan sesuatu atau mengambil keputusan,
semua dilibatkan yang tidak datang dianggap menerima hasil musyawarah.”

Bagaimana informasi disebarkan jika ada keputusan yang baru diambil?

“Biasanya dari anggota-anggota saling menyampaikan, formalnya selalu kami buat


pengumuman di sekretariat ASPI.”

Kesempatan diskusi informal dalam pengambilan keputusan?

“Benar, biasa hal itu terjadi di lapangan, jadi anggota-anggota kelompok ini sering
membahas di luar forum, nanti saat ada forum resmi dilemparkan ke forum.”

Sejauh mana partisipasi wanita, pemuda yang kurang mampu terlibat dalam
jabatan?

“Sangat sedikit bahkan hampir tidak ada, biasa pendidikan personal itu mendukung
keaktifan anggota dalam organisasi.”

Kelompok mana saja yang dianggap pihak luar dari lembaga? Mereka dari
kelompok mana?

“Yang tidak bergabung dalam asosiasi ini, biasanya mereka bukan nelayan atau bukan
pedagang ikan.”

Bagaimana partisipasi keluarga kaya dalam kelompok ini?

“Semua sama saja, kita tidak membeda-bedakan hal ini. Belum pernah ada yang
mengeluarkan dana-dana pribadi.”

Apakah kelompok elite dalam komunitas bersikap simpatik, mendukung atau


berpengaruh negatif?

“Tidak, semuanya sama dalam ASPI, tapi secara pribadi mereka sering membantu
sesama.”

3. Bagaimana kultur kelembagaan dalam lembaga ini?


Keberadaan dan tingkat pengetahuan prosedur dan kebijakan?
“ Para anggota ASPI cukup paham dengan aturan-aturan yang kita buat bersama
dalam organisasi ini, dan kita mengetahui kalau kebijakan-kebijakan yang kita
rumuskan untuk kepentingan dan keteraturan bersama.”

Apakah prosedur dan kebijakan dijalankan ?


“ Benar, semuanya mematuhi.”

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 12

Apakah ada mekanisme resolusi konflik, baik dalam lembaga maupun dengan
masyarakat?
“Apabila ada masalah yang terjadi kita carikan solusi yang bisa mendamaikan atau
mencari jalan tengah, biasanya masalah-masalah yang terjadi seputaran tentang
pedagang, tidak pernah kita bermasalah dengan masyarakat. Kalaupun ada
biasanya itu bukan organisasi yang menanganinya, karena itu sudah urusan
antarindividu.”

4. Bagaimana kapasitas kelembagaan mengenai:


Apa kegiatan khusus yang dilakukan lembaga?
“Pemberdayaan anggota, mengadakan pelatihan (training) life skill bagi anggota,
kesejahteraan anggota, pembinaan dan penyuluhan terhadap mutu ikan tangkapan
nelayan dan pedagang, pengembangan pendidikan anak nelayan, beasiswa anak
nelayan pedagang dan anak yatim korban tsunami, pengembangan keluarga
nelayan, resektor pemasaran antar negara, menjalin kemitraan untuk investasi
program.”
Apakah lembaga membuat laporan keuangan pada donatur?
“Benar, setiap donatur kita berikan laporan kegiatan. Dan ASPI juga aktif
membayar pajak.”
Jaringan Kelembagaan
1. Bagaimana hubungan antar ASPI dengan lembaga komunitas lain?
“ASPI berhubungan baik dengan Panglima Laot, karena aturan-aturan yang dibuat oleh
lembaga ini ditaati oleh setiap anggota ASPI karena komunitas kami ini memanfaatkan laut.”

2. Apa ada hubungan dengan luar desa Lampulo?


“Jelas ada, ASPI bukan organisasi desa Lampulo, tapi luas meliputi kota Banda Aceh, karena
kantor dan wilayah kerja kita di Lampulo, makanya kita terlibat di sini, apalagi pasca-
tsunami.”

3. Apakah ASPI memahami program dan kegiatan lembaga lain?


“Hanya untuk lembaga-lembaga yang ada hubungan saja, seperti panglima laot, NGO yang
memberikan dana. Selebihnya tidak.”

4. Apakah ada kerja sama dengan lembaga lain untuk kepentingan bersama?
“Kerja sama dengan Caritas Jerman dalam penyaluran bantuan untuk para nelayan korban
tsunami di Lampulo dan sekitarnya, kerja sama dengan dinas perikanan dalam hal-hal
penyuluhan. Kalau dengan desa kita tidak sering ada hubungan. Karena ASPI ini cakupannya
luas.”

5. Apakah ASPI ada berhubungan dengan pemerintah ?


“ASPI ini diketahui oleh dinas perikanan dan ada izin dari dinas dan Pemda, jadi kami
sangat legal, oleh karena itu banyak dana yang kami kelola untuk kegiatan-kegiatan sosial.”

6. Apakah ASPI ada hubungan dengan NGO dan pemerintah dalam program pemulihan
Tsunami?
“ASPI dipercaya oleh Caritas Jerman untuk menyalurkan bantuan –bantuan untuk korban
tsunami dalam hal perbaikan ekonomi khusus bagi para nelayan, dan yang paling banyak
adalan nelayan Lampulo,”

7. Apakah ASPI mendapat info mengenai program pemerintah?


“Khusus untuk dinas perikanan saja, karena setiap kegiatan dinas perikanan delam bidang
penyuluhan-penyuluhan ASPI selalu dikabari.”

8. Apakah ASPI berusaha memberikan masukan pada pemerintah atau NGO?


“Iya benar, karena kami orang lapangan kami menceritakan seperti apa kebutuhan para
nelayan, dan hal-hak apa saja yang sangat membutuhkan bantuan, khususnya setelah
tsunami.”
Jadi, dalam lingkup apa biasanya ASPI berperan memberikan masukan?

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 13

“Perencanaan dan implementasi, kalau pengawasan kita sama-sama dengan NGO nya.”

Apa yang menjadi tantangan dalam melakukan hal tersebut?


“Biasanya untuk masyarakat korban ini agak sulit diatur, semua menginginkan bantuan,
padahal kita harus selektif, adalagi pihak yang mencari keuntungan misalnya pengadaan
material, mereka tidak memberikan barang yang bagus, akhirnya nelayan tidak bisa pakai
bantuan tersebut, begini jadinya kalau banyak tangan yang menangani bantuan.”

9. Apakah ASPI diundang dalam pembahasan-pembahasan pemulihan pascabencana yang


diadakan oleh NGO atau pemerintah?
“Ada, dinas perikanan dan Caritas German.”

Bagaimana pendapat anda tentang mekanisme perencanaan tersebut?


“ Perencanaannya bagus-bagus tapi pada saat pelaksanaan banyak yang tidak sesuai karena
dari tangan ke tangan, jadi sampai ke masyarakat sudah banyak pemangkasan dana atau
penyediaan material yang kurang bagus tadi.”

10. Secara umum bagaimana Anda menilai lembaga Anda dalam mempengaruhi
pengambilan keputusan pemerintah dan NGO dalam program pemulihan pasca bencana
untuk desa Lampulo?
“ASPI tidak banyak berpengaruh dalam pengambilan keputusan, apalagi untuk desa
Lampulo. Tapi sebagian besar bantuan yang masuk melalui ASPI kami peruntukkan untuk
masyarakat nelayan di Lampulo, karena mereka komunitas terbesar dalam ASPI, dan korban
terbanyak dari mereka. Bukan hanya itu banyak anak-anak nelayan Lampulo yang
diusahakan oleh ASPI untuk dapat beasiswa.”

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 14

Wawancara
Fungsi Kapital Sosial dalam Program Pemulihan Pasca Bencana
Profil Lembaga Sosial

2. Identitas lembaga
Nama Lembaga : PANGLIMA LAOT
Jenis Lembaga : LEMBAGA ADAT
Keanggotaan : Masyarakat Nelayan
Lokasi : Lampulo
Nama pemimpin dan struktur lembaga :
Ketua Panglima Laot : Pawang M. Yacob Ismail
Wakil Panglima Laot : Pawang Ruslan
Sekretaris : Sulaiman, S. Sos
Bendahara : Zainun Arsyad

2.Wawancara Pemimpin:

Asal dan perkembangan lembaga


5. Bagaimana lembaga terbentuk?
“Lembaga panglima laot dibentuk berdasarkan duek pakat (musyawarah) para anggota
nelayan yang ada di Lampulo. Berawal dari latar belakang keadaan alam dan kehidupan
nelayan tradisional, dari latar belakang tersebut berkumpulah nelayan dan tokoh-tokoh adat
untuk membentuk sebuah lembaga panglima laot yang dengan melakukan pemilihan panglima
laot Lampulo”

Siapa yang paling bertanggungjawab dalam pembentukannya?


“karena Lembaga Panglima Laot merupakan Lembaga Adat maka berdasarkan kebutuhan dan
keputusan masyarakat nelayan”

6. Dalam bidang apakah lembaga bekerja?


“Upaya mengorganisir seluruh nelayan khususnya di Lampulo, mengatur dan tempat
penengkapan, penambatan perahu, dan penyelesaian sengketa bagi hasil serta dalam
peningkatan taraf hidup para nelayan”
7. Apakah lembaga pernah berubah struktur dan tujuan?
“belum pernah, Panglima Laot masih bergarak dibidang yang sama”

8. Bagaimana lembaga berkembang, apakah mendapatkan dukungan dari luar?


“biasanya untuk menjalankan program-program kita membuat proposal dan kita sebarkan ke
Instansi-instansi pemerintah dan swasta yang berkaitan dengan tujuan kita, paling hanya
koordinasi dan konsultasi”

Apakah mendapat dukungan dana atau konsultasi dari pemerintah?


“ kalau dari unsur pemerintah yang ada mereka sebatas sepakat dan mendukung program yang
akan dilaksanakan, tetapi kalau dana belum tentu, kami juga pernah ke kantor Gubernur dan
BRR untuk meminta bantuan Boat bagi nelayan korban tsunami yang belum mendapatkan
boat, tapi tidak ada respon, katanya program bantuan boat bagi nelayan korban tsunami sudah
tidak ada lagi”

Kalau dukungan dari NGO?


“setelah tsunami ada Bantuan dari beberapa NGO yaitu berupa bantuan boat nelayan tapi
tidak semua nelayan mendapatkannya”

Bagaimana mendapat bantuan ini ,siapa yang berinisiatif?


“ ada NGO sendiri yang meninjau kelapangan dan mereka menawarkan bantuan. Dan ada juga
inisiatif dari panglima laot untuk meminta bantuan keluar”

Apa keuntungan dan kerugian yang diperoleh oleh lembaga berkaitan dengan hal ini?

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 15

“ kalau dari segi kerugian tidak ada menurut saya, karena kami bergerak berdasarkan
keputusan bersama, Keuntungan yang kami peroleh bisa membantu nelayan yang
membutuhkannya”
Keanggotaan

4. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam lembaga ini?


“ Masyarakat yang bergabung dalam Lambaga ini adalah nelayan dan penjual ikan. Karena
mereka membutuhkan wadah untuk bersatu dan perlindungan.” Dengan cara melapor dan
mendaftarkan nama boat, siapa pawangnya serta toke bangkunya (penampung ikan)”

Apakah sulit meyakinkan orang untuk terlibat dalam Lembaga ini?


“ tidak ada kesulitan, karena setiap nelayan atau yang berhubungan dengan ini mereka datang
sendiri melibatkan diri dan bergabung, karena mereka membutuhkan.”

5. Apa anggota aktif dilembaga ini juga jadi anggota dilembaga lain?
“ kalau mengenai hal itu tergantung dan terserah kepada pribadi. Kita tidak pernah membatasi
hal-hal demikian.”

Kapasitas Kelembagaan

5. Bagaimana bapak menjabarkan kualitas kepemimpinan lembaga ini dalam hal stabilitas,
kualitas dan ketrampilan kepemimpinan?
“ Hari ini yang, yang menjadi pemimpin adalah orang yang dihormati dan cara beliau
memimpin juga sangat bagus, apalagi dalam hal penyelesaian sengketa-sengketa dalam
masyarakat nelayan, keputusan yang beliau berikan selalu di patuhi oleh para pihak. Dari
pertama terbentuk pemilihan pemimpin memang selalu atas kesepakatan bersama.”

Bagaimana hubungan pemimpin dengan staff dan masyarakat?


“ Yang menjadi pemimpin adalah dari para nelayan yang lama bergelut dan berhubungan
dengan masyarakat nelayan, mereka naik juga atas pencalonam dari para anggota. Jadi sangat
diakui. Pemimpin panglima laot dari awal hingga sekarang adalah orang-orang yang tidak
asing baik dimata para anggota lembaga dan masyarakat nelayan.”
6. Bagaimana kualitas partisipasi dalam organisasi ini?
Misalnya dalam hal kehadiran dalam rapat baik internal maupun eksternal?

“kalau dalam urusan rapat-rapat, biasanya hanya pengurus saja. Sementara nanti
hasilnya akan diberitahukan dalam bentuk pengumuman”

Kalau dalam hal pengambilan keputusan dalam lembaga?


“ Ada musyawarah yang dibuat untuk memutuskan sesuatau atau mengambil
keputusan, semua dilibatkan yang tidak datang dianggap menerima hasil
musyawarah”

Bagaimana informasi disebarkan jika ada keputusan yang baru diambil?


“ Biasanya dari anggota-anggota saling menyampaikan, melalui HP,formalnya
selalu kami buat pengumuman di sekretariat.”

Kesempatan diskusi informal dalam pengambilan keputusan?


“ Benar, biasa hal itu terjadi dilapangan, jadi anggota-anggota kelompok ini sering
membahas diluar forum, nanti saat ada forum resmi di lemparkan ke forum”

Sejauhmana partisipasi wanita, pemuda yang kurang mampu terlibat dalam jabatan?
“sangat sedikit bahkan hampir tidak ada, hanya masyarakat yang profesi nelayan.”

Kelompok mana saja yang dianggap pihak luar dari lembaga? Mereka dari
kelompok mana?
“ yang tidak bergabung dalam lembaga ini, biasanya mereka bukan nelayan atau
bukan pedagang ikan.”

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 16

Bagaimana partisipasi keluarga kaya dalam kelompok ini?


“semua sama saja, kita tidak membeda-bedakan hal ini. ada juga yang
mengeluarkan dana2 pribadi.”

Apakah kelompok elit dalam komunitas bersikap simpatik, mendukung atau


berpengaruh negativ?
“ ya, semuanya mendukung, tapi secara pribadi mereka sring menbantu sesama.’”

7. Bagaimana kultur kelembagaan dalam lembaga ini?


Keberadaan dan tingkat pengetahuan prosedur dan kebijakan?
“ Para anggota Lembaga cukup paham dengan aturan-aturan yang kita buat bersama
dalam organisasi ini, dan kita mengetahui kalau kebijakan-kebijakan yang kita
rumuskan untuk kepentingan dan keteraturan bersama.”

Apakah prosedur dan kebijakan dijalankan ?


“ benar, semuanya mematuhi.”

Apakah ada mekanisme resolusi konflik, baik dalam lembaga maupun dengan
masyarakat?
“ apabila ada masalah yang terjadi kita carikan solusi yang bisa mendamaikan atau
mencari jalan tengah, biasanya masalah2 yang terjadi seputaran tentang Boat Luar,
daerah penangkapan ikan, pedagang Ikan dengan nelayan, tidak pernah kita
bermasalah dengan masyarakat.”

8. Bagaimana kapasitas kelembagaan mengenai:


Apa kegiatan khusus yang dilakukan lembaga?
“mengorganisir para nelayan, pendaftaran boat, Pemberdayaan anggota,
mengadakan pelatihan (training) life skill bagi anggota, kesejahteraan anggota,
pembinaan dan penyuluhan terhadap mutu ikan tangkapan nelayan dan
pedagang, Resektor pemasaran antar negara, menjalin kemitraan untuk investasi
program.”
Apakah lembaga membuat laporan keuangan pada donatur?
“ benar, setiap donatur kita berikan laporan kegiatan.”

Jaringan Kelembagaan

11. Bagaimana hubungan antar lembaga komunitas lain?


“ berhubungan baik, karena aturan-aturan yang dibuat oleh lembaga ini ditaati oleh setiap
anggota, karena komunitas kami ini memanfaatkan laut.”

12. Apa ada hubungan dengan luar desa lampulo?


“ Jelas ada, apalagi ada nelayan yang membutuhkan bantuan seperti perahu nelayan
tenggelam, dibawa arus.”

13. Apakah Panglima Laot memahami program dan kegiatan lembaga lain?
“ hanya untuk lembaga-lembaga yang ada hubungan saja.”

14. Apakah ada kerjasama dengan lembaga lain untuk kepentingan bersama?
“ kerjasama dengan Instansi terkait dan NGO dalam penyaluran bantuan untuk para
nelayan korban tsunami di lampulo dan sekitarnya, kerjasama dengan dinas perikanan
dalam hal-hal penyuluhan.”

15. Apakah ada berhubungan dengan pemerintah ?


“ ada, ini diketahui oleh pemerintah setiap laporan tahunan kami memberikan tembusan
kepada dinas terkait dan pihak yang menurut kami perlu.”
16. Apakah ada hubungan dengan NGO dan pemerintah dalam program pemulihan Tsunami?

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 17

“untuk menyalurkan bantuan –bantuan untuk korban tsunami dalam hal perbaikan ekonomi
khusus bagi para nelayan, dan yang paling banyak adalah dalam hal pendataan nelayan
Lampulo,”

17. apakah mendapat info mengenai program pemerintah?


“ khusus untuk dinas perikanan saja, karena setiap kegiatan dinas perikanan delam bidang
penyuluhan2.”

18. Apakah berusaha memberikan masukan pada pemerintah atau NGO?


“ iya benar, kami menceritakan seperti apa kebutuhan para nelayan, dan hal-hal apa saja
yang sangat membutuhkan bantuan, khususnya setelah tsunami.”
Jadi, dalam lingkup apa biasanya berperan memberikan masukan?
“ perencanaan dan implementasi,.”

Apa yang menjadi tantangan dalam melakukan hal tersebut?


“ Biasanya untuk masyarakat korban ini agak sulit diatur, semua mengunginkan bantuan,
padahal kita harus selektif, adalagi phak yang mencari keuntungan misalnya pengadaan
material, seperti boat mereka tidak memberikan, akhirnya nelayan yang belum
mendapatkan boat tidak bisa mencari ikan, dan ada boat yang tidak sesuai dengan kondisi
alam Aceh, sehingga nelayan tidak menggunakannya, begini jadinya kalau banyak tangan
yang menagani bantuan dan tidak mengerti kultur sosial dan lingkungan.”

19. Apakah diundamg dalam pembahasan-penbahasan pemulihan pasca bencana yang


diadakan oleh NGO atau pemerintah?
“Ada, seperti pembangunan PPS (pelabuhan perikanan samudera”

Bagaimana pendapat anda tentang mekanisme perencanaan tersebut?


“ perencanaannya bagus-bagus tapi pada saat pelaksanaan banyak yang tidak sesuai karena
dari tangan ke tangan, dan pada sat pelaksanaan kami tidak diikut sertakan lagi jadi kami
sampai diperencanaan saja.

20. Secara umum bagaimana anda menilai lembaga anda dalam mempengaruhi pengambilan
keputusan pemerintah dan NGO dalam program pemuihan pasca bencana untuk desa
lampulo?
“ sebenarnya sangat berpengaruh karena kami lembaga tempat nelayan berlindung,
bermusyawarah dan sebagainya dalam pengambilan keputusan, apalagi untuk desa
lampulo. Tapi sebagian besar keputusan tidak di tanggap”dan harapan kami ada pihak
akademisi yang idealis datang untuk membantu dalam hal peningkatan SDM ataupun
yang lainnya, jangan Cuma mencari data dan keuntungan lainnya sehingga lupa dengan
kondisi yang sebenarnya.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 18

Wawancara
Fungsi Kapital Sosial dalam Program Pemulihan Pasca Bencana
Profil Lembaga Sosial

3. Identitas lembaga
Nama Lembaga : GAMPONG
Jenis Lembaga : PERANGKAT DESA
Keanggotaan : Masyarakat
Lokasi : Lampulo
Nama pemimpin dan struktur lembaga :
Geucik Lampulo : M. Yusuf Zakaria

2.Wawancara Pemimpin: (diwakili oleh : Kiyamuddin Z)

Asal dan perkembangan lembaga


9. Bagaimana lembaga terbentuk?
“Lembaga Gampong dibentuk berdasarkan mandat dari pemerintah dan duek pakat
(musyawarah) masyarakat dan tokoh2 masyarakat yang ada di Lampulo dengan
melakukan pemilihan Geucik yang diwakilkan oleh satu calon oleh setiap dusun.”

Siapa yang paling bertanggungjawab dalam pembentukannya?


“masyarakat dengat perangkat desa atas dasar mandat pemerintah”

10. Dalam bidang apakah lembaga bekerja?


“pelayanan publik”

11. Apakah lembaga pernah berubah struktur dan tujuan?


“hanya berubah orang dalam stuktur kepengurusan”

12. Bagaimana lembaga berkembang, apakah mendapatkan dukungan dari luar?


“biasanya untuk menjalankan program-program kita mendapat dukungan dari pemerintah
dan swasta yang berkaitan dengan tujuan kita, paling hanya koordinasi dan konsultasi
baik mengenai bantuan dan kerjasama”

Apakah mendapat dukungan dana atau konsultasi dari pemerintah?


“selalu ada, setiap program kita didukung oleh pemerintah, tetapi biasanya setiap program
tidak jelas kelanjutannya sehingga banyak proyek pembangunan terbengkalai, ada WC
gak ada air, pokoknya banyak lagi masalah”

Kalau dukungan dari NGO?


“setelah tsunami ada Bantuan dari beberapa NGO yaitu berupa bantuan rumah buat korban
tsunami, bantuan untuk menasah dan bantuan biasanya koordinasi dengan kami”

Bagaimana mendapat bantuan ini ,siapa yang berinisiatif?


“ ada NGO sendiri yang meninjau kelapangan dan mereka menawarkan bantuan. Dan ada
juga inisiatif dari geucik untuk meminta bantuan keluar”

Apa keuntungan dan kerugian yang diperoleh oleh lembaga berkaitan dengan hal ini?
“ kalau dari segi kerugian yaitu tadi banyak yang tidak iklas, ada WC tidak ada air menurut
saya tolong yang mau bantu lihat dulu apa yang harus dibuat, karena kami bergerak
berdasarkan keputusan bersama, Keuntungan yang kami peroleh bisa membantu masyarakat
korban tsunami yang membutuhkannya”

Keanggotaan

6. Bagaimana keterlibatan masyarakat dalam lembaga ini?

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 19

“ Masyarakat yang bergabung dalam Lambaga ini adalah masyarakat yang dipilih
berdasarkan keputusan bersama. Karena bergerak melayani publik biasanya anggota dari
masyarakat yang berpotensi.”

7. Apa anggota aktif dilembaga ini juga jadi anggota dilembaga lain?
“ kalau mengenai hal itu tergantung dan terserah kepada pribadi. Kita tidak pernah
membatasi hal-hal demikian.”

Kapasitas Kelembagaan

9. Bagaimana bapak menjabarkan kualitas kepemimpinan lembaga ini dalam hal stabilitas,
kualitas dan ketrampilan kepemimpinan?
“yang menjadi pemimpin adalah orang yang dihormati dan karismatik cara beliau
memimpin juga sangat bagus, apalagi dalam hal penyelesaian sengketa-sengketa dalam
masyarakat, keputusan yang beliau berikan selalu di patuhi oleh para pihak. Dari pertama
terbentuk pemilihan pemimpin memang selalu atas kesepakatan bersama.”

Bagaimana hubungan pemimpin dengan staff dan masyarakat?


“ Yang menjadi pemimpin adalah dari masyarakat yang lama bergelut dan berhubungan
dengan masyarakat, mereka naik juga atas pencalonam dari para anggota masyarakat. Jadi
sangat diakui. Pemimpin gampong dari awal hingga sekarang adalah orang-orang yang
tidak asing baik dimata para anggota lembaga dan masyarakat nelayan.”

10. Bagaimana kualitas partisipasi dalam organisasi ini?


Misalnya dalam hal kehadiran dalam rapat baik internal maupun eksternal?
“kalau dalam urusan rapat-rapat, biasanya hanya pengurus saja. Sementara nanti
hasilnya akan diberitahukan dalam bentuk pengumuman”

Kalau dalam hal pengambilan keputusan dalam lembaga?


“Ada musyawarah yang dibuat untuk memutuskan sesuatau atau mengambil
keputusan, semua dilibatkan yang tidak datang dianggap menerima hasil
musyawarah”

Bagaimana informasi disebarkan jika ada keputusan yang baru diambil?


“ Biasanya saling menyampaikan, melalui HP, formalnya selalu kami buat
pengumuman di sekretariat.”

Kesempatan diskusi informal dalam pengambilan keputusan?


“ Benar, biasa hal itu terjadi dilapangan, jadi anggota-anggota kelompok ini sering
membahas diluar forum, nanti saat ada forum resmi di lemparkan ke forum”

Bagaimana partisipasi keluarga kaya dalam kelompok ini?


“semua sama saja, kita tidak membeda-bedakan hal ini. ada juga yang membantu
atas nama pribadi.”

Apakah kelompok elit dalam komunitas bersikap simpatik, mendukung atau


berpengaruh negativ?
“ya, ada yang membantu dana, material dan lainnya, tapi secara pribadi mereka
sring menbantu sesama.’”

11. Bagaimana kultur kelembagaan dalam lembaga ini?


Keberadaan dan tingkat pengetahuan prosedur dan kebijakan?
“ Para anggota Lembaga cukup paham dengan aturan-aturan yang kita buat
bersama dalam organisasi ini, dan kita mengetahui kalau kebijakan-kebijakan yang

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 20

kita rumuskan untuk kepentingan dan keteraturan bersama serta atas kebijakan
pemerintah.”

Apakah prosedur dan kebijakan dijalankan ?


“ benar, semuanya mematuhi.”

Apakah ada mekanisme resolusi konflik, baik dalam lembaga maupun dengan
masyarakat?
“ apabila ada masalah yang terjadi kita carikan solusi yang bisa mendamaikan atau
mencari jalan tengah, biasanya masalah2 yang terjadi seputaran masyarakat, kalau
tidak dapat kita selesaikan kita bawa ke polisi.”

12. Bagaimana kapasitas kelembagaan mengenai:


Apa kegiatan khusus yang dilakukan lembaga?
“melayani masyarakat”
Apakah lembaga membuat laporan keuangan pada donatur?
“ benar, setiap donatur kita berikan laporan kegiatan.”

Jaringan Kelembagaan

21. Bagaimana hubungan antar lembaga komunitas lain?


“ berhubungan baik, karena aturan-aturan yang dibuat oleh lembaga ini ditaati oleh setiap
anggota, karena komunitas kami ini memanfaatkan laut.”

22. Apa ada hubungan dengan luar desa lampulo?


“ Jelas ada, apalagi kita melayani publik jadi harus ada kerja sama dengan pihak tertkait.”
23. Apakah ada kerjasama dengan lembaga lain untuk kepentingan bersama?
“ kerjasama dengan Instansi terkait dan NGO dalam penyaluran bantuan untuk korban
tsunami di lampulo dan sekitarnya, kerjasama untuk kepentingan kita selalu terlibat.”

24. Apakah ada berhubungan dengan pemerintah ?


“ ada, ini diketahui oleh pemerintah setiap laporan tahunan kami memberikan tembusan
kepada instansi terkait dan pihak yang menurut kami perlu.”

25. Apakah ada hubungan dengan NGO dan pemerintah dalam program pemulihan Tsunami?
“untuk menyalurkan bantuan –bantuan untuk korban tsunami dalam hal perbaikan
ekonomi dan yang paling banyak adalah dalam hal pendataan di desa Lampulo,”

26. apakah mendapat info mengenai program pemerintah?


“dapat, karena setiap kegiatan pemerintah kita selalu tau kartena lembaga ini menjalankan
pemerintahan dalam hal pelayanan publik.”

27. Apakah berusaha memberikan masukan pada pemerintah atau NGO?


“ iya benar, kami menceritakan seperti apa keluhan masyarakat dan hal-hal apa saja yang
sangat membutuhkan bantuan, khususnya setelah tsunami.”

Jadi, dalam lingkup apa biasanya berperan memberikan masukan?


“ perencanaan dan implementasi,.”

Apa yang menjadi tantangan dalam melakukan hal tersebut?


“ Biasanya untuk masyarakat korban ini agak sulit diatur, semua menginginkan bantuan,
padahal kita harus selektif, ada lagi pihak yang mencari keuntungan seperti bantuan
rumah yang tidak bagus kondisinya tidak layak huni dan banyak lainnya”
28. Apakah diundamg dalam pembahasan-penbahasan pemulihan pasca bencana yang
diadakan oleh NGO atau pemerintah?
“Ada, seperti perencanaan pembangunan dan bantuan”

Bagaimana pendapat anda tentang mekanisme perencanaan tersebut?

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 21

“ perencanaannya bagus-bagus tapi pada saat pelaksanaan banyak yang tidak sesuai karena
dari tangan ke tangan, dan pada saat sudah dijalankan biasanya pengelolaannya tidak
berkelanjutan”.

29. Secara umum bagaimana anda menilai lembaga anda dalam mempengaruhi pengambilan
keputusan pemerintah dan NGO dalam program pemuihan pasca bencana untuk desa
lampulo?
“ sebenarnya sangat berpengaruh karena kami lembaga pelayanan publik untuk desa
lampulo. Dan harapan kami bantuan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat”

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 22

Sebelum tsunami pekerjaan saya sebagai petugas yang melakukan pengutipan biaya masuk orang-
orang yang mau masuk ke pelabuhan dan tempat pelelangan ikan. Saya melakukan tugas ini,
karena ditunjuk oleh geuchik desa Lampulo. Pada masa konflik saya harus pandai-pandai
membawa diri, karena bila tidak saya akan mengalami tindakan kekerasan dari pihak-pihak yang
terlibat dalam konflik tersebut. Oleh karena itu, saya selalu menyisihkan sebagian pendapatan dari
biaya masuk untuk berbagai pihak, baik untuk desa, polisi, TNI, GAM, maupun untuk dinas
perikanan. Pemberian biasanya untuk uang rokok atau langsung memberikannya berupa rokok.
Tsunami telah mengambil semua anak saya, saat ini saya hanya hidup dengan istri saya saja.
Setelah terjadi tsunami, kami mengungsi ke keluarga adik mamak di Batoh, dan tinggal di sana
selama 2 minggu. 3 hari setelah tsunami, adik saya membuatkan rumah sementara di tanah bekas
rumah adik ipar saya yang meninggal karena tsunami. Sehingga setelah 2 minggu di rumah adik
mamak, saya pulang kembali ke gampong untuk tinggal di rumah tersebut. Pada waktu saya
ketemu pak geuchik di kantor kecamatan, saya diminta untuk menjadi koordinator posko
pengungsi Lampulo. Saya menjadi koordinator posko selama 1,5 tahun, dan berhenti dengan
sendirinya karena sudah tidak ada yang mau menggantikan. Selama menjadi koordinator posko,
saya sempat dikontrak oleh NGO Care untuk menjadi staf lapangan selama 3 bulan. Pada awalnya
saya dimasukan dalam daftar penerima rumah dari NGO Care, namun karena lebih dari 2 tahun
setelah tsunami rumah saya belum dibangun hal ini menjadikan saya kecewa, maka ketika ada
tawaran dari ADB untuk membangun rumah saya, maka saya menyetujuinya. Dari pihak staf
lapangan ADB menyarankan agar permohonan saya dapat diproses, maka saya harus mencabut
berkas permohonan saya ke Care. Setelah saya mencabut berkas permohonan ke Care, maka saya
mengajukan permohonan rumah ke ADB. Namun permohonan saya ini akhirnya ditolak oleh
ADB, tanpa penjelasan yang jelas dari staf mereka. Jadi pada saat ini saya tidak tahu lagi siapa
yang akan membantu membangun rumah, padahal ada beberapa warga Lampulo lain, ada yang
sampai mempunyai rumah lebih dari satu, sedangkan saya masih tinggal di rumah sementara. Ya,
saya kecewa mengapa yang lain dapat sampai lebih dari satu sedangkan saya masih tinggal di
rumah sementara, gabung dengan kios jualan saya ini. (Wawancara Sabar)

Dahulu saya pernah menjadi tentara dan ditugaskan ke Timor-Timur, namun karena saya tidak
puas dengan kondisi yang ada di Aceh, akhirnya saya desersi sampai akhirnya saya diberhentikan
dari tentara. Oleh karena itu, saya diam-diam menjadi simpatisan GAM. Setelah berhenti dari
tentara, saya bekerja sebagai penjual ikan di tempat pelelangan Lampulo. Pada waktu tsunami,
saya dengan keluarga saya mengungsi ke Lampisang, dan pada akhirnya bergabung dengan para
pengungsi dari lorong tiga yang lain ke Lam Permai dan ke barak Bakoy. Beberapa hari setelah
tsunami saya ikut gabung dengan relawan untuk mengkoordinir teman-teman di lorong 3
membersihkan puing-puing akibat tsunami, dan ditunjuk warga sebagai koordinator posko di
lorong 3. Posko lorong 3 terletak di bantaran krueng Aceh di Lorong 3. Beberapa hari setelah
tsunami, Lampulo sudah ramai dengan berbagai kegiatan NGO dari luar yang ingin membantu
warga yang terkena tsunami. Saya mengkoordinir orang-orang di lorong 3 untuk terlibat dalam
program cash for work yang dilakukan oleh beberapa NGO dalam membagikan logistik bantuan
dan membersihkan puing-puing akibat tsunami. Setiap orang yang terlibat cash for work
mendapatkan uang sebesar 40 ribu rupiah. (Wawancara Checky)

Wawancara : Badan Rekontruksi dan Rehabilitasi (BRR) Nad-Nias.


Program perumahan BRR, dilakukan berdasarkan permintaan warga melalui geuchik
dengan mengisi formulir dan melampirkan foto copy KTP dan Kartu Keluarga yang sudah
disahkan oleh geuchik. Permintaan pembangunan rumah ini diajukan ke bidang perumahan, daftar
permintaan pembangunan perumahan ini langsung dimasukan dalam daftar perima bantuan
perumahan BRR tanpa melakukan pemeriksaan kembali keakuratan data-data penerima rumah
tersebut. Daftar penerima rumah ini, oleh BRR bisa diajukan pada lembaga lain untuk dibangun
ataupun dibangun melalui anggaran yang disiapkan oleh BRR. Pembangunan rumah BRR
dilakukan oleh kontraktor (perusahaan) yang ditentukan melalui tender terbuka 1. Kontraktor yang

1
Menurut informasi staf lapangan BRR, kualifikasi peserta tender pada awalnya yang memenuhi
persyaratan hanya 300 kontraktor (yang pada umumnya kontraktor dari luar Aceh). Namun karena
tekanan dari berbagai pihak terutama dari pemerintah dan penguasaha lokal Aceh sehingga pada
akhirnya yang dapat mengikuti tender pembangunan di BRR mencapai 6.000 kontraktor.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 23

memenangi tender akan melakukan pembangunan rumah dengan pengawasan konsultan pengawas
yang ditunjuk oleh BRR. Setelah selesai dan diserahterimakan pada BRR, rumah diserahkan
kepada penerima bantuan.
Di gampong Lampulo jumlah rumah yang dibangun oleh BRR pada tahap pertama tahun
2005 dan tahap kedua tahun 2006 sebanyak 309 rumah. Namun setelah selesai dibangun mulai
muncul berbagai keluhan dari para penerima bantuan mengenai kualitas rumah, maupun
ketidaktepatan pemberian bantuan. Ada beberapa penerima bantuan rumah menerima lebih dari
satu rumah, atau penerima yang belum berkeluarga. Dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh BRR
menunjukkan beberapa kelemahan dalam mekanisme penyelenggaraan program rumah yang
dilakukan oleh BRR.
Program pembangunan perumahan oleh BRR, setelah dilakukan evaluasi menunjukkan beberapa
kelemahan yang terjadi karena kurangnya pengawasan, lambannya menangani masalah dan tidak
adanya verifikasi dan evaluasi program. Berdasarkan evaluasi tersebut dan upaya untuk
mempercepat program pembangunan rumah, maka mulai tahun 2007 berdasarkan keputusan
Kepala BRR no 3/PER/BP-BRR/I/2007, mulai diterapkan program pembangunan perumahan yang
berbasis masyarakat.
Pembangunan berbasis kemufakatan masyarakat merupakan pembangunan yang
dilakukan berdasarkan konsensus atau ksepakatan bersama dengan masyarakat penerima bantuan
dalam rangka melakukan embangunan rumah baru dan lingkungan permukimannya. Untuk
membantu menerapkan program tersebut BRR melalui fasilitator lapangan dibentuklah Komite
percepatan pembangunan perumahan dan permukiman Desa (KP4D), yaitu perhimpunan
masyarakat penerima bantuan yang dibentuk pada tingkat desa sesuai dengan kebutuhan dengan
pendekatan berbasis masyarakat. KP4D yang terbentuk mendapatkan biaya operasional dari BRR.
Di gampong Lampulo, yang terlibat dalam komite ini sejumlah 30 orang.
Hasil pendataan ulang yang dilakukan oleh KP4D bersama-sama dengan fasilitator
lapangan BRR, rumah yang belum dibangun di Lampulo sejumlah 450 unit 2 dan diajukan untuk
dibangun oleh BRR. Dari sejumlah permintaan tersebut, setelah dilakukan pemeriksaan dan
disahkan oleh tim BRR hanya 60 unit yang memenuhi persyaratan. Hasil verifikasi ini ditolak oleh
warga dan mereka meminta untuk dilakukan pemeriksaan ulang. Bila BRR tidak melakukan
verifikasi lagi dan membangun semua rumah yang diajukan oleh KP4D, mereka memutuskan
menolak sama sekali rumah yang akan dibangun oleh BRR di Lampulo.

Wawancara dengan Ibu Yus dari P2KP

 Strategi P2KP adalah berdasarkan kebutuhan yang riil dari masyarakat, mereka melakukan
pemetaan yang arahnya adalah kepada perubahan warna pemikiran masyarakat dulu melalui
pertemuan-pertemuan yang dibangun. Jika pemikiran bisa dipahami bersama maka hal-hal
yang bersifat bantuan baru bisa diberikan kepada warga. Artinya, proses pembelajaran lebih
diutamakan P2KP untuk penguatan masyarakat. Penguatan struktur masyarakat desa juga
dibangun ke tingkat yang lebih kuat dengan indikatornya, antara lain: jumlah pertemuan, hasil
yang sudah dibuat dalam bentuk proposal, refleksi kemiskinan yang akan mendapatkan data
tentang adanya kelompok marjinal, dan lain-lain.
 Strategi untuk membangun struktur masyarakat dilakukan oleh P2KP dengan cara merekrut
relawan dari warga setempat. Relawan ini bisa siapa saja dan sebanyak-banyaknya. Mereka
ini tidak mendapat bayaran sama sekali.
 Struktur P2KP sendiri di dalam menjalankan programnya adalah dengan kekuatan tim
Fasilitator dimana ada senior fasilitator, fasilitator teknik,dan fasilitator community
development. Di bawah fasilitator ini ada BKM yang terdiri dari 9 orang, 7 orang perempuan
dan 2 laki-laki. Di dalam BKM ada tenaga sekretaris yang memang mendapat honor
sebagaimana orang bekerja seperti biasa di sekretariat. Di bawah BKM ada Unit Pengelola
(UP) yang terbagi atas 3 unit yaitu: Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan.

Meskipun kebanyakan dari peserta tender ini tidak memenuhi kualifikasi, oleh karena itu tidak
mengherankan bila berbagai proyek perumahan yang diselenggarakan oleh BRR banyak yang
terbengkelai atau banyak mendapat keluhan penerima program.
2
Menurut fasilitator lapangan BRR, banyak terjadi tekanan dan permintaan dari warga pada KP4D
maupun pada staff lapangan BRR agar dapat dimasukkan sebagai penerima.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia
L 3. 24

 Pagu pemberian dana bantuan P2KP untuk Perkim sebesar Rp. 300,000,000,- (tiga ratus juta
rupiah) per desa dan ini sudah selesai dan dilanjutkan kembali dengan tridaya dengan pagu
pemberian dana bantuan yang besarnya sama. Tridaya ini sudah berjalan dimana RAPnya
sudah diselesaikan pada tanggal 24 Mei 2007 yang lalu dan akan dicairkan dana pada bulan
Agustus 2007 nanti. Pemberian akan dilakukan dengan 3 tahap dimana tahap pertama akan
diberikan senilai Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).
 Nilai-nilai yang dibangun oleh P2KP adalah menumbuhkan nilai-nilai universal seperti adil,
kasih sayang, kepedulian, dan lain-lain. Nilai-nilai itu dikembangkan dalam bentuk pelatihan-
pelatihan yang diadakan di dalam pertemuan-pertemuan.
 Hubungan dengan organisasi lain juga dibuat dan dijalin, istilahnya adalah channeling.
 P2KP masuk ke Lampulo pada bulan April 2005 dan mulai menjalankan programnya. Setelah
berjalan kurang lebih 3 bulan mereka ditolak oleh masyarakat dikarenakan adanya provokasi
dari pihak tertentu yang membuat masyarakat menolak. Penolakan itu disampaikan kepada
struktur pimpinan P2KP yang lebih tinggi yaitu Kepala Camat. Pak Camat membicarakan
keberadaan P2KP kepada masyarakat sehingga terjadi perubahan pemikiran dari masyarakat.
Masyarakat akhirnya menerima kembali P2KP dan P2KP mulai melanjutkan programnya
pada bulan September 2005.
 Keterlibatan masyarakat di desa Lampulo didominasi oleh kaum perempuan dan orang-orang
tua.
Tanggapan masyarakat yang diamati oleh P2KP adalah pemerintah berbelit-belit di dalam
menyalurkan bantuan dan uangnya sedikit. P2KP memang hanya memberikan fasilitas konsumsi
di dalam setiap pertemuan, bukan honor bagi peserta pertemuan. Hal ini berbeda dengan NGO
lainnya yang pernah masyarakat dapat. Kondisi ini membuat masyarakat segan karena tidak ada
uangnya dan waktunya yang terbuang.

Fungsi kapital ...., Rudy Pramono, FISIP UI, 2008 Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai