Anda di halaman 1dari 7

Resume Materi Klimakterium

1. Pengertian Klimakterium
Klimakterium merupakan masa peralihan yang dilalui oleh seorang perempuan dari
periode reproduksi ke periode nonreproduksi, fase terakhir dalam kehidupan perempuan
atau pasca masa reproduksi berakhir.
Mulyaningsih, S. dan Paramita, D. P. (2018). Klimakterium Masalah & Penanganannya
Dalam Perspektif Kebidanan. Pustaka Baru Press
2. Klasifikasi Klimakterium
a. Pramenopause
Fase antara usia 40 tahun dan dimulainya fase klimakterium. Fase ini ditanda
dengan siklus haid yang tidak teratur, dengan perdarahan haid yang memanjang,
jumlah darah haid yang relatif banyak, dan kadang disertai nyeri haid Dismenorea).
b. Menopause
Pada fase ini jumlah folikel yang mengalami atresia semakin meningkat,
sampai suatu ketika tidak tersedia lagi folikel yang cukup. Produksi estrogen pun
berkurang dan tidak ter-jadi haid lagi yang berakhir dengan terjadinya menopause.
Oleh karena itu, menopause diartikan sebagai haid alami terakhir, dan hal ini tidak
terjadi ketika wanita menggunakan kontrasepsi hormonal pada usia perimenopause.
Diagnosis menopause adalah diagnosis retrospektif. Bila seorang wanita tidak haid
selama 12 bulan, dan dijumpai kadar FSH darah >40 mIU/ml dan kadar eradiol <30
pg/ml, telah dapat dikatakan wanita tersebut telah mengalami menopause.

c. Pascamenopause
Pada fase di ovarium sudah tidak betfungsi sama sekali, kadar estradiol berada
antara 20-30 pg/nal, dan, kadar hor-mon-gonadotropin biasanya meningkat. Pada
wanita pasca menopause mash saja dapat dijumpai jenis steroid seks lain dengan
kadar yang normal di dalam darah. Ternyata, ova-rium wanita pascamenopause mash
memiliki kemampuan untuk menyintesis steroid seks. Sel-sel hilus dan korteks
ovarium mash dapat memproduksi androgen, estrogen, dan progesteron dalam jumlah
tertentu. Selain itu, jaring-an tubuh tertentu, seperti lemak, uterus, hati, otot, kulit,
rambut, dan bahkan bagian dari sistem neural sumsum tu-lang (sumsum tulang)
memiliki kemampuan mengaromatisasi androgen menjadi estrogen. Kelenjar adrenal
merupakan sumber androgen utama bagi smanita pascamenopause.

d. Senium
Senium adalah masa sesudah pascamenopause. Pada awalnya, senium dimulai
pada wanita berusia 65 tahun, dan sudah tergeser ke 70 tahun. Senium adalah fase
setelah tercapai keseimbangan baru dalam kehidupan wanita sehingga tidak ada lagi
gangguan vegetatif maupun psikis (Guyton & Hall, 2011)

3. Etiologi Klimakterium
Sebelum haid berhenti, sebenarnya pada seorang wanita terjadi berbagai perubahan
dan penurunan fungsi pada ovarium seperti, berkurangnya jumlah folikel dan
menurunnya sintesis steroid seks, penurunan sekresi estrogen.
Perkembangan dan fungsi seksual wanita secara normal dipengaruhi oleh sistem poros
hipotalamus-hipofisis-gonad yang merangsang dan mengatur produksi hormon-hormon
seks yang dibutuhkan. Hipotalamus menghasilkan hormon gonadotropin releasing
hormone (GnRH) yang akan merangsang kelenjar hipofisis untuk menghasilkan follicle
stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Kedua hormon FSH dan LH
ini yang akan mempersiapkan sel telur pada wanita. FSH dan LH akan meningkat secara
bertahap setelah masa haid dan merangsang ovarium untuk menghasilkan beberapa
follicle (kantong telur). Dari beberapa kantong telur tersebut hanya satu yang matang dan
menghasilkan sel telur yang siap dibuahi. Sel telur dikeluarkan dari ovarium (disebut
ovulasi) dan ditangkap oleh fimbria (organ berbentuk seperti jari-jari tangan di ujung
saluran telur) yang memasukkan sel telur ke tuba fallopii (saluran telur). Apabila sel telur
dibuahi oleh spermatozoa maka akan terjadi kehamilan tetapi bila tidak, akan terjadi haid
lagi. Begitu seterusnya sampai mendekati masa klimakterium, dimana fungsi ovarium
semakin menurun.
Masa pramenopause atau sebelum haid berhenti, biasanya ditandai dengan siklus haid
yang tidak teratur. Pramenopause bisa terjadi selama beberapa bulan sampai beberapa
tahun sebelum menopause. Pada masa ini sebenarnya telah terjadi aneka perubahan pada
ovarium seperti sklerosis pembuluh darah, berkurangnya jumlah sel telur dan
menurunnya pengeluaran hormon seks. Menurunnya fungsi ovarium menyebabkan
berkurangnya kemampuan ovarium untuk menjawab rangsangan gonadotropin. Hal ini
akan mengakibatkan interaksi antara hipotalamus-hipofisis terganggu. Pertama-pertama
yang mengalami kegagalan adalah fungsi korpus luteum. Turunnya produksi steroid
ovarium menyebabkan berkurangnya reaksi umpan balik negatif terhadap hipotalamus.
Keadaan ini akan mengakibatkan peningkatan produksi dan sekresi FSH dan LH.
Peningkatan kadar FSH merupakan petunjuk hormonal yang paling baik untuk
mendiagnosis sindrom klimakterik.
Secara endokrinologis, klimakterik ditandai oleh turunnya kadar estrogen dan
meningkatnya pengeluaran gonadotropin. Pada wanita masa reproduksi, estrogen yang
dihasilkan 300-800 ng, pada masa pramenopause menurun menjadi 150-200 ng, dan
pada pascamenopause menjadi 20-150 ng. Menurunnya kadar estrogen mengakibatkan
gangguan keseimbangan hormonal yang dapat berupa gangguan neurovegetatif,
gangguan psikis, gangguan somatik, metabolik dan gangguan siklus haid.
Dr. Hj. Hardiko, Siti Rahayu. (2017). Menopause Tanpa Stress
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Menopause
a. Usia Saat Haid Pertama Kali (Menarche)
Beberapa ahli yang melakukan penelitian menemukan adanya hubungan antara
asia pertama kali mendapat haid dengan usia seorang wanita memasuki menopause.
Kesimpulan dari penelitian penelitian ini mengungkapkan, bahwa semakin muda
seorang mengalami haid pertama kalinya, semakin tua atau lama ia memasuki masa
menopause.
b. Jumlah Anak
Meskipun belum ditemukan hubungan antara jumlah anak dan menopause, tetapi
beberapa peneliti menemukan bahwa makin sering seorang wanita melahirkan maka
semakin tua atau lama mereka memasuki masa menopause.
c. Usia Melahirkan
Masih berhubungan dengan melahirkan anak, bahwa semakin tua seseorang
melahirkan anak, semakin tua in mulai memasuki usia menopause. Penelitian yang
dilakuka Beth Israel Deaconet Medical Center in Boston mengungkapkan bahwa
wanita yang musih melahirkan di atas usia 40 tahun akan mengalami usia menopause
yang lebih naa. Hal ini terjadi karena kehamilan dan persalinan akan memperlambat
sistem kerja organ reproduksi Bahkan akan memperlambat proses penaman tubuh.
d. Faktor Psikis
Perubahan-perubahan psikologis maupun fisik ini berhubungan dengan kadar
estrogen, gejala yang menonjol adalah berkurangnya tenaga dan gairah, berkurangnya
konsentrasi dan kemampuan akademik, timbulnya perubahan emosi seperti mudah
tersinggung, susah tidur, rasa kekurangan, rasa kesunyian, ketakutan keganasan, tidak
sabar lagi dll. Perubahan psikis in berbeda-beda tergantung dari kemampuan wanita
untuk menyesuaikan diri.
e. Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi memengaruhi faktor fisik, kesehatan dan pendidikan.
Apabila faktor-faktor di atas cukup baik, akan mengurangi beban fisiologis,
psikologis. Keschutan akan faktor klimakterium sebagai faktor fisiologis
f. Budaya dan Lingkungan
Pengarah budaya dan lingkungan sudah dibuktikan sangat memengaruhi wanita
untuk dapat atau tidak dapat menyesuaikan diri dengan fuse klimakterium dini. (Yuli,
2016)

Yuli, I. E. S. R. (2016). Menopause Masalah dan Penanganannya. Deepublish.


https://books.google.co.id/books?id=I9kwDwAAQBAJ

5. Patofisiologi Klimakterium
6. Manifestasi Klinis Klimakterium
a. Gangguan neurovegetatif yang mencakup gejolak panas (hot flush), keringat malam
hari, kedinginan, sakit kepala, desing dalam telinga, tekanan darah yang tidak stabil
(goyah), jantung berdebar-debar, susah bernapas, jari-jari atrofi, dan gangguan usus
(meteorismus).

b. Gangguan psikis: Mudah tersinggung, depresi, lekas lelah,kurang bersemangat, dan


insomania atau sulit tidur.
c. Gangguan organik infarklus miokardia (gangguan sirkulasi), aterosklerosis
(hiperkolesterolemia), osteoporosis
d. gangguan kemih (disuria), nyeri senggama (dispareunia), kulit yang menipis, dan
gangguan kardiovaskular.
e. Gangguan psikogenik: mencakup bertambahnya rasa gelisah, depresi, mudah cemas,
insomnia, dan sakit kepala.

Pieter., Herri. (2017). Pengantar Psikologi Dalam Keperawatan. Jakarta. Kencana.

7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
• pemeriksaan urin
• pemeriksaan darah
• pemeriksaan pap smear atau IVA test, mammography
• pemeriksaan USG
• pemeriksaan kolestrol
• pemeriksaan hormone FSH, LH dan TSH.
Suhaid., N.D. (2021). Kesehatan Reproduksi. Pradina Pustaka.
8. Penatalaksanaan
Hormone replace theraphy (HRT)
Menurut The Hong Kong College of Obstetrician and Gynaecologists. Guidelines for the
administration of hormone replacement therapy (2008): Hormone Replacement Therapy
atau yang diterjemahkan didefinisikan sebagai:

➢ Terapi menggunakan hormon yang diberikan untuk mengurangi efek defisiensi


hormon.

➢ Pemberian hormon (estrogen, progesteron atau keduanya) pada wanita


pascamenopause atau wanita yang ovariumnya telah diangkat, untuk menggantikan
produksi estrogen oleh ovarium.

➢ Terapi menggunakan estrogen atau estrogen dan atau progesteron yang diberikan pada
wanita pascamenopause atau wanita yang menjalani ovarektomi, untuk mencegah efek
patologis dari penurunan produksi estrogen.
Tujuan:
 Mencegah osteoporosis
 Mengurangi risiko penyakit jantung iskemik
 Mengembalikan keadaan hormonal seperti pada saat premenopause
Indikasi pemberian HRT
Adanya keluhan menopause seperti gejala vasomotor
Defisiensi estrogen yang mengganggu atau adanya ancaman osteoporosis
Kontraindikasi pemberian HRT
Wanita dengan penyakit kanker
Menderita tromboembolisme vena
Memiliki tinggi risiko trombosis atau stroke
Efek samping
Setelah penggunaan HRT selama beberapa tahun maka akan terjadi peningkatan seperti:
➢ Peningkatan kualitas tidur

➢ Mengurangi gejala vasomotor

➢ Nyeri sendi

➢ Kekeringan vagina berkurang

➢ Meningkatnya fungsi seksual

➢ Meningkatnya nyeri payudara dan vagina.


9. Pencegahan

✓ Terapi Sulih Hormon


Hormon yang digunakan pada terapi sulih hormon adalah hormon estrogen dan
progesteron. Terapi sulih hormon sebagai pengganti estrogen dapat menjadi solusi atas
keluhan-keluhan, seperti menopausal flushing, atropi vaginal atau dapat juga dilakukan
untuk mencegah osteoporosis, dengan catatan terapi tersebut di.lakukan sedini mungkin
sebelum mengalami menopause. Dosis yang diberikan juga harus sekecil mungkin.
hendaknya dilakukan selama 21-25 hari setiap bulannya di bawah pengawasan tenaga
ahli. (Ganiswarna, 1995).
Efek samping yang ditimbulkan ketika melakukan sulih hormon adalah mual dan muntah.
Efek samping lain yang dapat timbul yaitu adanya rasa penuh pada payudara, sedangkan
oedem yang disebabkan oleh adanya retensi air dan natrium yang jauh lebih sering terjadi
pada penggunaan estrogen dalam dosis besar.

✓ Penanganan Atrofi Vagina


Saat atropi vagina terjadi, wanita menopause akan mengalami vagina kering, sehingga
bila mereka masih tergolong aktif secara seksual akan mengalami nyeri seperti
dispareunia. Baik pada saat sanggama maupun tidak, perempuan mungkin dapat
merasakan perubahan sensasi di organ genital, yang pada akhirnya mengacu pada keluhan
gangguan seksual lainnya. Penangan yang dapat menjadi pilihan bagi perempuan
menopause dalam mengatasi masalah atrofi vagina yaitu dengan melakukan rasionalisasi
atrofi. Manfaat terapi atrofi vagina terhadap kualitas hidup secara umum atau khusus,
akan berdampak pada kualitas seksual, sehingga tidak patut untuk diremehkan. Terapi
senam ergonomis mampu menjadi solusi untuk menurunkan keluhan beberapa penyakit,
seperti infeksi, gangguan metabolisme, gangguan otot pinggang, dan ginjal yang
termasuk dalam keluhan atrofi urogenital yang sering dialami perempuan perimenopause
(Susilo Rini, 2016).

✓ Pola hidup sehat


Salah satu pola hidup sehat adalah mengatur pola makan, sudah seharusnya perempuan
yang telah memasuki fase klimakterium dengan usia 40 tahun ke atas mulai sering
memperhatikan pola makan. Gizi yang seimbang sangat diperlukan tubuh pada usia lanjut
untuk memperkuat daya tahan tubuh. Salah satu cara hidup sehat juga dapat ditempuh
melalui aktivitas olahraga. Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik terencana dan
terstruktur yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk
meningkatkan kebugaran jasmani.
10. Asuhan Keperawatan
Referensi
Dr. Hj. Hardiko, Siti Rahayu. (2017). Menopause Tanpa Stress
Mulyaningsih, S. dan Paramita, D. P. (2018). Klimakterium Masalah & Penanganannya
Dalam Perspektif Kebidanan. Pustaka Baru Press
Pieter., Herri. (2017). Pengantar Psikologi Dalam Keperawatan. Jakarta. Kencana.
Suhaid., N.D. (2021). Kesehatan Reproduksi. Pradina Pustaka.
Yuli, I. E. S. R. (2016). Menopause Masalah dan Penanganannya. Deepublish.
https://books.google.co.id/books?id=I9kwDwAAQBAJ

Anda mungkin juga menyukai