Anda di halaman 1dari 11

MODUL PERKULIAHAN

Rekayasa
Hidrologi
Hujan Rata-rata Daerah

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

06
Teknik Perencanaan Teknik Sipil 11024 Gneis Setia Graha, ST., MT.
dan Desain

Abstract Kompetensi
Modul ini menjelaskan mengenai Mahasiswa/I mampu menjelaskan
pengertian, cara perhitungan dengan tentang hujan rata rata daerah.
memakai rata rata hujan, cara segitiga,
cara thiesen, cara isohyet, cara IDW.

‘15 Rekayasa Hidrologi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


1 Gneis Setia Graha, ST., MT. http://www.mercubuana.ac.id
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... 2

1 HUJAN WILAYAH ............................................................................................................................. 3

1.1 Cara Rata-rata Aljabar ............................................................................................................. 3

1.2 Cara Poligon Thiessen ............................................................................................................. 4

1.3 Cara Isohyet ............................................................................................................................ 5

1.4 Metode Kebalikan Jarak (Inverse Distance Weighting) .......................................................... 6

1.5 Metode Garis Potongan Antara (Intersection Line Method)................................................... 7

1.6 Metode Dalam-Elevasi (Depth-Elevation Method) ................................................................. 8

1.7 Metode Elevasi Daerah Rata-rata (Mean Areal Elevation Method) ....................................... 8

2 CONTOH SOAL DAN PENYELESAIAN ............................................................................................. 10

3 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................... 11

‘15 Rekayasa Hidrologi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


2 Gneis Setia Graha, ST., MT. http://www.mercubuana.ac.id
1 HUJAN WILAYAH
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan rancangan pemanfaatan air adalah curah
hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan. Stasiun-stasiun pengamat hujan yang
tersebar pada suatu daerah aliran dapat dianggap sebagai titik (point).

Tujuan mencari hujan rata-rata adalah mengubah hujan titik (point rainfall) menjadi hujan
wilayah (regional rainfall) atau mencari suatu nilai yang dapat mewakili pada suatu daerah
aliran. Ada beberapa cara pendekatan untuk menghitung hujan rata-rata yang akan
diuraikan berikut ini.

1.1 Cara Rata-rata Aljabar

Metode ini adalah yang paling sederhana yaitu dengan merata-ratakan tinggi curah hujan
yang terukur dalam daerah yang ditinjau secara aritmatik. Keuntungan cara ini adalah lebih
obyektif jika dibandingkan dengan cara lain. Hasil yang diperoleh dengan cara ini tidak
berbeda jauh dari hasil yang didapat dengan cara lain jika dipakai pada:

 daerah datar,

 stasiun-stasiun penakarnya banyak dan tersebar merata, dan jika

 masing-masing data tidak bervariasi banyak dari nilai rata-ratanya

Gambar 1 Metode Aritmatik (http://www.srh.noaa.gov/abrfc/?n=map)

Hujan rata-rata dapat dihitung dengan rumus pendekatan:

1 n
RH = H
n i 1 i

dimana:

HI = hujan pada masing-masing stasiun i (1,2., n dalam areal yang Ditinjau).

‘15 Rekayasa Hidrologi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


3 Gneis Setia Graha, ST., MT. http://www.mercubuana.ac.id
n = jumlah stasiun,

RH = rata-rata hujan

Perlu diketahui bahwa untuk menghitung hujan wilayah dengan menerapkan cara rata-rata
aljabar, data hujan yang ditinjau dan diperhitungkan adalah data hujan yang berada didalam
daerah aliran (cathment area) dalam hal ini H1, H2, …., H¬n. Yang berada di luar daerah
aliran tidak dihitung.

1.2 Cara Poligon Thiessen

Cara ini sering dipakai karena mengimbangi tidak meratanya distribusi alat ukur dengan
menyediakan suatu faktor pembobot (weighting factor) bagi masing-masing stasiun. Cara
Poligon Theiessen dapat dipakai pada daerah dataran atau daerah pegunungan (dataran
tinggi) dan stasiun pengamat hujan minimal ada tiga, sehingga dapat membentuk segitiga.

Koordinat/lokasi stasiun diplot pada peta, kemudian hubungkan tiap titik yang berdekatan
dengan sebuah garis lurus sehingga membentuk segitiga. Garis-garis bagi tegak lurus dari
garis-garis penghubung ini membentuk poligon di sekitar masing-masing stasiun. Sisi-sisi
setiap poligon merupakan batas luas efektif yang diasumsikan untuk stasiun tersebut. Luas
masing-masing poligon ditentukan dengan planimetri atau cara lain. Ilustrasi untuk Poligon
Thiessen dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2 Metode Poligon Thiessen (http://www.srh.noaa.gov/abrfc/?n=map)

‘15 Rekayasa Hidrologi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


4 Gneis Setia Graha, ST., MT. http://www.mercubuana.ac.id
Hujan rata-rata dapat dihitung dengan rumus pendekatan :

∑ni=1 Hi . Ai
RH =
∑ni=1 Ai

dimana :

Hi = hujan pada masing- masing stasiun 1, 2 … n (mm)

Ai = luas pengaruh masing- masing stasiun 1, 2 … n pada daerah aliran (km2)

n = jumlah stasiun yang ditinjau

RH = rata- rata curah hujan (mm)

Metode ini dapat dipakai untuk menghitung curah hujan wilayah di daerah pegunungan atau
dataran, namun metode ini memiliki kelemahan, yaitu lokasi stasiun hujan yang sebisa
mungkin berada di dalam DAS, lokasi stasiun yang harus tersebar merata di sekitar DAS,
dan ketidakakuratan ketika menggunakan stasiun yang berbeda letak geografisnya
(misalnya ada stasiun di pegunungan dan dataran untuk menghitung DAS tertentu).

Kendala terbesar dari metode ini adalah sifat ketidakluwesannya, dimana suatu diagram
poligon Thiessen baru, selalu diperlukan setiap kali terdapat suatu perubahan dalam
jaringan alat ukurnya.

1.3 Cara Isohyet

Cara ini merupakan cara rasional yang terbaik dalam merata-ratakan hujan pada suatu
daerah, jika garis-garis digambar dengan akurat. Cara ini dapat dipakai bila stasiun curah
hujan cukup banyak dan tersebar merata pada daerah aliran sungai.

Cara ini agak sulit mengingat proses penggambaran peta isohyet (serupa dengan garis
kontur pada peta topografi) harus mempertimbangkan topografi, arah angin dan faktor di
daerah yang bersangkutan. Lokasi stasiun dan besar datanya diplot dalam peta, kemudian
digambar garis yang menghubungkan curah hujan yang sama (prosesnya sama dengan
penggambaran garis kontur pada peta topografi) dengan perbedaan interval berkisar antara
10 sampai 20 mm. Luas bagian daerah antara dua garis isohyet berdekatan yang termasuk
bagian-bagian daerah itu kemudian diukur dengan planimetri. Besarnya rerata curah hujan
dapat dihitung dengan formulasi sbb.:

 H .A
i 1
i i
RH = n

Ai 1
i

‘15 Rekayasa Hidrologi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


5 Gneis Setia Graha, ST., MT. http://www.mercubuana.ac.id
dimana:

HI = Hujan pada masing-masing stasiun A1, A2,…., An

AI = Luas bagian-bagian antara garis-garis isohyet

n = Jumlah bagian-bagian antara garis-garis isohyet,

RH = Rata-rata hujan.

Ilustrasi untuk garis Isohyet dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 3 Metode Isohyet (http://www.srh.noaa.gov/abrfc/?n=map)

Cara ini akan menjadi lebih sulit bila jumlah titik-titik pengamatan hujan lebih banyak dan
variasi curah hujan di daerah tersebut cukup besar. Kemungkinan individual error akan
terjadi dalam penggambaran isohyet

1.4 Metode Kebalikan Jarak (Inverse Distance Weighting)

Metode kebalikan jarak (inverse distance weighting) berdasarkan konsep Hukum Pertama
Tobler (Hukum Pertama tentang Geografi) yang berbunyi : "Segala hal berhubungan dengan
segala hal yang lain, namun hal yang dekat lebih berkaitan daripada dengan hal yang jauh."
(Chen dan Liu, 2012). Pembobotan dengan metode ini menggunakan persamaan sebagai
berikut (Indarto, 2010) :

1
di 2
wi =
1
∑N
i=1
di 2

dimana :

wi = bobot masing-masing stasiun hujan

‘15 Rekayasa Hidrologi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


6 Gneis Setia Graha, ST., MT. http://www.mercubuana.ac.id
di = jarak stasiun hujan ke lokasi (diambil titik berat DAS) (km2)

N = jumlah stasiun hujan

Ilustrasi untuk IDW dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 4 Metode IDW (http://www.srh.noaa.gov/abrfc/?n=map)

1.5 Metode Garis Potongan Antara (Intersection Line Method)

Metode ini adalah metode untuk menyederhanakan metode Isohyet. Garis-garis potong ini
(biasanya dengan jarak 2 – 5 km) yang merupakan kotak-kotak digambar pada peta isohyet.
Curah hujan pada titik-titik perpotongan dihitung dari perbandingan jarak titik itu ke garis-
garis isohyet yang terdekat. Harga rata-rata aljabar dari curah hujan pada titik-titik
perpotongan diambil sebagai curah hujan daerah. Ketelitian cara ini agak kurang dari
ketelitian cara isohyet.

Gambar 5 Metode Garis Potongan Antara (Intersection Line Method)


(http://esciencecentral.org/ebooks/handbook-of-hydrologic-engineering-problems/handbook-of-
hydrologic-engineering-problems.php)

‘15 Rekayasa Hidrologi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


7 Gneis Setia Graha, ST., MT. http://www.mercubuana.ac.id
1.6 Metode Dalam-Elevasi (Depth-Elevation Method)

Umpamanya curah hujan itu bertambah jika elevasi bertambah tinggi. Dengan demikian,
maka dapat dibuatkan diagram mengenai hubungan antara elevasi titik pengamatan dan
curah hujan. Kurva ini (yang sering berbentuk garis lurus) dapat dibuat dengan cara kuadrat
terkecil (least square method). Pada peta topografi 1/50.000 atau yang lain, luas bagian-
bagian antara garis-garis kontur selang 100 m atau 200 m dapat diukur. Curah hujan untuk
setiap elevasi rata-rata dapat diperoleh dari diagram tersebut di atas, sehingga curah hujan
daerah pada daerah yang bersangkutan dapat dihitung menurut persamaan sebagai berikut:

∑ni=1 R i . Ai
𝑅̅ =
∑ni=1 Ai

Dimana:

𝑅̅: curah hujan daerah yang bersangkutan

A1, A2, …, An : luas bagian-bagian di setiap ketinggian

R1, R2, …, Rn : curah hujan rata-rata pada bagian-bagian A1, A2, …, An

Cara ini cocok untuk menentukan curah hujan jangka waktu yang panjang seperti curah
hujan bulanan, curah hujan tahunan, dan sebagainya.

Kadang-kadang oleh keadaan pegunungan dan arah angina, hubungan antara dalamnya
curah hujan dan elevasi itu berbeda-beda dari daerah yang satu ke daerah berikutnya. Jika
terdapat keadaan ini, maka daerah itu harus dibagi dalam bagian-bagian daerah yang kecil,
sehingga hubungan antara dalamnya curah hujan dan elevasi itu kira-kira dapat diterapkan.
Curah hujan pada tiap-tiap bagian daerah yang kecil ini kemudian dihitung lalu dirata-
ratakan.

1.7 Metode Elevasi Daerah Rata-rata (Mean Areal Elevation Method)

Cara ini dapat digunakan jika hubungan antara curah hujan dan elevasi daerah
bersangkutan dapat dinyatakan dengan sebuah persamaan linier. Curah hujan Rt pada
elevasi ht di daerah itu kira-kira dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

Rt = a + b ht

Dimana a dan b adalah koefisien.

JIka elevasi rata-rata antara garis-garis kontur yang berdekatan (selang 100 m atau 200 m)
adalah ht dan luasnya At, maka elevasi rata-rata daerah itu salah sebagai berikut:

‘15 Rekayasa Hidrologi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


8 Gneis Setia Graha, ST., MT. http://www.mercubuana.ac.id
∑ A t h𝑡
ℎ̅𝑡 =
∑ 𝐴𝑡

Curah hujan daerah 𝑅̅:

∑ At 𝑅𝑡 ∑ 𝐴𝑡 (𝑎 + 𝑏ℎ𝑡 )
𝑅̅ = =
∑ 𝐴𝑡 ∑ 𝐴𝑡

∑ A t h𝑡
=𝑎+𝑏 = 𝑞 + 𝑏ℎ̅
∑ 𝐴𝑡

Jika a, b, dan ℎ̅ didapat, maka 𝑅̅ dapat dihitung. Cara ini adalah cocok untuk perhitungan
curah hujan jangka waktu yang panjang dan metode dalam-elevasi curah hujan.

‘15 Rekayasa Hidrologi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


9 Gneis Setia Graha, ST., MT. http://www.mercubuana.ac.id
2 CONTOH SOAL DAN PENYELESAIAN
Contoh Metoda Thiessen:

Contoh Metoda Isohyet:

‘15 Rekayasa Hidrologi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


10 Gneis Setia Graha, ST., MT. http://www.mercubuana.ac.id
3 DAFTAR PUSTAKA
Bedient, P. B., & Huber, W. C. (1992). Hydrology and Floodplain Analysis Second Edition.
Addison-Wesley Publishing Company.

Chen, F.-W., & Liu, C.-W. (2012). Estimation of the spatial rainfall distribution using inverse
distance weighting (IDW) in the middle of Taiwan. Springer, 3.

Indarto. (2010). Hidrologi, Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi. Jakarta: PT
Bumi Aksara.

Sosrodarsono, S. (1978). Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

‘15 Rekayasa Hidrologi Pusat Bahan Ajar dan eLearning


11 Gneis Setia Graha, ST., MT. http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai