Anda di halaman 1dari 40

makalah kepemimpinan dalam

pendidikan dan model


kepemimpinan
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sudah diketahui bahwa kepemimpinan dalam manajemen pendidikan sangat diperlukan didalam manajemen
pendidikan karena pada dasarnya setiap instansi atau lembaga pendidikan diperlukan sebuah figur seorang
pemimpin, alsan pemiliham judul didalam artikel ini adalah untuk mengetahui hakikat pemimpin, tipe-tipe dari
pemimpin, dan faktor- faktor yang mempengaruhi efektifitas kepemimpinan didalam manajemen pendidikan.
Menurut Bachtiar Surin yang dikutip oelh maman Ukas bahwa perkataan khalifah berarti penghubung atau pemimpin
yang diserahi untuk menyampaikan atau memimpin sesuatu.Dalam kegiatannya bahwa pemimpin memiliki kekuasaan
untuk mengerahkan dan mempengaruhi bawahannya sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan.Pada
tahap pemberian tugas pemimpin harus memberikan suara arahan dan bimbingan yang jelas, agar bawahan dalam
melaksanakan tugasnya dapat dengan mudah dan hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut kodrat serta irodatnya bahwa manusia dilahirkan untuk menjadi pemimpin. Sejak Adam diciptakan
sebagai manusia pertama dan diturunkan ke Bumi, Ia ditugasi sebagai Khalifah fil ardhi. Sebagaimana termaktub
dalam Al Quran Surat Al Baqarah ayat 30 yang berbunyi : ―Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
Malaikat‖; ―Sesungguhnya Aku akan mengangkat Adam menjadi Khalifah di muka Bumi‖. Menurut Bachtiar
Surin yang dikutif oleh Maman Ukas bahwa ―Perkataan Khalifah berarti penghubung atau pemimpin
yang diserahi untuk menyampaikan atau memimpin sesuatu‖.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa manusia telah dikaruniai sifat dan sekaligus tugas sebagai seorang pemimpin.
Pada masa sekarang ini setiap individu sadar akan pentingnya ilmu sebagai petunjuk/alat/panduan untuk memimpin
umat manusia yang semakin besar jumlahnya serta komplek persoalannya. Atas dasar kesadaran itulah dan relevan
dengan upaya proses pembelajaran yang mewajibkan kepada setiap umat manusia untuk mencari ilmu. Dengan
demikian upaya tersebut tidak lepas dengan pendidikan, dan tujuan pendidikan tidak akan tercapai secara optimal
tanpa adanya manajemen atau pengelolaan pendidikan yang baik, yang selanjutnya dalam kegiatan manajemen
pendidikan diperlukan adanya pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaiman model kepemimpinan kependidikan
b. Apa saja ciri-ciri kepemimpinan kependidikan
c. Bagaiman gaya kepemimpinan dalam kependidikan
d. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemimpin dalam pendidikan
C. Tujuan Penulisan
a. Mngetahui modl kpemimpinan kpendidikan
b. Mengetahui ciri kepemimpinan kpendidikan
c. Mengtahui gaya kpemimpinan kependidikan
d. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi perilaku pmimpin dalam pendidikan

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kepemimpinana dan Model Kepemimpinan


Definisi Kepimpinan
Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip
dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia.Ada banyak
pengertian yang dikemukakan oleh para pakar menurut sudut pandang masing-masing, definisi-definisi
tersebut menunjukkan adanya beberapa kesamaan.
Pengertian Kepemimpinan Menurut Para ahli
1. Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni
mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk
membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok.
2. Menurut Young (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari
atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang
berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang
khusus.
3. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpnan merupakan kemampuan mempengaruhi
orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok,
memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk
mencapai tujuan organisasi atau kelompok Zaman yang berbeda menghasilkan pemikiran yang berbeda,
zaman yang berbeda melahirkan pemimpin yang berbeda. Topik kepemimpinan bila dibahas dan dibicarakan, sangat
menarik dan tidak akan ada habisnya. Berbagai tantangan kepemimpinan dan peran sentral pemimpin dalam
menghadapi situasi turbulensi, khususnya yang dihadapi bangsa ini, sangat komplek dan memerlukan legitimasi
sentral agar dapat diterima oleh semua pihak didalam menerapkan ―kecerdasan‖ dalam

kepemimpinannya.
Krisis yang dialami setiap organisasi, termasuk didalamnya organisasi pendidikan, berakar pada krisis
kepemimpinan nasional, khususnya berupa tantangan terhadap kecerdasan kita, yang tidak dapat lagi diantisipasi sekedar
dengan kecerdasan rasional (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ), namun menuntut peran kunci kecerdasan spiritual
(SQ) sebagai induk segala kecerdasan.
Belajar dan berubah adalah satu-satunya cara untuk tidak tergilas oleh gelombang turbulensi global. Proses
tersebut diawali dengan membangun mental pembelajaran (learning mental) – self- awareness, self-acceptance, self-
improvement – dan kemudian diikuti dengan membangun perilaku pembelajaran (learning behavior) – observe,
assess, design, implement — dengan mendayagunakan daya transformatif yang dimiliki oleh kecerdasan spiritual
(SQ) sebagai mesin penggeraknya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu faktor pendorong kemajuan adalah kepemimpinan yang kuat sekaligus
melayani masyarakat. Pemimpin yang kuat sekaligus melayani adalah pemimpin yang berhasil menerapkan prinsip
kepemimpinan, bahwa inti kepemimpinan adalah memengaruhi (leadership is influence). Dalam hal ini, memengaruhi
orang-orang yang dipimpin untuk melaksanakan sesuatu demi mencapai tujuan bersama, bukan kepentingan pribadi,
kelompok, atau golongan tertentu.
Prinsip kepemimpinan yang kuat sekaligus melayani, bisa diterapkan di semua tataran kepemimpinan.Mulai di
tingkat rukun tetangga (RT), kepala desa/lurah, kepala daerah, organisasi, perusahaan, sampai kepemimpinan tingkat
nasional.Dapat pula digunakan sebagai acuan masyarakat

dalam mengharapkan kepemimpinan.Sayangnya, masih banyak pemimpin kita yang berperan sebagai penguasa (pangreh),
bukan pamong.Bukan melayani, tapi ingin selalu dilayani.
Konsep kepemimpinan asli Indonesia yang sarat dengan falsafah luhur yang mungkin sebagian sudah terlupakan,
seperti Tiga Peran Pemimpin dan Sepuluh Sifat Pemimpin yang Efektif dalam Kepemimpinan Sultan Banten, falsafah
Wahyu Makuto Romo yang bersumber dari pewayangan, serta konsep kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro yang sudah
lama kita kenal : ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangunkarso, tutwuri handayani.
Kepemimpinan Pendidikan di Indonesia bila kita lihat dari segala permasalahan yang dihadapi, lepas dari segala
krisis kepemimpinan nasional, adalah kepemimpinan yang melayani dan kepemimpinan keteladanan. Model
kepemimpinan tersebut lebih dekat dengan model kepemimpinan yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantoro, seperti yang
sudah sering kita dengar yaitu : Ing ngarso sung

tulodo, Ing madyo mangunkarso dan Tut wuri handayani.


Dalam ajaran Ki Hajar Dewantoro yang lain, yang belum banyak dibahas dalam karya-karya ilmiah, Ki Hajar
Dewantoro memberikan 4 (empat) syarat kepribadian yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin, yaitu : Meneng
ing solah bowo, Wening ing pikir manungku pujo, Dumunung kasunyatan, dan Wenang ing jumenengan.
Dari semua bahasan diatas, model kepemimpinan yang sesuai dan selaras dengan kondisi dan perkembangan
pendidikan di Indonesia menurut penulis adalah perspektif kepemimpinan yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantoro.
Bila kita kupas, maka ada 14 (empat belas) sikap kepemimpinan yang di ajarkan yang dirangkum dalam 7 (tujuh)
ajaran yaitu : (1) Keteladanan : Ing ngarso sung tulodo; (2) Motivasi : Ing madyo mangun karso; (3) Mendukung dan
percaya kepada bawahan : Tut wuri handayani; (4) Sikap dan Kepribadian : Meneng Ing solah bowo; (5) Spiritual dan
Berfikir positif
: Weninging pikir manungku pujo; (6) Jujur, terbuka dan dapat dipercaya : Dumunung kasunyatan; dan
(7) Berani, berkompeten dan profesional : Wenang ing jumenengan

Banyak studi mengenai kecakapan kepemimpinan yang dibahas dari berbagai perspektif yang telah
dilakukan oleh para peneliti. Analisis awal tentang kepemimpinan dari tahun 1900- an hingga tahun 1950-an
memfokuskan perhatian pada perbedaan karakeristik antara

pemimpin (Leaders) dan pengikut / karyawan (Followers).


Karena hasil penelitian pada saat periode tersebut menunjukkna bahwa tidak terdapat satupun sifat atau watak
(Trait) atau kombinasi sifat atau watak yang dapat menerangkan sepenuhnya tenang kemampuan para pemimpin, maka
perhatian para peneliti bergeser pada masalah pengaruh situasi terhadap kemampuan dan tingkah laku para
pemimpin.Studi-studi kepemimpinan selanjutnya berfokus pada tingkah laku yang diperagakan oleh para pemimpin yang
efektif.
Hasil-hasil penelitian pada periode ini mengarah pada kesimpulan bahwa pemimpin dan kepemimpinan
adalah persoalan yang sangat penting untuk dipelajari (Crucial), namun kedua hal tersebut disadari sebagai
komponen organisasi yang sangat kompleks.
Dalam perkembangannya, model yang relative baru dalam studi kepemimpinan disebut sebagai model
kepemimpinan Transformasional.Model ini dianggap sebagai model yang terbaik dalam menjelaskan karakteristik
pemimpin. Konsep kepemimpinan Transformasional ini mengintergrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam
pendekatan watak, gaya dan kontingensi-kontingensi.
Berikut ini akan dibahas tentang perkembangan pemikiran ahli-ahli managemen mengenai model-model
kepemimpinan yang ada dalam literature, dan agar lebih praktis pembahasan ini kita bagi menjadi dua, yaitu: model-
model kepemimpinan masa lalu dan sekarang.
a. Model Kpemimpinana Kependidikan
A. model-model kepemimpinan masa lalu.

a. Model Watak Kepemimpinan


Pada umumnya studi-studi kepemimpinan pada tahap awal mencoba meneliti tentang watak individu yang
melekat pada diri para pemimpin, seperti misalnya: kecerdasan, kejujuran, kematangan, ketegasan, kecakapan
berbicara, kesupelan dalam bergaul, status social ekonomi, dan lain-lain (Bass 1960, Stogdill 1974).
Stogdill (1974) menyatakan bahwa terdapat enam kategori factor pribadi yang membedakan antara
pemimpin dan pengikut yaitu kapasitas, prestasi, tanggung jawab, partisipasi, status dan situasi. Namun demikian banyak
studi yang menunjukkan bahwa factor-faktor yang membedakan antara pemimpin dan pengikut dalam satu studi
tidak konsisten dan tidak didukung dengan hasil-hasil studi yang lain.
Disamping itu watak pribadi bukanlah factor yang dominant dalam menentukan keberhasilan kinerja managerial
para pemimpin. Hingga tahun 1950-an, lebih dari 100 studi yang telah dilakukan untuk untuk mengindifikasi watak
atau sifat personal yang dibutuhkan oleh pemimpin yang baik, dan dari studi-studi tersebut dinyatakan bahwa hubungan
antara karakteristik, watak dengan efektifitas kepemimpinan, walupun positif tetapi signifikasinya sangat rendah
(Stogdill 1970).
Bukti-bukti yang ada menyarankan bahwa apabila kepemimpinan didasarkan pada factor situasi, maka pengaruh
watak yang dimiliki oleh para pemimpin mempunyai pengaruh yang tidak segnifikan. Kegagalan studi-studi tentang
kepemimpinan pada periode awal ini yang tidak berhasil meyakinkan adanya hubungan yang jelas antara watak pribadi
pemimpin dan kepemimpinan membuat para peneliti untuk mencari factor-faktor lain (selain factor watak), seperti
misalnya factor situasi yang diharapkan dapat secara jelas menerangkan perbedaan karakteristik antara pemimpin dan
pengikut.

b. Model Kepemimpinan Situasional


Model kepemimpinan situasional merupakan pengembangan model watak kepemimpinan dengan
focus utama factor situasi sebagai variable penentu kemampuan kepemimpinan.
Studi-studi kepemimpinan situasional mencoba mengidentifikasi karakteristik situasi atau keadaan sebagai
factor penentu utama yang membuat seorang pemimpin berhasil melaksanakan tugas- tugas organisasi secara efektif
dan efisien. Dan juga model ini membahas aspek kepemimpinan lebih berdasarkan fungsinya, bukan lagi hanya
berdasarkan watak kepribadian pemimpin.
Hencley (1973) menyatakan bahwa factor situasi lebih menentukan keberhasilan seorang pemimpin
dibandingkan watak pribadinya, menurut pendekatan kepemimpinan situasional ini seseorang bisa dianggap
sebagai pemimpin atau pengikut tergantung pada situasi atau keadaan yang dihadapi.Banyak studi yang mencoba
untuk mengidentifikasi karakteristik situasi khusus yang

mempengaruhi kinerja para pemimpin.


Hoy dan Miskel (1987) menyatakan bahwa terdapat empat factor yang mempengaruhi kinerja pemimpin, yaitu
sifat structural organisasi, iklim atau lingkungan organisasi, karakteristik tugas atau peran dan karakteristik bawahan.
Kajian model kepemimpinan situasional lebih menjelaskan fenomena kepemimpinan dibandingkan dengan
model terdahulu.Namun demikian model ini masih dianggap belum memadai karena model ini tidak dapat
memprediksikan kecakapan kepemimpinan yang mana yang lebih efektif dalam situasi tertentu.
c. Model Pemimpin Yang Efektif
Model kajian kepemimpinan ini memberikan informasi tentang type-type tingkah laku para pemimpin
yang efektif.Tingkah laku para pemimpin dapat dikategorikan menjadi dua dimensi, yaitu

struktur kelembagaan dan konsiderasi.


• Dimensi struktur kelembagaan menggambarkan sampai sejauh mana pemimpin mendefinisikan dan menyusun
interaksi kelompok dalam rangka mencapai tujuan organisasi serta sejauh mana para pemimpin mengorganisasikan
kegiatan-kegiatan kelompok mereka, dimensi ini dikaitkan dengan usaha para pemimpin mencapai tujuan organisasi.
• Dimensi konsiderasi menggambarkan sampai sejauh mana tingkat hubungan kerja antara pemimpin dan bawahannya,
dan sampai sejauh mana pemimpin memperhatikan kebutuhan social dan emosi bagi bawahan, misalnya kebutuhan
akan pengakuan, kepuasan kerja dan penghargaan yang mempengaruhi kinerja mereka dalam organisasi. Dimensi
konsiderasi ini juga dikaitkan dengan adanya pendekatan kepemimpinan yang mengutamakan komunikasi dua arah,
partisipasi dan hubungan manusiawi.
Halpin (1966) menyatakan bahwa tingkah laku pemimpin yang efektif cenderung menunjukkan kinerja yang
tinggi terhadap dua aspek diatas.Dia berpendapat bahwa pemimpin yang efektif adalah
pemimpin yang menata kelembagaan organisasinya secara sangat terstruktur dan mempunyai hubungan dan persahabatan
yang sangat baik. Secara ringkas model kepemimpinan efektif ini mendukung anggapan bahwa pemimpin yang
efektif adalah pamimpin yang dapat menangani kedua aspek organisasi dan manusia sekaligus dalam organisasinya.
d. Model Kepemimpinan Kontingensi
Studi kepemimpinan jenis ini memfokuskan perhatiannya pada kecocokan antara karakteristis

watak pribadi pemimpin, tingkah lakunya dan fariabel-fariabel situasional.


Kalau model kepemimpinan situasional berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan
type kepemimpinan yang berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi memfokuskan perhatian yang lebih luas,
yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi / variable situasional dengan watak atau tingkah laku dan criteria
kinerja pemimpin (Hoy and Miskel 1987).
Fiedler (1967) beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada
cara atau gaya kepemimpinan dan sesuai situasi yang dihadapinya. Menurutnya ada tiga factor utama yang
mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiganya ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin, ketiga factor
tersebut adalah:
a. Hubungan antara pemimpin dan bawahan, yaitu sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh
bawahan untk mengikuti petunjuk pemimpin.

b. Struktur tugas yaitu sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh
mana tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang
baku.
c. Kekuatan posisi, yaitu sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin, karena
posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas
mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin menggunakan otoritasnya
dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat.
Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan model- model
sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat
menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara

karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variable situasional.


B. Model Kpemimpinan Masa Kini (sekarang)
a. Model Kepemimpinan Transaksional.
Kepemimpinan transaksional adalah hubungan antara pemimpin dan bawahan serta ditetapkan dengan jelas peran
dan tugas-tugasnya.
Menurut Masi and Robert (2000), kepemimpinan transaksional digambarkan sebagai mempertukarkan
sesuatu yang berharga bagi yang lain antara pemimpin dan bawahannya (Contingen Riward), intervensi yang dilakukan
oleh pemimpin dalam proses organisasional dimaksudkan untuk mengendalikan dan memperbaiki kesalahan yang
melibatkan interaksi antara pemimpin dan bawahannya bersifat pro aktiv.
Kepemimpinan transaksional aktif menekankan pemberian penghargaan kepada bawahan untuk mencapai
kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu secara pro aktif seorang pemimpin memerlukan informasi untuk
menentukan apa yang saat ini dibutuhkan bawahannya.
Berdasarkan dari uraian tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa prinsip utama dari kepemimpinan
transaksional adalah mengaitkan kebutuhan individu pada apa yang diinginkan pemimpin untuk dicapai dengan
apa penghargaan yang diinginkan oleh bawahannya memungkinkan

adanya peningkatan motivasi bawahan. Steers (1996).


b. Model Kepemimpinan Transformasional
Teori ini mengacu pada kemampuan seorang pemimpin untuk memberikan pertimbangan dan rangsangan
intelektual yang individukan dan yang memiliki charisma. Dengan kata lain pemimpin transformasional adalah
pemimpin yang mampu memperhatikan keprihatinan dan kebutuhan pengembangan diri pengikut untuk
mengeluarkan upaya ekstra untuk mencapai tujuan kelompok.
Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa
yang perlu dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu pemimpin transaksional
cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas organisasi.
Untuk memotifasi agar bawahan melekukan tanggung jawab mereka, para pemimpin transaksional
sangat mengandalkan pada system pemberian penghargaan dan hukuman pada

bawahannya.
Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa pamimpin transformasional merupakan pemimpin yang
kharismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin
transformasional juga harus mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta
mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan.
Yamarino dan Bass (1990), pemimpin trasformasional harus mampu membujuk para bawahannya
melakukan tugas-tugas mereka melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih besar.
Bass dan Avolio (1994), mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai
empat dimensi yang disebutnya sebagai ―The Four I’s‖:

a. Perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati sekaligus mempercayai (Pengaruh
ideal).
b. Pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap
prestasi bawahan (Motivasi-inspirasi)
c. Pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap
permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan (stimulasi intelektual).
d. Pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian
masukan-masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan
pengembangan karir (konsederasi individu).
Banyak peneliti dan praktisi managemen yang sepakat bahwa model kepemimpinan transformasional
merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam menguraikan karakteristik pemimpin (Sarros dan Butchatsky
1996).
Hasil survey Parry (2000) yang dilakukan di New Zealand, menunjukkan tidak ada pertentangan
dengan penemuan-penemuan sebelumnya tentang efektifitas kepemimpinan transformasional. Disamping itu Parry
juga berpendapat bahwa kepemimpinan transformasional dapat dilatihkan, pendapat ini didasarkan pada temuan-
temuannya yaitu keberhasilan pelatihan kepemimpinan transformasional yang dilakukan di New Zealand sebagai
berikut:
a. Berhasil meningkatkan kemampuan pelaksanaan kepemimpinan transformasional lebih dari 11% (dilihat

dari peningkatan hasil usahanya) setelah dua hingga tiga bulan dilatih.
b. Berhasil meningkatkan kegiatan kerja bawahan sebesar 11% setelah dua hingga tiga bulan dilatih.
b. ciri kepemimpinan dalam pendidikan

““““““““““““““““““““‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘“““““““““

C. Gaya kepemimpinan dalam kependidikan


Tipe atau gaya kepemimpinan adalah cara gaya seseorang melaksanakan suatu kepemimpinan, didalam
kepemimpinan ada tiga unsur yang saling berkaitan yaitu unsur manusia, unsur sarana dan unsur tujuan. Berbagai gaya
atau tipe kepemimpinan banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari –hari, termasuk disekolah. Walaupun pemimpin
pendidikan khususnya sekolah/madrasah formal adalah pemimpin yang diangkat secara langsung baik oleh
pemerintah maupun yayasan, atau melalui

pemilihan.
1. Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian
Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri
secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut,
sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan.
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis / Democratic
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada
para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh.
Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan

banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya.


3. Gaya Kepemimpinan Bebas / Laissez Faire
Pemimpin jenis ini hanya terlibat delam kuantitas yang kecil di mana para bawahannya yang secara aktif
menentukan tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi.
Empat gaya kepemimpinan dari empat cara kepribadian
Keempat gaya kepemimpinan berdasarkan kepribadian adalah :
1. Gaya kepemimpinan karismatis
Kelebihan gaya kepemimpinan karismatis ini adalah mampu menarik orang. Mereka terpesona dengan
cara berbicaranya yang membangkitkan semangat. Biasanya pemimpin dengan gaya kepribadian ini visionaris.
Mereka sangat menyenangi perubahan dan tantangan.
Mungkin, kelemahan terbesar tipe kepemimpinan model ini bisa di analogikan dengan peribahasa
Tong Kosong Nyaring Bunyinya.Mereka mampu menarik orang untuk datang kepada mereka. Setelah
beberapa lama, orang – orang yang datang ini akan kecewa karena ketidak-konsisten-an. Apa yang
diucapkan ternyata tidak dilakukan. Ketika diminta pertanggungjawabannya, si pemimpin akan
memberikan alasan, permintaan maaf, dan janji.
2. Gaya kepemimpinan diplomatis
Kelebihan gaya kepemimpinan diplomatis ini ada di penempatan perspektifnya. Banyak orang
seringkali melihat dari satu sisi, yaitu sisi keuntungan dirinya.Sisanya, melihat dari sisi keuntungan
lawannya. Hanya pemimpin dengan kepribadian putih ini yang bisa melihat kedua sisi, dengan jelas! Apa
yang menguntungkan dirinya, dan juga menguntungkan lawannya.
Kesabaran dan kepasifan adalah kelemahan pemimpin dengan gaya diplomatis ini.
Umumnya, mereka sangat sabar dan sanggup menerima tekanan.Namun kesabarannya ini bisa sangat
keterlaluan.Mereka bisa menerima perlakuan yang tidak menyengangkan tersebut, tetapi pengikut-pengikutnya
tidak.Dan seringkali hal inilah yang membuat para pengikutnya meninggalkan si pemimpin.
3. Gaya kepmimpinan otoriter
Kelebihan model kepemimpinan otoriter ini ada di pencapaian prestasinya.Tidak ada satupun tembok
yang mampu menghalangi langkah pemimpin ini.Ketika dia memutuskan suatu tujuan, itu adalah harga
mati, tidak ada alasan, yang ada adalah hasil. Langkah – langkahnya penuh perhitungan dan sistematis.
Dingin dan sedikit kejam adalah kelemahan pemimpin dengan kepribadian merah ini.
Mereka sangat mementingkan tujuan sehingga tidak pernah peduli dengan cara. Makan atau dimakan adalah
prinsip hidupnya.
4. Gaya kepemimpinan moralis
Kelebihan dari gaya kepemimpinan seperti ini adalah umumnya Mereka hangat dan sopan kepada semua
orang. Mereka memiliki empati yang tinggi terhadap permasalahan para bawahannya, juga sabar, murah hati
Segala bentuk kebajikan ada dalam diri pemimpin ini.
Orang – orang yang datang karena kehangatannya terlepas dari segala kekurangannya.
Kelemahan dari pemimpinan seperti ini adalah emosinya.Rata orang seperti ini sangat tidak stabil,
kadang bisa tampak sedih dan mengerikan, kadang pula bisa sangat menyenangkan dan bersahabat.
Gaya Kepemimpinan dalam Pendidikan

a. Gaya kepemimpinan dalam dunia pendidikan diantaranya tipe gaya kepemimpinan sebagai berikut:
1. Kepemimpinan Otokratis
Pemimpin bertindak sebagai diktator, pemimpin adalah pengerak dan penguasa kelompok. Kewajiban
bawahan atau anggota – anggotanya hanyalah mengikuti dan menjalankan, tidak boleh membatah ataupun mengajukan
saran.
2. Kepemimpinan yang Laissez Faire (masa bodoh).
Pemimpin yang seperti ini menafsirkan demokrasi dalam arti keliru, karena demokrasi seolah–olah diartikan sebagai
kebebasan bagi setiap anggota untuk mengemukakan dan mempertahankan pendapat dan kebijakannya masing-masing.

Tingkat keberhasilan organisasi atau lembaga yang dipimpin dengan Gaya Laissez Faire semata-mata disebabkan karena
kesadaran dan dedikasi beberapa anggota kelompok, dan bukan karena pengaruh
dari pemimpinnya.
3. Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokrasi selalu menyadari bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompoknya.Berhasil tidaknya
suatu pekerjaan bersama terletak pada kelompok dan pimpinan.
4. Kepemimpinan Pseudo Demokratis
Kepemimpinan model ini sebenarnya pemimpin yang mempunyai sifat dan sikap otokratis, tetapi ia pandai memberikan
kesan seolah-olah demokratis.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Pemimpin Dalam Manajemen

Pendidikan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Goldsmith, sebagaimana yang dikutip oleh Aunurrahman (2009)
menunjukkan bahwa pemimpin yang mampu menumbuhkan suasana dialogis, kesetaraan, dan tidak arogan atau
nondefensif serta selalu berupaya mendorong sikap positif, akan dapat mendorong terjadinya keefektifan proses
pembelajaran. Oleh sebab itu, pemimpin pendidikan ketika mengaplikasikan gaya atau aktivitas kepemimpinannya
sangat tergantung pada pola organisasi yang melingkupinya. Dan juga dalam melaksanakan aktivitasnya pemimpin
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut sebagaimana sebagaimana yang dikutip Nanang
fattah (2001), sebagai berikut:
1. Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal ini mencakup nilai-nilai,

latar belakang dan pengalamannya akan mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan.
2.Harapan dan perilaku atasan.
3. Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa gaya kepemimpinan.
4. Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya pemimpin.
5. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan.
6.Harapan dan perilaku rekan. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka jelaslah bahwa kesuksesan pemimpin dalam
aktivitasnya dipengaruhi oleh factor-faktor yang dapat menunjang untuk berhasilnya suatu kepemimpinan, oleh sebab
itu suatu tujuan akan tercapai apabila terjadinya keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik antara atasan
dengan bawahan, di samping dipengaruhi oleh latar belakang yang dimiliki pemimpin, seperti motivasi untuk
beprestasi, kedewasaan dan keleluasaan dalam hubungan social dengan sikap-sikap hubungan manusiawi.
Selanjutnya peranan seorang pemimpin sebagaimana dikemukakanoleh M.Ngalim Purwanto (2007), sebagai berikut:
1.Sebagai pelaksana (executive)
2.Sebagaiperencana (planner) 3.Sebagai
seorang ahli (expert)
4. Sebagai mewakili kelompok dalam tindakannya ke luar (external group representative)

5. Sebagai mengawasi hubungan antar anggota-anggota kelompok (controller of internal relationship)


6. Bertindak sebagai pemberi gambaran/pujian atau hukuman (purveyor of rewards and punishments)
7. Bertindak sebagai wasit dan penengah (arbitrator and mediator)
8. Merupakan bagian dari kelompok (exemplar)
9.Merupakan lambing dari pada kelompok (sybol of the group)
10. Pemegang tanggungjawab para anggota kelompoknya (surrogate for individual responsibility) 11.Sebagai
pencipta/memiliki cita-cita (ideologist)
12.Bertindak sebagai seorang ayah (fatherfigure) 13.Sebagaikambing hitam
(scapegoat)
Berdasarkan dari peranan pemimpin tersebut, jelaslah bahwa dalam suatu kepemimpinan harus memiliki
peranan-peranan yang dimaksud, di samping itu juga bahwa pemimpin memiliki tugas

yang embannya, sebagaimana menurut M.Ngalim Purwanto, sebagaiberikut :


1. Menyelamikebutuhan-kebutuhankelompokdankeinginankelompoknya.
2. Dari keinginan itu dapat dipetiknya kehendak-kehendak yang realistis dan yang benar-benar dapat dicapai.
3. Meyakinkan kelompoknya mengenai apa-apa yang menjadi kehendak mereka, mana yang realistis dan mana yang
sebenarnya merupakan khayalan.Tugas pemimpin tersebut akan berhasil dengan baik apabila setiap pemimpin
memahami akan tugas yang harus dilaksanakannya. Oleh sebab itu kepemimpinan akan tampak dalam proses
dimana seseorang mengarahkan, membimbing, mempengaruhi dan atau menguasai pikiran-pikiran, perasaan-
perasaan atau tingkah laku orang lain. Untuk keberhasilan dalam pencapaian sutu tujuan diperlukan seorang
pemimpin yang profesional, dimana ia memahami akan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin, serta
melaksanakan

peranannya sebagai seorang pemimpin. Disamping itu pemimpin harus menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan
bawahan, sehingga terciptanya suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman,
tentram, dan memiliki suatu kebebasan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama
yang telah ditetapkan.

TIPE-TIPE KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN

oleh Abu Tholib

Konsep seorang pemimpin Pendidikan tentang kepemimpinan dari kekuasaan


yang memproyeksikan diri dalam bentuk sikap memimpin, tingkah laku dan sifat
kegiatan pemimpin yang dikembangkan dalam lembaga pendidikannya akan
mempengaruhi situasi kerja, semangat kerja anggota - anggota staf, sifat
hubungan kemanusiaan diantara sesamanya, dan akan mempengaruhi kualitas
hasil kerja yang mungkin dapat dicapai oleh lembaga Pendidikan tersebut.
Kepemimpinan dapat diklasifikasikan menjadi empat tipe yaitu otoriter, laissez-
faire, demokrasi, pseudo demokrasi.

1. Tipe Otoriter

Disebut juga tipe kepemimpinan authoritarian. Dalam kepemimpinan ini,


pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap anggota - anggota kelompoknya.
Baginya memimpin adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Batasan
kekuasaan dari pemimpin otoriter hanya dibatasi oleh undang - undang.
Bawahan hanya bersifat sebagai pembantu, kewajiban bawahan hanyalah
mengikuti dan menjalankan perintah dan tidak boleh membantah atau
mengajukan saran. Mereka harus patuh dan setia kepada pemimpin secara
mutlak.
Pemimpin yang otoriter tidak menghendaki rapat atau musyawarah. Setiap
perbedaan diantara anggota kelompoknya diartikan sebagai kelicikan,
pembangkangan, atau pelanggaran disiplin terhadap perintah atau instruksi
yang telah diberikan. Inisiatif dan daya pikir anggota sangat dibatasi, sehingga
tidak diberikan kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya. Pengawasan
bagi pemimpin yang otoriter hanyalah berarti mengontrol, apakah segala
perintah yang telah diberikan ditaati atau dijalankan dengan baik oleh
anggotanya. Mereka melaksanakan inspeksi, mencari kesalahan dan meneliti
orang - orang yang dianggap tidak taat kepada pemimpin, kemudian orang -
orang tersebut diancam dengan hukuman, dipecat, dsb. Sebaliknya, orang - orang
yang berlaku taat dan menyenangkan pribadinya, dijadikan anak emas dan
bahkan diberi penghargaan.
Kekuasaan berlebih ini dapat menimbulkan sikap menyerah tanpa kritik dan
kecenderungan untuk mengabaikan perintah dan tugas jika tidak ada
pengawasan langsung. Selain itu, dominasi yang berlebihan mudah
menghidupkan oposisi atau menimbulkan sifat apatis.

2. Tipe Laissez-faire

Dalam tipe kepemimpinan ini sebenarnya pemimpin tidak memberikan


kepemimpinannya, dia membiarkan bawahannya berbuat sekehendaknya.
Pemimpin sama sekali tidak memberikan control dan koreksi terhadap
pekerjaan bawahannya. Pembagian tugas dan kerja sama diserahkan
sepenuhnya kepada bawahannya tanpa petunjuk atau saran - saran dari
pemimpin. Dengan demikian mudah terjadi kekacauan - kekacauan dan
bentrokan - bentrokan. Tingkat keberhasilan anggota dan kelompok semata -
mata disebabkan karena kesadaran dan dedikasi beberapa anggota kelompok,
dan bukan karena pengaruh dari pemimpin. Struktur organisasinya tidak jelas
atau kabur, segala kegiatan dilakukan tanpa rencana dan tanpa pengawasan
dari pimpinan.

3. Tipe Demokratis

Pemimpin ikut berbaur di tengah anggota - anggota kelompoknya. Hubungan


pemimpin dengan anggota bukan sebagai majikan dengan bawahan, tetapi lebih
seperti kakak dengan saudara - saudaranya. Dalam tindakan dan usaha –
udahanya ia selalu berpangkal kepada kepentingan dan kebutuhan
kelompoknya, dan mempertimbangkan kesanggupan dan kemampuan
kelompoknya.
Dalam melaksanalan tugasnya, ia mau menerima dan bahkan mengharapkan
pendapat dan saran - saran dari kelompoknya. Ia mempunyai kepercayaan pula
pada anggota - anggotanya bahwa mereka mempunyai kesanggupan bekerja
dengan baik dan bertanggung jawab. Ia selalu berusaha membangun semangat
anggota kelompok dalam menjalankan dan mengembangkan daya kerjanya
dengan cara memupuk rasa kekeluargaan dan persatuan. Di samping itu, ia juga
memberi kesempatan kepada anggota kelompoknya agar mempunyai kecakapan
memimpin dengan jalan mendelegasikan sebagian kekuasaan dan tanggung
jawabnya.

4. Tipe Pseudo-demokratis

Tipe ini disebut juga semi demokratis atau manipulasi diplomatic. Pemimpin
yang bertipe pseudo-demokratis hanya tampaknya saja bersikap demokratis
padahal sebenarnya dia bersikap otokratis. Misalnya jika ia mempunyai ide -
ide, pikiran, atau konsep yang ingin diterapkan di lembaga Pendidikannya,
maka hal
tersebut akan dibicarakan dan dimusyawarahkan dengan bawahannya, tetapi
situasi diatur dan diciptakan sedemikian rupa sehingga pada akhirnya bawahan
didesak agar menerima ide atau pikiran tersebut sebagai keputusan bersama.
Pemimpin ini menganut demokrasi semu dan lebih mengarah kepada kegiatan
pemimpin yang otoriter dalam bentuk yang halus, samar - samar, dan yang
mungkin dilaksanakan tanpa disadari bahwa tindakan itu bukan tindakan
pimpinan yang demokratis.

TIPE ATAU GAYA KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

TIPE ATAU GAYA KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN


PENDAHULUAN
Kepemimpinan merupakan suatu seni, kesanggupan, atau teknik untuk membuat
sekelompok orang bawahan dalam organisasi formal atau para pengikut atau simpatisan dalam
organisasi informal mengikuti atau menaati segala apa yang dikehendakinya, membuat mereka
begitu antusias atau bersemangat untuk mengikutinya, bahkan berkorban untuknya.
Suatu organisasi akan berhasil atau gagal itu pada dasarnya ditentukan oleh seorang
pemimpin. Suatu ungkapan mulia yang mengatakan pelaksanaan suatu pekerjaan, merupakan
ungkapan yang mendudukan posisi pemimpin dalam suatu organisasi pada posisi yang
terpenting.
Seorang yang dianggap memiliki jiwa pemimpinan adalah orang yang bertanggung
jawab, memiliki komitmen dan menjaga hubungan dengan yang dipimpinnya secara bijaksana.
Pemimpin yang berkomitmen adalah pemimpin yang mestinya dapat dengan mudah melakukan
perubahan – perubahan yang dibutuhkan karena seorang pemimpin sungguhan adalah orang yang
telah mampu menguasai diri

dan karakter terjelek yang dimiliki untuk dirubah menjadi yang terbaik.
Seorang pemimpin sejatinya akan sangat memperhatikan seluruh tenaga
dipimpimnnya.Dengan kepedulian akan jelas diiketahui secara pasti bagaimana kondisi, n am
pengikutnya, kepedulian akan mendorong dan mempercepat para pengikutnya menyimak setiap
ide – ide seorang pemimpin untuk dilaksanakan tanpa peduli bagaimana pengikut itu mau peduli
dengan gagasan.

PEMBAHASAN
Tipe atau Gaya Kepemimpinan Pendidikan
1. Gaya kepemimpinan Partisipatif atau Demokratis
Merupakan gaya kepemimpinan yang menitik beratkan pada usaha seorang

pemimpin dalam melibatkan partisipasi para pengikutnya dalam setiap pengambilan keputusan gaya
kepemimpinan paratisipatif adalah pemimpin pendidikan yang
melibatkan partisipasi guru, siswa, dan staf administrasi dalam setiap pengambilan keputusan, baik
aturan penididikan maupun putusan – putusan lain.
Keuntungan - keuntungan yang diperoleh dari gaya kepemimpinan partisipatif
adalah:
a. konsultasi kebanwah dapat digunakan dalam rangka meningkatkan kualitas keputusan dengan
menarik keahlian yang dimilki oleh para pengikut, sehingga para pengikut akan dapat
menerima semua keputusan yang diambil serta dapat

menjalankannya.
b. Konsultasi lateral, pemimpin melibatkan serta orang – orang dalam berbagai sub unit untuk
mengatasi keterbatasan kemampuan yang dimilki pemimpin,
c. Konsultasi ke atas, memungkinkan seorang pemimpin untuk menaruh keahlian seorang atasan
yang berkemampuan lebih dari manajer.
Pendekatan yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam menjalankan

fungsi - fungsi kepemimpinan adalah pendekatan holistik atau integralistik. Seorang pemimpin
partisipasif akan dsegani bukan ditakuti.
2. Gaya Keepemimpinan Otokratik
Kepemimpinan otokratik lebih menitikberatkan pada otoritas pemimpin dengan
mengesampingkan partiispasi dan gaya kreatif para pengikutnya. Gaya kepemimpinan
pendidikan yang otokratif sangat mengesampingkan peran serta kemampuan guru, siswa, dan
staf adminisrtasi dalam setiap kebijakan yang ditempuhnya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa seorang pemimpin yang bergaya otokratif mempunyai berbagai
sikap,diantaranya :[1]

a. Memperlakukan para pengikut sama dengan alat – alat lain dalam oraganisasi, sehingga kurang
menghargai harkat dan martabat mereka.
b. Mengutamakan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengaitkan
pelaksanaan tugas tersebut dengan kepentingan dan kebutuhan para pengikut.
c. Mengabaikan peranan para pengikut dalam proses pengambilan keputusan.
Kepemimpinan otokratik dengan menggunakan ― kepemimpinan klasik ―. Kepetuhan
pengikut terhadap pemimpin merupakan corak gaya kepemimpinan otokratik. Para pemimpin
dengan gaya otokratik menjadikan tujuan organisasi identik

dengan tujuan pribadi. Dilihat dari perspektif kepemimpinannya seorang pemimpin otokratik
adalah seseorang yang sangat egois. Dengan egoisme yang demikian besar
seorang pemimpin otokratik melihat perannya sebagai sumber segala sesuatu dalam kehidupan
organisasianal. Seoerang pemimpin yang otokratik cenderung menganut nilai oraganisasional
yang berkisar pada pembenaran segala cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan.
3. Gaya Kepemimpinan Lezess Faire
Karakteristik utama pada gaya kepemimpinan Lezess Faire meliputi : persepsi tentang
peranan, nilai – nilai yang dianut, sikap dengan hubungannya dengan para

pengikutnya, perilaku organisasi dan gaya kepemimpinan yang biasa diigunakan. Pemimpin
pendidikan yang menggunakan gaya lezess faire akan memberikan
kebebasan yang sangat longgar terhadap guru, staf administrasi dalam menjalankan tugas serta
mereka dilibatkan dalam pengambilan keputusan.[2]
Adapun nilai – nilai yang dianut oleh pemimpin gaya lezess faire pada umumnya
berpandangan bahwa:
a. manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas dalam kehidupan bersama

b. manusia mempunyai kesetiaan pada organisasi dan sesama.


c. Patuh terhadap norma dan peraturan yang telah menjadi komitmen bersama
d. Mempunyai rasa tanggung jawab yang besar terhadap tugas yang telah menjadi tanggung
jawabnya.
Dengan demikian dapat dismpulkan bahwa ciri – ciri utama seorang pemimpin yang bergaya
lezess faire adalah:
a. pendelegaian wewenang terjadi secara ekstensif
b. pengambilan keputusan diserahkan kepada pejabat pemimpin yang lebih rendah dan kepada para
petugas operasional

c. status Quo organisasi tidak terganggu


d. pertumbuhan dan pengembangan kemampuan berpikir dan bertindak yang inofatif diserahkan
kepada anggota organisasi yang bersngkutan
e. selama anggota organisasi menunjukan perilaku dan prestasi kerja yang dinamai intervensi
pimpinan dalam perjalanan organisasi berada pada tingkat yang sangat minimum.
4. Gaya Kepemimpinan Transformatif
Kepemimpinan transformasional berorientasi kepada proses membangun komitmen menuju sasaran
organisasi dan memberikan kepercayaan kepada para pengikut untuk

mencapai sasaran – sasaran tertentu. Berbagai bentuk gaya kepemimpinan tersebut terimplementasi
dalam melakuka semua kebijakan pendidikan yang meliputi antara
lain mengakadakan pembinaan terhadap semua personel pendidikan, pelaksanaan program –
program pendidikan, serta berbagai bentukrealisasi prigram itu sendiri.[3]
Didalam gaya kepemimpianan transformatif terdapat beberapa hal, yaitu:
a. Kepemimpinan yang memberi transformasi
b. Orientasi kepemimpinan transaksional
c. Dimensi kepemimpinan transformasional

5. Gaya kepemimpinan Karismatis


Pemimpin yang kharismatik[4] adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut.Pada tipe
ini mempunyai karakteristik yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga
mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang- kadang sangat besar, jelasnya tipe
karismatis adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut
tersebut tidak selalu dapat menjelaskan

secara nyata mengapa orang tertentu itu sangat dikagumi.


Penampilanya bukan merupakan ukuran yang berlaku karena ada pemimpin yang dipandang
sebagai pemimpin yang karismatis kalau dilihat dari penampilanya sebenarnya tidak atau kurang
mempunyai daya tarik.
Ciri- ciri pemimpinan yang karismatis ini ialah:
a. Mempunyai daya tarik yang sangat besar.
b. Pengikutnya tidak bisa menjelaskan, mereka tertarik pada pemimpin.
c. Seolah – olah mempunyai kekuatan gaib( supernatural power).
d. Karisma yang dimiliki tidak terpaut oleh umur, kekayaan, kesehatan, ataupun oleh

wajah.Tipe ini banyak terdapat di masyarakat yang masih tradisional, umumnya di masyrakat
yang agraris.
6. Gaya Kepemimpinan Paternalistis Ciri
–ciri tipe ini ialah:
a. Bersikap mempunyai wawasan yang luas.
b. Menutup kesempatan pada bawahan untuk berkreasi dan berfantasi.
c. Bersifat terlalu melindungi.
d. Menganggap bahwa bawahan tidak dewasa.
e. Jarang memberi kesempatan untuk memberikan keputusan.

Persepsi seorang pemimpin ini tentang perananya dalam organisasi dapat dikatakan diwarnai oleh
harapan para pengikutnya kepadanya. Harapan itu pada umumnya
berwujud keinginan agar pemimpin mampu berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan
yang layak dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk.
Seorang pemimpin yang bertipe ini biasanya mengutamakan kebersamaan. Ini terlihat jelas dari
slogannya yaitu seluruh anggota organisasi merupakan anggota satu keluarga besar. Berdasarkan
nilai kebersamaan itu, dalam organisas iyang dipimpin oleh seorang pemimpin yang paternalistik
kepentingan bersama dan perlakuan yang

seragam terlihat menonjol pula. Artinya, pemimpin yang bersangkutan berusaha untuk
memperlakukan semua orang dan semua satuan kerja terdapat di dalam
organisasi seadil dan serata mungkin. Dalam organisasi demikian tidak terdapat penonjolan
orang atau kelompok tertentu, kecuali sang pemimpin dengan dominasi keberadaannya.
7. Gaya Kepemimpinan Militeristis Ciri-
ciri gaya ini adalah

a. Disiplin yang tinggi dan bersikap kaku.


b. Menggunakan upacara- upacara untuk berbagai keadaan.
c. Formalitas yang berlebih-lebihan.
d. Sukar menerima kritik dan saran.
e. Senang bergantung pada pada pangkat jabatannya.
8. Gaya Kepemimpinan Visioner
Pemimpin fisioner mengartikulasikan kemana kelompok berjalan, tetapi bukan bagaimana
cara mencapai tujuanmembebaskan orang yang berinovasi, bereksperimen, dan menghadapi resiko
yang sudah diperhitungkan.[5]

Adapun ciri – ciri pemimpin Visioner,yaitu menggunakan inspirasi bersama dengan


tritunggal EI, yaitu kepercayaan diri, kesadaran diri, dan empati, pemimpin
fisioner akan mengartikulasikan suatutujuan yang baginya merupakan tujuan sejati dan selaras
dengan nilai bersama orang – orang yang dipimpinnya.

PENUTUP
Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa setiap pemimpin mempunyai
tipe atau gaya dalam memimpin sebuah organisasi atau lembaga. Berikut ini macam-macam tipe
atau gaya kepemimpinan:
1. Tipe atau gaya otokratis
2. Tipe atau gaya paternalistik
3. Tipe atau gaya karismatik
4. Tipe atau gaya laissez faire
5. Tipe atau gaya demokratik
6. Tipe atao gaya Militeristik
7. Tipe atau gaya Transformatif
8. Tipe atau gaya Visioner
Tipe kepimpinan yang paling ideal adalah tipe kepemimpinan demokratis, karena dalam
tindakan dan usahanya, ia selalu berpangkal pada kepentingan dan kebutuhan kelompok, dan
selalu mempertimbangkan kesanggupan serta kemampuan kelompoknya.
Seorang pemimpin yang demokratis dihormati dan disegani dan bukan ditakuti

karena perilakunya dalam kehidupan organisasional perilakunya mendorong para bawahannya


menumbuhkan dan mengembangkan daya inovasi dan kreatifitas.
Dengan sungguh-sungguh ia mendengarkan pendapat, saran, dan kritik orang lain terutama pada
bawahannya.

Daftar pustaka
DRohmat, 2010. Kepemimpinan pendidikan konsep dan aplikasi.
Purwokerto:STAIN press.
Goleman, Daniel. Ricard Boyatzis. Annie McKEE, 2004. Primal Leadership.
Jakarta :PT Gramedia Pustaka utama.
Siagian, Sondang P. 2003. Teori Dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: PT
RINEKA CIPTA.
Thoha, Miftah. 2010. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta: Rajawali
Pers.
Purwanto, M. Ngalim. 2009. Administrasi dan Supervisi Pendidikan,
Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.

[1] .Rohmat, kepemimpinan pendidikan konsep dan aplikasi, purwokerto; STAIN


press,2010, hal. 62
[2] .ibid, hal.66

HSoanl3d7ang P.Siagan. teori dan prktik kepemimpinan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
[3] . Ibid, hal. 56
Sondang P. Siagian ,MPA.prpf .DR. teori dan praktek kepemimpinan, PT Rineka
Cipta,Jakarta, 1999. Hal. 31
[4] Karisma adalah bakat kepemimpinan yang luar biasa yang terdapat di
dalam diri seseorang sehingga menimbulkan rasa kagum dari orang lain.
[5] .Goleman, Daniel. Richart Boyatzis, Annie McKee. Primal Leadership
” kepemimpinan berdasarkan kecerdasan emosi”. PT Gramedia Pustaka
Utama.

Jakarta:2004. Hal.67

KEKUASAAN (POWER) DALAM KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Kekuasaan (Power) dalam Kepemimpinan Pendidikan


Seperti yang telah dibahas pada bab awal, bahwa yang dinamakan pemimpin adalah seorang
yang mampu mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang

sama dan telah ditentukan sebelumnya. Seorang pemimpin juga harus memiliki kepribadian dan
kecakapan yang baik dalam membina dan atau memimpin
organisasinya di mana ia pimpin. Hal ini sangat dibutuhkan dalam mengatur atau mendayagunakan
sumber-sumber potensial yang ada dalam organisasinya tersebut.
Di dalam sebuah kepemimpinan, tidak akan lepas juga dari istilah kekuasaan.
Kekuasaan ini bersifat dominan. Karena apabila kekuasaan tidak ada dalam diri seorang pemimpin,
maka kurang utuh wewenang dari pada pemimpin yang bersangkutan. Banyak seorang ahli yang
telah menyatakan definisi-definisi dari kekuasaan. Seperti yang telah dikemukakan dalam bukunya
Thoha (2003: 92-93),

yang meliputi:

1. MAX WEBER
Dia merumuskan kekuasaan itu sebagai suatu kemungkinan yang membuat seorang aktor di
dalam suatu hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri
dan yang menghilangkan halangan.

2. WALTER NORD
Merumuskan kekuasaan itu sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi aliran, energi dan dana

yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara jelas
dari tujuan lainnya. Kekuasaan dipergunakan hanya jika tujuan-tujuan tersebut paling
sedikit mengakibatkan perselisihan satu sama lain.
3. RUSSEL
Mengartikan kekuasaan itu sebagai suatu produksi dari akibat yang diinginkan.

4. BIERSTEDT
Mengatakan bahwa kekuasaan itu kemampuan untuk
mempergunakan kekuatan.

5. WRONG
Membatasi kekuasaan hanya pada suatu kontrol atas orang lain yang berhasil.

6. DAEHL
Mengatakan bahwa jika orang A mempunyai kekuasaan atas orang B maka A
bisa meminta B untuk melaksanakan sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh B
terhadap A.

7. ROGERS
Berusaha membuat jelas kekaburan istilah dengan merumuskan kekuasaan
sebagai suatu potensi dari suatu pengaruh. Dengan demikian kekuasaan adalah suatu
sumber yang bisa atau tidak bisa untuk dipergunakan. Penggunaan kekuasaan selalu
mengakibatkan perubahan dalam kemungkinan bahwa seseorang atau kelompok akan
mengangkat suatu perubahan perilaku yang diinginkan.
Selain pendapat-pendapat di atas, Abdul Muiz mengungkapkan bahwa
Kekuasaan dapat didefinisikan sebagai suatu potensi pengaruh dari seorang
pemimpin. Kekuasaan seringkali dipergunakan silih berganti dengan istilah pengaruh
dan otoritas.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(1988), menjelaskan bahwa
kekuatan adalah tenaga, gaya atau kekuasaan. Sedangkan pengaruh adalah daya yang
timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau
perbuatan seseorang.
Titik perhatian yang timbul dalam pikiran adalah menyakut kekuasaan.
Dengan kekuasaan yang sejalan dengan peran dalam jabatan, seseorang dapat
memerintahkan seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang
dibebankan kepadanya untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. Jadi
bagaimanapun kekuasaan adalah kapasitas yang menyebabkan perubahan. Sebaliknya
pengaruhnya adalah terkait dengan tingkat perubahan sebenarnya dalam target
seseorang kedalam sikap, nilai, kepercayaan atau perilaku. Pengaruhnya dapat diukur
oleh perilaku atau sikap yang dimanifestasikan oleh para pengikut sebagai hasil dari
pimpinannya.

Menurut Muiz (http://amcreative.wordpress.com/kepemimpinan-pendidikan/)


kekuatan (dalam konteks kepemimpinan pendidikan) adalah daya yang ditimbulkan
seorang pemimpin dalam otoritasnya pada kepemimpinan pendidikaan. Sedangkan
pengaruh merupakan representasi dan kekuatan yang dapat membentuk watak,
kepercayaan atau perbuatan anggota dalam mewujudkan situasi atau iklim kerja sama
dalam kepemimpinan pendidikan.

2.2 Sumber dan Bentuk Kekuasaan


Setelah mempelajari dan memahami konsep dasar dari kekuasaan (power)

dalam kepemimpinan pendidikan, maka kita akan mempelajari sumber dari mana
kekuasaan tersebut diperoleh. Menurut Thoha (2003: 96-97) menyebut bahwa sumber
dan bentuk kekuasaan itu terbagi atas:
1. Kekuasaan legitimasi (legitimate power).
Kekuasaan ini bersumber pada jabatan yang dipegang oleh pemimpin. Secara
normal, semakin tinggi posisi seorang pemimpin, maka semakin besar kekuasaan
legitimasinya. Seorang pemimpin yang tinggi kekuasaan legitimaasinya mempunyai
kecenderungan untuk mempengaruhi orang lain, karena pemimpin tersebut merasakan
bahwa ia mempunyai hak atau wewenang yang diperoleh dari jabatan organisasinya.

Sehingga dengan demikian diharapkan saran-saran akan banyak diikuti orang lain
tersebut.
2. Kekuasaan keahlian (expert power)
Kekuasaan ini bersumber dari keahlian, kecakapan, atau pengetahuan yang
dimiliki oleh seorang pemimpin yang diwujudkan lewat rasa hormat, dan
pengaruhnya terhadap orang lain. Seorang pemimpin yang tinggi kekuasaan
keahliannya ini, kekllihatannya mempunayi keahlian untuk memberikan faasilitas
terhadap perilaku kerja orang lain.
3. Kekuasaan penghargaan (reward power)
Kekuasaan ini bersumber atas kemampuan untuk menyedikan penghargaan atau
hadiah bagi orang lain, misalnya gaji, promosi, atau penghargaan jasa. Dengan
demikian kekuasaan ini sangat tergantung pada seseorang yang mempunyai sumber
untuk menghargai atau memberikan hadiahtersebut. Tujuan dari kekuasaan ini dapat
diperkirakan secara jelas, yakni harus dinilai dengan hadiah-hadiah. Seorang
pemimpin atau manajer yang mempunyai potensi untuk melakukan penghargaan ini,
maka ia mempunyai kekuasaan atas bawahannya. Potensi itu selain dirupakan dengan
menambah nyamannya kondisi kerja, memperbaharui perlengkapan kerja, dan
memuji atas keberhasilan para pengikut menyelesaikan pekerjaannya.

4. Kekuasaan referensi (referent power)


Kekuasaan ini bersumber pada sifat-sifat pribadi dari seorang pemimpin. Seorang
pemimpin yang tinggi kekuasaan referensinya ini pada umumnya disenangi dan
dikagumi oleh orang lain karena kepribadiannya. Kekuatan pemimpin atau manajer
dalam kekuasaan referensi ini sangat tergantung pada kepribadiaannya yang mampu
menarik para bawahan atau pengikutnya. Kesenangan daya tarik, dan kekaguman para
bawahan dapat memberikan identifikasi tersendiri terhadap pengaruh pemimpinnya.
Pemimpin yang selalu tampil dengan kepribadiannya yang jujur, satu kata dengan
perbuatan, taat pada agama, loyal pada undang-undang negara, sederhana, gaya hidup
dan tutur katanya, atau mementingkan kepentingan orang banyak daripada
kepentingan sendiri, maka pemimpin seperti ini mempunyai kekuasaan referensi yang
tinggi.

5. Kekuasaan informasi (information power)


Kekuasaan ini bersumber karena adanya ekses informasi yang dimiliki oleh
pemimpin yang dinilai sangat berharga oleh pengikutnya. Sebagai seorang pemimpin,
maka semua informasi mengenai organisasinya ada padanya, demikian pula informasi
yang diadakan luar organisasi. Dengan demikian pimpinan merupakan sumber
informasi. Kekuasaan yang bersumber pada usaha mempengaruhi orang lain karena
mereka membutuhkan informasi yang ada pada pimpinan, maka kekuasaan ini
digolongkan pada kekuasaan informasi.

6. Kekuasaan hubungan (connection power)


Kekuasaan ini bersumber pada hubungan yang dijalin oleh pimpinan dengan
orang-orang penting dan berpengaruh baik di luar atau di dalam organisasi. Seorang
pemimpin yang tinggi kekuasaan hubungannya ini cenderung meminta saran-saran
dari orang-orang lain, karena mereka membantu mendapatkan hal-hal yang
menyenangkan dan menghilangkan hal-hal yang tidak menyenangkan dari kekuasaan
hubungan ini.

Sumber dan bentuk kekuasaan di atas merupakan pendapat yang diperoleh dari
bukunya Thoha. Akan tetap Winardi (1990: 58), menyebutkan beberapa sumber dan
bentuk kekuasaan dalam kepemimpinan pendidikan. John French dan Bertram Raven
mengemukakan suatu kerangka kekuatan (Framework of Power) yang dikaitkan
dengan soal pengaruh. Mereka mengemukakan klasifikasi tersebut:
1. Kekuatan koersif (coercive power)
Disini, pemimpin yang bersangkutan mengandalkan diri pada perasaan takut
dan yang diusahakan atas perkiraan bahwa pihak bawahan menganggap bahwa
hukuman diberikan karena mereka tidak menyetujui tindakan-tindakan dan

keyakinan-keyakinan pihak atasan.


2. Kekuatan karena diberikannya ―penghargaan‖. (reward power)
Disini diusahakan agar diberikan ―penghargaan‖ kepada pekerjaan yang
melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tindakan-tindakan dan keinginan pihak atasan.

3. Kekuasaaan karena adanya ―pengesahan‖. (legitimate power)


Kekuasaan ini diperoleh dari posisi ―supervisor‖ di dalam organisasi yang
bersangkutan.

4. Kekuatan karena memiliki sesuatu keahlian (expert power)


Kekuatan ini timbul karena seorang individu memiliki skill khusus tertentu,
pengetahuan atau keahlian tertentu.

5. Kekuatan karena memiliki sesuatu keahlian (expert power)


Kekuatan ini didasarkan atas identifikasi seorang pengikut dengan seorang
pemimpin yang dikagumi dan yang sangat dihargainya.
Menurut Kyle (2004: 26-29) ada empat kekuatan sebagai peta untuk
pengembangan kepemimpinan yaitu:
1. Tekad, kekuatan dari artitipe prajurit. Sebagian besar pemimpian memulai kareiernya
dari artitipe ini. Prajurit belajar untuk mendisipilnkan diri, focus pada tugas secara
intens serta rela mengorbankan waktu dan tenaga yang ia miliki untuk memenuhi
sagala sesuatu yang diperlukan oleh oraganisasi ataupun pemimpinnya. Tekad untuk
bersedia berkorban demi tujuan antar pribadi, yang lebih besar. Individual ini
menunjukkan loyalitas yang kuat kepada orang dan prinsip, serta setia dan jujur dalam
memnuhi papun yang diperlukan oraganisasi ataupun pemimpin.
2. Kebijaksanaan, muncul secara ajaib karena ini merupakan kombinasi dari
keterampilan dan pengetahuan mengenai sesuatu yang lewat dari berbagai
pengalaman yang telah bergerak dari kebiasaan menjadi seni.untuk menguasai seni
dari sesuatu, seseorang memperoleh tingkat kendali tertentu dan mempunyai
kemampuan untuk menggunakan seni itu untuk mengubah situasi. Kebijaksaan dan
tekad yang biasanya diandalkan olh para pemimpin untuk maju dalam organisasi.
Orang memperoleh promosi lewat kerja keras dan pengalaman. Kerja keras dan
menguasai pengetahuan serta keterampilan merupakan zona yang nyaman bagi
pemimpin pada umumnya maka dari itu banyak pemimipin mengandalkan kekutan
tekad dan kebijaksanaan ketika kesulitan muncul.
3. Rasa iba, memiliki kecenderungan ke arah perasaan dan emosi yang kuat, gairah,
semangat intensitas dan minat yang sungguh-sungguh, devosi, dan kasih sayang serta
cinta. Rasa iba ini menghangatkan pemimpin. Tekad dapat membuat pemimpin

menjadi dingin dan penuh dengan hitungan. Rasa iba yang muncul dapat memberikan
sifat spontanitas, humor, inovasi kreatif, dan aktivitas sepenuh hati serta
menyenangkan pad pemimpin. Rasa iba adalah pusat spiritual pemimpin. Rasa iba
adalah titik kompas yang mengarahkan kekuatan lain.
4. Kehadiran, Kekuatan dari kehadiran dalam diri seorang pemimpin memberikan
konteks kekuatan energetik, member dorongan kuat. Dari sinilah seseorang dapat
menciptakan ikatan emosional atau hubungan pribadi pada suatu proyek,
perusahaan, atau negara. Bagi seorang pemimpin kekuatan dari kehadiran di dalam
dirinya mencangkup sifat-sifat ambisi pribadi dan organisasi, serta menyediakan visi
yang

membrikan arti pada aktivitas. Kehadiarn merupakan sifat identifikasi dan wujud
yang dibuat orang dengan seorang pemimpin yang memotivasi, memberikan inspirasi,
menggairahkan mereka.

2.3 Pentingnya Kekuasaan dalam Kepemimpinan Pendidikan


Dalam konteks pendidikan adanya kekuasaan sangat diperlukan sebagai daya yang
digunakan oleh seorang pemimpin pendidikan untuk kelancaran proses pendidikan
agar tercapai tujuan dari pendidikan itu sendiri secara efektif dan efisien. Selain itu,
kekuasaan seorang pemimpin akan sangat berdampak pada kinerja pengikutnya.

Seorang pemimpin yang dapat menggunakan kekuasaannya dengan baik maka para
pengikutnya akan merasa dihargai pekerjaannya dengan itu akan juga meningkatkan
kinerja pekerjaannya. Dalam konteks pendidikan, jika seorang pemimpin
menggunakan kekuasaanya secara bijaksana maka tidak khayal proses pendidikan
akan berjalan dengan lancar dan terarah demi tercapainya tujuan pendidikan.

2.4 Persoalan Kekuasaan dalam Kepemimpinan Pendidikan


Kekuasaan merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu hal atau untuk
mempengaruhi sesuatu.

Dalam bukunya Winardi (1990: 75), BERTRAND RUSSEL mendefinisakn


kekuasaan sebagai: ―....the ability to produce intended effects‖.
Kekuasaan, mengimplikasi kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain.
Dalam artinya yang paling umum, kekuasaan menunjukkan:
1. Kemampuan, (baik yang digunakan, maupun tidak) untuk menimbulkan kejadian
tertentu atau,
2. Pengaruh seseorang atau kelompok melalui alat apapun juga atas kelakuan orang lain,

sesuai dengan apa yang diinginkan.


Kekuatan adalah kemampuan untuk mempengaruhi kelakuan dengan cara-cara
yang dipredeterminasi. Hanya kelompok – kelompok yang memiliki kekuasaan dapat
mengancam untuk menggunakan kekuasaan,sedangkan ancaman tersebut merupakan
kekuasaan.
ROBERT BIERSTEDT berpendapat bahwa:... ― power is the ability to employ
force, not its actual employment, the ability to apply sanctions, not actual aplication”.
Apabila paksaan (COERCION) atua penerapan kekuatan efektif, maka berarti bahwa
tidak ada kekuasaan.

Kekuasaan hanya terdapat apabila ia bersifat efektif; ia merupakan


kemampuan untuk mempengaruhi kelakuan dengan jalan membatasi alternatif-
alternatif yang tersedia dalam situasi-situasi sosial.
Kekuasaan terdapat pada organisasi-organisasi informal dan kelompok-
kelompok informal.ia dapat didasarkan atas posisi,pengetahuan, kemampuan fisisk
atua uang. Pada organisasi-organisasi formal, kekuasaan yang dilembagakan
dinyatakan orang sebagai otoritas (authority). Kekuasaan yang mendasari macam-
macam alat untuk mempengaruhi kelakuan di dalam organisasi-organisasi
diklasifikasi orang dalam tiga kategori yakni: fisik, material, simbolis.

Kategori-kategori tersebut berhubungan dengan pendekatan-pendekatan


koersif, utilitarian, dan normatif (normatif sosial). Pada organisasi-organisasi tertentu,
sebuah pistol, sebuah cambuk atau kekuatan fisiknya tak mungkin diperlukan untuk
mempengaruhi dan mengendalikan kelakuan.
Dalam kebanyakan kasus, penerapan kekuatan fisik tidak perlu dilakukan.
Imbalan material atua sanksi-sanksi primer muncul dalam bentuk uang yang dapat
dipergunakan untuk membeli barang dan jasa. Sistem intensif moneter (termasuk di
dalamnya promosi-promosi dan penahanan kenaikan pangkat), merupakan contoh-
contoh kekuasan ―utilitarian‖ yang dapat dipergunakan di dalam organiasasi-organisai

untuk mempengaruhi kelakuan para partisipan.


Alat-alat simbolis untuk mempengaruhi kelakuan merupakan alat-alat yang
bukan bersifat fisik atau material. Mereka primer berhubungan dengan prestise dan
penghargaan (simbol-simbol normatif) atau cinta dan penerimaan (simbol-simbol
sosial). Apabila seorang partisipan organisatoris didorong untuk memperbaiki hasil
kerjanya maka digunakan kekuasaan normatif.

Persoalan otoritarian (authorithy)


Sudah dikatakan bahwa otoritas merupakan kekuasaan yang
dilembagakan, hal mana merupakan sebuah konsep penting sekali dalam studi
tentang organisasi- organisasi formal.
Menurut Weber dapat dibedakan tiga macam tipe dasar otoritas
resmi (Legitimate Authority) yakni:
- otoritas legal rasional
- otoritas tradisional otoritas kharismatik

Otoritas kharismatik tergantung pada kualitas-kualitas magis para pemimpin


individual. Dalam hubungan ini tidak ada aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan.
Kharisma lebih merupakan sebuah konsep kekuasaan daripada konsep otoritas
oleh karena hal tersebut lebih tergantung pada ciri-ciri pribadi daripada posisi.
Sepertihalnya otoritas kharismatik kerap kali berubah menjadi otoritas tradisional,
maka otoritas tradisional dapat nberubah menjado otoritas legal rasional, apabila
sistem tersebut diresmikan secara formal.
Kebanyakan-kebanyakan organisasi-organisai mempunyai suatu campuran
berupa otoritas legal rasional, tradisional dan kharismatik yang merupakan dasar
sistem

pengaruh guna mempengaruhi usaha-usaha yang terkoordinasi pihak partisipan.

DAFTAR RUJUKAN

Kyle, David. T. 2004. The Four Power of Leadership. Batam: Karisma Press.
Muiz, Abdul. 2008. Kepemimpinan Pendidikan (Online),
(http://amcreative.wordpress.com/kepemimpinan-pendidikan/), diakses 9 September
2012.
Thoha, Miftah. 2003. Kepemimpinan dalam Suatu Manajemen: Suatu Pendekatan Perilaku.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Winardi. 1990. Kepemimpinan dalam Manajemen. Bandung: Rineka Cipta.
Makalah Kepemimpinan dalam Pendidikan

KATA PENGANTAR

Assalamualaikumwarohmatullahiwabarokatu..
Banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala
puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat,

rdaahpmatamt, etanuyfeilke, ssaeirktaanhmidaakyaalha-

hNdyeanygaanngjutidaudla“tKeerkpierma ibmespainrnaynaD,
saelahmingPgeansdaidyiakan”. Dalam penyusunannya, saya memperoleh banyak
bantuan dari berbagai pihak, karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu.

Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
makalah ini dapat lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua
pembaca.

"KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN"

BAB I

PENDAHULUAN

Sejalan dengan tantangan kehidupan global, pendidikan merupakan hal yang


sangat penting karena pendidikan salah satu penentu mutu Sumber Daya
Manusia. Dimana dewasa ini keunggulan suatu bangsa tidak lagi ditandai
dengan melimpahnya kekayaan alam, melainkan pada keunggulan Sumber Daya
Manusia (SDM). Dimana mutu Sumber Daya Manusia (SDM) berkorelasi positif
dengan mutu pendidikan, mutu pendidikan sering diindikasikan dengan kondisi
yang baik, memenuhi syarat, dan segala komponen yang harus terdapat dalam
pendidikan, komponen-komponen tersebut adalah masukan, proses, keluaran,
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana serta biaya.

Mutu pendidikan tercapai apabila masukan, proses, keluaran, guru, sarana dan
prasarana, biaya serta seluruh komponen tersebut memenuhi syarat tertentu.

Pendidikan yang bermutu sangat membutuhkan tenaga kependidikan yang


professional. Tenaga kependidkan mempunyai peran yang sangat strategis
dalam pembentukan pengetahuan, ketrampilan, dan karakter peserta didik.
Oleh karena itu tenaga kependidikan yang professional akan melaksanakan
tugasnya secara professional sehingga menghasilkan tamatan yang lebih
bermutu.

BAB II
LATAR BELAKANG

Dari sedikit penjelasan mengenai berbagai sumber daya yang ada dalam suatu
lembaga pendidikan tersebut. Keseluruhannya tidak dapat berjalan secara baik
tanpa adanya manajemen yang jelas serta adanya seorang pemimpin yang
mengarahkan serta mengawasi jalannya proses administrasi yang ada.

Maka dari itu dalam makalah ini akan dijelaskan secara singkat mengenai peran
penting seorang pemimpin maupun segala sesuatu yang berkaitan dengan
tanggungjawabnya terutama dalam sebuah lembaga pendidikan.

BAB II

PEMBAHASAN

a. Pengertian Kepemimpinan Pendidikan

Leadership atau kepemimpinan adalah “proses pengaruh-mempengaruhi antar


pribadi atau antar orang dalam situasi tertentu, melalui proses komunikasi
terarah untuk mencapai suatu tujuan terten tu” atau menurut McFarland (1978)
kepemimpinan adalah suatu proses dimana pimpinan dilukiskan akan
memberikan perintah atau pengaruh, bimbingan atau proses mempengaruhi
pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai tujuan.

Mengenai kepemimpinan dalam sebuah lembaga pendidikan dalam hal ini


kepala sekolah, Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan dan kesiapan
seseorang untuk mempengaruhi, membimbing, mengarahkan, dan
menggerakkan staf sekolah agar dapat bekerja secara efektif dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan. Bahkan
secara sederhana dpt disebut sebagai layanan bantuan yang diberikan kepala
sekolah terhadap penetapan dan pencapaian tujuan.

b. Unsur-unsur kepemimpinan.

Proses kepemimpinan dapat berjalan jika memenuhi unsur-unsur sbb.:

Ø Ada yang memimpin


Ø Ada yang dipimpin

Ø Ada kegiatan pencapaian tujuan

Ø Ada tujuan / target sasaran

c. Syarat dan Prinsip Proses Kepemimpinan Pendidikan

Ø Seorang pemimpin harus memiliki kepribadian yanng terpuji antara lain:


periang, ramah, bersemangat, pemberani, murah hati, spontan, percaya diri, dan
memiliki kepekaan sosial yang tinggi.

Ø Paham dan menguasai tujuan yang hendak dicapai dan mampu


mengkomunikasikan kepada bawahan dan stakeholder.

Ø Berwawasan lebih luas dibidang tugasnya dan bidang-bidang lain yang


relevan. Berpegang pada prinsip-prinsip umum kependidikan yang meliputi:
Konstruktif, Kreatif, Partisipatif, Kooperatif, Pendelegasian yang
baik/proporsional, dan memahami dan menerapkan prinsip kepemimpinan
Pancasila yang dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara.

Selain adanya syarat bagi seorang pemimpin yang baik ada beberapa Aspek
personalitas yang penting dimiliki seorang pemimpin dalam
kepemimpinan pendidikan, diantaranya :

Ø Memiliki kemampuan yang lebih tinggi daripada orang-orang yang


dipimpinnya dalam bidang pendidikan (Elsbree, 1967)

Ø Memiliki keinginan yang terus-menerus untuk belajar menyesuaikan


kemampuan dengan perkembangan dan tujuan organisasi yang dipimpinnya.

d. Sifat-Sifat Seorang Pemimpin

Kemampuan Personality Kepemimpinan Pendidikan • Beberapa sifat yang dapat


mendukung keberhasilan KS dalam menggalang hubungan dengan orang-orang
yang dipimpinnya: - Bersahabat - Responsif - Periang - Antusias - Berani/bebas
dari rasa takut dan bimbang - Murah hati - Percaya diri - Spontan - menerima
Sifat Kepribadian Pemimpin yang Efektif Memiliki visi kedepan yang jelas,
Konseptualis Memanfaatkan pengalaman yang lalu, Kesadaran akan segala
kemungkinan yang akan terjadi (antisipatif), Mengutamakan kebenaran
informasi, Arsitek social, Mengenal dengan baik dirinya sendiri.

SBeejrupmenlaghalsaifmatalnaliunaysa, nMgehnagrauysodmimi,

Pilaikhiasmeotrearnhgadpaepm, iMmapwinaspednirdi itduijkuaann organisasi,


Bersikap wajar, Berstamina, memiliki, Berjiwa besar antusiasme tinggi, Rasional,
Bersikap adil, Pragmatis, Jujur/terbuka, Objektif, bijaksana (Burhanuddin, 1994).

e. Tipe-Tipe Dasar Kepemimpinan

1. Kepemimpinan otoriter : sangat mengandalkan kedudukannya


/ kekuasaannya sebagai pemimpin

2. Kepemimpinan laizes-faire : pemimpin yang keberadaannya haya


sebagai lambing

3. Kepemimpinan demokratis : mengutamakan kerjasama antara atasan


dan bawahan

4. Kepemimpinan pseudo-demokratis : nampak seperti demokratis tetapi


semu karena tetap otoriter dan demi kepentingan kelompok tertentu saja.

f. Hakekat Kepemimpinan Pendidikan

Kepemimpinan pendidikan pada hakekatnya merupakan produk situasional.


Kepemimpinan praktik kepemimpinan di sekolah banyak dipengaruhi oleh
berbagai faktor situasi. Kepemimpinan yang berhasil adalah kepemimpinan yang
dapat memnuhi kebutuhan situasi dan dapat memilih / menerapkan teknik atau
gaya kepemimpinan yang sesuai dengan tuntutan situasi tersebut

Berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan kepemimpinan antara lain:

1. Karakteristik orang yang dipimpin

2. Pekerjaan lingkungan sekolah


3. Kultur atau budaya setempat

4. Kepribadian kelompok

5. Waktu yang dimiliki oleh sekolah

Tingkat perkembangan guru yang mempengaruhi keberhasilan keepemimpinan


di sekolah

Ø P4 = tingkat perkembangan guru tinggi. Mereka memiliki kemampuan dan


kemauan melaksanakan tugasnya

Ø P3 = tingkat perkembangan guru pada taraf sedang ke tinggi. Ditandai dengan


adanya kemampuan tetapi tidak mau atau kurang yakin dengan apa yang
dikerjakannya.

Ø P2 = tingkat perkembangan pada taraf rendah ke-sedang. Ditandai dengan


tidak adanya kemampuan tetapi ada kemauan untuk bekerja

Ø P1 = tingkat perkembangan rendah. Tidak adanya kemampuan dan tidak ada


kemauan untuk melaksanakan tugas dan selalu merasa kurang yakin dengan apa
yang dikerjakannya

g. Gaya-gaya Kepemimpinan

1. Gaya 1 = instruktif (untuk P1) Perilaku pemimpin ada pada kadar direktif
yang tinggi tetapi suporting yang rendah. Ia lebih banyak memberikan arahan
dan
pengawasan yang ketat kepada bawahan.

2. Gaya 2 = Kaonsultasi (untuk P2) Pemimpin memberikan arahan tinggi


9intensif0 dan memberi suporting yang tinggi pula untuk mendukung
kemauan yang dimiliki orang- orang yang dipimpinnya.

3. Gaya 3 = Partisipasi (untuk P3) Pemimpin berusaha mendorong orang-


orang yang dipimpinnya untuk menggunakan kemampuan yang dimiliki
secara optimal. Seiring dengan meningkatnya kemampuan orang yang
dipimpin,
pemimpin
mengambillebih banyak bertukar pikiran/ pandangan dan memberi kesempatan kepada bawahan untuk
keputusan.
4. Gaya 4 = Delegasi (untuk P4) Pemimpin sudah lebih banyak memberikan pendelegasian
wewenang. Arahan dan dukungan hanya diberikan pada hal-hal tertentu saja jika dianggap perlu
saja.

BAB VI

PENUTUPAN

Demikian makalah ini saya buat. Terima kasih atas perhatianya Saya menyadari masih banyak
kekurangan, sran dan kritik yang membangun senantiasa saya harapkan agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Wasalamualaikumwarohmatullahiwabarokatu......

Pengertian Kepemimpinan Demokratis

Pemimpin yang bertipe demokratis menafsirkan kepemimpinannya sebagai indikator, hubungan dengan
bawahannya bukan sebagai majikan terhadap
pembantunya, melainkan sebagai saudara tua diantara temen-teman sekerjanya. Pemimpin yang
demokratis selalu berusaha menstimulasi bawahannya agar bekerja secara kooperatif untuk mencapai
tujuan bersama. Dalam tindakan dan usaha-usahanya, selalu berpangkal pada
kepentingan dan kebutuhan kelompoknya, serta mempertimbangkan kesanggupan serta kemampuan
kelompoknya.

Tipe kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam organisasi.
Tipe ini diwujudkan dengan dominasi perilaku sebagai pelindung dan penyelamat dari perilaku yang
ingin memajukan dan mengembangkan organisasi. Di samping itu, diwujudkan juga melalui perilaku
pimpinan sebagai pelaksana.

Dalam melaksanakan tugasnya, pemimpin yang demokratis mau menerima bahkan mengharapkan
pendapat dan saran-saran dari bawahannya, juga
kritik-kritik yang dapat membangun dari para bawahan yang diterimanya sebagai umpan balik
dan dijadikan bahan pertimbangan dalam tindakan- tindakan berikutnya.

Selain itu, pemimpin yang demokratis mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan menaruh
kepercayaan pula pada bawahannya, mereka mempunyai kesanggupan bekerja dengan baik dan
bertanggung jawab.
Pemimpin yang demokratis selalu berusaha memupuk rasa kekeluargaan dan persatuan, senantiasa
berusaha membangun semangat bawahannya dalam menjalankan dan mengembangkan daya kerjanya.
Di samping itu, juga memberi kesempatan bagi timbulnya kecakapan memimpin pada anggota
kelompoknya dengan jalan mendelegasikan kekuasaan dan tanggung jawabnya.
Pemimpin yang demokratis menurut Purwanto memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1) Dalam menggerakkan bawahan bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu makhluk
yang termulia di dunia.
2) Selalu berusaha untuk menyinkronkan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan
tujuan pribadi bawahan.
3) Senang menerima saran, pendapat, dan kritikan dari bawahan.

45) Menmgbuetraimkankaknebkebrjasanmsaeldualsa-mluamsneynacakpeapiatduajubanw.ahan dan


membimbingnya.
6) Mengusahakan agar bawahan dapat lebih sukses dari dirinya.
7) Selalu mengembangkan kapasitas dari pribadinya sebagai pemimpin.

Kepemimpinan yang Efektif


Agar proses pengembangan para personalia pendidikan berjalan dengan baik, antara lain dibutuhkan
kepemimpinan yang efektif. Ialah suatu kepemimpinan yang menghargai usaha para bawahan, yang
memperlakukan mereka sesuai dengan bakat, kemampuan, dan minat masing-masing individu, yang
memberi dorongan untuk berkembang dan mengarahkan diri ke arah
tercapainya tujuan lembaga pendidikan. Pemimpin yang efektif menurut Made Pidarta (1988: 173) ialah
pemimpin yang tinggi dalam kedua dimensi
kepemimpinan. Begitu pula pemimpin yang memiliki performan tinggi dalam perencanaan dan funngsi-
fungsi manajemen adalah tinggi pula dalam kedua dimensi kepemimpinan.
Dua dimensi kepemimpinan tersebut adalah : 1) Kepemimpinan yang berorientasi kepada tugas Ialah
kepemimpinan yang hanya menekankan penyelesaian tugas-tugas kepada para bawahannya dengan
tidak mempedulikan perkembangan bakat, kompetensi, motivasi, minat, komunikasi, dan
kesejahteraan bawahan. Para personalia akan bekerja secara rutin, rajin, taat dan tunduk dalam
penampilannya. Pemimpin ini tidak mengikuti perkembangan dan kemajuan lingkungan sehingga
organisasi menjadi usang dan ketinggalan jaman. 2) Kepemimpinan yang berorientasi kepada antar
hubungan manusia.
Kepemimpinan ini hanya menekankan perkembangan para personalianya, kepuasan mereka, motivasi,
kerja sama, pergaulan dan kesejahteraan mereka.

Pemimpin ini berasumsi bila para personalia diperlakukan dengan baik, maka tujuan organisasi
kependidikan akan tercapai. Tetapi pada kenyataannya
manusia tidak selalu beritikad baik, walaupun ia diperlakukan dengan baik. Hal ini dapat
menyebabkan kemunduran suatu organisasi. Oleh sebab itu kepemimpinan yang baik adalah
kepemimpinan yang mengintegrasikan orientasi tugas dengan orientasi antar hubungan manusia.
Dengan mengintegrasikan dan meningkatkan keduanya kepemimpinan akan menjadi efektif, yaitu
mampu mencapai tujuan organisasi tepat pada waktunya. Sebab kepemimpinan yang efektif dapat
melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dengan baik termasuk malaksanakan perencanaan dengan baik
pula.
Pekerjaan pendidikan yang dilakukan oleh para pemimpin secara efektif ini dikatakan oleh Cunningham
dalam Pidarta (1988: 175) sebagai perencana dan manajemen kontinum yaitu : 1) manajer berdiskusi
dengan para bawahan, 2 ) Manajer dibantu oleh para bawahan, 3 ) Manajer dibantu oleh para bawahan
untuk mendapatkan cara penyelesaian yang terbaik, 4 ) Tindakan manajer disetujui oleh para bawahan.
Ditulis oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
http://kabar-pendidikan.blogspot.com

Sifat-Sifat Kepemimpinan
Upaya untuk menilai sukses tidaknya pemimpin itu dilakukan antara lain dengan
mengamati dan mencatat sifat-sifat dan kualitas atau mutu perilakunya, yang
dipakai sebagai kriteria untuk menilai kepemimpinannya. Usaha-usaha yang
sistematis tersebut membuahkan teori sifat atau kesifatan dari kepemimpinan.
Teori kesifatan atau sifat dikemukakan oleh beberapa ahli.
Dalam Handoko (1995: 297) Edwin Ghiselli mengemukakan teori mereka
tentang teori kesifatan atau sifat kepemimpinan. Edwin Ghiselli mengemukakan
6 (enam) sifat kepemimpinan yaitu : 1) Kemampuan dalam kedudukannya
sebagai pengawas (supervisory ability) atau pelaksana fungsi-ungsi dasar
manajemen. 2) Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian
tanggung jawab dan keinginan sukses. 3) Kecerdasan, mencakup kebijakan,
pemikiran kreatif, dan daya piker. 4) Ketegasan, atau kemampuan untuk
membuat keputusan-keputusan dan memecahkan masalah-masalah dengan
cakap dan tepat. 5) Kepercayaan diri, atau pandangan terhadap dirinya sehingga
mampu untuk menghadapi masalah. 6) Inisiatif, atau kemampuan untuk
bertindak tidak tergantung, mengembangkan serangkaian kegiatan dan
menemukan cara-cara baru atau inofasi.
Berbagai teori kesifatan juga dikemukakan oleh Ordway Tead dan George R.
Terry dalam Kartono (1992: 37). Teori kesifatan menurut Ordway Tead adalah
sebagai berikut: 1) Energi jasmaniah dan mental Yaitu mempunyai daya tahan,
keuletan, kekuatan baik jasmani maupun mental untuk mengatasi semua
permasalahan. 2) Kesadaran akan tujuan dan arah Mengetahui arah yang akan
dituju dari pekerjaan yang akan dilaksanakan, serta yakin akan manfaatnya. 3)
Antusiasme Pekerjaan yang dilakukan mempunyai tujuan yang bernilai,
menyenangkan, memberikan sukses, dan dapat membangkitkan semangat serta
antusiasme bagi pimpinan maupun bawahan. 4) Keramahan dan kecintaan
Kasih sayang dan dedikasi pemimpin bisa memotivasi bawahan untuk
melakukan perbuatan yang menyenangkan bagi semua pihak, sehingga
pemimpin dapat mengarahkan untuk mencapai tujuan. 5) Integritas Pemimpin
harus bersikap terbuka; merasa utuh bersatu, sejiwa dan seperasaan dengan
anak buah sehingga bawahan menjadi lebih percaya dan hormat. 6) Penguasaan
teknis

Se ti a p e m i m p in h ru s m e n g u a s a i
m e m pu n y a i ke w ib aw a a n d a n k e k u
sa tu at a u b eb e ra p a k e m a h i ra n t e k n is a g a r
a sa an u n tu k m e m i m p i n. 7 ) K e te g a s a n d a la
ia
m
mengambil keputusan Pemimpin yang berhasil pasti dapat mengambil
keputusan secara cepat, tegas dan tepat sebagai hasil dari kearifan dan
pengalamannya. 8) Kecerdasan Orang yang cerdas akan mampu mengatasi
masalah dalam waktu yang lebih cepat dan cara yang lebih efektif. 9)
Keterampilan mengajar Pemimpin yang baik adalah seorang guru yang mampu
menuntun, mendidik, mengarahkan, mendorong, dan penggerakkan anak
buahnya untuk berbuat sesuatu. 10) Kepercayaan Keberhasilan kepemimpinan

pbahdwa uampeuminmypaisneblaelrusadmidau-
ksuanmgaodl ehngkaenpearncgagyoatanbaenrjaukabnugauhnntyuak,

myaeintucappearicaya tujuan.
Teori Kesifatan menurut George R. Terry adalah sebagai berikut: 1) Kekuatan
Kekuatan badaniah dan rokhaniah merupakan syarat yang pokok bagi
pemimpin sehingga ia mempunyai daya tahan untuk menghadapi berbagai
rintangan. 2) Stabilitas emosi Pemimpin dengan emosi yang stabil akan
menunjang pencapaian lingkungan sosial yang rukun, damai, dan harmonis. 3)
Pengetahuan tentang relasi insani Pemimpin diharapkan memiliki pengetahuan
tentag sifat, atak, dan perilaku bawahan agar ia bisa menilai kelebihan dan
kelemahan bawahan yang disesuaikan dengan tugas-tugas yang akan diberikan
kepadanya.
4) Kejujuran Pemimpin yang baik harus mempunyai kejujuran yang tinggi baik
kepada diri sendiri maupun kepada bawahan. 5) Obyektif
Pertimbangan pemimpin harus obyektif, mencari bukti-bukti yang nyata dan
sebab musabab dari suatu kejadian dan memberikan alasan yang rasional atas
penolakannya. 6) Dorongan pribadi Keinginan dan kesediaan untuk menjadi
pemimpin harus muncul dari dalam hati agar mau ikhlas memberikan pelayanan
dan pengabdian kepada kepentingan umum. 7) Keterampilan berkomunikasi.
Pemimpin diharapkan mahir menulis dan berbicara, mudah menangkap
maksud orang lain, mahir mengintegrasikan berbagai opini serta aliran yang
berbeda-beda untuk mencapai kerukunan dan keseimbangan. 8) Kemampuan
mengajar Pemimpin diharapkan juga menjadi guru yang baik, yang membawa
orang belajar pada sasaran-sasaran tertentu untuk menambah pengetahuan,
keterampilan agar bawahannya bisa mandiri, mau memberikan loyalitas dan
partisipasinya. 9) Keterampilan sosial Dia bersikap ramah, terbuka, mau
menghargai pendapat orang lain, sehingga ia bisa memupuk kerjasama yang
baik. 10) Kecakapan teknis atau kecakapan manajerial. Penguasaan teknis
perlu
dimiliki agar tercapai efektifitas kerja dan kesejahteraan.
Berdasarkan teori-teori tentang kesifatan atau sifat-sifat pemimpin diatas, dapat
disimpulkan bahwa sifat-sifat kepemimpinan kepala sekolah adalah : 1)
Kemampuan sebagai pengawas supervisory ability); 2) Kecerdasan; 3) Inisiatif;
4) Energi jasmaniah dan mental; 5) Kesadaran akan tujuan dan arah; 6)
Stabilitas emosi; 7) Obyektif; 8) Ketegasan dalam mengambil keputusan ; 9)
Keterampilan berkomunikasi; 10) Keterampilan mengajar; 11) Keterampilan
sosial; 12) Pengetahuan tentang relasi insane.

Ditulis oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
http://kabar-pendidikan.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai