Anda di halaman 1dari 113

KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DALAM

MENGHADAPI BENCANA LETUSAN GUNUNG


GEDE DI DESA GALUDRA KECAMATAN
CUGENANG KABUPATEN CIANJUR

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai salah satu syarat
untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Di susun Oleh:

Darul Faisal Ramadhan


1112015000108

PROGRAM STUDI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
ABSTRAK

Darul Faisal Ramadhan (1112015000088) : Kesiapsiagaan Masyarakat dalam


Menghadapi Bencana Letusan Gunung Gede, di Desa Galudra, Kecamatan
Cugenang, Kabupaten Cianjur.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapsiagaan Masyarakat


dalam menghadapi Bencana Letusan Gunung Gede di Desa Galudra, Kecamatan
Cugenang, Kabupaten Cianjur.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan analisis kuantitatif.


Populasi dari penelitian ini adalah masyarakat Desa Galudra, Kecamatan
Cugenang. Jumlah sampel yang diambil adalah 25 orang. Teknik pengambilan
sampel yang digunakan yaitu dengan teknik Purposive Sample. Pengumpulan data
menggunakan angket yang terdiri dari 25 pertanyaan. Teknik analisa data
menggunakan table frekuensi, kemudian juga dianalisis secara deskriptif. Nilai
skor dalam penelitian ini meliputi per parameter yaitu pengetahuan dan sikap
tentang bencana rencana tanggap darurat, sistem peringatan bencana dan
mobilisasi sumber daya.

Hasil penelitian menunjukan bahwa kesiapsiagaan masyarakat di Desa


Galudra dalam menghadapi bencana letusan Gunung Gede termasuk dalam
kategori siap memiliki rata-rata skor dari nilai kesluruhan responden yang sangat
siap yaiu sebesar 28%, persentase responden yang siap sebesar sebesar 52%,
persentase responden yang kurang siap sebesar 8% dan responden yang tidak siap
serta sangat tidak siap sebesar 4%.

Kata Kunci : Kesiapsagaan, Masyarakat, Bencana Letusan

i
ABSTRACT

Darul Faisal Ramadhan (1112015000088): Community Preparedness in


Facing the Mount Gede Eruption Disaster, in Galudra Village, Cugenang
District, Cianjur Regency.
This study aims to determine community preparedness in the face of the Gunung
Gede Eruption Disaster in Galudra Village, Cugenang District, Cianjur Regency.
This research is a descriptive study with quantitative analysis. The population of
this study is the people of Galudra Village, District Cugenang. The number of
samples taken is 25 people. The sampling technique used is the Purposive Sample
technique. Data collection uses a questionnaire consisting of 25 questions. Data
analysis techniques used frequency tables, then also analyzed descriptively. The
score scores in this study include per parameter namely knowledge and attitudes
about disaster emergency response plans, disaster warning systems and resource
mobilization.
The results showed that community preparedness in Galudra Village in the face of
the Gunung Gede eruption disaster was included in the category of having an
average score of the overall value of respondents who were 28% ready, the
percentage of respondents prepared was 52%, the percentage of respondents who
were unprepared by 8% and respondents who were unprepared and very
unprepared at 4%.

Keywords: Preparedness, Society, Eruption Disaster

ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul ”Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi
Bencana Letusan Gunung Gede di Desa Galudra, Kecamatan Cugenang,
Kabupaten Cianjur” sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana.
Tanpa akal, berkah dan rahmat-Nya yang diberikan penulis pasti tidak akan
sampai pada fase akhir di perkuliahan ini.Selanjutnya Shalawat serta salam
semoga terlimpah dan tercurah kepada junjungan alam, baginda Nabi Muhammad
SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya. Nabi akhirul zaman yang telah
membawa umat manusia dari zaman kegelapan menjadi zaman yang terang
berderang dengan ilmu dan teknologi yang berkembang dengan pesat saat ini.

Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan
yang harus disempurnakan dan penuh dengan hambatan yang harus dilalui. Tanpa
dukungan dari seluruh pihak yang telah membantu pastinya skripsi ini tidak dapat
terselesaikan. Oleh karena itu padakesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Sururin, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
2. Bapak Dr. Iwan Purwanto, M.Pd, selaku Ketua jurusan Pendidikan Imu
Pengetahuan Sosial sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang
senantiasa memberikan banyak perhatian, bimbingan, serta motivasi
kepada mahasiswa tingkat akhir disela-sela kesibukannya.
3. Bapak Drs. Syaripulloh, M.Si, selaku sekertaris Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial, yang juga senantiasa memberikan banyak perhatian
dan motivasi kepada mahasiswa tingkat akhir disela-sela kesibukannya.
4. Bapak Dr. Sodikin, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu serta selalu memberikan motivasi, bimbingan dan
nasehat selama penulisan skripsi ini.

iii
5. Seluruh dosen Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah
memberikan ilmu selama penulis mengenyam pendidikan di kampus ini.
6. Kepada kedua orang tua, Bapak Dedy Mawardy (alm) dan Ibu Lilis serta
kedua saudara perempuan saya tercinta Lita Juliawati Rahmah (alm) dan
Salwa Alfiyah dan semua keluarga saya terimakasih atas seluruh doa dan
dukungan moril maupun materil serta kasih sayang yang selalu mengiringi
langkah penulis hingga saat ini.
7. Kepada Agus Salim, Rizal Fahrudin dan Wais selaku teman satu
bimbingan. Terimakasih atas perjuangan selama ini dalam menyeleaikan
skripsi bersama-sama yang telah menerima segala kekurangan penulis
dalam suka maupun duka.
8. Sahabat-sahabat tercinta Kosan Manda Terimakasih atas dukungan dan
doa kalian, yang selalu membuat penulis selalu semangat hingga saat ini.
9. Rekan mengajar di SMP Paramarta program Unggulan terutama Fuji
Nurul Hamdan, yang telah membantu pekerjaan di sekolah ketika penulis
berhalangan hadir untuk menyelesaikan penelitian
10. Teman-teman Jurusan Pendidikan IPS angkatan 2012 atas kekompakannya
selama ini, baik di kelas ataupun saat praktikum.
11. Seluruh pihak yang penulis sadari atau tidak sadari telah membantu secara
langsung ataupun tidak langsung.
Penulis harapkan semoga segala kebaikan yang diberikan mendapatkan
pahala yang berlipat ganda oleh Allah SWT dan senantiasa selalu dilindungi oleh
Allah SWT.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang akan
digunakan demi perbaikan dimasa yang akan datang. Penulis berharap agar skripsi
ini dapat bermanfaat, khusunya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Jakarta, 2 Juni 2019
Penulis,

Darul Faisal Ramadhan

iv
DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH


LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
ABSTRAK ............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................... 5
C. Batasan Masalah......................................................................... 5
D. Rumusan Masalah ...................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian ....................................................................... 5
F. Manfaat Penilitian ...................................................................... 5

BAB II KAJIAN TEORI .............................................................................. 7


A. Kesiapsiagaan ............................................................................ 7
1. Pengertian Kesiapsiagaan .................................................. 7
B. Masyarakat ................................................................................ 8
1. Pengertian Masyarakat ......................................................... 8
2. Bentuk-bentuk Masyarakat .................................................. 9
C. Bencana ..................................................................................... 10
1. Pengertian Bencana ............................................................. 10
2. Jenis-jenis Bencana ............................................................. 11
3. Pengertian Manajemen Bencana ......................................... 12
D. Gunung Api ............................................................................... 13
1. Pengertian Gunung Api ....................................................... 13
2. Jenis-jenis Gunung Api ....................................................... 14
3. Sebaran Gunung Api di Indonesia ...................................... 16

v
4. Karakteristik Bentuk Lahan Gunung Strato di Indonesia ... 17
5. Jenis Erupsi Gunung ........................................................... 18
6. Tanda-tanda Awal Eksplosif Gunung ................................. 19
7. Bahaya Letusan Gunung ..................................................... 21
8. Jenis Bahaya Letusan Gunung ............................................ 23
E. Hasil Penelitian yang Relevan ................................................. 26
F. Kerangka Berfikir……………………………………………………………………….…28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 29
A. Lokasi dan Waktu Penilitian ..................................................... 29
B. Metode Penelitian...................................................................... 29
C. Alat dan Bahan ......................................................................... 30
D. Populasi dan Sampel ................................................................ 31
E. Tahap Penelitian ....................................................................... 32
F. Teknik dan Instrument Pengumpulan Data .............................. 33
1. Kuesioner (Angket) ............................................................ 33
2. Wawancara ......................................................................... 34
3. Studi Dokumen ................................................................. 34
G. Langkah-langkah Pengolahan Data .......................................... 35
H. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ....................................... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 42


A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ........................................ 42
1. Letak Geografis Daerah Penelitian ................................... 42
2. Kondisi Sosial Daerah Penelitian ...................................... 43
B. Deskripsi Responden ................................................................ 44
C. Deskripsi Hasil Penelitian ........................................................ 48
1. Hasil Observasi Penelitian ................................................ 48
2. Hasil Angket ..................................................................... 49
a. Pengetahuan dan Sikap Responden terhadap
Kesiapsiagaan Letusan Gunung Ciremai .................... 49
b. Rencana Tanggap Darurat ........................................... 55

vi
c. Sistem Peringatan Dini ................................................ 60
d. Mobilisasi Kebencanaan ............................................. 67
3. Hasil Wawancara .............................................................. 72
4. Hasil Uji Instrument .......................................................... 73
a. Uji Validitas ................................................................ 73
b. Uji Realibilitas ............................................................ 74
D. Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat di Desa Galudra ............... 75
E. Pembahasan Hasil Penelitian .................................................... 77

BAB V PENUTUP ...................................................................................... 79


A. Kesimpulan ............................................................................... 79
B. Implikasi ................................................................................... 79
C. Saran .......................................................................................... 80

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian 29

Gambar 4.1 Piramida Penduduk Desa Galudra menurut Jenis Kelamin 41

viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Hasil Penelitian Relevan 26

Tabel 3.1 Kisi-kisi Angket 34

Tabel 3.2 Pedoman Wawancara 34

Tabel 3.3 Data yang Dibutuhkan 35

Tabel 3.4 Nilai Skor Kesiapsiagaan Terhadap Bencana Letusan Gunung 37

Tabel 3.5 Skor Kategori Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat 40

Tabel 4.1 Data Penduduk Menurut Kelompok Umur 43

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Desa Galudra Menurut Umur 45

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan 46

Tabel 4.4 Karakteristik Responden Menurut Jenis Pekerjaan 47

Tabel 4.5 Karakteristik Responden Menurut Jumlah Anggota Keluarga 48

Tabel 4.6 Pengetahuan Responden Tentang Bencana 50

Tabel 4.7 Pengetahuan Responden Tentang Bencana Letusan 51

Tabel 4.8 Pengetahuan Responden Tentang Penyebab Letusan 51

Tabel 4.9 Pengetahuan Masyarakat Tentang Tanda-tanda Letusan 53

Tabel 4.10 Pengetahuan Mengenai Dampak Letusan 54

Tabel 4.11 Sikap Responden Terhadap Bencana Letusan 54

Tabel 4.12 Rencana Evakuasi Responden saat Terjaid Bencana Letusan 56

Tabel 4.13 Kepemilikan Alat Transportasi 56

Tabel 4.14 Tempat Pengungsian Sementara 57

Tabel 4.15 Perlengkapan dan Barang-barang Evakuasi 58

Tabel 4.16 Ketersediaan Obat-obatan untuk Pertolongan Pertama 59

Tabel 4.17 Pembagian Tugas Penyelamatan 60

Tabel 4.18 Sistem Peringatan Dini Berbasis Kearifan Lokal 61

Tabel 4.19 Pihak atau Pemberi Informasi Resmi 62

ix
Tabel 4.20 Sistem Peringatan Bencana 63

Tabel 4.21 Sistem Peringatan Bencana Berbasis Teknologi 64

Tabel 4.22 Simulasi atau Latihan daam Pelatihan Kebencanaan 64

Tabel 4.23 Jumlah Keikiutsertaan dalam Pelatihan Kebencanaan 65

Tabel 4.24 Keikutsertaan Seminar Mengenai Bencana atau Kesiapsiagaan 66

Tabel 4.25 Kepemilikan Materi atau Buku tentang Kesiapsiagaan 67

Tabel 4.26 Akses Informasi dari Media dan Sumber Lain 68

Tabel 4.27 Keterampilan Kesiapsiagaan Bencana Anggota Keluarga 69

Tabel 4.28 Sumber Pendanaan Responden Untuk Menghadapi Bencana 70

Tabel 4.29 Jaringan Sosial Reponden 71

Tabel 4.30 Kesepatan Melakukan Simulasi 72

Tabel 4.31 Hasil Pengujian Validitas 75

Tabel 4.32 Uji Realibilitas 75

Tabel 4.33 Kategori Kesiapsiagaan Dalam Menghadapi Bencana 76

Tabel 4.34 Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana……..……77

x
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Letak geografis dan geologis menyebabkan Indonesia menjadi salah
satu Negara yang berpotensi sekaligus rawan bencana1 seperti gempa
bumi,tsunami,banjir,tanah longsor,badai dan letusan gunung berapi. Bencana-
bencana tersebut di atas dikarenakan keadaan geologi Indonesia sangat unik,
terletak di antara dua lempeng benua yang selalu bergerak.2

Dalam sebuah Surat An-Naml ayat 88, kita diberitahu bahwa gunung-gunung
tidaklah diam sebagaimana yang tampak, akan tetapi mereka terus-menerus
bergerak.

“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya,
padahal dia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang
membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Gerakan gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan kerak bumi tempat


mereka berada. Kerak bumi ini seperti mengapung di atas lapisan magma
yang lebih rapat. Pada awal abad ke-20, untuk pertama kalinya dalam sejarah,
seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener mengemukakan bahwa
benua-benua pada permukaan bumi menyatu pada masa-masa awal bumi,
namun kemudian bergeser ke arah yang berbeda-beda sehingga terpisah
ketika mereka bergerak saling menjauhi.

Secara geologi Indonesia terletak pada daerah tektonik aktif dimana


terjadi pertemuan beberapa lempeng tektonik. Gunung-api terbentuk sebagai
akibat dari tumbukan lempeng-lempeng tersebut. Sejak tahun 1600 bencana

1
Pusat Data dan Analisa, Indonesia Rawan Bencana, (Jakarta: Tempo,2006),h.01
2
Sukandarrumidi, Bencana Alam dan Bencana Antrhopogone,(Yogyakarta: Kanisius,2010), h.31

1
2

gunung-api di Indonesia telah menelan korban sekitar 160.000. Dua letusan


gunung-api terbesar yang pernah terjadi di Indonesia adalah Gunung Tambora
pada tahun 1815 dan Gunung Krakatau pada tahun 1883, masing-masing
menimbulkan korban jiwa sebanyak 92.000 dan 36.000 orang.3

Gunung Gede yang berada dalam kawasan Taman Nasional Gunung


Gede-Pangrango merupakan destinasi favorit bagi para wisatawan dan
pendaki dari kawasan JABODETABEK karena letaknya yang dekat dan
memiliki keindahan alam yang melimpah, selain itu kawasan di sekitar kaki
gunung di manfaatkan oleh para warga untuk bercocok tanam karena
kesuburan tanahnya seperti cabai , kol ,bawang , wortel dll. Hal ini dilakukan
pula oleh warga Desa Galudra yang berada di Kabupaten Cianjur Jawa Barat.

Desa Galudra, Kabupaten Cianjur yang berada di kaki Gunung Gede


berpotensi terkena dampak langsung erupsi Gunung Gede. Oleh karena itu
dibutuhkan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana gunung
meletus yang bisa saja terjadi kapan walaupun bencana gunung meletus dapat
diprediksi dan dapat peringatan dini karena gunung-gunung di Indonesia terus
di pantau oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.

Warga Desa Galudra sampai saat ini belum pernah mengalami


bencana letusan Gunung Gede akan tetapi bencana alam yang lain seperti
pergerakan tanah pernah terjadi pada tahun 2017 dan beberapa bangunan
warga terkena dampak, dari hal ini warga desa tidak mengindahkan aspek
lingkungan sekitar atau gejala alam sekitar dan besar kemungkinan di
bencana letusan pun begitu.

Sebagai fenomena alam, erupsi gunung-api merupakan bahaya alam


(natural hazard) yang tidak dapat dihindarkan keberadaan maupun
kejadiannya. Meskipun demikian, fenomena-fenomena yang mendahului
terjadinya erupsi gunung-api dapat dimanfaatkan untuk mengantisipasi

3
Lembaga penilitian & Pengabdian Kepada Masyarakat ITB, Mengelola Risiko Bencana di
Negara Maritim Indonesia,(Bandung: ITB,2009,)h.51
3

bencana akibat erupsi gunung-api. Kondisi tektonik Indonesia memposisikan


kehidupan manusia dan lingkungan di Indonesia menjadi rentan terhadap
bencana alam (natural disaster) akibat erupsi gunung-api. Oleh karena itu
diperlukan kajian dan tindakan yang dapat meminimumkan dampak erupsi
gunung-api (mitigasi).4

Kurangnya kesadaran masyarakat Desa Galudra sekarang dalam


menghadapi bencana letusan Gunung Gede terjadi karena masyarakat
menganggap Gunung Gede bukanlah sebuah ancaman besar, hal ini terjadi
karena letusan terbesar terakhir Gunung Gede pada 12 November 1840 terjadi
sebuah letusan yang besar dan sangat tiba-tiba yang membangunkan desa-
desa disekitarnya dengan guncangan yang hebat.

Upaya pengurangan risiko bencana perlu dilakukan pada berbagai


tingkat, dengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang terkait,
termasuk masyarakat pada tingkat komunitas yang terkecil. Bagian ini
membahas bagaimana upaya penguranagn risiko bencana berbasis masyarakat
dapat dilakukan di Indonesia. Selain itu juga dibahas konsep membangun
kesiapsiagaan masyarakat sebagai bagian dari upaya pengurangan risiko
bencana.

Penanggulangan bencana berbasis masyarakat adalah upaya yang


dilakukan oleh anggota masyarakat secara terorganisir baik sebelum, saat dan
sesudah bencana dengan menggunakan sumber daya yang mereka miliki
semaksimal mungkin untuk mencegah, mengurangi, menghindari dan
memulihkan diri dari dampak bencana.

Maka penting bagi masyarakat untuk menyiapkan diri dengan cara


mengurangi ancaman, melakukan kegiatan pengurangan dampak ancaman,
kesiapsiagaan, dan meningkatkan kemampuan dalam penanganan bencana.
Hal-hal tersebut dapat dilakukan dengan baik apabila masyarakat

4
Ibid., h.51
4

mengorganisir diri membentuk Kelompok Masyarakat Penanggulangan


Bencana (KMPB).

Dalam penanggulangan bencana perlu adanya koordinasi dan


penanganan yang cepat, tepat, efektif, efisien, terpadu dan akuntabel agar
korban jiwa dan kerugian harta benda dapat diminimalisir5. Penanggulangan
bencana haarus dilakukan secara cepat, tepat, dan di koordinasikan dalam
satu komando. Untuk melaksanakan penanganan tanggap darurat bencana,
maka pemerintah/pemerintah daerah yang diwakili oleh kepala BNPB/BPBD
Propinsi/Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya dapat menunnjuk
seorang pejabat sebagai komandan penanganan tanggap darurat bencana. Hal
ini dimaksudkan sebagai memudahkan akses dalam menangani tanggap
darurat bencana.6

Bencana tidak saja “mengakibatkan korban Jiwa”, tetapi juga dapat


menhancurkan sarana,prasarana,pemukiman, “tekanan psikologis yang hebat
baik bagi koraban langsung maupun korban masyarakat pada umumnya.”7
Hal ini mengakibatkan terjadinya pengungsian besar-besaran dan
terganggunya kehidupan social-ekonomi masyarakat, seperti melumpuhkan
segala sumber daya alam sehingga menghambat program.

Selama ini,umumnya banyak diantara kita yang bereaksi hanya pada


waktu terjadi bencana dan setelah itu dilupakan, baru ramai lagi saat terjadi
bencana pada waktu dan lokasi lain. Penanggulangan bencana sesaat lebih
terlihat dari upaya antipatif dan pencegahann yang cenderung dilupakan.
Penanggulangan bencana harus dilakukan baik sebelum, pada saat maupun
secara bersama, baik oleh pemerintah yang diwakili BNPB/BPBD, serta
masyarakat sendiri yang harus siap menghadapi bencana yang akan di hadapi

5
Lampiran peraturan Kepala BNPB Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pedoman Komando Tanggap
Darurat Bencana, h.1
6
Ibid., h. 1 .
7
Badan Perencanaan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kelembagaan dan
pengelolaan penanganan Kedaruratan di Provinsi DIY, (Yogyakarta,2006),h. 01
5

B. Identifikasi Masalah
Berdasakan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas maka
masalah yang dapat diidentifikasi adalah

1. Gunung Gede berpotensi meletus dan menjadi ancaman warga


2. Rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam menghadapi letusan
gunung gede
3. Kurangnya tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana
letusan Gunung Gede

C. Batasan Masalah
Dikarenakan banyaknya permasalahan yang ada sehingga peneliti
membatasi hanya mengkaji kesiapsiagaan masyarakat Desa Galudra
Kabupaten Cianjur dalam menghadapi letusan Gunung Gede

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka pertanyaan dalam
penelitian ini adalah Bagaimana kesiapsiagaan Masyarakat Desa Galudra
Kabupaten Cianjur menghadapi letusan Gunung Gede

E. Tujuan Penilitian
Untuk mengetahui seberapa besar kesiapsiagaan masyarakat Desa
Galudra Kabupaten Cianjur dalam menghadapi letusan Gunung Gede

F. Manfaat Penilitian
Adapun kegunaan atau manfaat yang diharapakan dari penelitian ini
adalah adanya suatu kontribusi baik secara teoritis atau pun secara praktis,
manfaat-manfaat tersebut yaitu sebagai berikut :
1. Manfaat Praktis
a. Bagi penulis sebagai salah satu cara untuk memperoleh gelar sarjana
pendidikan
b. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan
pengetahuan kepada masyarkat tentang kesiapsiagaan masyarakat
dalam menghadapi bencana letusan gunung gede
6

c. Memperoleh pemecahan masalah dari kesiapsiagaan masyarakat


dalam menghadapi letusan Gunung Gede
d. Sebagai sarana untuk mengaplikasikan teori mengenai mitigasi
bencana

2. Manfaat Teoritis
Diharapkan dari penelitian ini dapat menjadi acuan untuk :
a. Perkembangan ilmu geografi lingkungan fisik seperti litosfer,
dan untuk mengkaji dan menjelaskan permasalahan tentang
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi letusan gunung api,
gunung api Gede pada khususnya.
b. Bagi pendidikan diharapkan dapat berguna sebagai bahan kajian
dalam pelajaran IPS dan Geografi khususnya pada materi litosfer.
c. Bagi Penulis penelitian ini diharapkan dapat menambah
wawasan, pengalaman ilmu dibidang geografi, dan tentang
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana
BAB II

KAJIAN TEORI
A. Kesiapsiagaan

1. Pengertian Kesiapsiagaan
Bencana dapat datang secara tiba-tiba baik itu disebabkan oleh
alam atau non alam dan kita pun tidak pernah tahu kapan bahaya
atau bencana akan datang menghampiri kita oleh karena itu kita
harus selalu waspada dalam menghadapi bencana yang dapat
mengancam keselamatan diri kita.

Definisi kesiapsiagaan menurut undang – undang nomor 24


tahun 2007 (tentang penanggulangan bencana) adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna8

Istilah kesiapsiagaan sendiri merupakan adalah upaya


menghadapi situasi darurat serta mengenali berbagai sumber daya
untuk memenuhi kebutuhan pada saat itu. Hal ini bertujuan agar
warga mempunyai persiapan yang lebih baik untuk menghadapi
bencana9.
Sementara menurut BPBD DKI Jakarta Kesiapsiagaan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana
melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna 10.
Contoh tindakan kesiapsiagaan:
8
Undang-undang nomor 24 tahun 2007; (Tentang Penanggulangan Bencana)
9
Yayasan IDEP,Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat (Bali:YayasannIDEP,2007),h.8
10
Widiani Nurrahmah, “Pengalaman Kesiapsiagaan Masyarakat Menghadapi Bencana Banjir di
Rt 001 Rw 012 Kelurahan Bintaro, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan Tahun 2015”
Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

7
8

a. Pembuatan sistem peringatan dini


b. Membuat sistem pemantauan ancaman
c. Membuat sistem penyebaran peringatan ancaman
d. Pembuatan rencana evakuasi
e. Membuat tempat dan sarana evakuasi
f. Penyusunan rencana darurat, rencana siaga
g. Pelatihan, gladi dan simulasi atau ujicoba
h. Memasang rambu evakuasi dan peringatan dini

B. Masyarakat
1. Pengertian Masyarakat
Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan-
kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun dalam
bahasa sehari-hari adalah masyarakat. Dalam bahasa Inggris dipakai
istilah society yang berasal dari akar kata Arab Syaraka yang berarti
“ikut serta”, berpartisipasi.11
Menurut Koentjaraningrat, Masyarakat adalah memang
sekumpulan manusia yang saling “bergaul”, atau dengan istilah ilmiah,
saling “berinteraksi”. Suatu kesatuan masyarakat dapat mempunyai
prasaran melalaui apa yang warga-warganya dapat saling berinteraksi.
Suatu Negara modern misalnya, merupakan kesatuan manusia dengan
berbagai macam prasarana, yang memunginkan para warganya untuk
berinteraksi secara intensif, dan dengan frekuensi yang tinggi. Suatu
Negara modern mempunyai suatu jaringan perhubungan udara,
jaringan telekomunikasi, sistem radio dan tv, berbagai macam surat
kabar ditingkat nasional, bahkan internasional. 12
Hampir sama seperti yang disampaikan oleh Ralp Linton,
masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah hidup dan
bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur waktu dan
11
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 143-144
12
Iin Indriani, “Persepsi Masyarakat terhadap Kiai di Pondok Pesantren Ulumul Qur’an
Bojongsari, Kota Depok“ Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. h. 32
9

menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-


batas yang telah dirumuskan dengan jelas. 13
Masyarakat menurut Mac Iver dan Page mengatakan bahwa
masyarakat merupakan suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara,
dari wewenang serta kerja sama antara berbagai kelompok dan
penggolongan, dari pengawasan tingkah laku serta kebebasan-
kebebasan manusia. Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial
yang bersifat selalu berubah. 14
Pengertian lain muncul dari Auguste Comte yang
mendifinisikan masyarakat sebagai suatu kelompok kelompok
makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang baru yang
berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri dan berkembang
menurut pola perkembangan sendiri. Manusia terikat kelompok
Karen rasa sosial yang serta merta dan kebutuhannya.15

Dari beberapa definisi diatas terdapat kesamaan arti bahwa


masyarakat merupakan suatu hubungan kelompok baik dalam
lingkup kecil seperti hubungan orang tua dan anak, guru dan murid,
atasan dan bawahan maupun lingkup besar seperti sekolah dan
lingkungannya/interaksi yang terjadi antara 2 orang atau lebih yang
prosesnya berjalan cukup lama. Dimana didalamnya terlihat suatu
tata cara, adat istiadat dan hukum disetiap kebiasaan dalam
kehidupannya yang mengatur antara kepentingan individu dan
individu lainnya.

Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian masyarakat ialah


setiap manusia yang mengelompok atau membuat suatu komunitas dan
memiliki suatu kebudayaan.

13
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 144
14
Basrowi. Pengantar Sosiologi. (Bogor : Galia Indonesia, 2005), h. 40
15
Ibid., h. 42
10

2. Bentuk-bentuk Masyarakat
a. Masyarakat Tradisional
Adalah masyarakat yang kehidupannya masih banyak dikuasai oleh
adat istiadat lama. Adat istiadat adalah suatu aturan yang sudah
mantap dan mencakup segala konsepsi sistem budaya yang
mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidpan
sosialnya. Jasi, masyarakat tradisional didalam melangsungkan
kehidupannya berdasarkan pada cara-cara atau kebiasaaan-
kebiasaan lama yang masih diwarisi dari nenek moyangnya.
Masyarakat tradisional didup di daerah pedesaan yang secara
geografis terletak di pedalaman yang jauh dari keramaian kota.
Masyarakat ini juga disebut masyarakat pedesaan atau masyarakat
desa.
b. Masyarakat Modern
Adalah yang sebagian besar warganya mempunyai orientasi nilai
budaya yang terarah ke kehidupan dalam peradaban dunia masa
kini. Masyarakat modern relatif bebas dari kekuasaan adat-istiadat
lama. Karena mengalami perubahan dalam perkembangan zaman
deswasa ini. Perubahan-perubahan itu terjadi sebagai akibat
masuknya engaruh kebudayaan dari luar yang membawa kemajuan
terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada
umumnya masyarakat perkotaan atau masyarakat kota.16
C. Bencana
1. Pengertian Bencana
Banyak pengertian atau definisi tentang bencana yang pada
umumnya mereflesikan karakteristik tentang gangguan terhadap pola
hidup manusia, dampak bencana bagi manusia, dampak terhadap
struktur sosial, kerusakan pada aspek sistem pemerintahan, bangunan,

16
Ferinaldi, “Perubahan Sosial Masyarakat Cigugur (analisis perubahan sistem mata
pencaharian masyarakat Cigugur, Cianjur, Jawa Barat)“ Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. h. 24
11

dan lain-lain serta kebutuhan masyarakat yang diakibatkan oleh


bencana.
Definisi bencana menurut undang-undang adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam atau
faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda dan dampak psikologis.17
Sementara definisi yang lain dari bencana yang dimuat dalam buku
disaster manajemen tersebut adalah:
‘…Suatu kejadian, yang disebabkan oleh alam atau karena ulah
manusia, terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, sehingga
menyebabkan hilangnya jiwa manusia, harta benda dan kerusakan
lingkungan, kejadian ini terjadi di luar kemampuan masyarakat
dengan segala sumber dayanya”18
2. Jenis-jenis Bencana
Pada umumnya bencana dkelompokkan ke dalam enam kelompok
berikut :
a. Bencana Geologi;
Yang tergolong dalam bencana geologi anatara lain letusan
gunung api, gempa bumi atau tsunami, longsor atau gerakan
tanah.
b. Bencana Hydro-meteorologi;
Antara lain banjir, banjir bandang, badai atau angin topan,
kekeringan, rob atau air laut pasang, kebakaran hutan.
c. Bencana Biologi;
Antara lain epidemic, penyakit tanaman atau hewan.
d. Bencana Kegagalan Teknologi;

17
Undang-undang nomor 24 Tahun 2007; (Tentang Penanggulangan Bencana)
18
Nurjannah dkk, Manajemen Bencana, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 10-11
12

Antara lain kegagalan atau kecelakaan industri, kecelakaan


transportasi, kesalahan desaign tekhnologi,
e. Bencana Lingkungan;
Degradasi lingkungan antara lain pencemaran, abarasi pantai,
kebakaran (urban fire) kebakaran hutan (forest fire)
f. Bencana Sosial;
Diantaranya seperti konflik sosial atau kerusuhan.
g. Kedaruratan Kompleks;
yang merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah
konflik,, meskipun jarang terjadi namun dampaknya sangat besar.
Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain konflik sosial,
terorisme atau ledakan bom, dan eksudus (pengungsian atau
berpindah tempat secara besar-besaran).19
3. Pengertian Manajemen Bencana
Manajeman bencana (Disaster Management) adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari bencana beserta segala aspek yang
berkaitan dengan bencana, terutama resiko bencana, dan bagaimana
menghindari risiko bencana. Manajemen bencana merupakan proses
dinamis tentang bekerjanya fungsi-fungsi manajemen yang kita kenal
selama ini misalnya fungsi planning, organizing, actuating, dan
controlling. Cara bekerja manajemen bencana adalah melalui
kegiatan-kegiatan yang ada pada tiap kuadran/siklus/bidang kerja
yaitu pencegahan mitigasi dan kesiapsiagaan, tanggap darurat, serta
pemulihan. Sedangkan tujuannya (secara umum) antara lain untuk
melindungi masyarakat beserta harta bendanya dari (ancaman)
bencana.20

19
Nurjannah dkk, Manajemen Bencana, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 20
20
Nurjannah dkk, Manajemen Bencana, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 42
13

D. Gunung Api
1. Pengertian Gunung Api
Para ahli sampai saat ini belum mendapatkan kata sepakat
mengenai batasan atau istilah baku tentang definisi gunung api secara
jelas. Namun Ilmu yang mempelajari gunung api biasa dinamakan
vulkanologi. Ada beberapa ahli yang mendefinisikan gunung api
seperti Menurut Koesoemadinata Gunug api adalah “lubang atau
saluran yang menghubungkan suatu wadah berisi bahan yang disebut
magma”21
Jadi gunung api itu selalu berasosiasi dengan Peristiwa yang
berhubungan dengan naiknya magma dari dalam perut bumi. Magma
yang biasa disebut juga campuran batu-batuan dalam keadaan cair, liat
dan panas. Magma adalah cairan atau larutan silikat yang mudah
bergerak. Akivitas magma disebabkan oleh tingginya suhu dan
banyaknya gas yang terkandung didalamnya.
Namun secara umum gunung api dapat didefinisikan sebagai suatu
sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang
memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi
sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi
material yang dikeluarkan pada saat dia meletus.22
Di pertegas lagi oleh salah seorang ahli, Matahelamual menyatakan
bahwa gunung api (Vulkan) adalah suatu bentuk timbulan di muka
bumi, pada umumnya berupa suatu kerucut raksasa, kerucut terpacung,
kubah ataupun bukit yang diakibatkan oleh penerobosan magma ke
permukaan bumi23.
Jadi tidak semua tempat yang tinggi dinamakan gunung, karena
pengertian gunung harus memenuhi kriteria tinggi dan proses

21
Dedi Hermon, Geografi Bencana Alam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h. 163
22
http://e-jurnal.com/pengertian-gunung-api, diunggah pada tanggal 8 Oktober 2017, pukul 19.45
WIB
23
Nandi, “geologi Lingkungan” Hand Outs pada Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung,
Jawa Barat 2006
14

terbentuknya. Begitu pula dengan gunung api. Dari definisi tersebut


juga terlihat bahwa gunung api tidak harus ada di daratan (seperti
halnya pendapat masyarakat awam), tetap juga muncul di dasar laut
(dikenal sebagai submarine vulcano).24
2. Jenis-jenis Gunung Api
Setiap gunung api yang kita jumpai baik yang ada di daratan
maupun yang ada di bawah permukaan laut, semuanya memiliki
potensi untuk mengeluarkan magma yang terkandung di dalamanya,
menurut Ir. Soetoto gunung api bisa dibedakan berdasarkan magma
yang keluar dan bentuk tubuh gunung api yang terjadi, berdasarkan
bentuk lubang erupsinya, berdasarkan atas fase erupsinya, dan
berdasarkan atas tingkat aktivitas, sifat ledakan materi vulkanik dan
komposisi materi vulkaniknya gunung api. Berikut ini penjelasannya;
a. berdasarkan magma yang keluar dan bentuk tubuh gunung api
yang terjadi
1) Shield volcano;
yaitu gunung api yang mengeluarkan magma cair sehingga
terbentuk tubuh gunung api belerang landai (hanya beberapa
derajat). Magma cair yang keluar dari adalah jenis magma
basalt. Bahan-bahan fragmental sedikit. Contoh; gunung api
Maona Loa dan Kilauea di Hawai, gunungapi di Islandia,
Samoa, kepulauan Galapagos dan pulau-pulau samudera lain
yang merupakan bagian atas shield volcano yang besar.
2) Composit volcan;
yaitu gunung api yang mengeluarkan magma kental bersifat
andesitic dan riolitik. Disamping itu gunung api tersebut
mengeluarkan pula bahan-bahan fragmental sehingga terbentuk
tubuh gunung api berlapis-lapis yang juga disebut gunung api
strato (stratovolcano) yang berbentuk kerucut. Kemirngan
lereng kurang lebih 60 –di bgaian kaki dan 300 di dekat puncak.

24
Munir, Geologi Lingkungan, (Malang: B ayumedia Publishing, 2003), h. 211
15

Contoh; gunung-gunung api di Indonesia dan gunung api


daerah benua yang lain.

b. berdasarkan bentuk lubang erupsinya;


1) Gunung api linear
Yaitu gunung api yang mempunyai lubang erupsi berbentuk
garis atau celah lurus
2) Gunung api sentral
Yaitu gunung api yang mempunyai lubang erupsi berbentuk
bundaran atau lingkaran.
c. berdasarkan atas fase erupsinya;
1) Gunung api aktif, yaitu gunung api yang secara konstan
melakukan kegiatan erupsi
2) Gunung api tidur (dormant volcano), yaitu gunung api yang
tidak aktif untuk periode waktu yang lama
3) Gunung api mati (extinct volcano), yaitu gunung api yang
sudah tidak aktif lagi.
4) Gunung api desdruktif (desdructive volcano), yaitu gunung api
yang sudah mati dan sudah mengalami proses penghancuran
erosi.
d. berdasarkan atas tingkat aktivitas, sifat ledakan materi vulkanik
dan komposisi materi vulkaniknya gunung api;
1) Gunung api tipe Hawai, tidak ada ledakan, lava cair bersifat
basa meleleh membentuk lereng landau.
2) Gunung api tipe Stromboli, nama ini diambil dari nama gunung
api Stromboli di dekat Sisilia; ledakan ringan secara teratur
dengan interval pendek. Materi yang keluar yaitu lava merah
panas pijar dna bongkah-bongkah scoria.
3) Gunung tipe Vulkano (Volcanian type), nama gunung ini
diambil dari nama gunung api yang Vulkano di Kepulauan
Lipari, ledakan ringan secara teratur dengan interval pendek.
16

Materi yang keluar yaitu lava merah panas pijar dan bongkah-
bongkah.
4) Gunung tipe Vesuvius, nama gunung ini diambil dari nama
gunung api vesuvius di Italia dekat dengan Naples; ledakan
kuat secara tiba-tiba setelah masa tenang agak lama, lava kelaur
bersama dengan banyak gas yang telah tertahan lama dan
banyak dalam dapur magma.
5) Gunung api tipe Krakatau, ledakan dangat dahsyat, sampai
menghancurkan gunung api tersebut. Walaupun debu vulkanik
sangat banyak keluar tetapi tidak ada lava yang keluar.
6) Gunung api tipe Pelee, nama gunung ini diambil dari nama
gunung api di Pelee di Martinique; ledakan berupa gas pijar
atau gelap dan debu (nuees ardentes) yang tidak dapat
terhambur ke atas karena tersumbat kubah lava, materi
vulkanik ini kelaur secara lateral melalui retakan-retakan pada
tubuh gunung api tersebut. 25
3. Sebaran Gunung Api di Indonesia
Jumlah gunung api baik yang aktif maupun yang tidak aktif banyak
tersebar di dunia, terutama di Indonesia, hampir seluruh daratan atau
pulau di Indonesia ada satu atau lebih gunung yang menempatinya,
gunung api di Indonesia dibedakan menjadi lima, yaitu :
a. Gunung api kumpulan sunda;
Memanjang dari ujung Sumatera Utara melalui Jawa, Bali,
Sumbawa, Flores sampai Alor. Dalam kumpulan ini terdapat krang
lebih 300 buah gunung api yang masih aktif atau yang sedang
padam. Kelompok gunung api ini biasanya terdapat bertumpuk-
tumpuk, misalnya gunung api di Priangan, Flores, dan sekitar
danau Toba. Gunung api yang berdiri sendiri atau gunung api
soliter juga ada, misalnya Gunung api Gede di Cianjur, Jawa Barat.

25
Soetoto, Geologi Dasar, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), h. 114-120
17

Gunung api yang telah padam misalnya gunung Muria di pantai


utara Jawa Tengah.
b. Gunung api kumpulan banda;
Muncul dari dasar laut cekungan Banda yang sangat dalam. Secara
keseluruhan tingginya dari dasar laut hingga 5.000 meter, tetapi
yang muncul di atas muka laut tidak lebih dari 1.000 meter. Contoh
gunung api yang terkenal adalah gunung api laut Emperor di Laut
Cina.
c. Gunung api kumpulan Minahasa dan Sangihe;
Merupakan gunug api yang sangat aktif dan dapat di ikuti ke arah
utara sampai Mindanao. Contoh gunung api yang masuk kelompok
ini adalah gunung api Soputan dan Lokon.
d. Gunung api kumpulan Halmahera;
Terdapat di bagian tengah daerah Halmahera antara makian dan
Tobello. Di bagian lain daerah ini tidak terdapat aktivitas vulkanik
sejak zaman Neogen Tua. Dalam kelompok ini gunung api yang
terkenal adalah gunung api Tidore dan Maitara. Gunung api di
Halmahera jelas terletak pada satu garis lurus yang menunjukan
daerah lemah dan patahan geologi dalam kerak bumi.
e. Gunung api kumpulan Sulawesi Selatan dan Bonthain
Terhitung suatu kompleks yang besar, akan tetapi sekarang tidak
aktif lagi.26
4. Karakteristik Bentuk Lahan Gunung Api Strato di Indonesia
Erupsi sentral adalah yang dominan diantara gunung api strato,
meskipun gunung api yagn berkerucut tunggal sangat jarang. Menurut
Kemmerling, 1915, kebanyakan gunung api strato mempunyai dua
kerucut, sebagai akibat dari pergeseran sedikit dari pusat aktivitasnya.
Gunung api Merapi di Jawa Tengah sebagai contohnya, beberapa
gunung api strato lainnya menunjukkan karakteristik celah yang jelas,

26
Sukandarrumidi, Bencana alam dan Bencana Anthropogene, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
2010), h. 67-68
18

seperti Gamkonora di Halmahera, erupsi areal yang benar tidak ada,


meskipun aktivitas vulkanik tersebut menyebar di sekitar Gunung
Lamongan, Jawa Timur, mungkin sebagai atribut areal atau aktivitas
magmatic poly-orificic. Dua faktor yang berperan dalam
perkembangan lereng pada gunung api strato di Indonesia, yaitu
dominasi abu dan material klastik lainnya, di sebagian besar di
Indonesia tingginya curah hujan dan hujan lebat tropis. Sebagai
konsekuensinya, lereng fluvio-vulkanik yang terbentuk oleh aliran
lahar meluas. Kenampakan tersebut sering dijumpai dalam beberapa
tingkat, masing-masing menunjukan fase yang spesifik dan periode
perkembangan dari .gunung api 27
5. Jenis Erupsi Gunung Api
Erupsi yakni proses keluarnya magma ke permukaan bumi karena
tekanan dari dalam, melalui retakan atau lubang kepundan. Menurut
sifart keluarnya magma ada yang bersifat letusan (explosive) dan
lelehan (effusive) :
a. Erupsi explosive;
Adalah keadaan dimana gunung api meletus melontarkan bahan
hamburan dari dalam bumi ke permukaan bumi, bahan hamburan
yang dilontarkan itu dalam bentuk :
1) Endapan Hidroklastik;
Endapan hidroklastik adalah bahan hamburan dari letusan
freatik gunung api yang dihasilkan oleh letusan non magmatik.
Kata hydro disini mencerminkan bahwa letusan berasal dari
uap air bertekanan tinggi sebagai hasil pemanasan air tanah
oleh magma di dalam bumi. Ini merupakan variasi dari
prioklastika yang terbentuk oleh letusan uap air.
2) Endapan / batuan prioklastika;

27
Herman Th. Verstappen,Garis Besar Geomorfologi Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2014), h. 75-76
19

Bahan hamburan yang langsung berasal dari magma (Primay


magmatic materilas) disebut piroklas, onggokan piroklas
disebut endapan piroklastika dan setelah mengalami litifikasi
menjadi batuan piroklastika istilah piroklast berasal dari kata
pyro (bahasa Yunani) yang berarti api dan Clast yang berarti
bahan hamburan, butiran, fragmen, kepingan atau pecahan.
Oleh sebab itu piroklas adalah fragmen fijar atau butiran yang
mengeluarkan api (membara) pada saat dilontarkan dari dalam
bumi ke permukaan melalui kawah gunung api. Terbentuknya
api tersebut dikarenakan magma yang mempunyai temperatur
tinggi (900 – 1.2000 C) tiba –tiba dilontarkan ke permukaan
bumi dimana temperature rata-ratanya kurang dari 350 C.
b. Erupsi Effusive
Merupakan erupsi Effusive merupakan erupsi gunung api yang
menghasilkan bahan secara meleleh. Dalam arti yang
sempit/langsung kata ‘meleleh’ hanyalah memberikan kesan
keluarnya magma ke permukaan bumi kemudian mengalir
mengikuti bentang alam cekungan yang ada. Apabila berdsarkan
pengertian ini maka maka hanya aliran lava yang terpat sebagai
hasil erupsi efusiva. Namun demikian pada kenyataannya hasil
kegiatan gunung api nono eksplosif bukan hanya aliran lava dan
dalam beberapa hal produk-produk kegiatan itu saling berkaitan, da
juga lava mancur dan percikan lava pijar, lelehan lava di
permukaan hingga magma yang membentuk inrusi dangkal di
dalam tubuh gunung api.28
6. Tanda-tanda Awal Eksplosif Gunung Api
Masyarakat yang tinggal di lereng gunung api, yang sebetulnya
merupakan daerah rawan bencana, datang dengan keinginan sendiri,
berladang, berkelompok membentuk kampung dan desa. Akan tetapi,

28
Ferad Puturuhu, Mitigasi Bencana dan Penginderaan Jauh, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015), h.
88-89 dan 96
20

apabila gunung api meletus, maka itulah yang harus dibantu dan
diselamatkan oleh pemerintah.
Sebelum melakukan kegiatan eksplosif yang oleh masyarakat
setempat dikenal dengan istilah meletus, gunung api akan
menampakan kalainan tingkah laku, yang oleh masyarakat dipandang
sebagai isyarat bahwa mereka harus bersiap-siap menyelamatkan diri.
Isyarat tersebut antara lain sebagai berikut;
a. Sering terjadi gempa vulkanik, mulai dari gempa skala kecil
hingga skala besar. Makin sering dan makin besar gempa vulkanik
berlangsung, makin dekat waktu eksplosif akan terjadi. Peranan
petugas pos pengamat gunung api menjadi sangat penting dan
menentukan bilamana evakuasi harus dilakukan.
b. Sering timbul suara gemuruh yang dirasakan oleh masyarakat
yang tinggal di dekat daerah kepundan, sebagai akibat,
bergolaknya magma yang mencari jalan untuk keluar. Makin
sering dan makin kuat suara gemuruh tersebut, mencirikan
eksplosif akan segera terjadi.
c. Timbulnya awan panas mengakibatkan suhu di sekitar lereng
gunung api meningkat. Akbibatnya, binatang liar mulai tidak
tahan dan lari ke bawah, burung-burung berimigrasi
meninggalkan tempat yang berbahaya.
d. Timbul bau belerang yang sangat menyengat, bau tersebut akan
menyebar sesuai dengan arah tiupan angina.
e. Beberapa mata aiar di bagian lereng atas mulai mongering atau
debit airnya turun.
f. Diatas puncak gunung api sering terjadi kilatan-kilatan bunga api,
kilatan ini akan sangat mudah terlihat jelas [ada malam hari.
g. Terjadi aliran lava pijar. Aliran lava ini akan terlihat jelas pada
malam hari, melalui alur-alur. Lava pijar ini mampu membakar
21

apa saja yang diterjang, namun sangat indah apabila dilihat dari
kejauhan.29
Dari penjelasan di atas, ada juga penjelasan masyarakat Jawa
Tengah yang mepercayai kalau turunnya binatang dari lereng
puncak gunung api yang masih aktif, ke daerah dataran rendah
merupakan suatu petunjuk telah terjadi “ketidak nyamanan” di
lereng puncak gunung api, kejadian ini dipercaya oleh masyarakat
setempat sebagai tanda-tanda alam, sebagai penanda peringatan
kemungkinan gunung api akan meletus.30
Ada juga slogan yang sering terdengar masyarakat sekitar gunung
Merapi di Jawa Tengah, “Kalau Merapi Berulah, Kenali Cara Lari”,
demikian seruan yang selalu disampaikan oleh para petugas gunung
api kepada masyarakat sekitar.31
7. Bahaya Letusan Gunung Api
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan gunung api, hampir
seluruh pulau di Indonesia banyak di temui gunung api baik yang aktif
maupun yang tidak aktif. keadaan ini juga menjadikan tanah yang ada
di Indonesia sebagian besar termasuk pada jenis tanah vulkanik, tanah
ini merupakan tanah yang kaya akan unsur hara yang cocok bagi
tumbuhan jenis ini tentunya menguntungkan bagi para petani
khususnya. makanya tidak salah jika musisi terkenal seperti Koes
Ploes pernah menuliskan dalam lirik lagunya “…tongkat dan kayu jadi
tanaman” mungkin ini penggaambaran betapa suburnya negeri ini.
Karena banyak gunung api yang menempati di sebagian pulau
Indonesia, keadaan seperti ini disamping banyak keuntungan dalam hal
kesuburan tanahnya, keadaan ini juga menjadi ancaman bagi para

29
Sukandarrumidi, Bencana alam dan Bencana Anthropogene, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
2010), h. 71-73
30
Sukandarrumidi, Geologi Medis; Pengantar Pemanfaatan Sumber Daya Alam Geologi dalam
Usaha Menuju Hidup Sehat, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006), h. 160
31
Sukandarrumidi, Geologi Medis; Pengantar Pemanfaatan Sumber Daya Alam Geologi dalam
Usaha Menuju Hidup Sehat, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006), h. 165
22

penghuninya. Diantara jenis bahaya gunung api yang paling pasti


adalah bahaya erupsi gunung api.
Bahaya yang mungkin timbul dapat merupakan bahaya
primer atau bahaya sekunder. Bahaya tersebut berasal dari hal-hal
berikut:
a. Awan panas;
Daerah yang dilewati aliran awan panas merupakan daerah yang
menderita paling parah. Arah mengalirnya awan panas
dipengaruhi oleh bentuk kawah/kepundan. Awan panas yang
dikeluarkan oleh gunung Merapi pada tahun 1994 telah
menghancurkan desa Turgo di lereng Merapi bagian selatan.
Puluhan rumah terbakar. (peristiwa; pada saat itu akan
berlangsung acara pernikahan. Sepasang pengantin, keluarga, dan
rumah ikut hangus terbakar)
b. Kebakaran Hutan;
Biasanya terjadi di sepanjang alur sungai yang di lalui oleh awan
panas. Tanaman kayu mongering sedangkan semak-semak dan
rerumputan terbakar, namun dalam waktu singkat akan segera
tumbuh kembali.
c. Eksplosif (letusan);
Yang memnuntahkan material vulkanik dari ukuran bom hingga
debu, bangunan rumah terutama atap tidak mampu menahan
timbunan material vulkanik ini, hingga akhirnya roboh. Tanaman
akan tertutup, terpanggang oleh panas material vulkanik, dan
akhirnya mati. Apabila tanaman tersebut merupakan tanaman
perkebunan atau tanaman semusim, tentunya petani akan
mengalami kerugian.
d. Banjir lahar dingin;
Akan melewati sungai yang berhulu di puncak biasanya hal ini
terjadi pada musim hujan dan membanjiri daerah hilir,
memperdalam alur sungai, serta menimbulkan longsoran tebing.
23

e. Keluar dan menyebarnya uap belerang;


Arah aliran uap belerang tergantung pada arah angin, uap belerang
dapat menyebabkan sesak napas dan apabila berkelanjutan dapat
mengakibatkan keracunan pada paru-paru, yang mengakibatkan
kematian.
f. Longosoran kubah lava;
Ini terjadi setelah gunung api mengeluarkan material vulkanik dan
membentuk kubah lava, seperti yang terjadi di gunung Merapi
pada saat mengeluarkan awan panas pada September 2007,
bahaya selanjutnya adalah longsoran kubah lava yang belum stabil
dan bersama air hujan akan akan mengalir turun hingga banjir
lahar. Berdasrakan pengalaman, banjir lahar turun setiap kali
turun hujan dengan intensitas hujan yang cukup tinggi, dengan
curah hujan lebih dari 40 mm selama dua jam berturut-turut.
Apabila tidak ada anomali pada alur sungai yang berujung di
puncak gunung, aliran lahar itu tetap mengalir mengikuti alur
sungai sehingga tidak akan menimbulkan bencana akibat
meluapnya lahar ke permukiman.
g. Kesulitan mendapatkan air bersih;
Masyarakat disekitar gunung api umumnya kesulitan
mendapatkan air bersih, karena mata air banyak yang hilang
akibat terkena longsoran.32
8. Jenis Bahaya Letusan Gunung Api
Mekanisme perusakan perusakan bahaya letusan gunung api di
bagi menjadi dua berdasarkan waktu kejadiannya, yaitu:
a. Bahaya Utama (Primer)
Bahaya utama (sering juga disebut bahaya langsung) letusan
gunung api adalah bahaya yang langsung terjadi ketika proses

32
Sukandarrumidi, Bencana alam dan Bencana Anthropogene, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
2010), h. 73-75
24

peletusan sedang berlangsung. Jenis bahaya ini adalah sebagai


berikut;
1) Awan Panas (Piroclastic Flow)
Awan panas adalah campuran material letusan antara gas dan
bebatuan (segala ukuran) terdorong ke bawah akibat
densitasnya yang tinggi dan merupakan akibat adonan yang
jenuh, menggulung secara turbulensi bagaikan gulungan awan
yang menyusuri lereng. Selain suhunya sangat tiggi (antara
300-7000 C) kecepatan luncurannya pun sangat tinggi, > 70
Km per jam (tergantung kemirignan lereng).
2) Lontaran Batu Pijar (Pijar)
Lontaran material (pijar) terjadi ketika letusan (magmatik)
berlangsung. Jauhnya lontaran sangat bergantung dari
besarnya energi letusan, bisa mencapai ratusan meter jauhnya.
Selain suhunya tinggi (>2000 C), ukurannya pun besar (garis
tengah >10 cm), sehingga dapat membakar sekaligus melukai,
bahkan mematikan mahluk hidup, yang lazim disebut sebagai
“Bom Vulkanik”
3) Hujan Abu Lebat
Hujan abu lebat terjadi ketika letusan gunung api sedang
berlangsung. Material yang berukuran halus (abu dan pasir
halus) diterbangkan angin dan jatuh sebagai hujan abu,
arahnya tergantung arah angin, karena ukurannya halus, maka
berbahaya bagi pernafasan, mata, dapat mencemari air tanah,
merusak terumbuhan (terutama daun), kosorif pada atap seng
dan pesawat terbang (terutama yang bermesin jet) karena
mengandung unsur-unsur kimia yang bersifat asam.
4) Leleran Lava (Lava Flow)
Lava adalah magma yang mencapai permukaan, sifatnya
liquid (cairan kental) dan bersuhu tinggi, antara 700-12000 C.
karena cair, maka lava umumnya mengalir mengikuti lereng
25

atau lembah dan membakar apa saja yang dilalauinya menjadi


ladang batu.
5) Gas beracun
Gas racun yang muncul dari gunung api tidak selalu di dahului
oleh letusan, akan tetapi dapat keluar dengan sendirinya
melalui celah bebatuan yang ada, meskipun kerap kali diawali
oleh letusan gas utama yang biasa muncul dari celah bebatuan
gunung api adalah CO2, H2S, HCI, SO2 dan CO. yang paling
kerap dan sering menjadi penyebab kematian adalah CO2. Sifat
gas jenis ini lebih berat dari udara sehingga cenderung
menyelinap di dasar lembah atau cekungan terutama bila
malam hari, cuaca kabut atau tidak berangin, karena dalam
suasana tersebut konsentrasinya akan bertambah besar.
Sebagai contoh gunung Tangkubanparahu, Gunung Dieng,
Gunung Gede, dan Gunung Papandayan, terkenal memiliki
karakteristik letusan gas dan sering menelan korban karena
keberadaan gas yang dikandungnya dan dikenal dengan
lembah maut.

b. Bahaya Ikutan (Sekunder)


Bahaya ikutan lettusan gunung api adalah bahaya terjadi setelah
proses peletusan berlangsung. Apabila suatu gunung api meletus
akan terjadi penumpukan material dalam berbagai ukuran di
puncak dan lereng bagian atas. Pada saat musim hujan tiba
sebagian material tersebut akan terbawa oleh air hujan dan tercipta
adonan lumpur yang turun ke lembah sebagai banjir lahar
dingin.33

33
Ferad Puturuhu, Mitigasi Bencana dan Penginderaan Jauh, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015), h.
124
26

E. Hasil Penilitian yang Relevan


Berdasarkan hasil penelitian terhadap penelitian-peneltitan yang
sudah ada, peneltitan yang berkaitan dengan penelitian yang penyusun
lakukan ada beberapa yang sejalur dengan tema dari penelitian yang telah
dilakukan oleh penyusun, diantaranya:

Tabel 2.1
Tabel hasil penelitian yang relevan

Judul
No Hasil Persamaan Perbedaan
Peneliti
Tanggap Darurat Bencana bagaimana 1. sama- 1. Lokasi
Studi Kasus : Tanggap implementasi sama penilitian
Darurat Bencana Gunung tanggap meniliti berbeda
tentang
Api Merapi Kabupaten darurat 2. Lingkup
bencana
Sleman tahun 2010 (Fitra bencana objek
gunung
Haris) gunung api sasaran
api
Merapi tahun penelitian
1 2. sama- kesiapsiagaa
2010 di
sama n lebih luas
Kabupaten
meniliti
Sleman.
mitigasi
bencana
gunung
berapi
27

Analisis 1. Bagaimana 1. Memiliki 1. Tidak


Kesiapsiagaan keselarasan persamaan melibatkan
Masyarakat dan pemerintah dan dalam mencari lembaga
Pemerintah masyarakat dalam tahu pemerintah
dalam menghadapi kesiapsiagaan terkait
Menghadapi bencana. dalam suatu kebencanaan
Erupsi Gunung 2. Mengetahui masyarakat. dalam penelitian
Api Kelud lembaga 2. sama-sama ini.
Tahun 2014 pemerintah yang mengkaji 2. Lingkup objek
(Puspita Indra kinerjanya kurang letusan sasaran
Wardhani, optimal terkait gunung api penelitian

dkk) kebencanaan, kesiapsiagaan


seperti SATLAK lebih luas.
2 PBP, Sebagai
posko pusat yang
menangani segala
kebutuhan,
lembaga khusus
yang menangani
bencana yang
dinilai kurang
perihal
kinerjanya.
Penanganan
banyak dibantu
oleh pihak TNI
dan POLRI
28

F. KERANGKA BERFIKIR

Kerangka berpikir adalah argumentasi-argumentasi logis, easional,


dan kritis mengenai hubungan atau keterkaitan antar variable penelitian
yang disusun peneliti bedasarkan hasil komparasi, analisisis dan sintesisi
teori 34

Kerangka berfikir ini menggambarkan bagan yang menjadi suatu


fondasi dalam penilitian ini. Bagaimana ketika bencana gunung meletus
terjadi dan menimpa masyarakat di sekitar dan bagaimana kesiapsiagaan
masyarakat dalam menghadipanya dan apakah tingkat kesadaran
masyarakat itu sendiri ada atau tidak

Pada setiap jenis penelitian, selalu menggunakan kerangka berfikir


sebagai alur dalam menentukan arah penelitian, hal ini untuk menghindari
terjadinya perluasan pembahasan yang menjadikan penelitian tidak
terarah/ terfokus. Pada penelitian ini maka peneliti menyajikan kerangka
pikir sebagai berikut :

BENCANA GUNUNG
MELETUS

KESIAPSIAGAAN

MASYARAKAT
SIAP ATAU TIDAKNYA MASYARAKAT

EVALUASI

34
Pedoman Penulisan Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta:FITK,2014), h.58.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penilitian


Penelitian dilakukan di wilayah administrasi Desa Galudra, Kecamatan
Cugenang, Kabupaten Cianjur . Luas wilayah Desa Galudra adalah 4.08 km.
Secara astronomis Desa Galudra terletak pada 06◦35’41.7” LU 106◦46’ 07.0”
BT. Adapun lokasi penilitian seperti terlihat pada gambar 3.1

LOKASI PENILITIAN

Gambar 3.1

B. Metode Penelitian
Metode penelitian berisi jenis penelitian yang digunakan peneliti untuk
memecahkan masalah penelitian. Penelitian ini menggunakan metode survei.
Menurut Sofian “Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel

29
30

dari satu populasi dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data
pokok”35

C. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Seperangkat perangkat keras (Hardware) berupa laptop

b. Perangkat lunak computer (software) berupa aplikasi yang


digunakan untuk pengolahan data, antara lain:

1. Microsoft Word untuk penulisan laporan


2. ArcView 3.3 untuk digitasi peta
3. Printer untuk mencetak hasil penelitian
2. Bahan
a. Data Primer
Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat baik yang
dilakukan melalui wawancara, observai dan alat lainnya merupakan data
primer. Data primer diperolehnya sendiri secara mentah-mentah dari
masyarakat dan masih memerlukan analisa lebih lanjut. Data yang
diperoleh dari responden masih sangat polos, tidak menutup-nutupi atau
mengganti dengan jalan pikirannya, diceritakan sesuai yang ia dapat atau
ia lihat sendiri sesuai dengan keadaan senyatanya merupakan data
murni.36
Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai
merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui
catatan tulisan atau melalui perekaman video/audio tapes, pengambilan
foto atau film. Pencatatan data utama melalui wawancara atau

35
Sofian Efendi dan Tukiran, Metode Penelitian Survei, (Jakarta; LP3ES, 2012), Cet. Ke-
XXX, h.3
36
Ibid., h. 79
31

pengamatan berperanserta merupakan hasil usaha gabungan dari


kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya.37 Sumber data primer

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari atau berasal dari kepustakaan disebut


sebagai data sekunder. Data ini digunakan untuk melengkapi data
primer, mengingat bahwa data primer dapat dikatakan sebagai data
praktek yang sacara langsung dalam praktek yang ada secara
langsung dalam praktek di lapangan atau ada di lapangan karena
penerapan suatu teori.38 Data sekunder yang digunakan adalah:

1) Data jumlah penduduk Desa Galudra, Kecamatan Cugenang,


Kabupaten Cianjur
2) Studi kepustakaan yang dapat diperoleh dari literatur yang
relevan dan berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti
seperti artikel, surat kabar, buku, makalah, skripsi, tesis dan
sumber bacaan lain
3) Studi dokumentasi dari media gambar, peta dan dokumen-
dokumen dari dinas terkait mitigasi bencana.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek
yang memunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda
alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada
obyek/subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat
yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu39. Sebelum penelitian
dilaksanakan, terlebih dahulu harus ditentukan populasi penelitian.

37
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2013), h.306
38
Ibid., h.308
39
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D, (Bandung: Alfabeta, 2015), h. 117.
32

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga di Desa Galudra,


Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur

2. Sampel
Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti
tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya
karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. apa yang
dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan
untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus
betul-betul representatif (mewakili)40.
Dilihat dari prinsip pengambilan sampel, jumlah populasi tersebut
akan diambil sampelnya dengan merujuk pada pendapat Suharsimi
Arikunto yaitu: “apabila obyeknya kurang dari 100 orang, lebih baik
diambil semuanya sehingga penelitiannya merupakan penelitian
populasi. Sebaliknya, apabila obyeknya lebih besar dapat diambil
10%-15% atau 20% atau lebih41.
E. Tahapan Penelitian
Tahap-Tahap Penelitian Tahap-tahap penelitian ini dibagi menjadi 3 tahap
yaitu :
1. Menentukan masalah penelitian, dalam tahap ini peneliti mengadakan
studi pendahuluan.
2. Pengumpulan data, pada tahap ini peneliti mulai dengan menentukan
sumber data, yaitu buku-buku yang berkaitan dengan kesiapsiagaan
bencana, mitigasi bencana dan tentang gunung api. Pada tahap ini
diakhiri dengan pengumpulan data dengan menggunakan metode
observasi, wawancara dan dokumentasi.

40
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D, (Bandung: Alfabeta, 2015), h. 118.
41
Suharsimi Arikunto , Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Rineka Cipta,
2013, Cet. Ke-15), h. 173.
33

3. Analisis dan penyajian data, yaitu menganalisis data dan akhirnya


ditarik suatu kesimpulan
F. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini untuk memperoleh data yang diperlukan, penulis
melakukan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu :
1. Kuesioner (Angket)
Kuesioner meliputi berbagai instrument di mana subjek
menanggapi untuk menulis pertanyaan untuk mendapatkan reaksi,
kepercayaan dan sikap. Peneliti memilih atau membangun perangkat
pertanyaan yang tepat dan meminta kepada subjek untuk
menjawabnya, biasanya dalam suatu form yang meminta subjek
untuk mengecek responden ( misalnya: ya, tidak, mungkin)42. Teknik
ini untuk mengumpulkan data melalui komunikasi secara tidak
langsung, dalam hal ini sampel penelitian yaitu sebagian warga Desa
Galudra, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur. Kuisioner ini
akan disebarkan pada warga Desa Galudra yang berjumlah ….
Kepala Keluarga, untuk menggali data tentang pengetahuan dan
sikap , rencana tanggap darurat, sistem peringatan bencana dan
mobilisasi sosial dalam menghadapi bencana letusan gunung api.
Adapun kisi-kisi angket seperti terlihat pada Tabel 3.1, menjelaskan
tentang indikator, nomor soal dan jumlah butir soal.

Tabel 3.1
Kisi-kisi Angket
Jumlah
No. Indikator Nomor Soal
Soal
1. Pengetahuan dan Sikap 1,2,3,4,5,6 6
2. Rencana tanggap darurat 7,8,9,10,11,12 6
3. Sistem peringatan bencana 13,14,15,16,17,18 6

42
Uhar Suharsaputra, Metode Penelitian:Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan, (Bandung:
PT Refika Aditama, 2012), h. 97.
34

4. Mobilisasi sosial 19,20,21,22,23,24 6

2. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti
ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang
harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam dan jumlah repondennya sedikit/kecil43.
Adapun informan yang akan diwawancarai dalam penelitian ini antara lain
kepala desa dan tokoh masyarakat serta masyarakat asli Desa Galudra,
Kabupaten Cianjur, untuk menggali tentang kesiapsiagaan masyarakat dalam
menghadapi bencana letusan gunung api dan peran pemerintah setempat
dalam melakukan tindakan saat bencana letusan gunung api terjadi.
Adapun tabel pedoman wawancara seperti terlihat pada Tabel 3.2,
menjelaskan tentang indikator, nomor soal dan jumlah soal.
Tabel 3.2
Pedoman Wawancara
No. Indikator Nomor Soal Jumlah Soal
1. Pengetahuan dan Sikap 1 1
2. Rencana Tanggap Darurat 2 1
3. Sistem Peringatan Bencana 3 1
4. Sistem Peringatan Bencana 4 1
5. Mobilisasi Sosial 5 1

3. Studi Dokumen
Studi dokumen dilakukan peneliti untuk mengumpulkan data yang
berkaitan dengan situasi sosial warga Desa Galudra, Kecamatan Cugenang,
Kabupaten Cianjur. Kemudian yang dapat dijadikan data dokumentasi yaitu
berupa tulisan, gambar, atau karya-karya monumental seseorang atau

43
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D, (Bandung: Alfabeta, 2015), h. 194.
35

masyarakat sekitar, serta sebagai data pendukung dari data observasi dan
wawancara44.
Dan yang terakhir tabel studi dokumen seperti terlihat pada Tabel 3.3,
menjelaskan tentang dokumen yang dibutuhkan dan sumber dokumen lainnya
yang mendukung.
Tabel 3.3
Data yang Dibutuhkan
No. Dokumen yang Dibutuhkan Sumber
1. Data Monografi Desa Galudra, Kantor Desa Galudra,
Kabupaten Cianjur Kabupaten Cianjur
2. Data penduduk Desa Galudra, Kabupaten Kepala Desa Galudra,
Cianjur Kabupaten Cianjur

G. Langkah-langkah Pengolahan Data dan Analisis Data


Sesuai teknik pengolahan data, mencakup dua karakteristik yaitu data
kuantitatif dan kualitatif. Untuk mengelola data dengan metode kuantitatif dalam
penulisan ini, penulis melakukan langkah sebagai berikut:
1. Editing yaitu memeriksa kembali jawaban daftar pertanyaan yang diserahkan
oleh responden. Kemudian angket tersebut diperiksa satu persatu, tujuannya
untuk mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada pada daftar pertanyaan
yang telah diselesaikan. Jika ada jawaban yang diragukan atau tidak dijawab,
maka penulis menghubungi responden yang bersangkutan untuk
menyempurnakan jawabannya.
2. Scoring yaitu merupakan tahap pemberian skor terhadap butir-butir
pertanyaan yang terdapat dalam angket. Dalam setiap pertanyaan dalam
angket terdapat 2 butir jawaban yaitu: ada dan tidak ada yang harus dipilih
oleh responden.

44
Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&d, (Bandung:
Alfabeta, 2012, h 329.
36

3. Tabulating yaitu setelah diketahui setiap indikatornya, maka seluruh data


tersebut ditabulasikan dalam bentuk tabel untuk kemudian diketahui
perhitungannya45.

Adapun dari data wawancara dan dokumentasi merupakan data kualitatif yang
berguna untuk melengkapi data kuantitatif yang akan digunakan sebagai
pendukung.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dengan


pendekatan kuantitatif. Penelitian ini bertujuan memaparkan data hasil
pengamatan tanpa diadakan pengujian hipotesis. Data yang terkumpul ditata
dalam tabel frekuensi. Tabel tersebut akan menghasilkan gambaran secara
deskriptif mengenai kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana letusan
gunung api.
Gambaran tentang kesiapsiagaan diperoleh dari pemberian asumsi nilai
skoring kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana bencana letusan
gunung api yang dibagi menjadi parameter kesiapsiagaan yaitu, sangat siap, siap,
kurang siap, tidak siap, dan sangat siap.
Nilai skor tersebut diperoleh dari pemberian asumsi skor pada setiap
jawaban instrument. Kemudian dari nilai skor dicari nilai terendah dan
tertingginya. Apabila nilai sudah diketahui nilai terendah dan tertinggi maka akan
digunakan dalam mencari interval skor untuk pemberian nilai pada setiap
kategori. Untuk menganalisis tingkat kesiapsiagaan digunakan rumus sebagai
berikut:

i=

Keterangan : i = lebar interval

R = nilai tertinggi dikurangi nilai terenda

45
Mardialis Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES,
1989), H.137.
37

Asumsi nilai skor kesiapsiagaan terhadap bencana letusan gunung api dapat
dilihat pada Tabel 3.4

Tabel 3.4

Nilai Skor Kesiapsiagaan terhadap Bencana Letusan Gunung Api

No. Variabel Indikator Alternatif Jawaban Skor


1. Pengorganisasian, Pengetahuan tentang a. Mengetahui 1
penyuluhan,pelatih bencana b. Tidak mengetahui 0
an, dan gladi Pengetahuan tentang a. Mengetahui 1
tentang bencana letusan b. Tidak mengetahui 0
mekanisme gunung api
tanggap darurat Pengetahuan tentang a. Mengetahui 1
penyebab letusan b. Tidak mengetahui 0
gunung api
Tanda-tanda akan a. Mengetahui 1
terjadi letusan gunung b. Tidak mengetahui 0
api
Pengetahuan tentang a. Mengetahui 1
dampak letusan b. Tidak mengetahui 0
gunung api
Sikap saat terjadi a. Mengungsi 1
letusan gunung api b. Tetap tinggal 0
dirumah
2. Penyediaan dan Rencana evakuasi a. Ada rencana 1
penyiapan bhan evakuasi
barang dan b. Tidak ada rencana 0
peralatan untuk Alat transportasi a. Ada alat 1
pemenuhan untuk keadaan darurat transportasi untuk
pemulihan keadaan darurat
prasarana dan b. Tidak ada alat
sarana transportasi untuk 0
keadaan darurat

Kerabat/keluarga yang a. Ada 1


menyediakan tempat kerabat/keluarga
pengungsian yang
sementara menyediakan
tempat
pengungsian
b. Tidak Ada 0
kerabat/keluarga
yang
38

menyediakan
tempat
pengungsian
Perlengkapan a. Ada perlengkapan 1
evakuasi dan barang- evakuasi
barang b. Tidak ada
perlengkapan 0
evakuasi
Obat-obatan untuk a. Ada obat-obatan 1
pertolongan pertama b. Tidak ada obat-
obatan 0
Pembagian tugas a. Ada pembagian 1
dalam tindakan tugas
penyelamatan b. Tidak ada
pembagian tugas 0
3. Pengorganisasian, Sistem peringatan a. Ada peringatan 1
pemasangan, dan berbasis kesepakatan b. Tidak ada 0
pengujian sistem lokal Peringatan
peringantan dini.
Alat penanda a. ada (sebutkan) 1
peringatan bencana b. tidak ada 0
letusan gunung api

Sistem peringatan dari a. Ada sistem 1


informasi resmi peringatan dari
informasi resmi
b. tidak ada 0
peringatan dari
informasi resmi

Sistem peringatan a. Ada 1


berbasis teknologi b. Tidak ada
0
Simulasi atau latihan a. Pernah mengikuti 1
evakuasi b. Tidak perna
mengikuti
0
Jumlah keikutsertaan a. 1 atau lebih dari 1 1
dalam pelatihan kali
kebencanaan b. Belum pernah 0
Anggota keluarga a. Ada anggota 1
yang pernah keluarga yang
mengikuti mengikuti
seminar/pertemuan/ b. Tidak ada 0
workshop/pelatihan anggota keluarga
39

mengenai yang mengikuti


kesiapsiagaan bencana

4. Penyusunan data Kepemilikan materi a. Ya memiliki 1


akurat, informasi, bencana Letusan b. Tidak memiliki
dan pemutakhiran Gunung Api 0
prosedur tetap Akses informasi dari a. Ya memiliki 1
tanggap darurat sumber lain mengenai b. Tidak memiliki 0
bencana letusan gunung api
Anggota keluarga a. Ya ada 1
yang memiliki b. Tidak ada 0
keterampilan
mengenai
kesiapsiagaan bencana
Pendanaan untuk a. Ada 1
menghadapi bencana dana/anggaran
b. Tidak ada 0
dana/anggaran
Jaringan sosial a. Ada bantuan 1
(Saudara/teman) yang b. Tidak ada 0
siap membantu saat bantuan
bencana

Kesepakatan di dalam a. Ya ada 1


keluarga untuk b. Tidak ada 0
melakukan simulasi
bencana
Skor tertinggi 25
Jumlah
Skor terendah 0

Berdasarkan Tabel 3.4 tentang nilai skor kesiapsiagaan terhadap bencana


letusan gunung api diperoleh nilai skor tertinggi adalah 25 dan nilai skor terendah
adalah 0. Nilai skor tersebut digunakan untuk mencari niai interval skor dengan
rumus sebagai berikut:
i=

i=

i=5
Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh nilai interval skor yaitu 5.
Interval skor tersebut dapat digunakan untuk menentukan nilai pada setiap
40

kategori kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana letusan gunung api


seperti terlihat pada Tabel 3.5

Tabel 3.5
Skor Kategori Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat
No. Interval skor Kategori parameter
1. 21 – 25 Sangat siap
2. 16 – 20 Siap
3. 11 – 15 Kurang siap
4. 6 – 10 Tidak siap
5. 0–5 Sangat tidak siap

H. Teknik Pemeriksaan Keabsahan data


Tenik pemeriksaan keabsaha data atau uji kebsahan data dalam penelitian
kualitatif ini, di tekankan pada validitas dan realibilitas. Validitas merupakan
derajat ketepatan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan data yang
dapat dilaporkan oleh peneliti, sedangkan relibilitas berkenaan dengan derajat
konsistensi dan stabilitas data atau temuan. Oleh karena itu Susan Stainback
menyatakan bahwa, “penelitian kuantitatif lebih menekankan pada aspek
realibilitas, sedangkan penelitian kualitatif lebih pada aspek validitas”.46

Dalam penelitian kualitatif terdapat dua macam validitas penelitian, yaitu


validitas internal yang berkenaan dengan derajad akurasi desain penelitian dengan
hasil yang dicapai, kalau dalam desain penelitia dirancang untuk menkaji
kehidupan sosial masyarakat Urban, maka data yang diperoleh seharusnya data
yang akurat tentang kehidupan sosial masyaratak urban. Penelitiian menjadi tidak
valid apabila yang ditemukan adalah motivasi masyarakat urban.

46
Sugiyono, metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dan R&D. (Bandung: alfabeta
2013), hal. 240.
41

“jadi uji keabsahan data dalam penelitian kualitaitif meliputi uji Credibility
(validitas internal), Transferability (validitas eksternal), Dependability
(realibilitas), dan Comfirmabilility (obyektibilitas).47
Jadi, maksud perpanjang waktu uji keabsahan data yang dilakukan agar
data yang diperoleh peneliti memungkinkan meningkatkan derajad kepercayaan.
Sehingga terbangun rasa percaya subjek terhadap peneliti dan juga kepercayaan
diri peneliti sendiri. Ketekunan dan keseriusan pengamatan bermaksud untuk
menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situsai yang sangat relevan dengan
persoalanatau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal
tersebut secara rinci.
Trigulasi data yaitu memeriksa keabsahan data melalui sumber, metode
penyidik teori. Trigulasi data dengan sumber yang digunakan untuk
memcocockan hasil wawancara yang telah dilakuakn dengan data yang diperoleh
dari hasil pengamatan dan dokumentasi, membandingkan apa yang ada dari
sumber data di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, dan apa
yang dikatakan informan dalam situasi penelitian dengan perspektif orang lain
ketika ketika sendirian.
Auting, yaitu pemeriksaan keabsahan data yang diperoleh dalam proses
pengumpulannya, dengan dilakuakan pencocokan semua catatan-catatan
pelaksanaan keseluruhan proses penelitian dengan dokumentasi yang berkaitan
dengan fokus penelitian.

47
Ibid., hal. 240.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Daerah Penelitian


1. Letak Geografis Daerah Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Secara geografis gunung Gede tereletak pada koordinat
06◦35’41.7” LU 106◦46’ 07.0” BT, sedangkan secara administratif
Gunung ini berada di dua wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Cianjur dan
Kabupaten Sukabumi, dengan ketinggian 2958 MDPL, Gunung Gede
merupakan gunung tertinggi ke-3 di Jawa Barat. Sedangkan penelitian yang
akan dilakukan berada di Kecamatan Cugenang, Desa Galudra yang
merupakan bagian dari Kabupaten Cianjur.

Secara administratif Desa Galudra terletak pada :

Arah Desa/Wilayah
Utara Desa Ciputri
Timur Desa Cibeurem
Selatan Desa Sukamulya
Barat Kabupaten Sukabumi

b. Kondisi Iklim
Desa Galudra termasuk Desa yang berada di kawasan dataran
tinggi yaitu 750-1.200 mdpl, dimana iklim curah hujannya 2.500
mm/th, jumlah bulan hujan 3-6 bulan, suhu rata-rata harian 26-320 C.
dengan perincian sebagai berikkut :
1) Musim Kemarau berlangsung antara bulan Juni – Oktober
2) Musimpenghujan berlangsung antara bulan November – mei,
dengan curah hujan rata-rata 2.000 – 2.500 mm/tahun, dan curah
hujan paling tinggi terjadi antara bulan Desember – Maret.
c. Kondsisi Geologi dan Geomorfologi

42
43

Kawasan Desa Galudra hampir didominasi oleh betuk bentang


alam yang memperlihatkan relief baik halus maupun kasar,
membentuk bukit-bukit dengan kemiringan lereng yang bervariasi.
2. Kondisi Sosial Daerah Penelitian
a. Jumlah Penduduk menurut kelompok umur
Umur responden kondisi umum masyarakat Desa Galudra yang
menjadi subyek penelitian. Umur tersebut dihitung dari tahun
responden lahir hingga pada saat penelitian ini diambil dan diukur
dalam satuan tahun. Hasil penelitian menunjukan bahwa umur
responden yang termuda 17 tahun sedangkan umur tertua 65 tahun.
Karakteristik umur responden dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1
Data Penduduk menurut Kelompok Umur

JUMLAH
NO RENTANG UMUR Jumlah
Laki-laki Perempuan
1 0-4 204 177 381
2 5-9 206 169 375
3 10-14 192 162 354
4 15-19 165 144 309
5 20-24 171 153 324
6 25-29 145 110 255
7 30-34 155 119 274
8 35-39 191 166 357
9 40-45 165 133 298
10 46-49 178 153 331
11 50-54 156 135 291
12 55-59 99 80 179
13 60-64 82 109 191
44

Tabel 4.1 (lanjutan)

14 65-69 81 69 150
15 70-74 65 49 114
16 75 keatas 89 76 165
Jumlah 2.371 1.977 4.348
Sumber : Cianjur dalam Angka 2017
Adapun penjelasan Tabel 4.1 dapat dilihat lebih ringkas pada
gambar 4.3 guna memudahkan untuk pengelompokan penduduk
berdasarkan kelompok umur

75+
70-74
65-69
60-64
55-59
50-54
46-49
40-45
35-39
30-34
25-29
20-24
15-19
10-14
5-9
0-4
10 5 0 5 10

Gambar 4.3 Piramida Penduduk Desa Galudra


Menurut Jenis Kelamin
B. Deskripsi Responden
1. Karaktersitik Responden
Pengumpulan data di lapangan tentang kesiapsiagaan masyarakat
dalam menghadapi bencana letusan Gunung Gede yaitu menyebar angket
ke beberapa warga di Desa Galudra dan wawancara kepada aparatur Desa
dan beberapa warga asli Desa Galudra yang merupakan data konkret untuk
dijadikan sebagai bahan penelitian dan penulisan skripsi.
a. Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat Umur
Umur responden merupakan kondisi umum masyarakat Desa
Galudra, Desa Galudra yang menjadi subyek penelitian. Umur tersebut
45

dihitung dari tahun responden lahir hingga pada saat penelitian ini
diambil dan diukur dalam satuan tahun. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa umur responden yang termuda adalah 17 tahun
sedangkan umur tertua 63 tahun. Karakteristik umur responden dapat
dilihat pada Tabel 4.2
Tabel 4.2
Karaktersitik Responden Desa Galudra menurut Umur
No. Kelompok Umur Responden (Th) Jumlah Persentase (%)
1 < 20 3 12%
2 20 – 29 5 20%
3 30 – 39 7 28%
4 40 – 49 5 20%
5 50 – 59 2 8%
6 > 60 3 12%
Jumlah 25 100%

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa umur responden paling


banyak yaitu keompok umur 30 – 39 sebesar 7 jiwa atau sebesar 28%,
dan jumlah responden paling sedikit pada rentang umur 50 - 59 tahun
sebesar 2 jiwa atau sebesar 8%. Data tersebut menunjukan bahwa
hampir semua responden tergolong dalam umur yang produktif.
Masyarakat pada umur yang masih produktif akan lebih aktif
dalam meningkatkatkan pengetahuan terhadap bencana dan dalam
melakukan upaya meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi
bencana letusan Gunung.
b. Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini adalah
pendidikan formal responden yaitu tahun sukses atau lamanya
pendidikan formal. Yang pernah diikuti oleh responden. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seeseorang maka semakin luas pengetahuan
dan wawasannya, sehingga pemikirannya lebih berkembang dalam
46

menghadapi dalam menyikapi masalah termasuk juga dalam


melakukan upaya kesiapsiagaan bencana letusan Gunung. tingkat
pendidikan responden seperti terlihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3
Karakteristik Responden Desa Galudra Menurut Tingkat
Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)
1 Tidak Sekolah 1 4%
2 Lulus SD 3 12%
3 Lulus SMP 4 16%
4 Lulus SMA 16 64%
5 Lulus Akademik/PT 1 4%
Jumlah 25 100%

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa tingkat


pendidikan terendah adalah tidak sekolah dan tingkat pendidikan
tertinggi adalah sarjana. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
maka akan semakin baik pengetahuan yang dimiliki terkait bencana,
salah satunya bencana letusan Gunung. Tabel 4.3 menunjukan tingkat
pendidikan responden dengan tingkat terbanyak yaitu pada jenjang
SMA sebesar 64%. Responden dengan tingkat pendidikan yang paling
sedikit adalah tidak sekolah dan sarjana sebesar 4%. Secara
keseluruhan tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini cukup
baik, karena sebagian besar responden mengikuti pendidikan formal
dengan sukses tamat SD, SMP, SMA maupun tamat akademik atau
perguruan tinggi.
c. Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Pekerjaan
Pekerjaan merupakan gambaran kegiatan ekonomi yang dilakukan
seseorang untuk memenuhi kebutuhan dan kelangsungan hidupnya.
Adapun karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan seperti
terlihat pada Tabel 4.4
47

Tabel 4.4
Karakteristik Responden Menurut Jenis Pekerjaan
No Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
1 Pelajar 3 12%
2 Pedagang 5 20%
3 Petani 6 24%
4 Karyawan 1 4%
5 Ibu Rumah Tangga 10 40 %
Jumlah 25 100%

Dari Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden


dalam penelitian ini memliki pekerjaan sebagai Ibu rumah tangga
sebesar 40% dan pekerjaan responden paling sedikit dengan presentase
terendah adalah Karyawan sebesar 4%. Dan Ibu rumah tangga menjadi
sektor paling banyak di masyarakat Desa Galudra. Namun ada juga
yang bekerja sebagai petani sebesar 24% karena di desa ini banyak
perkebunan sayuran bahkan di depan perkarangan rumah sendiri
rumah sendiri warga menanam sayuran dan sebanyak 20% memiliki
pekerjaan pedagang yang berjualan di pasar Cipanas . Semakin baik
kondisi perekonomian seseorang maka kemampuan untuk menyiapkan
tabungan menghadapi bencana dan perlengkapan untuk keadaan
darurat ketika terjadi bencana letusan Gunung dapat terpenuhi.
d. Karakteristik Responden berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah anggota keluarga merupakan jumlah banyaknya anggota
keluarga yang berada dalam satu rumah. Semakin sedikit anggota
keluarga maka dalam proses evakuasi saat terjadi bencana letusan
Gunung datang akan lebih efektif dan dapat meminimalisir munculnya
korban. Jumlah anggota keluarga dapat disajikan pada Tabel 4.5.
48

Tabel 4.5
Karakteristik Responden Desa Galudra Menurut Jumlah
Anggota Keluarga
No Jumlah Anggota Jumlah Persentase (%)
Keluarga
1 1–2 9 36%
2 3–4 11 44%
3 5–6 4 16%
4 >7 1 4%
Jumlah 25 100%

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar


responden Desa Galudra memiliki jumlah keluarga 3-4 jiwa yaitu
sebesar 44%. Responden dengan 1-2 jiwa sebesar 36%, sedangkan
presentasi paling rendah 4% dengan jumlah anggota keluarga lebih
dari 7 jiwa. Jumlah anggota keluarga menjadi kerakteristik responden
dalam penelitian ini karena dalam proses evakuasi saat keadaan
darurat, seseorang kepala keluarga bertanggung jawab penuh atas
keselamatan seluruh anggota keluarga, jadi semakin sedikit jumlah
anggota keluarga maka akan mempermudah dalam proses evakuasi.
C. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Hasil Observasi
Dari hasil observasi dapat dilihat lokasi Desa Galudra berada
didekat lereng Gunung Gede sehingga sangat rentan terhadap dampak
bencana letusan. Kondisi ini tentunya membuat masyarakat harus lebih
hati-hati dan mempersiapkan bencana letusan jika sewaktu-waktu bencana
itu datang masyarakat harus sudah mempersiapkan alat transportasi guna
memudahkan saat evakuasi masyarakat yang terkena bencana letusan, alat
transportasi ini sangat penting guna meminimalisir kerugian dan
kehilangan harta benda.
49

Di Desa Galudra alat transportasi yang digunakan sudah memenuhi


kriteria standar keamanan dan memiliki daya tampung yang cukup banyak.
Karena cukup banyak kendaraan berjenis pick up yang biasa digunakan
mengangkut sayuran. Meskipun demikian, tidak semuanya masyarakat
dapat terlayani atau terevakuasi semuanya secara bersamaan, tentunya ada
warga masyarakat yang memiliki kendaraan pribadi untuk mengangkut
dan mengevakuasi keluarga maupun membawa harta benda yang akan
diamankan.
Selain alat transportasi yang digunakan, ada juga penunjang untuk
memudahkan saat evakuasi jika bencana letusan gunung Gede terjadi
adalah penunjuk jalur evakuasi. Namun dari hasil pengamatan yang
dilakukan hanya sedikit saja jalur evakuasi terpasang di beberapa simpang
jalan maupun titik-titik pertemuan jalan dan papan jalur penunjuk jalur
evakuasi pun memilki ukuran yang kecil.

2. Hasil Angket
a. Pengetahuan dan Sikap Responden terhadap Kesiapsiagaan
Letusan Gunung Gede
Pengetahuan dan sikap masyarakat merupakan hal mendasar yang
semestinya dimiliki oleh masyarakat. Hal ini meliputi pemahaman
tentang bencana, penyebab, gejala atau tanda, pengalaman akan
bencana, dampak yang ditimbulkan, maupun sikap apa yang dilakukan
bila terjadi bencana letusan Gunung.
1) Pemahaman tentang bencana
Pemahaman masyakat tentang bencana dapat dijadikan dasar bagi
masyarakat untuk melakukan aktivitas yang tepat dalam
mengantisipasi datangnya bencana. Pemahaman mengenai bencana
termasuk hal yang paling dasar untuk menghadapi bencana.
Pengetahuan masyarakat Desa Galudra mengenai bencana letusan
Gunung Gede dapat dilihat pada Tabel 4.6.
50

Tabel 4.6
Pengetahuan Responden tentang Bencana
Pengetahuan Responden
No Frekuensi Presentase (%)
tentang Bencana
1 Perisriwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan
15 60%
yang berasal dari alam maupun
tidak
2 Peristiwa rusaknya lingkungan,
10 40%
pemukiman oleh bencana
Jumlah 25 100%

Bersarkan Tabel 4.6 dari 25 responden, sebanyak 15 responden


atau sebesar 60% menjawab bencana adalah peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan yang berasal dari alam
maupun tidak. Sebanyak 10 responden atau 40% menjawab bahwa
bencana adalah peristiwa rusaknya lingkungan rumah akibat bencana.
Dapat disimpulkan bahwa masyarakat mengetahui bencana letusan
Gunung dapat mengakibatkan rusaknya pemukiman dan lingkungan.
2) Pengetahuan tentang bencana letusan Gunung
Pemahaman masyarakat tentang bencana banjir dapat dijadikan
dasar bagi masyarakat untuk melakukan aktivitas yang tepat dalam
mengantisipasi datangnya bencana letusan Gunung Gede. Pengetahuan
masyarakat Desa Galudra mengenai bencana letusan Gunung Gede
disajikan pada Tabel 4.7.
51

Tabel 4.7
Pengetahuan Responden tentang Bencana Letusan Gunung Gede
Pengetahuan responden
No. tentang Bencana Letusan Frekuensi Presentase (%)
Gunung Gede
1 Gunung Gede merupakan 20 80%
Gunung yang masih aktif
2 Gunung Gede merupakan 5 20%
Gunung yang tidak aktif
Jumlah 25 100%

Berdasarkan Tabel 4.7 dari 25 responden, sebanyak 20 responden


atau sebesar 80% menjawab bahwa Gunung Gede merupakan Gunung
yang masih aktif dan berpotensi untuk meletus, namun, sebanyak 5
responden atau sebesar 20% menjawab bahwa Gunung Gede
dikategorikan Gunung yang sudah mati atau tidak aktif lagi, dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat desa Galudra sudah
mengetahui bahwa Gunung Gede merupakan gunug api yang masih
aktif dan berpotensi meletus.
3) Pengetahuan tentang penyebab letusan Gunung
Pengetahuan masyarakat tentang penyebab bencana letusan
Gunung Gede dapat dijadikan acuan bagi masyarakat agar dapat
diketahui hal-hal apa saja yang menjadi penyebab bencana letusan
Gunung Gede. pengetahuan masyarakat Desa Galudra mengenai
penyebab bencana letusan Gunung Gede, disajikan pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8
Pengetahuan Responden tentang Penyebab Letusan Gunung Gede
Pengetahuan Responden
No tentang Bencana Letusan Frekuensi Presentase (%)
Gunung
1 Diakibatkan leh tekanan 20 80%
gas dari dalam perut bumi
2 Gerakan batuan dan tanah 5 20%
didalam perut bumi
52

Jumlah 25 100%

Berdasarkan tabel 4.8 dari 25 responden, sudah hampir sepenuhnya


mengetahui penyebab terjadinya bencanaletusan Gunung Gede,
sebanyak 20 responden atau sebanyak 80% sudah mengetahui
penyebab terjadinya bencana letusan Gunung itu disebabkan oleh
magma yang mengendap dan didorong keluar gas bertekanan tinggi,
sedangkan sebagian kecil responden menjawab bahwa penyebab
terjadinya letusan Gunung adalah disebabkan oleh gerakan tanah dan
dorongan oleh tanah perut bumi, jadi dapat disimpulkan bahwa sudah
hampir semua masyarkat Desa Galudra sudah mengetahui penyebab
bencana letusan Gunung Gede.
4) Pengetahuan Tanda-tanda akan terjadi letusan Gunung
Pengetahuan masyarakat tentang tanda-tanda bencana letusan
Gunung Gede dapat dijadikan acuan bagi masyarakat agar dapat
mengetahui hal-hal apa saja yang akan terjadi jika akan terjadi bencana
letusan Gunung Gede. Setidaknya jika sudah mengetahui tanda-tanda
bencana letusan Gunung agar masyarkat dapat waspada dan siap dalam
menghadapi bencaca letusa Gunung Gede. Pengetahuan masyarakat
Desa Galudra seperti terlihat pada Tabel 4.9.
53

Tabel 4.9
Pengetahuan Masyarakat tentang Tanda-tanda Letusan
Gunung
Pengetahuan Responden
No tentang Tanda-tanda Frekuensi Persentase (%)
letusan Gunung
1 Hewan-hewan berpindah 15 60%
ke pemukiman
2 Sering terjadi gemuruh 9 36%
disekitar kawah
3 Tidak mengetahui 1 4%
Jumlah 25 100%

Berdasarkan Tabel 4.9 dari 25 responden dapat diketahui


hanya 1 responden atau sebesar 4% saja yang tidak mengetahui tanda-
tanda akan terjadinya bencana letusan Gunung Gede, sebanyak 9
responden atau sebesar 36% menjawah bahwa tanda-tanda adalah
sering terjadinya suara gemuruh di sekitar kawah gunung dan tercium
bau belerang yang menyengat, dan sisanya sebanyak 15 responden
atau sebesar 60% menjawab jika akan terjadi bencana letusan Gunung
adalah jika hewan-hewan yang tinggal disekitar gunung mulai turun ke
pemukiman, jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat Desa Galudra
sudah mengetahui tanda-tanda akan terjadinya bencana letusan
Gunung Gede.
5) Pengetahuan tentang dampak letusan Gunung
Pengetahuan mengenai dampak letusan Gunung sangat penting,
jika masyarakat mengethaui dampak letusan Gunung makan akan
mengetahui hal apa yang seharusnya dilakukan saat terjadi bencana
letusan Gunung terjadi. Pengetahuan mengenai dampak bencana
letusan Gunung disajikan dalam Tabel 4.10.
54

Tabel 4.10
Pengetahuan Mengenai Dampak Letusan Gunung
No Pengetahuan Mengenai Frekuensi Persentasi (%)
Dampak Letusan Gunung
1 Mengetahui dampak 25 100%
letusan Gunung
2 Tidak mengetahui dampak 0 0%
letusan Gunung
Jumlah 25 100%

Berdasarkan Tabel diatas seluruh responden mengetahi apa itu


dampak yang ditimbulkan dari letusan gunug api Gede, ada yang
menjawab dapat menelan korban jiwa, kehilangan harta benda,
kerusakan lingkungan, kehilangan dokumen penting dan lain
sebagainya. Pengetahuan tentang dampak bencana letusan Gunung
yang sudah diketahui ini dapat menjadi pedoman masing-masing
responden maupun masyarakat ketika akan menghadapi bencana
letusan Gunung Gede terjadi, guna mengrangi resiko bencana dan
meminimalisir dampak yang ditimbulkan.
6) Sikap saat terjadi letusan Gunung.
Sikap terhadap bencana letusan Gunung adalah keputusan yang
akan diambil saat Gunung meletus. Sikap ini meliputi apakah
masyarakat akan mengungsi saat terjadi bencana letusan Gunung atau
mengungsi ke tempat yang lebih aman atau pergi ke tempat
pengungsian.sikap masyarakat Desa Galudra terhadap bencana letusan
Gunung Gede dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11
Sikap Responden terhadap Bencana Letusan Gunung Gede
Sikap Responden Persentase
No terhadap Bencana Frekuensi
(%)
Letusan Gunung Gede
1 Menyelamatkan diri dan 25 100%
55

keluarga ke tempat yang


lebih aman atau mengungsi
2 Tetap tinggal di rumah 0 0%
Jumlah 25 100%

Berdasarkan Tabel 4.11 dari 25 responden sebanyak 25 responden


atau sebesar 100% menjawab akan melakukan sikap menyelamatkan
diri atau mengungsi dan keluarga ke daerah yang lebih aman jika
terjadi letusan Gunung Gede. Dapat disimpulkan banyaknya responden
yang memilki sikap untuk menyelamtkan diri, menandakan bahwa
masyarakat telah memiliki kesadaran dan sikap yang tepat jika
sewaktu-waktu terjadi bencana, sehingga dapat mengurangi risiko
jatuhnya korban jiwa maupun harta benda.
b. Rencana tangap Darurat
Recana tanggap darurat menjadi bagian yang penting dalam suatu
proses kesiapsiagaan, terutama yang terkait dengan evakuasi,
pertolongan dan penyelamatan, agar korban bencana dapat
diminimalkan
1) Rencana evakuasi.
Rencana evakuasi merupakan hal yang dilakukan sebelum
bencana letusan Gunung Gede dating. Adanya rencana evakuasi
akan membantu keselamatan masyarakat itu sendiri dan keluarga.
Jika masyarakat memiliki rencana untuk mengevakuasikan diri saat
terjadi bencana letusan Gunung, berarti masyarakat tersebut
memiliki sikap yang tepat agar mengurangi risiko jatuhnya korban
jiwa. Sedangkan jika masyarakat tidak memiliki rencana evakuasi
maka akan meningkatkan risiko jatuhnya korban jiwa, dikarenakan
ketidak siapannya masyarakat. Rencana evakuasi masyarakat Desa
Galudra jika terjadi bencana letusan Gunung Gede disajikan pada
Tabel 4.12.
56

Tabel 4.12
Rencana Evakuasi Responden saat Terjadi Bencana letusan
Gunung Gede

Rencaana Evakuasi Persentase


No Responden saat terjadi Frekuensi
(%)
Letusan Gunung Gede
1 Memilki rencana evakuasi 25 100%
2 Tidak memilki rencana evakuasi 0 0%
Jumlah 25 100%

Berdasarkan Tabel 4.12 dari 25 responden sebeesar 22


responden atau sebanyak 100% menjawab telah memiliki rencana
evakuasi demi keselamatan keluarga. Dan tidak ada satupun
responden yang memilih untuk menetap di rumah atau tidak ada
rencana untuk melakukan evakuasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa
masyarakat Desa Galudra sudah memiliki rencana untuk evakuasi
ke daerah yang lebih aman, sikap ini merupakan sikap yang tepat
dilakukan guna dapat mengurangi risiko jatuhnya korban jiwa.
2) Alat transportasi untuk keadaan darurat
Alat transportasi untuk keadaan darurat merupakan alat
yang dapat memudahkan bagi masyarakat dalam proses
evakuasi menuju tempat pengungsian atau derah yang lebih
aman. Kepemilikan alat transportasi untuk keadaan darurat
memilki peran penting dalam proses evakuasi yang lebih cepat
dan efisien. Kepemilikan alat transportasi untuk keadaan
darurat disajikan pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13
Kepemilikan Alat Transportasi untuk Keadaan Darurat

No Kepemilikan Alat Persentase (%)


Transportasi untuk Frekuensi
57

Keadaan Darurat
1 Memilki alat transportasi 23 92%
2 Tidak Memilki alat
2 8%
transportasi
Jumlah 25 100%

Berdasarkan Tabel 4.13 dari 25 resoponden sebanyak 23


responden atau sebesar 92% sudah memilki kendaraan untuk
proses evakuasi. Dan hanya 2 responden atau sebesar 8% saja yang
tidak memiliki alat transportasi untuk proses evakuasi dan mereka
hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah setempat atau hanya
sekedar berlari saat keadaan darurat. Jadi dapat disimpulkan bahwa
sudah sebagian besar masyarakat Desa Galudra sudah memilki
kendaraan untuk menyelamatkan diri ke tempat yang lebih aman.
3) Kerabat/keluarga yang menyediakan tempat pengungsian
sementara
Tempat pengungsian sementara adalah hal yang sangat
penting saat terjadi bencana letusan Gunung, baik yang diberikan
dari kerabat maupun dari keluarga. Tempat pengungsiaan
sementara yang disediakan saat terjadi bencana letusan Gunung
Gede dapat disajikan pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14
Tempat Pengungsian Sementara

No Tempat Pengungsian Persentase (%)


Frekuensi
Sementara

1 Ada tempat pengungsiaan


25 100%
sementara
2 Tiadak ada tempat
0 0%
pengungsian sementara
Jumlah 25 100%
58

Berdasarkan tabel 4.15 dari 25 responden, semua responden


atau sebesar 100% menyebutkan bahwa yang menyediakan tempat
pengungsian adalah di kantor atau lapangan Badan Pusat
Penanggulangan Bencana (BPBD) Kabpuaten Cianjur . Dapat
disimpulkan bahwa wilayah Desa Galudra sudah memiliki
gambaran untuk mengungsi ke tampat yang lebih aman.
4) Perlengkapan Barang-barang Evakuasi
Perlengkapan evakuasi merupakan barang-barang yang
dibawa saat proses evakuasi yang dapat mengurangi dampak
kerugian akibat bencana, barang-barang yang dibawa biasanya
merupakan barang yang berharga atau asset yang dimiliki.
Perlengkapan dan barang-barang yang dibawa saat banjir datang
disajikan dalam Tabel 4.15.
Tabel 4.15
Perlengkapan dan Barang-barang Evakuasi

Tempat Pengungsian Persentase


No Frekuensi
Sementara (%)

1 Menyiapkan perlengkapan
dan barang-barang saat 21 84%
evakuasi
2 Tidak menyiapkan
perlengkapan dan barang- 4 16%
barang saat evakuasi
Jumlah 25 100%

Berdasarkan Tabel 4.15 dari 25 responden sebanyak 21


responden atau sebesar 84% menjawab menyiapkan surat-surat
berharga seperti ijazah, surat nikah, dan surat berharga lainnya.
Selain surat berharga, mereka juga membawa uang, harta benda.
Adapun sebanyak 4 responden atau sebesar 16% menjawab tidak
menyiapkan perlengkapan dan barang-barang evakuasi karena
kondisi yang serba mendadak dan kepanikan muncul sehingga
59

mereka tidak sempat menyiapkan apapun. Dapat disimpulkan


bahwa banyaknya masyarakat yang sudah siap membawa hal-hal
yang berharga jika terjadi bencana letusan Gunung Gede datang,
karena hal tersebut merupakan sesuatu yang penting untuk masa
yang yang akan datang.

5) Ketersediaan Obat-obatan untuk Pertolongan Pertama


Pada saat terjadi bencana letusan bencana gunug api Gede,
obat-obatan penting atau khusus harus ada yang dibawa,
dikarenakan akan menjadi penolong pertama jika datang penyakit,
atau sekadar mengobati luka-luka ringan. Ketersedian kotak P3K
atau obat-obatan penting disajikan pada Tabel 4.16.
Tabel 4.16
Ketersediaan Obat-obatan untuk Pertolongan Pertama
No Ketersediaan Kotak P3K Frekuensi Persentasi
atau Oabt-obatan (%)
1 Memiliki persediaan obat- 21 84%
obatan
2 Tidak memiliki persediaan 4 16%
obat-obatan
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.16 dari 25 responden, sebanyak 21
responden atau sebesar 84% menjawab membawa obat-obatan
yang penting namun sebanyak 4 responden atau sebesar 16% lagi
menjawab tidak menyediakan obata-obatan. Dapat disimpulkan
bahwa obat-obatan penting sudah dipersiapkan masyarakat Desa
Galudra jika sewaktu-waktu bencana letusan Gunung Gede terjadi.
6) Pembagian tugas dalam tindakan penyelamatan
Pembagian tugas dalam tindakan penyelamatan jika
sewaktu-waku terjadi bencana letusan Gunung Gede merupakan
hal yang penting guna dapat meminimalisir kerugian yang
ditimbulkan juga dapat mempermudah dalam proses penyelamatan,
60

pembagian tugas jika sewaktu-waktu terjadi bencana letusan


Gunung Gede dapat lebih terorganisir. Pembagian tugas dalam
tindakan penyelamatan jika terjadi bencana letusan Gunung Gede
disajikan dalam Tabel 4.17.

Tabel 4.17
Pembagian Tugas Penyelamatan
No Pembagian Tugas Frekuensi Persentasi (%)
Penyelatan
1 Ada pembagian tugas 25 100%
2 Tidak ada pembagian 0 0%
tugas
Jumlah 25 100%

Berdasarkan Tabel 4.17 sebanyak 25 responden atau sebesar 100%


mengatakan bahwa pembagian tugas penyelamatan jika bencana
letusan Gunung Gede terjadi. Dapat disimpulkan bahwa adanya
pembagian tugas meminimalisir keugian-kerugian yang terjadi seperti
kehilangan anggota keluarga, kehilangan harta benda dan lain
sebagainya.
c. Sistem Peringatan Dini
Sistem peringatan merupakan awal dari semua kesiapsiagaan yang
dilakukan masyarakt Desa Ciasantana, sistem peringatan bencana yang
baik dapat mengurangi kerugian yang ditimbulkan. Sistem peringatan
dan distribusi informasi jika terjadi bencana.
1) Sistem Peringatan Berbasis Kesepakatan Lokal
Sistem peringatan dini berbasis kearifan lokal merupakan
sistem peringatan dini melalui pengenalan bencana yang dilakukan
terhadap gejala-gejala alam yang muncul sebelum terjadinya
bencana. Kepercayaannya berupa ada hewan lutung hideung
(hitam) dan Careuh Bulan yang datang ke pemukiman. Adapun
kepercayaan masyarakat Desa Galudra jika akan terjadi bencana
61

letusan Gunung Gede akan terjadi adalah jika masyarakat sudah


mulai merasakan hawa panas dan bau belerang yang menyengat
disekitar kaki gunung Gede. Adapun sistem peringatan dini
berbasis kearifan lokal disajikan pada Tabel 4.18.
Tabel 4.18
Sistem Peringatan Dini Berbasis Kearifan Lokal
No Sistem Peringatan Dini Frekuensi Persentasi
Berbasis Kearifan Lokal (%)
1 Ada kepercayaan setempat
mengenai tanda bahaya 23 92%
letusan Gunung Gede
2 Tidak ada kepercayaan
setempat mengenai tanda 2 8%
letusan Gunung Gede
Jumlah 25 100%

Berdasarkan Tabel 4.18 dari responden, sebanyak 23 responden


atau sebesar 92% mengatakan bahwa kepercayaan setempat
mengenai tanda bahaya jika akan terjadi bencana letusan Gunung
Gede dan sisanya sebanyak 2 responden atau sebesar 8%
mengatakan bahwa tidak ada dikarenakan kurang menyadari tanda-
tanda yang terjadi. Dapat disimpulkan bahwa kepercayaan
setempat mengenai tanda bahaya akan terjadi bencana letusan
Gunung Gede seperti meningkatnya temperatur suhu disekitar kaki
gunung Gede, turunnya hewan-hewab penghuni gunung ke area
pemukiman, sreing terjadi aktivitas di puncak gunung, sering
terjadi gemuruh atau getaran disekitar area gunung dan tercium bau
belerang yang sangat menyengat.
62

2) Alat Penanda Peringatan Bencana Letusan Gunung


Pihak atau sumber pemberi informasi bahwa bencana letusan
Gunung Gede akan terjadi sangat membantu masyarakat dalam
kesiapsiagaan untuk menhadapi bencana letusan. Pihak atau
sumber informasi resmi disajikan pada Tabel 4.19.

Tabel 4.19
Pihak atau Sumber Pemberi Informasi Resmi
No Pihak atau Sumber Frekuensi Persentasi
Pemberi Informasi (%)
Resmi
1 Adanya pihak atau
sumber pemberi 25 100%
informasi resmi
2 Tidak adanya pihak atau
sumber pemberi 0 0%
informasi resmi
Jumlah 25 100%

Berdasarkan Tabel 4.19 menunjukan bahwa adanya pihak


pemberi informasi resmi dari jawaban 25 responden atau sebesar
100%. Dapat disimpulkan bahwa pemberi informasi resmi kepada
masyarakat dilakukan oleh aparatur Desa setempat, yang di
informasikan langsung oleh BPBD (Badan Penanggulangan
Bencana Daerah) Kabupaten Cianjur. Jika suda diinformasikan ini
dapat memudahkan dalam proses persiapan evakuasi dan proses
penyelamatan barang-barang berharga yang akan dibawa.
3) Sistem Peringatan Dari Informasi Atau Instansi Resmi
Pemasangan sistem peringatan bencana letusan Gunung Gede
di daerah yang memiliki potensi terkena dampak bencana letusan
Gunung Gede merupakan bagian penting dalam upaya
kesiapsiagaan. Penerapan yang baik dan benar dapat melindungi
63

dan meyelamatkan masyarakat, masyarakat dapat menyelamatkan


diri dan melindungi masyarakat, dan dapat juga melindungi
keluarga, harta benda yang masih dimilikinya sehingga kerugiaan
akibat bencana dapat diminimalkan. Sistem peringatan bencana
letusan Gunung Gede dapat disajikan dalam Tabel 4.20.

Tabel 4.20
Sistem Peringatan Bencana
No Sistem Peringatan Frekuensi Persentasi
Bencana Letusan (%)
Gunung Gede
1 Adanya sistem peringatan 25 100%
bencana letusan
2 Tidak adanya sistem 0 0%
peringatan bencana letusan
Jumlah 25 100%

Berdasarkan Tabel 4.20 sebanyak 25 responden atau sebesar


100% menyatakan bahwa masyarakat menyatakan bahwa mereka
mengetahui sistem peringatan dini bila akan terjadi bencana letusan
yang terdapat disana berupa adanya pengeras suara dari sirine dan
kentongan yang dibunyikan oleh petugas.
4) Sistem Peringatan Berbasis Teknologi
Pemasangan sistem peringatan bencana letusan Gunung Gede
yang memiliki potensi bahaya letusan merupakan bagian yang
penting dalam upaya kesiapsiagaan. Penerapan yang baik dan
benar dapat melindungi dan menyelamatkan masyarkat, setidaknya
masyarakat ada aba-aba untuk menyelamatkan diri dan keluarga
serta harta benca yang dimilikinya sehingga kerugian akibat
bencana dapat diminimalkan. Sistem peringatan bencana letusan
Gunung Gede disajikan dalam Tabel 4.21.
64

Tabel 4.21
Sistem Peringatan Bencana Berbasis Teknologi
No Sistem Peringatan Bencana Frekuensi Persentasi
Letusan Gunung Gede (%)
1 Adanya sistem peringatan 25 100%
bencana berbasis teknologi
2 Tidak adanya sistem
peringatan bencana berbasis 0 0%
teknologi
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.21 sebesar 100% responden atau sebanyak
25 responoden menyatakan bahwa mereka mengetahui sistem
peringatan akan terjadi bencana letusan Gunung Gede, yaitu berupa
adanya sistem peringatan yang diberikan oleh Lembaga Swadaya
Masyarakat dan penjaga area Taman Nasional Gunung Gede
(TNGC) yang dilakukan di stasiun pengamatan dan pos-pos
pemantauan aktivitas Gunung Gede. Yang kemudian informasi
tersebut akan diberikan kepada masyarakat Desa Galudra melalui
humas atau apratur Desa Galudra melalui Walky atau pengeras
suara.
5) Simulasi atau Latihan Evakuasi Kebencanaan
Keikutsertaan dalam pelatihan bencana sangat dibutuhkan agar
masyarakat mengetahui apa saja yang harus dilakukan saat bencana
terjadi. Keikutsertaan dalam pelatihan bencana disajikan dalam
Tabel 4.22.

Tabel 4.22
Simulasi atau Latihan dalam Peatihan Kebencanaan
No Jumlah keikutsertaan dalam Frekuensi Persentasi
pelatihan kebencanaan (%)
1 Pernah mengikuti pelatihan 8 32%
bencana
65

2 Belum pernah mengikuti 17 68%


pelatihan bencana
Jumlah 25 100%

Berdasarkan Tabel 4.22 kegiatan sosialiasi kebencanaan di


Desa Galudra cukup baik, sebanyak 32% atau sebanyak 8
responden mengatakan bahwa mereka sudah pernah mengikuti
kegiatan pelatihan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana
letusan Gunung Gede, baik itukegiatan yang diadakan oleh pihak
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten
Cianjur atau oleh pihak mahasiswa yang melakukan kegiatan sosial
di Desa Galudra. Namun sebagian besar responden sejumlah 17
responden atau sebesat 68% belum pernah mengikuti pelatihan
kesiapsiagaan bencana letusan Gunung Gede, dapat disimpulkan
bahwa masih banyak masyarakat yang acuh jika ada kegiatan
penyuluhan atau pelatihan kebencanaan tentunya ini akan
berdampak pada kurang siapnya mayarakat dalam upaya
mempersiapkan diri menghadapi bencana dan minimnya akan
risiko bencana letusan Gunung Gede.
6) Jumlah Keikutsertaan dalam Pelatihan Kebencanaan
Keikutsertaan dalam kesiapsiagaan merupakan hal yang
penting agar mampu memiliki kesiapan yang matang dalam
menghadapi bencna yang akan datang. Semakin sering mengikuti
pelatihan kebencanaan semakin siap juga mental dan matang
kesiapan yang dimiliki jika suatu saat bencana letusan Gunung
Gede datang. Adapun jumlah atau frekuensi keikutsetaan dalam
pelatihan disajikan dalam tabel 4.23.
Tabel 4.23
Jumlah keikutsertaan dalam Pelatihan Kebencanaan
No Jumlah keikutsertaan dalam Frekuensi Persentasi
pelatihan kebencanaan (%)
66

1 Lebih dari 1 kali 8 32%


2 Belum pernah mengikuti 17 68%
pelatihan bencana
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.23 dikarenakan hampir setengah dari
responden sebesar 17 responden atau sebesar 68% mengatakan
belum pernah mengikuti pelatihan dan hanya sebesar 32% atau
sebanyak 8 responden hanya pernah mengikuti 1 sampai 2 kali
terlibat dalam pelatihan. Hal ini mempengaruhi kesiapsiagaan
responden dalam menghadapi bencana letusan Gunung Gede.
Dapat simpulkan bahwa karena masyarakat masih banyak belum
pernah mengikuti pelatihan kesiapsiagaan, hal ini akan
menyebabkan kurang siap jika sewaktu-waktu bencana letusan
Gunung Gede datang.
7) Keikutsertaan Seminar mengenai Bencana atau Kesiapsiagaan
kegiatan sosialisasi mengenai kebencanaan sangatlah
penting dilakukan agar masyarakat mengetahui apa saja yang perlu
diperhatikan saat bencana terjadi ataupun cara mencegahnya.
Keikutsertaan seminar mengenai bencana disajikan pada Tabel
4.24.
Tabel 4.24
Keikutsertaan Seminar mengenai Bencana atau Kesiapsiagaan
No Keikutsertaan seminar Frekuensi Persentasi
mengenai bencana (%)
1 Pernah mengikuti pelatihan 8 32%
bencana
2 Belum pernah mengikuti 17 68%
pelatihan bencana
Jumlah 25 100%

Berdasarkan Tabel 4.24 tingkat antusiasme masyarakat terhadap


kegiatan sosialisai kebencanaan di Desa Galudra masih
67

dikategorikan rendah. Hampir 68% atau 17 responden bahwa


mereka atau anggota keluarganya belum pernah mengikuti kegiatan
seminar atau pertemuan yang berkaitan dengan kesiapsiagaan
bencana letusan Gunung Gede. Dapat disimpulkan banyaknya
responden yang belum pernah mendapatkan kegiatan sosialisasi
kebencanaan dan pelatihan responden yang belum pernah
mendapatkan kegiatan sosialisasi kebencanaan dan pelatihan
evakuasi. Dan hanya sebanyak 32% atau 8 responden saja yang
pernah mengikuti pelatihan kebencanaan atau pelatihan mengenai
kesiapsiagaan bencana letusan Gunung Gede. Jadi dapat
disimpulkan banyakanya responden yang belum pernah
mendapatkan kegiatan sosialisasi kebencanaan dan pelatihan
evakuasi

d. Mobilliasi Kebencanaan
Mobilisasi sumberdaya dibutuhkan individu atau
masyarakat dalam upaya pemulihan atau bertahan dalam kondisi
bencana atau keadaan darurat.
1) Kepemilikan Materi Bencana Letusan Gunung
Kepemilikan materi atau buku tentang kesiapsiagaan
bencana letusan Gunung Gede merupakan salah satu hal
penting, agar masyarakat mengetahui apa saja yang harus
dilakukan ketika bencana letusan Gunung Gede datang.
Kepemilikan materi atau buku tentang kesiapsiagaan bencana
letusan Gunung Gede disajikan pada Tabel 4.25.
Tabel 4.25
Kepmilikan Materia tau Buku tentang Kesiapsiagaan
Bencana Letusan Gunung
No Kepemilikan materi atau buku Frekuensi Persentasi
tentang kesiapsiagaan bencana (%)
letusan Gunung
68

1 Memiliki materi kesiapsiagaan 2 8%


bencana letusan Gunung
2 Tidak memiliki materi
kesiapsiagaan bencana letusan 23 92%
Gunung
Jumlah 25 100%

Berdasarkan Tabel 4.25 sebagian besar responden


menjawab bahwa mereka tidak memiliki bahan atau materi
bacaan mengenai kesiapsiagaan bencana letusan Gunung Gede
sebanyak 23 responden atau 92% dan 2 responden atau 4%
menjawab memiliki materi kesiapsiagaan bencana dikarenakan
pernah mengikuti pelatihan. Dapat disimpulkan bahwa hal
seperti ini akan mengurangi kesiapan masyarakat dalam
menghadapi bencana letusan Gunung Gede, karena jika tidak
memiliki panduan mengenai kesiapsiagaan bencana, ketika
bencana datanag makan akan dilakukan hanyalah sesuatu yang
bisa dikerjakan dan kurang mendapat sumber referensi untuk
menghadapi bencana letusan Gunung Gede jika sewaktu-waktu
terjadi.
2) Akses Informasi dan Sumber lain Mengenai Letusan
Gunung
Akses informasi dari media dansumber lain merupakan
pendukung untuk memberikan pemberitahuan mengenai
datangnya bencana letusan Gunung Gede. Akses informasi dari
media dan sumber lain disajikan pada Tabel 4.26.

Tabel 4.26
Akses Informasi dari Media dan Sumber lain
No Akses informasi dari media Frekuensi Persentasi
dan sumber lain (%)
1 Adanya akses informasi dari 25 100%
69

media dan sumber lain


2 Tidak adanya akses informasi 0 0%
dari media dan sumber lain
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.28 sebanyak 25 responden atau
sebesar 100% menjawab memiliki akses informasi dari sumber
lain, seperti dari Televisi, radio, internet maupun informasi
langsung dari humas Desa Galudra. Jadi dapat disimpulkan
bahwa wilayah Desa Galudra tidak berada di daerah yang
kurang akses informasi jika suatu saat terjadi bencana letusan
Gunung Gede.
3) Keterampilan Kesiapsiagaan Bencana Letusan Gunung
Keterampilan yang dimiliki anggota keluarga sangatlah
penting terutama yang berkaitan dengan kesiapsiagaan
bencana. Keterampilan yang dimiliki anggota keluarga yang
berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana disajikan pada Tabel
4.26.

Tabel 4.26
Keterampilan yang
Keterampilan Kesiapsiagaan Bencana Anggota Keluarga
No Keterampilan kesiapsiagan Persentasi
bencana anggota keluarga Frekuensi
(%)
1 Adanya anggota keluarga 10 40%
yang memilki keterampilan
2 Tidak adanya anggota
keluarga yang memilki 15 60%
keterampilan
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.26 sebagian besar responden dari
jumlah 25 responden menjawab ada anggota keluarga yang
memiliki keterampilan tentang kesiapsiagaan bencana sebesar
70

40% atau 10 responden dan sebagian lagi menjawab tidak ada


anggota keluarga yang memiliki keterampilan tentang
kesiapsiagaan bencana sebesar 60% atau 15 responden. Mereka
yang menjawab memilki keterampilan mengenai bencana, saat
bencana letusan Gunung Gede datang memungknkan akan
banyak melakukan hal yang bisa dilakukan untuk
penyelamatan diri maupun anggota keluarga dan kerabat
lainnya. Dari data anggket diatas dapat disimpulkan bahwa
memilki ketrampilan mengenai kesiapsiaggan sangatlah
diperlukan agar pada saat bencana letusan Gunung Gede datang
dapat membantu anggota kelaurga mengevakuasi diri.
4) Pendanaan untuk Menghadapi Bencana
Sumber dana yang dimiliki responden untuk
menghadapi bencana ada seperti tabnungan di bank dan
simpanan di rumah. Hal ini akan membantu responden dalam
memenuhi kebutuhannya ketika bencana letusan Gunung Gede
datang. Pedanaan masyarakat Desa Galudra untuk menghadapi
bencana disajikan pada Tabel 4.27.
Tabel 4.27
Sumber Pendanaan Responden untuk Menghadapi Bencana
No Sumber pendanaan Persentasi
responden Frekuensi
(%)
1 Tabungan di Bank 5 20%
2 Tabungan di Rumah 16 64%
3 Tidak memilki tabungan 4 16%
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.27 menunjukan bahwa sebanyak 4
responden atau sebesar 16% menjawab tidak memiliki
tabungan apapun. Sebesar 20% atau 5 responden menjawab
memiliki tabungan di rumah. Sisanya sebanyak 16 responden
atau sebsear 64% menjawab memilki tabungan di rumah.
71

Dapat disimpulkan bahwa masyarakat sebagian sudah


mempersiapkan tabungan atau simpanan untuk digunakan
disaat darurat.
5) Jaringan Sosial Responden
Jaringan sosial yang dimiliki oleh responden akan dapat
membantu dalam keadaan darurat dan dapat membantu dalam
proses pemulihan setelah terjadinya bencana. Jaringan sosial
menjadi sumber kekuatan bagi masyarakat yang sedang terkena
bencana. Jaringan sosial dapat membantu korban bencana
dalam bentuk bantuan finansial atau pun membantu dalam
proses pemulihan rumah pasca terjadi bencana letusan.
Jaringan sosial responden disajikan pada Tabel 4.28.

Tabel 4.28
Jaringan Sosial Responden
No Jaringan Sosial Responden Frekuensi Persentasi
(%)
1 Adanya jaringan sosial 20 80%
responden
2 Tidak adanya jaringan sosial 5 20%
responden
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.28 dari 25 responden sebanyak 80%
atau 20 responden menjawab memiliki saudara maupun kerabat
yang dapat membantu saat terjadi bencana letusan Gunung
Gede sebanyak 20% atau 5 responden menjawab tidak
memiliki saudara maupun kerabat yang dapat membantu saat
terjadi bencana letusan Gunung Gede. Dari angket diatas dapat
disimpulkan bahwa masyarakat sebagian besar masih memiliki
jaringan responden untuk membantu saat terkena bencana
letusan Gunung Gede.
72

6) Kesepakatan Keluarga untuk melakukan Simulasi


Bencana
Kesepakatan melakukan simulasi bencana dimaksudkan
untuk latihan didalam keluarga untuk mempersiapkan diri jika
swaktu-waktu Gunung Gede meletus. simulasi yang dilakukan
seperti menyelamatkan barang-barang berharga, surat-surat
penting, keluarga yang masih kecil atau sudah tua agar tidak
ada korban saat Gunung Gede meletus. kesepakatan melakukan
simulasi disajikan pada Tabel 4.29.
Tabel 4.29
Kesepakatan melakukan Simulasi
No Kesepakatan melakukan Frekuensi Persentasi
simulasi (%)
1 Adanya kespakatan 23 92%
melakukan simulasi
2 Tidak adanya kespakatan 2 8%
melakukan simulasi
Jumlah 25 100%
Berdasarkan Tabel 4.29 dari 25 responden, sebanyak 23
responden atau 92% menjawab ada simulasi sederhana dan 2
responden atau sebesar 8% menjawab tidak ada simulasi
menghadapi bencana letusan Gunung Gede datang, agar saat
Gunung Gede meletus sudah mengetahui apa saja yang perlu
dilakukan terlebih dahulu.

3. Hasil Wawancara
Wilayah Desa Galudra merupakan wilayah yang rawan
terdampak bencana letusan Gunung Gede, dikarenakan
lokasinya berada persis dibawah kaki gunung Gede.
Wawancara ini dilakukan dengan pihak-pihak yang dapat
73

memperkuat hasil angket dengan mewawancarai 5 responden


yang berhubungan dengan kesiapsiagaan.
Kaitannya dengan pengetahuan dan sikap masyarakat
mengenai bencana letusan Gunung Gede, Bapak Maman
selaku Humas Desa Galudra menuturkan bahwa :
“kebanyakan masyarakat desa ini mah pasti sudah pada tahu,
hanya sebagian kecil saja yang kurang memahami sehingga
kurang tanggap jika suatu saat terjadi bencana letusan
Gunung Gede, semuanya sih memilih mengungsi”.48

4. Hasil Uji Instrumen


a. Uji Validitas
Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan
penyebaran angket kepada 25 responden. Data yang
diperoleh dianalisis menggunakan SPSS 16, yaitu dengan
memperhatikan angka pada Corrected Item-Total yang
merupakan korelasi antara skor item Denfan skor total item.
Sebuah item dikatakan valid apabila nilai r-hitung > r-tabel.
r-tabel untuk jumlah responden 25 adalah 0,361.
Tabel 4.30
Hasil Pengujian Validitas
No Item r item r tabel Kesimpulan
1 0,563 0,361 Valid
2 0,568 0,361 Valid
3 0,582 0,361 Valid
4 0,710 0,361 Valid
5 0,582 0,361 Valid
6 0,568 0,361 Valid
7 0,582 0,361 Valid

48
Hasil wawancara dengan Bapak Maman pada tanggal 2 Juli 2018.
74

8 0,710 0,361 Valid


9 0,568 0,361 Valid
10 0,582 0,361 Valid
11 0,710 0,361 Valid
12 0,568 0,361 Valid
13 0,582 0,361 Valid
14 0,568 0,361 Valid
15 0,243 0,361 Tidak Valid
16 0,582 0,361 Valid
17 0,445 0,361 Valid
18 0,582 0,361 Valid
19 0,582 0,361 Valid
20 0,393 0,361 Tidak Valid
21 0,565 0,361 Valid
22 0,517 0,361 Valid
23 0,710 0,361 Valid
24 0,582 0,361 Valid
Sumber : Data Primer yang diolah.
Pada hasil pengujian diketahui data valid sebanyak
24. Dapat dilihat dari 24 item, 22 item memiliki nilai
korelasi skor total diatas 0,361 maka dapat disimpulkan
bahwa item tersebut valid dan 2 item memilliki nilai
korelasi skor total dibawah 0,361. Item tersebut adalah nilai
item soa nomer 15 dan 20 nilai korelasinya dibawah 0,361
maka item tersebut tidak valid.
b. Uji Relibilitas
Uji rerliabilitas merupakan uji yang digunakan
untuk mengetahui suatu kehandalan dan konsistensi butir
soal. Sebuah instrument dilakukan reliabel ketika mencapai
nilai minimal 0,6 dan apabila reliabilitasnya kurang dari 0,6
75

dikatakan tidak reliabel. Hasil pengujian reliabilitas dapat


dilihat pada Tabel 4.31 berikut ini :

Tabel 4.31
Uji Reliabilitas
Cronbach’s Aplha N of item
.740 24
Sumber : Data Primer yang diolah
Seperti yang terlihat pada Tabel 4.34 semua
pertanyaan pada kuisioner dapat dikatakan reliabel karena
Nilai Cronbach’s Alpha Based on Standardized item pada
setiap variable >0,6
D. Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat di Desa Galudra
Tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana letusan
Gunung Gede sangat diperlukan untuk mengurangi risiko bencana. Semakin
tinggi tingkat kesiapsiagaan masyarakat maka semaikn siap masyarakat dalam
menghadapi bencana. Potensi kerugian akibart bencana akan semakin
menurun dengan meningkatnya tingkat kesiapsiagaan di daerah tersebut.
Kesiapsiagaan masyarakat di Desa Galudra diperoleh dari empat parameter,
yaitu pengetahuan dan sikap, rencana keadaan darurat, sistem peringatan dini
dan mobilisasi sumber daya. Tingkat kesiapsiagaan dapat dihitung
menggunakan rumus rata-rata dari nilai skor masing-masing responden, yaitu
sebagai berikut :

Keterangan :
M = Jumlah rata-rata
X = Nilai Individual
N = Jumlah individu
Nilai individual meupakan hasil dari penjumlahan nilai skor setiap
jawaban instrument yang diperoleh responden dari empat parameter
76

kesiapsiagaan yaitu pengetahuan dansikap, rencana keadaan darurat, sistem


peringatan bencana, dan mobilisasi sumber daya. Jumlah individual
merupakan jumlah responden dalam penelitian. Nilai rata-rata (M) merupakan
hasil dari jumlah nilai individual (X) dibagi dengan jumlah individual (N).
selanjutnya nilai rata-rata ini akan digunakan untuk menghitung tingkat
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana letusan Gunung Gede.
Kategori kesiapsiagaan masyarakat Desa Galudra disajikan pada tabel 4.32
(hasil penghitungan manual).
Tabel 4.32
Kategori Kesiapsiagaan dalam menghadapi Bencana Letusan Gunung
Gede
No Kategori Frekuensi persentase
1 Sangat Siap 7 28%
2 Siap 13 52%
3 Kurang Siap 2 8%
4 Tidak Siap 1 4%
5 Sangat Tidak Siap - -
Jumlah 25 100%
Sumber: Hasil penelitian 2018
Berdasarkan Tabel 4.32 bahwa kesiapsiagaan masyarakat dalam
menghadapi bencana letusan Gunung Gede terbagi menjadi tiga kategori yaitu
sangat siap sebesar 28%, siap sebesar 52% , kurang siap sebesar 8% dan tidak
siap 4%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat Desa
Galudra dalam menghadapi bencana letusan Gunung termasuk dalam kategori
siap. Tingkat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana letusan
Gunung Gede disajikan pada Tabel 4.33.

Tabel 4.33
Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat dalam menghadapi Bencana
Letusan Gunung Gede
77

Alamat Jumlah Nilai Jumlah Rata-rata Kategori


Individu Individu (N) (M)
Galudra 450 25 18 Siap
Sumber : Hasil Penelitian 2018
Berdasarkan Tabel 4.36 dapat diketahui bahwa tingkat
kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana letusan Gunung Gede
adalah siap.
Pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap risiko bencana
menunjukan masyarakat sudah memahami potensi dan kerakteristik bencana
serta memiliki sikap antisipasi yang tepat jika terjadi bencana yaitu
masyarakat siap dan mau untuk dievakuasi. Rencana untuk keadaan darurat
sudah dimiliki oleh masarakat, seluruh masyarakat memiliki kesepakatan
untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman atau tempat titik kumpul
evakuasi.
Sistem peringatan dini bencana letusan Gunung Gede menggunakan Toa
atau alat pengeras suara, bahkan menggunakan sirine yang dibunyikan oleh
petugas dari pihak BPBD maupun pejabat Desa, sehingga masyarakat dapat
bergegas mempersiapkan diri untuk menyelamatkan diri. Mobilisasi sumber
daya manusia menunjukan bahwa masih sebagian kecil masyarakat yang
mengikuti kegiatan sosialisasi, artinya masyarakat sudah dalam kondisi siap
untuk menghadapi bencana letusan Gunung Gede sehingga dapat
meminimalkan resiko bencana.
E. Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil penelitian diatas merupakan proses yang telah dilakukan peneilti
dengan pemenuhan persyaratan penelitian administrasi dan pengurusan surat
izin penelitian. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif,
tentang apakah masyarakat Desa Galudra memilki kesiapsiagaan dalam
menghadapi bencana letusan Gunung Gede, dan berikut pembahasan yang
akan diinterpretasikan sesuai dengan instrument dan hasil penelitian di
lapangan.
78

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa masyarakat Desa Galudra


termasuk dalam golongan siap dalam menghadapi bencana letusan Gunung
Gede. Mungkin bencana letusan ini belum pernah terjadi dalam waktu dekat,
tapi masyarakat Desa Galudra sudah menyadari akan bahaya dari Gunung
Gede.
Dari hasil pemaparan permasalahan diatas bahwa kesiapsiagaan berkaitan
dengan upaya-upaya yang diambil sebelum terjadinya bencana untuk
memastikan tindakan efektif guna meminimalkan risiko bencana. Parameter
kesiapsiagaan dimulai dari pengetahuan dan sikap, rencana tanggap darurat,
sistem peringatan dini, dan mobilisasi sosial.
Sekitar 52% masyarakat Desa Galudra memiliki kesiapsiagaan pada
kategori siap jika bencana letusan Gunung Gede terjadi. Sekitar 28%
masyarakat Desa Galudra memiliki kesiapsiagaan pada kategori Sangat Siap.
Dan untuk kategori kurang siap hanya sebesar 4%. Hal ini menunjukan bahwa
untuk saat ini dan beberapa waktu kedepan masyarakat memiliki
kesiapsiagaan yang siap.
Selain kesiapsiagaan masyarkat, adanya juga peran pemerintah setempat
sangat membantu mengurangi dampak dari bencana letusan Gunung Gede.
Pemerintah berupaya memberikan sosialisasi berupa penyuluhan tentang
bahaya bencana dan dampak dari letusan Gunung Gede.
Dalam menghadapi bencana letusan Gunung Gede ada beberapa upaya
masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan ketika bencana letusan Gunung
Gede datang, seperti : menyiapkan peralatan untuk evakuasi, peralatan darurat,
menyiapkan tempat pengungsian, melakukan erencanaan untuk evakuasi,
menempatkan barang-barang ke tempat yang aman, dan mengevakuasi
kelompok yang rentan terhadap bencana.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas penulis dapat mengambil kesimpulan
bahwa masyarakat termasuk pada kategori siap yaitu memiliki rata-rata
skor dai nilai keseluruhan responden sebesar 18. Persentase responden
yang sangat siap yaiu sebesar 28%, persentase responden yang siap
sebesar sebesar 52%, persentase responden yang kurang siap sebesar 8%
dan responden yang tidak siap serta sangat tidak siap sebesar 4%.
Pengetahuan dan sikap masyarakat termasuk kategori siap karena
masyarakat akan mengetahui akan bahaya serta dampak dari bencana
letusan Gunung Gede akan tetapi ada beberapa warga tang tidak siap
menghadapi bencana letusan Gunung Gede oleh karena itu pekerjaan bagi
pemerintah setempat untuk lebih meningkatkan kesiapsiagaan. Sehingga
jika sewaktu-waktu bencana letusan datang masyarakat sudah siap dan
memilih untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Rencana tanggap darurat yang dilakukan yaitu masyarakat
memiliki rencana akan mengevakuasi diri dan keluarga ke daerah yang
lebih aman , agar dapat mengurangi jumlah korban maupun kerugian harta
benda. Selain itu masyarakat juga saling membantu kondisi rumah masing-
masing, saat proses evakuasi masyarakat membawa perlengkapan dan
barang-barang terpenting ke tempat pengungsian seperti surat-surat
berharga dan obat-obatan.
B. Implikasi
berdasarkan kesimpulan yang telah dilakukan, maka peneliti dapat
memberikan implikasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
menentukan kebijakan yang berhubungan dengan kesiapsiagaan
menghadapi bencana.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang penting
bagi masyarakat di Desa Galudra, dalam mempersiapkan diri dan
pengetahuan mengenai bencana letusan Gunung Gede, Peran masyarakat

79
80

dan pemerintah sangatlah penting dalam mencegah bencana letusan


Gunung Gede, karena kerjasama yang baik antara masyarakat dan
pemerintah akan mengurangi resiko munculnya korban dan kerugian harta
benda pada saat terjadi bencana letusan Gunung Gede.
C. Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberikan
saran sebagai berikut:
1. Untuk daerah penelitian
a. Lebih meningkatkan kesiapsiagaan apabila sewaktu-waktu
bencana letusan Gunung Gede datang tanpa disadari.
b. Mengoptimalkan kerjasama antar warga dalam berpartisipasi
mengurangi resiko bencana letusan Gunung Gede.
2. Untuk pemerintah Desa Galudra
Mengadakan pelatihan-pelatihan dan sosialisai mengenai
kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana letusan Gunung Gede.
3. Untuk peneliti selanjutnya
Diharapkan memperluas objek penelitian dan memperluas
daerah survei agar memperbanyak sampel sehingga data yang
diperoleh lebih valid. Dan menambahkan variabel selain
kesiapsiagaan mengenai kebijakan agar hasilnya lebih maksimal.
81

DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka


Cipta, 2013.
Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana,Pengenalan Karakteristik
Bencana dan Upaya Mitigasi di Indonesia. Jakarta: Direktorat Mitigasi,
2007.
Badan Penanggulangan Bencana, Panduan Kontijesi Menghadapi Bencana.
Jakarta :BNPB,2011.
Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Prenada media,
2005.
Dedi Hermon, Geografi Bencana Alam, Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya, Proyek Pengadaan
Kitab Suci Al-Qur’an Indonesia.
Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana, UU No.24Tahun 2007,
LN No.66 Tahun 2007, TLN No. 4723.
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Lembaga penilitian & Pengabdian Kepada Masyarakat ITB, Mengelola Risiko
Bencana di Negara Maritim Indonesia.Bandung: ITB,2009.

Munir. Geologi Lingkungan, Malang: B Ayumedia Publishing, 2003.


Nurjannah dkk, Manajemen Bencana, Bandung: Alfabeta, 2012
Pusat Data dan Analisa, Indonesia Rawan Bencana. Jakarta: Tempo,2006.
Puturuhu, Ferad, Mitigasi Bencana dan Penginderaan Jauh, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2015.
Sartohadi, Junun, Bungan Rampai Penelitian, Pengelolaan Bencana
Kegunungapian Kelud
pada Periode Krisis Erupsi 2014 , Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.
82

Singarimbun, Mardialis, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1989.


Soetoto, Geologi Dasar, Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013.
Sofian Efendi dan Tukiran, Metode Penelitian Survei, Jakarta; LP3ES, 2012.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2013.
Suharsaputra, Uhar, Metode Penelitian:Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan,
Bandung: PT Refika Aditama, 2012.
Sukandarrumidi, Bencana Alam dan Bencana Antrhopogone.Yogyakarta:
Kanisius,2010.
Suryabrata ,Sumadi, Metodologi Penelitian.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1997.
Taufik, Giri Ahmad. Bencana Alam dan Pengungsi. Jakarta: Komnas
HAM,2006.
Verstappen, Herman, Garis Besar Geomorfologi Indonesia, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2014.
Yayasan IDEP,Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat .Bali :
Yayasan IDEP,2007.

Sumber Skripsi
2013
Asep Zaenudin, “Analisis Kerentanan Bencana Letusan Gunung Ceremai di
Bencana Banjir di Rt 001 Rw 012 Kelurahan Bintaro, Kecamatan
Pesanggrahan, Jakarta Selatan Tahun 2015” Skripsi pada UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Ferinaldi, “Perubahan Sosial Masyarakat Cigugur (analisis perubahan sistem
Indonesia, Bandung, Jawa Barat 2006
Indria ni,Iin, “Persepsi Masyarakat terhadap Kiai di Pondok Pesantren
Ulumul Qur’an
Bojongsari, Kota Depok“ Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kecamtan
Cilimus Kabupaten Kuningan”, Skripsi pada Universitas Pendidikan Bandung,
83

mata pencaharian masyarakat Cigugur, Kuningan, Jawa Barat)“ Skripsi


Nandi, “Geologi Lingkungan” Hand Outs pada Universitas Pendidikan
Nasution, Syafii, Penanggulangan Berbasis Komunitas, Tugas akhir pada
Nurrahmah, Widiani, “Pengalaman Kesiapsiagaan Masyarakat Menghadapi
pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pascasarjana institut Pertanian Bogor, Bogor 2005.
PKPU” Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tonnedy, Ersyad, “Tahapan Penanggulangan Bencana Situ Gintung oleh

Sumber Undang-undang dan Peraturan Presiden


Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional
Penanggulangn Bencana
Undang-undang nomor 24 Tahun 2007

Sumber Internet

Pdf e-jurnal www.pvmbg.go.id


84

LAMPIRAN - LAMPIRAN
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98

BIODATA PENULIS

Darul Faisal Ramadhan, lahir di Bogor 26 Februari


1994, putra dari Bapak Dedy Mawardy (alm) dan Ibu
Lilis yang beralamat tinggal di Pagentongan Kelurahan
Lo`ji Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor, Jawa Barat.
Putra kedua dari 3 bersaudara ini telah menempuh
Pendidikan SD Insan Kamil Bogor (2000-2006),
Kemudian penulis melanjutkan ke SMP Insan Kamil
Bogor (2007-2009), selanjutnya meneruskan
pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri 2 Kota Bogor (2009-2012) dan Setelah
lulus Madrasah Aliyah, penulis melanjutkan pendidikan di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial konsentrasi Geografi angkatan 2012 melalui jalur
mandiri.
Skripsi yang berjudul “Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi
Bencana Letusan Gunung Gede di Desa Galudra, Kecamatan Cugenang,
Kabupaten Cianjur” ini di bawah bimbingan Bapak Dr. Sodikin, M.Si sebagai
Dosen Pembimbing

Anda mungkin juga menyukai