PI RH AT A BBAS
Abstrak
Artikel ini mendiskusikan tentang hubungan filsafat, ilmu, dan agama.
M enurut penulis, hubungan ketiganya disatukan oleh sebuah tujuan yang
sama, yakni pencarian kebenaran. Namun demikian, meskipun sama,
ketiganya juga berbeda. L etak perbedaannya, dalam pandangan penulis,
terdapat pada aspek sumber, metode, dan hasil yang akan dicapai oleh
ketiganya.
Kata Kunci: filsafat, ilmu, agama, kebenaran.
Pendahuluan
M anusia begitu ia dilahirkan tidak tahu dan tidak mengenal dengan
apa-apa yang ada disekitarnya, bahkan dengan dirinya sendiri. Ketika
manusia mulai mengenal dirinya, kemudian mengenal alam
sekitarnya, karena manusia adalah sesuatu yang berpikir, maka ketika
itu dia mulailah ia memikirkan dari mana asal sesuatu, bagaimana
sesuatu, untuk apa sesuatu, kemudian apa manfaatnya sesuatu itu.
Sebenarnya pada ketika manusia telah mulai tahu dari mana asalnya,
bagaimana proses terjadinya, siapa dia, untuk apa dia, pada ketika itu
ia telah berfilsafat. Karena filsafat itu pada intinya adalah berusaha
mencari kebenaran tentang segala sesuatu, baik yang ada maupun
yang mungkin ada, dari mana asal sesuatu, bagiamana sesuatu itu
muncul dan untuk apa sesuatu itu ada, dari pemikiran seperti itu,
maka muncullah beraneka macam pandangan, pendapat dan pemikran
serta tanggapan, yang akhirnya menjadi suatu kesepakatan untuk
126 | Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010
1
Abdul M unir M ulkan, Paradigma Intelektual M uslim, (Yogyakarta: Sipress, 1993), hlm.
22.
Pirhat Abbas, “Hubungan Filsafat, Ilmu, dan Agama” | 127
2
M ulkan, Paradigma Intelektual M uslim, hlm. 22.
3
Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat , ( Jakarta : Pembangunan, 1980),
hlm. 46-7.
128 | Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010
bagaimana sesuatu dan untuk apa sesuatu.4 Filsafat bisa juga diartikan
dengan cinta kebenaran, karena inti dari filsafat itu adalah berusaha
untuk mencari kebenaran dari sesuatu.
M enurut Poedjawijatna, filsafat itu juga dapat dikatakan adalah
suatu ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi
segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka. Selanjutnya beliau
mengkategorikan filasafat itu kedalam golongan ilmu, maka oleh
karena itu filsafat harus bersifat ilmiah, yaitu menuntut kebenaran,
memilki metode, bersistem dan harus berlaku umum.5
Filsafat itu objek materinya memang sama dengan ilmu, akan tetapi
filsafat tidak dapat dikatakan ilmu, karena filsafat objek formanya
adalah mencari sebab yang sedalam-dalamnya, sementara objek forma
ilmu adalah mencari sebab segala sesuatu melalui pengalaman. Jadi
jika ada objek di luar pengalaman itu, maka tidak lagi termasuk
kedalam objek ilmu. Ilmu pada hakikatnya adalah inign tahu dengan
segala sesuatu, tetapi tidak secara mendalam.
Filsafat adalah ingin mengetahui dari mana sesuatu, bagaimana
sesuatu dan untuk apa sesuatu, sementara ilmu hanya ingin tahu
bagaimana sesuatu itu. L ain halnya pula denganagama yaitu berupaya
menjelaskan mana yang benar dan mana yang tidak benar tentang
sesuatu itu. Kebenaraan sesuatu dalam agama adalah terletak apakah
ia diwahyukan atau tidak sesuatu itu. Yang diwahyukan itu harus
dipercayai dan harus dita‘ati, dengan demikian agama itu hakikatnya
adalah suatu kepercayaan.
Pengertian filsafat itu juga dapat dibedakan dari dua segi, yaitu segi
yang statis dan dari segi yang dinamis. D ikatakan dinamis karena
dimana pada akhirnya orang harus mencari kebijaksanaan itu dengan
beraneka macam cara dan metode yang dimiliki dan kemampuan yang
ada, dan dikatakan statis karena orang dapat mencukupkan diri atau
merasa cukup untuk sekedar mencintai kebijaksanaan tersebut. Akan
4
Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat .
5
Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat , hlm. 10.
Pirhat Abbas, “Hubungan Filsafat, Ilmu, dan Agama” | 129
tetapi walaupun demikian, secara terinci dan secara khusus filsafat itu
dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mencari kebenaran yang
sesungguhnya dari segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada
atau mencari hakikat segala sesuatu yang secara ringkas dapat
dikatakan sebagai usaha mencari kebenaran yang hakiki.
Di dalam khazanah pemikiran keislaman dimana kata shopos itu
disepadankan dengan kata hi mah, sehingga filsafat bisa berarti
kecintaan kepada hikmah atau di dalam kata kerja ia bisa berarti cinta
hikmah: mencintai himah.6 Demikian juga halnya arti filsafat di dalam
khazanah pemikiran I slam juga dapat diartikan dengan ilmu yang
menyeluruh atau ilmu yang secara garis besar berbicara mengenai
segala sesuatu yang wujud dan yang mungkin wujud serta juga
membicara tentang hukum kausalitas, sebab akaibat, yang terjadi dari
yang wujud itu sehingga mendatangkan keyakinan dan kepercayaan.
M aka oleh karena itu dengan secara ringkas juga dapat dikatakan
bahwa filsafat adalah pengetahuan universal yang membicarakan
mengenai segala seuatu yang ada dan wujud dari yang ada tersebut.7
Yang dimaksud dengan yang ada itu adalah sesuatu yang mempunyai
zat, termasuk Tuhan, karena Tuhan adalah zat yang wajib al- wujud
di dalam Islam.
Selain itu perlu juga dikemukakan batasan-batasan filsafat di dalam
khazanah pemikiran manusia pada umumnya. Salah seorang pemikir
yang mana buku atau karyanya banyak beredar dan dibawa oleh
mahasiswa filsafat yang berasal Indonesia ke Indonesia sepeti L ouis
misalnya, yang menyatakan bahwa filsafat adalah: suatu analisis yang
sangat hati-hati terhadap alasan-alasan yang diajukan mengenai
sesuatu masalah dan penyusunan secara sengaja serta sistematis dari
suatu sudut pandang yang menjadi dasar suatu tindakan.8
M enguraikan segala sesuatu dengan secara baik, benar dan mendalam
6
Osman Bakar, H irarki I lmu, (Bandung : M izan, 1997), hlm. 102.
7
M ulkan, Paradigma Intelektual M uslim, hlm. 25.
8
M ulkan, Paradigma Intelektual M uslim, hlm. 25.
130 | Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010
9
Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat , hlm. 10.
10
Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat , hlm. 8.
Pirhat Abbas, “Hubungan Filsafat, Ilmu, dan Agama” | 131
11
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm. 39.
12
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa I ndonesia (KBBI ), ( Jakarta :
Balai Pustaka, 2001), hlm. 423.
132 | Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010
13
George Thomas W hite Patrick, I ntroduction to Philosophy, (L ondon : Tp, 1968), hlm.
20.
14
Ashley M ontaque, T he Cultured M an, (New York : Tp, 1959), hlm. 289.
15
Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat , hlm. 2.
Pirhat Abbas, “Hubungan Filsafat, Ilmu, dan Agama” | 133
16
Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat , hlm. 8-9.
17
Poedjawijatna, Pembimbing ke Arah Alam Filsafat , hlm. 7.
18
Gazalba, Sistematika Filsafat , hlm. 40.
134 | Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010
19
Gazalba, Sistematika Filsafat , hlm. 40.
Pirhat Abbas, “Hubungan Filsafat, Ilmu, dan Agama” | 135
20
A. M ukti Ali, A gama, Universitas dan Pembangunan, (Bandung: t.p., 1971), hlm. 4.
21
M . Natsir, Islam dan Kristen di Indonesia, disusun dan dihimpun oleh Endang Saifuddin
Anshari, (Bandung: t.p., 1969), hlm. 227.
136 | Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010
yang berasal dari Bahasa Arab dan agama kata yang berasal dari
Bahasa Sanskerta, yang mana ketiga istilah tersebut masing-masing
mempunyai riwayat dan sejarah sendiri-sendiri, akan tetapi di dalam
arti teknis terminologi ketiga istilah tersebut mempunyai inti makna
yang sama, yaitu sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan)
dan peribadatan kepada Tuhan yang M ahakuasa serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta manusia
lingkungannya.22
Akan tetapi betapa mustahilnya memberikan sebuah definisi yang
paling sempurna dan lengkap, tentang religi, din dan agama, maka di
dalam makalah ini penulis akan mencoba untuk merumuskan sebuah
definisi tentang hal tersebut. Agama, religi dan din pada umumnya
dipahami oleh masyarakat adalah salah satu sistem kredo
(kepercayaan/paham) atas adanya yang mutlak, yang mempunyai
kekuasaan melebihi segala-galanya di luar diri manusia atau suatu
sistem ritus manusia kepada sesuatu yang dianggapnya yang mutlak
yang memiliki kekuasaan luar biasa itu, serta suatu sistem norma-
norma (tata kaidah) yang mengatur tata hubungan antara manusia
dengan sang pencipta (di dalam I slam: Allah Swt, ‘Azza wa Jalla),
hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia
dengan alam lain disekitar/lingkungannya, sesuai dan sejalan dengan
tata cara kaidah keimanan dan peribadatan.
22
Departemen Pendidikan Nasional, KamusBesar Bahasa I ndonesia (KBBI ), hlm. 12.
Pirhat Abbas, “Hubungan Filsafat, Ilmu, dan Agama” | 137
23
Q.S. al-Baqarah: 30.
138 | Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010
manusia itu memiliki hawa nafsu yang tidak sama seperti malaikat
yang tidak memiliki hawa nafsu, sebab dengan hawa nafsu itu yang
bisa menjerumuskan manusia ke dalam lembah kehinaan dan
kebinasaan yang akhirnya bisa membuat manusia bertindak atau
berbuat dengan hal- hal yang tidak baik, akan tetapi di sisi lain
manusia bisa membuat bumi ini menjadikan baik dan lestari, karena
manusia dibekali oleh Tuhan dengan akal pikiran dan di bimbing
oleh nilai-nilai agama (Islam) dengan akal pikiran yang dibimbing
oleh nilai-nilai agama itulah yang membuat manusia bisa berbuat
yang baik, jujur dan benar, hal inilah yang tidak diketahui oleh
malaikat, karena malaikat itu terbatas pengetahuannya sementara
Tuhan tidak terbatas pengetahuan-Nya.
Sebenarnya hakikat manusia itu adalah mahkluk pencari kebenaran,
karena ia dibekalikan oleh Allah Swt dengan akal pikiran, akan tetapi
akal pikiran yang suci yang tidak terkontaminasi dengan yang lain,
yang dibimbing oleh nilai-nilai agama, karena dengan akan pikiran
yang dibimbing oleh nilai-nilai agama itulah yang bisa mencapai
kebenaran. Paling tidak ada tiga sarana atau jalan untuk mencari,
menghampiri dan menemukan kebenaran itu, yaitu: melalui filsafat,
melalui ilmu pengetahuan dan melalui agama, yaitu melalui wahyu
dari Sang Pencipta Kebenaran yang M utlak dan Abadi. Ketiga sarana
atau jalan itu masing-masing mempunyai ciri-ciri tersendiri di dalam
mencari, menghampiri dan menemukan kebenaran itu. Ketiga sarana
tersebut juga mempunyai titik persamaan, titik perbedaan dan titik
singgung (hubungan) antara yang satu dengan yang lainnya.
1. T itik Persamaan
Filsafat, ilmu pengetahuan dan agama adalah bertujuan setidak-
tidaknya berurusan dengan hal-hal yang sama, yaitu kebenaran dan
bertindak atas dasar rumusan mengenai suatu kebenaran tersebut.24
Seperti filsafat berusaha untuk mencari kebenaran dengan jalan
24
M ulkan, Paradigma Intelektual M uslim, hlm. 20.
Pirhat Abbas, “Hubungan Filsafat, Ilmu, dan Agama” | 139
25
Bakar, H irarki I lmu, hlm. 100.
140 | Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010
2. T itik Perbedaan
Filsafat dan ilmu pengetahuan kedua-duanya adalah sama-sama
bersumber kepada ra’yu (akal, pikiran, budi, rasio, nalar dan reason)
manusia untuk mencari kebenaran. Sementara itu agama
mengungkapkan, menjelaskan dan membenarkan suatu kebenaran
adalah bersumber dari wahyu.
Filsafat mencoba mencari kebenaran dengan cara menjelajahi
atau menziarahi akal-budi secara radikal (berpikir sampai ke akar-
akarnya), mengakar, sistematis (logis dengan urutan dan adanya
saling hubungan yang teratur) dan intergral (universal: umum,
berpikir mengenai keseluruhan) serta tidak merasa terikat oleh
ikatan apapun, kecuali oleh ikatan tangannya sendiri, yaitu logika.
I lmu pengetahuan mencari kebenaran dengan menggunakan
metode atau cara penyelidikan (riset), pengalaman (empiris) dan
percobaan (eksperimen) atau sangat terkait dengan tiga aspek,
yaitu: aspek hipotesis, aspek teori, dan aspek dalil hukum.26
Sedangkan manusia di dalam mencari kebenaran terhadap
agama itu adalah dengan jalan atau cara mempertanyakan (dalam
26
Gazalba, Sistematika Filsafat , hlm. 40.
Pirhat Abbas, “Hubungan Filsafat, Ilmu, dan Agama” | 141
3. T itik Singgung
T idak semua masalah yang dipertanyakan manusia dapat dijawab
secara positif oleh ilmu pengetahuan, karena ilmu pengetahuan itu
terbatas; terbatas oleh subjeknya dan terbatas pula oleh objeknya
27
M uhammad H atta, Pengantar ke Jalan I lmu dan Pengetahauan, ( Jakarta : Tp, 1959),
hlm. 45.
28
L ouis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat , alih bahasa Soejono Soemargono, (Yogyakarta :
Tiara Kencana, 1986), hlm. 10-11.
29
A. Baiquni, Teropong I slam terhadap I lmu Pengetahuan, (Solo: Ramadhani, 1989), 32-
33.
30
Gazalba, Sistematika Filsafat , hlm. 50.
31
H atta, Pengantar ke Jalan I lmu dan Pengetahauan, hlm. 45.
142 | Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010
(baik objek materi maupun objek forma), dan terbatas juga oleh
metodologinya. T idak semua masalah yang tidak atau belum
terjawab oleh ilmu pengetahuan, lantas dengan sendirinya dapat
dijawab oleh filsafat. Jawaban filsafat sifatnya adalah spekulatif dan
juga merupakan alternatif tentang jawaban sesuatu masalah, artinya
jawaban filsafat itu belum pasti dan masih bisa atau mungkin
berubah. T idak semua masalah yang tidak atau belum terjawab oleh
filsafat, lantas dengan sendirinya dapat dijawab oleh agama. Agama
hanya memberi jawaban tentang banyak persoalan asasi yang sama
sekali tidak terjawab oleh ilmu pengetahuan, dan filsafat. Akan
tetapi perlu ditegaskan juga bahwa tidak semua persoalan manusia
terdapat jawabannya di dalam agama, karena agama (Islam) itu
bersumber dari wahyu yaitu al-Qur’an al-Karim, tidak akan
mungkin semua persoalan yang terjadi di alam semesta ini
dijelaskan oleh al-Qur’an, akan tetapi Tuhan melalui firman-Nya
yang tertera di dalam al-Qur’an memberikan kesempatan kepada
manusia untuk mencari kebenaran dengan mempergunakan akal
pikiran seperti kalimat apala ta‘qilun, yaa ulil abshar, fa‘tabiru yaa
ulil al- baab dan lain-lain.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas tentang titik
singgung ketiga hal tersebut atau hubungan antara filsafat, ilmu
pengetahuan dan agama, maka titik singgung ketiga masalah itu
adalah saling to take and give (isi mengisi), karena di dalam kajian-
kajian filosofis terdapat kajian-kajian ilmu pengetahuan dan sejumlah
problematika saintis,32 sebaliknya di dalam kajian-kajian saintis
terdapat prinsip-prinsip dan teori-teori filosofis. Begitu juga topik-
topik filsafat - sebagai contoh filsafat Islam - bersifat religius dengan
pembahasan pada wilayah keagamaan, yang dimulai dengan meng-
Esa-kan Tuhan.33 Bahkan di dalam perspektif sejarah, para filosof
32
I brahim M adkour, Aliran dan Teori Filsafat I slam, terj., (Yogyakarta : Bumi Aksara,
1990), hlm. 253.
33
M adkour, Aliran dan Teori Filsafat I slam, hlm. 245.
Pirhat Abbas, “Hubungan Filsafat, Ilmu, dan Agama” | 143
34
M adkour, Aliran dan Teori Filsafat I slam, hlm. 245.
35
M adkour, Aliran dan Teori Filsafat I slam, hlm. 225.
36
M ulkan, Paradigma Intelektual M uslim, hlm. 21.
144 | Media Akademika Volume 25, No. 2, April 2010
Penutup
Sebagai penutup dari makalah yang sangat sederhana ini, penulis akan
mencoba untuk sarikan beberapa poin penting yang berkaitan dengan
hubungan antara filsafat, ilmu pengetahuan dan agama, yaitu sebagai
berikut :
1. A ntara filsafat, ilmu pengetahuan dan agama terdapat titik
persamaannya, yaitu mencari kebenaran.
2. Antara filsafat, ilmu pengetahuan dan agama disamping terdapat
persamaan, akan tetapi juga ada perbedaannya, yaitu dari aspek
sumber, metode dan hasil yang ingin dicapai.
3. Antara filsafat, ilmu pengetahuan dan agama mempunyai titik
singgung atau relasi, yaitu saling isi-mengisi di dalam menjawab
persoalan-persoalan yang diajukan oleh manusia. Disamping itu
ketiganya merupakan satu kesatuan bangunan paramida di dalam
mencarikan dan menemukan kebenaran.
Pirhat Abbas, “Hubungan Filsafat, Ilmu, dan Agama” | 145
DA FTA R BACA AN