HASIL PENELITIAN
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Pada
Program Studi Antropologi Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Tadulako
Oleh:
Nurmayani
B 301 14 022
Jurusan : Sosiologi
Menyutujui :
MENGETAHUI
Dr.IkhtiarHatta, S.Sos,M.Hum
NIP. 19761121 200604 1 002
KATA PENGANTAR
Assalamuallaikum.Wr.Wb.
Puji Syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga saya
dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Makna Tanah Bagi To Kaili di Kelurahan Talise
Valangguni Kecamatan Mantikulore Kota Palu” untuk memenuhi salah satu syarat
menyelesaikan studi serta dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Strata Satu pada Program Studi
Antropologi Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tadulako.
Dengan penuh kerendahan hati, saya menyadari bahwa selama penyusunan skripsi ini
banyak pelajaran, hambatan, dan juga rintangan yang saya alami. Suka, duka, susah dan senang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan ini, yang semuanya itu bisa saya
lewati dengan dukungan motivasi dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala
ketulusan hati saya menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya kepada kedua orang tua yang
sangat saya cintai dan kasihi, Ayahanda Irmon Lawaru dan Ibunda Nurmawarni S.
Runduwaya. Atas segala pengorbanan dan perjuangan untuk saya selama ini, Doa yang tidak
pernah henti-hentinya dipanjatkan untuk saya, kasih sayang, nasehat, motivasi,material dan moral
yang selalu tercurahkan untuk saya tiada henti.
Saya menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, dan banyak
kekurangan baik dalam metode penulisan maupun dalam pembahasan materi. Hal tersebut
dikarenakan keterbatasan kemampuan saya. Sehingga saya mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun mudah-mudahan dikemudian hari dapat memperbaiki segala kekurangannya.
Pada kesempatan ini saya sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih sedalam-dalamnya
kepada Bapak Drs. Muhammad Marzuki, M.Si selaku pembimbing utama sekaligus penasehat
akademik dan Bapak Dr. Ikhtiar Hatta, S.Sos., M.Hum selaku pembimbing pendamping yang
telah meluangkan waktunya, terima kasih atas bimbingan, arahan, nasehat, dan sarannya mulai
dari bimbingan Proposal, Hasil, Sampai dengan selesainya Srikpsi ini.
Saya menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada
Bapak/Ibu :
1. Bapak Prof. Ir. H. Mahfudz, MP. Rektor Universitas Tadulako atas kepemimpinannya
sehingga memungkinkan saya untuk menuntut ilmu di Universitas Tadulako.
2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Khairil, S.Ag.,M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Tadulako beserta Ibu Dr. Hj. Nuraisyah, M.Si sebagai Wakil
Dekan Bidang Akademik, Bapak Dr. Ilyas, M.I,Kom sebagai Wakil Dekan Bidang
Umum dan Keuangan, Dan Ibu Dr. Hj. Ani Susanti, M.Si sebagai Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tadulako atas
berbagai kebijakan, motivasinya dan nasehat-nasehatnya serta ilmu yang telah diberikan
kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan studi ini.
3. Bapak Dr. Ikhtiar Hatta S.Sos, M.Hum sebagai ketua Program Studi Antropologi yang
selalu membimbing dan memberi masukan dalam proses penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. Sulaiman Mamar, MA. Sebagai Guru Besar Antropologi yang telah
mendidik saya selama studi di Universitas Tadulako Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik.
5. Ibu Dra. Hj. Nurhayati Mansur M.Si. sebagai Dosen Wali yang telah memberikan
nasehat dan motivasi selama saya menyelesaikan Studi di Program Studi Antropologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tadulako.
6. Seluruh Dosen Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Tadulako yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada saya,
selama saya mengikuti perkuliahan.
7. Seluruh staf dan karyawan perpustakaan Universitas Tadulako yang telah membantu
saya dalam hal peminjaman buku-buku yang digunakan sebagai referensi dan
memberikan pelayanan dengan baik kepada saya sehingga penyusunan skripsi ini dapat
terselesaikan.
8. Seluruh staf dan karyawan tata usaha Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah
membantu saya dalam pembuatan surat-menyurat.
9. Bapak Supriadi yang selalu membantu dan membimbing dalam proses perlengkapan
berkas dari awal perkuliahan sampai saat ini.
10. Secara Khusus pula, saya ucapkan terima kasih kepada kakak-kakak saya Irfan, Ihsan,
Moh.Zikran, dan adik saya Abd Muin yang selama ini menjaga dan menyayangi saya
dengan setulus hati.
11. Yang teristimewa saya ucapkan terima kasih kepada suami saya tercinta, Asri Jaya S.IP
yang selalu mendukung dan menyemangati saya dalam penyusunan skripsi ini.
12. Dan terima kasih pula saya ucapkan untuk anak saya tersayang Muhammad Alfariq,
yang sudah hadir di kehidupan saya, selalu menjadi penyemangat saya dalam keadaan
apapun itu.
13. Terima kasih juga saya ucapkan untuk papa dan mama mertua yang selalu memberikan
nasehat dan dukungannya untuk saya agar secepatnya menyelesaikan studi ini.
14. Sahabat-sahabat saya Sri Rahayu S.sos, Irmawati S.sos, Rikmawati S.sos, Gusna S.sos,
Nuria S.sos, Priandi Nani S.sos, Arifuddin Laoming S.sos, Abd Hafid, Rama Anaki,
Fitriani S.sos, Ayu Yudistira, Nursyamsi, Azril Irham. S.sos, Desi M, Fitrah, Rio Viktor
S.sos, Ramlah S.sos, Alwi, Fahdiar, Abdil Fadel dan seluruh teman-teman Program
Studi Antropologi Angkatan 2014 yang tidak sempat saya sebut namanya terima kasih
untuk waktu dan dukungannya untuk saya.
15. Komunitas Mahasiswa Antropologi selaku Himpunan Antropologi sebagai wadah untuk
belajar berorganisasi dan mengembangkan keilmuan saya.
Akhirnya dengan penuh harapan dalam segala kelemahan dan kelebihannya, semoga
Skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi saya maupun bagi pembaca. Semoga Allah SWT, Tuhan
Yang Maha Pengasih dan Penyayang selalu melimpahkan Rahmat dan Karunianya serta
mengampuni segala khilaf, salah, dan dosa kita. Aamiin.
HALAMAN JUDUL
HALAMAN
HALAMAN PERSETUJUAN..........................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................v
DAFTAR TABEL.............................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................viii
ABSTRAK..........................................................................................................................ix
A. Kesimpulan.........................................................................................................61
C. Dokumen............................................................................................................62
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran-Lampiran
Pedoman Wawancara
Peta Lokasi Penelitian
Surat Izin Penelitian
Surat Keterangan Penelitian
Daftar Riwayat Hidup
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perkembangan dan kepadatan penduduk Kelurahan Talise Valangguni..............
Tabel 2. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin di Kelurahan Talise
Valangguni
Tabel 7. Daftar pegawai Kelurahan Talise Valangguni menurut pangkat dan golongan.........
Gambar 7. Lokasi Lahan (Rumah) Ibu Umi Kalsum yang saat ini di Sewakan...............
ABSTRAK
Nurmayani Stambuk B 301 14 022. Judul Skripsi “Makna Tanah (Lahan) Bagi To Kaili di
Kelurahan Talise Valangguni Kecamatan Mantikulore Kota Palu”. Di bawah bimbingan Bapak
Muhammad Marzuki selaku pembimbing utama dan Bapak Ikhtiar Hatta selaku pembimbing
pendamping. Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Tadulako.
Perkembangan kota Palu tidak terlepas dari adanya pendatang yang memilih tinggal dan
menetap, makna dan posisi strategis tanah dalam kehidupan masyarakat Indonesia, tidak saja
mengandung aspek fisik, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, pertahanan keamanan
dan aspek hukum. Tanah bagi masyarakat memiliki makna multidimensional
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana makna tanah bagi orang Kaili di
Kelurahan Talise Valangguni Kecamatan Mantikulore Kota Palu dan bagaimana praktek sewa dan
menjual tanah pada orang Kaili di Kelurahan Talise Valangguni Kecamatan Mantikulore Kota
Palu.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana makna tanah bagi orang Kaili dan
untuk mengetahui bagaimana praktek sewa dan menjual tanah para orang Kaili di Kelurahan
Talise Valangguni Kecamatan Mantikulore Kota Palu.
Dalam penelitian ini saya menggunakan metode penelitian kulitatif yang berdasarkan
penelitian deskriptif, teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan, dan penelitian lapangan
seperti pegamatan, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Serta informan ditetapkan secara
purposive sampling dengan menentukan informan yang dapat memberikan penjelasan atau
gambaran secara terperinci tentang penelitian yang saya maksud (Makna Tanah Bagi To Kaili).
Dalam penelitian ini informan berjumlah lima orang, yang mana mereka adalah pelaku
kepemilikan lahan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, etnis Kaili di Kelurahan Talise Valangguni dalam
memaknai tanah sebagai sesuatu yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup mereka hal ini
tentunya bukan hanya etnis Kaili yang berada di Kelurahan Talise Valangguni namun ini
merupakan anggapan yang sangat umum bagi semua mahluk hidup yang ada. Bagi etnis Kaili di
Kelurahan Talise Valangguni bahwa dengan memiliki tanah kita bisa membangun dan
melangsungkan hidup. Biasanya tanah yang mereka miliki merupakan tanah waris dari orang tua
mereka sehingga ada sebagian dari mereka yang sangat menghargai tanah peninggalan orang tua
mereka tersebut. Etnis Kaili di Kelurahan Talise Valangguni dalam praktek jual atau menyewakan
tanah untuk sekarang masih seperti masyarakat lain pada umumnya. karena tanah atau lahan
adalah milik orang tua mereka atau peninggalan dari orang tua mereka sehingga biasanya mereka
tidak mau menjualnya jika tidak ada keperluan atau kebutuhan hidup yang terlalu mendesak.
Dalam hal ini bisa dipastikan bahwa untuk etnis Kaili yang berada di Kelurahan Talise Valangguni
sangat menghargai tanah peninggalan orang tua mereka.
Kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) termasuk
Surat Penyerahan Tanah (SPT) di atas tanah milik Universitas Tadulako (Untad) akan sidangkan
di Pengadilan Tipikor Palu, Kamis 25 Februari 2021. “Perkaranya dilimpahkan sejak tanggal 17
Februari 2021. Teregister dengan nomor : 23/Pid.Sus-TPK/2021/PN Pal,” ungkap Humas pada PN
Kelas IA/PHI/Tipikor Palu, Zaufi Amri SH saat dikonfirmasi, Selasa 23 Februari 2021.
Tanah merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup
manusia karena, lahan merupakan input yang diperlukan untuk setiap bentuk aktifitas manusia.
Secara fisik, lahan merupakan aset yang mempunyai keterbatasan dan tidak dapat bertambah
besar, misalnya melalui usaha reklamasi. Walaupun fungsi dan penggunaan lahan
(landfunctionand use) dapat berubah, namun lahan tidak dapat dipindahkan karena bersifat tetap.
Lahan merupakan aset ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh penurunan nilai dan harga. Harga
lahan akan semakin meningkat seiring dengan pemanfaatan yang semakin meningkat pula.
Dengan demikian, harga Tanah/ lahan disuatu wilayah akan ditentukan oleh permintaan dan
penawaran atau persediaan lahan itu sendiri. Di lihat dari jenis penggunaan lahan (landuse), maka
permintaan terhadap lahan akan berbeda untuk perkotaan maupun perdesaan. Pada umumnya,
kebutuhan lahan di perkotaan akan semakin meningkat seiring pertumbuhan jumlah penduduk
Sementara itu, permintaan tanah/ lahan di perkotaan akan dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain faktor fungsi dan penggunaan lahan untuk tujuan ekonomi, sosial budaya dan faktor
Perkembangan kota Palu tidak terlepas dari adanya pendatang yang memilih tinggal dan
menetap. Mereka membangun usaha di tanah rantau untuk menopang kehidupan sehari-hari,
tuntutan dari asal mengakibatkan mereka bermigrasi ke daerah yang memiliki pontensi untuk
menjalankan usaha mereka. Ini tidak terlepas dari kebutuhan akan tanah, untuk membangun
rumah ataupun sebagai tempat usaha yang membutuhkan sebidang tanah untuk membangun usaha
mereka.
Masalah Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah manusia
mencari nafkah. Diatas tanah pula manusia membangun rumah sebagai tempat bernaung dan
membangun berbagai bangunan lainnya untuk perkantoran dan sebagainya. Tanah juga
mengandung berbagai macam kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan manusia. Secara hakiki,
makna dan posisi strategis tanah dalam kehidupan masyarakat Indonesia, tidak saja mengandung
aspek fisik, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, pertahanan keamanan dan aspek
Dari sisi ekonomi, tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan
kesejahteraan. Secara politis tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan
keputusan masyarakat dan sebagai budaya yang dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial
pemiliknya. Terkadang tanah dapat di perjual belikan bahkan ada pula yang sewa menyewakan,
kebiasaan ini terjadi pada penduduk pribumi kepada penduduk perantau di karenakan pemahaman
atau skill usaha yang dimiliki penduduk pribumi kurang, mengakibatkan banyaknya praktek
Praktek sewa dan menjual tanah ke masyarakat pendatang yang dilakukan oleh masyarakat
pribumi (to kaili) marak dilakukan dan berkembang pesat seiring berkembangnya kota atau tempat
sekitaran lingkungan yang di diami masyarakat pribumi di karenakan permintaan dan kebutuhan
bagi masyarakat pendatang, hal ini juga dapat menopong ke ekonomian masyarakat pribumi,
budaya praktek ini sering di lakukan apabila mendapat kesusahan dalam hal kebutuhan ekonomi,
apalagi penyimpangan dalam hal praktek menjual tanah dapat mengakibatkan masyarakat
setempat menjadi malas dalam mencari lapangan pekerjaan dan pengetahuan pemanfaat lahan atau
tanah berkurang, namun demikian pengunaan peraktek sewa dan menjual tanah mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi, mengurangi penganguran dan tindak kriminal pencurian, maka dari itu
kegiatan ini sudah menjadi budaya tersendiri bagi masyarakat pribumi khususnya di Kelurahan
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin membahas mengenai usaha peraktek sewa
menjual tanah yang merupakan kebiasaan masyarakat pribumi (to kaili) dalam memenuhi
kebutuhan ekonomi. Maka dari itu penulis tertarik untuk membahas dan mencoba melakukan
penelitian dengan judul “Makna Tanah Bagi To Kaili Di Kelurahan Talise Valangguni
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, maka pertanyaan yang menjadi
fokus penelitian adalah bagaimana mengetahui praktek sewa dan menjual tanah pada orang kaili
1. Bagaimana makna tanah bagi orang Kaili di Kelurahan Talise Valangguni Kecamatan
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana makna tanah bagi orang Kaili dan untuk mengetahui bagaimana praktek sewa dan
menjual tanah para orang Kaili di Kelurahan Talise Valangguni Kecamatan Mantikulore Kota
Palu.
2. Kegunaan penelitian
Hasil penelitian ini nantinya mudah-mudahan bermanfaat kepada semua pihak yang
a. Pemerintah daerah provinsi Sulawesi Tengah, kurang lebih tulisan ini dapat menjadi
b. Hasil penelitian ini menjadi bagian dari usaha pengembangan ilmu sosial secara umum,
c. Sebagai wadah pengembangan ilmu pengetahuan dan sekaligus proses aplikasi teoritis.
D. Kerangka Konseptual.
a. Makna Tanah
Makna (pikiran atau referensi) adalah hubungan antara lambang atau (symbol) dan acuan
atau referen. Hubungan antara lambang dan acuan bersifat tidak langsung sedangkan hubungan
antara lambing dengan referensi dan referensi dengan acuan bersifat langsung. Menurut
Djajasudarma ((1999:5) makna adalah pertautan yang ada diantara unsur-unsur bahasa itu sendiri
(terutama kata-kata).
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 2005:619) kata makna diartikan : (i)
arti: ia memperhatikan makna setiap kata yang terdapat dalam tulisan kuno itu, (ii) maksud
pembicara atau penulis, (iii) pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan.
Menurut Chaer (2003:289) pembagian tipe makna berdasarkan beberapa kriterianya antara lain:
a. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem, dapat dibedakan menjadi
b. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau leksem, dapat dibedakan menjadi
c. Berdasarkan ketepatan maknanya, makna dapat dibedakan menjadi makna kata dan makna
istilah.
d. Berdasarkan kriteria atau sudut pandang lain, dibedakan menjadi makna asosiatif,
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh
dan berkembangnya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan udara, secara kimiawi berfungsi
sebagai gudang dan penyuplai hara dan nutrisi (senyawa organik dan anorganik sederhana dan
unsur-unsur esensial dan secara biologi berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang
berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi)
bagi tanaman, yang ketiganya secara integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk
menghasilkan biomas dan produksi baik tanaman pangan, tanaman obat-obatan, industri
Tanah juga memiliki nilai secara historis dan kultural, bagaimana relasi yang kuat antara
manusia dengan tanah sekaligus contoh mengenai problem atas tanah di berbagai belahan dunia,
yang secara mendasar memiliki motif yang sama, namun dalam implementasi yang berbeda.
Manusia dengan tanah adalah dua hal yang tidak bisah dipisahkan, karena kehidupan
manusia tidak lepas dari tanah. Tanah merupakan benda yang sangat berharga bagi manusia, tanah
tidak hanya semata-mata dipandang sebagai komoditas yang bernilai ekonomis belaka, tetapi
hubungan tanah dengan pemiliknya mengandung nilai-nilai budaya, adat dan spiritual tertentu.
Begitu banyak pengertian lahan tergantung dari cara pandang dan kepentingan pemanfaat
lahan, sehingga tidak mudah untuk mendefinisikan pengertian lahan. Misalnya seorang petani
mengartikan lahan adalah sebidang tanah yang dapat digarap untuk berkebun maupun sawah, bagi
seorang pengembang lahan (developer) mengartikan bahwa lahan adalah daerah tempat
membangun perumahan dan fasilitasnya atau sebagai tempat membangun industri. Sementara bagi
seorang ahli penataan ruang (planner) lahan dapat diartikan sebagai sumber daya alam tempat
segala kegiatan manusia ditata. Pengertian tentang lahan bias rancu dengan pengertian tanah,
karena ada dua cara pandang dalam melihat lahan. Cara pandang pertamaya itu lahan sebagai lahan
(land) dan ada cara pandang keduaya itu lahan sebagai tanah (soil).
Menurut Prof. I Made Sandy, seorang ahli geografi, lahan adalah istilah tanah dalam ukuran
luas (berdimensi dua), yaitu Ha, m2, tumbak, bahu atau lainnya. Memang tanah sebagai
1. Tanah bisa dilihat sebagai benda atau tempat tumbuhnya tanaman, ukurannya adalah
2. Tanah juga bisa dilihat sebagai benda yang dapat diukur dengan ukuran berat atau
volume (tiga dimensi), misalnya berat satu ton atau bervolume satu meter kubik tanah.
3. Tanah bias dipandang sebagai muka bumi yang ukurannya adalah luas (Ha, m2,
tumbak, dan lain”). Tanah dalam luas inilah yang akhirnya sering disebut dengan lahan.
c. Konsep Lahan
Tanah atau lahan merupakan salah satu sumberdaya yang penting dalam kehidupan manusia
karena setiap aktivitas manusia selalu terkait dengan tanah. Tanah merupakan tanah (sekumpulan
tubuh alamiah, mempunyai kedalaman lebar yang ciri-cirinya mungkin secara langsung berkaitan
dengan vegetasi dan pertanian sekarang) ditambah ciri-ciri fisik lain seperti penyediaan air dan
Muhammad Utomo (1992) menyatakan bahwa lahan sebagai modal alami yang melandasi
1. Fungsi kegiatan budaya; suatu kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai
2. Fungsi lindung; kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamanya untuk melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang ada, yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya
buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa yang bias menunjang pemanfaatan
budidaya.
Sewa menyewa ialah, suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memikat dirinya untuk
memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu
dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak terakhir disanggupi pembayaranya.
Sewa menyewah seperti halnya dengan jual beli perjanjian lain pada umumnya, adalah suatu
perjanjian konsensiul artinya ia sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai
unsur-unsur pokok, yaitu barang dan harga. Kewajiban pihak yang satu, menyerahkan barangnya
untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini, membayar
harga sewa.
Dalam masyarakat modern, perjanjian sewa menyewa sangat popular disamping perjanjian
jual beli. Perbedaan utama antara dua macam perjanjian ini ialah, bahwa dalam hal jual beli yang
diserahkan oleh pemilik barang, adalah hak milik atas barang itu, sedang dalam hal sewa menyewa
pemilik barang hanya menyerahkan pemakaian dan pemungutan hasil dari barang, sedangkan hak
milik atas barang itu tetap berada ditangan yang menyewahkan (Subekti 1987:90 dalam Mih
Masykur 2018).
Karena itulah, pasal 1548 BW menetapkan sewa menyewa itu hanya berlangsung untuk
waktu tertentu. Ini berarti dalam sewa menyewa harus selalu ada tenggang waktu tertentu yang
Praktek sewa menyewa tanah bengkok di Desa Kedawung sudah terjadi sejak lama dan
berlangsung secara turun temurun. Di mana mayoritas masyarakatnya yang bekerja disektor
pertanian. Dengan adanya sewa menyewa tanah bengkok sangat bermanfaat dan memudahkan
masyarakat mengelola lahan pertanian bagi mereka yang tidak memiliki sawah. Dalam penyewaan
terdapat tenggang waktu penyewaan yang telah disepakati antara pihak yang menyewakan dan
pihak penyewa. Dalam penentuan harga sewa tanah bengkok tidak ada unsur paksaan antara kedua
Kabupaten Batang dalam sewanya terdiri dari dua cara yaitu sewa dengan system oyotan (masa
tanam padi) dan sewa dengan system tahunan. Dalam masa sewa jika sudah habis masa sewanya
dapat diperpanjang kembali sesuai dengan kesepakatan antara pihak penyewa dan menyewakan.
(MN Faqih, 2019).
Praktek sewa menyewa tanah juga terjadi di Sumatra Barat, ada tiga macam kepemilikan
tanah di Sumatra Barat. Pertama adalah tanah Negara, yang kedua tanah pribadi, dan yang ketiga
tanah ulayat. Diperkirakan ada sekitar 80% tanah di daerah pedesaan Sumatra Barat masih
merupakan tanah ulayat. Karena hanya tinggal sedikit tanah Negara dan tanah pribadi, pemerintah
mengambil alih tanah ulayat tanpa consensus rakyat (masyarakat) dengan mengatasnamakan
pembangunan.
Pada tahun 1918, tanah ulayat disewakan kepada Belanda untuk memelihara kuda dan sapi.
Lalu hak untuk memanfaatkan tanah ulayat dipindahkan kepada Balai Pembibitan Ternak dan
Hijauan Makna Tanah (BPT-HMT). Pada tahun 1974, BPT-HMT yang berada di bawah
Departemen Pertanian, mengambil 250 hektar tanah ulayat Mungo dan membuka peternakan
ternak dengan bantuan dari Jerman barat untuk mengekspor daging ke negara-negara ASEAN dan
juga untuk konsumsi domestik. Hal ini mengindikasikan pada kemungkinan bahwa setiap kepala
BPT-HMT menerima keuntungan pribadi dengan menjual sapi untuk dirinya sendiri.
Pada tahun 1979, ketika sertifikat tanah diberikan kepada BPT-HMT, masyarakat Mungo
sangat frustasi dan meminta sertifikat itu dikembalikan kepada masyarakat. Lalu Pemda Lima
puluh Kota menyusun panitia dengan lima anggota untuk menyelesaikan masalah itu. Pada tahun
1983, panitia itu mengumumkan perjanjian antara pemerintah daerah dan Ninik-Mamak dan
menuntut pemerintah membayar Rp 2.500,00 untuk setiap meter persegi (Lounela dan Yando,
2002:186,189,190).
menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah
dijanjikan.
Menurut Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, dalam jual beli senantiasa terdapat dua sisi
hokum perdata yaitu hukum kebendaan dan hukum perikatan. Dikatakan demikian karena pada sisi
hukum kebendaan, jual beli melahirkan hal bagi kedua belah pihak atas tagihan yang berupa
penyerahan kebendaan pada satu pihak dan pembayaran harga jual pada pihak lainnya. Sedangkan
dari sisi perikatan, jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban dalam
bentuk penyeraan kebendaan yang dijual oleh penjual dan penyerahan uang oleh pembeli kepada
penjual.
Jual beli adalah suatu perjanjian konsensualisme yang artinya untuk melahirkan suatu
perjanjian cukup dengan sepakat saja dan perjanjian itu sudah dilahirkan pada saat atau detik
tercapainya konsensus. Salah satu sifat penting dari jual beli menurut Kitab Undang-undang
Hukum perdata adalah bahwa perjanjian jual beli itu sifatnya hanya obligatoris saja, artinya jual
a. Kewajiban pihak penjual untuk menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli.
b. Kewajiban pihak pembeli untuk membayar harga barang yang dibeli kepada
penjual.
Kewajiban lain yang dimiliki oleh penjual adalah menjamin kenikmatan tenteram yang
merupakan konsekuensi dari jaminan yang oleh penjual diberikan kepada pembeli bahwa barang
yang dijual dan diserahkan itu adalah sungguh-sungguh miliknya sendiri yang bebas dari sesuatu
Adat yang berlaku. Hal ini bias dilihat dari cara hidup masyarakatnya yang masih melakukan
praktek jual beli tanah dibawah tangan. Maksud dibawah tangan adalah suatu perjanjian jual beli
tanah dalam Hukum Adat dimana dalam perbuatan hukum yang dilakukan berupa pemindahan hak
dengan pembayaran tunai maupun sebagian yang dilakukan atas kesepakatan pihak masing-masing
(penjual dan pembeli) yang dihadiri oleh Kepala Adat/Kepala Desa. Menurut masyarakat di
Kecamatan Bae, mereka melakukan jual beli tanah di bawah tangan disebabkan biayanya tidak
terlalu banyak dan prosesnya sangat mudah, yaitu cukup dihadiri oleh Kepala Adat/Kepala Desa
dan saksi-saksi, maka proses jual beli tanah yang terjadi sudah sah.
Jika harus ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), masyarakat di Kecamatan Bae cukup
keberatan dari segi biaya yang dikatakan tidak pasti. Karena dalam prakteknya, harga yang
tercantum di Badan Pertanahan Nasional (BPN) ternyata tidak sesuai dengan jumlah yang harus
dibayarkan. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat kurang tertarik untuk melakukan jual beli
tanah sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia
karena lahan merupakan input penting yang diperlukan untuk mendukung aktivitas manusia.
Hardjowigeno (2003) mendefinisikan lahan sebagai kumpulan dari benda alam dipermukaan bumi
yang meliputi tanah yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan
mineral,bahanorganik,air dan udara yang merupakan media untuk tumbuhnya tanaman beserta
Sujarto (1985) menerangkan bahwa secara fisik lahan merupakan aset ekonomi yang tidak
dipengaruhi oleh kemungkinan penurunan nilai dan harga serta tidak dipengaruhi oleh faktor
waktu. Secara fisik pula lahan merupakan aset yang mempunyai keterbatasan dan tidak dapat
bertambah besar, misalnya dengan usaha reklamasi. Lahan secara fisik tidak dapat dipindahkan,
walaupun fungsi dan penggunaan lahan (landfunctionanduse) dapat berubah tetapi lahannya
dengan faktor produksi lain seperti tenaga kerja, modal dan teknologi akan menjadi bahan
pertimbangan tertentu untuk penggunaan tertentu pula. Pemanfaatan lahan sangat menentukan
cara-cara masyarakat berfungsi. Lahan yang merupakan sumber dasar atau asal
makanan,permukiman,air serta zat asam harus dimanfaatkan secara baik sehingga menjamin
ekosistem yang stabil, membatasi pencemaran udara, serta menciptakan struktur politik, ekonomi,
sosial, budaya, pertahanan, keamanan nasional, dan tidak terbatas pada perkembangan kota-desa
saja.
Fujita (1989) menyatakan bahwa penggunaan lahan yang optimal tergantung pada fungsi
tujuan yang ditentukan. Salah satu teori penggunaan lahan adalah model Herbert-Stevens. Pada
model ini, tujuan penggunaan lahan adalah untuk memaksimalkan surplus pengguna lahan untuk
semua model rumah tangga. Model ini dirancang sedemikian rupa sehingga solusinya selalu
efisien, dan semua alokasi efisien dapat diperoleh hanya dengan berbagai tingkat utilitas target.
Alonso (1970) mendefinisikan harga lahan sebagai sejumlah uang yang dibayar kepada
pemilik lahan atas hak menggunakan suatu unit lahan pada periode waktu tertentu. Harga jual
adalah harga yang disanggupi pembeli (willingness to pay) setelah mempertimbangkan berbagai
alternatif dan merupakan nilai diskon dari total nilai sewa dimasa mendatang sedangkan biaya
pemilikan lahan ialah fungsi dari harga jual dan harga kontrak.
Dalam hal ini, istilah harga lahan (landprice) sebagai pengganti istilah nilai lahan (land
value) dalam menganalisis masalah ekonomi lahan perkotaan. Istilah harga lahan lebih dapat
mencerminkan nilai pasar atas harga kontrak (contrac rent), harga jual (sales price) dan biaya
Hadianto (2009) menerangkan beberapa faktor yang dianggap berpengaruh terhadap harga
lahan yaitu jarak terhadap jalan, drainase, luastanah, lebar jalan, status jalan, elevasi, kontur dan
bentuk tanah. Jarak terhadap jalan merupakan jarak lokasi bidang tanah dengan jalan terdekat yang
ada disekitarnya, baik itu jalan lokal, jalan kolektor maupun jalan arteri primer/sekunder.
Hal ini mengindikasikan akses terhadap lokasi obyek tanah tersebut. Kontur yang dimaksud
adalah apakah bidang tanah berkontur datar, bergelombang atau terasering, sedangkan yang
dimaksud dengan bentuk tanah adalah apakah bidang tanah berbentuk normal/persegi,
Harga suatu lahan juga dipengaruhi oleh luas dan kualitas lahan. Kualitas lahan dapat
dilihat dari segi kualitas air atau fasilitas air, kesuburan dan kandungan mineral
didalam lahan tersebut. Selain itu, harga lahan juga dipengaruhi oleh faktor lokasi suatu lahan
Suparmoko (1997) menerangkan bahwa teori yang dikemukakan oleh Von Thunen
menentukan nilai sewa lahan berdasarkan faktor lokasi. Analisa Von Thunen berdasarkan tanaman
yang dihasilkan oleh daerah-daerah subur dekat pusat pasar dan dikemukakan bahwa sewa lahan
lebih tinggi dari daerah-daerah yang lebih jauh dari pusat pasar. Menurut Von Thunen sewa lahan
berkaitan dengan perlunya biaya transportasi dari daerah yang jauh kepusat pasar.
Berdasarkan teori sewa lahan menurut Von Thunen, sewa lahan mempunyai hubungan yang
terbalik dengan jarak lokasi lahan kepusat pasar. Jarak lahan kepusat pasar akan menyebabkan
Suparmoko (1989) menjelaskan bahwa harga lahan yang berlokasi dekat fasilitas umum
prasarana umum, akan meningkatkan kegunaan dan kepuasan yang dapat diberikan oleh satuan
luasan lahan, yang diikuti pula dengan meningkatnya pendapatan masyarakat sehingga harga
lahan akan meningkat. Lahan yang dekat pasar oleh masyarakat digunakan untuk daerah pusat
kegiatan ekonomi yang akan memberikan pendapatan dan harga sewa yang tinggi untuk berbagai
Permintaan juga mempengaruhi harga lahan. Penentuan permintaan lahan tersebut adalah
selera dan preferensi konsumen, jumlah penduduk, pendapatan dan ekspektasi konsumsi terhadap
harga dan pendapatan di masa yang akan datang. Keempat penentu permintaan lahan tersebut
berhubungan positif dengan harga lahan. Semakin meningkat penentu permintaan lahan tersebut,
E. Metodelogi Penelitian
Metode penelitian yang di gunakan adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif adalah gambaran
atau penyajian data berdasarkan kenyataan secara objektif, sistematis, dan faktual di lapangan
(Moleong 2007:12), sesuai data yang berhubungan dengan bagaimana praktek sewa dan menjual
lahan pada Orang Kaili Di Kelurahan Talise Valangguni Kecamatan Mantikulore Kota Palu.
permasalahan yang akan diteliti, maka teknik pengumpulan data yang akan penulis gunakan
a. Lokasi Penelitian.
Mantikulore Kota Palu yang mana terdapat pendatang yang memiliki usaha atau berkediaman dan
juga kepada masyarakat orang Kaili dalam perilaku sewa dan menjual tanah.
b. Subjek Penelitian.
Subjek penelitian ini adalah subjek yang dituju untuk diteliti. Dalam penelitian ini jumlah
populasi yang tercakup dalam penelitian ini sebanyak 5 keluarga di Kelurahan Talise
c. Penentuan Informan.
Dalam penelitian kualitatif, hal yang menjadi bahan pertimbangan utama dalam
pengumpulan data adalah pemilihan informan. Teknik sampling yang di gunakan dalam penelitian
ini ditentukan secara sengaja (purposive sampling) yang dianggap dapat mewakili semua unsur
dalam masyarakat pendatang dan penduduk asli (Orang Kaili) selain itu juga di tentukan pula
beberapa informan kunci yang ada di Kelurahan Talise Valangguni Kecamatan Mantikulore Kota
1. Studi Kepustakaan.
Mengumpulkan dan membaca berbagai referensi baik berupa buku-buku, jurnal ilmiah,
majalah, dokumen dan artikel yang berkaitan masalah penelitian ini. Studi pustaka dilakukan
sebelum turun kelapangan dengan mengumpulkan dan mempelajari berbagai literatur, arsip-arsip
dan dokumen-dokumen yang relevan dalam pokok pembahasan pada penelitian ini. Hasil studi
pustaka tersebut di gunakan sebagai latar belakang dan bahan rujukan yang akan mendukung
penulisan penelitian ini. Menurut M. Nazir (1988:111) studi kepustakaan adalah Teknik
2. Penelitian Lapangan.
a. Observasi.
Metode observasi dalam penelitian kualitatif pada hakikatnya merupakan kegiatan dengan
menggunakan panca indra, biasa melalui penglihatan, penciuman, pendengaran untuk menjawab
masalah penelitian. Pengamatan atau observasi di lapangan sangat penting dilakukan dalam
dengan focus peneliti. Pengamatan atau observasi di lakukan untuk memperoleh gambaran riil
suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan peneliti. Pada tahap observasi
selanjutnya pengumpulan data dengan mengamati langsung yang tengah di teliti dan terlibat
langsung terhadap objek yang menjadi sasaran peneliti atau observasi partisipan (participant
Sumber :
https://www.google.com/search?q=foto+wilaya+mantikulore&sxsrf=AOaemvJSKxzfux6v
mBL8q9tEWay1IcZwxQ:1641793879768&tbm=isch&source=iu&ictx=1&fir=i_gNDb6ae9VCu
M%252C2zGdFK8u6D4ANM%252C_%253BZCs4dZvhDCjKlM%252CjnsoRca8Ot5bXM%25
2C_%253BUmo0NUmSq4mFRM%252C-lLfUCLy-7b9RM%252C_%253B7UzVJjSJVRhY-M
%252CpgW_BLDRa3HDoM%252C_%253BJVc_aV6N7N2pbM%252CjnsoRca8Ot5bXM%25
2C_%253BRl1Lwf5SJiPU7M%252CwlouHIw22ba4xM%252C_%253BL-VZDYWmOm_IIM
%252Cn3pSAPLKguy8XM%252C_%253B19CNYIUHWhCEpM%252Crtym1U4hMl51dM%2
52C_%253BYwUDILwpJ3v6dM%252C2zGdFK8u6D4ANM%252C_%253BnyBmsW5TXCL
K4M%252CpgW_BLDRa3HDoM%252C_&vet=1&usg=AI4_-kQYFmY8UQM1YuvnPL6W5p
quKZStJw&sa=X&ved=2ahUKEwiNqP3nvqb1AhV_H7cAHYiDCtgQ9QF6BAgEEAE#imgrc=
i_gNDb6ae9VCuM, diaskes, 07 Januari 2022
b. Wawancara.
Wawancara adalah proses interaksi dan komunikasi antar informan dengan peneliti. Teknik
wawancara yang di gunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan informasi dan keterangan
secara lisan dari informan terhadap permasalahan yang di angkat dalam penelitian ini. Wawancara
di lakukan untuk memperoleh data langsung dari informan Dengan menggunakan Teknik
(interview guide) yang telah disiapkan agar memperoleh data yang bersifat terbuka (open
interview) yang member keleluasan bagi para informan untuk member pandangan-pandanganya
secara bebas dan terbuka sehingga dapat di peroleh data yang lebih mendalam. (Irwati dalam
Nyoman,2010:14).
Teknik pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab dengan para informan
berkenaan dengan masalah yang diteliti. Teknik wawancara di awali dengan memilih informan
dan responden secara purposive (sengaja) informan kunci ( key informan ) yaitu tokoh masyarakat,
yang berasal dari To Kaili. Pelaksanaan wawancara di lakukan secara terstruktur dengan
menggunakan pedoman wawancara (guide interview) maupun wawancara tidak terstruktur. Selain
- kosakata kaili
“Makna tanah itu sangat berarti, karena ane tara ria tanah mombangu sapo riva kita. Jadi
tanah tu napenting ntoto ka kita manusia, ane kita ma ria tanah nta mamalamo ra pobangu nu sapo,
mamala muni rapobangu tampa rapogade mangonjo doi. Etumo tanah tu nabermakna ntoto ka kita
manusia. Yaku navela pombagian tanah dako nte totuanggu radua kapling. Saongu
(makna tanah itu sangat berarti, karena kalau tidak ada tanah kita mau bangun rumah
dimana. Jadi tanah itu sangat penting untuk manusia. Kalau kita punya tanah, bisa kita bangunkan
rumah, dan bisa juga kita bangunkan tempat menjual untuk cari uang. Makanya tanah itu sangat
bermakna untuk kita manusia, saya dapat pembagian tanah dari orangtuaku dua kapling. Satu
kapling sudah saya pake bangun rumah ini dan yang satu kaplingnya lagi masih kosong.)
4. Teknik Pengolahan dan Analisis Data.
Berdasarkan dengan tujuan penelitian, maka data yang telah di kumpulkan kemudian di olah
dengan metode kualitatif, deskriptif analitis. Adapun teknik analisis data yang di gunakan melalui
a. Editing Data : yaitu merupakan kegiatan mengoreksi data yang telah terkumpul dengan
memilih dan memilah data berdasarkan permasalahan, pada tahap ini di lakukan
penafsiran makna.
c. Penafsiran Data : penafsiran data dalam penelitian ini akan di lakukan pada saat
wawancara mendalam. Penafsiran dalam penelitian ini adalah informan sebagai alat
d. Perumusan Kesimpulan dan Saran : yaitu merupakan langkah terakhir dari analisis data
yaitu merumuskan kesimpulan hasil penelitian yang ada dalam permasalahan penelitian.
Penarikan kesimpulan adalah jawaban atas permasalahan tujuan penelitian ini dan
kegunaan penelitian.
5. Sistematika pembahasan.
Bab I : Pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
terkait dengan objek/materi penelitian. Seperti, sistem sewa lahan dan sistem jual beli lahan.
Bab III : Gambaran Subjek/Objek Penelitian yang terdiri dari sejarah singkat Kelurahan
Talise Valangguni, profil informan, data kondisi geografis dan demografis, serta kondisi
Bab IV : Hasil dan Pembahasan tentang makna tanah bagi Orang Kaili dan Praktek sewa
dan jual tanah di Kelurahan Talise Valangguni Kec. Mantikulore Kota Palu
Bab V : Bab Penutup, yang mengetengahkan kesimpulan sebagai hasil akhir dari penulis
TINJAUAN PUSTAKA
Naimatul Jannah (2015:37) dalam skripsi yang berjudul Berebut Tanah, konsepsi
kepemilikan tanah dan penguasaan lahan di kelurahan tondo menjelaskan bahwa dahulu
kepemilikan tanah di kelurahan tondo adalah hak milik penuh yaitu penggunaan tanah
terus-menerus dari garis keturunan mereka yang berasal dari keturunan orang tua mereka yang
digarap sendiri. tanah di kelurahan tondo adalah tanah hak milik oleh pemukim lama kelurahan
tondo milik etnik kaili. tanah di tondo sangatlah luas, setiap masyarakat tondo memiliki tanah,
awalnya sebelum ada pemukiman baru di wilayah tondo ini hanya digunakan sebagai lahan
pertanian mereka menggarap tanahnya dengan cara bercocok tanam misalnya sayur-sayuran,
umbi-umbian, dan ada pula sebagai tempat menggembala ternaknya seperti kambing dan sapi.
secara bersamaan dalam mengolah lahan pertanian sebelumnya mengikat dulu ternak di sekitarnya
perilaku tersebut dilakukan terus menerus sampai pada keturunan mereka (anak-anaknya).
Selain pemberian dari orang tua sistem kepemilikan tanah di tondo dilakukan dengan sistem
bagi rata. untuk mengetahui tanah tersebut sudah ada yang memiliki mereka menanam pohon
sebagai pembatasnya. dengan demikian dapat menghindari konflik tentang kepemilikan tanah dan
sebidang tanah tidak lagi dimiliki oleh dua orang atau lebih. selanjutnya sistem kepemillikan tanah
di tondo juga berdasarkan pada sistem warisan leluhur mereka sehingga pada generasinya dapat
memiliki tanah dan tidak berpindah ke tangan orang lain. tanah yang sebelumnya dari hasil olahan
pertanian dan ternak diwariskan kepada anak-anaknya untuk digunakan dan diolah kembali.
Persamaan penelitian diatas dengan penelitian ini adalah sama-sama mnjelaskan bahwa
sistem kepemilikan lahan di kelurahan tondo dan kelurahan Talise Valangguni sama-sama berasal
dari pemberian orangtua mereka, orang tua terdahulu hanya sering beraktivitas disuatu tempat
secara terus menerus, kemudian mereka mengkapling lahan tersebut dengan menanam pohon
sebagai tanda batas-batas lahan mereka untuk bercocok tanam ataupun beternak hewan-hewan
mereka. mereka melakukannya dalam waktu yang sangat lama sehingga mereka menganggap
bahwa lahan tersebut adalah milik mereka. pemeberian/pewarisan lahan ini pun terjadi secara
turun temurun kepada anak-anak mereka, anak mereka mengolah lahan tersebut lalu membangun
rumah diatas lahan tersebut. perbedaan penelitian Naimatul Jannah dengan penelitian saya adalah
lokasi penelitiannya, lokasi penelitian Naimatul Jannah bertempat di kelurahan Tondo sedangkan
Tanah memiliki arti yang sangat penting yaitu, bagi kelangsungan hidup manusia. Karena
sifatnya merupakan satu-satunya benda kekayaan yang meskipun mengalami keadaan yang
bagaimanapun juga masih tetap dalam keadaannya. Malah kadang menjadi lebih menguntungkan
Hasil penelitian Fajri Rahman (2015:99) yaitu ada beberapa cara untuk mendapatkan
kepemilikan lahan pertanian pada masyarakat Sipetung. Pertama adalah melalui pewarisan, kedua
melalui pembelian, ketiga melalui sewa atau bagi hasil, dan yang terakhir adalah dengan
memanfaatkan lahan hutan milik pemerintah. Pembagian harta warisan di Sipetung, pada
umumnya dilakukan secara adat, atau ketentuan yang sudah berlaku secara turun-temurun.
Warisan dibagi kepada seluruh anak sesuai dengan keputusan dari orang tua. Cara yang kedua
untuk memiliki lahan pertanian adalah dengan pembelian tanah. Bertambahnya jumlah penduduk,
lahan pertanian secara otomatis akan semakin sedikit. Dengan tidak adanya kemungkinan untuk
membuka lahan pertanian baru, pembelian tanah merupakan salah satu cara bagi masyarakat
Sipetung untuk memperluas lahan pertaniannya. Selain melalui warisan dan pembelian, cara untuk
mendapatkan tanah adalah dengan sistem sewa tanah dan sistem bagi hasil. Sewa tanah adalah si
pemilik tanah menyewakan tanahnya kepada orang lain sesuai dengan harga yang disepakati, hasil
dari lahan tersebut adalah milik si penyewa. Sistem sewa ini walaupun jarang, sudah lazim terjadi
Persamaan dari penelitian Fajri Rahman di atas dengan penelitian ini adalah sama-sama
menjelaskan bahwa hak atas kepemilikan dapat diperoleh dengan tiga cara, pertama adalah
melalui pewarisan, kedua melalui pembelian, ketiga melalui sewa. Perbedaan dari penelitian Fajri
Rahman dengan penelitian saya yaitu pada isi penelitian Fajri Rahman menjelaskan kepemilikan
kepemilikan lahan pada Etnik Kaili di Kelurahan Talise Valangguni Kota Palu. Selain itu dalam
penelitian Fajri Rahman menjelaskan bahwa lahan yang di sewakan itu merupakan lahan
perkebunan sedangkan lahan yang disewakan di Kelurahan Talise Valangguni merupakan lahan
Jurnal penelitian Daya Ageng Purbaya (2016) berjudul Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli
Tanah di Hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) menjelaskan menghadapi sengketa lahan
yang menyebabkan kendala proses jual beli lahan maka perlu diadakan musyawarah antara pihak
pembeli dan pihak penjual agar dapat menemui kesepakatan. dalam menghadapi kurang
lengkapnya berkas yang harus dilakukan yaitu, pemohon mempersiapkan syarat-syarat yang telah
ditetapkan dan penjual meminta surat keterangan warisan. dan untuk masalah pembayaran yang
dilaksanakan secara tidak kontan, maka kesanggupan pihak pembeli dicantumkan pada surat
perikatan perjanjian yang memiliki kekuatan hukum dengan sanksi-sanksi yang jelas, pihak
penjual tidak melepaskan hak atas tanah yang dijual itu sesuai dengan isi perjanjian perikatan yang
Persamaan penelitian diatas dengan penelitian saya adalah sama-sama menjelaskan bahwa
dalam melakukan transaksi jual beli tanah harus bersifat jelas. perbedaan penelitian Daya Ageng
dengan penelitian ini adalah, dalam hasil penelitian Daya Ageng mejelaskan proses pembuatan
perjanjian-perjanjian antara pihak pembeli dengan pihak penjual di hadapan PPAT sedangkan
dalam penelitian ini menjelaskan sistem jual beli lahan antara warga Talise Valangguni.
Penelitian Abdul Hafid (2013:198) mengungkapkan dahulu orang Tolaki tidak mengenal
sistem jual beli tanah namun, dalam perkembangan selanjutnya proses jual beli justru menjadi
sangat marak, baik di Kabupaten Konawe maupun di daerah lain yang didiami oleh mayoritas
orang tolaki. proses jual beli tersebut terjadi baik diantara orang tolaki dengan penduduk dari suku
lainnya. pada saat ini proses jual beli dikalangan orang tolaki di kabupaten konawe, harus
memenuhi beberapa persyaratan antara lain, harus disaksikan puutobu dan toono serta beberapa
saksi lainnya, selanjutnya agar proses jual beli tersebut memiliki kekuatan hukum maka
dibuatkanlah surat keterangan perjanjian jual beli yang ditanda tangani oleh pihak-pihak yang
bahwa pembayaran dalam proses jual beli tanah antara penduduk asli dan orang suku bangsa lain
harus disaksikan oleh tetua yang bertindak sebagai saksi yang setelah itu dokumen-dokumen jual
beli harus ditandatangani oleh pemerintah setempat. perbedaan penelitian Abdul Hafid dan
penelitian saya yaitu peneilitian Abdul Hafid mengambil fokus pada etnik Tolaki di kabupaten
Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara sedangkan penelitian saya fokus pada etnik kaili di
kelurahan Talise Valangguni.
BAB III
Nama Valanguni, diambil dari nama sebuah pohon atau tumbuhan yang hidupnya melilit
dibatang pohon lain dan menjalar. Serta mempunyai batang pohon sebesar lengan manusia.
Sebutan nama Valangguni, berasal dari bahasa daerah Kaili Topo Tara atau dalam arti bahasa
daerah kaili Tara. Dengan mengartikan “Vala” adalah tumbuhan yang menjalar, sedangkan
“Ngguni” adalah berwarna kuning, dapat diartikan bahwa “Valangguni” adalah tumbuhan yang
Kelurahan Talise terbentuk berdasarkan UU No. 4 tahun 1994 tentang pembentukan kota
madya daerah tingkat II Palu, UU No. 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah dan peraturan
pemerintah No 73 Tahun 2005 tentang kelurahan dan peraturan Menteri dalam Negeri No. 31
Tahun 2006 Tentang Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Kelurahan. Kelurahan Talise
Valangguni yang awalnya berupa wilayah Kelurahan Talise kemudian pada tahun 2014 berubah
status menjadi kelurahan baru yang pemimpinnya ditunjuk langsung oleh wali kota yang menjadi
lurah pertama Talise Valangguni yaitu Arief Nursalam S.H yang menjabat selama 2 tahun
2. Orientasi Administrasi
Talise dan bagian dari wilayah Kecamatan Mantikulore Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah.
Letak kelurahan Talise dengan pusat Pemerintahan Kecamatan Mantikulore adalah 1,5 km,
sebagai berikut :
Secara geografis kondisi Kelurahan Talise Valangguni terletak di bagian Utara Kota Palu
yang secara fisik berada pada kawasan dataran tinggi 25 m dari permukaan laut dengan luas
wilayah 408 H. Banyaknya curah hujan 3.000 mm/thn dengan suhu udara rata-rata 33’C. Dan
B. Aspek Kependudukan
Penduduk merupakann komponen yang sangat penting dalam penataan suatu kawasan.
Faktor ini merupakan indikator utama dalam memperkirakan kebutuhan fasilitas dan utilitas suatu
Jumlah penduduk pada kelurahan Talise Valangguni pada tahun 2016 sebanyak 9.374 jiwa.
Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah dan perkembangan pada kelurahan Talise Valangguni
Jumlah
Luas Wilayah
No. Tahun Penduduk
(Ha)
(Jiwa)
Dari Tabel 1 diatas , dapat disimpulkan bahwa di tahun 2015 sempai Dengan tahun 2016,
luas wilayah kelurahan talise valangguni adalah 408 Ha, Dengan jumlah penduduk adalah
Kepadatan penduduk merupakan angka perbandingan antara jumlah penduduk dan luas
wilayah. Berikut ini disajikan tabel kepadatan penduduk. Salah satu aspek dalam melihat
penyediaan berbagai fasilitas juga mempengaruhi daya dukung wilayah dalam menampung
pertambahan penduduk. Berdasarkan tabel di atas Kelurahan Talise Valangguni dengan luas
wilayah 408 Ha, dapat digolongkan sebagai daerah dengan tingkat kepadatan yang cukup tinggi
dan mempunyai wilayah yang cukup luas karena pertumbuhan penduduk tiap tahun akan terus
meningkat dan akan muncul pemukiman-pemukiman baru di wilayah Talise Valangguni sehingga
penduduk akan terus bertambah banyak dan tingkat kepadatan akan menjadi tinggi.
Aspek penduduk menurut kelompok umur merupakan komponen yang dikaji dalam aspek
kependudukan diwilayah ini. Hal ini penting karena terkait dengan lapangan kerja, sarana
Tabel 2.
Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok umur dan Jenis Kelamin di Kelurahan Talise
Valangguni
14. 65 – 69 78 76 145
15. 70 -74 48 43 91
16. >74 26 38 64
4.364 Jiwa. Jumlah penduduk perempuan lebih sedikit dari penduduk laki-laki yakni sekitar
Tabel 3.
1. IslIslam 8.259
2. K Kristen 837
3. K Katolik 138
4. HiHindu 31
5. B Budha 109
Jumlah 9.374
Berdasarkan tabel di atas dapat di lihat komposisi penduduk yang paling banyak berdasarkan
agama, yaitu penganut agama islam dengan jumlah penduduk yakni 8.259 Jiwa, di Kelurahan
Tabel 4.
1. SPBU -
2. Bengkel 13
3. Service Elektronik 4
4. Salon 2
5. Warnet 1
6. Tukang Emas 5
8. Tukang Jahit 5
9. Pasar 1
Total 56
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui sektor jasa dan akomodasi pariwisata di kelurahan
Talise Valangguni yang paling banyak yaitu jasa tukang kayu / tukang batu 25 unit penghasil kayu
Penyajian data mengenai fasilitas pelayanan ini di maksudkan untuk memberikan gambaran
1. Perumahan
berdasarkan kondisi fisik bangunan permanen, semi pemanen, darurat dan kost. Jumlah hunian
atau rumah yang ada di Kelurahan Talise Valangguni pada tahun 2015 mencapai 3.603 unit.
Berdasarkan klasifikasinya diperoleh data bangunan sebagai berikut :
2. Perkantoran
Pada Kelurahan Talise Valangguni mempunyai 1 (satu) kantor pemerintah yang berlokasi di
3. Fasilitas Kesehatan
Poskesehatan Kelurahan, Posyandu, dan Apotek. Penyediaan fasilitas kesehatan pada Kelurahan
Tabel 5.
1. PUSKESEHATAN KELURAHAN 1
2. POSYANDU 1
3. POS KB -
5. DOKTER / BIDAN 1
6. MANTRI -
7. BIDAN KELURAHAN -
Total 6
Fasilitas-fasilitas kesehatan yang diuraikan di atas dianggap belum mampu melayani seluruh
masyarakat. Sebab pada kelurahan ini belum terdapat Puskesmas dan Rumah Sakit.
Fasilitas olah raga yang tersedia meliputi : Lapangan Sepak Bola 1 buah, Lapangan Voli 2
5. Sistem Utilitas
a. Listrik
Utilitas kota berupa kebutuhan listrik yang tersedia pada wilayah Kelurahan Talise
Prasarana air bersih yang dimanfaatkan oleh masyarakat pada wilayah Kelurahan Talise
Valangguni berasal dari PDAM Uwe Lino kota palu di Jln. Tomblotutu.
sebagian besar adalah suku Kaili yang merupakan suku asli dan sebagian lagi berasal dari suku
Bugis, Jawa, dan suku-suku pendatang lainnya. Walaupun terdiri dari berbagai macam suku,
masyarakat Kelurahan Talise Valangguni memiliki semangat gotong royong serta kekeluargaan
yang cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan, baik kegiatan
tersebut berupa acara adat maupun kegiatan yang dilaksanakan di sekitar tempat tinggal mereka.
1. Struktur Organisasi
yang di dalamnya terdapat hubungan tugas, jabatan, wewenang, dan tanggung jawab. Pedoman
struktur organisasi dan tata kerja di kelurahan didasarkan pada Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 1994 dan Peraturan menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2006,
Disamping itu struktur organisasi dapat pula dikatakan sebagai suatu sistem pembagian
kerja secara teratur sebagai hal yang paling mendasar untuk mencapai efisiensi, efektivitas, dan
produktifitas kerja. Sebab pembagian kerja yang transparan dapat menghindarkan pelaksanaan
tugas organisasi yang tumpang tindih. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
struktur organisasi secara lengkap menggambarkan jalur atau hierarki antara satuan-satuan
Selain itu, struktur organisasi juga merupakan suatu atribut yang menjadi kebutuhan bagi
setiap organisasi manapun untuk memperlancar jalannya organisasi, yang dimaksud struktur
organisasi adalah suatu bagan organisasi merupakan suatu grafik atau semi grafik yang
menunjukkan keterangan yang pasti tentang fungsi-fungsi, pengelompokan fungsi dan garis-garis
Kota Palu yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Palu Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan dan Kelurahan, dengan Struktur Organisasi
Tabel 6.
LURAH
SEKRETARIS
ALJENIUS TALINGKAU, SH
Ibu Aetini (59) lahir di Palu pada tanggal 08 Oktober 1962, adalah seorang ibu rumah tangga
(I R T) yang juga kesehariannya menjadi pedagang makanan. Ibu Aetini memiliki suami yang
bernama bapak Abd. Wahid seorang pegawai negeri sipil (PNS) dan memiliki dua orang anak
perempuan. Ibu Aetini tinggal di jalan Tombolotutu Lorong Pakora 1, Ibu Aetini adalah salah satu
masyarakat yang mempunyai tanah di Kelurahan Talise Valangguni, tanah yang ia miliki berada
di dua tempat yaitu, di lorong pakora 1 dan di lorong kalantaro. Ia mendapatkan tanah tersebut dari
hasil pembagian warisan orang tuanya, sampai saat ini tanah yang dia punya masih terjaga baik.
Ibu Aetini tidak pernah menjual atau menyewakan tanah tersebut, hanya saja ia berencana untuk
“Makna tanah itu sangat berarti, karena ane tara ria tanah mombangu sapo riva kita. Jadi tanah
tu napenting ntoto ka kita manusia, ane kita ma ria tanah nta mamalamo ra pobangu nu sapo,
mamala muni rapobangu tampa rapogade mangonjo doi. Etumo tanah tu nabermakna ntoto ka kita
manusia. Yaku navela pombagian tanah dako nte totuanggu radua kapling. Saongu
nipombangunggu nu sapo i ya, saongu kapling dana kosong”
“(makna tanah itu sangat berarti, karena kalau tidak ada tanah kita mau bangun rumah dimana.
Jadi tanah itu sangat penting untuk manusia. Kalau kita punya tanah, bisa kita bangunkan rumah,
dan bisa juga kita bangunkan tempat menjual untuk cari uang. Makanya tanah itu sangat bermakna
untuk kita manusia, saya dapat pembagian tanah dari orangtuaku dua kapling. Satu kapling sudah
saya pake bangun rumah ini dan yang satu kaplingnya lagi masih kosong.)”
Gambar 3.2 Informan Bapak Arman (Sumber : Dokumentasi Pribadi Nurmayani ; 2021)
Bapak Arman (44) adalah seorang pekerja buruh lepas, bapak Arman lahir pada tanggal 14
November 1977 di Palu. Selain menjadi buruh lepas, bapak arman juga dipercayakan untuk
menjaga dan membersihkan kantor kelurahan Talise Valangguni. Bapak arman memiliki seorang
istri yang bernama ibu Jayani, mereka mempunyai 4 orang anak, 2 anak laki-laki dan dua anak
perempuan. Alamat tempat tinggalnya sekarang di Jalan Tombolotutu Lorong Pakora 2, bapak
arman merupakan salah satu masyarakat Talise Valangguni yang pernah melakukan praktek jual
beli tanah. Ia terpaksa harus menjual tanah yang dimilikinya karena membutuhkan biaya untuk
Hasil wawancara :
Bapak Arman (44) :” Saya, adalah tenaga pekerja, sehari-harinya menjadi buruh pekerja
yang sudah dipercayakan dikelurahan talise Valangguni, Karena faktor ekonomi , akibatnya, gaji
sehari-hari saya tidak cukup, Oleh sebab itu, saya berniat menjual tanah saya kepada makelar
tanah, resident back office untuk membantu menambah biaya pengobatan Ibu saya yang sedang
berada di Rumah sakit tersebut.”
Gambar 3.3 Informan Ibu Endang Astuti (Sumber : Dokumentasi Pribadi Nurmayani ; 2021)
Ibu Endang Astuti (53) adalah seorang pendatang atau salah satu masyarakat yang
bermigrasi dari Kota Luwuk ke Kota Palu. Ibu Endang sudah hampir 27 tahun tinggal di Kota
Palu, ia memutuskan untuk pindah ke Kota Palu karena harus mengikuti Suaminya. Suami ibu
endang bernama bapak Sahabudin Ibrahim, Ibu Endang kesehariannya menjadi seorang pedagang
kaki lima di Kelurahan Talise Valangguni, ia lahir pada tanggal 02 Februari 1968 di Luwuk. Ibu
endang memiliki 3 orang anak, ke tiga anaknya tersebut sudah menikah dan memiliki rumah
masing-masing. Saat ini ibu Endang menyewa sebidang lahan milik masyarakat Talise
Valangguni untuk di jadikan tempat tinggal dan tempat untuk menjual dagangannya, ia terpaksa
harus mencari nafkah sendiri, karena suaminya sudah meninggal. Alamat tempat tinggalnya di
Jalan Soekarno-Hatta
Hasil wawancara :
Ibu Endang Astuti (53) :”Hasil kerja saya selama bekerja di kota Palu, akhirnya saya bisa
membeli tanah di Jalan Soekarno-Hatta, sedikit Demi sedikit saya membeli tanah di Talise
Valangguni dan membangung rumah sewa, Dan saya gunakan until menambah devisa pendapatan
keluarga saya”
Ibu Umi Kalsum adalah seorang ibu rumah tangga (IRT), ia memiliki seorang suami
bernama Bapak Moh.Rifan yang saat ini bekerja sebagai seorang PNS di Bandara Mutiara Sis
Aljufri Palu. Mereka memiliki 3 orang anak. Ibu Umi kalsum lahir di Palu, pada tanggal 02 januari
1988, saat ini ia tinggal di jalan Dayodara kompleks BTN Citra Pesona Indah Blok U Cp 2. Ibu
Umi Kalsum juga memiliki 2 orang adik, karena ibu kandung mereka sudah meninggal pada tahun
2004 silam, ibu umi kalsum terpaksa harus mengasuh kedua adiknya tersebut, dan harus menjadi
seorang ibu juga bagi mereka. Ibu Umi Kalsum juga salah satu masyarakat Talise Valangguni
yang menjadi pelaku praktek sewa menyewa tanah, ia menyewakan tanah/lahan warisan dari
Hasil wawancara :
Ibu Umi Kalsum:”Karena, ingin bekerja, saya memutuskan until membantu suami saya,
saya bekerja menjadi makelar tanah, Salam ruang lingkup sees menyewa tanah milk alhm. Ibu
saya, Namun saya berinisiatif untuk, fokus terhadap sewa menyewa tanah, Karena semakin
banyaknya penipuan yang terjadi seperti jika membangun rumah sewa, yang kadang biasanya
penyew langsung kabur Tampa membayar sewa bulanan rumah.”
Gambar 3.5 Informan Bapak Syarifuddin (Sumber : Dokumentasi Pribadi Nurmayani ; 2021)
Bapak Syarifuddin adalah salah satu masyarakat yang menjadi penyewa lahan di Kelurahan
Talise Valangguni, ia menyewa lahan di jalan Tombolotutu. Bapak Syarifuddin menyewa lahan
tersebut untuk di jadikan tempat usaha sekaligus untuk tempat tinggal mereka, Bapak Syarifuddin
lahir di Pinnarang pada tanggal 01 Desember 1972. Bapak Syarifuddin memiliki seorang Istri yang
bernama Hj. Rosmiati Nabbe dan mereka memiliki 3 orang anak. Lahan yang mereka sewa
tersebut adalah lahan milik bapak Herman, salah satu masyarakat Kelurahan Talise Valangguni.
Hasil wawancara :
Bapak Syarifuddin :” Lahan/ tanah saya yang saya sewa, saya jadikan warung/kios, sehingga
hasil tersebut dapat saya play lagi untuk membeli lahan, bukan lagi untuk menyewa.”
BAB IV
semua orang memerlukan tanah semasa hidup sampai dengan meninggal dunia dan mengingat
susunan kehidupan dan pola perekonomian sebagian besar yang masih bercorak agraria. Tanah
bagi kehidupan manusia mengandung makna yang multidimensional. Pertama, dari sisi ekonomi
tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan. Kedua, secara politis
tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusan masyarakat. Ketiga,
sebagai kapital budaya dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial pemiliknya. Keempat,
tanah bermakna sakral karena pada akhir hayat setiap orang akan kembali kepada tanah.
Sehubungan dengan makna yang tersebut ada kecenderungan bahwa orang yang memiliki
tanah akan mempertahankan tanahnya dengan cara apapun bila hak-haknya dilanggar. Sangat
berarti tanah bagi kehidupan manusia dan bagi suatu negara dibuktikan dengan diaturnya secara
konstitusional dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) bahwa “Bumi, Air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
membangun tempat tinggal dan untuk mencari sember untuk keberlangsungan hidup atau sebagai
mata pencaharian. Ibu Aetini mendapatkan lahannya dari hasil pembagian warisan orang tua
mereka yang bernama bapak Sabri Runduwaya dan Ibu Sudjira Topampole. Pembagian warisan
menurut Etnik Kaili mengenal adanya pembagian waris menurut garis keturunan. Etnik Kaili
menganut sistem keturunan Parental yaitu, sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak dan
ibu. Waris adat mempunyai kaitan erat dengan kekerabatan dan perkawinan. Pembentukan hukum
waris adat suatu masyarakat tidak terlepas dari pengaruh kekerabatan dan perkawinannya.
Salah satu unsur pokok dari setiap perkawinan, yakni kepemilikan atas harta yang dapat
diwariskan kepada anak keturunan. Pelaksanaan pembagian warisan bersifat wajib agar tidak
membagikan harta-harta warisannya kepada setiap ahli waris atau menuliskan surat wasiat yang
akan di bacakan di depan keluarga setiap penerima waris. Jika harta belum sempat dibagikan tetapi
orang tua sudah meninggal maka kepemilikan harta menjadi kepemilikan bersama. Lahan dan
rumah kepemilikan bersama diistilahkan budel, merupakan tanda kepemilikan bersama keluarga
Suku Kaili adalah suku bangsa di Indonesia yang mendiami sebagian besar dari Provinsi
Sulawesi Tengah, khususnya wilayah Kabupaten Donggala, Kabupaten Sigi, dan Kota Palu, di
seluruh daerah di lembah antara Gunung Gawalise, Gunung Nokilalaki, Kulawi, dan Gunung
Raranggonau. Mereka juga menghuni wilayah pantai timur Sulawesi Tengah, meliputi Kabupaten
Parigi-Moutong, Kabupaten Tojo Una-Una dan Kabupaten Poso. Masyarakat suku Kaili
dan Una Una, sedang di Kabupaten Poso mereka mendiami daerah Mapane, Uekuli dan pesisir
Pantai Poso. Untuk menyatakan "orang Kaili" disebut dalam bahasa Kaili dengan menggunakan
Ada beberapa pendapat yang mengemukakan etimologi dari kata Kaili, salah satunya
menyebutkan bahwa kata yang menjadi nama suku Kaili ini berasal dari nama pohon dan buah
Kaili yang umumnya tumbuh di hutan-hutan di kawasan daerah ini, terutama di tepi Sungai Palu
dan Teluk Palu. Pada zaman dulu, tepi pantai Teluk Palu letaknya menjorok l.k. 34 km dari letak
pantai sekarang, yaitu di Kampung Bangga. Sebagai buktinya, di daerah Bobo sampai ke Bangga
banyak ditemukan karang dan rerumputan pantai/laut. Bahkan di sana ada sebuah sumur yang
airnya pasang pada saat air di laut sedang pasang demikian juga akan surut pada saat air laut surut.
Menurut cerita (tutura), dahulu kala, di tepi pantai dekat Kampung Bangga tumbuh
sebatang pohon kaili yang tumbuh menjulang tinggi. Pohon ini menjadi arah atau panduan bagi
pelaut atau nelayan yang memasuki Teluk Palu untuk menuju pelabuhan pada saat itu, Bangga.
Suku Kalili atau etnik Kaili, merupakan salah satu etnik dengan yang memiliki rumpun
etnik sendiri. Untuk penyebutannya, suku Kaili disebut etnik kaili, sementara rumpun suku kaili
lebih dari 30 rumpun suku, seperti, rumpun kaili rai, rumpun kaili ledo, rumpun kaili ija, rumpun
kaili moma, rumpun kaili da'a, rumpun kaili unde, rumpun kaili inde, rumpun kaili tara, rumpun
Datuk Karama atau Syekh Abdullah Raqie adalah seorang llama Minagkabau yang
pertama kali menyebarkan agama Islam ke tanah kaili atau Bumi Tadulako, Sulawesi
tengah, pada abad ke-17. Awal kedatangan Syekh Abdullah Raqie atau Datuk Karama di
Tanah Kaili bermula di Kampung Lere, Lembah Palu (Sulawesi Tengah) pada masa Raja
Kabonena, Ipue Nyidi memerintah di wilayah palu. Selanjutnya Datuk Karama melakukan
masyarakat suku kaili. Wilayah-wilayah tersebut meliputi palu, donggala, kulawi, parigi,
dan ampana, serta jalan menuju bandara. Seperti beberapa masyarakat lainnya
di nusantara, pada masa itu masyarakat suku Kaili juga masih menganut
Namun dengan metode dan pendekatan yang persuasif serta wibawa dan kharismanya
yang tinggi, syiar Islam yang dilakukan Datuk Karama melalui ceramah-ceramah pada
upacara-upacara adat suku tersebut akhirnya secara perlahan dapat diterima oleh raja dan
masyarakat Kaili. Perjuangan Datuk Karama akhirnya berhasil mengajak Raja Kabonena,
Ipue Nyidi beserta rakyatnya masuk Islam, dan dikemudian hari Ipue Nyidi dikenang
sebagai raja yang pertama masuk Islam di Lembah Palu. Datuk Karama atau Syekh
Abdullah Raqie tak kembali lagi ke Minangkabau. Sampai akhir hayatnya, dia dan
keluarganya beserta pengikutnya terus menyampaikan syiar Islam di Lembah Palu, Tanah
Kaili, Sulawesi Tengah. Setelah wafat, jasad Datuk Karama dimakamkan di Kampung
Lere, Palu (di kota palu sekarang). Makam Syekh Abdullah Raqie atau Datuk Karama
kemudian hari menjadi Kompleks Makam Dato Karama dan berisi makam istrinya yang
bernama Intje Dille dan dua orang anaknya yang bernama Intje Dongko dan Intje Saribanu
serta makam para pengikut setianya yang terdiri dari 9 makam laki-laki, 11 makam wanita,
adalah pengetahuan dasar yang dapat menjadi subjek studi atau rancangan kebijakan untuk
proses Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Seperti yang disarankan oleh
Garavan (2010) yang mengklaim, bahwa HRD berakar dari belajar, meneliti cara-cara di
kemanusiaan tersebut, maka diperlukan penelitian dari komunitas yang difokuskan pada
kelompok etnis masyarakat. Dalam proses pengembangan sumber daya (HRD), sebagai
langkah awal, informasi tentang hal-hal yang menjadi pendukung dan penghambat proses
(1966), dengan alasan, bahwa untuk mengetahui konsep daya saing dalam sumber daya
manusia, maka studi ini menuntut pengetahuan dan pemahaman dasar tentang makna yang
ada didalam subjek studi. Berdasarkan data awal dari penelitian ini, dapat diketahui bahwa,
keberadaan etnis Kaili (sebagai etnis asli) cenderung “puas” dan menerima kondisi serta
posisinya dalam ajang kompetisi khususnya menyangkut organisasi sumber daya manusia.
Hal ini tampak pada lingkup Universitas-Universitas di Kota Palu, di mana hanya ada 13
orang etnis Kaili yang menduduki posisi sebagai pemimpin lembaga. Selain itu,
memandang Universitas Tadulako sebagai barometer Universitas negeri di Kota Palu yang
seharusnya didominasi oleh etnis Kaili . Sebagai etnis asli dari wilayah Palu (Tupungata,
dalam istilah orang Kaili), etnis Kaili sudah sewajarnya menjadi etnis dominan di wilayah
mereka, dengan menjadi pemimpin atau memiliki sejumlah besar posisi yang
mendominasi lembaga- lembaga yang ada di wilayah Palu. Tetapi kenyataan menunjukkan
bukti, bahwa etnis Kaili tampaknya kalah bersaing dengan imigran dari berbagai daerah
lain di Indonesia, terutama dalam bidang pendidikan. Data awal menarik minat peneliti
untuk mempelajarinya dengan pertanyaan pokok penelitian, antara lain ; Faktor apa saja
yang mendukung dan menghambat daya saing sumber daya manusia Kaili di Kota Palu ?
penelitian fenomenologis. Selain itu, penelitian ini menerapkan aplikasi lapangan yang
diikuti oleh wawancara dan observasi. Metode ini mengikuti cara-cara yang diterapkan
dengan informan laki-laki yang diyakini memiliki pengetahuan yang cukup tentang
orientasi jenjang karir, motivasi berprestasi, dan cara pandang to Kaili (orang Kaili)
terhadap pengembangan sumber daya manusia, atau pendek kata menyangkut budaya
orang Kaili. Ada tujuh informan yang diwawancarai untuk penelitian ini, yaitu tokoh
sumber daya manusia etnis Kaili disebabkan oleh: faktor alam, agama, budaya, ekonomi
dan politik. Pertama, faktor alam: Semula secara turun temurun orang Kaili “dimanjakan”
oleh ketersediaan sumber daya alam yang melimpah ditengah kondisi demografis orang
Kaili yang jumlahnya masih sangat sedikit. Kehidupan sosial-ekonomi dan cultural yang
tergolong sejahtera pada masa lampau telah mempengaruhi cara pandang orang Kaili
tentang daya saing dan persaingan pengembangan sumber daya manusia Kaili khususnya
dalam bidang Pendidikan Tinggi. Perubahan demografis terus terjadi secara internal
dengan bertambahnya jumlah etnis Kaili karena kelahiran, maupun karena faktor eksternal,
dengan masuknya berbagai etnis lain ke wilayah Palu. Faktor ini menyebabkan
ketersediaan sumber daya alam yang dirasakan mulai menurun, dan etnis Kaili saat ini
sedang mempersiapkan diri untuk menggali dan memahami potensi mereka untuk bertahan
hidup, menggeser sumber daya mereka sehingga mereka tidak lagi bergantung pada
sumber daya alam. Transformasi ini menjadi ruang pengembangan sumber daya manusia
(HRD) untuk melakukan pelatihan atau pendidikan untuk menghasilkan sumber daya
manusia yang makin berkualitas dan kompetitif dalam berkontribusi secara positif
terhadap kegiatan inovasi organisasi. Kedua, faktor agama: Agama memotivasi etnis Kaili
dalam mengembangkan pendidikan, dan itu menjadi dasar untuk menyebarkan kebaikan.
Ketiga, faktor budaya: termasuk dalam faktor budaya ini adalah fenomena kondisi bahasa
Kaili, yang muncul dalam penelitian ini terkait dengan perjuangan pembangunan adalah
kesadaran bahwa bahasa Kaili di Palu semakin lama semakin jarang digunakan dalam
percakapan sehari-hari mereka. Penekanan Berger (1966) bahwa dalam realitas kehidupan
sehari-hari bahasa juga mampu melampaui peran sebagai sarana percakapan, tetapi juga
Keempat, faktor ekonomi: secara umum etnis Kaili masih tercatat memiliki sumber
daya ekonomi yang memadai, dalam bentuk kebun kelapa ternak sapi, kambing kuda
dan ternak lainnya. Faktor ini yang mereka harapkan memberikan dukungan mencapai
pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, hingga tertinggi bagi setiap anggota keluarga yang
dilihat pada Sensus menunjukkan bahwa ada pengabaian terhadap etnis yang ada. Dalam
sensus 2000, etnis Kaili masih terdaftar bersama dengan jumlah warga Palu, dengan total
102.011 orang, dan untuk seluruh Sulawesi Tengah, jumlah totalnya adalah 412.281 orang.
Kenyataan ini membuat jumlah yang pasti orang Kaili sulit diketahui. Temuan penelitian
sosial, aktor PSDM dapat memberikan keterampilan yang dibutuhkan untuk bersaing di
dunia yang terus berubah. Hasil penelitian mendukung perspektif yang ada, bahwa untuk
meningkatkan sumber daya manusia, pemahaman yang komprehensif dari masyarakat itu
komunitas tentang daya saing sumber daya manusia akan menghasilkan apresiasi terhadap
Sulawesi Tengah merupakan salah satu daerah yang kaya akan kebudayaan yang
diwariskan secara turun temurun. Berbagai tradisi yang menyangkut pada segala aspek
lama juga merupakan bagian dari warisan budaya yang tetap terpelihara dan dilakukan
dalam bentuk tradisi, ritual, ataupun upacara adat. Meskipun dalam pelaksanaannya telah
banyak dipengaruhi oleh segala bentuk modernitas dan peranan agama. yang terdiri dark
a) Nokeso adalah sebuah upacara di Sulawesi Tengah bagi seorang perempuan yang telah
menjelang usia baligh (nabalego), yaitu dengan menggosok gigi bagian depan hingga
biasanya orang tua akan merasa malu untuk mengupacarakannya. Namun karena
tuntutan adat, upacara akan tetap dilaksanakan. Teknis upacara ini umumnya
ditentukan oleh seorang vati sesuai dengan status sosial atau warisan yang pernah
diterima dari orang tuanya atau nenek moyangnya. Sementara bagi seorang keturunan
bangsawan, peran vati digantikan oleh ketua dewan adat. Upacara Nokeso bisa
dikatakan adalah semacam upacara peresmian atau pernyataan bahwa seorang anak
masa kedewasaan. Maka dari itu, diharapkan si perempuan tersebut selalu menjaga
senantiasa diliputi kebahagiaan tanpa gangguan mental maupun fisik, serta kemudahan
b) Baliya Jinja adalah sebuah upacara ritual pengobatan yang bersifat non-medis dan
telah dikenal sejak ratusan tahun lalu oleh masyarakat Suku Kaili. Sebelum masa
tersedianya rumah sakit, upacara ini diandalkan masyarakat Kaili untuk memperoleh
petunjuk dari roh nenek moyang terkait bagaimana menyembuhkan penyakit yang
tengah menimpa seseorang. Namun hingga kini, upacara ini masih dilakukan. Ritual
akan dipimpin oleh seorang dukun atau tetua yang disebut dengan Tina Nu Baliya.
Sang dukun biasanya akan mengenakan pakaian khusus berupa sarung, baju ari fuya,
serta destar (tudung) berwarna merah. Dalam pelaksanaannya, Tina Nu Baliya akan
duduk mengelilingi seorang penderita penyakit yang diupacarakan. Sementara
sejumlah tiga orang bertugas meniup seruling, memukul tambur, dan gong. Sedapat
mungkin, alunan musik dimainkan dengan lemah lembut. Lirik syair yang
disenandungkan juga berisi puji-pujian yang ditujukan kepada Yang Maha Kuasa agar
c) Rakeho, Masih berkaitan dengan upacara masa menjelang dewasa, Rakeho adalah
upacara untuk menyambut peralihan masa remaja ke masa dewasa bagi kaum laki-laki
masyarakat Suku Kulawi di Sulawesi Tengah. Bentuk inti pelaksanaan upacara Rakeho
adalah meratakan gigi bagian depan serata dengan gusi, baik gigi atas maupun gigi
bawah. Bukan hanya untuk mencari keselamatan, upacara ini juga dimaksudkan untuk
d) Ratompo adalah sebuah upacara yang khusus diadakan bagi seorang gadis bangsawan
yang telah menjalani prosesi Mancumani dalam sebuah pesta adat antar kampung.
Prosesi upacara Ratompo kurang lebih sama dengan upacara Rakeho, yaitu semacam
pengikiran gigi bagi seorang perempuan yang telah menjelang usia dewasa. Adapun
waktu pelaksanaannya digelar mulai dari pagi hari agar seluruh prosesi upacara dapat
dilakukan secara cermat. Sementara tempat upacara harus jauh dari keramaian, seperti:
di sebuah rumah kosong yang jauh dari keramaian, atau di bawah pohon rindang di
sebagai pemimpin yang dibantu oleh seorang topepalielu. Selain kedua orang tersebut
bersama gadis yang diupacarakan, tidak ada yang boleh menyaksikan atau mengikuti
e) Nopamada adalah sebuah upacara yang dilakukan pada saat-saat seseorang menjelang
datangnya ajal. Bagi masyarakat Kaili, momen seperti itu adalah waktu berharga untuk
upacara. Tanda-tanda orang yang sedang mengalami sakaratul maut oleh masyarakat
f) Nompudu Valaa Mpuse adalah upacara pemotongan tali pusar dari tavuni (tembuni)
pada seorang bayi yang baru lahir. Upacara ini biasa dilakukan oleh masyarakat Palu
yang dibantu oleh seorang sando mpoana (dukun beranak). Tali pusar dan tembuni
oleh masyarakat setempat dipercaya sebagai dua makhluk yang harus dipisahkan. Oleh
karena itulah, upacara ini dilakukan dengan khidmat oleh seorang dukun bersalin agar
roh tembuni tidak mengganggu bayi setelah keduanya dipisahkan. Setelah bayi lahir,
dukun tersebut akan menutup kedua telinganya dengan kepingan uang logam dan
memotong tali pusar di atas uang logam 100 perak meggunakan benji (sembilu dari
bambu).
g) Malabot Tumpe adalah upacara syukuran atas panen telur burung maleo oleh
masyarakat Banggai, Sulawesi Tengah. Tradisi ini sudah dilakukan oleh masyarakat
adalah seekor burung endemik Sulawesi Tengah yang hidup di kawasan pantai.
upacara Malabot Tumpe ini diawali dengan mengumpulkan telur burung maleo oleh
perangkat adat. Setelah telur terkumpul, para perangkat adat tersebut akan
membawanya ke rumah ketua adat dan melakukan rangkaian prosesi dengan doa dan
dzikir kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan Hari raya teluk tomoni, Dan kota palu
kepemilikan lahan bersama milik orang tua yang disebut Budel itu, merupakan kepemilikan
bersama antara kakak beradik disebuah rumah. kakak beradik yang sudah berkeluarga ataupun
belum berkeluarga hidup dalam satu atap rumah orang tua yang masih bersertifikat atas nama
orang tua. keadaan seperti ini dikarenakan pembagian warisan oleh orang tua kepada
anak-anaknya belum dilaksanakan dan orang tua sudah meninggal sebelum menentukan hak
Lahan yang diwarisi oleh orang tua kepada anaknya itu, merupakan suatu lahan yang berasal
dari kegiatan orang terdahulu dalam mengolah suatu tempat. Orang terdahulu yang masuk di
Kelurahan Talise Valangguni hanya membersihkan dan mengkapling suatu tanah dan ia
menganggap tempat yang ia bersihkan dan kapling itu merupakan miliknya. setelah mengkapling
suatu tempat orang terdahulu bertani dan beternak di tempat itu guna untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. perilaku tersebut dilakukan secara terus-menerus sampai pada keturunan mereka.
mendapatkan hak milik atas tanah kosong, orang tersebut harus beritikad baik terhadap
tanah kosong. maksud beritikad baik terhadap tanah kosong adalah dengan cara pembukaan tanah
atau menjaga kelestarian tanah kosong tersebut dengan cara menjadikan tanah kosong yang
sebelumnya mati menjadi produktif. Pada dasarnya, menggarap atau membuka tanah kosong
adalah kewajiban tiap-tiap orang yang berada dimuka bumi ini. karena semua kelestarian
kekayaan alam semesta merupakan tanggung jawab setiap orang yang berada dimuka bumi ini.
apabila orang yang menggarap dan membuka tanah kosong selama 20 tahun, selain beritikad
baik namun juga sifatnya menunggu. apabila selama menggarap tanah kosong tidak ada gugatan
atas kepemilikan tanah tersebut, maka Warga Negara Indonesia yang menghidupkan tanah kosong
tersebut berhak untuk mengajukan permohonan hak milik atas tanah kosong yang telah dibuka
atau digarap itu kepada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dengan syarat dan
ketentuan berlaku.
Namun para etnik Kaili di Talise Valangguni sendiri sebelum membuka atau menggarap
lahan untuk bercocok tanam harus melihat Aturan adat yang berkaitan dengan pengelolaan
Wilayah dan Sumber daya alam. Masyarakat Adat memiliki aturan adat untuk tidak boleh
“jadi menurut adat Kaili orangtua kami dulu ba anggap tanah sebagai tempat tumbuhan,
yang bisa dimakan jadi apa saja bisa ditanam seperti ubi, jagung dll. tapi tempat ba tanam
jangan dekat dengan mata kuala, dekat jurang, ada juga yang keramat itu dari adat kami
disini”
Menurut wawancara diatas orang etnik Kaili khususnya Kelurahan Talise Valangguni
menganggap tanah sebagai sumber makanan maka dari itu dengan menanami berbagai macam
tumbuh-tumbuhan hasilnya bisa dikonsumsi sendiri akan tetapi ada elemen yang harus
diperhatikan yaitu aturan adat ketika mengelolah atau membuka lahan agar tanah itu sendiri bisa
Larangan ketika ingin membuka lahan baik untuk tinggal atau bercocok tanam :
1. Daratan muara sungai (kuala) sejauh 1 km atau yang berdekatan dengan mata air untuk
2. Tanah dengan kemiringan yang curam atau tebing untuk mencegah longsor.
Memaras lokasi terlarang itu akan diberi peringatan oleh lembaga adat. Untuk tanah dan
hasil hutan berupa kayu hanya di perbolehkan untuk memenuhi kebutuhan bagi Masyarakat Adat
Raranggonau dan tidak di perjual belikan, sangsinya denda (Givu) bertingkat. Teguran pertama
Kepemilikan tanah atau lahan di Kelurahan Talise Valangguni diperoleh dengan cara
membuka lahan. Mereka yang pertama membuka lahan adalah pemilik dari lahan tersebut.
Kepemilikan lahan itu diwariskan turun-temurun ke pada generasi berikutnya secara lisan.
Gambar 3.6 Lokasi Lahan (Rumah) Ibu Aetini (Sumber : Dokumentasi Pribadi Nurmayani ; 2021)
Konsep kepemilikan lahan di Kelurahan Talise Valangguni pada dasarnya tidak tertutup
untuk orang lain. Tiap-tiap anggota masyarakat dapat memperoleh akses untuk memanfaatkan
lahan anggota masyarakat lain melalui pemintaan izin (secara adat) kepada pemilik asalnya.
Bahkan, jika orang dari luar masyarakat Talise Valangguni ingin mengolah lahan dapat meminta
izin kepada si pemilik dengan memenuhi syarat-syarat tertentu seperti tidak menjual kayu (hanya
B. Praktek Sewa dan Menjual Tanah Bagi Masyarakat Kaili Di Kelurahan Talise
Valangguni
Pewarisan yang dimaksud dalam etnik Kaili adalah proses perbuatan, cara meneruskan atau
Ada tiga hal pokok yang dibicarakan dalam masalah warisan, yaitu pewaris, ahli waris, dan harta
warisan. Ketiga hal tersebut merupakan unsur kumulatif, yang satu dengan lainnya tidak dapat
dipisahkan karena merupakan rangkaian atau akibat dari yang lain. Bila ternyata ada salah satu
diantara ketiga hal tersebut tidak terpenuhi maka pewarisan tidak dapat berlangsung.
1. Penyewa
“saya dan adik-adik saya menyewakan tanah (rumah) orang tua kami itu, karena tidak ada
yang tinggali. Jadi dari pada rumah itu cuman kosong percuma, terpaksa kami sewakan. Lumayan
bisa menghasilkan uang, hasil dari sewa rumah itu juga bisa kami pakai untuk kebutuhan
sehari-hari dan bisa juga untuk modal usaha. Apalagi saat ini adik saya yang kedua itu buka usaha
penjualan obat-obatan herbal. Jadi hasil sewa rumah yang kami bagi itu, bisa dia pakai untuk
Hasil dari wawancara diatas, menunjukkan bahwa Etnik Kaili dalam praktek sewa-menyewa
Sebagian etnik Kaili menjual lahan mereka dan membeli lahan yang baru di lain tempat, ada
juga yang membagi dua lahannya sebagian dijual dan sebagian lagi untuk jadi tempat tinggal, dan
hasil penjual tersebut digunakan untuk membayar sekolah atau pembayaran utang setelah
menyewa lagi tempat tinggal baru. Sebagian etnik Kaili pindah mencari lahan dipinggiran karena
harga lahan yang murah. perilaku giat menjual tanah pada etnik Kaili ini yang membuat
lahan-lahan di Talise Valangguni sekarang banyak dimiliki oleh para pendatang sedangkan
penduduk asli hanya sebagai penyewa kos atau tinggal di rumah kontrakan.
Kota Palu. Hal ini dapat dilihat dari pingiran-pinggiran jalan di Kelurahan Talise Valangguni telah
dibangun tempat-tempat usaha baik usaha kecil seperti kios, warung makan, dan usaha-usaha kecil
mereka sebelumnya ke Kota lain. Ingin merubah pola kehidupan yang lebih baik untuk
keberlangsungan kehidupan mereka. walaupun dengan cara menyewa lahan milik orang lain
hanya dengan kapasitas lahan yang sangat terbatas demi sebuah impian yang ingin mereka capai.
2. Penjual
Sebagian masyarakat Kaili di Kelurahan Talise Valangguni juga beberapa dari mereka
menjadikan tanah milik orang tua atau tanah warisan tersebut untuk dijual belikan. seperti yang
“saya mendapat warisan dari orang tua saya tiga tempat, satu di jalan sisingamangaraja,
dua di jalan tombolotutu, dan yang ketiga di jalan soekarno hatta. Lahan yang di jalan
sisingamangaraja sudah saya jual, karena pada saat itu saya punya kebutuhan sangat
mendesak untuk membayar uang sekolah anak saya dan juga untuk pengobatan mama saya
yang sakit diabetes. Sebenarnya lahan itu saya mau bangunkan kos-kosan, cuman karena
kebutuhan pada saat itu yang sudah sangat mendesak terpaksa harus saya jual. Jadi saat ini
lahan orang tua saya yang diwariskan kepada saya tinggal dua tempat. Tanah itu saya jual
kepada Etnik Bugis, dengan harga jual seratus juta (100.000,000)”.
Proses jual beli yang dilakukan Etnik Kaili ke Etnik lainnya dengan cara musyawarah
terlebih dahulu antara pihak pembeli dan penjual. Pihak pembeli yang sangat menginginkan lahan
dan memiliki uang untuk membayarnya, pihak penjual dengan desakan ekonomi yang
menginginkan uang dalam jumlah yang banyak menyebabkan terjadinya proses jual beli lahan.
Dalam proses penjualan lahan, Etnik Kaili juga biasa menggunakan perantara sebagai orang yang
membantu mencari pembeli lahan, orang-orang yang membantu dalam penjualan ini memang
sudah sangat sering melakukan kegiatan ini. Mereka mendapatkan uang dari pihak penjual setelah
tanahnya dibayar. Orang yang membantu mencari pembeli ini biasanya disebut makelar tanah.
Akta Jual Beli (AJB) merupakan dokumen yang membuktikan adanya peralihan hak atas
tanah dari pemilik sebagai penjual kepada pembeli sebagai pemilik baru. Pada prinsipnya jual beli
tanah bersifat terang dan tunai, yaitu dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
dan harganya telah dibayar lunas. Jika harga jual beli tanah belum dibayar lunas, maka pembuat
AJB belum dapat dilakukan. Setelah penjual dan pembeli menyerahkan sertifikat tanah, bukti setor
pajak dan dokumen identitas para pihak serta membayar komponen biaya transaksi, maka penjual
dan pembeli menghadap ke PPAT untuk menandatangani AJB. Penandatanganan tersebut wajib
dilakukan di hadapan PPAT dan biasanya disaksikan oleh dua orang saksi yang juga turut
menandatangani AJB. Umumnya kedua orang saksi tersebut berasal dari kantor PPAT yang
balik nama sertifikat dari nama penjual menjadi nama pembeli. Proses balik nama dilakukan di
Kantor Pertanahan oleh PPAT. Proses balik nama ini bisa berlangsung kurang lebih satu sampai
tiga bulan.
Status kepemilikan tanah yang belum jelas atau kepemilikan lahan bersama juga dapat
menyebabkan masalah penjualan seperti pejualan lahan yang sama berulang kali. Adanya
penjualan pertama yang dilakukan oleh pihak kakak ke pembeli, setelah itu pihak adiknya
menuntut lagi ke pihak pembeli harga tanah. Kasus seperti ini biasa terjadi jika status kepemilikan
lahan tidak jelas. Kasus seperti ini juga sering terjadi di Kelurahan Talise Valangguni, karena
biasanya ada yang menjual tanah atau lahan milik bersama tetapi tidak tidak memberi tahu kepada
yang lainnya, sehingga biasanya terjadi konflik diantara kedua bela pihak.
Ketika manusia dan komponen alam lainnya dipercaya berada dalam suatu hubungan
ekologis yang dianggap ideal, bukan tidak berarti tidak dijumpai adanya konflik dan sengketa
dalam praktek pengelolahan sumber daya alam. Semua pihak menyadari bahwa konflik dan
sengketa sangat inheren dalam kehidupan manusia, dan dinamika kehidupan manusia itu sendiri di
dalam alam, selalu bergerak dari sengketa yang satu ke sengketa yang lainnya. Tidak heran apabila
masyarakat yang mulai berkembang, akan selalu menempatkan penyelesaian sengketa sebagai
wacana utama dalam hubungan sosial yang terjadi antar personal maupun antar kelompok.
Selama tahun akhir-akhir ini, sudah sangat banyak dijumpai berbagai kasus sengketa tanah.
Kasus-kasus tersebut meliputi pembebasan tanah, penggusuran tanah, sengketa hak atas tanah,
seperti pembangunan perumahan, perhotelan, mall-mall serta pembangunan sarana dan prasarana
lainnya. Rangkaian kasus tersebut menarik perhatian banyak pihak, karena masalah pertanahan
merupakan masalah “lintas sektoral” dan sangat kompleks. Kasusnya tidak hanya menyangkut
nilai ekonomis tanah itu sendiri, tetapi menyangkut masalah sosial, hukum, dan lain-lain.
Walaupun masalah pertanahan menarik, namun tampaknya sampai saat ini belum ada pemecahan
yang menyeluruh. Bahkan kasus tanah cenderung meningkat dari hari ke hari.
Seperti contoh kasus konflik tanah yang saat ini terjadi di Kelurahan Talise Valangguni,
lahan seluas empat puluh enam (46) hectare, yang berlokasi di Kelurahan Talise Valangguni dan
Talise. Rencananya akan di bangun hunian tetap bagi korban bencana gempa, tsunami, dan
likuifaksi. Namun pada saat proses pembangunan huntap akan dilakukan di lokasi yang telah
ditentukan (lokasi hunia tetap III) terjadi gesekan antara pemerintah dan masyarakat. Hal ini
dilandasi oleh statement dari masyarakat bahwa lokasi yang akan dijadikan sebagai tempat
pembangunan hunian tetap tersebut merupakan lokasi yang telah mereka miliki dan mereka kelola
untuk bercocok tanam selama puluhan tahun (Kompas TV, 2020). Tetapi pemerintah mengklaim
bahwa lokasi tersebut merupakan milik pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah yang mana telah
diserahkan penuh kepada pemerintah Kota Palu untuk pembangunan hunian tetap (Hamid, 2020).
3) Pembeli
perbedaan tafsir mengenai informasi, data atau gambaran objektif kondisi pertanahan setempat
(teknis), atau perbedaan/benturan kepentingan ekonomi yang terlihat pada kesenjangan struktur
Sengketa ini berawal dari masa perjanjian kerjasama yang terhitung habis pada 18 Maret
Perjanjian kerjasama tersebut dinilai telah habis dan tidak adanya izin dari Menteri
Perkara kasus mafia tanah ini bermodus mal-administrasi penerbitan Sertifikat Hak
Milik (SHM) atas nama Abdul Halim, dengan tanah seluas 7,78 hektar. Awalnya PT
Salve Veritate yang merupakan pemilik lahan kaget dan tidak terima ketika tanahnya
menjadi obyek sengketa karena diakui oleh orang lain. Tanah milik PT Salve Veritate
sejumlah 38 bidang dengan total luas 77,582 meter persegi yang terletak di Kelurahan
Cakung Barat Jakarta Timur, itu berstatus Hak Guna Bangunan (HGB).
hal-hal yang membuat tim pemeriksa yakin bahwa proses penerbitan sertifikat
Kasus yang dialami oleh Pak Eko pada 2018 akibat sengketa lahan di Kampung
memiliki akses jalan. Eko berupaya mengadukan masalah ini ke Presiden Jokowi dan
Meskipun tetangga Eko yang merupakan ahli waris pemilik bangunan bersedia
menghibahkan sebagian lahannya untuk menjadi jalan. Hibah yang diberikan seluas 1x6
meter persegi, namun menurut Eko jalan 1x6 meter itu sudah diatur di sertifikat tanah
miliknya.
Megamendung, Jawa Barat. Rizieq diduga menggunakan lahan tanpa izin untuk Pondok
Badan Reserse Kriminal Polri mengklaim telah memeriksa seluruh pihak terlapor dan
pelapor sudah dilakukan klarifikasi. Selain itu, penyidik juga masih melakukan
beberapa dokumen.
tanah 45 hektar di Alam Sutera. Padahal di atas lahan sudah ada warga dan perusahaan
yang menempatinya. Setelah terjadi kesepakatan damai, pada juli 2020 komplotan mafia
Hal ini sontak mendapat perlawanan dari warga dan perusahaan yang melapor ke Polres
Metro Tanggerang Kota. Dari hasil penyelidikan, berkas klaim kepemilikan atas lahan
45 hektare itu ternyata palsu. Para tersangka saat ini dijerat dengan pasal 263 dan 266
KUHP tentang pemalsuan dokumen dengan ancaman 7 tahun penjara.
Sejak dahulu tanah sudah menjadi sumber sengketa atau konflik dan tidak jarang
menimbulkan korban jiwa. Sebagai suatu gejala sosial, sengketa atau konflik agraria (tanah)
adalah suatu proses interaksi antara dua (atau lebih) orang atau kelompok yang masing-masing
memperjuangkan kepentingannya atas objek yang sama. Yaitu tanah dan benda-benda lainnya
yang berkaitan dengan tanah. Namun sengketa atau konflik tanah yang terjadi sangat tergantung
kepada kondisi hubungan agraris yang ada, serta sistem dan kebijakan yang berlaku pada kurun
waktu tersebut.
Dengan perkataan lain, bahwa dari perspektif antropologi hukum dikatakan sengketa tidak
selalu bermakna negatif dalam kehidupan masyarakat. Karena sengketa juga mempunyai makna
positif yang dapat memperkokoh integrasi dan kohesi hubunfan sosial masyarakat, atau
Timbulnya sengketa hukum mengenai tanah berawal dari pengaduan suatu pihak (orang atau
badan hukum) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik terhadap status
tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari ulasan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, untuk lebih memahami isi dari
materi skripsi dengan menarik kesimpulan dibawah ini.
1. Masyarakat Etnis Kaili di Kelurahan Talise Valangguni dalam memaknai tanah sebagai
sesuatu yang sangat penting untuk keberlangsungan hidup mereka hal ini tentunya bukan
hanya etnis Kaili yang berada di Kelurahan Talise Valangguni namun ini merupakan
anggapan yang sangat umum bagi semua mahluk hidup yang ada. Bagi Etnis Kaili di
Kelurahan Talise Valangguni bahwa dengan memiliki tanah atau lahan kita bisa
membangun dan melangsungkan hidup. Biasanya tanah yang mereka miliki merupakan
tanah waris dari orang tua mereka sehingga ada sebagian dari mereka yang sangat
menghargai tanah peninggalan orang tua mereka tersebut.
2. Masyarakat Etnis Kaili di Kelurahan Talise Valangguni mereka dalam praktek jual atau
menyewakan tanah untuk sekarang masih seperti masyarakat lain pada umumnya. Untuk
sebagian lainnya karena tanah atau lahan adalah milik orang tua mereka atau peninggalan
dari orang tua mereka sehingga biasanya mereka tidak mau menjualnya jika tidak ada
keperluan atau kebutuhan hidup yang terlalu mendesak mereka hanya mau menjual tanah
atau lahan jika kebutuhan atau keperluan hidup mereka sudah sangat terdesak.
Dalam hal ini bisa dipastikan bahwa untuk Etnis Kaili yang berada di Kelurahan Talise
Valangguni sangat menghargai tanah atau lahan peninggalan orang tua mereka.
B. Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan tersebut dapat memberikan saran sebagai berikut :
1. Diharapkan untuk Etnik Kaili di Kelurahan Talise Valangguni mengolah lahan mereka
untuk meningkatkan kualitas hidup agar mampu bersaing dengan etnik lainnya bukan
dengan menjual lahan tapi sebagai tempat untuk usaha.
2. Diharapkan agar dalam proses jual beli tanah harus diperhatikan terlebih dahulu
kepemilikan sah yang mempunyai kekuatan hukum agar tidak terjadi sengketa dikemudian
hari.
C. Dokumen
Talise Valangguni dalam angka 2015, Badan Pusat Statistik Kota Palu
Alonso, William. 1970. Location and Land Use. Harvard University Press, Cambridge,
Massachusetts.
Fujita, Masahisa. 1989. Urban Economic Theory. Land Use and City size.
Cambridge University Press, Cambridge.
Hadianto, Adi. 2009. Pemodelan Harga Bidang Tanah pada Berbagai Tipologi Kawasan di DKI
Jakarta dan Bogor. Executive Summary, Prosiding Seminar. Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara, Departemen Keuangan Republik Indonesia, Jakarta.
Halcrow, Harold G. 1992. Ekonomi Pertanian. Ahmad Sudiyono (Penerjemah). UMM Press,
Malang.
Hardjowigeno, Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo, Jakarta.
Joyly Rawis Dkk, 2015. Bunga Rampai :dari internalisasi nilai budaya hingga pembauran antar
etnik. Kepel Press, Yogyakarta.
Koentjaraningrat, 2005. Pengantar Ilmu Antropologi. PT. Rineka Cipta. Jakarta
Moleong, Lexi J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja
RosdaKarya.
Nazir, M,1988. Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Nas, d. P. J. M. 1979. Kota di Dunia Ketiga: Pengantar Sosiologi Kota. Jilid 1. Jakarta: Bhratara
Karya Aksara.
Reksohadiprodjo, Sukanto dan A. R. Karseno. 1985. Ekonomi Perkotaan. BPFE, Yogjakarta.
Sujarto, Djoko. 1985. Beberapa Pengertian Tentang Perencanaan Fisik. Bhratara Karya Aksara,
Jakarta.
Suparmoko. 1989. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. BPFE, Yogjakarta.
Suparmoko.1997. Ekonomi Sumber daya Alam dan Lingkungan: Suatu Pendekatan Teoritis Edisi
3. PAU-UGM, Yogyakarta.
Sinulingga, Budi D. 1999. Pembangunan Kota, Tinjauan Regional dan Lokal. Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta.
Abdul Hafid, 2013. Tradisi Kepemilikan Tanah Menurut Hukum Adat Orang Tolaki Di Kabupaten
Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara, jurnal sejarah dan budaya.
Naimatul Jannah, 2015. “Berebut Tanah” Konsepsi Kepemilikan Tanah Dan Penguasaan Tanah
Di Kelurahan Tondo. Kota Palu. Skripsi Antroplogi FISIP UNTAD
PEDOMAN WAWANCARA
A. IDENTITAS UMUM
a. Nama :
b. Umur :
c. Pekerjaan :
d. Tgl. Wawancara :
II. PEDOMAN WAWANCARA MENGENAI MAKNA TANAH (LAHAN)
BAGI ETNIS KAILI DI KELURAHAN TALISE VALANGGUNI
A. Identitas Diri
Nama : Nurmayani
Stambuk : B 301 14 022
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir : Palu, 31 Juli 1995
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Jln. Tombolotutu Lorong Pakora 1
B. Identitas Orang Tua
Ayah
Nama : Irmon
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Agama : Islam
Alamat : Jln. Tombolotutu Lorong Pakora 1
Ibu
Nama : Nurmawarni
Pekerjaan : URT
Agama : Islam
Alamat : Jln. Tombolotutu Lorong Pakora 1
C. Riwayat Pendidikan
Tamat Sekolah Dasar Negeri Inpres 3 Talise Tahun 2008
Tamat Madrasah Tsanawiyah Negeri Model Palu Tahun 2011
Tamat Paket C di SKB Kota Palu Tahun 2014
Terdaftar Sebagai Mahasiswa di Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Tadulako Pada Tahun 2014
D. Penasehat Akademik
Dosen Wali : Dra. Hj. Nurhayati Mansur, M.Si
Pembimbing Utama : Drs. Muhammad Marzuki, M.Si
Pembimbing Pendamping : Dr. Ikhtiar Hatta, S.Sos, M.Hum