Anda di halaman 1dari 30

BAB II

KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

PENELITIAN

A. Kebijakan

Kebijakan Secara efistimologi, istilah kebijakan berasal dari bahasa inggris

“policy”. Akan tetapi, kebanyakan orang berpandangan bahwa istilah kebijakan

senantiasa disamakan dengan istilah kebijaksanaan. Padahal apabila dicermati

berdasarkan tata bahasa, istilah kebijaksanaan berasal dari kata “wisdom”.

Pendapat Anderson yang dikutip oleh Wahab, merumuskan kebijaksanaan

sebagai langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang aktor atau

sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang

sedang dihadapi (Anderson dalam Wahab, 2001:3). Oleh karena itu,

kebijaksanaan menurut Anderson merupakan langkah tindakan yang sengaja

dilakukan oleh aktor yang berkenaan dengan adanya masalah yang sedang di

hadapi.

Kebijakan menurut pendapat Carl Friedrich yang dikutip oleh Wahab

bahwa: “Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang

diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu

sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-

peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan”

(Friedrich dalam Wahab, 2001:3).


ya tujuan tersebut ingin dicapai oleh seseorang, kelompok ataupun

pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan tetapi harus mencari

peluang-peluang untuk mewujudkan tujuan dan sasaran yang diinginkan.

Hal tersebut berarti kebijakan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai

dan praktik-praktik sosial yang ada dalam masyarakat. Apabila kebijakan berisi

nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat,

maka kebijakan tersebut akan mendapat kendala ketika diimplementasikan.

Sebaliknya, suatu kebijakan harus mampu mengakomodasikan nilai-nilai dan

praktik-praktik yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.

Setelah memahami dengan seksama pengertian dari kebijakan

sebagaimana diuraikan diatas, adalah penting sekali bagi kita untuk menguraikan

makna dari kebijakan publik, karena pada dasarnya kebijakan publik nyata-nyata

berbeda dengan kebijakan private/swasta (Afan Gaffar, 1991:7).

Banyak sekali pengertian yang telah diungkapkan oleh pakar tentang

kebijakan publik, namun demikian banyak ilmuwan yang merasakan kesulitan

untuk mendapatkan pengertian kebijakan publik yang benar-benar memuaskan.

Hal tersebut dikarenakan sifat dari pada kebijakan publik yang terlalu luas dan

tidak spesifik dan operasional.


2.1.1. Pengertian Kebijakan Harga

Pengertian Harga Menurut Kotler dan Amstrong (2001:439) menyatakan

bahwa harga adalah jumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa,

atau jumlah nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena memiliki

atau menggunakan produk atau jasa tersebut.

Pengertian ini mengandung arti bahwa harga yang dibayar oleh pembeli

atau konsumen itu sudah termasuk pelayanan yang diberikan oleh penjual, dan

penjual sendiri yang menginginkan sejumlah keuntungan dari harga tersebut.

Menurut Lamb, dkk., (2001:268) harga merupakan sesuatu yang

diserahkan dalam pertukaran untuk mendapatkan suatu barang maupun jasa.

Sedangkan kebijakan harga menurut Kotler (1999:72) adalah suatu alat

atau cara yang dipergunakan perusahaan untuk menetapkan harga dan bisa

mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian terhadap barang yang

ditawarkan.

Berdasarkan pendapat tersebut, harga mempunyai arti bahwa kebijakan

harga merupakan alat, pegangan yang dipakai oleh perusahaan untuk menentukan

harga dalam jangka waktu tertentu dan menetapkan harga jual perusahaan untuk

mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian terhadap barang yang

ditawarkan

2.1.2. Tujuan Kebijakan Harga

Dalam harga, terdapat beberapa hal yang menjadi dasar perusahaan dalam

menetapkan harga produk yang dipasarkan. Hal ini sangat penting, karena dengan

memilih salah satu dari penetapan harga, maka akan mempermudah perusahaan
untuk menentukan strategi harganya. Kotler (2001:441) mengatakan bahwa pada

saat yang sama, perusahaan mungkin akan mencoba tujuan-tujuan tambahan.

Semakin jelas tujuan suatu perusahaan, semakin mudah perusahaan tersebut

menetapkan harganya. Contoh yang biasa antara lain bertahan hidup, maksimisasi

keuntungan masa sekarang, kepemimpinan pangsa pasar, dan kepemimpinan mutu

produk. Perusahaaan-perusahaan biasanya menetapkan bertahan hidup sebagai

tujuan utama mereka jika memiliki masalah dalam hal kelebihan kapasitas,

persaingan yang berat, atau perubahan keinginan konsumen.

Tjiptono (1997:152) menyatakan bahwa pada dasarnya ada empat jenis

tujuan penetapan harga, yaitu:

1. Tujuan berorientasi pada laba

2. Tujuan berorientasi pada volume

3. Tujuan berorientasi pada citra

4. Tujuan stabilisasi harga

5. Tujuan-tujuan lainnya

2.1.3. Bentuk-bentuk Kebijakan Harga

Tjiptono (1997:166) menguraikan bentuk-bentuk kebijakan harga menjadi

tiga bagian antara lain:

1. Diskon

Adalah potongan harga yang diberikan oleh penjual kepada pembeli

sebagai penghargaan atas aktifitas tertentu dari pembeli yang

menyenangkan bagi pembeli.

a. Diskon Kuantitas
Merupakan potongan harga yang diberikan guna mendorong

konsumen agar membeli dalam jumlah yang lebih banyak. Diskon

ini dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Diskon kuantitas komulatif diberikan kepada konsumen yang

membeli barang selama periode tertentu.

2) Diskon kuantitas non komulatif didasarkan pada pemesanan

secara individual.

b. Diskon Musiman

Adalah potongan harga yang diberikan pada masa-masa tertentu

saja.

c. Diskon Kas

Merupakan potongan yang diberikan apabila pembeli membayar

tunai barang-barang yang dibelinya atau membayarnya dalam

jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian transaksi.

d. Trade (Functional) Discount

Diberikan oleh produsen kepada penyalur (whosaler dan retail) yag

terlibat dalam pendistribusian barang dan pelaksanaan fungsifungsi

tertentu.

Menurut Jerome, dkk., (1996:362) diskon adalah pengurangan dari

harga tercatat yang diajukan penjual kepada pembeli, yang apakah

tidak melakukan fungsi pemasaran tertentu atau melakukan sendiri

fungsi itu.

2. Allowance
Merupakan pengurangan dari harga menurut daftar (list price) kepada

pembeli karena adanya aktifitas-aktifitas tetentu yang diakukan

pembeli. Ada tiga bentuk Allowance yang bisa digunakan, yaitu:

a. Trade-in Allowance

Merupakan potongan harga yang diberikan dalam sistem tukar

tambah

b. Promotional Allowance

Diberikan kepada setiap penjual dalam jaringan distribusi

perusahaan yang melakukan aktifitas periklanan atau penjualan

tertentu yang dapat mempromosikan produk produsen, bentuknya

berupa pembayaran tunai yang lebih atau jumlah ”produk gratis”

yang lebih banyak.

c. Product Allowance

Adalah potongan harga yang diberikan kepada pembeli yang

bersedia membeli barang dalam kondisi tidak normal.

Menurut Jerome, dkk., (1996:364) imbalan (Allowance) - seperti

diskon- ditawarkan kepada konsumen akhir, pelanggan, atau anggota

saluran karena melakukan ”sesuatu” atau menerima ”sesuatu” kurang

dari semestinya.

3. Penyesuaian Geografis (Geographical Adjustment)

Merupakan penyesuaian terhadap harga yang dilakukan oleh produsen

atau juga whosaler sehubungan dengan biaya transportasi produk dari

penjual ke pembeli. Biaya transportasi ini merupakan salah satu unsur


penting dalam biaya variabel total, yang akan menentukan harga akhir

yang harus dibayar pembeli.

Ada dua variabel yang dapat digunakan untuk melakukan penyesuaian

geografis yaitu:

a. FOB origin pricing

FOB (Free On Board) berarti penjual menanggung semua biaya

sampai pemuatan produk ke kendaraan pegangkut yang digunakan,

dalam hal ini penjual menentukan lokasi pemuatan produk.

b. Uniform Delivered Pricing

Dalam metode ini, harga yang ditetapkan penjual juga mencakup

semua biaya transportasi.

Penjual menentukan cara pengangkutan, menentukan biaya pengangkutan

dan bertanggung jawab atas segala kerusakan yang mungkin terjadi.

Oleh karena itu, tanggung jawab penjual adalah sampai produk diterima pembeli.

B. Pengertian dan Karakteristik Jasa

Jasa mempunyai banyak arti, mulai pelayanan personal (personal service)

sampai jasa sebagai suatu produk. Sejauh ini sudah banyak pakar pemasaran jasa

yang telah berusaha mendefinisikan pengertian jasa. Beberapa pendapat para ahli

tentang jasa, yaitu: Menurut Berry dalam Yazid (2005) menyatakan bahwa: ”Jasa

itu sebagai deeds (tindakan, prosedur, aktivitas); proses, dan unjuk kerja yang

intangible”. Mudrick dalam Yazid (2005) mendefinisikan jasa dari sisi penjualan

dan konsumsi secara kontras dengan barang. Sedangkan Kolter dalam Tjiptono

(2002), jasa yaitu, ”Setiap tindakan atau perubuatan yang dapat ditawarkan oleh
suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak

berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu”.

Jasa adalah intangible (seperti kenyamanan, hiburan, kecepatan,

kesenangan, dan kesehatan) dan perishable (jasa tidak mungkin disimpan sebagai

persediaan yang siap dijual atau dikonsumsi pada saat diperlukan). Jasa diciptakan

dan dikonsumsi secara simultan”.

Dari definisi di atas, bahwa jasa selalu ada aspek interaksi antara pihak

konsumen dan pemberi jasa, meskipun pihak-pihak yang terlibat tidak selalu

menyadari. Jasa juga bukan merupakan barang, akan tetapi jasa adalah suatu

proses atau aktivitas, dan aktivitas-aktivitas tersebut tidak terwujud. Produk jasa

memiliki karakteristik yang berbeda dengan barang.

Berbagai riset dan literatur manajemen dan pemasaran jasa

mengungkapkan bahwa jasa memiliki empat karateristik yang membedakan

barang dan jasa yang dinamakan paradigma IHIP: Intangibility, Heterogeneity,

Inseparability dan Perishability (Lovelock dan Gummesson, dalam Fandy

Tjiptono dan Gregorius Chandra, 2005).

1. Intangibility. Jasa bersifat Intangibility artinya jasa tidak dapat dilihat,

dirasa, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Seorang

konsumen jasa tidak dapat menilai hasil dari sebuah jasa sebelum ia

mengalami atau mengkonsumsinya sendiri. Apabila pelanggan

membeli jasa tertentu maka ia hanya menggunakan, memanfaatkan

atau menyewa jasa tersebut, namun tidak memiliki jasa yang dibelinya.
2. Heterogeneity. Jasa bersifat Heterogeneity karena merupakan non-

standardized output artinya terbanyak variasi bentuk, kualitas dan

jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut

diproduksi. Contoh: Dua orang yang dating ke salon yang sama dan

meminta model yang sama tidak akan mendapatkan hasil yang seratus

persen sama.

3. Inseparability. Jasa bersifat Inseparability artinya jasa dijual terlebih

dahulu kemudian baru diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan

tempat yang sama. Berbeda dengan produk yang biasanya diproduksi

terlebih dahulu baru dapat dikonsumsi.

4. Perishability. Jasa bersifat Perishability artinya jasa merupakan

komoditas yang tidak tahan lama, tidak dapat disimpan untuk

pemakaian ulang di waktu yang akan datang, dijual kembali atau

dikembalikan.

Sedangkan menurut Griffin dalam Lupiyoadi (2001) menyebutkan

karakteristik jasa, yaitu:

1. Intangibility (tidak berwujud). Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba,

didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Nilai penting dari hal ini

adalah nilai tidak berwujud yang dialami konsumen dalam bentuk

kenikmatan, kepuasan, atau rasa aman.

2. Unstorability. Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari

produk yang telah dihasilkan. Karakteristik ini disebut juga tidak dapat
(inseparability) dipisahkan mengingat pada umumnya jasa dihasilkan

dan dikonsumsi secara bersama.

3. Customization. Jasa juga sering kali di desain khusus untuk kebutuhan

pelanggan, sebagaimana pada jasa asuransi dan kesehatan.

C. Teori Tentang Kualitas Pelayanan

2.1.4. Pengertian Pelayanan

Menurut Kotler (2000), pelayanan merupakan setiap tindakan atau

kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya

tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.

Menurut Umar (2003), pelayanan secara umum adalah rasa menyenangkan

yang diberikan kepada orang lain disertai kemudahan-kemudahan dan memenuhi

segala kebutuhan mereka.

Menurut Payne (2000), pelayanan adalah rasa menyenangkan atau tidak

menyenangkan yang oleh penerima pelayanan pada saat memperoleh pelayanan.

Payne juga mengatakan bahwa pelayanan pelanggan mengandung pengertian:

1. Segala kegiatan yang dibutuhkan untuk menerima, memproses,

menyampaikan dan memenuhi pesanan pelanggan dan untuk menindak

lanjuti setiap kegiatan yang mengandung kekeliruan.

2. Ketepatan waktu dan reliabilitas penyampaian jasa kepada pelanggan

sesuai dengan harapan mereka.

3. Serangkaian kegiatan yang meliputi semua bidang bisnis yang terpadu

untuk menyampaikan produk-produk dan jasa tersebut sedemikian


rupa sehingga dipersepsikan memuaskan oleh pelanggan dan

merealisasikan pencapaian tujuantujuan perusahaan.

4. Total pesanan yang masuk dan seluruh komunikasi dengan pelanggan.

5. Penyampaian produk kepada pelanggan tepat waktu dan akurat dengan

segala tindak lanjut serta tanggapan keterangan yang akurat.

2.1.5. Pengertian Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan

antara kenyataan dan harapan para pelanggan atas layanan yang mereka terima.

Kualitas pelayanan dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para

pelanggan atas layanan yang benar-benar mereka terima.

Makna kualitas berlainan bagi setiap orang tergantung konteksnya.

Kualitas sendiri memiliki banyak kriteria yang cenderung berubah secara terus-

menerus. Orang yang berbeda akan menilai dengan kriteria yang berlainan pula.

Dalam kaitannya dengan kualitas pelayanan, Kotler (2012: 378)

mengatakan bahwa kualitas pelayanan itu segala bentuk tindakan dari satu pihak

yang dapat ditawarkan kepada pihak lain dimana secara esensial tidak kasat mata

dan tidak menghasilkan kepemilikan pada apapun dan juga tidak selalu terkait

dengan produk fisik.

Ada lagi Menurut Kotler (2012: 394) Kualitas Pelayanan itu dihasilkan

dari kepemimpinan yang inspiratif melalui sebuah organisasi dari rancangan

system pelayanan yang baik dan prima, juga dari efektivitas penggunaan

informasi dan teknologi dari yang lambat sehingga menunjukkan hasil yang

berdampak baik secara internal sesuai kebudayaan yang korporosi.


Kualitas pelayanan merupakan pemenuhan dari harapan konsumen atau

kebutuhan konsumen yang membandingkan antara hasil dengan harapan dan

menentukan apakah konsumen sudah menerima layanan yang berkualitas

(Scheuing, dalam Fornell dkk, 1996).

Menurut Lupiyoadi (2006), bahwa kualitas pelayanan terutama dibidang

jasa, pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik

atau sesuai dengan yang diharapkan. Pelanggan yang puas akan menunjukkan

kemungkinan untuk kembali membeli produk yang sama. Pelanggan yang puas

cenderung akan memberikan persepsi terhadap produk perusahaan.

Menurut Plati (dalam Fandy Tjiptono 2008:67) mengenai kualitas

pelayanan “Quality can’t be defined that we just know it when we see it”.

Menurut Fandy Tjiptono dkk (2008:70) harapan pelanggan bisa berupa

tiga standar. Pertama, will expectation, yaitu tingkat kinerja yang diantisipasi atau

diperkirakan konsumen akan diterimanya, berdasarkan semua informasi yang

diketahuinya. Tipe ini merupakan tingkat harapan yang paling sering di

maksudkan oleh konsumen sewaktu menilai kualitas pelayanan. Kedua, should

expectation, yaitu tingkat kinerja yang dianggap sudah sepantasnya diterima

konsumen. Biasanya tuntutan dari apa yang seharusnya diterima jauh lebih besar

daripada apa yang diperkirakan bakal diterima. Ketiga, ideal expection, yaitu

tingkat kinerja optimum atau terbaik yang diharapkan dapat diterima konsumen.

Kualitas pelayanan memiliki pengertian yang luas, dimana definisi dari

para ahli memiliki perbedaan antara satu dengan yang lain. Menurut Martin

(2001), kualitas layanan adalah "The ability to consistenly meet external and
internal customer needs, wants and expectation involving produceral and

personal encounters" (p. 6) yang artinya suatu kemampuan untiik memenuhi

kebutuhan internal dan eksternal konsumen secara konsisten sesuai prosedur. Di

sini penyedia jasa dituntut untuk berusaha mengerti apa yang diinginkan

konsumen, sehingga konsumen mempunyai harapan mendapatkan kualitas

layanan yang terbaik.

Menurut Lewis & Booms dalam Tjiptono & Chandra (2005), kualitas

pelayanan sebagai ukuran seberapa baik tingkat layanan yang diberikan mampu

sesuai dengan harapan pelanggan. Sedangkan menurut Tjiptono (2001), kualitas

pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas

tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ada faktor utama

yang mempengaruhi kualitas pelayanan yaitu: Jasa yang diharapkan dan jasa yang

dirasakan/dipersepsikan. Apabila jasa yang dirasakan sesuai dengan jasa yang

diharapkan, maka kualitas pelayanan tersebut akan dipersepsikan baik atau positif.

Jika jasa yang dipersepsikan melebihi jasa yang diharapkan, maka kualitas jasa

dipersepsikan sebagai kualitas ideal. Demikian juga sebaliknya apabila jasa yang

dipersepsikan lebih jelek dibandingkan dengan jasa yang diharapkan maka

kualitas jasa dipersepsikan negatif atau buruk. Maka baik tidaknya kualitas

pelayanan tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan

pelanggannya secara konsisten.

Untuk mempermudah penilaian dan pengukuran kualitas pelayanan

dikembangkan suatu alat ukur kualitas layanan yang disebut SERVQUAL


(service Quality). SERVQUAL ini merupakan skala multi item yang dapat

digunakan untuk mengukur persepsi pelanggan atas kualitas layanan yang

meliputi lima dimensi (Zeithami, 2004), yaitu:

1. Tangibles (bukti langsung), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam

menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan

kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan

lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang

diberikan perusahaan.

2. Reliability (kehandalan) yaitu kemampuan untuk memberikan

pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketetapan

waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan,

sikap simpatik dan akurasi yang tinggi.

3. Responsiveness (daya tanggap) yaitu kemampuan maskapai

penerbangan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat

(responsif) dan tepat kepada para pelanggan dengan penyampaian

informasi yang jelas. Membiarkan pelanggan menunggu tanpa adanya

suatu alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam

kualitas pelayanan.

4. Assurance (jaminan), adanya kepastian yaitu pengetahuan, kesopan

santunan dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk

menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada pelayanan

perusahaan yang memiliki beberapa komponen anatara lain:


a. Communication (komunikasi), yaitu secara terus menerus

memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa dan

penggunaan kata yang jelas sehingga para pelanggan dapat dengan

mudah mengerti di samping itu perusahaan hendaknya dapat secara

cepat dan tanggap dalam menyikapi keluhan dan komplain yang

dilakukan oleh pelanggan.

b. Credibility (kredibilitas), perlunya jaminan atas suatu kepercayaan

yang diberikan kepada pelanggan, believability atau sifat kejujuran.

Menanamkan kepercayaan, memberikan kredibilitas yang baik bagi

perusahaan pada masa yang akan datang.

c. Security (keamanan), adanya suatu kepercayaan yang tinggi dari

pelanggan akan pelayanan yang diterima. Tentunya pelayanan

yang diberikan memberikan suatu jaminan kepercayaan yang

maksimal.

d. Competence (kompetensi) yaitu ketrampilan yang dimiliki dan

dibutuhkan agar dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan

dapat dilaksanakan dengan optimal.

e. Courtesy (sopan santun), dalam pelayanan adanya suatu nilai moral

yang dimiliki oleh perusahaan dalam memberikan pelayanan

kepada pelanggan. Jaminan akan kesopan santunan yang

ditawarkan kepada pelanggan sesuai dengan kondisi dan situasi

yang ada.
5. Empathy (empati), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat

individu atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan

berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan

diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan,

memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu

pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

Pokok dari empati adalah menyampaikan bahwa konsumen itu unik dan

spesial melalui jasa pribadi atau khusus. Konsumen mengerti betapa pentingnya

perusahaan menyediakan layanan untuk mereka. Para karyawan dalam perusahaan

pelayanan yang kecil seringkali mengenal nama konsumen dan membangun

hubungan yang merefleksikan pengetahuan dari para karyawan mengenai

keperluan dan pilihan konsumen. Empati dapat dicontohkan seperti dalam

pelayanan di hotel, resepsionis mengenal nama konsumen, menyapa konsumen

saat berpapasan, mengetahui apa kesukaan konsumen dan mengingatnya.

Untuk memberikan kualitas pelayanan yang baik, sangatlah penting untuk

para pekerja, dari tingkat yang paling tinggi ke tingkat yang paling rendah dari

suatu organisasi, memperhatikan konsumen adalah prioritas yang paling penting

(Reid dan Bojanic, 2001, p. 42). Untuk menghasilkan orientasi kualitas pelayanan,

konsumen harus merasa seperti hal-hal berikut ini:

1. Setiap konsumen adalah orang yang paling penting di seliap bisnis.

2. Konsumen tidak bergantung kepada produsen, tetapi produsen yang

bergantung kepada mereka.


3. Konsumen tidak mengganggu kerja produsen. Konsumen bertujuan

untuk itu.

4. Konsumen adalah manusia, mempunyai perasaan dan emosi.

5. Konsumen adalah bagian dari bisnis produsen. bukanlah pihak luar.

6. Konsumen membawa produsen kepada keinginan konsumen, dan

menjadi tugas produsen untuk melayani konsumen.

2.1.6. Mengelola Kualitas

Dalam pelaksanaannya, standar kualitas jasa yang telah ditetapkan oleh

perusahaan tidak selalu sama dengan apa yang diterima konsumen. Akibatnya jasa

yang telah diberikan perusahaan tidak dapat diterima dengan baik oleh konsumen.

Berry, Parasuraman dan Zeithmal (1991, dalam Tjiptono 2006) mengemukakan

lima gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa, yaitu :

1. Gap antara harapan konsumen dengan persepsi manajemen.

Pihak manajemen tidak dapat selalu merasakan atau memahami apa

yang diinginkan konsumen, sehingga mereka tidak mengetahui

bagaimana jasa tersebut dirancang, serta jasa pendukung apa yang

dibutuhkan konsumen.

2. Gap antara pesepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan

spesifikasi kualitas jasa.

Manajemen mampu memahami apa yang diinginkan konsumen, tetapi

mereka tidak menyusun standar kinerja tertentu dengan jelas. Hal ini

disebabkan karena tidak adanya komitmen total manajemen terhadap


kualitas jasa, kekurangan sumber daya serta adanya kelebihan

permintaan.

3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.

Perusahaan tidak mampu memenuhi standar kualitas jasa yang

ditetapkan

4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal.

Hal ini terjadi karena perusahaan tidak mampu memenuhi janji

mereka.

5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan.

Terjadi apabila konsumen mengukur kinerja perusahaan dengan cara

yang berlainan.

D. Loyalitas Pelanggan

2.1.7. Pengertian Loyalitas Pelanggan

Loyalitas konsumen secara umum dapat dipahami sebagai konsep yang

menekankan pada runtutan pembelian (Basuswasta 2002 :74). Menurut Sheth dan

Mittal (2004) dalam Tjiptono (2006), loyalitas konsumen adalah komitmen

konsumen terhadap suatu merek, toko, atau pemasok (perusahaan), berdasarkan

sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten.

Konsep loyalitas konsumen dalam konteks pemasaran jasa didefinisikan

oleh Bendapudi & Berry (1997) dalam Tjiptono (2006), sebagai kontinuitas relasi,

dan biasanya tercermin dalam pembelian berkelanjutan dari penyedia jasa yang

sama atas dasar dedikasi maupun kendala pragmatis.


Menurut Oliver dalam Kotler dan Keller (2006:135), loyalitas konsumen

didefinisikan sebagai A deeply held commitment to re buy or re patronized a

preferred product or service in the future despite situasional influences and

marketing efforts having the potential to cause switching behaviour. Yaitu Sebuah

komitmen yang dipegang teguh untuk membeli kembali atau menggunakan

produk atau opsi layanan di masa mendatang meskipun pengaruh situasi dan

upaya pemasaran memiliki potensi untuk menyebabkan terjadinya perubahan

perilaku.

Menurut Bramson (2005:2). Loyalitas konsumen merupakan suatu konsep

yang mencakup lima faktor:

1. Pengalaman konsumen dengan kepuasan utuh ketika melakukan

transaksi dengan anda.

2. Kesediaan untuk mengembangkan hubungan dengan anda dan dengan

perusahaan anda.

3. Kesediaan untuk menjadi pembeli setia.

4. Kesediaan untuk merekomendasikan anda kepada orang lain.

5. Penolakan untuk berpindah pada pesaing.

Berdasarkan pengertian yang ada, dapat disimpulkan, bahwa loyalitas

konsumen merupakan kesetiaan konsumen terhadap perusahaan atau suatu produk

tertentu.

1. Jenis- jenis Loyalitas

Griffin (2002:22-23) membagi loyalitas dalam empat jenis yaitu:

a. Tanpa loyalitas.
Yaitu beberapa konsumen tidak mengembangkan loyalitas

terhadap produk atau jasa tertentu karena beranggapan tidak ada

perbedaan tempat penyedia barang atau jasa tertentu.

b. Loyalitas lemah

Yaitu keterikatan yang rendah digabung dengan pembelian

berulang yang tinggi menghasilkan loyalitas yang lemah (inertia

loyalty). Konsumen ini membeli karena kebiasaan.

c. Loyalitas tersembunyi

Yaitu tingkat preferensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat

pembelian berulang yang rendah. Menunjukkan loyalitas

tersembunyi (Latent loyalty).

d. Loyalitas Premium.

Yaitu terjadi bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan tingkat

pembelian berulang yang juga tinggi.

2. Strategi Membangun Loyalitas Menurut Tahapan Konsumen

Grifin (2002:209-210) membagi sebagai berikut.

a. Tersangka dan Prospek

Tersangka adalah orang yang mungkin membeli jasa atau produk.

Disebut tersangka karena penjual percaya, atau “menyangka”,

mereka akan membeli, tapi penjual belum cukup yakin. Prospek

adalah orang yang membutuhkan produk dan jasa, dan memiliki

kemampuan untuk membeli.


Penyedia jasa atau produk harus dapat mengatasi rasa takut

Suspect/Prospect dengan langkah-langkah tindakan sebagai

berikut:

1) Memproyeksikan citra kepemimpinan.

2) Dengarlah atau mencari ketakutan pembeli.

3) Mengatasi rasa takut pembeli baru dengan: empati atau

dorongan, “kisah keberhasilan” klien, tawaran konsultasi gratis

dan garansi produk atau jasa.

b. Konsumen pertama kali

Konsumen pertama kali adalah orang yang telah membeli satu kali.

Orang tersebut bisa jadi merupakan konsumen sendiri dan

sekaligus konsumen pesaing untuk itulah fokus utama pada

konsumen pertama kali dengan memenuhi atau melampaui harapan

konsumen. Dengan langkahlangkah tindakan yaitu:

1) Melampaui harapan konsumen baru

2) Membangun visi untuk kunjungan ulang.

3) Mengucapkan terima kasih atas bisnis dari konsumen.

4) Mengundang konsumen untuk kembali.

c. Konsumen berulang

Konsumen berulang adalah orang yang telah membeli dua kali atau

lebih. Mereka mungkin telah membeli produk yang sama dua kali

atau membeli produk dan jasa yang berbeda pada dua kesempatan

atau lebih.
Fokus utama pada konsumen ini yaitu dengan memberikan manfaat

bernilai tambah atas masing-masing pembelian ulang. Dengan

langkah-langkah tindakan yaitu:

1) Menemukan atau memenuhi kebutuhan konsumen, dengan

menggunakan kunjungan bernilai tambah perangkat cross-

selling.

2) Menjual produk dan jasa pembentuk loyalitas.

3) Menganalisis pembelian kepada pesaing atas peralihan tetap

atau perpindahan sementara.

4) Mintalah umpan balik dari konsumen secara teratur.

d. Klien

Klien yaitu konsumen yang membeli apapun yang di jual dan yang

dapat ia gunakan serta membelinya secara teratur, memiliki

hubungan yang kuat dan berlanjut, yang menjadikan kebal

terhadap tarikan pesaing. Fokus utama untuk konsumen ini yaitu

menyesuaikan jasa dengan kebutuhan klien tertentu. Dengan

langkah-langkah tindakan yaitu:

1) Mempraktekkan pelayanan yang disesuaikan dengan

kebutuhan. Mencari cara untuk membantu konsumen

“menemukan kembali“ diri mereka sendiri.

2) Jangan menganggap bisnis dari konsumen akan terjadi dengan

sendirinya.
3) Membuat klien mengetahui bahwa berbisnis dengan anda

merupakan hal yang cerdas.

4) Mencari input dan umpan balik secara kontinu.

e. Penganjur

Penganjur yaitu pendukung yang membeli produk serta

membelinya secara teratur, tetapi penganjur juga mendorong orang

lain untuk membeli, ia membicarakan produsen, melakukan

pemasaran, dan membawakan konsumen pada produsen. Fokus

utama yaitu membuat banyak klien. Untuk melakukan penjualan

untuk produsen. Langkah- langkah tindakan yaitu:

1) Membuat anjuran melalui surat anjuran atau persetujuan dari

klien yang dipublikasikan, pengakuan atas pemberian referensi,

dan imbalan dari merekomendasikan seorang teman.

2) Mengembangkan secara teratur berkomunikasi dengan jaringan

klien, serta pemberi pengaruh bisnis lainnya.

f. Konsumen atau klien yang hilang.

Konsumen atau klien yang hilang yaitu seseorang yang pernah jadi

konsumen atau klien tetapi belum membeli kembali sedikitnya

dalam satu siklus pembelian yang normal. Bila konsumen atau

klien yang hilang aktif kembali, ia dianggap sebagai konsumen

atau klien yang dapat kembali (regained customer or client).

Konsumen dianggap berbahaya bila tinggi kemungkinannya untuk

beralih. Fokus utama yaitu dengan mengembangkan rencana “rebut


kembali” berdasarkan diagnosis ketidakaktifan. Dengan langkah-

langkah tindakan sebagai berikut:

1) Mendeteksi keaktifan sedini mungkin dan memberitahu

konsumen bahwa ia dirindukan.

2) Mengaktifkan kembali tawaran komunikasi pembelian khusus,

untuk membujuk konsumen kembali.

3) Bersabar dengan konsumen tidak aktif dan tetap mengadakan

hubungan.

3. Faktor–faktor Pembentuk Loyalitas Konsumen

Jika konsumen telah merasa puas maka akan menjadi konsumen yang

loyal. Menurut Griffin (2002:199-200) langkah pertama dalam

membangun sistem loyalitas klien adalah berusaha mengenal

terminologi dan variabel yang menentukan serta mendorong loyalitas.

Faktor-Faktor tersebut adalah:

a. Basis klien merupakan seluruh jumlah konsumen dan klien yang

aktif, hal ini dapat dihitung dengan menjumlahkan konsumen

pertama kali, konsumen berulang, dan klien.

b. Tingkat retensi konsumen baru adalah persentase konsumen

pertama kali yang melakukan pembelian kedua dalam periode

waktu tertentu, periode waktu diatur oleh siklus pembelian

berulang konsumen anda yang biasa.


c. Tingkat retensi klien adalah persentase konsumen yang telah

memenuhi sejumlah khusus pembelian berulang selama periode

waktu tertentu.

d. Pangsa konsumen (share of customer) adalah persentase jumlah

pembelian konsumen atas kategori produk dan jasa tertentu yang

dibelanjakan ke perusahaan.

e. Jumlah rata-rata konsumen baru perbulan adalah rata-rata jumlah

konsumen pertama kali yang membeli dari perusahaan anda tiap

bulannya.

f. Frekuensi pembelian adalah frekuensi rata-rata seorang konsumen

atau klien membeli dari anda setiap tahunnya.

g. Jumlah pembelian rata-rata adalah jumlah rata-rata yang dibayar

atas produk dan jasa setiap pembelian.

h. Tingkat peralihan adalah persentase tahunan rata-rata konsumen

yang hilang atau menjadi tidak aktif karena suatu alasan termasuk

ketidakpuasan dan pindah lokasi.

Menurut Lupiyoadi (2001:161) konsumen yang loyal akan menunjukkan

ciri-ciri sebagai berikut:

1. Repeat : Apabila konsumen membutuhkan produk atau jasa akan

membeli produk tersebut pada perusahaan tersebut.

2. Retention : Konsumen tidak terpengaruh kepada pelayanan yang

ditawarkan oleh pihak lain


3. Refferal : Jika produk atau jasa baik, konsumen akan mempromosikan

kepada orang lain, dan jika buruk konsumen diam dan

memberitahukannya pada pihak perusahaan.

Menurut Griffin, keuntungan–keuntungan yang akan diperoleh perusahaan

apabila memiliki konsumen yang loyal, yaitu:

1. Mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk pemasaran karena

biaya untuk menarik konsumen baru jauh lebih mahal.

2. Mengurangi biaya transaksi seperti biaya negosiasi, kontrak,

pemrosesan pesanan termasuk biaya untuk menarik konsumen baru.

3. Meningkatkan penjualan silang, karena akan medorong konsumen

untuk mencoba produk lain yang ditawarkan perusahaan dengan

harapan mendapatkan tingkat kepuasan yang telah diperolehnya dan

akibat adanya komunikasi verbal antar individu yang positif tentang

perusahaan.

4. Komunikasi verbal antar individu yang positif dengan asumsi bahwa

konsumen merasa puas.

5. Mengurangi biaya kegagalan dalam arti bahwa untuk memperoleh

konsumen baru perusahaan memerlukan biaya yang mana biaya yang

dikeluarkan tersebut akan hilang apabila calon konsumen yang dituju

gagal diperoleh dengan disertai tindakan untuk membeli kembali dan

konsumen bersedia mengembangkan hubungan kembali


2.1.5 Dimensi Loyalitas Konsumen

Menurut Griffin (2005:31), Dimensi konsumen yang loyal terhadap suatu

produk atau jasa, yaitu:

1. Melakukan pembelian secara teratur, yaitu konsumen yang puas

terhadap suatu produk atau jasa, akan terus membeli suatu produk atau

jasa tersebut.

2. Pembelian antar lini produk atau jasa, yaitu konsumen yang loyal akan

membeli produk atau jasa lain yang terdapat di perusahaan.

3. Mereferensikan ke orang lain, yaitu konsumen yang loyal akan

merekomendasikan produk atau jasa yang digunakannya kepada orang

lain.

Menunjukkan kekebalan dari tarikn persaingan (tidak mudah terpengaruh

oleh tarikan persaingan produk sejenis lainnya), yaitu konsumen yang loyal tidak

akan berpaling kepada produk atau jasa lain walaupun pesaing memberikan

promosi yang menjanjikan kepada konsumen.

Dimensi – dimensi hubungan menurut Barnes (2001) :

1. Kepercayaan

Kepercayaan adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya. Kepercayaan

akan terjadi jika satu pihak memiliki kepercayaan terhadap reliabilitas

dan integritas mitra hubungannya.

2. Kedekatan

Komunikasi adalah dimensi aksi atau perilaku dari sebuah hubungan,

sedangkan perasaan dekat lebih bersifat emosional. Hubungan yang


dekat ditandai dengan perasaan yang tulus terhadap pihak lain.

Pelanggan berhubungan dengan sebuah perusahaan karena mereka

menyukai perusahaan tersebut atau orang-orang yang bekerja disana;

merasakan kedekatan tertentu terhadap mereka atau memiliki nilai dan

tujuan yang sama.

3. Hubungan timbal balik

Hubungan yang penting bagi kedua belah pihak dan ingin diteruskan

oleh keduanya, haruslah, memberikan keuntungan timbal balik bagi

kedua belah pihak. Dengan mendekatkan diri pada pelanggan

diharapkan perusahaan dapat mengetahui kebutuhan dan keinginan

pelanggan, karena semakin baik perusahaan mengenal pelanggan,

maka akan semakin baik pula perusahaan memasarkan produknya.

demikian juga dengan pelanggan, mereka akan merasa diperhatikan

dan pada akhirnya menciptakan kesetiaan pelanggan terhadap

perusahaan untuk waktu yang lama.

E. Kerangka Pemikiran

Hubungan antara kualitas layanan dan kebijakan dengan loyalitas

pelanggan bisa dalam bentuk hubungan lansung maupun hubungan langsung

dengan diantarai atau dimoderatori oleh kepuasan pelanggan.

Kebijakan mengenai penentuan harga dapat dibagi dalam tiga macam cara,

yakni: penentuan harga berdasarkan diskon, allowance, dan harga geografis. Pada
tiga elemen tersebut di atas, sangatlah menentukan sekali pada pembelian yang

dilakukan oleh konsumen.

Untuk mencapai tujuan tadi perusahaan menetapkan kebijakan harga yaitu

kebijakan yang dibuat oleh perusahaan untuk menetapkan proporsi pendapatan

yang dibagikan sebagai harga yang dibayar, bearti semakin sedikit laba yang

dapat ditahan dan sebagai akibatnya ialah menghambat tingkat pertumbuhan laba

dan harga penjualan. Sedangkan kebijakan harga menurut Kotler (1999:72)

adalah suatu alat atau cara yang dipergunakan perusahaan untuk menetapkan

harga dan bisa mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian terhadap

barang yang ditawarkan.

Menurut Cronin, Brady, dan Hult (2000) dalam Bei and Chiao (2001)

mengusulkan bahwa kualitas layanan akan langsung maupun tidak langsung

mengarah pada perilaku niat pembelian secara bersamaan. Mereka menemukan

bahwa kualitas pelayanan memiliki pengaruh langsung terhadap niat perilaku

konsumen dalam empat dari enam industri yang diuji, efek tidak langsung melalui

kepuasan terhadap loyalitas di semua enam industri. Dengan demikian, hipotesis

berikut diusulkan adalah kualitas layanan yang dirasa memiliki efek positif baik

secara langsung maupun tidak langsung (melalui kepuasan konsumen) terhadap

loyalitas konsumen.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka. untuk memperjelas uraian

diatas dan untuk dijadikan pandangan dalam pembahasan tesis ini, maka dapat

dilihat pada skema kerangka pemikiran sebagai berikut:

Kebijakan Tarif

Loyalitas
Pelanggan

Kualitas Pelayanan

F. Hipotesis

Berdasarkan pada kajian teori yang ada, maka dapat dirumuskan hipotesis

sebagai berikut :

H1: Kebijakan Tarif berpengaruh positif dan signifikan terhadap Loyalitas

Pelanggan pengguna Busway Transjakarta.

H2: Kualitas Pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas

Pelanggan pengguna Busway Transjakarta.

H3: Kebijakan Tarif dan kualitas pelayanan secara bersama-sama berpengaruh

positif dan signifikan terhadap Loyalitas Pelanggan pengguna Busway

Transjakarta.

Anda mungkin juga menyukai