Karya : Umi N. Mikhsin Hari itu 10 November, hujanpun mulai
turun Mereka turun ke jalanan Orang-orang ingin kembali Menyuarakan lara yang tak dihiraukan memandangnya Tangis anak yang kelaparan Sambil merangkai karangan bunga Tapi yang nampak, wajah-wajahnya Resah pemuda yang tak punya sendiri yang tak dikenalnya pekerjaan Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring Mereka menyuarakan seruan Tetapi bukan tidur, sayang Agar para elit mulai memikirkan Sebuah peluru bundar di dadanya Desah rakyat yang tersingkirkan Senyum bekunya mau berkata: aku Kabar duka tentang kemiskinan sangat muda.
Para patriot jalanan
Bukanlah para pengacau Bukan pula para pemula yang pandai meracau
Jika saja mereka didengarkan
Jika saja tidak dengan kekerasan Mungkin mereka akan membawa pencerahan Bagi nurani bangsa yang mulai tergoyahkan.
Judul : Pahlawan Tak Dikenal
Karya : Karya Toto Sudarto Bachtiar Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring Tetapi bukan tidur, sayang Sebuah lubang peluru bundar di dadanya Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapang Dia tidak tahu untuk siapa dia datang Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang
Wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja Dunia tambah beku di tengah derap dan suara merdu Dia masih sangat muda Judul : Musim Perjuangan Karya : Kunto Wijoyo Bagai wanita yang tak ber-ka-be saja Ibu pertiwi terus melahirkan putra- Susunan batu yang bulat bentuknya putranya berdiri kukuh menjaga senapan tua Pahlawan-pahlawan dan bajingan- peluru menggeletak di atas meja bajingan bangsa menanti putusan pengunjungnya. (di Taman Sari Aku tahu sudah, di dalamnya bunga-bunga dan duri-duri tersimpan darah dan air mata kekasih Sama-sama diasuh mentari) Aku tahu sudah, di bawahnya terkubur kenangan dan impian Anehnya yang mati tak takut mati Aku tahu sudah, suatu kali justru abadi ibu-ibu direnggut cintanya Yang hidup senang hidup kehilangan dan tak pernah kembali jiwa Bukalah tutupnya (Mentari tertawa sedih memandang senapan akan kembali berbunyi pedih meneriakkan semboyan Duri-duri yang membuat bunga-bunga Merdeka atau Mati. tersisih) Ingatlah, sesudah sebuah perang selalu pertempuran yang baru melawan dirimu.
Judul : Putra-putra Ibu Pertiwi
Karya : Mustafa Bisri Bagai wanita yang tak ber-ka-be saja Ibu pertiwi terus melahirkan putra- putranya Pahlawan-pahlawan bangsa Dan patriot-patriot negara (Bunga-bunga kalian mengenalnya Atau hanya mencium semerbaknya)
Ada yang gugur gagah dalam gigih
perlawanan Merebut dan mempertahankan kemerdekaan (Beberapa kuntum dipetik bidadari sambil senyum Membawanya ke sorga tinggalkan harum)
Ada yang mujur menyaksikan hasil
perjuangan Tapi malang tak tahan godaan jadi bajingan (Beberapa kelopak bunga di tenung angin kala Berubah jadi duri-duri mala)