PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sudah diketahui bahwa kepemimpinan dalam manajemen pendidikan sangat diperlukan didalam manajemen
pendidikan karena pada dasarnya setiap instansi atau lembaga pendidikan diperlukan sebuah figur seorang
pemimpin, alsan pemiliham judul didalam artikel ini adalah untuk mengetahui hakikat pemimpin, tipe-tipe dari
pemimpin, dan faktor- faktor yang mempengaruhi efektifitas kepemimpinan didalam manajemen pendidikan.
Menurut Bachtiar Surin yang dikutip oelh maman Ukas bahwa perkataan khalifah berarti penghubung atau pemimpin
yang diserahi untuk menyampaikan atau memimpin sesuatu.Dalam kegiatannya bahwa pemimpin memiliki kekuasaan
untuk mengerahkan dan mempengaruhi bawahannya sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan.Pada
tahap pemberian tugas pemimpin harus memberikan suara arahan dan bimbingan yang jelas, agar bawahan dalam
melaksanakan tugasnya dapat dengan mudah dan hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut kodrat serta irodatnya bahwa manusia dilahirkan untuk menjadi pemimpin. Sejak Adam diciptakan
sebagai manusia pertama dan diturunkan ke Bumi, Ia ditugasi sebagai Khalifah fil ardhi. Sebagaimana termaktub
dalam Al Quran Surat Al Baqarah ayat 30 yang berbunyi : ―Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
Malaikat‖; ―Sesungguhnya Aku akan mengangkat Adam menjadi Khalifah di muka Bumi‖. Menurut Bachtiar
Surin yang dikutif oleh Maman Ukas bahwa ―Perkataan Khalifah berarti penghubung atau pemimpin
yang diserahi untuk menyampaikan atau memimpin sesuatu‖.
Dari uraian tersebut jelaslah bahwa manusia telah dikaruniai sifat dan sekaligus tugas sebagai seorang pemimpin.
Pada masa sekarang ini setiap individu sadar akan pentingnya ilmu sebagai petunjuk/alat/panduan untuk memimpin
umat manusia yang semakin besar jumlahnya serta komplek persoalannya. Atas dasar kesadaran itulah dan relevan
dengan upaya proses pembelajaran yang mewajibkan kepada setiap umat manusia untuk mencari ilmu. Dengan
demikian upaya tersebut tidak lepas dengan pendidikan, dan tujuan pendidikan tidak akan tercapai secara optimal
tanpa adanya manajemen atau pengelolaan pendidikan yang baik, yang selanjutnya dalam kegiatan manajemen
pendidikan diperlukan adanya pemimpin yang memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaiman model kepemimpinan kependidikan
b. Apa saja ciri-ciri kepemimpinan kependidikan
c. Bagaiman gaya kepemimpinan dalam kependidikan
d. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemimpin dalam pendidikan
C. Tujuan Penulisan
a. Mngetahui modl kpemimpinan kpendidikan
b. Mengetahui ciri kepemimpinan kpendidikan
c. Mengtahui gaya kpemimpinan kependidikan
d. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi perilaku pmimpin dalam pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
kepemimpinannya.
Krisis yang dialami setiap organisasi, termasuk didalamnya organisasi pendidikan, berakar pada krisis
kepemimpinan nasional, khususnya berupa tantangan terhadap kecerdasan kita, yang tidak dapat lagi diantisipasi sekedar
dengan kecerdasan rasional (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ), namun menuntut peran kunci kecerdasan spiritual
(SQ) sebagai induk segala kecerdasan.
Belajar dan berubah adalah satu-satunya cara untuk tidak tergilas oleh gelombang turbulensi global. Proses
tersebut diawali dengan membangun mental pembelajaran (learning mental) – self- awareness, self-acceptance, self-
improvement – dan kemudian diikuti dengan membangun perilaku pembelajaran (learning behavior) – observe,
assess, design, implement — dengan mendayagunakan daya transformatif yang dimiliki oleh kecerdasan spiritual
(SQ) sebagai mesin penggeraknya.
Tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu faktor pendorong kemajuan adalah kepemimpinan yang kuat sekaligus
melayani masyarakat. Pemimpin yang kuat sekaligus melayani adalah pemimpin yang berhasil menerapkan prinsip
kepemimpinan, bahwa inti kepemimpinan adalah memengaruhi (leadership is influence). Dalam hal ini, memengaruhi
orang-orang yang dipimpin untuk melaksanakan sesuatu demi mencapai tujuan bersama, bukan kepentingan pribadi,
kelompok, atau golongan tertentu.
Prinsip kepemimpinan yang kuat sekaligus melayani, bisa diterapkan di semua tataran kepemimpinan.Mulai di
tingkat rukun tetangga (RT), kepala desa/lurah, kepala daerah, organisasi, perusahaan, sampai kepemimpinan tingkat
nasional.Dapat pula digunakan sebagai acuan masyarakat
dalam mengharapkan kepemimpinan.Sayangnya, masih banyak pemimpin kita yang berperan sebagai penguasa (pangreh),
bukan pamong.Bukan melayani, tapi ingin selalu dilayani.
Konsep kepemimpinan asli Indonesia yang sarat dengan falsafah luhur yang mungkin sebagian sudah terlupakan,
seperti Tiga Peran Pemimpin dan Sepuluh Sifat Pemimpin yang Efektif dalam Kepemimpinan Sultan Banten, falsafah
Wahyu Makuto Romo yang bersumber dari pewayangan, serta konsep kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro yang sudah
lama kita kenal : ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangunkarso, tutwuri handayani.
Kepemimpinan Pendidikan di Indonesia bila kita lihat dari segala permasalahan yang dihadapi, lepas dari segala
krisis kepemimpinan nasional, adalah kepemimpinan yang melayani dan kepemimpinan keteladanan. Model
kepemimpinan tersebut lebih dekat dengan model kepemimpinan yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantoro, seperti yang
sudah sering kita dengar yaitu : Ing ngarso sung
Banyak studi mengenai kecakapan kepemimpinan yang dibahas dari berbagai perspektif yang telah
dilakukan oleh para peneliti. Analisis awal tentang kepemimpinan dari tahun 1900- an hingga tahun 1950-an
memfokuskan perhatian pada perbedaan karakeristik antara
b. Struktur tugas yaitu sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh
mana tugas-tugas tersebut dilengkapi dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang
baku.
c. Kekuatan posisi, yaitu sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin, karena
posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas
mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin menggunakan otoritasnya
dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat.
Walaupun model kepemimpinan kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan model- model
sebelumnya dalam memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum dapat
menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif antara
bawahannya.
Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa pamimpin transformasional merupakan pemimpin yang
kharismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin
transformasional juga harus mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya, serta
mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada apa yang mereka butuhkan.
Yamarino dan Bass (1990), pemimpin trasformasional harus mampu membujuk para bawahannya
melakukan tugas-tugas mereka melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang lebih besar.
Bass dan Avolio (1994), mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai
empat dimensi yang disebutnya sebagai ―The Four I’s‖:
a. Perilaku pemimpin yang membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati sekaligus mempercayai (Pengaruh
ideal).
b. Pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap
prestasi bawahan (Motivasi-inspirasi)
c. Pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap
permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan (stimulasi intelektual).
d. Pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian
masukan-masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan
pengembangan karir (konsederasi individu).
Banyak peneliti dan praktisi managemen yang sepakat bahwa model kepemimpinan transformasional
merupakan konsep kepemimpinan yang terbaik dalam menguraikan karakteristik pemimpin (Sarros dan Butchatsky
1996).
Hasil survey Parry (2000) yang dilakukan di New Zealand, menunjukkan tidak ada pertentangan
dengan penemuan-penemuan sebelumnya tentang efektifitas kepemimpinan transformasional. Disamping itu Parry
juga berpendapat bahwa kepemimpinan transformasional dapat dilatihkan, pendapat ini didasarkan pada temuan-
temuannya yaitu keberhasilan pelatihan kepemimpinan transformasional yang dilakukan di New Zealand sebagai
berikut:
a. Berhasil meningkatkan kemampuan pelaksanaan kepemimpinan transformasional lebih dari 11% (dilihat
dari peningkatan hasil usahanya) setelah dua hingga tiga bulan dilatih.
b. Berhasil meningkatkan kegiatan kerja bawahan sebesar 11% setelah dua hingga tiga bulan dilatih.
b. ciri kepemimpinan dalam pendidikan
““““““““““““““““““““‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘‘“““““““““
pemilihan.
1. Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian
Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri
secara penuh. Segala pembagian tugas dan tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut,
sedangkan para bawahan hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan.
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis / Democratic
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada
para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh.
Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan
a. Gaya kepemimpinan dalam dunia pendidikan diantaranya tipe gaya kepemimpinan sebagai berikut:
1. Kepemimpinan Otokratis
Pemimpin bertindak sebagai diktator, pemimpin adalah pengerak dan penguasa kelompok. Kewajiban
bawahan atau anggota – anggotanya hanyalah mengikuti dan menjalankan, tidak boleh membatah ataupun mengajukan
saran.
2. Kepemimpinan yang Laissez Faire (masa bodoh).
Pemimpin yang seperti ini menafsirkan demokrasi dalam arti keliru, karena demokrasi seolah–olah diartikan sebagai
kebebasan bagi setiap anggota untuk mengemukakan dan mempertahankan pendapat dan kebijakannya masing-masing.
Tingkat keberhasilan organisasi atau lembaga yang dipimpin dengan Gaya Laissez Faire semata-mata disebabkan karena
kesadaran dan dedikasi beberapa anggota kelompok, dan bukan karena pengaruh
dari pemimpinnya.
3. Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokrasi selalu menyadari bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompoknya.Berhasil tidaknya
suatu pekerjaan bersama terletak pada kelompok dan pimpinan.
4. Kepemimpinan Pseudo Demokratis
Kepemimpinan model ini sebenarnya pemimpin yang mempunyai sifat dan sikap otokratis, tetapi ia pandai memberikan
kesan seolah-olah demokratis.
Pendidikan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Goldsmith, sebagaimana yang dikutip oleh Aunurrahman (2009)
menunjukkan bahwa pemimpin yang mampu menumbuhkan suasana dialogis, kesetaraan, dan tidak arogan atau
nondefensif serta selalu berupaya mendorong sikap positif, akan dapat mendorong terjadinya keefektifan proses
pembelajaran. Oleh sebab itu, pemimpin pendidikan ketika mengaplikasikan gaya atau aktivitas kepemimpinannya
sangat tergantung pada pola organisasi yang melingkupinya. Dan juga dalam melaksanakan aktivitasnya pemimpin
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut sebagaimana sebagaimana yang dikutip Nanang
fattah (2001), sebagai berikut:
1. Kepribadian (personality), pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, hal ini mencakup nilai-nilai,
latar belakang dan pengalamannya akan mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan.
2.Harapan dan perilaku atasan.
3. Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa gaya kepemimpinan.
4. Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya pemimpin.
5. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan.
6.Harapan dan perilaku rekan. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, maka jelaslah bahwa kesuksesan pemimpin dalam
aktivitasnya dipengaruhi oleh factor-faktor yang dapat menunjang untuk berhasilnya suatu kepemimpinan, oleh sebab
itu suatu tujuan akan tercapai apabila terjadinya keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik antara atasan
dengan bawahan, di samping dipengaruhi oleh latar belakang yang dimiliki pemimpin, seperti motivasi untuk
beprestasi, kedewasaan dan keleluasaan dalam hubungan social dengan sikap-sikap hubungan manusiawi.
Selanjutnya peranan seorang pemimpin sebagaimana dikemukakanoleh M.Ngalim Purwanto (2007), sebagai berikut:
1.Sebagai pelaksana (executive)
2.Sebagaiperencana (planner) 3.Sebagai
seorang ahli (expert)
4. Sebagai mewakili kelompok dalam tindakannya ke luar (external group representative)
peranannya sebagai seorang pemimpin. Disamping itu pemimpin harus menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan
bawahan, sehingga terciptanya suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman,
tentram, dan memiliki suatu kebebasan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama
yang telah ditetapkan.
1. Tipe Otoriter
2. Tipe Laissez-faire
3. Tipe Demokratis
4. Tipe Pseudo-demokratis
Tipe ini disebut juga semi demokratis atau manipulasi diplomatic. Pemimpin
yang bertipe pseudo-demokratis hanya tampaknya saja bersikap demokratis
padahal sebenarnya dia bersikap otokratis. Misalnya jika ia mempunyai ide -
ide, pikiran, atau konsep yang ingin diterapkan di lembaga Pendidikannya,
maka hal
tersebut akan dibicarakan dan dimusyawarahkan dengan bawahannya, tetapi
situasi diatur dan diciptakan sedemikian rupa sehingga pada akhirnya bawahan
didesak agar menerima ide atau pikiran tersebut sebagai keputusan bersama.
Pemimpin ini menganut demokrasi semu dan lebih mengarah kepada kegiatan
pemimpin yang otoriter dalam bentuk yang halus, samar - samar, dan yang
mungkin dilaksanakan tanpa disadari bahwa tindakan itu bukan tindakan
pimpinan yang demokratis.
dan karakter terjelek yang dimiliki untuk dirubah menjadi yang terbaik.
Seorang pemimpin sejatinya akan sangat memperhatikan seluruh tenaga
dipimpimnnya.Dengan kepedulian akan jelas diiketahui secara pasti bagaimana kondisi, n am
pengikutnya, kepedulian akan mendorong dan mempercepat para pengikutnya menyimak setiap
ide – ide seorang pemimpin untuk dilaksanakan tanpa peduli bagaimana pengikut itu mau peduli
dengan gagasan.
PEMBAHASAN
Tipe atau Gaya Kepemimpinan Pendidikan
1. Gaya kepemimpinan Partisipatif atau Demokratis
Merupakan gaya kepemimpinan yang menitik beratkan pada usaha seorang
pemimpin dalam melibatkan partisipasi para pengikutnya dalam setiap pengambilan keputusan gaya
kepemimpinan paratisipatif adalah pemimpin pendidikan yang
melibatkan partisipasi guru, siswa, dan staf administrasi dalam setiap pengambilan keputusan, baik
aturan penididikan maupun putusan – putusan lain.
Keuntungan - keuntungan yang diperoleh dari gaya kepemimpinan partisipatif
adalah:
a. konsultasi kebanwah dapat digunakan dalam rangka meningkatkan kualitas keputusan dengan
menarik keahlian yang dimilki oleh para pengikut, sehingga para pengikut akan dapat
menerima semua keputusan yang diambil serta dapat
menjalankannya.
b. Konsultasi lateral, pemimpin melibatkan serta orang – orang dalam berbagai sub unit untuk
mengatasi keterbatasan kemampuan yang dimilki pemimpin,
c. Konsultasi ke atas, memungkinkan seorang pemimpin untuk menaruh keahlian seorang atasan
yang berkemampuan lebih dari manajer.
Pendekatan yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam menjalankan
fungsi - fungsi kepemimpinan adalah pendekatan holistik atau integralistik. Seorang pemimpin
partisipasif akan dsegani bukan ditakuti.
2. Gaya Keepemimpinan Otokratik
Kepemimpinan otokratik lebih menitikberatkan pada otoritas pemimpin dengan
mengesampingkan partiispasi dan gaya kreatif para pengikutnya. Gaya kepemimpinan
pendidikan yang otokratif sangat mengesampingkan peran serta kemampuan guru, siswa, dan
staf adminisrtasi dalam setiap kebijakan yang ditempuhnya. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa seorang pemimpin yang bergaya otokratif mempunyai berbagai
sikap,diantaranya :[1]
a. Memperlakukan para pengikut sama dengan alat – alat lain dalam oraganisasi, sehingga kurang
menghargai harkat dan martabat mereka.
b. Mengutamakan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengaitkan
pelaksanaan tugas tersebut dengan kepentingan dan kebutuhan para pengikut.
c. Mengabaikan peranan para pengikut dalam proses pengambilan keputusan.
Kepemimpinan otokratik dengan menggunakan ― kepemimpinan klasik ―. Kepetuhan
pengikut terhadap pemimpin merupakan corak gaya kepemimpinan otokratik. Para pemimpin
dengan gaya otokratik menjadikan tujuan organisasi identik
dengan tujuan pribadi. Dilihat dari perspektif kepemimpinannya seorang pemimpin otokratik
adalah seseorang yang sangat egois. Dengan egoisme yang demikian besar
seorang pemimpin otokratik melihat perannya sebagai sumber segala sesuatu dalam kehidupan
organisasianal. Seoerang pemimpin yang otokratik cenderung menganut nilai oraganisasional
yang berkisar pada pembenaran segala cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan.
3. Gaya Kepemimpinan Lezess Faire
Karakteristik utama pada gaya kepemimpinan Lezess Faire meliputi : persepsi tentang
peranan, nilai – nilai yang dianut, sikap dengan hubungannya dengan para
pengikutnya, perilaku organisasi dan gaya kepemimpinan yang biasa diigunakan. Pemimpin
pendidikan yang menggunakan gaya lezess faire akan memberikan
kebebasan yang sangat longgar terhadap guru, staf administrasi dalam menjalankan tugas serta
mereka dilibatkan dalam pengambilan keputusan.[2]
Adapun nilai – nilai yang dianut oleh pemimpin gaya lezess faire pada umumnya
berpandangan bahwa:
a. manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas dalam kehidupan bersama
mencapai sasaran – sasaran tertentu. Berbagai bentuk gaya kepemimpinan tersebut terimplementasi
dalam melakuka semua kebijakan pendidikan yang meliputi antara
lain mengakadakan pembinaan terhadap semua personel pendidikan, pelaksanaan program –
program pendidikan, serta berbagai bentukrealisasi prigram itu sendiri.[3]
Didalam gaya kepemimpianan transformatif terdapat beberapa hal, yaitu:
a. Kepemimpinan yang memberi transformasi
b. Orientasi kepemimpinan transaksional
c. Dimensi kepemimpinan transformasional
wajah.Tipe ini banyak terdapat di masyarakat yang masih tradisional, umumnya di masyrakat
yang agraris.
6. Gaya Kepemimpinan Paternalistis Ciri
–ciri tipe ini ialah:
a. Bersikap mempunyai wawasan yang luas.
b. Menutup kesempatan pada bawahan untuk berkreasi dan berfantasi.
c. Bersifat terlalu melindungi.
d. Menganggap bahwa bawahan tidak dewasa.
e. Jarang memberi kesempatan untuk memberikan keputusan.
Persepsi seorang pemimpin ini tentang perananya dalam organisasi dapat dikatakan diwarnai oleh
harapan para pengikutnya kepadanya. Harapan itu pada umumnya
berwujud keinginan agar pemimpin mampu berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan
yang layak dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk.
Seorang pemimpin yang bertipe ini biasanya mengutamakan kebersamaan. Ini terlihat jelas dari
slogannya yaitu seluruh anggota organisasi merupakan anggota satu keluarga besar. Berdasarkan
nilai kebersamaan itu, dalam organisas iyang dipimpin oleh seorang pemimpin yang paternalistik
kepentingan bersama dan perlakuan yang
seragam terlihat menonjol pula. Artinya, pemimpin yang bersangkutan berusaha untuk
memperlakukan semua orang dan semua satuan kerja terdapat di dalam
organisasi seadil dan serata mungkin. Dalam organisasi demikian tidak terdapat penonjolan
orang atau kelompok tertentu, kecuali sang pemimpin dengan dominasi keberadaannya.
7. Gaya Kepemimpinan Militeristis Ciri-
ciri gaya ini adalah
PENUTUP
Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa setiap pemimpin mempunyai
tipe atau gaya dalam memimpin sebuah organisasi atau lembaga. Berikut ini macam-macam tipe
atau gaya kepemimpinan:
1. Tipe atau gaya otokratis
2. Tipe atau gaya paternalistik
3. Tipe atau gaya karismatik
4. Tipe atau gaya laissez faire
5. Tipe atau gaya demokratik
6. Tipe atao gaya Militeristik
7. Tipe atau gaya Transformatif
8. Tipe atau gaya Visioner
Tipe kepimpinan yang paling ideal adalah tipe kepemimpinan demokratis, karena dalam
tindakan dan usahanya, ia selalu berpangkal pada kepentingan dan kebutuhan kelompok, dan
selalu mempertimbangkan kesanggupan serta kemampuan kelompoknya.
Seorang pemimpin yang demokratis dihormati dan disegani dan bukan ditakuti
Daftar pustaka
DRohmat, 2010. Kepemimpinan pendidikan konsep dan aplikasi.
Purwokerto:STAIN press.
Goleman, Daniel. Ricard Boyatzis. Annie McKEE, 2004. Primal Leadership.
Jakarta :PT Gramedia Pustaka utama.
Siagian, Sondang P. 2003. Teori Dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: PT
RINEKA CIPTA.
Thoha, Miftah. 2010. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta: Rajawali
Pers.
Purwanto, M. Ngalim. 2009. Administrasi dan Supervisi Pendidikan,
Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.
HSoanl3d7ang P.Siagan. teori dan prktik kepemimpinan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
[3] . Ibid, hal. 56
Sondang P. Siagian ,MPA.prpf .DR. teori dan praktek kepemimpinan, PT Rineka
Cipta,Jakarta, 1999. Hal. 31
[4] Karisma adalah bakat kepemimpinan yang luar biasa yang terdapat di
dalam diri seseorang sehingga menimbulkan rasa kagum dari orang lain.
[5] .Goleman, Daniel. Richart Boyatzis, Annie McKee. Primal Leadership
” kepemimpinan berdasarkan kecerdasan emosi”. PT Gramedia Pustaka
Utama.
Jakarta:2004. Hal.67
BAB II
PEMBAHASAN
sama dan telah ditentukan sebelumnya. Seorang pemimpin juga harus memiliki kepribadian dan
kecakapan yang baik dalam membina dan atau memimpin
organisasinya di mana ia pimpin. Hal ini sangat dibutuhkan dalam mengatur atau mendayagunakan
sumber-sumber potensial yang ada dalam organisasinya tersebut.
Di dalam sebuah kepemimpinan, tidak akan lepas juga dari istilah kekuasaan.
Kekuasaan ini bersifat dominan. Karena apabila kekuasaan tidak ada dalam diri seorang pemimpin,
maka kurang utuh wewenang dari pada pemimpin yang bersangkutan. Banyak seorang ahli yang
telah menyatakan definisi-definisi dari kekuasaan. Seperti yang telah dikemukakan dalam bukunya
Thoha (2003: 92-93),
yang meliputi:
1. MAX WEBER
Dia merumuskan kekuasaan itu sebagai suatu kemungkinan yang membuat seorang aktor di
dalam suatu hubungan sosial berada dalam suatu jabatan untuk melaksanakan keinginannya sendiri
dan yang menghilangkan halangan.
2. WALTER NORD
Merumuskan kekuasaan itu sebagai suatu kemampuan untuk mempengaruhi aliran, energi dan dana
yang tersedia untuk mencapai suatu tujuan yang berbeda secara jelas
dari tujuan lainnya. Kekuasaan dipergunakan hanya jika tujuan-tujuan tersebut paling
sedikit mengakibatkan perselisihan satu sama lain.
3. RUSSEL
Mengartikan kekuasaan itu sebagai suatu produksi dari akibat yang diinginkan.
4. BIERSTEDT
Mengatakan bahwa kekuasaan itu kemampuan untuk
mempergunakan kekuatan.
5. WRONG
Membatasi kekuasaan hanya pada suatu kontrol atas orang lain yang berhasil.
6. DAEHL
Mengatakan bahwa jika orang A mempunyai kekuasaan atas orang B maka A
bisa meminta B untuk melaksanakan sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh B
terhadap A.
7. ROGERS
Berusaha membuat jelas kekaburan istilah dengan merumuskan kekuasaan
sebagai suatu potensi dari suatu pengaruh. Dengan demikian kekuasaan adalah suatu
sumber yang bisa atau tidak bisa untuk dipergunakan. Penggunaan kekuasaan selalu
mengakibatkan perubahan dalam kemungkinan bahwa seseorang atau kelompok akan
mengangkat suatu perubahan perilaku yang diinginkan.
Selain pendapat-pendapat di atas, Abdul Muiz mengungkapkan bahwa
Kekuasaan dapat didefinisikan sebagai suatu potensi pengaruh dari seorang
pemimpin. Kekuasaan seringkali dipergunakan silih berganti dengan istilah pengaruh
dan otoritas.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(1988), menjelaskan bahwa
kekuatan adalah tenaga, gaya atau kekuasaan. Sedangkan pengaruh adalah daya yang
timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau
perbuatan seseorang.
Titik perhatian yang timbul dalam pikiran adalah menyakut kekuasaan.
Dengan kekuasaan yang sejalan dengan peran dalam jabatan, seseorang dapat
memerintahkan seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang
dibebankan kepadanya untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. Jadi
bagaimanapun kekuasaan adalah kapasitas yang menyebabkan perubahan. Sebaliknya
pengaruhnya adalah terkait dengan tingkat perubahan sebenarnya dalam target
seseorang kedalam sikap, nilai, kepercayaan atau perilaku. Pengaruhnya dapat diukur
oleh perilaku atau sikap yang dimanifestasikan oleh para pengikut sebagai hasil dari
pimpinannya.
dalam kepemimpinan pendidikan, maka kita akan mempelajari sumber dari mana
kekuasaan tersebut diperoleh. Menurut Thoha (2003: 96-97) menyebut bahwa sumber
dan bentuk kekuasaan itu terbagi atas:
1. Kekuasaan legitimasi (legitimate power).
Kekuasaan ini bersumber pada jabatan yang dipegang oleh pemimpin. Secara
normal, semakin tinggi posisi seorang pemimpin, maka semakin besar kekuasaan
legitimasinya. Seorang pemimpin yang tinggi kekuasaan legitimaasinya mempunyai
kecenderungan untuk mempengaruhi orang lain, karena pemimpin tersebut merasakan
bahwa ia mempunyai hak atau wewenang yang diperoleh dari jabatan organisasinya.
Sehingga dengan demikian diharapkan saran-saran akan banyak diikuti orang lain
tersebut.
2. Kekuasaan keahlian (expert power)
Kekuasaan ini bersumber dari keahlian, kecakapan, atau pengetahuan yang
dimiliki oleh seorang pemimpin yang diwujudkan lewat rasa hormat, dan
pengaruhnya terhadap orang lain. Seorang pemimpin yang tinggi kekuasaan
keahliannya ini, kekllihatannya mempunayi keahlian untuk memberikan faasilitas
terhadap perilaku kerja orang lain.
3. Kekuasaan penghargaan (reward power)
Kekuasaan ini bersumber atas kemampuan untuk menyedikan penghargaan atau
hadiah bagi orang lain, misalnya gaji, promosi, atau penghargaan jasa. Dengan
demikian kekuasaan ini sangat tergantung pada seseorang yang mempunyai sumber
untuk menghargai atau memberikan hadiahtersebut. Tujuan dari kekuasaan ini dapat
diperkirakan secara jelas, yakni harus dinilai dengan hadiah-hadiah. Seorang
pemimpin atau manajer yang mempunyai potensi untuk melakukan penghargaan ini,
maka ia mempunyai kekuasaan atas bawahannya. Potensi itu selain dirupakan dengan
menambah nyamannya kondisi kerja, memperbaharui perlengkapan kerja, dan
memuji atas keberhasilan para pengikut menyelesaikan pekerjaannya.
Sumber dan bentuk kekuasaan di atas merupakan pendapat yang diperoleh dari
bukunya Thoha. Akan tetap Winardi (1990: 58), menyebutkan beberapa sumber dan
bentuk kekuasaan dalam kepemimpinan pendidikan. John French dan Bertram Raven
mengemukakan suatu kerangka kekuatan (Framework of Power) yang dikaitkan
dengan soal pengaruh. Mereka mengemukakan klasifikasi tersebut:
1. Kekuatan koersif (coercive power)
Disini, pemimpin yang bersangkutan mengandalkan diri pada perasaan takut
dan yang diusahakan atas perkiraan bahwa pihak bawahan menganggap bahwa
hukuman diberikan karena mereka tidak menyetujui tindakan-tindakan dan
menjadi dingin dan penuh dengan hitungan. Rasa iba yang muncul dapat memberikan
sifat spontanitas, humor, inovasi kreatif, dan aktivitas sepenuh hati serta
menyenangkan pad pemimpin. Rasa iba adalah pusat spiritual pemimpin. Rasa iba
adalah titik kompas yang mengarahkan kekuatan lain.
4. Kehadiran, Kekuatan dari kehadiran dalam diri seorang pemimpin memberikan
konteks kekuatan energetik, member dorongan kuat. Dari sinilah seseorang dapat
menciptakan ikatan emosional atau hubungan pribadi pada suatu proyek,
perusahaan, atau negara. Bagi seorang pemimpin kekuatan dari kehadiran di dalam
dirinya mencangkup sifat-sifat ambisi pribadi dan organisasi, serta menyediakan visi
yang
membrikan arti pada aktivitas. Kehadiarn merupakan sifat identifikasi dan wujud
yang dibuat orang dengan seorang pemimpin yang memotivasi, memberikan inspirasi,
menggairahkan mereka.
Seorang pemimpin yang dapat menggunakan kekuasaannya dengan baik maka para
pengikutnya akan merasa dihargai pekerjaannya dengan itu akan juga meningkatkan
kinerja pekerjaannya. Dalam konteks pendidikan, jika seorang pemimpin
menggunakan kekuasaanya secara bijaksana maka tidak khayal proses pendidikan
akan berjalan dengan lancar dan terarah demi tercapainya tujuan pendidikan.
DAFTAR RUJUKAN
Kyle, David. T. 2004. The Four Power of Leadership. Batam: Karisma Press.
Muiz, Abdul. 2008. Kepemimpinan Pendidikan (Online),
(http://amcreative.wordpress.com/kepemimpinan-pendidikan/), diakses 9 September
2012.
Thoha, Miftah. 2003. Kepemimpinan dalam Suatu Manajemen: Suatu Pendekatan Perilaku.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Winardi. 1990. Kepemimpinan dalam Manajemen. Bandung: Rineka Cipta.
Makalah Kepemimpinan dalam Pendidikan
KATA PENGANTAR
Assalamualaikumwarohmatullahiwabarokatu..
Banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita ingat. Segala
puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat,
hNdyeanygaanngjutidaudla“tKeerkpierma ibmespainrnaynaD,
saelahmingPgeansdaidyiakan”. Dalam penyusunannya, saya memperoleh banyak
bantuan dari berbagai pihak, karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu.
Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
makalah ini dapat lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua
pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
Mutu pendidikan tercapai apabila masukan, proses, keluaran, guru, sarana dan
prasarana, biaya serta seluruh komponen tersebut memenuhi syarat tertentu.
BAB II
LATAR BELAKANG
Dari sedikit penjelasan mengenai berbagai sumber daya yang ada dalam suatu
lembaga pendidikan tersebut. Keseluruhannya tidak dapat berjalan secara baik
tanpa adanya manajemen yang jelas serta adanya seorang pemimpin yang
mengarahkan serta mengawasi jalannya proses administrasi yang ada.
Maka dari itu dalam makalah ini akan dijelaskan secara singkat mengenai peran
penting seorang pemimpin maupun segala sesuatu yang berkaitan dengan
tanggungjawabnya terutama dalam sebuah lembaga pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
b. Unsur-unsur kepemimpinan.
Selain adanya syarat bagi seorang pemimpin yang baik ada beberapa Aspek
personalitas yang penting dimiliki seorang pemimpin dalam
kepemimpinan pendidikan, diantaranya :
SBeejrupmenlaghalsaifmatalnaliunaysa, nMgehnagrauysodmimi,
4. Kepribadian kelompok
g. Gaya-gaya Kepemimpinan
1. Gaya 1 = instruktif (untuk P1) Perilaku pemimpin ada pada kadar direktif
yang tinggi tetapi suporting yang rendah. Ia lebih banyak memberikan arahan
dan
pengawasan yang ketat kepada bawahan.
BAB VI
PENUTUPAN
Demikian makalah ini saya buat. Terima kasih atas perhatianya Saya menyadari masih banyak
kekurangan, sran dan kritik yang membangun senantiasa saya harapkan agar makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Wasalamualaikumwarohmatullahiwabarokatu......
Pemimpin yang bertipe demokratis menafsirkan kepemimpinannya sebagai indikator, hubungan dengan
bawahannya bukan sebagai majikan terhadap
pembantunya, melainkan sebagai saudara tua diantara temen-teman sekerjanya. Pemimpin yang
demokratis selalu berusaha menstimulasi bawahannya agar bekerja secara kooperatif untuk mencapai
tujuan bersama. Dalam tindakan dan usaha-usahanya, selalu berpangkal pada
kepentingan dan kebutuhan kelompoknya, serta mempertimbangkan kesanggupan serta kemampuan
kelompoknya.
Tipe kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam organisasi.
Tipe ini diwujudkan dengan dominasi perilaku sebagai pelindung dan penyelamat dari perilaku yang
ingin memajukan dan mengembangkan organisasi. Di samping itu, diwujudkan juga melalui perilaku
pimpinan sebagai pelaksana.
Dalam melaksanakan tugasnya, pemimpin yang demokratis mau menerima bahkan mengharapkan
pendapat dan saran-saran dari bawahannya, juga
kritik-kritik yang dapat membangun dari para bawahan yang diterimanya sebagai umpan balik
dan dijadikan bahan pertimbangan dalam tindakan- tindakan berikutnya.
Selain itu, pemimpin yang demokratis mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri dan menaruh
kepercayaan pula pada bawahannya, mereka mempunyai kesanggupan bekerja dengan baik dan
bertanggung jawab.
Pemimpin yang demokratis selalu berusaha memupuk rasa kekeluargaan dan persatuan, senantiasa
berusaha membangun semangat bawahannya dalam menjalankan dan mengembangkan daya kerjanya.
Di samping itu, juga memberi kesempatan bagi timbulnya kecakapan memimpin pada anggota
kelompoknya dengan jalan mendelegasikan kekuasaan dan tanggung jawabnya.
Pemimpin yang demokratis menurut Purwanto memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
1) Dalam menggerakkan bawahan bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu makhluk
yang termulia di dunia.
2) Selalu berusaha untuk menyinkronkan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan
tujuan pribadi bawahan.
3) Senang menerima saran, pendapat, dan kritikan dari bawahan.
Pemimpin ini berasumsi bila para personalia diperlakukan dengan baik, maka tujuan organisasi
kependidikan akan tercapai. Tetapi pada kenyataannya
manusia tidak selalu beritikad baik, walaupun ia diperlakukan dengan baik. Hal ini dapat
menyebabkan kemunduran suatu organisasi. Oleh sebab itu kepemimpinan yang baik adalah
kepemimpinan yang mengintegrasikan orientasi tugas dengan orientasi antar hubungan manusia.
Dengan mengintegrasikan dan meningkatkan keduanya kepemimpinan akan menjadi efektif, yaitu
mampu mencapai tujuan organisasi tepat pada waktunya. Sebab kepemimpinan yang efektif dapat
melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dengan baik termasuk malaksanakan perencanaan dengan baik
pula.
Pekerjaan pendidikan yang dilakukan oleh para pemimpin secara efektif ini dikatakan oleh Cunningham
dalam Pidarta (1988: 175) sebagai perencana dan manajemen kontinum yaitu : 1) manajer berdiskusi
dengan para bawahan, 2 ) Manajer dibantu oleh para bawahan, 3 ) Manajer dibantu oleh para bawahan
untuk mendapatkan cara penyelesaian yang terbaik, 4 ) Tindakan manajer disetujui oleh para bawahan.
Ditulis oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
http://kabar-pendidikan.blogspot.com
Sifat-Sifat Kepemimpinan
Upaya untuk menilai sukses tidaknya pemimpin itu dilakukan antara lain dengan
mengamati dan mencatat sifat-sifat dan kualitas atau mutu perilakunya, yang
dipakai sebagai kriteria untuk menilai kepemimpinannya. Usaha-usaha yang
sistematis tersebut membuahkan teori sifat atau kesifatan dari kepemimpinan.
Teori kesifatan atau sifat dikemukakan oleh beberapa ahli.
Dalam Handoko (1995: 297) Edwin Ghiselli mengemukakan teori mereka
tentang teori kesifatan atau sifat kepemimpinan. Edwin Ghiselli mengemukakan
6 (enam) sifat kepemimpinan yaitu : 1) Kemampuan dalam kedudukannya
sebagai pengawas (supervisory ability) atau pelaksana fungsi-ungsi dasar
manajemen. 2) Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup pencarian
tanggung jawab dan keinginan sukses. 3) Kecerdasan, mencakup kebijakan,
pemikiran kreatif, dan daya piker. 4) Ketegasan, atau kemampuan untuk
membuat keputusan-keputusan dan memecahkan masalah-masalah dengan
cakap dan tepat. 5) Kepercayaan diri, atau pandangan terhadap dirinya sehingga
mampu untuk menghadapi masalah. 6) Inisiatif, atau kemampuan untuk
bertindak tidak tergantung, mengembangkan serangkaian kegiatan dan
menemukan cara-cara baru atau inofasi.
Berbagai teori kesifatan juga dikemukakan oleh Ordway Tead dan George R.
Terry dalam Kartono (1992: 37). Teori kesifatan menurut Ordway Tead adalah
sebagai berikut: 1) Energi jasmaniah dan mental Yaitu mempunyai daya tahan,
keuletan, kekuatan baik jasmani maupun mental untuk mengatasi semua
permasalahan. 2) Kesadaran akan tujuan dan arah Mengetahui arah yang akan
dituju dari pekerjaan yang akan dilaksanakan, serta yakin akan manfaatnya. 3)
Antusiasme Pekerjaan yang dilakukan mempunyai tujuan yang bernilai,
menyenangkan, memberikan sukses, dan dapat membangkitkan semangat serta
antusiasme bagi pimpinan maupun bawahan. 4) Keramahan dan kecintaan
Kasih sayang dan dedikasi pemimpin bisa memotivasi bawahan untuk
melakukan perbuatan yang menyenangkan bagi semua pihak, sehingga
pemimpin dapat mengarahkan untuk mencapai tujuan. 5) Integritas Pemimpin
harus bersikap terbuka; merasa utuh bersatu, sejiwa dan seperasaan dengan
anak buah sehingga bawahan menjadi lebih percaya dan hormat. 6) Penguasaan
teknis
Se ti a p e m i m p in h ru s m e n g u a s a i
m e m pu n y a i ke w ib aw a a n d a n k e k u
sa tu at a u b eb e ra p a k e m a h i ra n t e k n is a g a r
a sa an u n tu k m e m i m p i n. 7 ) K e te g a s a n d a la
ia
m
mengambil keputusan Pemimpin yang berhasil pasti dapat mengambil
keputusan secara cepat, tegas dan tepat sebagai hasil dari kearifan dan
pengalamannya. 8) Kecerdasan Orang yang cerdas akan mampu mengatasi
masalah dalam waktu yang lebih cepat dan cara yang lebih efektif. 9)
Keterampilan mengajar Pemimpin yang baik adalah seorang guru yang mampu
menuntun, mendidik, mengarahkan, mendorong, dan penggerakkan anak
buahnya untuk berbuat sesuatu. 10) Kepercayaan Keberhasilan kepemimpinan
pbahdwa uampeuminmypaisneblaelrusadmidau-
ksuanmgaodl ehngkaenpearncgagyoatanbaenrjaukabnugauhnntyuak,
myaeintucappearicaya tujuan.
Teori Kesifatan menurut George R. Terry adalah sebagai berikut: 1) Kekuatan
Kekuatan badaniah dan rokhaniah merupakan syarat yang pokok bagi
pemimpin sehingga ia mempunyai daya tahan untuk menghadapi berbagai
rintangan. 2) Stabilitas emosi Pemimpin dengan emosi yang stabil akan
menunjang pencapaian lingkungan sosial yang rukun, damai, dan harmonis. 3)
Pengetahuan tentang relasi insani Pemimpin diharapkan memiliki pengetahuan
tentag sifat, atak, dan perilaku bawahan agar ia bisa menilai kelebihan dan
kelemahan bawahan yang disesuaikan dengan tugas-tugas yang akan diberikan
kepadanya.
4) Kejujuran Pemimpin yang baik harus mempunyai kejujuran yang tinggi baik
kepada diri sendiri maupun kepada bawahan. 5) Obyektif
Pertimbangan pemimpin harus obyektif, mencari bukti-bukti yang nyata dan
sebab musabab dari suatu kejadian dan memberikan alasan yang rasional atas
penolakannya. 6) Dorongan pribadi Keinginan dan kesediaan untuk menjadi
pemimpin harus muncul dari dalam hati agar mau ikhlas memberikan pelayanan
dan pengabdian kepada kepentingan umum. 7) Keterampilan berkomunikasi.
Pemimpin diharapkan mahir menulis dan berbicara, mudah menangkap
maksud orang lain, mahir mengintegrasikan berbagai opini serta aliran yang
berbeda-beda untuk mencapai kerukunan dan keseimbangan. 8) Kemampuan
mengajar Pemimpin diharapkan juga menjadi guru yang baik, yang membawa
orang belajar pada sasaran-sasaran tertentu untuk menambah pengetahuan,
keterampilan agar bawahannya bisa mandiri, mau memberikan loyalitas dan
partisipasinya. 9) Keterampilan sosial Dia bersikap ramah, terbuka, mau
menghargai pendapat orang lain, sehingga ia bisa memupuk kerjasama yang
baik. 10) Kecakapan teknis atau kecakapan manajerial. Penguasaan teknis
perlu
dimiliki agar tercapai efektifitas kerja dan kesejahteraan.
Berdasarkan teori-teori tentang kesifatan atau sifat-sifat pemimpin diatas, dapat
disimpulkan bahwa sifat-sifat kepemimpinan kepala sekolah adalah : 1)
Kemampuan sebagai pengawas supervisory ability); 2) Kecerdasan; 3) Inisiatif;
4) Energi jasmaniah dan mental; 5) Kesadaran akan tujuan dan arah; 6)
Stabilitas emosi; 7) Obyektif; 8) Ketegasan dalam mengambil keputusan ; 9)
Keterampilan berkomunikasi; 10) Keterampilan mengajar; 11) Keterampilan
sosial; 12) Pengetahuan tentang relasi insane.
Ditulis oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
http://kabar-pendidikan.blogspot.com