(PRAKTEK MEMBINA)
DaftarIsi............................................................................................................i
Biodata..............................................................................................................ii
Pembukaan........................................................................................................1
Materi................................................................................................................3
Evaluasi.............................................................................................................32
Penutup ............................................................................................................33
i
BIODATA
ii
PEMBUKAAN
Andika –Andika sekalian marilah kita panjatkan puja dan puji syukur
kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga hari ini kita
dapat berkumpul di tempat yang Barokah ini. Sebelum menuju ke materi inti kita
siang hari ini, Kakak ingin memperkenalkan diri terlebih dahulu.
1
SANDI AN
Rumus :
A B C D E F G H I J K L M
N O P Q R S T U V W X Y Z
Soal :
W R A Q E N Y F H Q V E Z N A
Jawaban :
Jendral Sudirman
Baiklah andika sekalian siapa saja yang tahu jawabannya, silahkan angkat tangan
“Apa jawabannya ?”
Andika : JendralSudirman
“JENDRAL SUDIRMAN “
2
MATERI
JENDRAL SUDIRMAN
3
Besar TKR di Yogyakarta, Soedirman terpilih menjadi Panglima Besar,
sedangkan Oerip, yang telah aktif di militer sebelum Soedirman lahir, menjadi
Kepala Staff. Sembari menunggu pengangkatan, Soedirman memerintahkan
serangan terhadap pasukan Inggris dan Belanda di Ambarawa. Pertempuran ini
dan penarikan diri tentara Inggris menyebabkan semakin kuatnya dukungan rakyat
terhadap Soedirman, dan ia akhirnya diangkat sebagai Panglima Besar pada
tanggal 18 Desember. Selama tiga tahun berikutnya, Soedirman menjadi saksi
kegagalan negosiasi dengan tentara kolonial Belanda yang ingin kembali menjajah
Indonesia, yang pertama adalah Perjanjian Linggarjati, yang turut disusun oleh
Soedirman dan yang kedua adalah Perjanjian Renville yang menyebabkan
Indonesia harus mengembalikan wilayah yang diambilnya dalam Agresi Militer
I kepada Belanda dan penarikan 35.000 tentara Indonesia. Ia juga menghadapi
pemberontakan dari dalam, termasuk upaya kudeta pada 1948. Ia kemudian
menyalahkan peristiwa-peristiwa tersebut sebagai penyebab
penyakit tuberkulosis-nya karena infeksi tersebut, paru-paru kanannya
dikempeskan pada bulan November 1948.
Kehidupan awal
Soedirman lahir dari pasangan Karsid Kartawiraji dan Siyem saat
pasangan ini tinggal di rumah saudari Siyem yang bernama Tarsem
di Bodaskarangdjati, Rembang, Purbalingga. Tarsem sendiri bersuamikan seorang
camat bernama Raden Cokrosunaryo. Menurut catatan keluarga, Soedirman –
dinamai oleh pamannya – lahir pada Minggu pon di bulan Maulud
dalam penanggalan Jawa; pemerintah Indonesia kemudian menetapkan 24 Januari
1916 sebagai hari ulang tahun Soedirman. Karena kondisi keuangan
Cokrosunaryo yang lebih baik, ia mengadopsi Soedirman dan memberinya gelar
Raden, gelar kebangsawanan pada suku Jawa. Soedirman tidak diberitahu bahwa
Cokrosunaryo bukanlah ayah kandungnya sampai ia berusia 18 tahun. Setelah
Cokrosunaryo pensiun sebagai camat pada akhir 1916, Soedirman ikut dengan
keluarganya ke Manggisan, Cilacap. Di tempat inilah ia tumbuh besar. Di Cilacap,
Karsid dan Siyem memiliki seorang putra lain bernama Muhammad Samingan.
Karsid meninggal dunia saat Soedirman berusia enam tahun, dan Siyem
menitipkan kedua putranya pada saudara iparnya dan kembali ke kampung
halamannya di Parakan Onje, Ajibarang.
5
bawah bimbingan Kyai Haji Qahar. Soedirman adalah anak yang taat agama dan
selalu shalat tepat waktu.
6
Saat bersekolah di Wirotomo, Soedirman adalah anggota Perkumpulan
Siswa Wirotomo, klub drama, dan kelompok musik. Ia membantu mendirikan
cabang Hizboel Wathan, sebuah organisasi Kepanduan
Putra milik Muhammadiyah. Soedirman menjadi pemimpin Hizboel Wathan
cabang Cilacap setelah lulus dari Wirotomo tugasnya adalah menentukan dan
merencanakan kegiatan kelompoknya. Soedirman menekankan perlunya
pendidikan agama, bersikeras bahwa kontingen dari Cilacap harus menghadiri
konferensi Muhammadiyah di seluruh Jawa. Ia mengajari para anggota muda
Hizboel Wathan tentang sejarah Islam dan pentingnya moralitas, sedangkan pada
anggota yang lebih tua ia berlakukan disiplin militer.
Mengajar
8
Ketika Perang Dunia II pecah di Eropa, diperkirakan bahwa Jepang, yang
telah bergerak mendekati China daratan, akan berupaya menginvasi Hindia.
Sebagai tanggapan, pemerintah kolonial Belanda – yang sebelumnya membatasi
pelatihan militer bagi pribumi – mulai mengajari rakyat cara-cara
menghadapi serangan udara. Menindaklanjuti hal ini, Belanda kemudian
membentuk tim Persiapan Serangan Udara. Soedirman, yang disegani oleh
masyarakat, diminta untuk memimpin tim di Cilacap. Selain mengajari warga
setempat mengenai prosedur keselamatan untuk menghadapi serangan udara,
Soedirman juga mendirikan pos pemantau di seluruh daerah. Ia dan Belanda juga
menangani pesawat udara yang menjatuhkan material untuk mensimulasikan
pengeboman; hal ini bertujuan untuk mempertinggi tingkat respon.
Pada awal 1944, setelah menjabat selama satu tahun sebagai perwakilan di
dewan karesidenan yang dijalankan oleh Jepang (Syu Sangikai), Soedirman
diminta untuk bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (PETA). Jepang
sendiri mendirikan PETA pada Oktober 1943 untuk membantu menghalau
9
invasi Sekutu, dan berfokus dalam merekrut para pemuda yang belum
"terkontaminasi" oleh pemerintah Belanda. Meskipun sempat ragu-ragu, terutama
karena cedera lutut yang dialaminya ketika masih remaja, Soedirman akhirnya
setuju untuk memulai pelatihan di Bogor, Jawa Barat. Sehubungan dengan
posisinya di masyarakat, Soedirman dijadikan sebagai komandan (daidanco) dan
dilatih bersama orang lain dengan pangkat yang sama. Di Bogor, ia dilatih oleh
para perwira dan tentara Jepang, para taruna dipersenjatai dengan peralatan yang
disita dari Belanda. Setelah empat bulan pelatihan, Soedirman ditempatkan di
batalion Kroya, Banyumas, Jawa Tengah, tidak jauh dari Cilacap.
10
Revolusi Nasional
Panglima besar
11
sebagai wadah untuk menyalurkan potensi perjuangan rakyat. Badan tersebut
adalah Komite Nasional Indonesia (KNI), Partai Nasional Indonesia (PNI),
dan Badan Keamanan Rakyat (BKR). BKR merupakan bagian dari Badan
Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP) yang semula bernama Badan
Pembantu Prajurit, dan kemudian menjadi Badan Pembantu Pembelaan (BPP).
BPP sudah ada sejak zaman Jepang dan bertugas memelihara kesejahteraan
anggota-anggota tentara PETA dan Heihō. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Jepang
membubarkan PETA dan Heihō. Tugas untuk menampung mantan anggota PETA
dan Heihō ditangani oleh BPKKP. Pembentukan BKR merupakan perubahan dari
hasil sidang PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945 yang telah memutuskan untuk
membentuk Tentara Kebangsaan, yang diumumkan oleh Presiden Soekarno pada
tanggal 23 Agustus 1945. BKR ini berfungsi sebagai organisasi
kepolisian, terutama karena pemimpin politik saat itu yang berniat memanfaatkan
diplomasi sebagai sarana penggalangan bantuan internasional terhadap negara
baru, dan juga untuk memungkinan tentara Jepang melihatnya sebagai sebuah
ancaman bersenjata sehingga mencegah kemunculan tentara Jepang yang masih
ada di Nusantara.
Sebagai negara yang baru merdeka dan belum memiliki militer yang
professional, pada tanggal 5 Oktober 1945 Soekarno mengeluarkan dekret
pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR, sekarang dikenal dengan Tentara
12
Nasional Indonesia). Sebagian besar personelnya adalah mantan tentara KNIL,
sedangkan perwira tinggi berasal dari PETA dan Heihō. Dekret
mengangkat Soeprijadi sebagai Panglima Besar TKR, namun ia tidak muncul, dan
kepala staff Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo ditetapkan sebagai pemimpin
sementara. Pada bulan Oktober, pasukan Inggris, yang bertugas melucuti senjata
tentara Jepang dan memulangkan tawanan perang Belanda, tiba di Semarang, dan
kemudian bergerak menuju Magelang. Ketika Inggris mulai mempersenjatai
kembali tentara Belanda yang menjadi tawanan perang dan sepertinya sedang
mempersiapkan sebuah pangkalan militer di Magelang, Soedirman – yang
sekarang menjadi kolonel – mengirim beberapa pasukannya di bawah pimpinan
Letnan Kolonel Isdiman untuk mengusir mereka; misi ini berhasil, dan tentara
Eropa menarik diri dari Ambarawa, di tengah-tengah Magelang dan
Semarang. Pada 20 Oktober, Soedirman membawahi Divisi V setelah Oerip
membagi Pulau Jawa menjadi divisi militer yang berbeda.
Soedirman, yang saat itu berusia 29 tahun, terkejut atas hasil pemilihan
dan menawarkan diri untuk melepas posisi tersebut kepada Oerip, namun para
peserta rapat tidak mengizinkannya. Oerip, yang telah kehilangan kendali dalam
pertemuan bahkan sebelum pemungutan suara dimulai, merasa senang karena
tidak lagi bertanggung jawab atas TKR. Soedirman tetap menunjuk Oerip sebagai
Kepala Staff. Sesuai dengan jabatan barunya, Soedirman dipromosikan menjadi
Jenderal. Setelah pertemuan, Soedirman kembali ke Banyumas sembari
menunggu persetujuan pemerintah dan mulai mengembangkan strategi mengenai
bagaimana mengusir tentara Sekutu. Rakyat Indonesia khawatir bahwa Belanda,
yang diboncengi oleh Nederlandsch Indië Civil Administratie (NICA), akan
berupaya untuk merebut kembali Nusantara. Tentara gabungan Belanda-Inggris
13
telah mendarat di Jawa pada bulan September, dan pertempuran besar telah terjadi
di Surabaya pada akhir Oktober dan awal November. Ketidakstabilan ini, serta
keraguan Soekarno atas kualifikasi Soedirman, menyebabkan terlambatnya
pengangkatan Soedirman sebagai pemimpin TKR.
14
Soedirman, awal 1946
Pertempuran Ambarawa membuat Soedirman lebih diperhatikan di tingkat
Nasional, dan membungkam bisik-bisik yang menyatakan bahwa ia tidak layak
menjadi pemimpin TKR karena kurangnya pengalaman militer dan pekerjaannya
sebelumnya adalah guru sekolah. Pada akhirnya, Soedirman dipilih karena
kesetiaannya yang tidak diragukan, sementara kesetiaan Oerip kepada Belanda
dipandang dengan penuh kecurigaan. Soedirman dikukuhkan sebagai Panglima
Besar TKR pada tanggal 18 Desember 1945. Posisinya sebagai Kepala Divisi V
digantikan oleh Kolonel Sutiro, dan mulai berfokus pada masalah-masalah
strategis. Hal yang dilakukannya antara lain dengan membentuk Dewan
Penasihat, yang bertugas memberikan saran mengenai masalah-masalah politik
dan militer. Oerip sendiri menangani masalah-masalah militer.
15
Jakarta – sekarang di bawah kontrol Belanda – ke Yogyakarta pada bulan Januari;
Delegasi yang dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir melakukan negosiasi
dengan Belanda pada bulan April dan Mei terkait dengan pengakuan kedaulatan
Indonesia, namun tidak berhasil. Pada tanggal 25 Mei, Soedirman dikukuhkan
kembali sebagai Panglima Besar setelah reorganisasi dan perluasan militer. Dalam
upacara pengangkatannya, Soedirman bersumpah untuk melindungi republik
"sampai titik darah penghabisan." Menteri Pertahanan yang berhaluan kiri, Amir
Sjarifoeddin, memperoleh kekuasaan yang lebih besar setelah reorganisasi militer.
Ia mulai mengumpulkan para tentara sosialis dan komunis di bawah kontrolnya,
termasuk unit paramiliter (laskar) sayap kiri yang setia dan didanai oleh berbagai
partai politik. Sjarifuddin melembagakan program pendidikan politik di tubuh
angkatan perang, yang bertujuan untuk menyebarkan ideologi sayap kiri.
Memanfaatkan militer sebagai alat manuvering politik tidak disetujui oleh
Soedirman dan Oerip, yang pada saat itu disibukkan dengan penerapan perlakuan
yang sama bagi tentara dari latar belakang militer berbeda. Namun, rumor yang
beredar mengabarkan bahwa Soedirman sedang mempersiapkan sebuah
kudeta. Upaya kudeta tersebut terjadi pada awal Juli 1946, dan peran Soedirman,
kalaupun ada, tidak dapat dipastikan. Pada bulan Juli, Soedirman mengonfirmasi
rumor ini melalui pidato yang disiarkan di Radio Republik Indonesia (RRI),
menyatakan bahwa ia, seperti semua rakyat Indonesia, adalah abdi negara, dan
jika dirinya ditawari jabatan presiden, ia akan menolaknya. Di kemudian hari, ia
menyatakan bahwa militer tidak memiliki tempat dalam politik, begitu juga
sebaliknya.
16
Soedirman tiba di Jakarta pada tanggal 1 November 1946
Sementara itu, Sjahrir terus berusaha bernegosiasi dengan pasukan Sekutu.
Pada tanggal 7 Oktober 1946, Sjahrir dan mantan Perdana Menteri Belanda, Wim
Schermerhorn, sepakat untuk melakukan gencatan senjata. Perundingan ini
dimoderatori oleh diplomat Inggris Lord Killearn, dan juga melibatkan
Soedirman. Ia berangkat ke Jakarta dengan menggunakan kereta khusus pada
tanggal 20 Oktober. Namun, ia diperintahkan untuk kembali ke Yogyakarta
setelah tentara Belanda tidak mengizinkan dirinya dan anak buahnya memasuki
Jakarta dengan bersenjata. Soedirman merasa bahwa perintah tersebut melanggar
harga dirinya; Belanda kemudian meminta maaf, menyatakan bahwa peristiwa ini
hanyalah kesalahpahaman. Soedirman berangkat dengan kereta lainnya pada akhir
Oktober, dan tiba di Stasiun Gambir pada tanggal 1 November. Di Jakarta, ia
disambut oleh kerumunan besar. Perundingan di Jakarta berakhir dengan
perumusan Perjanjian Linggarjati pada tanggal 15 November; perjanjian ini
disahkan pada 25 Maret 1947, meskipun ditentang oleh para nasionalis
Indonesia. Soedirman secara lantang juga menentang perjanjian tersebut karena ia
tahu bahwa perjanjian itu akan merugikan kepentingan Indonesia, namun
menganggap dirinya juga wajib mengikuti perintah.
Pada awal 1947, kondisi sudah relatif damai setelah Perjanjian Linggarjati.
Soedirman mulai berupaya untuk mengonsolidasikan TKR dengan berbagai
laskar. Dalam upayanya ini, Soedirman mulai melaksanakan reorganisasi militer;
kesepakatan baru bisa tercapai pada Mei 1947, dan pada 3 Juni 1947, Tentara
Nasional Indonesia (TNI) diresmikan. TNI terdiri dari TKR dan tentara dari
berbagai kelompok laskar, yang berhasil dirangkul Soedirman setelah mengetahui
bahwa mereka dimanfaatkan oleh partai-partai politik. Namun, gencatan senjata
yang berlangsung pasca Perjanjian Linggarjati tidak bertahan lama. Pada tanggal
21 Juli 1947, tentara Belanda yang telah menduduki wilayah peninggalan Inggris
selama penarikan mereka melancarkan Agresi Militer, dan dengan cepat berhasil
menguasai sebagian besar Jawa dan Sumatra. Meskipun demikian, pemerintahan
pusat di Yogyakarta tetap tak tersentuh. Soedirman menyerukan kepada para
tentara untuk melawan dengan menggunakan semboyan "Ibu Pertiwi
17
memanggil”!, dan kemudian menyampaikan beberapa pidato melalui RRI, namun
upayanya ini gagal mendorong Tentara untuk berperang melawan
Belanda. Terlebih lagi, tentara Indonesia sedang tidak siap dan pertahanan mereka
ditaklukkan dengan cepat.
Garis Van Mook, wilayah yang dikendalikan oleh Indonesia ditandai dengan
warna merah. Pada 1947 Soedirman terpaksa menarik kembali lebih dari 35.000
Tentara dari wilayah taklukan Belanda.
19
Tak lama setelah itu, Sjafruddin digulingkan dalam mosi tidak
percaya atas keterlibatannya dalam Perjanjian Renville, dan Perdana Menteri yang
baru, Mohammad Hatta, berupaya untuk menerapkan program Rasionalisasi. Hal
ini menimbulkan perdebatan di antara kelompok yang Pro dan Anti-Rasionalisasi.
Soedirman menjadi tempat mengadu dan pendorong semangat bagi para tentara,
termasuk sejumlah komandan senior yang menentang program rasionalisasi.
Soedirman secara resmi dikembalikan ke posisinya pada tanggal 1 Juni 1948.
Untuk menyelesaikan penataan organisasi ini, Soedirman membentuk sebuah
panitia yang anggotanya ditunjuk oleh Panglima sendiri. Anggota panitia terdiri
dari Djenderal Major Soesalit Djojoadhiningrat (mantan PETA dan laskar),
Djenderal Major Suwardi (mantan KNIL) dan Djenderal Major A.H. Nasution
dari perwira muda. Penataan organisasi TNI selesai pada akhir tahun 1948, setelah
Panglima Tentara dan Teritorium Sumatra, Kolonel Hidajat Martaatmadja,
menyelesaikan penataan organisasi tentara di Pulau Sumatra.
20
Rumah Sakit Panti Rapih (difoto sekitar tahun 1956) tempat Soedirman
dirawat karena tuberkulosis.
Pemberontakan di Madiun, dan ketidakstabilan politik yang sedang
berlangsung, melemahkan kondisi kesehatan Soedirman. Pada tanggal 5 Oktober
1948, setelah perayaan hari jadi TNI ketiga, Soedirman pingsan. Setelah diperiksa
oleh berbagai dokter, ia didiagnosis mengidap tuberkulosis (TBC). Pada akhir
bulan, ia dibawa ke Rumah Sakit Umum Panti Rapih dan menjalani pengempesan
paru-paru kanan, dengan harapan bahwa tindakan ini akan menghentikan
penyebaran penyakit tersebut. Selama di rumah sakit, ia melimpahkan sebagian
tugas kepada Nasution. Mereka berdua terus mendiskusikan rencana untuk
berperang melawan Belanda, dan Soedirman secara rutin menerima laporan.
Mereka sepakat bahwa perang gerilya, yang telah diterapkan di wilayah taklukan
Belanda sejak bulan Mei, adalah perang yang paling cocok bagi kepentingan
mereka; untuk mewujudkan hal ini, Soedirman mengeluarkan perintah umum
pada 11 November, dan persiapannya ditangani oleh Nasution. Soedirman
dipulangkan dari rumah sakit pada tanggal 28 November 1948.
21
Kedua untuk merebut ibu kota Yogyakarta. Pukul 07.00 Waktu Indonesia Barat,
lapangan udara di Maguwo berhasil diambil alih oleh pasukan Belanda di bawah
pimpinan Kapten Eekhout. Soedirman, yang telah menyadari serangan itu,
memerintahkan stasiun RRI untuk menyiarkan pernyataan bahwa para tentara
harus melawan karena mereka telah dilatih – sebagai gerilyawan.
Perang gerilya
Sebelum memulai gerilya, Soedirman pertama-tama pergi ke rumah
dinasnya dan mengumpulkan dokumen-dokumen penting, lalu membakarnya
untuk mencegahnya jatuh ke tangan Belanda. Soedirman, bersama sekelompok
kecil tentara dan dokter pribadinya, mulai bergerak ke arah selatan menuju
Kretek, Parangtritis, Bantul. Setibanya di sana, mereka disambut oleh Bupati pada
pukul 18.00. Selama di Kretek, Soedirman mengutus tentaranya yang menyamar
22
ke kota yang telah diduduki oleh Belanda untuk melakukan pengintaian, dan
meminta istrinya menjual perhiasannya untuk membantu mendanai gerakan
gerilya. Setelah beberapa hari di Kretek, ia dan kelompoknya melakukan
perjalanan ke Timur di sepanjang Pantai Selatan menuju Wonogiri. Sebelum
Belanda menyerang, sudah diputuskan bahwa Soedirman akan mengontrol para
gerilyawan dari Jawa Timur, yang masih memiliki beberapa pangkalan
militer. Sementara itu, Alfiah dan anak-anaknya diperintahkan untuk tinggal di
Kraton. Sadar bahwa Belanda sedang memburu mereka, pada tanggal 23
Desember Soedirman memerintahkan pasukannya untuk melanjutkan perjalanan
ke Ponorogo. Di sana, mereka berhenti di rumah seorang ulama bernama Mahfuz;
Mahfuz memberi sang jenderal sebuah tongkat untuk membantunya berjalan,
meskipun Soedirman terus dibopong dengan menggunakan tandu di sepanjang
perjalanan. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke timur.
23
menyadari bahwa orang itu adalah Soedirman dan segera meminta maaf. Fanani
beralasan bahwa tindakan anak buahnya sudah tepat karena menjaga wilayah
dengan saksama. Ia juga menyebutkan tentang sebuah pos di Kediri dan
menyediakan mobil untuk mengangkut Soedirman dan pasukannya. Setelah
beberapa saat di Kediri, mereka melanjutkan perjalanan lebih jauh ke Timur;
setelah mereka meninggalkan kota pada tanggal 24 Desember, Belanda berencana
untuk menyerang Kediri.
24
Lukisan pahlawan Jenderal Soedirman saat Agresi Militer Belanda II oleh
Hardjanto.
Soedirman dan pasukannya terus melakukan perjalanan melewati hutan
dan rimba, akhirnya tiba di Sobo, di dekat Gunung Lawu, pada tanggal 18
Februari. Selama perjalanannya ini, Soedirman menggunakan sebuah radio untuk
memberi perintah pada Pasukan TNI setempat jika ia yakin bahwa daerah itu
aman. Merasa lemah karena kesulitan fisik yang ia hadapi, termasuk
perjuangannya melewati hutan dan kekurangan makanan, Soedirman yakin bahwa
Sobo aman dan memutuskan untuk menggunakannya sebagai Markas
Gerilya. Komandan tentara setempat, Letnan Kolonel Wiliater Hutagalung,
berperan sebagai perantara antara dirinya dengan pemimpin TNI lain. Mengetahui
bahwa opini Internasional yang mulai mengutuk tindakan Belanda di Indonesia
bisa membuat Indonesia menerima pengakuan yang lebih besar, Soedirman dan
Hutagalung mulai membahas kemungkinan untuk melakukan serangan besar-
besaran. Sementara itu, Belanda mulai menyebarkan propaganda yang mengklaim
bahwa mereka telah menangkap Soedirman propaganda tersebut bertujuan untuk
mematahkan semangat para gerilyawan.
26
dan kelompoknya kembali ke Yogyakarta, mereka disambut oleh ribuan warga
sipil dan diterima dengan hangat oleh para elit politik di sana. Wartawan Rosihan
Anwar, yang hadir pada saat itu, menulis pada 1973 bahwa "Soedirman harus
kembali ke Yogyakarta untuk menghindari anggapan adanya keretakan antar
pemimpin tertinggi republik".
Peninggalan
29
Nasution dan Tahi Bonar Simatupang kecewa terhadap Soedirman karena latar
belakang dan pengetahuan teknik militernya yang buruk.
30
Soedirman pada uang kertas 5 rupiah keluaran 1968.
31
EVALUASI
Soal :
1. Siapakah nama Orang tua Jendral Sudirman ?
2. Apakah pekerjaan Orang Tua Angkat Jendral Sudirman dan siapakah
namanya ?
3. Pada tahun berapa Jendral Sudirman diangkat sebagai Jendral Besar ?
4. Sejak tahun 1970-an, semua Taruna Militer harus menelusuri kembali rute
gerilya Jendral Soedirman sebelum lulus dari Akademi Militer. Berapakah
panjang rute tersebut ?
5. Sebutkan salah satu dari isi perintah kilat Jendral Soedirman?
6. Apakah sebutan strategi perang Jendral Soedirman ?
7. Pada tanggal berapa Jendral Soedirman wafat, dimanakah jenazah Jendral
Soedirman disemayamkan serta dimakamkan dimana ?
Jawaban :
1. Jendral Sudirman lahir dari pasangan yang bernama Karsid Kartawiraji
dan Siyem
2. Pekerjaan Orang Tua Angkat Jendral Sudirman adalah Camat dan
bernama Raden Cokrosunaryo dan Taryem
3. Jendral Sudirman diangkat menjadi Panglima Besar pada tanggal 27
Desember 1949
4. Panjang rute yang harus ditempuh/ditelusuri oleh semua Taruna Militer
pada tahun 1970 sebelum lulus Akademi Militer adalah 100 Km(62 mi).
5. Salah satu Perintah Kilat Jendral Soedirman adalah pada tanggal 19
Desember 1948 Angkatan Perang Belanda menyerang kota Yogyakarta
dan lapangan terbang Maguwo.
6. Sebutan Strategi perang yang digunakan oleh Jendral Soedirman adalah
Perang Gerilya
7. Jendral Soedirman wafat di Magelang pada pukul 18.30 malam pada
tanggal 29 Januari 1950, jenazah disemayamkan di Masjid Gedhe Kauman
serta dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki Yogyakarta
32
PENUTUP
Setelah kita sama-sama membaca dan mempelajari materi kita pada
siang hari ini, ada beberapa Korelasi(hubungan sebab-akibat) positif dari sejarah
perjuangan seorang Jendral Soedirman melawan Penjajahan diantaranya adalah
Hari Pahlawan yang tak bisa dipisahkan dengan Resolusi Jihad yang disepakati 20
hari sebelum 10 November 1945 yang kini dikenal dengan Hari Santri Nasional.
Benang merah yang terentang di antara kedua hari besar Nasional itu adalah peran
kaum muslimin dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Belajar dari resolusi jihad, sudah saatnya kita(Santri) sebagai salah satu elemen
bangsa terpanggil untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa ini. Jika pada masa
resolusi jihad 1945, para pahlawan mempertaruhkan jiwa dan raga untuk
mempertahankan bangsa ini dari penjajahan, maka resolusi jihad yang kita
lakukan adalah dengan bersungguh-sungguh menyerap semua ilmu pengetahuan
yang telah diberikan/disampaikan oleh baik Tenaga Pengajar maupun Guru kita,
meningkatkan kreatifitas kita, membangun diri kita menjadi manusia dan warga
negara yang baik. Jika setiap masing-masing dari kita melakukan hal tersebut,
maka secara kumulatif(menambah) akan berdampak pada kualitas kita sebagai
bangsa. Memberikan segala kemampuan kita untuk membangun bangsa. Memang
benar, untuk memperbaiki Bangsa ini adalah sulit dikarenakan permasalahan yang
ada sangatlah kompleks, tapi kita bisa memulainya dengan memperbaiki dari diri
sendiri dulu. Kita sama-sama banyak melihat membaca dari berbagai Media
Sosial tentang berbagai permasalahan Bangsa kita yang tengah dihadapi, berbagai
problematika dalam segala bidang. Dan menurut Kakak, tanggung jawab
pemecahan problematika bangsa itu bukan hanya dibebankan kepada Pemerintah
dan Aparat saja, melainkan tanggung jawab kita juga sebagai manusia, dan warga
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berhubung waktu yang terbatas maka Kakak akhiri sampai disini, dilain
waktu kita akan bertemu lagi. Kakak dan kita semua tentunya berharap semoga
Kepramukaan di Gontor Putri 3 ini semakin berkembang dengan segala kreatifitas
yang baik dan berdampak positif bagi kita semua. Atas semua yang disampaikan
oleh Guru maupun Tenaga Pengajar, bisa kita pelajari bersama dan bermaanfaat
33
bagi kita semua. Amin. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan keberkahan
dan rezeki berlimpah untuk kita semua serta untuk Orang tua kita dirumah.
Terima kasih atas perhatiannya mohon maaf bila banyak kekurangan baik dari
materi maupun penjelasan dari Kakak.
Mengetahui
34
- Menurut KBBI(Kamus Besar Bahasa Indonesia) kata 'memoar'
memiliki makna kenang-kenangan sejarah atau catatan peristiwa masa
lampau menyerupai autobiografi yang ditulis dengan menekankan
pendapat, kesan, dan tanggapan pencerita atas peristiwa yang dialami dan
tentang tokoh yang berhubungan dengannya; catatan atau rekaman tentang
pengalaman hidup.
- Memoar (juga biasa ditulis memoir) adalah kenang-kenangan yang
menyerupai autobiografi dengan menekankan pendapat, kesan dan
tanggapan pencerita atas peristiwa-peristiwa yang dialami serta tokoh-
tokoh yang berhubungan dengannya.[1] Seluk-beluk sejarah dalam memoar
tidak mutlak benar.[1] Akan tetapi, memoar tetap menjadi bahan penting
untuk penulisan biografi.
- Tuberkulosis (TBC) atau TB adalah penyakit menular akibat infeksi bakteri.
TBC umumnya menyerang paru-paru, tetapi juga dapat menyerang organ
tubuh lain, seperti ginjal, tulang belakang, dan otak.
- Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korelasi adalah
hubungan timbal balik atau sebab akibat.
-
35