Anda di halaman 1dari 21

Hubungan Hukum Ilmu Pengetahuan Dan Agama

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ada tiga hal yang menjadi alat bagi manusia untuk mencari kebenaran,

yaitu filsafat, ilmu dan agama. Walaupun tujuan ketiga aspek ini untuk mencari

kebenaran, namun ketiganya tidak dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang sama

(sinonim). Secara umum, filsafat dianggap sesuatu yang sangat bebas karena ia

berpikir tanpa batas. Sedangkan agama, lebih mengedepankan wahyu/ilham dari

zat yang dianggap Tuhan.1

Segala sesuatu yang berasal dari Tuhan, dalam perspektif agama adalah

sebuah kebenaran yang tidak dapat ditolak. Sedangkan ilmu adalah sebuah

perangkat metode untuk mencari kebenaran. Antara filsafat dan Ilmu, sama-sama

tidak memiliki tokoh sentral sebagaimana agama yang mensentralkan Tuhan.

Dengan kata lain, dapat dikatakan setiap masalah yang dihadapi manusia, maka

mereka akan menggunakan tiga macam alat untuk mencapai penyelesaiannya.

Sebagian ahli agama menjadikan filsafat dan ilmu sebagai alat untuk

mempertajam pemahaman terhadap agama, sehingga kebenaran terhadap agama

1
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta, 1996, hlm. 13.
semakin kuat.2 Sedangkan ahli filsafat melihat agama dengan pemikiran yang

mendalam, sehingga seorang filosof mendapat kebenaran yang paling hakiki.

Sedangkan ilmu pengetahuan, sebenarnya sebuah alat yang sangat sederhana,

karena ia dapat digunakan oleh semua orang dalam kapasitas dan kemampuan

masing-masing manusia. Pemahaman terhadap ketiga aspek ini, cukup urgen bagi

setiap orang, karena semua orang pasti membutuhkan pemahaman terhadap

persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Manusia begitu ia dilahirkan tidak tahu dan tidak mengenal dengan apa-

apa yang ada disekitarnya, bahkan dengan dirinya sendiri. Ketika manusia mulai

mengenal dirinya, kemudian mengenal alam sekitarnya, karena manusia adalah

sesuatu yang berpikir, maka ketika itu dia mulailah ia memikirkan dari mana asal

sesuatu, bagaimana sesuatu, untuk apa sesuatu, kemudian apa manfaatnya sesuatu

itu.

Sebenarnya pada ketika manusia telah mulai tahu dari mana asalnya,

bagaimana proses terjadinya, siapa dia, untuk apa dia, pada ketika itu ia telah

berfilsafat. Karena filsafat itu pada intinya adalah berusaha mencari kebenaran

tentang segala sesuatu, baik yang ada maupun yang mungkin ada, dari mana asal

sesuatu, bagiamana sesuatu itu muncul dan untuk apa sesuatu itu ada, dari

pemikiran seperti itu, maka muncullah beraneka macam pandangan, pendapat dan

2
Daniel Djuned, Konflik Keagamaan dan Solusinya dalam Syamsul Rijal et.al, Filsafat, Agama dan
Realitas Sosial,Fakultas Ushuluddin IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh 2004, hlm. 81.
pemikran serta tanggapan, yang akhirnya menjadi suatu kesepakatan

untukdiketahui secara bersama-sama dan berlaku dilingkunganya.

Kesepakatan tentang sesuatu itu dan berlaku untuk umum serta menjadi

kebiasaan pada komunitasnya secara turun temurun hal itulah yang dinamakan

tradisi, dari tradisi itulah berkembang menjadi suatu ilmu. Seperti kalau mau

menanam padi di sawah harus ada air, kemudian harus dipikirkan dari mana

mengambil air, bagaimana menyuplaikan air ke sawah, akhirnya memunculkan

ide untuk membuat kincir air atau membuat saluran air ke sawah (irigasi), halhal

yang seperti itulah yang akhirnya menjadi suatu ilmu.

Manakala seandainya jika disepakati dengan suatu konsep bahwa filsafat

adalah induk dari segala ilmu pengetahuan, maka oleh karena itu setiap metode,

objek, dan sistematika filsafat itu harus mempunyai arti fungsional bagi setiap

pengembangan ilmu pengetahuan yang lainnya. Dengan berdasarkan atas konsep

yang telah dikemukakan dan dipaparkan di atas, maka dengan jelas dapat

dipahami bahwa setiap ilmu pengetahuan yang lain yang bersifat terapan

merupakan pengembangan dari metode dan sistematika yang ada di dalam

disiplin filsafat.3

Kata ilmu adalah kata yang berasal dari bahasa Arab yang di ambil dari

akar kata alima-yalimu-ilman/ilmun, yang berarti pengetahuan. Pemakaian kata

ilmu itu di dalam bahasa Indonesia dapat disejajarkan dengan istilah science.

3
Abdul Munir Mulkan, Paradigma Intelektual Muslim, Sipress, Yogyakarta, 1993, hlm.22.
Science adalah kata yang berasal dari bahasa Latin: Scio, cire, yang berarti

pengetahuan.4

Tidak semua pengetahun dapat dikatakan ilmu, sebeb kalau semua

pengetahuan dikatakan ilmu tentu banyak yang bisa dikatakan ilmu, karena

pengetahuan itu sifatnya baru sebatas tahu, akan tetapi sebaliknya semua ilmu

adalah pengetahuan, akan tetapi yang dikatakan ilmu adalah pengetahuan yang di

susun secara sistematis, memiliki metode dan berdiri sendiri, tidak memihak

kepada sesuatu.

Dikalangan masyarakat umum Indonesia, dipahami bahwa ilmu itu adalah

pengetahuan tentang segala sesuatu yang disusun secara bersistem menurut

metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di

bidang pengetahuan itu, dan yang lebih awam lagi mengartikan ilmu itu dengan

pengetahuan dan kepandaian tentang sesuatu persoalan, baik itu persoalan sosial

kemasyarakatan maupun persoalan ekonomi, persoalan agama dan lain-lain

sebagainya, seperti soal pergaulan, soal pertukangan, soal duniawi, soal akhirat,

soal lahir, soal batin, soal dagang, soal adat istiadat, soal pertanian, soal gali

sumur dan lain-lain sebagainya.5

Ilmu itu juga dapat dikatakan dengan sekumpulan pengetahuan yang

diperoleh dari pengalaman-pengalaman yang dilalui atau yang diterima, baik itu

pengetahuan lewat pengalaman mimpi, lewat pengalaman perjalanan, lewat

4
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Bulan Bintang, Jakarta, 1992, hlm. 39.
5
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),Balai Pustaka, Jakarta 2001,
hlm. 423.
pengalaman spritual, lewat pengalaman bekerja dan lain-lain sebagainya,

kemudian pengetahuan itu disusun secara sistematis, dengan memiliki metode,

kemudian harus bersifat atau berlaku untuk umum dan tidak boleh memihak

kepada sesuatu serta berdiri sendiri atau otonom.

Berkaitan dengan masalah ilmu pengetahuan George Thomas White

Patrick pernah mengatakan bahwa science is the complete and consistent

discreptions of the facts of experience in the simples possible term (Ilmu adalah

sesuatu yang bersifat menyeluruh dan mencakup semua diskripsi/penjelasan

fakta-fakta yang diambil atau diterima dari suatu pengalaman dalam pengertian

yang sangat simpel/sederhana).6

Barangkali tidak ada yang paling sulit dan yang paling susah diberi

pengertian atau definisi dan mencari arti selain dari pada kata agama. Karena hal

itu cukup beralasan, paling tidak ada tiga alasan untuk masalah itu, yaitu:

pertama, karena pengalaman agama itu adalah masalah bathini yang berhubungan

dengan spritual dan yang bersifat subjektif, disamping itu juga sangat

individualistik. Kedua, barang kali tidak ada orang yang berbicara begitu

bersemangat dan emosional dari pada membicarakan agama, maka oleh karena itu

apabila membahas arti agama pasti ada emosi yang sangat kuat sekali sehingga

sulit untuk memberikan arti kalimat agama itu. Ketiga, bahwa konsepsi tentang

agama akan sangat dipengaruhi oleh tujuan dari orang yang memberikan

6
George Thomas White Patrick, Introduction to Philosophy, T.p, London 1968, hlm.20.
pengertian agama itu sendiri.7 Di dalam membahas masalah pengertian agama

agaknya ketika membicarakan tentang agama akan berhadapan dengan apa yang

disebut Problem of Ultimate Concern: adalah suatu masalah atau problem yang

menyangkut dengan kepentingan mutlak yang berarti jika seandainya seseorang

membicarakan soal agamanya, maka orang tersebut tentu akan involved (berbelit-

belit) dalam sikap subjektifitas dan sulit mempunyai sikap yang objektif.8

Ada tiga istilah yang hampir sama di dalam masalah agama ini, yaitu

religion adalah kata yang berasal dari bahasa Inggris, din kata yang berasal dari

Bahasa Arab dan agama kata yang berasal dari bahasa Sanskerta, yang mana

ketiga istilah tersebut masing-masing mempunyai riwayat dan sejarah sendiri-

sendiri, akan tetapi di dalam arti teknis terminologi ketiga istilah tersebut

mempunyai inti makna yang sama, yaitu sistem yang mengatur tata keimanan

(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan yang Mahakuasa serta tata kaidah

yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta manusia

lingkungannya.9

Akan tetapi betapa mustahilnya memberikan sebuah definisi yang paling

sempurna dan lengkap, tentang religi, din dan agama, maka di dalam makalah ini

penulis akan mencoba untuk merumuskan sebuah definisi tentang hal tersebut.

Agama, religi dan din pada umumnya dipahami oleh masyarakat adalah salah satu

sistem kredo (kepercayaan/paham) atas adanya yang mutlak, yang mempunyai


7
A. Mukti Ali, Agama, Universitas dan Pembangunan, t.p., Bandung, 1971, hlm. 4.
8
M. Natsir, Islam dan Kristen di Indonesia, disusun dan dihimpun oleh Endang SaifuddinAnshari, t.p.
Bandung, 1969, hlm. 227.
9
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hlm. 12.
kekuasaan melebihi segala-galanya di luar diri manusia atau suatu sistem ritus

manusia kepada sesuatu yang dianggapnya yang mutlak yang memiliki kekuasaan

luar biasa itu, serta suatu sistem norma-norma (tata kaidah) yang mengatur tata

hubungan antara manusia dengan sang pencipta (di dalam Islam: Allah Swt, Azza

wa Jalla), hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia

dengan alam lain disekitar/lingkungannya, sesuai dan sejalan dengan tata cara

kaidah keimanan dan peribadatan. Berdasarkan latar belakang yang telah di

jelaskan diatas, maka penulis tertarik akan membahas mengenai hubungan hukum

ilmu pengetahuan dan agama.

B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana hubungan hukum dengan ilmu pengetahuan dan agama?
2. Bagaiaman peran agama dalam ilmu merumuskan dan penegakan hukum yang

adil?

BAB II

HUBUNGAN HUKUM ILMU PENGETAHUAN DAN AGAMA


A. hubungan hukum dengan ilmu pengetahuan dan agama
Ilmu pengetahuan dan agama adalah bertujuan setidaktidaknya berurusan

dengan hal-hal yang sama, yaitu kebenaran dan bertindak atas dasar rumusan

mengenai suatu kebenaran tersebut. Seperti filsafat berusaha untuk mencari

kebenaran dengan jalan menggunakan akal, pikiran dan logika, ilmu pengetahuan

berusaha mencari kebenaran dengan menggunakan metode ilmiah melalui

penelitian-penelitian, sementara itu agama berusaha untuk menjelaskan kebenaran

itu melalui wahyu dari Tuhan. Jadi ketiganya sasaran adalah sama, yaitu

kebenaran. Jadi filsafat berupaya mencari kebenaran, ilmu berusaha membuktikan

kebenaran sementara agama adalah berupaya menjelaskan kebenaran itu, maka

tidak mengherankan kalau kaum muktazili mengatakan tidak semuanya

kandungan yang ada di dalam al-Quran itu sifatnya kamunikasi, akan tetapi

banyak juga yang sifatnya konfirmasi, yaitu membenarkan, mempertegaskan dan

menguatkan apa yang pernah dilakukan manusia.


Penyataan diatas tersebut dapat disangkut paut kan apabila membicarakan

kebenaran asal usul sumber hukum. Di dalam filsafat hukum ada beberapa aliran

atau mazhab yang membahas mengenai sumber hukum. Sedangkan dalam agama

khusus agama islam, sumber hukumnya itu melalui wahyu dari Tuhan terdiri atas

al-Quran dan as-Sunanah.


Ada persamaan sumber hukum antara agama dan aliran atau golongan

dalam filsfat hukum yang berdasarkan melalui tuhan dikenal dengan aliran hukum

alam. Ide pertama paradigma hukum alam ini yang dijelaskan oleh Prof Lili,

adalah diambil dari bukunya A.P dEntereves, Hukum Alam: Pengantar Filsafat
Hukum. Selama dari dua ribuan tahun yang telah silam gagasan ide hukum alam

ini telah memainkan peranan penting dalam alam pikiran manusia dan sejarah

manusia. Hukum alam dipandang sebagai norma yang mamstikan benar atau

salah, sebagai pola hidup yang baik adalah hidup yang selaras dengan alam dan

ini memberikan dorongan yang kuat terhadap reflekssi patokan lembaga. Yang

ada pembenaran dari konservatisme dan revolusi, akan tetapi bernaung di bawah

hukum alam belum pernah tak mendapat tantangan sama sekali.


Pengertiannya mengandung kebingbangan, bahkan pada masa hukum

alam itu dianggap cukup jelas. Dalam setengah abad terakhir ini hukum alam

mendapat serangan hebat dari berbagai pihak sebagai suatu hal yang sangat tidak

baik dan historis merugikan, pada waktu kritis seperti ini hukum alam sudah

dinyatakan ia tak bisa bangkit lagi. Walaupun dengan demikian, hukum alam

tetap bertahan dalam konstelasi teori dan praktek. Karena hukum alam ini tidak

hanya sekedar historis akan tetapi juga bersifat Universal. Maka dari itulah Prof

Lili mengatakan bahwa hukum alam adalah hukum yang berlaku secara univesal

serta abadi.
Menurut Friedman sejarah tentang hukum alam merupakan sejarah umat

manusia dalam usahanya menemukan apa yang dinamakan keadilan yang mutlak

(absolut justice) selain kegagalan-kegalagan yang dialaminya.10 Menurut Prof Lili

Peran hukum alam ini sepanjang sejarah manusia dapat diketahui dalam berbagai

fungsi seperti mislanya:11

10
Sutikno, Filsafat Hukum, Jilid II, Pradinya-Paramitha, Jakarta, 1976. hlm. 5.
11
Lili Rasjidi, Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan teori Hukum, Citra Adity Bakti, Bandung,
2007, hlm 47
1. Hukum alam digunakan untuk mengubah hukum perdata romawi yang

lama menjadi suatu sistem hukum umum yang berlaku diseluruh dunia
2. Digunakan sebagai senjata oleh kedua belah pihak, adalah gereja dan

para kaisar pada abad pertengahan dalam saling berebut kekuasaan


3. Dipergunakan sebagai dasar hukum internasional dan dasar kebebasan

perseorangan terhadap pemerintahan yang sifatnya absolut


4. Dipergunakan oleh para hakim amerika serikat dalam menafsirkan

konstitusi mereka, dengan asas-asas hukum alam, para hakim menentang

usaha-usaha negara bagian yang dengan menggunakan perundangan hendak

membatasi kebebasan perseorangan dalam soal yang berkaitan dengan

ekonomi
5. Dipergunakan unutuk mempertahankan pemerintahan yang berkuasa,

atau sebaliknya untuk mengobarkan pemberontakan terhadap kekuasaan

yang nyata
6. Dipergunakan untuk mempertahankan segala bentuk ideologi
7. Sebagai dasar bagia ketertiban internasional, hukum alam terus

menerus meberikan ilham kepada kaum stoa, ilmu dan filsafat hukum

romawi, pendeta-pendeta dan gereja pada abad pertengahan


8. Dapat memberikan dasar kepada fulsafat perseorangan dalam

konstitusi amerika serikat dan undang-undang dasar Negara Moderen

lainnya.
Ada terdapat perbedaan antara hukum alam sebagai metode dan hukum

alam sebagai substansi, hukum alam sebagai metode adalah hukum yang tertuang

atau hukum yang dapat dikenali sejak zaman kuno sekali sampai kepada abad

pertengahan, ia merumuskan dirinya pada usaha untuk menentukan metoda yang

bisa dipakai untuk menghadapi keadaan yang berlainan. Ia tidak memilki norma-
norma sendiri, melainkan hanya memberi tahu tentang bagaimana membuat

peraturan yang baik. Dan hukum alam sebagai subtansi adalah hukum berisi nilai-

niali dan norma-norma.


Prof Lili, mengatakan Sumbernya Hukum Alam dapat dikelompokan

menjadi dua sumber:12


1. Hukum alam yang bersumber pada tuhan (Irrasional).

Hukum alam ini dianut oleh kaum Scolastik abad pertengahan seperti Thomas

van Aquino, Gratiunus atau Decretum, John Salisbury, Dante algeire, Pieree

Dubois, Marsilius Padua, johannes huss.


2. Hukum Alam yang bersumber pada rasio manusia, yang

dipelopori oleh grotius, Kant, Fichte, Hegel dan Stammler


Mengenai asas hukum alam ini, Thomas aquino menyatakan bahwa ada

dua asas pertama: Principia prima adalah prinsip-prinsip yang berkaitan dengan

prinsip hak dasar manusia yang sigatnya umum serta universal dan berlaku tanpa

batas atau ruang waktu. prinsip ini bersifat mutlak, dalam arti melekat pada setiap

manusia. Kedua: principia secundaria, adalah prinsip khusus yang dijabarkan dari

prinsip yang pertama ini. Penjabarannya dapat dilakukan dengan pikiran manusia,

dan karenanyya dapat menyimpang dari hukum alam yang sesungguhnya. Prinsip

inilah yang memberikan kesempatan pada hukum positif.


Hukum alam kedua (pricipian Secunderia), merupakan ciri hukum alam

pada abad ke 17-18. hukum inilah yang memperoleh kritik tajam dan mengalami

kemunduran sejak abad ke 19 untuk kemudian diganti oleh aliran Positivisme

Hukum.. selama keadaan cukup stabil positivisme hukum dapat berkembang

12
Ibid, hlm. 48
secara baik, tetapi ia gagal dikala terjadi kegoncangan pada separoh abad ke 19

itu, ia gagal dikala tidak bisa memberikan tuntutan di tengah-tengah gugatan

terhadap kepercayaan-kepercayaan sosial dan moral pada waktu itu, ia gagal

karena tidak mampu memberikan pertolongan guna menghindari pengunaan yang

salah dari kemerdekaan dan kekuasaan yang terjadi. Dengan kemunduran

positivisme itu maka bangkit kembali hukum alam dengan sebutan kebangkitan

kembali hukum alam


Allen mengatakan bahwa kebangkitan hukum alam ini, tidak bisa disebut

sebagai kebangkitan oleh karena berbeda sekali dari hukum alam sebelumnya, ia

menganut konsep relativitas yang berbeda dengan kosep hukum alam sebelumnya

di mana ia sangat statis dan absolut itu, satu-satunya titik untuk menghubungkan

dengan hukum alam yang lama adalah untuk menyatukan idealisme moral.
Sebagaimana terurai di muka, hukum alam ini selalu dikenal sepanjang

zaman kehidupan manusia. Oleh karena itu hukum alam ini merupakan usaha

manusia untuk menemukan hukum dan keadilan yang ideal. Dengan cara

demikian Gentilis menggambarkan hukum alam sebagai hukum yang lebih tinggi

yang secara stuktural merupakan sumber dan menjadi dasar dari tindakan kaisar

(the law giver), dan hukum positif yang dibentuk oleh kaisar tidak lain dari

penjelmaan hukum alam dalam bentuknya sebagai hukum positif atau hukum

alam yang diberi kekuatan atau kekuasaan oleh manusia. Maka dengan demikian

hukum alam dapat berbentu hukum formal, umum, prinsif-prinsif serta dalam

bentuknya hukum positif.


Hukum alam sesungguhnya merupakan suatu konsep yang mencakup

banyak teori didalamnya. Berbagai anggapan dan pendapat yang dikelompokkan

ke dalam hukum alam bermunculan dari masa ke masa. Mempelajari sejarah

hukum alam, maka kita akan mengkaji sejarah manusia yang berjuang untuk

menemukan keadilan yang mutlak di dunia ini serta kegagalan-kegagalannya.

Pada suatu saat hukum alam muncul dengan kuatnya, pada saat yang lain ia

diabaikan, tetapi yang pasti hukum alam tidak pernah mati.


Hukum Alam adalah hukum yang normanya berasal dari Tuhan Yang

Maha Esa, dari alam semesta dan dari akal budi manusia, karenanya ia di

gambarkan sebagai hukum yang berlaku abadi. Hukum alam dimaknai dalam

berbagai arti oleh beberapa kalangan pada masa yang berbeda. Berikut ini akan di

paparkan pandangan hukum alam dari Aristoteles, Thomas Aquinas, dan Hugo

Grotius.

B. Peran Agama Dalam Ilmu Merumuskan Dan Penegakan Hukum Yang Adil
Apabila membicarakan peran agama dalam perumusan dan penegakan

hukum yang adil, dapa diambil contoh agama Islam. Keadilan dalam konsep

ajaran agama Isalam mempunyai makna yang spesifik bila dibandingkan sudut

pandang lainnya. Perumusan hukum yang adil dalam ajaran agama Islam

bermakna membicarakan kemauan Pencipta manusia yang tercantum di dalam Al-

Quran dan terimplementasi dalam Hadits mengenai hukum konsep hukum yang

adil atau keadilan.


Keadilan adalah kata jadian dari kata adil yang terambil dari bahasa arab,

yaitu adl. Kamus-kamus yang berbahasa arab menginformasikan bahwa kata ini
pada mulanya berarti sama. Persamaan dimkasud, sering dikaitkan dengan hal-hal

yang bersifat materi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata adil

diartikan sebagai tidak berta sebalh atau tidak memihak, berpihak kepana

kebenaran dan sepatutnya atau tidak sewenang-wenang.


Persamaan yang merupakan makna adal kata adil itulah yang menjadikan

pelakunya tidak berpihak, dan pada dasarnya pula orang yang adil berpihak

kepada yang benar. Namun pengertian keberpihakan kepada uang benar dan yang

salah harus dimaknai bahwa keduanya harus sama-sama memperoleh haknya,

sehingga tampak ia melakukan sesuatu yang patut lagi tidak wewenang-

wewenang.
Keadilan diungkapakan oleh Allah SWT di dalam Al-Quran antara lain

dengna kata al-adl, Al-qisth, Al-mizan dan menafikan kezaliman. Namun

pengertian keadilan tidak selalu menjadi kebalikan dari kezaliman. Adil yang

berarti sama, memberi kesan adnya dua pihak atau lebih yang membutuhkan

keadilan. Sebab jika hanya satu pihak tidak akan menjadi persamaan. Lain halnya

kata qisth yang (berarti yang wajar dan patut) hal itu, tidak harus mengantarkan

adanya persamaan. Bukankah bagian dapat saja diperoleh oleh satu pihak. Sebab,

kata qisth lebih umum dari kata adl yang berarti sama. Hal itu, berarti Al-Quran

menuntut seseorang untuk berlaku adil terhadap dirinya sendiri. Hal ini

didasarkan pada firman Allah dalam Surah Al-Maidah ayat 8:


8. Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang

selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan

janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu


untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada

takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa

yang kamu kerjakan.

Sedangkan teori keadilan menurut John Rawls. John Rawls yang hidup

pada awal abad 21 lebih menekankan pada keadilan sosial.13 Teori John Rawls

tentang Keadilan ( A Theory of Justice):14


Setiap orang harus mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan

kebebasannya yang sebesar-besarnya berdasarkan system kebebasan yang

memberikan kesempatan yang sama pada semua orang.


Selanjutnya dalam kaitan dengan prinsif ketidak samaan di bidang social

dan ekonomi (social and Economic Inequalities), Rawls berpendapat bahwa

ketidak samaan di bidang social ekonomi harus diatur sedemikian rupa agar

golongan yang paling lemah merupakan pihak yang paling diuntungkan, dan

setiap orang diberi kesempatan yang sama.15


Untuk lebih memperkuat teorinya, Rawls mengajukan dua ketentuan

utama (priority rule) yang terdiri dari yang mengatur kebebasan dan keadilan

yang berkaitan dengan efisiensi ekonomi dan yang berkaitan dengan

kesejahteraan.
Menurutnya, ketentuan yang mengatur kebebasan haruslah sedemikian

rupa agar kebebasan hanya dapat dibatasi demi kebebasan itu sendiri. 16 Tidak

boleh menghilangkan atau menyampingkan kebebasan itu sendiri. Dalam


13
Hari Chand, Modern Jurisprudence, Kuala Lumpur, International Law Book Review, 1994,
hal. 278.
14
Rawls., A Theory of Justice, Cambridge Massachusetsss: The Belknap Press of Harvarrd
University Press, 1971, hlm 302
15
Ibid. hlm. 301
16
Ibid. hlm. 302
kehidupan masyarakat dasar-dasar keseimbangan dalam kebebasan bisa

berkurang, atau menjadi tidak seimbang. Manakala terjadi gangguan terhadap

keseimbangan dalam kebebasan, maka para anggota masyarakat harus

menemukan kembali kebebasan yang terganggu keseimbangannya.


Begitu pula bila terjadi ketidak seimbangan dalam kebebasan, maka pihak

yang lemah harus dijamin agar lebih baik.17 Ketentuan yang berkaitan dengan

efisiensi ekonomi dan kesejahteraan harus dirumuskan sedemikian rupa agar

memaksimalkan tingkat kesejahteraan. Sehingga dengan demikian pihak yang

kurang mendapatkan kesempatan yang lebih tinggi, dan pihak yang mendapat

kesulitan supaya lebih diringankan.18


Rawls mempercayai bahwa struktur masyarakat ideal yang adil adalah

struktur dasar masyarakat yang asli dimana hak-hak dasar, kebebasan, kekuasaan,

kewibawaan, kesempatan, pendapatan, dan kesejahteraan terpenuhi. Kategori

struktur masyarakat ideal ini digunakan untuk:


a. Menilai apakah institusi-institusi sosial yang ada telah adil atau tidak.
b. Melakukan koreksi atas ketidakadilan sosial.
Rawls berpendapat bahwa yang menyebabkan ketidakadilan adalah situsi

sosial sehingga perlu diperiksa kembali mana prinsip-prinsip keadilan yang dapat

digunakan untuk membentuk situasi masyarakat yang baik. Koreksi atas

ketidakadilan dilakukan dengan cara mengembalikan (call for redress)

masyarakat pada posisi asli (people on original position). Dalam posisi dasar

inilah kemudian dibuat persetujuan asli antar (original agreement) anggota

masyarakat secara sederajat.

17
Ibid. hlm. 244
18
Ibid. hlm. 303
Ada tiga syarat supaya manusia dapat sampai pada posisi asli, yaitu:19
a. Diandaikan bahwa tidak diketahui, manakah posisi yang akan diraih seorang

pribadi tertentu di kemudian hari. Tidak diketahui manakah bakatnya,

intelegensinya, kesehatannya, kekayaannya, dan aspek sosial yang lain.


b. Diandaikan bahwa prinsip-prinsip keadilan dipilih secara konsisten untuk

memegang pilihannya tersebut.


Diandaikan bahwa tiap-tiap orang suka mengejar kepentingan individu

dan baru kemudian kepentingan umum. Ini adalah kecenderungan alami manusia

yang harus diperhatikan dalam menemukan prinsip-prinsip keadilan. Jadi dapat

ditarik kesimpulan dalam menciptakan keadilan, prinsip utama yang digunakan

adalah:
a. Kebebasan yang sama sebesar-besarnya, asalkan tetap menguntungkan semua

pihak;
b. Prinsip ketidaksamaan yang digunakan untuk keuntungan bagi yang paling

lemah.

Keadilan dari pencipta manusia hanya dapat diketahui dan dipahami bila

dihayati ide-ide dari Al-Quran dan Alhadits. Islam sebagai agama atau risalah

yang mengandung unsur-unsur hukum Tuhan tidak hanya mengatur alam semesta,

melainkan juga megnatur manusia dalam kehidupannya. Oleh karena itu,

pendidikan bertujuan untuk menyadarkan manusia akan adanya hukum tuhan

pada dirinya yang dapat digunakan untuk menciptakan kehidupannya yang lebih

baik. Hal ini menunjukkan bahwa karakteristik pendidikan di dalam Islam adalah

sesuatu yang inhern dengan agama dan sifat-sifat, kekuatan atau hukum tuhan

19
Darji Darmodiharjo dan Shidarta. Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1995, hlm. 146.
yang meleka pada manusia. Selain itu, juga menunjukkan bahwa agama disebut

risalah yang berarti sesuatu yang mesti disampaikan, diinformasikan dan

diindividualisasikan sehingga kaida agama itu merupakan pengetahuan yang

dihayati oleh manusia sehingga menjadi pola perilaku di dalam kehidupan sehari-

harinya.20

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Filsafat hukum ilmu pengetahuan dan agama adalah bertujuan setidaktidaknya

berurusan dengan hal-hal yang sama, yaitu kebenaran dan bertindak atas dasar

rumusan mengenai suatu kebenaran tersebut. Seperti filsafat berusaha untuk

mencari kebenaran dengan jalan menggunakan akal, pikiran dan logika, ilmu

pengetahuan berusaha mencari kebenaran dengan menggunakan metode

ilmiah melalui penelitian-penelitian, sementara itu agama berusaha untuk

menjelaskan kebenaran itu melalui wahyu dari Tuhan. Jadi ketiganya sasaran

adalah sama, yaitu kebenaran. Jadi filsafat berupaya mencari kebenaran, ilmu

berusaha membuktikan kebenaran sementara agama adalah berupaya

menjelaskan kebenaran itu, maka tidak mengherankan kalau kaum muktazili


20
Daradjat, zakiah, dkk, Dasar-Dasar Agama Islam:Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada
Perguruan Tinggi Umum, Bulan Bintang, Jakarta, 1994, hlm. 181.
mengatakan tidak semuanya kandungan yang ada di dalam al-Quran itu

sifatnya kamunikasi, akan tetapi banyak juga yang sifatnya konfirmasi, yaitu

membenarkan, mempertegaskan dan menguatkan apa yang pernah dilakukan

manusia. Apabila membicarakan kebenaran asal usul sumber hukum. Di

dalam filsafat hukum ada beberapa aliran atau mazhab yang membahas

mengenai sumber hukum. Sedangkan dalam agama khusus agama islam,

sumber hukumnya itu melalui wahyu dari Tuhan terdiri atas al-Quran dan as-

Sunanah.
2. Dalam menciptakan keadilan, prinsip utama yang digunakan adalah

kebebasan yang sama sebesar-besarnya, asalkan tetap menguntungkan semua

pihak dan prinsip ketidaksamaan yang digunakan untuk keuntungan bagi yang

paling lemah. Keadilan dari pencipta manusia hanya dapat diketahui dan

dipahami bila dihayati ide-ide dari Al-Quran dan Alhadits. Islam sebagai

agama atau risalah yang mengandung unsur-unsur hukum Tuhan tidak hanya

mengatur alam semesta, melainkan juga megnatur manusia dalam

kehidupannya. Oleh karena itu, pendidikan bertujuan untuk menyadarkan

manusia akan adanya hukum tuhan pada dirinya yang dapat digunakan untuk

menciptakan kehidupannya yang lebih baik


B. Saran
1. diharapkan ilmu pengetahuan dan agama mempunyai titik singgung atau

relasi, yaitu saling isi-mengisi di dalam menjawab persoalan-persoalan

yang diajukan oleh manusia. Disamping itu ketiganya merupakan satu


kesatuan bangunan paramida di dalam mencarikan dan menemukan

kebenaran.
2. Keadilan itu mengerahkan kekuatan manusia kepada tujuan besar, yaitu

kepentingan masyarakat dengan memanfaatkan segala bentuk kebajikan

yang disumbangkan setiap individu.

Daftar Pustaka

A. Mukti Ali, Agama, Universitas dan Pembangunan, t.p., Bandung, 1971.


Abdul Munir Mulkan, Paradigma Intelektual Muslim, Sipress, Yogyakarta, 1993
Daniel Djuned, Konflik Keagamaan dan Solusinya dalam Syamsul Rijal et.al,
Filsafat, Agama dan Realitas Sosial,Fakultas Ushuluddin IAIN Ar-Raniry,
Banda Aceh, 2004 .
Daradjat, zakiah, dkk, Dasar-Dasar Agama Islam:Buku Teks Pendidikan Agama
Islam pada Perguruan Tinggi Umum, Bulan Bintang, Jakarta, 1994.
Darji Darmodiharjo dan Shidarta. Pokok-Pokok Filsafat Hukum. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 1995.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),Balai
Pustaka, Jakarta 2001George Thomas White Patrick, Introduction to
Philosophy, T.p, London 1968
Hari Chand, Modern Jurisprudence, Kuala Lumpur, International Law Book
Review, 1994.
Lili Rasjidi, Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan teori Hukum, Citra Adity
Bakti, Bandung, 2007.
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta, 1996.
M. Natsir, Islam dan Kristen di Indonesia, disusun dan dihimpun oleh Endang
SaifuddinAnshari, t.p. Bandung, 1969.
Rawls., A Theory of Justice, Cambridge Massachusetsss: The Belknap Press of
Harvarrd University Press, 1971.
Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Bulan Bintang, Jakarta, 1992.
Sutikno, Filsafat Hukum, Jilid II, Pradinya-Paramitha, Jakarta, 1976.

Anda mungkin juga menyukai