Anda di halaman 1dari 13

Abstract

Musim kemarau yang berkepanjangan dan perubahan cuaca yang ekstrem menimbulkan
berbagai bencana alam, salah satunya yaitu kekeringan. Kejadian bencana kekeringan yang
paling sering di Kabupaten Madiun adalah kekeringan di lahan pertanian. Wilayah pertanian
merupakan salah satu komuditas utama penyumbang PDRB terbanyak di Kabupaten Madiun,
sehingga kekeringan di lahan pertanian perlu segera diatasi supaya tidak terjadi penurunan
produksi tanaman dan kerusakan lahan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis
distribusi spasial kekeringan lahan pertanian di Kabupaten Madiun dan menguji akurasi
algoritma NDVI dan LST yang digunakan dalam perhitungan TVDI. Metode pengolahan data
yang digunakan dalam penelitian yaitu Temperature Vegetation Dryness Index atau TVDI
dengan memanfaatkan Citra Landsat-8 OLI/TIRS perekaman bulan Agustus pada tahun 2019
hingga 2021.
Hasil yang diperoleh dari penelitian yaitu distribusi spasial kekeringan lahan pertanian di
Kabupaten Madiun menunjukkan terdapat 5 kelas kekeringan yaitu basah, agak basah, normal,
agak kering, dan kering. Kelas kekeringan paling dominan tahun 2019 dan 2020 yaitu kelas
kekeringan normal dengan luas 15.426,64 ha dan 13.960,01 ha. Tahun 2021 memiliki dominan
kelas kekeringan agak basah dengan luas sebesar 13.641,93 ha. Nilai akurasi penggunaan lahan
sebesar 92,89%. Akurasi NDVI tahun 2019 sebesar 91,45%, tahun 2020 sebesar 87,13%, dan
tahun 2021 sebesar 91,28%. Nilai akurasi LST tahun 2019 sebesar 96,38%, tahun 2020 sebesar
97,69%, dan tahun 2021 sebesar 95,71%.
Keywords : TVDI, Kekeringan Pertanian, LST, NDVI
INTRODUCTION (5 paragraf)
Latar belakang teori
Bencana alam merupakan suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak terhadap populasi
manusia (sadewo). Salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia yaitu kekeringan.
Kejadian bencana kekeringan di Indonesia setiap tahunnya memiliki pola dan durasi yang
berbeda setiap tahunnya. Kekeringan dapat terjadi akibat curah hujan yang berada di bawah
kondisi normal dan berlangsung pada musim kemarau dalam kurun waktu yang lama (Dhuhita
ums (2022). Kekeringan dibagi menjadi kekeringan meteorologis, hidrologis, social ekonomi,
dan pertanian (BPBD NTB, 2019).
Penyebab terjadinya bencana kekeringan karena adanya pengurangan curah hujan. Perubahan
iklim akan menyebabkan perbedaan musim sehingga terjadi perubahan musim hujan dan
kemarau di Kabupaten Madiun yang tidak menentu. Curah hujan yang sedikit akan
menyebabkan kekeringan dan menimbulkan penurunan produksi tanaman (Sri Mai
Dewi,2020). Balai Besar Bengawan Solo yang ada di Kabupaten Madiun mencatat bahwa pada
tahun 2019 memiliki nilai curah hujan yang paling sedikit dibanding dengan 5 tahun belakang
ini. Jumlah curah hujan tahun 2019 hanya sebesar 1.584,5 mm dan mengakibatkan kekeringan
di lahan pertanian sebanyak 230 ha. Jumlah luas realisasi tanaman padi tahun 2019 juga paling
sedikit yaitu seluas 82.646 ha. Sehingga identifikasi kekeringan di lahan pertanian harus
dilakukan untuk mengurangi kerugian yang ada.
Salah satu cara untuk prediksi kekeringan pertanian ini yaitu dengan melihat distribusi spasial
kekeringan di lahan pertanian menggunakan Penginderaan Jauh (Ariani, Prasetyo, & Sasmito,
2020). Pemanfaatan aplikasi Penginderaan Jauh menggunakan citra satelit ini tidak
membutuhkan waktu yang lama dan sumberdaya manusia yang sedikit juga (Astuti, Ichsan, &
Sudraningsih, 2022). Salah satu citra satelit yang dapat digunakan adalah Citra Landsat-8
OLI/TIRS. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah Temperature Vegetation Dryness
Index atau TVDI. TVDI menggabungkan algoritma Normalized Difference Vegetation Index
atau NDVI dengan Land Surface Temperature atau LST. Prediksi dan pemantauan kekeringan
di lahan pertanian menggunakan metode TVDI telah teruji mampu merepresentasikan
kekeringan pertanian dengan baik dibandingkan dengan metode lainnya (Fathoni &
Sudaryatno, 2015)
Berdasarkan uraian permasalahan yang ada, penelitian ini diharapkan mampu untuk menjawab
pertanyaan sebagai berikut : (a) bagaimana distribusi spasial kekeringan pertanian di
Kabupaten Madiun dengan citra Landsat-8 OLI/TIRS dengan menggunakan TVDI ? dan (b)
berapa hasil perhitungan akurasi menggunakan confusion matrix dari algoritma NDVI dan LST
untuk membangun kekeringan pertanian menggunakan TVDI ?. Tujuan penelitian yang ingin
dicapai yaitu memetakan distribusi spasial kekeringan pertanian di Kabupaten Madiun metode
TVDI dan menghitung nilai akurasi menggunakan confusion matrix dari algoritma NDVI dan
LST. Penelitian ini diharapkan nantinya dapat dimanfaatkan untuk akademisi terutama pada
bidang penginderaan jauh dan kebencanaan, memberikan informasi kepada masyarakat
mengenai distribusi spasial sebaran kekeringan di lahan pertanian di Kabupaten Madiun.
METHOD
Kajian wilayah penelitian ini adalah di Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Indonesia yang
mencangkup 15 wilayah adminsitrasi kecamatan dan 206 wilayah administrasi desa/ kelurahan.
Adapun kecamatan yang termasuk dalam wilayah penelitian yaitu Kecamatan Kebonsari,
Geger, Dolopo, Dagangan, Wungu, Kare, Gemarang, Saradan, Pilangkenceng, Mejayan,
Wonosari, Balerejo, Madiun, Sawahan, dan Jiwan. Sedangkan untuk bulan penelitian dipilih
pada tanggal 21 Agustus 2019, 23 Agustus 2020, dan 26 Agustus 2021.
Tahap penelitian dimulai dengan mengumpulkan data – data yang digunakan. Teknik
pengumpulan data dibagi menjadi pengumpulan data penginderaan jauh, pengumpulan data
sekunder, dan observasi. Data penginderaan jauh dapat diperoleh dari pengunduhan citra pada
website resmi atau dinas terkait yang menunjukkan hasil perekaman suatu objek yang
didapatkan dengan sensor buatan atau tanpa diperoleh langsung di lapangan. Data sekunder
yang digunakan dalam penelitian antara lain Data Shapefile Batas Administrasi Kabupaten
Madiun skala 1:50.000 yang diperoleh dari dinas terkait yaitu BPBD dan ATR/BPN Kabupaten
Madiun. Pengumpulan data sekunder dimulai dengan permohonan data pada dinas terkait
dengan memberikan surat perizinan permohonan data dari kampus. Kemudian menunggu
konfirmasi dari dinas. Teknik observasi dalam penelitian digunakan untuk kegiatan lapangan
dan melakukan validasi di lapangan apakah data yang telah diolah sudah sama dengan aslinya.
Metode pengolahan data akan dijelaskan dalam diagram berikut ini
Tambah diagram
Cloud masking
Citra Landsat-8 yang telah diunduh tidak terlepas dari objek awan dan bayanyannya. Objek
awan dan bayangan ini harus dihilangkan supaya tidak mengganggu perhitungan metode
kekeringan pertanian. Proses penghilangan tutupan awan dapat dilakukan dengan cara digitasi
atau menggunakan QGIS. Sementara itu pemotongan Citra Landsat-8 dilakukan sesuai dengan
batas kajian yaitu Kabupaten Madiun. Pemotongan citra dilakukan dengan menggunakan
aplikasi ArcMap dengan memanfaatkan tool: Extract by mask
Radiometric correction
Citra Landsat-8 OLI/TIRS yang digunakan dalam penelitian ini merupakan produk L1TP atau
Level 1 Precision Terrain (Corected). Produk L1TP yang berarti bahwa produk Landsat telah
terkoreksi secara geometrik dengan titik control tanah dan DEM atau Digital Elevation Model
untuk proses kalibrasinya. Hal tersebut membuat Citra Landsat-8 OLI/TIRS tidak perlu koreksi
geometrik karena L1TP sudah memiliki kualitas yang paling baik untuk analisis secara
multitemporal (USGS, 2019). Tujuan dilakukannya proses koreksi radiometrik adalah untuk
memperbaiki adanya kesalahan sistem optik, gangguan radiasi elektromagentik dalam
atmosfer, dan kesalahan akibat sudut elevasi matahari. Koreksi radiometrik dilakukan untuk
mengonversikan ke dalam bentuk ToA atau Top of Atmosphere karena citra yang digunakan
merupakan citra multispektral yang memiliki saluran Operasional Land Imager atau OLI dan
Thermal Infrared Sensor atau TIRS. Tahapan ToA dibagi menjadi ToA radian lalu dilanjukan
koreksi ToA reflektan untuk saluran 4 dan 5 pada Landsat-8. Berikut merupakan rumus
perhitungan ToA Radian dan ToA Reflektan.
Perhitungan ToA Radian

𝐿λ = ML ∗ 𝑄𝐶𝐴𝐿 + 𝐴𝐿 …………………………………………… (3)


Keterangan:
𝐿λ :ToA spectral radiance/spectral radian sensor(Watss/(m2 *srad*µm))
ML :RADIANCE_MULT_BAND_x, x merupakan saluran yang digunakan
𝐴𝐿 : Digital Number atau nilai piksel
𝑄𝐶𝐴𝐿 : RADIANCE_ADD_BAND_x, x merupakan saluran yang digunakan

Perhitungan ToA Reflektan

𝜌 = (𝜋 𝑥 Lλ x d2 )/(ESUNλ x cos(𝜃𝑠))…………………………...(4)
Keterangan
𝜌 : Unitless Planetray Reflectance
Lλ : Spectral Radiance at The Sensor’s Apeture
d : Earth Sun Distance
ESUNλ : Band dependet mean solar
𝜃𝑠 : Solar zenith angle

TVDI
Tahapan proses TVDI dimulai dengan mengekstraksi suhu permukaan dengan memanfaatkan
saluran inframerah termal menggunakan metode Land Surface Temperature atau LST. Setelah
itu melakukan analisis indeks vegetasi menggunakan metode Normalized Difference
Vegetation Index atau NDVI yang diekstraksi dari citra Landsat 8 (Brilianty & Sigit, 2020).
LST dan NDVI memiliki hubungan yang bersifat negative dimana saat semakin tinggi jumlah
vegetasi atau sumbu x, maka suhu permukaan atau sumbu y akan semakin menurun.
Normalized difference vegetation index (NDVI)
(𝑁𝑒𝑎𝑟 𝐼𝑛𝑓𝑟𝑎𝑟𝑒𝑑−𝑅𝑒𝑑)
𝑁𝐷𝑉𝐼 = ………………………….(1)
(𝑁𝑒𝑎𝑟 𝐼𝑛𝑓𝑟𝑎𝑟𝑒𝑑+𝑅𝑒𝑑)

Keterangan
Near Infrared : Saluran inframerah dekat
Red : Saluran merah

Land surface temperature (LST)

𝐿𝑆𝑇 = 𝑇𝐵10 + 𝐶1 (𝑇𝐵10 − 𝑇𝐵11 ) + 𝐶2 (𝑇𝐵10 − 𝑇𝐵11 )2 + 𝐶0 +


(𝐶3 + 𝐶4 𝑊)(1 − 𝑚) + (𝐶5 + 𝐶6 𝑊)∆𝑚…...………………(11)
Keterangan
𝑇𝐵10 : Brightness Temperature Saluran 10
𝑇𝐵11 : Brightness Temperature Saluran 11
𝐶0 − 𝐶6 : Nilai Koefisien SWA
𝑚 : Rata-rata LSE saluran 10 dan 11
∆𝑚 : Selisih LSE saluran 10 dan 11
𝑊 : Nilai kadar uap air di atmosfer 0,013

Temperature vegetation dryness index (TVDI)


𝑇𝑠 −𝑇𝑠𝑚𝑖𝑛
𝑇𝑉𝐷𝐼 = ………………………………….(2)
𝑇𝑠𝑚𝑎𝑥 −𝑇𝑠𝑚𝑖𝑛

Keterangan
𝑇𝑆 : LST yang diamati pada sebuah piksel
𝑇𝑆𝑚𝑖𝑛 : LST minimum, mencerminkan batas basah
𝑇𝑆𝑚𝑎𝑥 : LST maksimum, mencerminkan batas kering

Landuse identification
Interpretasi penggunaan lahan dilakukan dengan cara interpretasi visual. Interpretasi visual
dilakukan dengan unsur interpretasi citra yaitu rona dan warna, bentuk, ukuran, bayangan,
tekstur, pola, asosiasi, situs, dan konvergensi bukti. Interpretasi secara visual dipilih karena
lebih memudahkan untuk identifikasi objek yang ada di permukaan bumi, hal ini dikarenakan
resolusi citra yang digunakan tidak terlalu baik sehingga jenis penggunaan lahan yang dapat
diidentifikasi tidak terlalu banyak. Penggunaan lahan yang dapat diidentifikasi antara lain air,
hutan, ladang, perkebunan, permukiman, sawah. Interpretasi visual ini dilakukan dengan cara
digitasi jenis penggunaan lahan yang berbeda antara satu dengan yang lain.
Sampling
Kegiatan pengambilan sampel dilakukan untuk menentukan jumlah dan lokasi kegiatan
lapangan. Sampel erat hubungannya dengan populasi yang digunakan dalam penelitian.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah banyaknya polygon penutup lahan yang
ada di Kabupaten Madiun. Teknik pengambilan jumlah titik sampel dengan menggunakan
Probability Sampling dengan metode stratified Random Sampling. Metode ini dipilih karena
titik sampel yang akan diambil memperhatikan tingkatan/strata dalam populasinya, yaitu
dilihat dari luasan setiap penggunaan lahannya.
Pengambilan jumlah sampel sangat beragam menurut beberapa ahli. Menurut Mather pada
tahun 2004 menyatakan bahwa jumlah piksel minimal sampel ialah 30 kali. Berdasarkan
penjelasan tersebut, jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian adalah sebanyak 36 titik
yang dihitung menggunakan rumus dari Fitzpatric Lins (Danoedoro, 2015). Berikut merupakan
rumus perhitungan jumlah titik sampel yang digunakan dengan metode Fitzpatric Lins
𝑍 2 𝑝𝑞
𝑁= ………………………………………….(3)
𝐸2

Keterangan
N : Jumlah Sampel
q : 100 - p
p : ketelitian yang diharapkan (%)
Z : standar deviasi normal (nilainya 2)
E : kesalahan yang diterima
Accuracy test
Tabel confusion matrix dapat digunakan untuk kegiatan uji akurasi penggunaan lahan dan
NDVI. Confusion matrix adalah sebuah tabel untuk memperhitungkan kesalahan dari bentuk
penggunaan lahan yang didapatkan dari proses klasifikasi pada citra. Uji akurasi NDVI
dilakukan dengan pengamatan view di lapangan dan wawancara kepada warga sekitar. Uji
akurasi NDVI dilakukan untuk menilai apakah hasil kelas NDVI pada citra sesuai dengan
kondisi di lapangan. Perhitungan overall accuracy dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟
𝑂𝑣𝑒𝑟𝑎𝑙𝑙 𝐴𝑐𝑐𝑢𝑟𝑎𝑐𝑦 = 𝑥 100%...............(14)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Uji akurasi penggunaan lahan dan NDVI juga dilakukan dengan perhitungan koefisien
Kappa. Nilai akurasi yang dapat diterima apabila mengunakan metode Kappa yaitu 85% atau
0,85 untuk pemetaan klasifikasi penggunaan lahan. Perhitungan koefisien Kappa diperoleh
berdasarkan akurasi pengguna (user’s accuracy), akurasi pembuat (producer’s accuracy) yang
diperoleh dari tabel Confusion matrix.
Sedangkan uji akurasi LST dilakukan dengan cara pengambilan suhu permukaan lahan di titik
sampel menggunakan thermometer inframerah. Pengambilan suhu dilakukan sebanyak 3 kali
dengan cara menembahkkan pada objek sesuai titik. Setelah itu dicatat suhu hasil pengukuran
di lapangan dan dibandingkan dengan hasil perhitungan LST pada citra. Perhitungan nilai
akurasi algoritma LST dapat dihitung sebagai berikut
𝑥−𝑥 1
𝑌 = 100% − {⌊ ⌋ 𝑥 100%}.....................................................(15)
𝑥

Keterangan
Y : Presentase ketelitian
X : Nilai pengukuran di lapangan
X1 : Nilai hasil pengolahan citra
X - X1 : Selisih jumlah sampel dengan sampel yang tidak sesuai
RESULT AND ACHIEVEMENT
Cloud masking
Citra satelit yang telah diunduh biasanya masih terdapat gangguan derau atau noise yaitu
berupa awan yang menutupi objek dibawahnya. Adanya awan ini perlu dihilangkan karena
dalam perhitungan TVDI nilai awan akan mempengaruhi hasil akhir perhitungan. Apabila
awan tetap dimasukkan dalam perhitungan TVDI maka nilai rentang kelas TVDI akan semakin
banyak dan lebih rendah. Hal tersebut dikarenakan awan memiliki nilai piksel yang lebih
rendah dibandingkan dengan objek lainnya.
Salah satu tahapan untuk penghilangan tutupan awan ini dapat dilakukan dengan
memanfaatkan aplikasi QGIS menggunakan tools: cloud masking. Berdasarkan hasil
pengolahan awan yang telah dilakukan, nilai presentase luas tutupan awan pada tahun 2019
sebesar 0,21%, tahun 2020 sebesar 0,09%, dan tahun 2021 sebesar 2,30%. Nilai ini
menunjukkan bahwa nilai presentase tutupan awan yang digunakan dalam penelitian memiliki
nilai kurang dari 10%. Hal ini menunjukkan bahwa perekaman citra yang digunakan dalam
penelitian memiliki kualitas multispectral yang baik.
Tutupan awan 2019 2020 2021
Luas tutupan awan (ha) 235,613885 98,512576 2576,660375
Presentase awan 0,21% 0,09% 2,30%

Setelah dilakukan penghilangan tutupan awan, tahap selanjutnya yaitu dilakukannya


pemotongan citra dilakukan sesuai dengan batasan wilayah penelitian yaitu Kabupaten
Madiun. Pemotongan citra ini dilakukan untuk membatasi wilayah mana saja yang akan diolah
dengan tahapan TVDI. Pengolahan pemotongan citra sesuai dengan batas wilayah dilakukan
dengan menggunakan aplikasi ArcMap 10.4. Pengolahan menggunakan ArcMap ini dilakukan
karena untuk tahap selanjutnya akan diolah menggunakan aplikasi ini sehingga menghindari
penurunan kualitasi citra
Radiometric correction
Tahapan koreksi radiometrik citra dilakukan dengan dua tahapan yaitu ToA Radian dan ToA
Reflektan. ToA Radian dilakukan untuk pengolahan Citra Landsat-8 dalam pengolahan suhu
permukaan. Pada band thermal yaitu dalam penelitian adalah band 10 dan band 11, koreksi
citra hanya dilakukan untuk mendapatkan nilai radiannya saja. Tahapan ToA Radian ini
dilakukan dengan menggunakan aplikasi ArcMap dengan memanfaatkan tools: raster
calculator.
Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan hasil untuk nilai pengolahan ToA Radian pada
tahun 2019 pada band 5 didapatkan hasil nilai minimum sebelum dilakukan koreksi sebesar
5943 dan setelah koreksi menjadi 5,632. Sedangkan untuk digital number sebelum dilakukan
koreksi memiliki nilai 32458 dan setelah dikoreksi didapatkan nilai maksimum citranya
sebesar 163,98. Selain nilai piksel yang berubah, terdapat perubahan pada tampilan citranya.
Citra yang belum dikoreksi memiliki tampilan citranya lebih terang dibandingkan citra yang
telah dikoreksi. Adanya perbedaan tampilan citra ini juga dikarenakan rentang nilai yang
dihasilkan dari koreksi dimana nilai sebelum koreksi memiliki rentang yang lebih banyak
dibanding dengan rentang nilai setelah koreksi.

Sebelum Sesudah
Gambar 4. 1 Tampilan Citra Sebelum dan Setelah Dilakukan Pengolahan Toa Radian pada
Band 5 Perekaman Tahun 2019
Sedangkan ToA Reflektan dalam pengolahannya digunakan untuk perhitungan indeks
vegetasi. Pengolahan indeks vegetasi menggunakan citra hasil pengolahan reflektan akan
menghasilkan nilai yang lebih baik. Tahapan ToA Reflektan ini digunakan untuk mengkoreksi
posisi matahari, topografi wilayah, dan sudut perekaman citra yang tidak sesuai. Band yang
diolah untuk dijadikan ToA Reflektan adalah band 4 dan band 5 yang nantinya akan diolah
dalam tahapan NDVI. Pengolahan citra pada tahapan ini akan menghasilkan rentang nilai
digital number 0 – 1. Berdasarkan hasil pengolahan citra didapatkan nilai digital number pada
perekaman tahun 2019 band 5 dengan nilai minimum sebesar 0,0023 dan nilai maksimumnya
sebesar 0,658. Untuk tampilan citra sebelum dan sesudah dilakukan koreksi radiometric yaitu
citra sebelum koreksi memiliki tampilan yang lebih terang dibanding dengan citra setelah
dilakukan koreksi
Sebelum Sesudah
Gambar 4. 2 Tampilan Citra Sebelum dan Setelah Dilakukan Pengolahan Toa Reflektan pada
Band 5 Perekaman Tahun 2019
TVDI
Berdasarkan hasil pengolahan TVDI di wilayah lahan pertanian selama tahun 2019 – 2021
memiliki tingkat kekeringan yang dominan dalam kelas agak basah dan normal. Terlihat dari
grafik perbandingan bahwa pada tahun 2019 tingkat kekeringan yang paling dominan adalah
normal dengan luas sebesar 15.426,64 ha dan yang paling sedikit adalah basah dengan luas
sebesar 1.867,81 ha. Sama halnya dengan tahun 2020 dan 2021 bahwa tingkat kekeringan yang
mendominasi adalah normal dengan masing – masing luasan sebesar 13.960,01 ha dan
13.059,86 ha. Sedangkan untuk tingkat kekeringan terendah adalah basah dengan luas pada
tahun 2020 dan 2021 sebesar 2.112,64 ha dan 1.475,37 ha.

Gambar 4. 3 Grafik Perbandingan Tingkat Kekeringan Metode TVDI Tahun 2019 – 2021
Tabel 4. 1 Luas Kelas Kekeringan TVDI (ha) Tahun 2019 - 2021
Luas Kelas Kekeringan TVDI (ha)
Tahun Agak Agak
Basah Basah Normal Kering Kering
2019 1867,81 10893,16 15426,64 10075,47 4840,09
2020 2112,64 12391,67 13960,01 9483,50 5092,80
2021 1475,37 13641,93 13069,86 9131,90 4353,63
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pada kelas basah pada tahun 2019 didapatkan luas
kelas kekeringan sebesar 1.867,81 ha dan memiliki presentase luas sebesar 4% saja dari lima
kelas kekeringan pada tahun 2019. Sementara pada tahun 2020 kelas kekeringan basah
memiliki luas sebesar 2.112,64 ha dan hanya memiliki presentase luas sebesar 5%. Sementara
pada tahun 2021, kelas kekeringan basah memiliki luas sebesar 1.475,73 ha dan memiliki
presentase paling sedikit yaitu sebesar 4% saja. Kelas kekeringan basah dalam lapangan
ditunjukkan pada titik koordinat X : 555.214,061 dan Y : 9.162.456,721 yang terletak di
Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun. Berdasarkan kondisi lapangan terlihat bahwa sawah
yang memiliki kelas kekeringan basah merupakan lahan sawah yang baru ditanami padi
sehingga masih berada pada fase tanam. Kondisi lapangan yang cenderung banyak air membuat
tampilan pada citra menampilkan kondisi basah.

Gambar 5. 1 Kondisi Kelas Kekeringan Basah di Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun


Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pada kelas agak basah pada tahun 2019 didapatkan
luas kelas kekeringan sebesar 10.893,16 ha dan memiliki presentase luas sebesar 25% dari lima
kelas kekeringan pada tahun 2019. Sementara pada tahun 2020 kelas kekeringan agak basah
memiliki luas sebesar 12.391,67 ha dan memiliki presentase luas sebesar 29%. Sementara pada
tahun 2021, kelas kekeringan agak basah memiliki luas sebesar 13.641,93 ha dan memiliki
presentase sebesar 33%. Kelas kekeringan agak basah dalam lapangan ditunjukkan pada titik
koordinat X : 559.153,715 dan Y : 9.144.308,914 yang terletak di Kecamatan Geger,
Kabupaten Madiun. Berdasarkan kondisi lapangan terlihat bahwa sawah yang memiliki kelas
kekeringan agak basah merupakan lahan sawah yang baru ditanami padi sehingga masih berada
pada fase tanam. Kondisi ini hamper sama seperti pada keadaan lapangan kelas kekeringan
basah, namun bedanya daun dari tanaman padi sudah mudai tumbuh dan sedikit lebih panjang
dibanding masa tanam awal.
Gambar 5. 2 Kondisi Kelas Kekeringan Agak Basah di Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pada kelas normal pada tahun 2019 didapatkan luas
kelas kekeringan sebesar 15.426,64 ha dan memiliki presentase luas paling banyak yaitu
sebesar 36% dari lima kelas kekeringan pada tahun 2019. Sementara pada tahun 2020 kelas
kekeringan normal memiliki luas sebesar 13.960,01 ha dan memiliki presentase luas sebesar
32%. Sementara pada tahun 2021, kelas kekeringan normal memiliki luas sebesar 13.069,86
ha dan memiliki presentase sebesar 31%. Kelas kekeringan normal dalam lapangan
ditunjukkan pada titik koordinat X : 554.031,3714 dan Y : 9.146.764,252 yang terletak di
Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun. Berdasarkan kondisi lapangan terlihat bahwa
sawah yang memiliki kelas kekeringan normal merupakan lahan lahan sawah yang memiliki
daun yang lebat dan kerapatan daunnya cukup tinggi. Pada lahan ini biasanya sawah berada
pada kondisi tanam dimana daun berada pada pertumbuhan tertinggi. Selain itu daun juga
memiliki warna yang hijau sehingga kondisi ini tidak teridentifikasi sebagai kekeringan karena
tanaman memiliki air yang cukup pada daunnya.

Gambar 5. 3 Kondisi Kelas Kekeringan Normal di Kecamatan Kebonsari, Kabupaten Madiun


Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pada kelas agak kering pada tahun 2019 didapatkan
luas kelas kekeringan sebesar 10.075,47 ha dan memiliki presentase sebesar 24% dari lima
kelas kekeringan pada tahun 2019. Sementara pada tahun 2020 kelas kekeringan agak kering
memiliki luas sebesar 9.483,50 ha dan memiliki presentase luas sebesar 22%. Sementara pada
tahun 2021, kelas kekeringan agak kering memiliki luas sebesar 9.131,90 ha dan memiliki
presentase sebesar 22%. Kelas kekeringan agak kering dalam lapangan ditunjukkan pada titik
koordinat X : 574.211,1826 dan Y : 9.164.255,891 yang terletak di Kecamatan Mejayan,
Kabupaten Madiun. Berdasarkan kondisi lapangan terlihat bahwa sawah yang memiliki kelas
kekeringan agak kering merupakan lahan pertanian yang memiliki daun sebagian mulai kering.
Pada kondisi ini air dalam tanaman mulai berkurang sehingga dalam kenampakan citra terlihat
memiliki kondisi yang agak kering.

Gambar 5. 4 Kondisi Kelas Kekeringan Agak Kering di Kecamatan Mejayan, Kabupaten


Madiun
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan pada kelas kering pada tahun 2019 didapatkan luas
kelas kekeringan sebesar 4.840,09 ha dan memiliki presentase sebesar 11% dari lima kelas
kekeringan pada tahun 2019. Sementara pada tahun 2020 kelas kekeringan kering memiliki
luas sebesar 5.092,80 ha dan memiliki presentase luas sebesar 12%. Sementara pada tahun
2021, kelas kekeringan kering memiliki luas sebesar 4.353,63 ha dan memiliki presentase
sebesar 10%. Kelas kekeringan kering dalam lapangan ditunjukkan pada titik koordinat X :
567.464,294 dan Y : 9.164.837,976 yang terletak di Kecamatan Balerejo, Kabupaten Madiun.
Berdasarkan kondisi lapangan terlihat bahwa sawah yang memiliki kelas kekeringan kering
merupakan lahan pertanian yang memiliki daun yang seluruhnya kering. Pada kondisi ini
merupakan masa setelah panen sawah atau masa panen dimana daun tidak memiliki kandungan
air sehingga daunnya berwarna kecoklatan. Selain itu, kondisi tanah juga kering karena tidak
ada air yang mengalir.
Gambar 5. 5 Kondisi Kelas Kekeringan Kering di Kecamatan Balerejo, Kabupaten Madiun

Landuse identification
Sampling
Ketelitian yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebesar 90% dengan tingkat
kesalahannya sebesar 10%, sehingga didapatkan hasil perhitungan titik sampel sebanyak 36
titik. Berikut merupakan rincian perhitungan titik sampel
22 ∗ 90 ∗ 10
𝑁=
102
3600
𝑁=
100
𝑁 = 36 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘
Accuracy test

DAPUS
BPBD NTB (2021, Sept 24). Kekeringan. https://bpbd.ntbprov.go.id/pages/kekeringan
Dhuhita ums (2022) http://eprints.ums.ac.id/98672/
Ariani, D., Prasetyo, Y., & Sasmito, B. (2020). Estimasi Tingkat Produktivitas Padi
Berdasarkan Algoritma NDVI, EVI, dan SAVI Menggunakan Citra Sentinel-2
Multitemporal. Jurnal Geodesi Undip Volume 9 Nomor 1 ISSN: 2337-845X, 207-216.
Astuti, K. S., Ichsan, R., & Sudraningsih. (2022). Analisis Tingkat Kekeringan Lahan Gambut
di Kalimantan Selatan Berdasarkan Data Citra Landsat 8 OLI/TIRS. Jurnal Fisika
Flux: Jurnal Ilmiah Fisika FMIPA Universitas Lambung Mangkuran Volume 18
Nomor 2, 119-132.
BPBD Kabupaten Madiun. (2020). Laporan Akhir Penyusunan Peta Rawan Bencana
Kabupaten Madiun Berbasis Spasial. Kabupaten Madiun: Badan Penanggulangan
Bencana.
Daneodoro. (2012). Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta: Andi.
Fathoni, M., & Sudaryatno. (2015). Pemanfaatan Citra Landsat 8 untuk Pemetaan Kekeringan
Pertanian dengan Transformasi Vegetation Dryness Index (TVDI) di Kabupaten
Sukoharjo Tahun 2013-2014. Jurnal Penelitian, 1-8.
Inarossy, N., & Yulianto, S. (2019). Klasifikasi Wilayah Resiko Bencana Kekeringan Berbasis
Citra Satelit Landsat 8 Oli Dengan Kombinasi Metode Moran's I dan Getis Ord G*
(Studi Kasus: Kabupaten Boyolali dan Klaten). Indonesian Journal of Computing and
Modeling (ISSN: 2598-9421), 37-54.
Sadewo, M. G., Agus, P. W., & Anjar, W. (2018). Penerapan Algoritma Clustering Dalam
Mengelompokkan Banyaknya Desa/Kelurahan Menurut Upaya Antisipasi.Mitigasi
Bencana Alam Menurut Provinsi Dengan K-Means. KOMIK (Konfrensi Nasional
Teknologi Informasi dan Komputer Volume 2 Nomor 1.
Sari. (2014). Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Pemetaan Potensi
Ketersediaan Air di Daerah Aliran SUngai Blongkeng. Yogyakarta: DIII Penginderaan
Jauh dan Sistem Informasi Geografi.

Anda mungkin juga menyukai