Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tingginya angka kematian bayi dan angka kematian neonatus masih menjadi masalah
yang belum terselesaikan hingga saat ini. Berdasarkan SDKI 2012 kematian neonatal
menyumbang lebih dari setengah kematian bayi (59,4 persen), sedangkan jika dibandingkan
dengan angka kematian balita, kematian neonatal menyumbangkan 47,5 persen. Data Riskesdas
2013 menunjukkan prevalensi bayi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR) berkurang dari 11,1
persen tahun 2010 menjadi 10,2 persen pada tahun 2013. BBLR merupakan salah satu faktor
terpenting kematian neonatal dengan penyumbang utama kematian BBLR berupa prematuritas,
infeksi, asfiksia lahir, hipotermia dan pemberian ASI yang kurang adekuat. Terkait tujuan
Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu mengakhiri kematian bayi dengan menurunkan
angka kematian neonatal hingga 12 per 1.000 kelahiran hidup dan mengurangi 1/3 kematian
prematur akibat penyakit tidak menular melalui pencegahan dan perawatan. Butuh usaha ekstra
dalam meningkatkan cakupan intervensi dan penanganan khusus untuk menurunkan angka
kematian dan kesakitan pada neonatus.( PP IDAI, 2018)
Di negara berkembang, sekitar 3 persen bayi mengalami asfiksia lahir tingkat sedang dan
berat. Bayi asfiksia yang mampu bertahan hidup namun mengalami kerusakan otak, jumlahnya
cukup banyak. Hal ini disebabkan karena resusitasi tidak adekuat atau salah prosedur. Resusitasi
yang dilaksanakan secara adekuat dapat mencegah kematian dan kecacatan pada bayi karena
hipoksia. Intervensi post natal terhadap peningkatan keterampilan resusitasi bayi baru lahir
dapat menurunkan kematian neonatal hingga 6-42 persen (The Lancet Neonatal Survival 2005)
Sekitar 10,2 persen bayi lahir dengan berat lahir rendah kurang dari 2500 gram
(Riskesdas 2013). Data dari Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
merupakan salah satu faktor terpenting kematian neonatal. Penyumbang utama kematian BBLR
adalah prematuritas, infeksi, asfiksia lahir, hipotermia dan pemberian ASI yang kurang adekuat.
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa kematian karena hipotermia pada bayi berat
lahir rendah (BBLR) dan bayi prematur jumlahnya cukup bermakna. Perilaku/kebiasaan yang
merugikan seperti memandikan bayi segera setelah lahir atau tidak segera menyelimuti bayi
setelah lahir, dapat meningkatkan risiko hipotermia pada bayi baru lahir. Intervensi untuk
menjaga bayi baru lahir tetap hangat dapat menurunkan kematian neonatal sebanyak 18-42
persen (The Lancet Neonatal Survival 2005)
Di Kota Cilegon kondisi kematian bayi di tahun 2020 kematian bayi berjumlah 63 orang
dengan kematian neonatus sebanyak 47 orang dan kematian post neonatal sebanyak 16 orang
ini menunjukan sebagian besar kematian terjadi pada masa rawan yaitu masa neonates
sebanyak 74,60 % pada masa ini. Penanganan komplikasi dari jumlah neonatus dengan
komplikasi sebanyak 1216 orang di tangani 1138 orang ini menunjukan sekitar 93.59 % bisa di
tangani dan masih ada neonatus yang tidak tertangani sebanyak 6.41 %
Dari paparan tersebut di atas Kejadian kematian neonatus sangat berkaitan dengan
kualitas pelayanan kesehatan, yang dipengaruhi antara lain karena masih adanya persalinan di
rumah, status gizi ibu selama kehamilan kurang baik, komplikasi pada kehamilan dan persalinan,
kurangnya kepatuhan tenaga kesehatan terhadap standar-standar pelayanan dan rendahnya
pengetahuan keluarga dalam perawatan bayi baru lahir. Untuk itu diperlukan perhatian khusus
dalam memberikan pelayanan kesehatan neonatus terutama pada hari-hari pertama
kehidupannya yang sangat rentan karena banyaknya perubahan yang terjadi pada bayi dalam
menyesuaikan diri dari kehidupan di dalam rahim ke kehidupan di luar Rahim (Dirjen Kesmas,
2018 )
Berbicara kualitas pelayanan maka berhubungan dengan SDM yang ada pada system
pelayanan tersebut dimana kebutuhan akan kompetensi tenaga kesehatan memberikan ruang
bagaimana tenaga kesehatan memiliki pengetahuan dan keterampilan sehingga ketika melayani
neonatus dengan kegawatan atau komplikasi dapat di antisipasi dengan segera dan tepat.
Menjawab permasalahan kompetensi tersebut maka di perlukan Rotasi klinik atau semacam
praktek lapangan secara langsung kepada Neonatus dengan segala masalahnya. Sehingga di
harapkan tenaga kesehatan ( Bidan dan Perawat) mampu menerapkannya di Puskesmas.

B. RUMUSAN MASALAH
Angka kematian BBLR………………………
C. TUJUAN ROTASI KLINIK
TUJUAN UMUM :
Meningkatkan Pengetahuan dan pemahaman dalam pelayanan neonatal baik yang
normal ( perawatan sehari), neonatus beresiko/ komplikasi dan kegawatan Neonatus
terstandar sehingga aouputnya Menurunkan Angka Kematian Bayi di Kota Cilegon

TUJUAN KHUSUS :
a. Meningkatkan Kualitas Pelayanan Neonatal esensial
b. Meningkatkan kemampuan dalam perawatan neonatus sakit
c. Meningkatkan kemampuan dalam penilaian bayi baru Lahir
d. Penanganan Kegawat daruratan neonatus
e. Penanganan Bayi baru lahir dengan Asfiksia dan BBLR
f. Meningkatkan kemampuan STABLE ( Stabilisasi pasca Resusitasi) pada Neonatus
g. Meningkatkan kemampuan Menjaga kehangatan bayi dengan PMK
h. Perawatan Tindak lanjut

D. RUANG LINGKUP
1. WAKTU DAN TEMPAT
Kegiatan ini akan dilaksanakan pada :
Tanggal : 06 September 2021 s.d 02 Oktober 2021
Waktu : Pelaksanaan di buat 2 shif pagi dan sore
2. Shift pagi dari jam 07.00 Wib s.d 14.00 Wib
3. Shift sore dari jam 14.00 Wib s.d 21.00 wib
Tempat : Ruang Perina RS Krakatau Medika

2. PESERTA
Peserta terdiri 9 Puskesmas dengan masing –masing mengirimkan 2 peserta aktif kecuali
Citangkil 1 dan 2 masing-masing satu peserta, jadi jumlah peserta ada 16 orang
3. PENDAMPING ROTASI KLINIK
 Dokter SpA RS KM 1 orang
 CI lapangan 2 orang
4. PENDANAAN
Kegiatan ini mendapat dana dari APBD Kota Cilegon

Anda mungkin juga menyukai