Anda di halaman 1dari 99

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK:

RADIOLOGIS

1. X-RAY

2. FLUOROSKOPI

3. USG

4. CT-Scan

5. MRI

6. ECHOCARDIOGRAPHY

7. ANGIOGRAPHY

8. RADIOAKTIF
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG PENULISAN


Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam
bentuk panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber
radiasi. Cabang atau spesialisasi kedokteran yang berhubungan dengan studi
penerapan berbagai teknologi pencitraan untuk mengdiagnosis dan mengobati
penyakit disebut radiologi (James et al, 2010).
Pencitraan dapat menggunakan sinar X, USG, CT Scan, tomografi emisi
Positron (PET) dan MRI. Pencitraan tersebut menciptakan gambar dari konfigurasi
dalam sebuah objek padat, seperti bagian tubuh manusia, dengan menggunakan
energi radiasi. Radiologi kadang-kadang disebut radioskopi atau radiologi klinis.
Radiologi intervensi adalah prosedur medis dengan bimbingan teknologi
pencitraan. Pencitraan medis biasanya dilakukan oleh ahli radiografi atau penata
rontgen. Seorang radiolog (dokter atau spesialis radiologi) kemudian membaca atau
menginterpretasikan gambar untuk menentukan cedera, menentukan seberapa
serius cedera tersebut atau membantu mendeteksi kelainan seperti tumor. Inilah
sebabnya mengapa pasien harus menunggu untuk mendapatkan hasil resmi sinar-X
atau gambar lainnya bahkan setelah dokter utamanya telah mengkajinya. Seorang
spesialis radiologi juga hatus menginterpretasikan hasil dan berkonsultasi dengan
dokter utama untuk menegakkan diagnosis yang akurat (Narno & Indrastuti, 2011).
Prosedur dan pemeriksaan khusus dalam keperawatan sendiri meruakan
bagian dari tindakan yang dilakukan secara tim, perawat melakukan fungsi
kolaboratif dalam memberikan tindakan. Perawat dapat memberikan penjelasan
kepada pasien yang akan memperoleh pelayanan radiologi, untuk itu perawat perlu
mengetahui konsep dari radiologi itu sendiri, fungsi radiologi, tindakan radiologi,
persiapan dan penanganan pasien pasca tindakan radiologi tertentu, dan mengetahui
kriteria radiografi dengan baik (Adler, 2010).
Perawat radiologis biasanya mengembangkan dan mengelola rencana
perawatan untuk membantu pasien memahami prosedur dan kemudian memulihkan
diri dari prosedur. Hal ini mungkin juga termasuk bekerja dengan keluarga pasien.
Perawat dapat melakukan pemeriksaan atau melaksanakan tindakan kesehatan
preventif dalam pedoman yang ditetapkan dan instruksi dari ahli radiologi. Selain
itu, perawat dapat merekam temuan dokter dan mendiskusikan kasus dengan baik
ahli radiologi atau profesional kesehatan lainnya (James et al, 2010).

1.2 TUJUAN PENULISAN


Mengingat pentingnya radiologi dalam keperawatan, maka penulis menyusun
makalah dengan tujuan:
1.2.1 Mengetahui prinsip radiasi
1.2.2 Mengetahui alat-alat dan pemeriksaan beserta jenis-jenisnya, indikasi,
kontraindikasi dalam radiologi
1.2.3 Mengetahui komplikasi dalam penggunaan radiologi
1.2.4 Mengetahui peran perawat dalam radiologi.
BAB II

2.1 Macam-macam Radiologi


2.1.1 X Ray
Sinar X adalah sebuah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan
gelombang radio, cahaya tampak, dan sinar ultraviolet, tetapi dengan panjang
gelombang yang sangat pendek yaitu hanya 1/10.000 panjang gelombang cahaya yang
kelihatan. Karena panjang gelombangnya yang pendek, maka sinar X dapat menembus
bahan yang tidak tertembus sinar yang terlihat.
Sinar X adalah salah satu dari pemeriksaan diagnostic yang paling banyak
digunakan. Meskipun terdapat kemajuan teknologi terbaru dalam radiologi, X Ray
telah berhasil mempertahankan posisinya dalam mendiagnosis penyakit yang berbeda-
beda. X Ray merupakan bagian dari spectrum elektromagnetik yang menghasilkan
radiasi. Semakin tinggi generator, semakin tinggi pula radiasinya. (Kayan, et al, 2010)
a. Prinsip X Ray
 sinar X ditembuskan kebagian tubuh pasien yang akan diperiksa dengan
kondisi penyinaran tertentu.
 Untuk memotret bagian dalam tubuh, seseorang harus berada di antara
tempat penyimpanan film dan tabung yang memancarkan sinar X
 Sinar X akan menembus kulit dan bagian tubuh lain kecuali tulang.
 Radiasi sinar X yang akan tembus akan mempunyai besaran yang berbeda
sesuai dengan daya serap organ-organ tubuh yang akan ditembusnya.
 Perbedaan akan besaran tersebut akan ditangkap oleh film X-ray dan akan
membentuk bayangan laten,
 Gambar laten tersebut setelah melalui berbagai proses pencucian akan
menghasilkan gambaran foto dari organ yang diperiksa.
 Bagian yang tidak dapat ditembus sinar X akan berwarna hitam, sedang
bagian yang dapat ditembus oleh sinar X akan berwarna putih
 Untuk radigrafer pada saat pemotretan harus berada di belakang tabir atau di
ruangan lain yang terproteksi dari radiasi sinar X. (Sari, 2012)
Gambar 1. Proses rontgen dengan sinar X
(Freudenruch, 2011)

b. Tujuan
 Untuk mendapatkan gembaran dan mengetahui kelainan anatomis
 Digunaka dalam rencana pemberian perawatan
 Membantu menegakkan diagnose . (Patel (2007)
c. Indikasi
 Pada system musculoskeletal
o Pasien dengan riwayat trauma dan didapatkan tanda fraktur
o Ditemukan adanya deformitas (kelainan kongenital, tumor, infeksi,
penyakit degenerative, penyakit metabolic, penyakit autoimun)
o Setelah dilakukan reposisi tulang dan post terapi tertentu.
 Pada system jantung dan pernapasan
o Melihat bentuk dan pembesaran jantung
o Melihat tanda-tanda kongesti paru pada gagal antung kongestif
o Ada dugaan penyakit pulmoner
o Memonitor status gangguan pernafasan dan abnormalitas yang
terjadi,
o Melihat posisi endotracheal tube atau tracheostmi tube, trauma dada.
(hopper & william, 2007)
 Pada system urologi dan GIT :
o Obstruksi usus
o Perforasi saluran cerna
o Pankreatitis
o Batu ginjal atau batu empedu.
 Pada Sistem Neurologi :
o Fraktur tulang tengkorak
o Fraktur facial
o Diastasis sutura. (Rasad, 2010)
Sedangkan Menurut Patel (2007) indikasi sinar X adalah untuk :
 Melihat gambaran dada
 Melihat gambaran abdomen
 Melihat gambaran pada system tulang : tulang belakang, sendi, penyakit
degeneratif, metabolic, dan metastae.

d. Kontraindikasi
 Tidak ada kontraindikasi yang mutlak
 Mungkin harus dihindari pada wanita sampai akhir periode reproduksi dan
wanita hamil untuk mencegah paparan radiasi. (Rasad, 2010)
Gambar 2.Proyeksi X Ray (1. Proyeksi AP, 2. Proyeksi PA, 3. Proyeksi Lateral
(Radiology for Stundents and professional, 2010)
Gambar 3. Foto manus AP dan Humerus lateral
(Radiology for Stundents and professional, 2010)

Gambar 4. X Ray Dada dan Abdomen


(Radiology for Stundents and professional, 2010)

Gambar 5. X Ray Kepala


(Radiology for Stundents and professional, 2010)

e. Komplikasi
 Pemusnahan sel-sel dalam tubuh
 Perubahan struktur genetic suatu sel
 Kanker
 Keguguran pada wanita hamil
 Kerusakan kulit. (Kayan, et al, 2010)
f. Peran Perawat

Menurut Nugrahawati (2011) dan Mohn, et al (2007) Peran Perawat dalam


prosedur pemeriksaan menggunaka sinar X adalah sebagai berikut :

 Sebelum Pemeriksaan
o Melakukan inform concent
o Menjelaskan kepada pasien tentang indikasi akan dilakukan
pemeriksaan X Ray
o Menjelaskan resiko bila terkena x-ray, untuk itu harus sesuai
indikasi
o Pasien diantar ke ruang radiologi, sesuai keadaan pasien ,
( berjalan, kursi roda,branchart)
 Saat Pemeriksaan
o Perawat membantu petugas radiologi untuk memposisikan
pasien.
o Tidak memperberat keadaan pasien
o Bila harus memegang pasien, perawat harus menggunakan
pelindung ( apron)
o Anjurkan pasien untuk menarik nafas dan menahan nafas
pada waktu pengambilan foto X Ray
o Pada dada pelaksanaan foto dengan posisi PA dapat
dilakukan dengan posisi berdiri dan foto AP lateral dapat
juga dilakukan, baju harus diturunkan sampai ke pinggang,
baju kertas atau baju kain dapat digunakan. Perhiasan harus
dilepas
o Pada jantung foto PA dan lateral, kiri dapat diindikasikan
untuk mengevaluasi ukuran dan bentuk jantung, perhiasan
pada leher harus dilepaskan, baju diturunkan hingga ke
pinggang
o Pada abdomen pelaksanaan foto harus dilakukan sebelum
pemeriksaan IVP, baju harus dilepaskan dan digunakan baju
khusus untuk pemeriksaan. Pasien tidur telentang dengan
tangan menjauh dari tubuh
o Pada tengkorak, sebelum pelaksanaan foto, penjepit rambut
harus dilepaskan, kaca mata, gigi palsu dilepas.
o Pada rangka bila dicurigai terdapat fraktur anjurkan puasa,
dan imobilisasi pada daerah fraktur.
 Sesudah Pemeriksaan
o Antar pasien ke ruangan
o Memberi saran untuk makan /minum yang bergizi, ( banyak
minum, konsumsi anti oksidan)
2.1.2 Fluoroskopi

Fluoroskopi adalah tindakan pencitraan medis yang digunakan oleh dokter untuk
mengambil gambar dari organ tubuh tertentu dan untuk melihat video pergerakan
berbagai bagian tubuh di layar fluoresen secara langsung. Tindakan ini menggunakan
teknologi sinar-X dan bahan pewarna kontras, yang membuat bagian tubuh menjadi
tidak tembus pandang dan terlihat dengan lebih jelas. Fluoroskopi umumnya
digunakan untuk mendiagnosis penyakit dan juga sebagai tindakan intervensi dalam
bidang ortopedi, respirasi, gastroenterologi, dan kardiovaskuler. (Eisenbeisz, 2016)

a. Prinsip Fluoroskopi
 System fluoroscopic modern menggunakan image intensifier dihubungkan ke
system closed circuit television (CCTV)
 Pengaturan dan pembatasan waktu penyinaran
o Sakelar memberikan peringatan yang berbunyi sebelum akhir selang
waktu dan secara otomatik mematikan alat sesudah beberapa menit
o Sakelar penyinaran harus terletak sedemikian rupa sehingga dapat
diatur oleh dokter ahli yang melakukan fluoroskopi, terlindung
terhadap kemungkinan tertekan/terputar tanpa sengaja
o Kedua tangan dan lengan bagian depan berada dalam daerah yang
terlindung terhadap radiasi hambur
o Waktu kumulatif tidak boleh dari 10 menit

 Pembatasan ukuran berkas radiasi


o Usahakan ukuran berkas radiasi sekecil mungkin, ukuran berkas
mempengaruhi penerimaan radiasi pada pasien
o Berkas yang sempit juga memperbaiki kualitas bayangan, karena
mengurangi radiasi hamburan pada tabir fluoroskopi
o Untuk proteksi radiasi hamburan di bawah tabir fluoroskopi
ketebalan tabir setara dengan 0,5-1,0 mmPb, ukurannya tidak boleh
kurang dari 45x45cm
o Diafragma harus diatur sedemikian, sehingga tidak dapat dibuka
sampai luas tertentu yang dapat menyebabkan berkas langsung
melebihi batas tabir
 Prosedur Pengoperasian
o Hanya petugas yang diperbolehkan berada dalam kamar penyinaran
o Mereka harus menggunakan apron pelindung dan jika perlu sarung
tangan pelindung, sebaik mungkin pemanfaatan penahan radiasi
tetap tersedia di tempat itu
o Untuk fluoroskopi konvensional penting dilakukan adaptasi keadaan
gelap selama 20 menit, arus listrik yang dipakai tidak boleh melebihi
4 mA pada tegangan 100 kV
o Fluoroskopi dapat dianggap sebagai alat radiograf murni
o Untuk diingat pada tegangan (kVp) yang sama, penyinaran
radiografi dengan 60mAs adalah sama dengan fluoroskopi pada 1
mA untuk jangka waktu 1 menit
 Alat keselamatan
o Tanda yang sederhana pada pintu (lampu merah menyala) dan kunci
untuk mencegah dibukanya pintu selama fluoroskopi.
o Dosimeter untuk pasien yang dapat memberikan peringatan dengan
bunyi terhadap kombinasiwaktu, ukuran berkas dan output.
o Penguat bayangan yang dipasang secara benar dan digunakan dg
hati-hati dapat memperkecil keluaran sinar-X yang dibutuhkan
sampai dengan faktor 10.
o Penguat bayangan juga memungkinkan fluoroskopi dilakukan
dengan cahaya ruangan.
o Dengan penguat bayangan arus listrik tidak boleh melebihi 1 mA
pada 100kV.
 Pemilihan alat fluoroskopi
o Pesawat harus mempunyai jarak folus-kulit yang panjang
(minimum40 cm).
o Kesetaraan aluminiumuntuk filter total (filter inheren + filter
tambahan yang secara permanen terdapat dalam berkas Sinar Guna
harus mempunyai nilai minimumseperti tertera dalam (BPTN, 2013)

Gambar 6. Fluroskopi (Sunarya, 2013)


Gambar 7. Fluroskopi

Gambar 8. Prinsip Kerja Fluroskopi (Eisenbeisz, 2016)


b. Tujuan
 Untuk menyelidiki fungsi serta pergerakan suatu organ atau system tubuh seperti
dinamika alat peredaran darah misalnya jantung dan pembuluh darah vena serta
pernafasan berupa pergerakan diafragma dan aerasi paru-paru. (Eisenbeisz,
2016)

c. Indikasi
 Ssitem GIT
o Gangguan pencernaan seperti muntah, kesulitan menelan, nyeri
perut
o Polip
o Tumor
o Memastikan keberadaan sindrom kelainan metabolisme
 System musculoskeletal
o Untuk melihat proses penyembuhan dari tulang yang rusak intinya
untuk memastikan bahwa tulang tersebut telah kembali ke posisi dan
susunan yang benar selama penyembuhan (kembali ke posisi
sebelumnya/ repair fracture)
o Proses pemasangan implant
o Penggantian sendi
 Sistem Kardiovaskular
o Penyumbatan pembuluh darah. (Eisenbeisz, 2016)

d. Kontraindikasi
o Wanita hamil (Eisenbeisz, 2016)

e. Komplikasi
 Cedera pada kulit dan jaringan seperti luka bakar
 Katarak akibat radiasi
 Kanker (Eisenbeisz, 2016)
f. Peran Perawat dalam tindakan Fluoroskopi :
 Sebelum Pemeriksaan
o Inform concent
o Jelaskan kepada klien tujuan pemeriksaan Fluoroskopi
o Jelaskan pada klien indikasi dilakukannya pemeriksaan Fluoroskopi
o Jelaskan komplikasi yang terjadi pada klien
o Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Saat pemeriksaan
o Tempatkan klien dalam ruangan yang tenang dan bercahaya redup
o Klien harus melepaskan semua perhiasan dan pakaian dalamnya dan
mengenakan baju yang sudah disediakan
o Jelaskan bahwa prosedur membutuhkan waktu 30-45 menit.
 Sesudah pemeriksaan
o Antar pasien ke ruangan
o Memberi saran untuk makan /minum yang bergizi, ( banyak minum,
konsumsi anti oksidan) . (Niluh dan Effendy (2004)

2.1.3 USG ( Ultrasonography)


Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan dalam bidang penunjang diagnostik yang
memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi yang tinggi dalam
menghasilkan imaging, tanpa menggunakan radiasi, tidak menimbulkan rasa sakit
(non traumatic), tidak menimbulkan efek samping (non invasif). Selain itu
ultrasonografi relatif murah, pemeriksaannya relatif cepat, dan persiapan pasien serta
peralatannya relatif mudah. Gelombang suara ultrasonik memiliki frekuensi lebih dari
20.000 Hz, tapi yang dimanfaatkan dalam teknik ultrasonografi (kedokteran)
gelombang suara dengan frekuensi 1-10 MHz.
Ultrasonografi dalam bidang kesehatan bertujuan untuk pemeriksaan organ-organ
tubuh yang dapat diketahui bentuk, ukuran anatomis, gerakan, organ internal, otot,
ukuran mereka, struktur, luka patologi serta hubungannya dengan jaringan lain
disekitarnya Sifat dasar ultrasound :
Sangat lambat bila melalui media yang bersifat gas, dan sangat cepat bila melalui
media padat. Semakin padat suatu media maka semakin cepat kecepatan
suaranya.Apabila melalui suatu media maka akan terjadi atenuasi.
Gambar 9. Gambar USG
a. Prinsip
 Kerja Alat Ultrasonografi (USG)
Transducer bekerja sebagai pemancar dan sekaligus penerima gelombang
suara. Pulsa listrik yang dihasilkan oleh generator diubah menjadi energi akustik
oleh transducer yang dipancarkan dengan arah tertentu pada bagian tubuh yang
akan dipelajari. Sebagian akan dipantulkan dan sebagian lagi akan merambat
terus menembus jaringan yang akan menimbulkan bermacam-macam pantulan
sesuai dengan jaringan yang dilaluinya.

Gambar 10. Transducer Image

Pantulan gema yang berasal dari jaringan-jaringan tersebut akan


membentur transducer dan akan ditangkap oleh transducer, dan kemudian
diubah menjadi pulsa listrik lalu diperkuat dan selanjutnya diperlihatkan dalam
bentuk cahaya pada layar monitor. Gelombang ini kemudian diteruskan ke
tabung sinar katoda melalui recevier seterusnya ditampilkan sebagai gambar di
layar monitor.
 Prinsip Dasar USG

Generator pulsa (oscilator) berfungsi sebagai penghasil gelombang listrik,


kemudian oleh transduser diubah menjadi gelombang suara yang diteruskan ke
medium. Apabila gelombang suara mengenai jaringan yang memiliki nilai
akustik impedansi, maka gelombang suara akan dipantulkan kembali sebagai
echo. Di dalam media (jaringan) akan terjadi atenuasi, gema (echo) yang lebih
jauh maka intensitasnya lebih lemah dibandingkan dari echo yg lebih superfisial.
Pantulan gema akan ditangkap oleh transduser dan diteruskan ke amplifier untuk
diperkuat. Gelombang ini kemudian diteruskan ke tabung sinar katoda melalui
receiver, seterusnya ditampilkan sebagai gambar di layar monitor.

b. Skema Cara Kerja USG

1. Transduser
Transduser adalah komponen USG yang ditempelkan pada bagian tubuh yang
akan diperiksa, seperti dinding perut atau dinding poros usus besar pada
pemeriksaan prostat. Di dalam transduser terdapat kristal yang digunakan untuk
menangkap pantulan gelombang yang disalurkan oleh transduser. Gelombang yang
diterima masih dalam bentuk gelombang akusitik (gelombang pantulan) sehingga
fungsi kristal disini adalah untuk m engubah gelombang tersebut menjadi
gelombang elektronik yang dapat dibaca oleh komputer sehingga dapat
diterjemahkan dalam bentuk gambar.

2. Monitor Monitor yang digunakan dalam USG


Gambar 11. Monitor USG

3. Mesin USG

Gambar 12. Mesin USG

Mesin USG merupakan bagian dari USG dimana fungsinya untuk mengolah data
yang diterima dalam bentuk gelombang. Mesin USG adalah CPUnya USG sehingga di
dalamnya terdapat komponen-komponen yang sama seperti pada CPU.
GAmbar 13. Prinsip Dasar USG
c. Tujuan
Dengan perkembangan jaman yang makin pesat, perawat sebagai salah satu
dari tim medis diharapkan dapat memahami penggunaan dari USG. Sehingga
perawat dapat menentukan diagnosa yang tepat, serta mendeteksi adanya suatu
kelainan pada diri pasien. Penentuan diagnosa yang salah pada pasien dapat
mengakibatkan penanganan pada pasien akan kurang tepat. Pemeriksaan USG
sangat bermanfaat dalam pengambilan keputusan terhadap kelainan kongenital.
Dengan demikian, kematian perinatal akibat kelainan kongenital dapat dikurangi
(Wiknjosastro, 2009).
National Institute of Health (NIH) USA menentukan indikasi untuk
dilakukannya pemeriksaan USG sebagai berikut :
Belum ada keseragaman:

a. Usia kehamilan tidak jelas

1. Diameter G.S (KG)

2. Jarak kepala bokong (crown-rump length. CRL)

3. Diameter Giparietal dan Femur

Pengukuran Biometrik:

1. Diameter gipanietal (DBP) > baik pada trimester II

2. Lingkar kepala

3. Femur
4. Lingkaran perut > paling tidak akurat

5. Lain-lain:

- Jarak biorbita

- Panjang humerus

- Panjang fibia-fibula

- Panjang radius-ulna

- Lebra serebelum

- Ukuran jantung

- Ukuran ginjal

- Ukuran limpa, dsb

Parameter yang paling sering digunakan adalah : Ukuran DBP dan Femur

- Semakin tua usia kehamilan, variasi biologik makin lebar

- Semakin tua usia kehamilan,makin berkurang ketepatan k) Semakin tua


usia kehamilan, penentuan usia kehamilan

- Semakin tua usia kehamilan, melalui pemeriksaan biometri

b. Tersangka kehamilan multiple

Dapat dijumpai lebih dari 1 kantong gestasi. Dapat diketahui dengan jelas mulai
kehamilan 6 minggu.

c. Perdarahan dalam kehamilan

Komplikasi pada Kehamilan Trimester I:

1. Perdarahan nidasi > tanda Hartman


2. Abortus > USG untuk menilai keadaan mudiqah/janin serta luasnya daerah
perdarahan intra uterin

3. Kehamilan Anembrionik (blighted ovum)

4. Molahidalidosa

d. Kehamilan Ektropik

e. Tersangka kematian mudiqah (janin)

f. Tersangka kehamilan ektopik

g. Tersangka kehamilan mola

h. Terdapat perbedaan tinggi fundus uteri dan lamanya amenorea

i. Presentasi janin tidak jelas. Pemeriksaan USG pada kehamilan Trimester II dan III :
pemeriksaan Leopold yang sukar karena pasien gemuk, kehamilan protein,
hidramion

j. Tersangka pertumbuhan janin terhambat

k. Tersangka janin besar

l. Tersangka oligohidramion/polihidramion

m. Penentuan profil tersangka biofisik janin

n. Evaluasi letak dan keadan plasenta Pemeriksaan USG pada kehamilan Trimester II
dan III: Pemeriksaan Leopold yang sukar karena pasien gemuk, kehamilan protein,
hidramin, dsb.

o. Adanya resiko/tersangka cacat bawaan Kelainan kongenital akan semakin besar,


bila ditemukan:

1. Oligohidramnion, terutama sebelum kehamilan 20 minggu

2. Hidramnion (polihidramnion)
3. Pertumbuhan janin terhambat (IUGR)

4. Kelainan bentuk tubuh (Contoh : kepala tidak oval)/struktur intrafetal (asites,


tumor)

5. Terdapat perbedaan mencolok dalam ukuran biometri satu dnegan lainnya pada
usia kehamilan

6. Plasenta yang membesar pada usia kehamilan

7. Tidak terlihat salah satu akumulikalis

8. Aktivitas biofisik janin abnormal (berkarang/bo +)

d. Indikasi

 Anasenfalus

Ditandai : tidak terbentuknya tulang-tulang frontal, parietal dan oksipetal.


Mikrosefalus

Disertai gangguan pertumbuhan otak. Biasanya mengalami kemunduran


intelektual dan gangguan pertumbuhan.

 Ensefalokel

Disebabkan oleh defek tulang kepala, biasanya terjadi di bagian oksipital,


kadang-kadang juga dibagian nasal, frontal atau parietal pada defek yang besar
sering disertai hermiasi jaringan otak (eksensefalus). Ensefalokel mudah
dideteksi dengan USG bila defek tulang kepala cukup besar, apalagi bila sudah
herniasi. Akan tetapi lesi pada tulang kepala menjadi sulit dikenali bila terdapat
digohidramin

 Spina

Pada penampang longitudinal, spina terlihat sebagai 2 garis paralel yang


ekhogenik menyerupai gambaran rel kereta api.
 Spina Bifida

Merupakan kelainan sel neural akibat kegagalan dalam proses penutupan


arkus vertebrata. Dapat terjadi di daerah lumbo sakral (90%), toraks (6%),
serukal (3%). Pada 70% kasus dijumpai adanya hidrosefalus. Toraks à dengan
melihat struktur jangtung di dalamnya. Bentuk = gell shape dengan bagian
apeks menunjuk ke arah kranial dan bagian basal dibatasi diafragma. USG:
yang dipakai penampang longitudinal melalui keempat rongga jantung (four-
chamber view)

 Abdomen

Disertai kelainan jantung, sel kemih atau kelainan pada sindroma down.
Obstruksi sel cerna bagian proximal ileum à hidramnio. Hidrops fetalis diserta
asites serta pembesarn hepar dan limfa

Kelainan abdomen dapat dideteksi dengan USG :

a. Obstruksi traktus gastrointestinal

b. Gastrokisis, omfalokel

c. Hernia umbilikalis

d. Hernia diafragma

 Traktus Urogenitalis

Banyaknya cairan amnion, terutama kehamilan trimester III, sangat


ditentukan oleh banyaknya urin yang diproduksi janin.

a. Sindrom potter (agenesis renal bilateral, oligohiodramnion, kelainan


bentuk wajah, hipoplasia paru)

b. Ginjal polikistik bilateral (resesif autosomal) à terlihat massa tumor


ekhogenik intra abdomen

c. Ginjal multikistik à unilateral à 20% (paling sering) Ø 1-2 cm à 6 cm


d. Obstruksi sel kencing distal (uretral) à kandung kencing melebar +
hidronefrosis dan dilatasi ureter

 Esktremitas

Untuk mendeteksi adanya diplasia seperti dwafisme, fekomelia,


okhondroplasi dan beberapa keadaan hipomineralisasi (akhondrogenesis,
osteogenesis, imperfekta, dsb). Kelainan jari : polidaktili, adakhili, sindaktili dan
ektrodakili.

 Alat Kelamin

Mudah diidentifikasi dengan USG setelah kehamilan 20 mg Penyulit pada :


Oligohidramin, Kehamilan multiple, Janin sungsang Petunjuk yang dapat
ditujukan untuk memberitahukan jenis kelamin pada pasien:

a. Pemeriksa telah cukup mahir dan berpengalaman dalam mengidentifikasi


jenis kelamin

b. Jangan menerka jenis kelamin apabila pemeriksa tidak yakin

c. Jangan memberitahukan jenis kelamin janin, apabila pasien tidak


memintanya secara spontan

d. Meskipun pasien memintanya, lebih bijaksana untuk tidak


memberitahukan hasil, sekiranya jawaban itu akan mengecewakan pasien.
Jenis kelamin laki-laki à penis dan skrotum Trimester III à testis dalam
skrotum (terutama bila terdapat hidrokel yang normal bnyak dijumpai)
Jenis kelamin perempuan à labia mayora dan minora Lebih sulit di
identifikasi < 24 minggu Jangan identifikasi atas dasar tidak terlihatnya
penis dan skrotum.

e. Alat bantu dalam tindakan obstetri, seperti versi luar, versi ekstraksi,
plasenta manual, dsb

e. Kontraindikasi Pemeriksaan USG


Hingga saat ini belum ditemukan adanya kontraindikasi pada pemeriksaan
USG, karena pemeriksaan ini sama sekali tidak akan memperburuk penyakit
penderita. USG juga tidak berbahaya bagi janin karena USG tidak mengeluarkan
radiasi gelombang suara yang bisa berpengaruh buruk pada otak si jabang bayi. Hal
ini berbeda dengan penggunaan sinar rontgen. USG baru berakibat negatif jika telah
dilakukan sebanyak 400 kali. Dampak yang timbul dari penggunaan USG hanya
efek panas yang tak berbahaya bagi ibu maupun bayinya. Dalam 20 tahun terakhir
ini, diagnostik ultrasonik berkembang dengan pesatnya, sehingga saat ini USG
mempunyai peranan penting untuk menentukan kelainan berbagai organ tubuh.
Jadi, jelas bahwa dalam penggunaan USG untuk menegakkan diagnosa medis tidak
memiliki kontraindikasi atau efek samping terhadap pasien

f. Jenis Pemeriksaan USG

1. USG 2 Dimensi
Menampilkan gambar dua bidang (memanjang dan melintang). Kualitas
gambar yang baik sebagian besar keadaan janin dapat ditampilkan.

2. USG 3 Dimensi
Dengan alat USG ini maka ada tambahan 1 bidang gambar lagi yang
disebut koronal. Gambar yang tampil mirip seperti aslinya. Permukaan suatu
benda (dalam hal ini tubuh janin) dapat dilihat dengan jelas. Begitupun keadaan
janin dari posisi yang berbeda. Ini dimungkinkan karena gambarnya dapat
diputar (bukan janinnya yang diputar).

3. USG 4 Dimensi
Sebetulnya USG 4 Dimensi ini hanya istilah untuk USG 3 dimensi yang
dapat bergerak (live 3D). Kalau gambar yang diambil dari USG 3 Dimensi statis,
sementara pada USG 4 Dimensi, gambar janinnya dapat “bergerak”. Jadi pasien
dapat melihat lebih jelas dan membayangkan keadaan janin di dalam rahim.

4. USG Doppler
Pemeriksaan USG yang mengutamakan pengukuran aliran darah terutama
aliran tali pusat. Alat ini digunakan untuk menilai keadaan/kesejahteraan janin.
Penilaian kesejahteraan janin ini meliputi:

- Gerak napas janin (minimal 2x/10 menit)


- Tonus (gerak janin).
- Indeks cairan ketuban (normalnya 10-20 cm).
- Doppler arteri umbilikalis.
- Reaktivitas denyut jantung janin.
g. Peran Perawat

Peran dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan oleh


individu sesuai dengan status sosialnya (Asmadi, 2006). Peran menggambarkan
otoritas seseorang yang diatur dalam aturan yang jelas. Peran perawat adalah
seperangkat tingkah laku yang dilakukan perawat sesuai dengan profesinya. Peran
perawat dipengaruhi oleh keadaan sosial maupun dari luar profesi keperawatan
yang bersifat tetap (constant) (Kusnanto, 2004). Berdasarkan beberapa pengertian
diatas maka disimpulkan bahwa peran perawat adalah semua tingkah laku yang
dilakukan perawat sesuai profesinya yang bersifat tetap dan dipengaruhi oleh
keadaan sosial maupun dari luar profesinya.

Ultrasonografi (USG) adalah sebuah teknik diagnostik pencitraan


menggunakan suara ultra yang digunakan untuk mencitrakan organ internal dan
otot, ukuran, struktur, serta patologinya, sehingga teknik ini berguna untuk
memeriksa organ. Ultrasonografi obstetrik biasa digunakan ketika masa kehamilan.

Seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi diberbagai


bidang, salah satunya bidang kesehatan mendapatkan dampak akibat kemajuan
teknologi tersebut. Banyak alat-alat kesehatan yang semakin canggih yang kini
banyak bermunculan, salah satunya yaitu USG. Munculnya alat ini tentu saja
menuntut peran perawat dalam pemanfaatan alat medis yaitu USG dalam
memberikan pelayanan asuhan keperawatan sehingga perawat sebagai salah satu
tim medis diharapkan dapat memahami penggunaan dari USG agar dapat
menentukan diagnosa yang tepat. Beberapa peran perawat profesional dalam
pemanfaatan alat medis USG untuk menunjang penegakan diagnosis, meliputi:

- Perawat sebagai pelaksana


Peran perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan dapat dilakukan perawat
dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui
pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan sehingga
dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan dilaksanakan
tindakan yang tepat sesuai. Peran perawat dalam menunjang penegakkan diagnosis
yaitu sebagai pelaksana asuhan keperawatan dengan mengaplikasikan USG sebagai
alat untuk membantu deteksi kehamilan yang meliputi:

a. Melakukan pengkajian awal kondisi pasien sebelum melakukan pemeriksaan USG


b. Memberikan informasi yang cukup mengenai pemeriksaan USG yang akan dijalani
oleh pasien
c. Menjelaskan secara benar mengenai pengertian USG, bahwa USG bukanlah suatu
alat yang dapat melihat seluruh tubuh janin atau organ kandungan, hali ini untuk
menghindarkan kesalahan harapan dari pasien. Usg hanyalah salah satu alat bantu
diagnostic didalam bidang kesehatan
d. Memposisikan pasien ditempat yang digunakan untuk pemeriksaan USG
e. Menunggu pasien yang sedang dilakukan pemeriksaan USG
f. Membantu radiologis dalam pemeriksaan USG;
g. Membantu klien kembali ke ruang perawatan;
h. Memberikan hasil pemeriksaan USG ke klien;
i. Memberikan hasil kejelasan hasil pemeriksaan USG apabila klien belum mengerti
hasil USG tersebut.
j. Memberikan informasi untuk istirahat cukup

- Perawat sebagai peneliti


Sebagai peneliti dan pengembangan di bidang keperawatan, perawat
diharapkan mampu mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip dan
metode penelitian, serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu
asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan. Penelitian di dalam bidang
keperawatan berperan dalam mengurangi kesenjangan penguasaan teknologi di bidang
kesehatan, karena temuan penelitian lebih memungkinkan terjadinya transformasi
ilmu pengetahuan dan teknologi, selain itu penting dalam memperkokoh upaya
menetapkan dan memajukan profesi keperawatan. Dalam hal ini perawat bisa
mengembangkan penelitian mengenai penerapan USG sebagai alat penunjang
penegakkan diagnosis.
 Peran Sebagai Kolabolator
Perawat sebagai anggota tim kesehatan dituntut untuk bekerja sama dengan
tenaga kesehatan lain maupun keluarga klien untuk menentukan rencana
pelaksanaan asuhan keperawatan guna memenuhi kebutuhan kesehatan klien
(Kusnanto, 2004). Peran ini dilakukan karena perawat bekerja bersama melalui tim
kesehatan lainnya yang terdiri dari dokter, bidan, fisioterapis, ahli gizi, sehingga
harapannya mempermudah perawat dalam pemanfaatan USG guna penegakan
diagnosis yang tepat.

 Peran Perawat Dalam Memanfaatkan Peralatan Medis: USG Untuk


Melakukan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan

Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada
situasi sosial tertentu. (Barbara, 1995). Peran perawat yang dimaksud adalah cara
untuk menyatakan aktifitas perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan
pendidikan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk
menjalankan tugas dan tanggung keperawatan secara professional sesuai dengan
kode etik professional. Dimana setiap peran yang dinyatakan sebagai ciri terpisah
demi untuk kejelasan. Peran Perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh
orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam sistem, dimana
dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawat maupun dari luar
profesi keperawatan yang bersifat konstan.

Uji ultrasonografi (USG) adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara


frekuensi tinggi untuk memindai perut dan rongga rahim, menghasilkan suatu citra
(sonogram) dari bayi dan plasenta. Meskipun istilah ultrasonografi dan sonogram secara
teknis berbeda, istilah ini digunakan bergantian dan merujuk ke hal yang sama (Rustam,
2008).

Dari beberapa uraian diatas, dapat dijabarkan tujuan seorang perawat melaksanakan
tugasnya dalam pemberi layanan kesehatan dan asuhan keperawatan diharapkan lebih
berperan juga terhadap pemanfaatan medis. Pemanfaatan medis dalam hal ini adalah Uji
ultrasonografi (USG). USG memang bukan wewenang dan kewajiban seorang perawat
dalam proses pengoperasian, penggunaan, intepretasi, dan sebagainya. Dalam hal ini
diharapkan perawat dituntut untuk lebih bisa mengerti dan memiliki kemampuan
pemanfaatan alat medis tersebut untuk menunjang proses asuhan keperawatan.

Bila ditelaah melalui peran perawat sendiri, ada beberapa peran perawat menurut
Konsorsium Ilmu Kesehatan tahun 1989 yang mengacu pada proses layanan kesehatan
khususnya asuhan keperawatan. Berikut ini peran perawat dalam pemanfaatan USG untuk
meningkatkan layanan asuhan keperawatan:

Pemberi Asuhan Keperawatan


Pada dasarnya tugas seorang perawat adalah memperhatikan keadaan kebutuhan dasar
manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan
proses keperawatan, dari yang sederhana sampai dengan kompleks. USG dapat
dimanfaatkan oleh perawat dalam membantu pemberian asuhan keperawatan yang
berfokus pada tindakan yang lebih spesifik. Misalnya seperti berikut ini:

1. Konfirmasi usia kehamilan


2. Evaluasi pertumbuhan janin
3. Perdarahan dalam kehamilan tanpa sebab yang diketahui
4. Evaluasi letak janin dan keadaan plasenta
5. Presentasi janin yang tidak jelas
6. Penilaian jumlah air ketuban
7. Kemungkinan kehamilan kembar
8. Kemungkinan kematian janin dalam kehamilan
9. Kemungkinan mola hidatidosa
10. Kemungkinan kehamilan ektopik
11. Adanya resiko atau disangka cacat bawaan
12. Penilaian tumor panggul pada kehamilan.
13. Advokat Pasien / Klien
Perawat dapat menginterprestasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan
atau informasi lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan
yang diberikan kepada pasien dan juga mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien.

Pemanfaatn USG dalam keadaan ini dapat perawat gunakan sebagai advokasi
dalam penentuan waktu pemeriksaan USG. Uji USG dapat dilakukan kapan saja selama
masa kehamilan dan hasilnya dapat langsung dilihat pada layar selama uji ini dilakukan.
Pemindaian transvaginal dapat digunakan di awal kehamilan untuk mendiagnose
kemungkinan kehamilan ektopik (kehamilan di luar rahim). Peran advokasi antara perawat
dan pasien dapat membantu pasien dalam menjadwalkan uji USG setiap tujuh minggu,
atau melakukan uji ini di awal kehamilan antara 6 sampai 10 minggu dan dilakukan lagi
pada usia 20 minggu. Uji USG tambahan akan dilakukan secara terpisah jika dicurigai ada
permasalahan yang berhubungan dengan kehamilan.

1. Pendidik / Edukator
Perawat dapat membantu klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan
kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan
perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan

Peran pendidik dalam pemanfaatan USG ini dapat dilakukan perawat dengan cara
menjelaskan pasien mengenai USG, seperti nama alat, manfaat, cara kerja alat, apa yang
harus diperhatikan pasien selama pengoperasian alat, dan juga menjelaskan secara umum
gambaran diagnosa medis pasien dari hasil pemeriksaan alat USG tersebut.

2. Koordinator
Perawat mengarahkan, merencanakan serta mengorganisasi pelayanan kesehatan dari
tim kesehatan sehingga pemberian pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan
kebutuhan klien.

Sebagai koordinator perawat harusnya bisa membantu mengarahkan apa yang


dibutuhkan oleh pasien sesuai dengan kepentingannya. Misalnya saja dalam pemilihan
jenis uji USG, USG 2 Dimensi, USG 3 Dimensi, USG 4 Dimensi, atau USG Doppler.

3. Kolaborator
Peran ini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan yang terdiri dari
dokter, bidan, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain berupaya mengidentifikasi pelayanan
keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan
bentuk pelayanan selanjutnya

Perawat sebagai kolaborator tentunya harus siap dan mengerti perannya sebagai
pemeriksa juga. Pemeriksa dalam hal ini diharapkan agar selalu meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya dengan cara membaca kembali buku teks atau literatur-
literatur mengenai USG, mengikuti pelatihan secara berkala dan mengikuti seminar-
seminar atau pertemuan ilmiah lainnya mengenai kemajuan USG mutakhir. Kemampuan
pemanfaatan dan penggunakan USG oleh perawat sangat ditentukan oleh pengetahuan,
pengalaman dan latihan yang dilakukannya. Contohnya saja dalm menentukan teknik
Pemeriksaan. Perawat harus mengerti beberapa teknik pemeriksaan yang dilakukan di
USG, contoh: pemeriksaan USG transabdominal, transvaginal, transperineal/translabial,
transrektal, dan Invasif

4. Konsultan
Tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk
diberikan. Peran ini dilakukan atas permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan
pelayanan keperawatan yang diberikan

Sebagai konsultas perawat wajib mengerti dan bisa menjelaskan kepada pasien
yang bersangkutan setelah proses uji USG. Contohnya saja:

a. Trimester I
- Memastikan hamil atau tidak.
- Mengetahui keadaan janin, lokasi hamil, jumlah janin dan tanda kehidupannya.
- Mengetahui keadaan rahim dan organ sekitarnya.
- Melakukan penapisan awal dengan mengukur ketebalan selaput lendir, denyut
janin, dan sebagainya.
b. Trimester II:
- Melakukan penapisan secara menyeluruh.
- Menentukan lokasi plasenta.
- Mengukur panjang serviks.
c. Trimester III:
- Menilai kesejahteraan janin.
- Mengukur biometri janin untuk taksiran berat badan.
- Melihat posisi janin dan tali pusat.
- Menilai keadaan plasenta.
5. Peneliti
Perawat bisa mengadakan perencanaan, kerja sama, perubahan yang sistematis dan
terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

Pemanfaatan alat medis USG ini mampu menjadi bahan penelitian oleh perawat. Sepeti
misalnya, akurasi/ketepatan pemeriksaan USG tidak tidak selamanya 100%, melainkan
80%. Artinya, kemungkinan ada kelainan bawaan/kecacatan pada janin yang tidak
terdeteksi atau interpretasi kelamin janin yang tidak tepat. Perawat sebagai peneliti sangat
boleh meneliti beberapa faktor yang mungkin muncul yang berhubungan dengan alat
tersebut. Contohnya antara lain:
Keahlian/kompetensi dokter yang memeriksanya.

Tak semua dokter ahli kandungan dapat dengan baik mengoperasikan alat USG.
Sebenarnya untuk pengoperasian alat ini diperlukan sertifikat tersendiri.

a. Posisi bayi
Posisi bayi seperti tengkurap atau meringkuk juga menyulitkan daya jangkau/daya
tembus alat USG. Meski dengan menggunakan USG 3 atau 4 Dimensi sekalipun, tetap ada
keterbatasan.

b. Kehamilan kembar
Kondisi hamil kembar juga menyulitkan alat USG melihat masing-masing keadaan
bayi secara detail.

- Ketajaman/resolusi alat USG-nya kurang baik.


- Usia kehamilan di bawah 20 minggu.
- Air ketuban sedikit.
- Lokasi kelainan, seperti tumor di daerah perut janin saat usia kehamilan di bawah
20 minggu agak sulit dideteksi.

2.2 CT Scan

Ada banyak pengertian mengenai CT-Scan, di antaranya:

a. Tomography (CT) adalah sinar-X dengan menggunakan teknik tomografi dimana


berkas sinar-X menembus bagian tubuh pasien dari berbagai arah. (Marthis Prokap
and Michael Galanski, 2003 Chapter 1, P : 2)
b. CT ( Computed Tomography ) merupakan alat diagnostik sinar-X dengan metode
tomografi transversal yang akan menghasilkan gambaran irisan melintang dengan
hasil tampilan dalam skala algorithma. (Grey Scale dan J.Alexander)
c. Trauma kepala atau trauma kapitis adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa
struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan
fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury Association
of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik
dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-
Brown, Thomas, 2006).
a. Prinsip
 Prinsip Dasar

Prinsip dasar CT scan mirip dengan perangkat radiografi yang sudah lebih
umum dikenal. Kedua perangkat ini sama-sama memanfaatkan intensitas radiasi
terusan setelah melewati suatu obyek untuk membentuk citra/gambar. Perbedaan
antara keduanya adalah pada teknik yang digunakan untuk memperoleh citra dan
pada citra yang dihasilkan. Tidak seperti citra yang dihasilkan dari teknik
radiografi, informasi citra yang ditampilkan oleh CT scan tidak tumpang tindih
(overlap) sehingga dapat memperoleh citra yang dapat diamati tidak hanya pada
bidang tegak lurus berkas sinar (seperti pada foto rontgen), citra CT scan dapat
menampilkan informasi tampang lintang obyek yang diinspeksi. Oleh karena itu,
citra ini dapat memberikan sebaran kerapatan struktur internal obyek sehingga
citra yang dihasilkan oleh CT scan lebih mudah dianalisis daripada citra yang
dihasilkan oleh teknik radiografi konvensional.

CT Scanner menggunakan penyinaran khusus yang dihubungkan dengan


komputer berdaya tinggi yang berfungsi memproses hasil scan untuk
memperoleh gambaran panampang-lintang dari badan. Pasien dibaringkan diatas
suatu meja khusus yang secara perlahan – lahan dipindahkan ke dalam cincin CT
Scan. Scanner berputar mengelilingi pasien pada saat pengambilan sinar rontgen.
Waktu yang digunakan sampai seluruh proses scanning ini selesai berkisar dari
45 menit sampai 1 jam, tergantung pada jenis CT scan yang digunakan( waktu
ini termasuk waktu check-in nya).

Proses scanning ini tidak menimbulkan rasa sakit . Sebelum dilakukan


scanning pada pasien, pasien disarankan tidak makan atau meminum cairan
tertentu selama 4 jam sebelum proses scanning. Bagaimanapun, tergantung pada
jenis prosedur, adapula prosedur scanning yang mengharuskan pasien untuk
meminum suatu material cairan kontras yang mana digunakan untuk melakukan
proses scanning khususnya untuk daerah perut.

 Prinsip Kerja
Gambar 14. Bagan Prinsip Kerja CT Scanner

Dengan menggunakan tabung sinar-x sebagai sumber radiasi yang berkas


sinarnya dibatasi oleh kollimator, sinar x tersebut menembus tubuh dan
diarahkan ke detektor. Intensitas sinar-x yang diterima oleh detektor akan
berubah sesuai dengan kepadatan tubuh sebagai objek, dan detektor akan
merubah berkas sinar-x yang diterima menjadi arus listrik, dan kemudian diubah
oleh integrator menjadi tegangan listrik analog. Tabung sinar-x tersebut diputar
dan sinarnya di proyeksikan dalam berbagai posisi, besar tegangan listrik yang
diterima diubah menjadi besaran digital oleh analog to digital Converter (A/D C)
yang kemudian dicatat oleh komputer. Selanjutnya diolah dengan menggunakan
Image Processor dan akhirnya dibentuk gambar yang ditampilkan ke layar
monitor TV. Gambar yang dihasilkan dapat dibuat ke dalam film dengan Multi
Imager atau Laser Imager.
Berkas radiasi yang melalui suatu materi akan mengalami pengurangan
intensitas secara eksponensial terhadap tebal bahan yang dilaluinya.
Pengurangan intensitas yang terjadi disebabkan oleh proses interaksi radiasi-
radiasi dalam bentuk hamburan dan serapan yang probabilitas terjadinya
ditentukan oleh jenis bahan dan energi radiasi yang dipancarkan. Dalam CT
scan, untuk menghasilkan citra obyek, berkas radiasi yang dihasilkan sumber
dilewatkan melalui suatu bidang obyek dari berbagai sudut. Radiasi terusan ini
dideteksi oleh detektor untuk kemudian dicatat dan dikumpulkan sebagai data
masukan yang kemudian diolah menggunakan komputer untuk menghasilkan
citra dengan suatu metode yang disebut sebagai rekonstruksi.

o Pemrosesan data
Suatu sinar sempit (narrow beam) yang dihasilkan oleh X-ray didadapatkan dari
perubahan posisi dari tabung X-ray, hal ini juga dipengaruhi oleh collimator dan
detektor. Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 15. Collimator dan Detektor

Sinar X-ray yang telah dideteksi oleh detektor kemudian dikonversi menjadi arus
listrik yang kemudian ditransmisikan ke komputer dalam bentuk sinyal melaui proses
berikut :

Gambar 16. Proses pembentukan citra


Setelah diperoleh arus listrik dan sinyal aslinya, maka sinyal tadi dikonversi ke
bentuk digital menggunakan A/D Convertor agar sinyal digital ini dapat diolah oleh
komputer sehingga membentuk citra yang sebenarnya.

Hasilnya dapat dilihat langsung pada monitor komputer ataupun dicetak ke film.
Berikut contoh citra yang diperoleh dalam proses scanning menggunakan CT
Scanner :

Gambar 17. Hasil whole body scanning

b. Tujuan penggunaan CT Scan

Menemukan patologi otak dan medulla spinalis dengan teknik


scanning/pemeriksaan tanpa radioisotope. Dengan demikian CT scan hampir dapat
digunakan untuk menilai semua organ dalam tubuh, bahkan di luar negeri sudah
digunakan sebagai alat skrining menggantikan foto rontgen dan ultrasonografi.
Yang penting pada pemeriksaan CT scan adalah pasien yang akan melakukan
pemeriksaan bersikap kooperatif artinya tenang dan tidak bergerak saat proses
perekaman. CT scan sebaiknya digunakan untuk :

- Menilai kondisi pembuluh darah misalnya pada penyakit jantung koroner,


emboli paru, aneurisma (pembesaran pembuluh darah) aorta dan berbagai
kelainan pembuluh darah lainnya.
- Menilai tumor atau kanker misalnya metastase (penyebaran kanker), letak
kanker, dan jenis kanker.
- Kasus trauma/cidera misalnya trauma kepala, trauma tulang belakang dan
trauma lainnya pada kecelakaan. Biasanya harus dilakukan bila timbul
penurunan kesadaran, muntah, pingsan ,atau timbulnya gejala gangguan saraf
lainnya.
- Menilai organ dalam, misalnya pada stroke, gangguan organ pencernaan dll.
- Membantu proses biopsy jaringan atau proses drainase/pengeluaran cairan yang
menumpuk di tubuh. Disini CT scan berperan sebagai “mata” dokter untuk
melihat lokasi yang tepat untuk melakukan tindakan.
- Alat bantu pemeriksaan bila hasil yang dicapai dengan pemeriksaan radiologi
lainnya kurang memuaskan atau ada kondisi yang tidak memungkinkan anda
melakukan pemeriksaan selain CT scan.
c. Indikasi

2.3 Menurut New Orland :


 Sakit kepala.
 Muntah.
 Umur lebih 60 tahun.
 Adanya intoksikasi alcohol.
 Amnesia retrograde.
 Kejang.
 Adanya cedera di area clavicula ke superior.
2.4 Menurut The Cranadian CT Head :
 GCS ( Glasgow Coma Score ) < 15 setelah 2 jam kejadian.
 Adanya dugaan open / depressed fracture.
 Muntah – muntah ( > 2 kali ).
 Umur > 65 tahun.
 Bukti fisik adanya fraktur di basal skull.
d. Kontraindikasi

Kontraindikasi pemeriksaan terdiri dari kontraindikasi absolut (=sama sekali


tidak boleh) dan kontraindikasi relatif (=sebaiknya jangan)

a. Kontraindikasi Absolut:
- Wanita hamil trimester pertama.
- Pada pemeriksaan dengan zat kontras, pasien mempunyai riwayat reaksi
alergi terhadap zat kontras sebelumnya.
b. Kontraindikasi Relatif:
- Kontraindikasi relative ini harus ditinjau dan dipandang dengan bijaksana
dari sudut pandang “Benefits versus Risks”. Jika ada keragu-raguan, Anda
dapat berkonsultasi dengan dokter Anda sebelum melakukan pemeriksaan
CT Scan.

Kontraindikasi relative bila pemeriksaan CT Scan menggunakan zat kontras:


 Alergi terhadap makanan yang mengandung yodium (udang, kerang, cumi) dan
obat-obatan
 Mengidap penyakit diabetes yang diberikan terapi metformin
 Asthma, penyakit ginjal, penyakit kelenjar thyroid, multiple myeloma.
 Wanita sedang menyusui.
 Anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan.
 Objek metal / logam dalam tubuh yang mungkin dapat mengaburkan gambar
yang diperoleh.
 Baru dilakukan pemeriksaan X-Ray dengan zat kontras barium yang mungkin
dapat mengaburkan gambar yang diperoleh. Atau wanita sedang menyusui
 Claustrophobia (Takut berada di ruang sempit).

e. Peran Keperawatan

1. Peran Keperawatan Terhadap Peralatan Medis Untuk Menunjang Penegakan


Diagnosis
Seiring dengan perkembangan jaman yang diiringi dengan kemajuan
teknologi di berbagai bidang, bidang kesehatan mendapatkan dampak akibat
kemajuan teknologi tersebut. Banyak alat-alat kesehatan yang semakin canggih
yang kini banyak bermunculan. Salah satu alat kesehatan yang muncul akibat
kemajuan teknologi adalah CT-Scan. Sebagai seorang perawat, perlu
penguasaan teknologi tersebut untuk menunjang dan mengoptimalkan pelayanan
dan asuhan keperawatan yang akan diberikan. Ketepatan suatu diagnosa
keperawatan akan sangat membantu dalam penanganan terapi suatu penyakit.
Oleh karena itu, dibutuhkan fasilitas yang dapat menunjang prosedur tersebut.

CT-Scan merupakan alat penunjang diagnosis yang mempunyai aplikasi


yang universal untuk pemeriksaan seluruh organ tubuh, seperti sususan saraf
pusat, otot dan tulang, tenggorokan, rongga perut. Dengan melakukan CT-Scan
diagnosa suatu penyakit akan lebih cepat ditegakkan sehingga tindakan terapi
yang optimal dapat segera dilakukan. Perawat sebagai bagian integral dalam
pelayanan kesehatan, harus dapat memahami penggunaan CT-Scan agar dapat
memberikan diagnosa keperawatan yang tepat untuk merencanakan intervensi
keperawatan yang akan dilakukan dalam menangani masalah yang dialami
pasiennya. Selama proses pemeriksaan dengan CT-Scan dilakukan, perawat
bertugas berperan sebagai advokat pasien sehuingga pasien tidak merasa takut
dan cemas serta pasien dapat merasakan kenyamanan selama prosedur
dilakukan.

Dalam menegakkan diagnose keperawatan dapat berkolaborasi dengan


tim kesehatan lainnya dengan menggunakan alat tersebut. Sehingga hasil
diagnosa yang didapatkan akan lebih cepat dan tepat dengan adanya penggunaan
CT-Scan.

2. Peran Perawat Memanfaatkan Peralatan Medis Untuk Melakukan Pelayanan dan


Asuhan Keperawatan
Seiring dengan berkembangnya kemajuan teknologi di bidang peralatan
medis maka, perawat diharuskan untuk mengetahui cara kerja serta cara
pengoperasiannya. Perawat juga harus mengetahui manfaat peralatan medis
tersebut serta memperhatikan faktor keselamatan klien. Hal ini dilakukan untuk
meminimalisir terjadinya hal yang tidak diinginkan pada klien karena seberapa
canggihnya suatu teknologi pasti memiliki resiko atau efek samping. Perawat
yang telah memahami cara kerja, cara pengoperasian, manfaat, serta resiko suatu
peralatan medis dapat meningkatkan pelayanan dan asuhan keperawatannya.
Salah satu peralatan medis yang sering digunakan adalah CT-Scan.

a. Asuhan Keperawatan
Tidak ada kontraindikasi medis terhadap pelaksanaan CT Scan pada klien.
Namun, sebagai radioaktif terlebih lagi adanya penggunaan zat kontras maka
perawat harus memperhatikan beberapa hal. Berikut ini adalah asuhan keperawatan
yang dapat dilakukan pada klien yang akan dilakukan pemeriksaan diagnostik CT
Scan .

b. Pengkajian
Pengkajian terutama ditujukan kepada penggunaan zat kontrast. Zat yang
umum digunakan adalah iodium atau barium. Perawat mengkaji apakah ada reaksi
terhadap zat kontras seperti hematoma pada tempat injeksi dan nadi pada area
sekitarnya dan mengkaji apakah klien memiliki alergi tertentu, misalnya terhadap
iodium. Penggunaan kontras dapat berbahaya karena dapat mengiritasi pembuluh
darah sedangkan, klien yang memiliki kecenderungan alergi dapat mengalami
shock anafilaktik.

c. Diagnosa
Pelaksanaan CT Scan sendiri tidak memiliki bahaya yang fatal kecuali pada
dosis radiasi yang tinggi atau telah terakumulasi sedangkan bahaya sesungguhnya
dapat terjadi pada penggunaan kontrast. Diagnosa yang dapat muncul adalah resiko
trauma b.d iritasi dan alergi akibat pemberian benda kontras. Sebagai sebuah alat
yang asing maka, CT Scan juga dapat memunculkan rasa cemas pada klien.

d. Intervensi
- Mengkaji adanya alergi terhadap zat kontras
- Memberikan informasi yang jelas dan lengkap tentang CT Scan termasuk
prosedur pemeriksaannya
- Menjelaskan tentang adanya pemberian kontras
- Memindahkan alat bantu yang mengganggu sebelum pemeriksaan
- Mengajarkan klien gejala pada reaksi alergi (takipnea, distress pernafasan,
urtikaria, mual dan muntah).
Gambar 18. Alat CT Scan
2.1.4 MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu alat kedokteran di bidang
pemeriksaan diagnostik radiologi , yang menghasilkan rekaman gambar potongan
penampang tubuh / organ manusia dengan menggunakan medan magnet berkekuatan
antara 0,064 – 1,5 tesla (1 tesla = 1000 Gauss) dan resonansi getaran terhadap inti atom
hidrogen.
Beberapa faktor kelebihan yang dimiliki-nya, terutama kemampuannya membuat
potongan koronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh pasien
sehingga sangat sesuiai untuk diagnostik jaringan lunak.
Teknik penggambaran MRI relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan
tergantung pada banyak parameter.Bila pemilihan parameter tersebut tepat, kualitas
gambar MRI dapat memberikan gambaran detail tubuh manusia dengan perbedaan yang
kontras, sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara teliti.
Untuk menghasilkan gambaran MRI dengan kualitas yang optimal sebagai alat
diag-nostik, maka harus memperhitungkan hal-hal yang berkaitan dengan teknik
penggambaran MRI, antara lain :
a. Persiapan pasien serta teknik pemeriksaan pasien yang baik
b. Kontras yang sesuai dengan tujuan pemeriksaanya
c. Artefak pada gambar, dan cara mengatasinya
d. Tindakan penyelamatan terhadap keadaan darurat (Notosiswoyo, 2004)
Gambar 19.Alat scan MRI tertutup.
(Surya, 2008)

Perkembangan MRI
Pada tahun 1946, Felix Bloch dan Purcell mengemukakan teori, bahwa inti atom
bersifat sebagai magnet kecil, dan inti atom membuat spinning dan precessing. Dari hasil
penemuan kedua orang diatas kemudian lahirlah alat Nuclear Magnetic Resonance (NMR)
Spectrometer, yang penggunaannya terbatas pada kimia saja.
Setelah lebih dari sepuluh tahun Raymond Damadian bekerja dengan alat NMR
Spectometer, maka pada tahun 1971 ia menggunakan alat tersebut untuk pemeriksaan
pasien. Pada tahun 1979, The University of Nottingham Group memproduksi gambaran
potongan coronal dan sagittal (disamping potongan aksial) dengan NMR.2 Selanjutnya
karena kekaburan istilah yang digunakan untuk alat NMR dan di bagian apa sebaiknya
NMR diletakkan, maka atas saran dari AMERICAN COLLEGE of RADIOLOGI (1984),
NMR dirubah menjadi Magnetic Resonance Imaging ( MRI) dan diletakkan di bagian
Radiologi. (Notosiswoyo, 2004)

Macam-macam MRI
MRI bila ditinjau dari tipenya terdiri dari :
a. MRI yang memiliki kerangka terbuka (open gantry) dengan ruang yang luas
b. MRI yang memiliki kerangka (gantry) biasa yang berlorong sempit.

Sedangkan bila ditinjau dari kekuatan magnetnya terdiri dari :


a. MRI Tesla tinggi ( High Field Tesla ) memiliki kekuatan di atas 1 – 1,5 T
b. MRI Tesla sedang (Medium Field Tesla) memiliki kekuatan 0,5 – T
c. MRI Tesla rendah (Low Field Tesla) memiliki kekuatan di bawah 0,5 T.

Adapun jenis pemeriksaan MRI sesuai dengan organ yang akan dilihat, misalnya :
1. Pemeriksaan kepala untuk melihat kelainan pada : kelenjar pituitary, lobang
telinga dalam , rongga mata , sinus
2. Pemeriksaan otak untuk mendeteksi : stroke / infark, gambaran fungsi otak,
pendarahan, infeksi; tumor, kelainan bawaan, kelainan pembuluh darah
seperti aneurisma, angioma, proses degenerasi, atrofi
3. Pemeriksaan tulang belakang untuk melihat proses Degenerasi (HNP), tumor,
infeksi, trauma, kelainan bawaan.
4. Pemeriksaan Musculoskeletal untuk organ : lutut, bahu , siku, pergelangan
tangan, pergelangan kaki , kaki , untuk mendeteksi robekan tulang rawan,
tendon, ligamen, tumor, infeksi/abses dan lain lain
5. Pemeriksaan Abdomen untuk melihat hati , ginjal, kantong dan saluran
empedu, pakreas, limpa, organ ginekologis, prostat, buli-buli
6. Pemeriksaan Thorax untuk melihat : paru –paru, jantung.

Sebaiknya suatu rumah sakit memilih MRI yang memiliki tesla tinggi karena alat
tersebut dapat digunakan untuk tehnik Fast Scan yaitu suatu tehnik yang memungkinkan 1
gambar irisan penampang dibuat dalam hitungan detik, sehingga kita dapat membuat
banyak irisan penampang yang bervariasi dalam waktu yang sangat singkat. Dengan
banyaknya variasi gambar membuat suatu lesi menjadi menjadi lebih spesifik.
(Notosiswoyo, 2004)
Gambar 20. Pemeriksaan pasien dengan MRI terbuka.
(Surya, 2008)

a. Prinsip Dasar MRI


Struktur atom hidrogen dalam tubuh manusia saat diluar medan magnet
mempunyai arah yang acak dan tidak membentuk keseimbangan. Kemudian saat
diletakkan dalam alat MRI (gantry), maka atom H akan sejajar dengan arah medan
magnet . Demikian juga arah spinning dan precessing akan sejajar dengan arah
medan mag-net. Saat diberikan frequensi radio , maka atom H akan mengabsorpsi
energi dari frequensi radio tersebut. Akibatnya dengan bertambahnya energi, atom
H akan mengalami pembelokan, sedangkan besarnya pembelokan arah, dipengaruhi
oleh besar dan lamanya energi radio frequensi yang diberikan. Sewaktu radio
frequensi dihentikan maka atom H akan sejajar kembali dengan arah medan magnet
. Pada saat kembali inilah, atom H akan memancarkan energi yang dimilikinya.
Kemudian energi yang berupa sinyal tersebut dideteksi dengan detektor yang
khusus dan diper-kuat. Selanjutnya komputer akan mengolah dan merekonstruksi
citra berdasarkan sinyal yang diperoleh dari berbagai irisan. (Notosiswoyo, 2004)

b. Tujuan MRI
MRI dapat memberikan informasi tentang perubahan kimia dalam sel, juga
memberikan informasi kepada perawat dalam memantau respon tumor terhadap
pengobatan. MRI scan membuat gambaran grafik dari struktur tulang , cairan, dan
jaringan lunak. MRI ini memberikan gambaran yang lebih jelas tentang detail
anatomi dan dapat membantu seseorang mendiagnosis tumor yang kecil atau
sindrom infark awal. (Muttaqin, 2008)
Pemeriksaan MRI bertujuan mengetahui karakteristik morpologik (lokasi,
ukuran, bentuk, perluasan dan lain lain dari keadaan patologis. Tujuan tersebut
dapat diperoleh dengan menilai salah satu atau kombinasi gambar penampang
tubuh akial, sagittal, koronal atau oblik tergantung pada letak organ dan
kemungkinan patologinya. (Notosiswoyo, 2004)

Gambar 21. Ilustrasi MRI pada klien dengan infark pada pons
(Muttaqin, 2008)
Gambar 22 .Hasil foto scan dengan MRI.
(Surya, 2008)

c. Instrumen MRI
Secara garis besar instrumen MRI terdiri dari:
a. Sistem magnet yang berfungsi membentuk medan magnet. Agar dapat
mengoperasikan MRI dengan baik, kita perlu mengetahui tentang : tipe magnet,
efek medan magnet, magnet shielding ; shimming coil dari pesawat MRI
tersebut
b. Sistem pencitraan berfungsi membentuk citra yang terdiri dari tiga buah
kumparan koil, yaitu
- Gradien koil X, untuk membuat citra potongan sagittal.
- Gardien koil Y, untuk membuat citra potongan koronal.
- Gradien koil Z untuk membuat citra potongan aksial .
Bila gradien koil X, Y dan Z bekerja secara bersamaan maka akan terbentuk
potongan oblik
c. Sistem frequensi radio berfungsi mem-bangkitkan dan memberikan radio
frequensi serta mendeteksi sinyal
d. Sistem komputer berfung-si untuk membangkitkan sekuens pulsa, mengon-trol
semua komponen alat MRI dan menyim-pan memori beberapa citra
e. Sistem pencetakan citra, berfungsinya untuk mencetak gambar pada film rongent
atau untuk menyimpan citra. (Notosiswoyo, 2004)
Gambar 23. Keterangan MRI
(https://rofiudin23.wordpress.com/2013/02/26/pencitraan-resonansi-magnetik-mri-magnetic-
resonance-imaging/)

d. Indikasi MRI
Menurut Patel (2007) Indikasi MRI adalah sebagai berikut :
 SSP : teknik pilihan untuk pencitraan otak dan tulang belakang
 Muskuloskeletal : pencitraan yang akurat pada kelainan persendian, tendon,
ligamen, dan otot
 Jantung : pencitraan dengan teknik gatting yang berhubungan dengan siklus
jantung memungkinkan diagnosis berbagai kondisi jantung
 Toraks : penilaian struktur vaskuler pada mediastinum
 Abdomen : organ abdomen dapat divisualisasikan dengan baik, yang dikelilingi
oleh sinyal-sinyal yang tinggi dari lemak di sekelilingnya
 Pelvis : staging neoplasma prostat , kandung kemih, dan pelvis

e. Implikasi Keperawatan dan Kontraindikasi MRI


1. Pemeriksaan ini merupakan kontra indikasi pada klien yang sebelumnya
menjalani tindakan pembedahan di mana tertanam klip hemostatic atau
ancurisma. Medan magnet yang sangat kuat menyebabkan klip seperti ini
berubah posisinya, sehingga membuat klien berisiko mengalami hemoragik
atau perdarahan.
2. Beritahukan pada klien bahwa prosedur tersebut sangat bising
3. Lakukan tindakan kewaspadaan bila klien mengalami klaustrofobia (berikan
sedasi)
4. Kontraindikasi lainnya pada klien dengan pemakaian benda logam dalam tubuh
seperti alat pacu jantung, katup jantung buatan, fragmen bullet, pin ortopedik,
alat intrauterine
5. Klien dan setiap pemberi asuhan keperawatan di ruang tersebut harus
menyingkirkan semua benda-benda dengan karakteristik magnetic (misalnya
gunting, stetoskop)
6. Sebelum klien dimasukkan ke dalam ruang MRI, semua benda-benda logam
(anting, cicin kawin, jam tangan, jepitan rambut, dan lainnya) dilepaskan,
demikian pula kartu kredit (medan magnet dapat menghapus data dalam kartu
kredit)
7. Benda-benda ini harus dibuka. Benda tersebut bila dibiarkan terpasang dapat
menyebabkan gangguan fungsi atau menjadi panas karena mengabsorpsi
energi. (Muttaqin, 2008)
8. Transfer pasien menuju ruangan MRI, khususnya pasien yang tidak dapat
berjalan (non ambulatory) lebih kompleks dibandingkan pemeriksaan imaging
lainnya. Hal ini karena medan magnet pesawat MRI selalu dalam keadaan “on”
sehingga setiap saat dapat terjadi resiko kecelakaan, dimana benda-benda
feromagnetik dapat tertarik dan kemungkinan mengenai pasien atau personil
lainnya. Upaya untuk mengatasi hal tersebut :
- meja pemeriksaan MRI dibuat mobile, dengan tujuan : pasien dapat
dipindahkan ke meja MRI di luar ruang pemeriksaan dan dapat segera
dibawa ke luar ruangan MRI bila terjadi hal-hal emergensi
- meja cadangan pemeriksaan perlu disediakan, agar dapat mempercepat
penanganan pasien berikutnya sebelum pemeriksaan pasien sebelumnya
selesai.
9. Upaya untuk kenyamanan pasien diberikan, antara lain dengan penggunaan
Earplugs bagi pasien untuk mengurangi kebisingan, penggunaan penyangga
lutut / tungkai , pemberian selimut bagi pasien, pemberian tutup kepala .
10. Untuk persiapan pelaksanaan pemeriksaan perlu dilakukan beberapa hal
berikut :
- Persiapan console yaitu memprogram identitas pasien seperti nama, usia
dan lain-lain
- Mengatur posisi tidur pasien sesuai dengan obyek yang akan diperiksa.
- Memilih jenis koil yang akan digunakan untuk pemeriksaan, misalnya
untuk pemeriksaan kepala digunakan Head coil, untuk pemeriksaan
tangan, kaki dan tulang belakang digunakan Surface coil
- Memilih parameter yang tepat, misalnya untuk citra anatomi dipilih
parameter yang Repetition Time dan Echo Time pendek, sehingga
pencitraan jaringan dengan konsentrasi hidrogen tinggi akan berwarna
hitam, untuk citra pathologis dipilih parameter yang Repetition Time dan
Echo Time panjang, sehingga misalnya untuk gambaran cairan serebro
spinalis dengan konsentrasi hidrogen tinggi akan tampak berwarna putih,
untuk kontras citra antara, dipilih parameter yang time repetition panjang
dan time echo pendek sehingga gambaran jaringan dengan konsentrasi
hidrogen tinggi akan tampak berwarna abu-abu. (Notosiswoyo, 2004)

f. Penatalaksanaan Pasien
- Untuk mendapatkan hasil gambar yang optimal, perlu penentuan center magnet
(land marking patient) sehingga coil dan bagian tubuh yang diamati harus
sedekat mungkin ke center magnet, misalnya pemeriksaan MRI kepala, pusat
magnet pada hidung.
- Untuk menentukan bagian tubuh dibuat Scan Scout (panduan pengamatan),
dengan parameter, ketebalan irisan dan jarak antar irisan serta format gambaran
tertentu. Ini merupakan gambaran 3 dimensi dari sejumlah sinar yang telah
diserap. Setelah tergambar scan scout pada TV monitor, maka dibuat
pengamatan- peng-amatan berikutnya sesuai dengan kebutuhan.
- Pemeriksaan MRI yang menggunakan kontras media, hanya pada kasus-kasus
tertentu saja . Salah satu kontras media untuk pemeriksaan MRI adalah
Gadolinium DTPA yang disuntikan intra vena dengan dosis 0,0 ml / kg berat
badan. (Notosiswoyo, 2004)

g. Prosedur Pemeriksaan
1. Baringkan klien dengan posisi datar di tempat yang disediakan yang
digerakkan masuk ke tabung yang mengandung magnet
2. Proses pemindaian ini tidak nyeri tetapi klien mendengar bunyi dentuman pada
gulungan magnet sebagai getaran magnet
3. Karena proses MRI sca menggunakan tabung yang sempit, klien dapat
mengalami klaustrofobia
4. Obat penenang dapat diberikan saat proses ini
5. Klien disiapkan dengan memberikan penyuluhan teknik relaksasi. (Muttaqin,
2008)

h. Artefak pada MRI dan Cara Mengatasi


Artefak adalah kesalahan yang terjadi pada gambar yang menurut jenisnya
dapat terdiri dari : kesalahan geometrik, kesalahan algoritma, kesalahan pengukuran
attenuasi. Sedangkan menurut penyebabnya terdiri dari :
a. Artefak yang disebabkan oleh pergerakan physiologi, karena gerakan jantung
gerakan pernafasan, gerakan darah dan cairan cerebrospinal, gerakan yang
terjadi secara tidak periodik seperti gerakan menelan, berkedip dan lain-lain
b. Artefak yang terjadi karena perubahan kimia dan pengaruh magnet.
c. Artefak yang terjadi karena letak gambaran tidak pada tempat yang seharusnya
d. Artefak yang terjadi akibat dari data pada gambaran yang tidak lengkap
e. Artefak sistem penampilan yang terjadi misalnya karena perubahan bentuk
gambaran akibat faktor kesalahan geometri, kebocoran dari tabir radiofrequens.
Akibat adanya artefak – artefak tersebut pada gambaran akan tampak : gambaran
kabur, terjadi kesalahan geometri, tidak ada gambaran, gambaran tidak bersih,
terdapat garis–garis dibawah gambaran, gambaran bergaris garis miring, gambaran
tidak beraturan.
Upaya untuk mengatasi artefak pada gambaran MRI, antara lain dilakukan
dengan cara : waktu pemotretan dibuat secepat mungkin memeriksa keutuhan tabir
pelindung radio frequensi, menanggalkan benda-benda yang bersifat ferromagnetic
bila memungkinkan, perlu kerja sama yang baik dengan pasien. (Notosiswoyo,
2004)

i. Tindakan yang Perlu Dilakukan bila Terjadi Kecelakaan


Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan
kecelakaan selama pemeriksaan MRI. Bila terjadi keadaan gawat pada pasien,
segera menghentikan pemeriksaan dengan menekan tombol ABORT, pasien segera
dikeluarkan dari pesawat MRI dengan menarik meja pemeriksaan dan segera
berikan perto-longan dan apabila tindakan selanjutnya memer-lukan alat medis
yang bersifat ferromagnetik harus dilakukan di luar ruang pemeriksaan .
Seandainya terjadi kebocoran Helium, yang ditandai dengan bunyi alarm
dari sensor oxigen, tekanlah EMERGENCY SWITCH dan segera membawa pasien
ke luar ruang pemeriksaan serta buka pintu ruang pemeriksaan agar terjadi
pertukaran udara, karena pada saat itu ruang pemeriksaan kekurangan oksigen.
Apabila terjadi pemadaman (Quenching), yaitu hilangnya sifat medan
magnet yang kuat pada gentry (bagian dari pesawat MRI) secara tiba-tiba, tindakan
yang perlu dilakukan buka pintu ruangan lebar- lebar agar terjadi pertukaran udara
dan pasien segera di bawa keluar ruangan pemeriksaan. Hal perlu dilakukan karena
Quenching menyebabkan terjadinya penguapan helium, sehingga ruang
pemeriksaan MRI tercemar gas Helium.
Selama pemeriksaan MRI untuk anak kecil atau bayi, sebaiknya ada
keluarganya yang menunggu di dalam ruang pemeriksaan. (Notosiswoyo, 2004)

j. Kelebihan MRI disbanding CT Scan


Ada beberapa kelebihan MRI dibandingkan dengan pemeriksaan CT Scan yaitu :
1. MRI lebih unggul untuk mendeteksi beberapa kelainan pada jaringan lunak
seperti otak, sumsum tulang sertamuskuloskeletal.
2. Mampu memberi gambaran detail anatomi dengan lebih jelas.
3. Mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti pemeriksaan difusi, perfusi
dan spektroskopi yang tidak dapat dilakukan dengan CT Scan.
4. Mampu membuat gambaran potongan melintang, tegak, dan miring tanpa
merubah posisi pasien.
5. MRI tidak menggunakan radiasi pengion. (Notosiswoyo, 2004)

2.1.5 Echocardiography
Echocardiography adalah salah satu teknik pemeriksaan diagnostik yang
menggunakan gelombang suara dengan frekwensi tinggi untuk memvisualisasikan
gambaran struktur dan fungsi jantung dilayar monitor.
Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit sehingga secara teknis relatif lebih
mudah dilakukan terhadap bayi, anak2 dan orang dewasa. Pemeriksaan ini dapat
mendekteksi gerakan otot-otot jantung baik yang normal maupun yang abnormal
seperti pada keadaan akibat serangan jantung. Pada anak2 dengan penyakit jantung
bawaan. Echocardiography akan dapat mengindentifikasi berbagai kelain struktrur
jantung termasuk kelainan katup dan beberapa kebocoran (defek) di sekat sekat
jantung. Keluar masuk pembuluh darah baik yang normal maupun abnormal dapat
tervisualisasi dengan baik. Walaupun demikian pada kelain bawaan yang kompleks
sekali dan sulit, tidak jarang masih diperlukan pemeriksaan katerisasi jantung sebelum
dilakukan tindakan.
Dokter akan merekomendasikan pemeriksaan Echocardiography jika ditemukan
gejala dan penyakit jantung. Pada orang dewasa umumnya bila ada gejala sakit
dada(chest pain), sesak nafas dan tanda-tanda gagal jantung. Bayi dan anak2 yang
dicurigai menderita penyakit jantung bawaan seperti PDA, VSD, ASD, TOF dan lain-
lain atau penyakit jantung didapat seperti reumatik dan penyakit Kawasaki serta
kardiomiopati mutlak memerlukan pemeriksaan Echocardiography. anak-anak yang
mendapat pengobatan suntikan anti kanker (sitostatika) sebaiknya diperiksa
Echocardiography terlebih dahulu sebelum dimulai dosis awal untuk mengevaluasi
seandainya nanti terjadi efek samping obat-obat sitostatika yang dapat merusak otot-
otot jantung. (Edler, 2004)

a. Tujuan
Echocardiography dapat memberikan informasi tentang hal-hal sebagai
berikut:
 Pembesaran jantung(kardiomegali) yang dapat terjadi akibat tekanan darah
tinggi, kebocoran katup jantung atau gagal jantung.
 Keadaan otot-otot jantung yang lemah atau jantung tidak dapat memompa
darah dengan sempurna. Kelemahan otot jantung dapat terjadi akibat tidak
memperoleh aliran darah dengan baik karena penyakit jantung koroner.
 Kelainan struktur jantung seperti yang terdapat pada penyakit jantung bawaan
seperti pada kebocoran sekat-sekat jantung.(VSD,ASD) kelainan katup dan
pembuluh darah besar serta berbagai kelainan yang telah ditemukan sejak janin
dalam kandungan.
 Evaluasi atau pemantauan selama dilakukan tindakan operasi jantung atau
selama prosedur intevensi.
 Adanya tumor di dalam jantung atau gumpalan darah yang dapat menyebabkan
stroke.
 Ditemukan bising jantung (murmur) baik pada anak maupun orang dewasa.
 Pada demam rematik dan penjakit jantung rematik.
 Membantu dokter dalam menilai kemampuan gerak otot -otot dinding jantung
akibat penyempitan pembuluh koroner, pembengkakan otot jantung (dilated
cardiomypathy), dan penebalan otot jantung (hiperthrophy cardiomypathy)
yang disebabkan hipertensi dan kelainan otot jantung bawaan. (Edler, 2004)
Sedangkan menurut Muttaqin (2009), tujuan dari ekokardiografi adalah :
- Menegakkan diagnosis kelainan structural pada jantung dan pembuluh darah
- Menetapkan derajat kelainan
- Mengevalusasi fungis kardiovaskuler
- Mengevaluasi hasil pembedahan jantung
- Mengevaluasi hasil terapi medis
- Menilai keterlibatan kardiovaskuler pada penyakit lain

Gambar 24.Kelainan VSD menggunakan echocardiography.


(Wahab, 2006)
Gambar 25. Echocardiography.
(http://medicastore.com/penyakit/3416/Ekokardiografi.html)

b. Parameter
Salah satu parameter untuk menilai fungsi jantung adalah fraksi ejeksi (EF)
nilai normal EF lebih besar) 60%. Jika EF (lebih kecil) 40% ini berarti fungsi
jantungnya sudah menurun. Diduga kuat mempunyai penyakit jantung koroner
yang berat dan dengan pronosis yang buruk. (Edler, 2004)

c. Indikasi
1. Penyakit katup jantung atau bagi pasien yang pada pemeriksaan fisik
ditemukan adanya bising jantung (mur-mur),
2. Kondisi dimana ada dugaan adanya penyakit jantung bawaan.
3. Valuasi kondisi Aorta.
4. Dugaan adanya hipertensi pulmonal, emboli paru, pembesaran jantung pada
pemeriksaan toraks foto atau pada pemeriksaan fisik, dugaan adanya efusi
perikard.
5. Gagal jantung ,
6. Adanya aritmia, untuk menilai adanya faktor pencetus intrakardiak,
7. Evaluasi fungsi jantung pada pemakaian obat,
8. Sebagai guidance/pemandu dalam tindakan fungsi perikard, pemasangan alat
pacu jantung dan lain sebagainya.
Echocardiografy tidak diindikasikan seperti halnya pemeriksaan EKG yang
merupakan pemeriksaan rutin untuk penyakit jantung koroner , melainkan sebagai
alat penunjang dan membantu dalam evaluasi fungsi jantung. Banyak hal yang
dengan pemeriksaan fisik, EKG, toraks foto, maupun treadmill tidak dapat dinilai
atau diketahui adanya kelainan. Tapi, dengan pemeriksaan ekokardiografi hal
tersebut dapat dinilai, seperti adanya gumpalan darah (trombus) dalam ruang
jantung, adanya aneurisma dinding jantung, adanya gerakan abnormal (diskinetik)
dinding jantung dan lain sebaginya. (Edler, 2004)
Menurut Kabo (2008), indikasi utama ekokardiografi adalah mendiagnosis
penyakit katup dan penyakit jantung bawaan. Ekokardiografi tidak
direkomendasikan untuk menentukan ada tidaknya PJK, akan tetapi ekokardiografi
dapat menentukan tingkat keparahan dan lokasi penyakit, juga bernilai dalam
menentukan viabilitas (kemungkinan untuk hidup) miokard bila pasien ada rencana
dilakukakn balonisasi atau operasi bypass (indikasi prognostik). Pemeriksaan
ekokardiografi untuk penderita PJK hanya sebagai pemeriksaan penunjang, jadi
tidak dilakukan secara rutin seperti EKG, kecuali ada perubahan status klinis atau
ada perubahan dalam terapi.

d. Jenis Echocardiography
Secara umum ada 4 jenis Ecocardiography yang sering dilakukan yakni :

a. Trans Thoracal Echocardiography (TTE)


Adalah standar echocardiography, tidak nyeri, tanpa efek radiasi dan non-
invasif. Non-invasif memiliki arti tidak ada operasi yang dilakukan dan tidak
ada alat yang dimasukkan ke dalam tubuh pasien melainkan alat hanya
diletakkan pada bagian luar tubuh pasien yaitu tranduser diletakkan pada dada
dengan menggunakan pelumas atau gel. Proses pemeriksaan jantung pada jenis
echocardiography ini tergolong cukup mudah. Bagian dari echocardiography
yaitu tranduser diletakkan di dada pasien. Tranduser tersebut mengirim
gelombang suara, ultrasound melalui dinding dada dan jantung pasien. Telinga
manusia tidak dapat mendengar gelombang ultrasound sehingga kita tidak
meraasakan apapun. Gelombang ultrasound tersebut memantul dari struktur
jantung dan kemudian ditangkap oleh penangkap gelombang pada mesin
echocardiography. Gelombang tersebut kemudian dikonversi oleh mesin
echocardiography menjadi gambar pada layar. Hasil analisa kemudian dapat
dilihat pada kertas yang disebut dengan echocardiogram.

Gambar 26. Pemeriksaan jantung secara Trans Thoracal Echocardiography (TTE)


(Andini, 2010)

b. Trans Esophageal Echocardiography (TEE) 


Adalah pemeriksaan jantung, menggunakan alat transduser masuk melalui
tenggorokan menuju esophagus (saluran cema atas yang terletak dekat dengan
jantung), sehingga penampilan bagian-bagian tertentu jantung akan lebih jelas.
Jenis pemeriksaan ini dilakukan untuk melihar aorta dan bagian lain dari jantung
pasien secara langsung. Dalam pengujian ini, transduser dipasang pada ujung
tabung fleksibel. Tabung kemudian dimasukkan ke dalam tenggorokan pasien
dan masuk ke kerongkongan (bagian terkemuka dari mulut ke perut anda). Hal
ini memungkinkan dokter untuk mendapatkan gambar yang lebih rinci dari
jantung pasien.
Gambar 27. Tabung fleksibel yang digunakan saat pemeriksaan Trans Esophageal
Echocardiography (TEE)
(Andini, 2010)

Gambar 28. Proses pemeriksaan secara Trans Esophageal


Echocardiography (TEE)
(Andini, 2010)
c. Stress Echocardiography 
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat gerakan otot-otot jantung lebih
akurat  dengan menggunakan alat treadmill atau memasukkan obat untuk
menstimulasi gerakan otot-otot jantung. Stress echo ini dilakukan sebagai bagian
dari tes stress. Selama tes stress, pasien disuruh berolahraga atau minum obat
(yang diberikan oleh dokter) untuk membuat jantung pasien bekerja keras dan
beat jantung menjadi lebih cepat. Seorang teknisi akan mengambil gambar
jantung pasien dengan menggunakan echocardiography sebelum pasien berolah
raga dan segera setelah pasien selesai berolahraga. Beberapa masalah jantung,
seperti penyakit jantung koroner, lebih mudah didiagnosis ketika jantung bekerja
keras dan beatnya lebih cepat.

Gambar 29. Proses pemeriksaan secara stress echocardiography


(Andini, 2010)

d. Fetal Echocardiography 

Fetal Echocardiography  juga sering disebut dengan echocardiography


janin karena jenis pemeriksaan ini digunakan untuk melihat jantung bayi yang
belum lahir. Seorang dokter dapat merekomendasiakn pemeriksaan ini untuk
memeriksa bayi untuk masalah jantung. Pemeriksaan ini dapat dilakukan selama
kehamilan sekitar 18 - 22 minggu. Untuk pemeriksaan ini, tranduser diletakkan
diatas perut ibu hamil yang mana hasilnya akan muncul di layar. (Andini, 2004)
Gambar 30. Proses pemeriksaan secara fetal echocardiography 
(Andini, 2010)

Gambar 31. Hasil pemeriksaan secara Fetal Echocardiography 


(Andini, 2010)

e. Aplikasi Klinis Echocardiography


Dokter dapat mendeteksi setiap abnormalitas pada pergerakan dinding
jantung, penebalan otot dan penyakit perikardium yang melingkupi jantung (misal:
akumulasi cairan yang terbentuk di antara otot jantung dan perikardium) dan
volume darah yang telah dipompa dari jantung setiap denyutnya.
Gambar 32. M-Mode pada katup Aorta
(Andini, 2010)

Gambar 33. Gambaran Atrium


(Andini, 2010)

Gambar 34. Gambaran regugitasi katup Mitral


(Andini, 2010)

Terdapat 3 tipe mode gelombang ultra dan teknik kerjanya:


1. Gelombang suara ultra M mode : adalah yang paling sederhana. Terdiri dari
gelombang ultra tunggal yang diarahkan pada daerah jantung dinding dada
depan.
Teknik kerja :
 Gelombang ultrasonografi akan dipantulkan dari pertemuan jaringan
manapun dan sinyal pantulan ini dapat digunakan untuk membentuk
ganbaran struktur jantung.
 Gelombang tunggal dari ultrasonografi pulsasi dan sinyal yang dipantulkan
direkam pada kertas yang bergerak, maka dapat direkonstruksi satu citra
dari saluran melalui jantung dari dinding dada ke struktur jantung posterior
seperti atrium kiri dan perikard posterior yang terletak jauh dalam dada. Hal
ini dikenal sebagai elektrokardiografi M-mode dan dengan transduser
membentuk sudut pada berbagai arah dari basis jantung menuju apeks, citra
hasil ekokardiografi M-mode bisa didapatkan setinggi katup aorta dengan
LA di belakang, setinggi katup mitral, dan setinggi potongan ventrikel
kanan dan kiri.
 Informasi struktural ditampilkan selama beberapa waktu sehingga
didapatkan beberapa siklus jantung pada satu penelusuran.
2. Gelombang suara ultra 2-dimensi : yang paling luas digunakan. menghasilkan
gambaran 2-dimensi yang lebih realistis yang oleh komputer diubah ke dalam
potongan-potongan gambar. Teknik ini dikenal sebagai teknik ekokardiografi 2-
D.
Teknik kerja:
Pencitraan jantung dua-dimensi bisa didapatkan dengan dua metode dasar.
 Pertama, sejumlah elemen ultrasonografi dapat diakumulasikan dalam satu
transduser. Tipa elemen dapat menstransmisikan pulsa ultrasonografi secara
sekuensial sehingga membentuk citra potongan melintang jantung.
 Atau, kristal ultrasonografi secara mekanik disapukan melintasi jantung
sehingga menghasilkan efek serupa.
 Citra dua-dimensi yanng dihasilkan dikonstruski dari saru seri garis M-
mode individual.
 Informasi didapatkan cukup cepat sehingga memungkinkan konstruksi 25
frane per detik sehingga menghasilkan citra real time. Citra ini
memungkinkan penilaian struktur jantung dalam format dinamis dan
berguna untuk menilai fungsi miokard global dan regional, dimensi ruang
jantung, dan kelainan katup jantung.
3. Gelombang suara ultra Doppler : teknik ini dapat mendeteksi pergerakan dan
turbulensi aliran darah dalam jantung dan pembuluh darah besar, tidak hanya
memberikan informasi srtuktural seperti yang didapatkan dari ekokardiografi
melainkan informasi hemodinamik katup dan fungsi ruang-ruang jantung,
misalnya fungsi sistolik dan diastolik ventrikel. Dengan teknik ini, gambar dapat
ditampilkan dengan warna, dikenal dengan ekokardiografi dopler berwarna
(color doppler echo).
Teknik kerja:
 Efek Doppler sebetulnya sangat familiar dengan kita semua meskipun
mungkin kita tidak mengetahuinya. Ketika sebuah kereta atau mobil
mendekati seseorang, nada suara akan meninggi akan ketika menjauh dari
pengamat, nadanya menurun.
 Hal ini disebabkan karena gelombang suara terkompresi pada satu arah dan
meregang pada arah lain, yang disebabkan gerakan kereta atau mobil.
Semaikn cepat gerakannya, semakin banyak tinggi nada suara berubah.
 Karena perubahan frekuensi proporsional dengan kecepatan struktur yang
bergerak, dalam hal ini aliran darah, maka kecepatan aliran darah dapat
diukur dengan akurat. (Gray, 2002)

f. Kelebihan Echocardiography
1. Pemeriksaan dengan ekokardiografi tidak menyebabkan nyeri karena bersifat
non-invasif.
2. Selain itu, ekokardiografi juga dapat diulang sesering yang dibutuhkan
sehingga ideal bagi pemeriksaan serial pada pasien dengan berbagai kelainan
jantung.
3. Ekokardiografi dapat memberikan informasi spesifik dan cepat mengenai
keterlibatan katup ketika semua alat penunjang diagnostik lain telah gagal
memberikan diagnostik, termasuk katerisasi jantung dan angiografi. Sebagai
contoh ruptur otot papilaris akibat infark miokard akut, tumor jantung,
vegetasi, aneurisma aorta, kerusakan daun katup, dsbnya.
4. Pemeriksaan katerisasi jantung seperti ventrikulografi kiri dapat menetapkan
keparahan regurgitasi katup namun jarang dapat menentukan dengan spesifik
faktor penyebabnya (etiologi), tetapi justru dapat dideteksi dengan jelas dengan
ekokardiografi.
5. Pemeriksaan dengan ekokardiografi pada kasus penyakit jantung koroner,
pemeriksaan dengan ekokardiografi dapat mengenali jumlah miokardium yang
beresiko selama iskemia atau infark akut dengan cepat dan tepat.
6. Pemeriksaan dengan ekokardiografi memiliki implikasi prognostik yang
penting pada berbagai akibat dari penyakit jantung koroner seperti dalam
menetukan tindakan dan pengobatan terhadap pasien infark jantung,
pemeriksaan dan keputusan ekokardiografi menjadi sangat bermanfaat karena
sanggup membedakan mana yang perlu dilakukan pendekatan bedah atau
intervensi non-bedah misalnya angioplasi koroner (PTCA).
7. Pemeriksaan dengan ekokardiografi dan doppler jantung dalam menenetukan
hemodinamik jantung sangat penting dalam menentukan diagnosa kelainan
jantung secara tepat. Sebagai contoh: pada gagal jantung nonvalvular termasuk
hipertensi, miopati, iskemik, penyakit perikard, ekokardiografi sanggup
membedakan antara kegagalan fungsi sistolik dan diastolik. Pembedaan ini
perlu karena pendekatan pengobatan menjadi berbeda, walaupun keduanya
adalah gagal jantung. (Gray, 2002)

g. Keterbatasan Echocardiography
Meskipun ekokardiografi telah merevolusi evaluasi anatomi dan fungsi
jantung, ekokardiografi tetap memiliki sejumlah keterbatasan , yaitu:
1. Ultrasonografi tidak dapat menembus kavitas berisi udara seperti jaringan paru,
dan hal ini membatasi lapang pandang ekokardiografi pada prekordium untuk
pencitraan ekokardiografi.
2. Selain itu, juga diperlukan latihan-latihan khusus dalam mendapatkan citra
ekokardiografi berkualitas tinggi, serta subjektivitas dalam interpretasi.
3. Kecepatan aliran yang melalui katup stenotik atau regurgitas dapat terukur
lebih rendah dengan ultrasonografi Doppler jika arah gelombang ultrasonografi
berada pada sudut yang besar terhadap aliran darah atau jika jet yang sempit
tidak pada posisi yang tepat dengan sinyal Doppler.
4. Perkiraan tinggi (over estimation)kecepatan aliran lebih jarang terjadi, namun
gradien katup instantaneus yang didapatkan dangan ultrasonografi Doppler
gelombang kontinyu dapat lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan
gradien yang didapatkan dengan membandingkan tekanan puncak setelah
menarik kateter melalui katup (gradien puncak ke-puncak) pada katerisasi
jantung.
5. Pengukuran yang dilakukan pada berbagai waktu dan/atau dalam keadaan
fisiologis yang berbeda akan menghasilkan nilai yang bervariasi bermakna.
(Gray, 2002)

2.1.6. Angiography

Angiography adalah pencitraan pembuluh darah menggunakan air-larut ionik atau


nonionik media kontras sinar X disuntikkan ke dalam aliran darah arteri (arteriografi) atau
vena (Venography).Untuk pembuluh getah bening, media kontras digunakan berminyak. 
Angiografi/Cath Lab adalah prosedur pemeriksaan invasif dengan sinar X (X-Ray) yang
bertujuan menggambarkan pembuluh darah di berbagai bagian tubuh.Ingin kenal lebih
jauhberikutpenjelasannya. 
Injeksi bahan kontras ke arteri dan vena dilakukan baik secara langsung melalui
tusukan jarum, atau menggunakan kateter angiografik percutaneously dimasukkan paling
sering dibuat dari polietilen, poliuretan atau nilon.Kontras injeksi dilakukan dengan tangan
(terutama di tusuk jarum langsung atau dalam arteri kaliber kecil.
Studi angiografik secara rutin dilakukan dengan anestesi lokal. Setelah infiltrasi kulit dan
jaringan sekitar arteri atau vena yang akan ditusuk, sayatan kulit kecil dibuat, dan arteri
yangditusukdenganjarumangiografik.
Angiografi sangat bermanfaat untuk memperlihatkan tumpukan plak pada
pembuluh darah jantung, mendeteksi plak pada arteri carotis di leher yang menggangu
aliran darah ke otak yang menyebabkan stroke, mengetahui kelainan pada pembuluh darah
di otak, serta mengidentifikasi aneurisma intracranial atau bahkan adanya aneurisma
pembuluh darah aorta.(Prima, 2014).
a. Tujuan
1. Untuk mendeteksi problem pada pembuluh darah yang ada di dalam atau
yang menuju otak (contohnya, aneurysma, malformasi pembuluh datah,
trombosis, penyempitan atau penyumbatan)
2. Untuk mempelajari pembuluh darah otak yang letaknya tidak normal (karena
tumor, gumpalan darah, pembengkakan, spasme, tekanan otak meningkat,
atau hydrocephalus)
3. Untuk menentukan pemasangan penjepit pembuluh darah pada saat
pembedahan dan untuk mencek kondisi pembuluh tersebut.(Prima, 2014).

b. Jenis-jenis angiografi
1. Angiografi Cerebral
Yaitu zat kontras disuntikan ke arteri karotis dan arteri vertebral bertujuan
untuk mendeteksi Aneurisma serebrovaskular, trombosis cerebral, hematoma,
tumor dari peningkatan vaskularisasi, plak serebral atau spasme dan untuk
mengevaluasi aliran darah serebral.

Gambar 35. Angiogram serebral menunjukkan adanta aneurisma


(Ginsberg, 2008)

2. Angiografi Pulmonal
Yaitu kateter dimasukan ke arteri pulmonalis dan kontras disuntikan untuk
melihat pembuluh
darah pulmonal. Bertujuan
untuk mendeteksi
emboli
paru,tumor,perubahan vaskuler yang berhubungan dengan emfisema dan untuk
mengevaluasi sirkulasi pulmonal.

Gambar 36. Angiogram pulmonal normal


(Patel, 2007)

3. Angiografi Ginjal
Yaitu pemeriksaan ini memungkinkan penglihatan terhadap pembuluh dan
parenkim ginjal dan untuk mendeteksi kelainan pembuluh di aorta serta untuk
memperlihatkan hubungan ginjal ke aorta.Angiografi Ginjal dilakukan dengan
tujuan untuk mendeteksi stenosis arteri ginjal, trombus atau emboli ginjal dan untuk
menentukan faktor penyebab hipertensi atau gagal ginjal, serta untuk mengevaluasi
sirkulasi ginjal.
Gambar 37. Angiogram ginjal
( http://medicastore.com/penyakit/3383/Angiografi_Ginjal.html)

4. Angiografi Coroner
Yaitu pemeriksaan yang memungkinkan melihat kondisi pembuluh darah di
daerah jantung. (Prima, 2014).

Gambar 38. Angiogram koroner kanan normal


(Patel, 2007)

Gambar 39. Angiogram koroner kiri normal


(Patel, 2007)
Gambar 40. Angiogram yang menunjukkan adanya aneurisma aorta abdominalis bawah
(Patel, 2007)

c. Indikasi Angiografi
1. Penyakit coroner
- Serangan angina baru
- Angina tidak stabil
- Iscemia tidak tampak
- (Treadmill Test positif) - TMT
- Nyeri dada
2. Infark miocard
- Angina tidak stabil post infark
- Gagal thrombosis
- Shock
- Komplikasi mekanik
3. Evaluasi :
- Post operasi CABG (Coronary Bypass Graff)
- Post PTCA
- Penelitian(Prima, 2014).

d. Kontraindikasi Angiografi
1. Relatif
- Cronic heart failure tidak terkontrol, hipertensi, aritmia
- Cerebrovasculer accident / cerebrovasculer desease
- Infeksi / demam
- Elektrolit inbalance
- Perdarahan gastro intestinal akut
- Kehamilan
- Anti koagulasi
- Pasien tidak kooperatif
- Keracunan obat
- Gagal ginjal
2. Mutlak
- Tidak cukup perlengkapan / fasilitas(Prima, 2014).

e. Prosedur
- Persiapan
a. Alat
1) Satu set angio pack yang terdiri dari
- Abdominal sheet 1
- Towel segi empat 3
- Lithotomy sheet 1
- I/I cover 1
- Hand towel 2
- Goun 2
- Sigle Layer 1
2) Satu set angio instrument yang terdiri:
- Sponge Holder 1
- Towel Clip 4
- Arteri klem besar 1
- Arteri klem kecil 1
- Galipot 2
- Kidney disk 2
- Round bowl 1
- Tray 1
3) Gauze swab 2 pack
4) Gauze depper 1 pack
5) Syringe 10 cc 2
6) Blade scapel No: 11 1
7) Nedle percutan 1
8) Introduser sheath 1 set
9) J wire 0.038 inc 3 mm 150 cm 1
10) Kateter Judkin Left 4 6 F 1
11) Kateter Judkin Right 4 6 F 1
12) Kateter pigtail 6 F bila diperlukan
13) Pressure monitor Line152 cm 1
14) Glove steril 1 pc
15) Three Way rotating 1
16) Dome steril 1
17) Cairan :
- Nacl 0.9 % + heparin 2500 iu 2 flb
- Betadin Solution secukupnya
- Alkohol 70% secukupnya
18) Obat-obatan
- Lidokain 2%/xylocain 5 amp/20 cc
- Kontras secukupnya

- PASIEN
- Pasien biasanya di puasakan 4 – 6 jam sebelum tindakan dan dilakukan
pemeriksaan lab ( Hb, Ht, ureum, creatinin)
- Berikan penjelasan tentang tindakan / prosedur yang akan dilakukan,
tehnik batuk, nafas dalam dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan
selama tindakan berlangsung

f. Administrasi
 Informed concent
 Status/file pasien
 Surat jaminan
g. Prosedur
o Pasien masuk ruang tindakan
o Dilakukan perekaman EKG (Elektrokardiografi) 12 lead
o Preparasi daerah yang akan dilakukan pungsi bila FEAR(Femoral arteri
right) bersihkan daerah inguinalis kanan dan kiri dengan betadin
10%secara aseptik dan anti septik
- Bila di radialis / brakialis bersihkan dengan betadin 10% daerah
sekitarnya .dengan teknik aseptic dan antiseptik.
o Tutup daerah ,tusukan dengan duk.lubang,daerah dada dan perut dengan
laken dan daerah extremitas bawah dengan laken besar,semua dalam
keadaan steril.
o Dilakukan anestesi lokal dahulu ,dengan lidocain 2 % kemudian dibuat
sayatan /luka kecil.
o Dilakukan pungsi FEAR , masukan J wire / pendek.
o Setelah J wire pendek masukan sheath jarum dicabut wire dipertahankan
pada pembuluh darah, kemudian sheath masuk bersama introduser J wire
pendek, dicabut
o Spoel sheath dengan NaCL + heparin 2500 iu,
sebelumnya .aspirasi ,spoul sampai bersih.
o Masukan kateter JUDKIN RIGHT 4. 6 F .yang didalam nya sudah ada J
wire panjang. masukan sampai + 1/3 bawah lutut dan tahan wire.
o Bila kateter sudah sampai di sinus valsava, dorong wire panjang pada
saat sistolik supaya masuk ke LV(Left Ventrikel),setelah masuk LV tarik
wire panjang .saambung dengan three way aspirasi sedikit kemudian di
lakukan pengukuran dan pullback kateter untuk mengukur gradien .
o Bila kateter sudah masuk ke muara RCA(Right Coronary Arteri)
o Dilakukan kororanografi dengan posisi RAO(Right Anterior Obliqe) 300
dan LAO(Left Anterior Obliqe) 400, CRANIAL 150 – 200.
o Cabut cartheter dan ganti dengan JUDKIN LEFT 4 6 F.
o Lakukan pengambilan gambar pada posisi :
• LAO – CRANIAL ( 400 – 250
• RAO – CAUDAL ( 20 – 20 )
• CRANIAL ( 300 )
• CAUDAL ( 30 )
• ( LAO 45 – CAU 20 )
o Cabut kateter dan ganti dengan pigtail untuk LV grafi bila diperlukan.
o Masukkan pigtail sampai LV dan sambung kateter dengan alat injektor
dengan ketentuan volume 30 kecepatan 12 ml / sec dengan posisi RAO
30 tekanan 450 Psi
o Prosedur selesai pasien diberi penjelasan bersihkan daerah tusukan, alat –
alat di bersihkan dan di rendam
o Pasien di pindahkan ke RR(Recovery Room).(Prima, 2014).

h. Implikasi Keperawatan
- Instruksi post Arteriografi
 Bed rest total 24 jam dengan kaki kanan tidak boleh ditekuk di inguinal
 Awasi vital sign (TD, N, RR) tiap ½ jam pada 3 jam pertama, selanjutnya
maintenance
 Awasi tanda-tanda alergi kontras. Jika ada berikan dexamethason 1
Amp/iv
 Awasi adanya tanda-tanda hematoma di inguinal/ femur dextra. Jika ada,
drag bantal pasir dikuatkan
 Drag bantal pasir dilepas setelah 8 jam. Selanjutnya pasien boleh miring
kanan kiri.
 Setelah 24 jam, pasien boleh duduk dan berjalan
 Diet rendah lemak dan kolesterol.
 Antibiotik diberikan dari bangsal selama 3 hari (Jenis antibiotik sesuai
preferensi dokter bangsal)
 Jika kesakitan, beri analgesik
 Inj Ondansentron 8 mg tiap pagi selama 2 hari.
 Melaporkan ke dokter bila ditemukan gejala yang lain. (Chieko, 2016)
- Perawatan pasca angiografi

Berpakaian Jika perban tidak diambil di rumah sakit, pasien dapat melepasnya
setelah sampai di rumah, kecuali diperintahkansebaliknya.

Mandi Pasien dapat mandi dengan sabun dan air 24 jam setelah prosedur.
Pasien tidak bolehberenang, atau berendam di hot tub atau Jacuzzi
sampai kontrol berikutnya

Latihan Pasien dapat melanjutkan berjalan di rumah. Setelah 24 Jam,


Pasien dapat berjalan kaki sampai Pasien terbiasa.

Aktivitas seksual Pasien dapat melakukan setelah 48 jam, kecuali disarankan


sebaliknya.

Pekerjaan rumah Pasien dapat melakukan pekerjaan rumah tangga


tangga (hidangan/Binatu)

Mengangkat Jangan mengangkat beban lebih dari 5kg untuk 3 hari pertama di
rumah.

Mengemudi Pasien dapat mengemudisetelah 24 jam, kecuali disarankan


sebaliknya

Pekerjaan Tergantung pada jenis pekerjaan.

Obat Meminum obat sesuai petunjuk


Diet Ikuti diet rendah lemak, rendah kolesterol. Jika Pasien memiliki
pembatasan makanan tertentu (yaitu kencing manis), diet sesuai
penyakit.

Rokok Merokok merupakan faktor risiko besar untuk penyakit yang


paling. Jika Pasien Merokok, Pasien sangat disarankan untuk
berhenti. Berbicara dengan dokter Pasien untuk bantuan.

Memberitahu dokter Suhu lebih dari 101,5. Pendarahan di tempat suntikan, kaki putih,
jika: mati rasa, dingin, sangat menyakitkan, atau jika benjolan yang
muncul di situs sayatan.

Tindak lanjut janji Jadwal dan menjaga janji selama 7-10 hari prosedur posting.
Dokter jantung akan memeriksa situs tusukan di penunjukan ini.

i. Komplikasi
- Komplikasi minor meliputi:
 Perdarahan dan memar pada daerah insisi
 Infeksi pada daerah insisi
 Reaksi alergi terhadap kontras
- Komplikasi mayor meliputi:
 Kerusakan ginjal
 Serangan jantung
 Stroke
 Kerusakan pembuluh darah yang memerlukan tindakan bedah lanjutan.
 Reaksi anafilaksis(Chieko, 2016)
2.2 RADIOAKTIF
2.2.1 Prinsip
Radioisotop adalah suatu unsur radioaktif yang memancarkan sinar
radioaktif. Radioaktif mempunyai peranan penting dalam melengkapi kebutuhan
manusia di berbagai bidang. Salah satunya di bidang kedokteran dan kesehatan.
Penggunaan radioisotop di bidang kesehatan untuk keperluan radiodiagnostik dan
radioterapi dalam kedokteran nuklir. Teknik nuklir dengan menggunakan
radioisotop di bidang kedokteran nuklir dimulai pada tahun 1930-an sebagai wujud
dari perkembangan ilmu dan teknologi. Sedangkan di Indonesia dimulai pada tahun
1967 tidak lama setelah peresmian reaktor nuklir di Bandung (Dureh, 2010).
Ilmu kedokteran nuklir merupakan salah satu ilmu cabang kedokteran yang
memanfaatkan sumber radiasi terbuka dari disintegrasi inti radioaktif buatan untuk
tujuan diagnostik melalui pemantauan proses fisiologi dan biokimia.
Dewasa ini, aplikasi tenaga nuklir dalam bidang kesehatan telah
memberikan sumbangan yang sangat berharga dalam menegakkan diagnostik
maupun terapi berbagai jenis penyakit. Berbagai disiplin ilmu kedokteran seperti
ilmu penyakit dalam, ilmu penyakit saraf, ilmu penyakit jantung, dan sebagainya
telah mengambil manfaat dari tehnik nuklir (Dureh, 2010).

2.2.2. Jenis
- Radioterapi eksternal (radioterapi konvensional).
Pada terapi eksternal, mesin akan mengeluarkan sinar radiasi pada tempat
kanker dan jaringan sekitarnya. Mesin yang digunakan dapat berbeda,
tergantung dari lokasi kanker. Banyaknya dosis radiasi yang digunakan dihitung
dengan ukuran grays (Gy). Dosis yang diberikan tergantung jenis dan luas
tumor. Beberapa kasus yang bersifat kuratif, dosis yang diberikan sebesar 50
sampai 70 Gy, sedangkan limfoma diobati dengan dosis 20 to 40 Gy. Untuk
terapi adjuvan sekitar 50 – 60Gy.
- Radioterapi internal (Radioisotope Therapy (RIT))
Radioterapi diberikan melalui cairan infus yang kemudian masuk ke dalam
pembuluh darah atau dapat juga dengan cara menelannya. Contoh obat
radioterapi melalui infus adalah metaiodobenzylguanidine (MIBG) untuk
mengobati neuroblastoma, sedangkan melalui oral contohnya iodine-131 untuk
mengobati kanker tiroid (Akhadi, 2010).

2.2.3. Tujuan
Cabang ilmu kedokteran yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik
pendek, seperti sinar x disebut radiologi. Radiologi dimanfaatkan untuk
menunjang diagnosis penyakit. Dalam dunia kedokteran nuklir, prinsip radiologi
dimanfaatkan dengan memakai isotop radioaktif yang disuntikkan ke dalam
tubuh. Kemudian, isotop tersebut ditangkap oleh detektor di luar tubuh sehingga
diperoleh gambaran yang menunjukan distribusinya di dalam tubuh. Sebagai
contoh untuk mengetahui letak penyempitan pembuluh darah, digunakan
radioisotop natrium. Kemudian jejak radioaktif tersebut dirunut dengan
menggunakan pencacah Geiger. Letak penyempitan pembuluh darah ditunjukan
dengan terhentinya aliran natrium. Selain digunakan untuk mendiagnosis
penyakit, radioisotop juga digunakan untuk terapi radiasi. Terapi radiasi adalah
cara pengobatan dengan memakai radiasi. Terapi seperti ini biasanya digunakan
dalam pengobatan kanker. Pemberian terapi dapat menyembuhkan, mengurangi
gejala, atau mencegah penyebaran kanker, bergantung pada jenis dan stadium
kanker (Endang, 2010).

2.2.4. Manfaat radioisotop dalam bidang kedokteran dan kesehatan


Banyak radioisotop yang digunakan dalam bidang kesehatan dan kedokteran
dan masing-masing radioisotop tersebut memiliki manfaat yang berbeda, antara
lain:
- I-131 Terapi penyembuhan kanker Tiroid, mendeteksi kerusakan pada
kelenjar gondok, hati dan otak.
- Pu-238 energi listrik dari alat pacu jantung.
- Tc-99 & Ti-201 Mendeteksi kerusakan jantung.
- Na-24 Mendeteksi gangguan peredaran darah.
- Xe-133 Mendeteksi Penyakit paru-paru.
- P-32 Penyakit mata, tumor dan hati.
- Fe-59 Mempelajari pembentukan sel darah merah.
- Cr-51 Mendeteksi kerusakan limpa.
- Se-75 Mendeteksi kerusakan Pankreas.
- Tc-99 Mendeteksi kerusakan tulang dan paru-paru.
- Ga-67 Memeriksa kerusakan getah bening.
- C-14 Mendeteksi diabetes dan anemia.
- Co-60 Membunuh sel-sel kanker (Arma, 2011).

2.2.5. Indikasi
- Hipertiroid
- Kanker
- Pasien post operasi dan kemoterapi yang sering disebut sebagai “adjuvant
therapy” atau terapi tambahan dengan tujuan agar terapi bedah dan
kemoterapi yang diberikan lebih efektif (Arma, 2011).

2.2.6. Kontraindikasi
- Kehamilan
- Pada penderita pria yang sebelumnya telah memiliki masalah pada
kesuburan, terapi ini dapat memperburuk infertilitasnya (Arma, 2011).

2.2.7. Komplikasi
- Hipotiroid
Akibat penghancuran kelenjar tiroid, yang biasanya terjadi 2-3 bulan setelah
pemberian terapi iodium radioaktif. Pemantauan klinis pada penderita dan
pemeriksaan rutin kadar hormon tiroid perlu dilakukan setiap bulan atau bila
ada keluhan yang bermakna. Pada saat penderita menjadi hipotiroid, maka
penderita tersebut memerlukan suplemen hormon tiroid seumur hidup untuk
memenuhi kekurangan hormon tiroid yang terjadi.
- Krisis tiroid
Dapat ditemukan pada penderita usia lanjut atau dengan kondisi yang kurang
baik. Masalah ini dapat diatasi dengan pemberian OAT.
- Tiroiditis
- Oftalmopati (Nurlaila, 2010).

2.2.8. Peran Perawat


Pencegahan atau proteksi radiasi
 Tujuan proteksi radiasi:
a. Pada pasien: dosis radiasi diberikan harus sekecil mungkin sesuai
keharusan klinis.
b. Pada personil: dosis radiasinyang di terima yang ditekan serendah
mungkin dan dalam keadaan bagaimanapun juga tidak boleh
melebihi dosis maksimum yang di perkenankan.
 Tiga cara pengendalian tingkatan pemaparan radiasi:
1. Jarak
Ternyata cara ini efektif karena intensitas radiasi di pengaruhi oleh
hukum kuadarat terbalik.
2. Waktu
Pemaparan dapat diatur dengan waktu melalui berbagai jalan, yaitu:
 Membatasi waktu generator dihidupkan
 Pembatasan waktu berkas diarahkan keruang tertentu
 Pembatasan waktu ruang dipakai.
3. Perisai
Perisai ini dibuat dari timbale atau beton ,ada 2 jenis perisai, yaitu:
 Periasi primer, membrri proteksi terhadap radiasi primer (berkas
sinar guna). Tempat tabung sinar X dan kaca timbal pada tabir
fluoroskopi merupakan perisai primer.
 Perisai sekunder, member proteksi terhadap radiasi sekunder
(sinar bocor dan hambur). Tabir sarat timbale pada tabir
fluoroskopi edan perisai yang dapat dipindah- pindahkan,
merupakan perisai sekunder.

2.2.9. Petunjuk bagi pasien yang mendapat pengobatan


iodium radioaktif
a. Sebelum pengobatan
 Wanita hamil atau menyusui tidak boleh mendapat
pengobatan iodium radioaktif
 Hindari makanan laut (ikan laut, udang, kerang,
kepiting dan lain-lain) selama lima hari sebelum dan
sesudah pengobatan
 Hentikan obat anti tiroid, obat batuk dan vitamin
serta obat tradisional (seperti jamu dan lain-lain) atau
obat lain yang mengandung iodiumselama lima hari
sebelum dan sesudah pengobatan
 Obat hormon tiroid seperti triiodothyronine harus
dihentikan 2 minggu sedangkan thyroxine 4-6
minggu sebelum pemberian iodium radioaktif.
 Puasa paling kurang 4 (empat) jam sebelum
pengobatan; boleh minum air putih atau teh.
b. Sesudah pengobatan
 Boleh makan 1 (satu) jam sesudah pengobatan
iodium radioaktif.
 Hindari kontak dengan anak-anak di bawah umur 12
tahun dan ibu hamil selama 3 (tiga) hari
 Bagi pasien wanita atau istri dari pasien pria tidak
boleh hamil paling kurang 6 (enam) bulan sesudah
pengobatan iodium radioaktif. Gunakan kontrasepsi
selama masa tersebut.
 Gunakan alat makan tersendiri (sendok, garpu,
piring, gelas) selama 3 (tiga) hari sesudah
pengobatan.
 Setelah menggunakan jamban dan kamar mandi,
guyur dengan air yang banyak.
 Pasien yang mendapat pengobatan iodium radioaktif
dengan dosis tinggi perlu dirawat di kamar isolasi
selama 11 hari (Suyatno, 2010)
2.2. Satuan Radiasi
2.2.10. Satuan Radiasi
a. Roentgen ( R )
Tidak dipakai lagi setelah terbit rekomendasi ICRP ( International
Commission on Radiological Protection ) tahun 1997.
b. Rad ( Roentgen Absorbed Dose ).
Satuan yang digunakan untuk menggambarkan jumlah radiasi yang
diterima oleh pasien.
- 1 gray ( Gy ) = 100 rad
- 1 centigray ( cGy ) = 1 rad
c. Rem ( Rad Equivalent Man ).
Digunakan untuk menggambarkan jumlah radiasi yang diterima oleh
pekerja radiasi.
- 1 Sievert ( Sv ) = 100 rem
- 1 milli sievert ( mSv ) = 1 rem

2.2.2. Sumber Radiasi


2.2.2.1 Sumber Radiasi Alam
Radiasi latar belakang yang diterima oleh seseorang dapat berasal dari tiga
sumber utama, berikut:
- Sumber radiasi kosmik yang berasal dari benda langit di dalam dan luar tata
surya kita.
- Sumber radiasi terestrial yang berasal dari kerak bumi.
- Sumber radiasi internal yang berasal dari dalam tubuh manusia sendiri.
a. Sumber Radiasi Kosmik
Radiasi kosmik berasal dari angkasa luar, sebagian berasal dari
ruang antar bintang dan matahari.
b. Sumber Radiasi Terestrial
Radiasi terestrial secara natural dipancarkan oleh radionuklida
didalam kerak bumi, dan radiasi ini dipancarkan oleh radionulida yang
disebut primordial dengan waktu paro berorde milyar (109 ) tahun.
c. Sumber Radiasi di dalam
Tubuh Sumber radiasi alam lain adalah radionuklida yang ada di
dalam tubuh manusia. Sumber radiasi ini berada di dalam tubuh manusia
sejak dilahirkan atau masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan,
minuman, pernafasan, atau luka.

2.2.2.2 Sumber Radiasi Buatan


Sumber radiasi buatan mulai diproduksi pada abad ke 20, yaitu sejak
diketemukannya sinar-X oleh W. Roentgent. Saat ini sudah banyak sekali jenis
dari sumber radiasi buatan baik yang berupa zat radioaktif, pesawat sinar-X,
reaktor nuklir maupun akselerator.
a. Zat Radioaktif
Dewasa ini telah banyak sekali unsur radioaktif berhasil dibuat oleh
manusia berdasarkan reaksi inti antara nuklida yang tidak radioaktif dengan
neutron (reaksi fisi di dalam reaktor atom), aktivasi neutron, atau
berdasarkan penembakan nuklida yang tidak radioaktif dengan partikel atau
ion cepat (didalam alat-alat pemercepat partikel, misalnya akselerator,
siklotron).
- Pemancar Alfa
- Pemancar Beta
- Pemancar Gamma
Sebenarnya jarang sekali sumber radioaktif yang hanya
memancarkan radiasi gamma saja, karena radiasi gamma biasanya
mengikuti proses peluruhan α atau β. Dalam pemakaiannya, pemancar
gamma beraktivitas tinggi sering digunakan sebagai sumber radiasi di
rumah sakit dan industri. Irradiator banyak diguakan di rumah sakit
- Pemancar Neutron
Radiasi neutron dapat dihasilkan dengan interaksi antara radiasi α
dengan bahan yang dapat melangsungkan reaksi seperti unsur Be.
b. Pesawat Sinar-X
c. Akselerator
Akselerator adalah alat yang digunakan untuk mempercepat partikel
bermuatan (ion atau elektron). Partikel bermuatan, misalnya proton atau
elektron, dipercepat menggunakan medan listrik dan medan magnit
sehingga mencapai kecepatan yang sangat tinggi.
d. Reaktor Nuklir

2.2.3 Nilai Batas Dosis Radiasi


Nilai batas dosis yang diberlakukan di Indonesia dicantumkan dalam Surat
Keputusan Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Nasional Nomor: PN
03/160/DJ/89 menekankan bahwa pekerja yang berumur kurang dari 18 tahun tidak
diizinkan untuk bertugas sebagai pekerja radiasi ataupun diberi tugas yang
memungkinkan pekerja tersebut mendapatkan penyinaran radiasi. Selain itu,
pekerja wanita dalam masa menyusui tidak diizinkan mendapat tugas yang
mengandung resiko kontaminasi radioaktif yang tinggi, jika perlu terhadap wanita
ini dilakukan pengecekan khusus terhadap kemungkinan kontaminasi. Untuk itu,
tujuan pemonitoran dan pembatasan penyinaran dibedakan dua kategori pekerja
radiasi yakni : (Akhabi, 2000)
a. Kategori A
Untuk pekerja radiasi yang mungkin menerima dosis sama denganatau lebih
besar dari 15 mSv (1500 mrem) per tahun
b. Kategori B
Untuk pekerja radiasi yang mungkin menerima dosis sama dengan atau
lebih kecil dari 15 mSv (1500 mrem) per tahun

Adapun nilai batas dosis untuk seluruh tubuh yang bergantung pada pekerja
radiasinya (dengan pengecualian wanita hamil dan wanita masa usia subur) adalah:

b. NBD untuk pekerja radiasi yang memperoleh penyinaran seluruh tubuh


ditetapkan 50 mSv (5000 mrem) per tahun
c. Batas tertinggi penerimaan pada abdomen pada pekerja radiasi wanita dalam
masa subur ditetapkan tidak lebih dari 13 mSv (1300 mrem) dalam jangka
waktu 13 minggu dan tidak melebihi NBD pekerja radiasi
d. Pekerja wanita yang mengandung harus dilakukan pengaturan agar saat
bekerja dosis yang diterima janin terhitung sejak dinyatakan mengandung
hingga saat kelahiran diusahakan serendah–rendahnya dan sama sekali tidak
boleh melebihi 10 mSv (1000 mrem) dimana umumnya kondisi ini biasanya
bekerja pada kategori B

Penyinaran yang bersifat lokal yaitu pada bagian tubuh tertentu ditetapkan
sebagai berikut: 2
- Batas dosis efektif yang dievaluasi adalah 50 mSv (5.000 mrem) dalam
setahun dengan dosis rata-rata pada setiap organ tidak melebihi 500 mSv
(50.000 mrem) dalam setahun
- Batas dosis untuk lensa mata adalah 150 mSv (15.000 mrem) dalam
setahun
- Batas dosis untuk kulit dalah 500 mSv (50.000 mrem) dalam setahun.
Apabila penyinaran berasal dari kontaminasi radioaktif pada kulit, batas ini
berlaku untuk dosis yang rara-rata pada setiap permukaan 100 cm2
- Batas dosis untuk tangan, kaki dan tungkai adalah 500 mSv (50.000 mrem)
dalam setahun

2.2.4 Proteksi
Dalam hal melakukan proteksi, ICRP (International Commission on
Radiological Protection) telah menerbitkan bahwa dalam melakukan suatu radiografi
harus memenuhi 3 prinsip umum, sebagai berikut : (Boel, 2010)

1. Justifikasi : pemanfaatan radiasi harus mempunyai manfaat yang lebih besar


dari
pada risiko yang diterima.
2. Optimasi : pemanfaatan radiasi harus diupayakan serendah mungkin dengan
mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi
3. Limitasi : pemanfaatan radiasi tidak boleh melampaui nilai batas dosis yang
sudah ditetapkan oleh peraturan.

Nilai batas dosis untuk seluruh tubuh yang bergantung pada pekerja radiasinya
(dengan pengecualian pada wanita hamil dan wanita masa usia subur) adalah :
(Edward dkk, 1990)

1. NBD untuk pekerja radiasi yang memperoleh penyinaran seluruh tubuh


ditetapkan 50 mSv (5000mrem) per tahun.
2. Batas tertinggi penerimaan pada abdomen pada pekerja radiasi wanita dalam
masa subur ditetapkan tidak lebih dari 13 mSv (1300 mrem) dalam jangka
waktu 13 minggu dan tidak melebihi.
4. NBD pekerja radiasi.
3. Pekerja wanita yang mengandung harus dilakukan pengaturan agar saat bekerja
dosis yang diterima janin terhitung sejak dinyatakan mengandung hingga saat
kelahiran diusahakan serendah-rendahnya dan sama sekali tidak boleh melebihi
10 mSv (1000 mrem).
Nilai batas dosis yang diterapkan oleh BAPETEN, berdasarkan Surat
Keputusan Kepala BAPETEN No. 01/Ka-BAPETEN/V-99 yaitu mengenai
penerimaan dosis yang tidak boleh dilampaui oleh seorang pekerja radiasi dan
anggota masyarakat selama jangka waktu 1 tahun, tidak bergantung pada laju dosis
tetapi tidak termasuk penerimaan dosis dari penyinaran medis dan penyinaran alam.
Nilai batas dosis tersebut ditetapkan sebagai berikut: (Prayitno, 2009)

1. Nilai batas dosis bagi pekerja radiasi untuk seluruh tubuh 50 mSv per tahun
2. Nilai batas dosis untuk anggota masyarakat umum untuk seluruh tubuh 50 mSv
per tahun.
3. Dalam penyinaran lokal pada bagian-bagian khusus dari tubuh, dosis rata-rata
dalam tiap organ atau jaringan yang terkena harus tidak lebih dari 50 mSv.

Alat-alat yang dipakai untuk mencatat dosis personil, yaitu: (Sjahriar, 2004)

a. Film badge
Berfungsi untuk mencatat dosis radiasi yang diterima oleh personil
(petugas) yang terkena berbagai jenis radiasi. Oleh sebab itu film badge
yang dipakai harus cukup mampu untuk mencatat dosis radiasi yang
berasal dari sumber-sumber radiasi yang berlainan kualitasnya.
b. Dosimeter saku
Pengukur dosis yang mempunyai respon (reaksi) terhadap radiasi
sebanding dengan jumlah pasangan ion yang dihasilkan selama
perjalanannya melalui elemen pendeteksian. Pada dasarnya dosimeter
saku lebih teliti dari pada film badge. Alat Pelindung Diri (APD) adalah
kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan
resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri dan orang di
sekelilingnya.

Menurut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.


Tentang Alat Pelindung Diri (2010) alat proteksi radiasi yang tersedia dan dapat
digunakan yaitu: apron, kaca mata, perisai gonad, perisai tiroid, dan sarung tangan.
Penggunaannya tergantung pada pemeriksaan radiografi yang digunakan.
Gambar 41. Kaca Mata Pelindung Radiasi.
Gambar 42. Apron, Perisai Gonad dan Perisai Tiroid.
(Marpaung, 2006)

2.2.4.1 Apron Proteksi Tubuh


Apron Proteksi tubuh yang digunakan untuk pemeriksaan radiografi atau
fluoroskopi dengantabung puncak sinar x hingga 150 kVp harus menyediakan
sekurang – kurangnya setara 0,5 mm lempengan Pb.Tebal kesetaraan timah hitam
harus diberi tanda secara permanen dan jelas pada apron tersebut. Apron ini
digunakan baik untuk operator mau pun penderita.

Gambar 43. Apron


(Marpaung, 2006)
2.2.4.2 Penahan Radiasi Gonad
Penahan radiasi gonad jenis kontak yang digunakan untuk radiologi
diagnostik rutin harus mempunyai lempengan Pb, tebal sekurang - kurangnya setara
0,25 mm dan hendaknya mempunyai tebal setara lempengan Pb 0,5 mm pada 150
Kvp. Proteksi ini harus dengan ukuran dan bentuk yang sesuai untuk mencegah
gonad secara keseluruhan dari paparan berkas utama.
2.2.4.3 Perisai Tiroid
Perisai untuk melindungi kelenjar tiroid disebut tiroid shield, berguna untuk
mengurangi daya tembus sinar radiasi ke arah kelenjar tiroid.
2.2.4.4. Sarung Tangan Proteksi
Sarung tangan proteksi yang digunakan untuk fluoroskopi harus
memberikan kesetaraan atenuasi sekurang – kurangnya 0,25 mm Pb pada 150
kVp.Proteksi ini harus dapat melindungi secara keseluruhan, mencakup jari dan
pergelangan tangan.

Gambar 44. Penahan Radiasi Gonad dan Sarung Tangan Pelindung Radiasi.
(Marpaung, 2006)

- Proteksi pasien terhadap radiasi


Untuk proteksi ini perlu diperhatikan:
a. Pemeriksaan sinar X hanya atas permintaan seorang dokter.
b. Pemakaian filtrasi maksimum pada sinar primer.
c. Pemakaian voltage yang lebih tinggi sehingga daya tembusnya lebih
kuat.
d. Daerah yang disinar harus sekecil mungkin, misalnya dengan
mempergunakan konus (untuk radografi) atau diafragma (untuk sinar
tembus).
e. Alat kelamin dilindungi sebisanya.
f. Pasien hamil, terutama trimester pertama, tidak boleh diperiksa
radiologik.
- Proteksi terhadap dokter pemeriksa dan petugas radiologi lainnya
Untuk proteksi ini diperhatikan:
a. Hindari penyinaran bagian-bagian tubuh yang tidak terlindungi.
b. Pemakaian sarung tangan, apron atau gaun pelindung, yang
berlapis Pb dengan tebal maksimum 0,5 mm Pb.
c. Hindari melakukan sinar tembus, usahakan melakukan radiografi.
d. Hindari pemeriksaan sinar tembus tulang-tulang kepala.
e. Akomodasi mata sebelum melakukan pemeriksaan sinar tembus
paling sedikit selama 20 menit.

Tingkat acuan ini akan sangat membantu penguasa instalasi atom dalam
upaya mencapai tujuan proteksi radiasi. Ada tiga tingkat acuan, yaitu: (Akhmadi,
2000)

a. Tingkat Pencatatan Tingkat


Pencatatan yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka suatu hasil
pengukuran harus dicatat. Nilai dari tingkat pencatatan harus kurang dari
1/10 dari nilai batas dosis ekuivalen tahunan. Hasil pengukuran yang berada
di bawah nilai tingkat pencatatan tidak perlu proses lebih lanjut.
b. Tingkat Penyelidikan Tingkat
Penyelidikan yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka penyebab
atau implikasi suatu hasil pengukuran harus diselidiki. Tingkat penyelidikan
harus kurang dari 3/10 dari nilai batas dosis ekuivalen tahunan.
c. Tingkat Intervensi Tingkat
Intervensi yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka beberapa
tindakan penanggulangan harus diambil. Tingkat intervensi harus
ditentukan sehingga tindakan penanggulangan tidak mempengaruhi kondisi
operasional normal.

Untuk memproteksi diri dari sumber radiasi, maka diterapkan tiga strategi
dasar yang dikenal sebagai prinsip proteksi radiasi, yaitu: (BAPETEN, 2011)
d. Waktu
Kurangi waktu berada di sekitar sumber radiasi. Sedapat mungkin
diupayakan
untuk tidak terlalu lama berada di dekat sumber radiasi saat proses
radiografi untuk mengurangi dosis radiasi yang diterima secara
proporsional. Semakin minimal waktu bekerja maka akan semakin minimal
dosis yang diterima.
e. Jarak
Posisikan diri sejauh mungkin dari sumber radiasi. Besarnya
paparan radiasi
akan menurun sebanding dengan kebalikan kuadrat jarak terhadap sumber.
Menjauhkan sumber radiasi dengan faktor dua maka akan menurunkan
intensitasnya menjadi seperempatnya dan menjauhkan jarak sumber radiasi
dengan faktor tiga maka akan menurunkan intensitas radiasi menjadi
sepersembilannya.
f. Perisai (Shielding)
Pilih dan gunakan perisai yang sesuai selama melakukan pekerjaan
dengan sumber radiasi. Perisai yang tepat dapat menurunkan secara
eksponensial paparan radiasi gamma dan menghalangi hampir semua sinar
radiasi beta. Pilih dan gunakan perisai yang sesuai selama melakukan
penelitian atau pekerjaan dengan sumber radiasi. Gunakan perisai yang
sesuai selama melakukan penelitian atau pekerjaan dengan sumber radiasi.
Gunakan pelindung berupa apron, sarung tangan dan kaca mata berlapis
timbal (Pb) yang merupakan sarana proteksi radiasi individu. Proteksi
lingkungan terhadap radiasi dapat dilakukan dengan melapisi ruang
radiografi menggunakan Pb untuk menyerap radiasi yang terjadi saat proses
radiografi.
Tujuan utama program proteksi dan keselamatan radiasi adalah menunjukkan
tanggung jawab Pemegang Izin melalui penerapan struktur manajemen, kebijakan dan
prosedur yang sesuai dengan sifat dan tingkat risiko. Ketika inspeksi dilakukan di suatu
fasilitas, dokumen program proteksi dan keselamatan radiasi menjadi salah satu topik
diskusi antara tim inspeksi dengan Pemegang Izin, Petugas Proteksi Radiasi (PPR) dan
praktisi medic.
BAB III
KESIMPULAN

Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk
panas, partikel atau gelombang elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi.
Cabang atau spesialisasi kedokteran yang berhubungan dengan studi penerapan berbagai
teknologi pencitraan untuk mengdiagnosis dan mengobati penyakit disebut radiologi
(James et al, 2010). Pencitraan dapat menggunakan sinar X, USG, CT Scan, tomografi
emisi Positron (PET) dan MRI. Pencitraan tersebut menciptakan gambar dari konfigurasi
dalam sebuah objek padat, seperti bagian tubuh manusia, dengan menggunakan energi
radiasi. Radiologi kadang-kadang disebut radioskopi atau radiologi klinis. (Narno &
Indrastuti, 2011).
Sinar X adalah sebuah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan
gelombang radio, cahaya tampak, dan sinar ultraviolet, tetapi dengan panjang gelombang
yang sangat pendek yaitu hanya 1/10.000 panjang gelombang cahaya yang
kelihatan.Karena panjang gelombangnya yang pendek, maka sinar X dapat menembus
bahan yang tidak tertembus sinar yang terlihat. Sinar X adalah salah satu dari pemeriksaan
diagnostic yang paling banyak digunakan. X-Ray memiliki tujuan untuk mendapatkan
gembaran dan mengetahui kelainan anatomis, digunakan pula dalam rencana pemberian
perawatan, serta membantu menegakkan diagnose. (Patel (2007)
Fluoroskopi adalah tindakan pencitraan medis yang digunakan oleh dokter untuk
mengambil gambar dari organ tubuh tertentu dan untuk melihat video pergerakan berbagai
bagian tubuh di layar fluoresen secara langsung. System fluoroscopic modern
menggunakan image intensifier dihubungkan ke system closed circuit television (CCTV).
Fluoroskopi bertujuan untuk menyelidiki fungsi serta pergerakan suatu organ atau system
tubuh seperti dinamika alat peredaran darah misalnya jantung dan pembuluh darah vena
serta pernafasan berupa pergerakan diafragma dan aerasi paru-paru. (Eisenbeisz, 2016).
Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan dalam bidang penunjang
diagnostik yang memanfaatkan gelombang ultrasonik dengan frekuensi yang tinggi
dalam menghasilkan imaging, tanpa menggunakan radiasi, tidak menimbulkan rasa
sakit (non traumatic), tidak menimbulkan efek samping (non invasif). Ultrasonografi
dalam bidang kesehatan bertujuan untuk pemeriksaan organ-organ tubuh yang
dapat diketahui bentuk, ukuran anatomis, gerakan, organ internal, otot, ukuran
mereka, struktur, luka patologi serta hubungannya dengan jaringan di sekitarnya.
Transduser adalah komponen USG yang ditempelkan pada bagian tubuh yang akan
diperiksa, seperti dinding perut atau dinding poros usus besar pada pemeriksaan prostat.
Generator pulsa (oscilator) berfungsi sebagai penghasil gelombang listrik,
kemudian oleh transduser diubah menjadi gelombang suara yang diteruskan ke medium.
Apabila gelombang suara mengenai jaringan yang memiliki nilai akustik impedansi, maka
gelombang suara akan dipantulkan kembali sebagai echo. Di dalam media (jaringan) akan
terjadi atenuasi, gema (echo) yang lebih jauh maka intensitasnya lebih lemah dibandingkan
dari echo yg lebih superfisial. Pantulan gema akan ditangkap oleh transduser dan
diteruskan ke amplifier untuk diperkuat. Gelombang ini kemudian diteruskan ke tabung
sinar katoda melalui receiver, seterusnya ditampilkan sebagai gambar di layar monitor.
Dengan perkembangan jaman yang makin pesat, perawat sebagai salah satu dari
tim medis diharapkan dapat memahami penggunaan dari USG. Sehingga perawat dapat
menentukan diagnosa yang tepat, serta mendeteksi adanya suatu kelainan pada diri pasien.
Penentuan diagnosa yang salah pada pasien dapat mengakibatkan penanganan pada pasien
akan kurang tepat. Pemeriksaan USG sangat bermanfaat dalam pengambilan keputusan
terhadap kelainan kongenital. Dengan demikian, kematian perinatal akibat kelainan
kongenital dapat dikurangi (Wiknjosastro, 2009).
Dengan perkembangan jaman yang makin pesat, perawat sebagai salah satu dari
tim medis diharapkan dapat memahami penggunaan dari USG. Sehingga perawat dapat
menentukan diagnosa yang tepat, serta mendeteksi adanya suatu kelainan pada diri pasien.
Penentuan diagnosa yang salah pada pasien dapat mengakibatkan penanganan pada pasien
akan kurang tepat. Pemeriksaan USG sangat bermanfaat dalam pengambilan keputusan
terhadap kelainan kongenital. Dengan demikian, kematian perinatal akibat kelainan
kongenital dapat dikurangi (Wiknjosastro, 2009).
Uji ultrasonografi (USG) adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara
frekuensi tinggi untuk memindai perut dan rongga rahim, menghasilkan suatu citra
(sonogram) dari bayi dan plasenta. Meskipun istilah ultrasonografi dan sonogram secara
teknis berbeda, istilah ini digunakan bergantian dan merujuk ke hal yang sama (Rustam,
2008).
Perawat sebagai kolaborator tentunya harus siap dan mengerti perannya sebagai
pemeriksa juga. Pemeriksa dalam hal ini diharapkan agar selalu meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya dengan cara membaca kembali buku teks atau literatur-
literatur mengenai USG, mengikuti pelatihan secara berkala dan mengikuti seminar-
seminar atau pertemuan ilmiah lainnya mengenai kemajuan USG mutakhir. Kemampuan
pemanfaatan dan penggunakan USG oleh perawat sangat ditentukan oleh pengetahuan,
pengalaman dan latihan yang dilakukannya. Contohnya saja dalm menentukan teknik
Pemeriksaan. Perawat harus mengerti beberapa teknik pemeriksaan yang dilakukan di
USG, contoh: pemeriksaan USG transabdominal, transvaginal, transperineal/translabial,
transrektal, dan Invasif.

Tomography (CT) adalah sinar-X dengan menggunakan teknik tomografi dimana


berkas sinar-X menembus bagian tubuh pasien dari berbagai arah. (Marthis Prokap and
Michael Galanski, 2003 Chapter 1, P : 2). Prinsip dasar CT scan mirip dengan perangkat
radiografi yang sudah lebih umum dikenal. Kedua perangkat ini sama-sama
memanfaatkan intensitas radiasi terusan setelah melewati suatu obyek untuk membentuk
citra/gambar. Prinsip dasar CT scan mirip dengan perangkat radiografi yang sudah lebih
umum dikenal. Kedua perangkat ini sama-sama memanfaatkan intensitas radiasi terusan
setelah melewati suatu obyek untuk membentuk citra/gambar.

Proses scanning ini tidak menimbulkan rasa sakit . Sebelum dilakukan scanning
pada pasien, pasien disarankan tidak makan atau meminum cairan tertentu selama 4 jam
sebelum proses scanning. Bagaimanapun, tergantung pada jenis prosedur, adapula
prosedur scanning yang mengharuskan pasien untuk meminum suatu material cairan
kontras yang mana digunakan untuk melakukan proses scanning khususnya untuk daerah
perut.

Berkas radiasi yang melalui suatu materi akan mengalami pengurangan intensitas
secara eksponensial terhadap tebal bahan yang dilaluinya. Pengurangan intensitas yang
terjadi disebabkan oleh proses interaksi radiasi-radiasi dalam bentuk hamburan dan
serapan yang probabilitas terjadinya ditentukan oleh jenis bahan dan energi radiasi yang
dipancarkan. Dalam CT scan, untuk menghasilkan citra obyek, berkas radiasi yang
dihasilkan sumber dilewatkan melalui suatu bidang obyek dari berbagai sudut. Radiasi
terusan ini dideteksi oleh detektor untuk kemudian dicatat dan dikumpulkan sebagai data
masukan yang kemudian diolah menggunakan komputer untuk menghasilkan citra dengan
suatu metode yang disebut sebagai rekonstruksi.

Tujuan dari CT-Scan untuk menemukan patologi otak dan medulla spinalis dengan
teknik scanning/pemeriksaan tanpa radioisotope. Dengan demikian CT scan hampir dapat
digunakan untuk menilai semua organ dalam tubuh, bahkan di luar negeri sudah
digunakan sebagai alat skrining menggantikan foto rontgen dan ultrasonografi. Yang
penting pada pemeriksaan CT scan adalah pasien yang akan melakukan pemeriksaan
bersikap kooperatif artinya tenang dan tidak bergerak saat proses perekaman.

CT-Scan merupakan alat penunjang diagnosis yang mempunyai aplikasi yang


universal untuk pemeriksaan seluruh organ tubuh, seperti sususan saraf pusat, otot dan
tulang, tenggorokan, rongga perut. Dengan melakukan CT-Scan diagnosa suatu penyakit
akan lebih cepat ditegakkan sehingga tindakan terapi yang optimal dapat segera
dilakukan. Perawat sebagai bagian integral dalam pelayanan kesehatan, harus dapat
memahami penggunaan CT-Scan agar dapat memberikan diagnosa keperawatan yang
tepat untuk merencanakan intervensi keperawatan yang akan dilakukan dalam menangani
masalah yang dialami pasiennya. Selama proses pemeriksaan dengan CT-Scan dilakukan,
perawat bertugas berperan sebagai advokat pasien sehuingga pasien tidak merasa takut
dan cemas serta pasien dapat merasakan kenyamanan selama prosedur dilakukan.

Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu alat kedokteran di bidang


pemeriksaan diagnostik radiologi , yang menghasilkan rekaman gambar potongan
penampang tubuh / organ manusia dengan menggunakan medan magnet berkekuatan
antara 0,064 – 1,5 tesla (1 tesla = 1000 Gauss) dan resonansi getaran terhadap inti atom
hidrogen. Teknik penggambaran MRI relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan
tergantung pada banyak parameter. MRI dapat memberikan informasi tentang perubahan
kimia dalam sel, juga memberikan informasi kepada perawat dalam memantau respon
tumor terhadap pengobatan. MRI scan membuat gambaran grafik dari struktur tulang ,
cairan, dan jaringan lunak. MRI ini memberikan gambaran yang lebih jelas tentang detail
anatomi dan dapat membantu seseorang mendiagnosis tumor yang kecil atau sindrom
infark awal. (Muttaqin, 2008)

Pada tahun 1946, Felix Bloch dan Purcell mengemukakan teori, bahwa inti atom
bersifat sebagai magnet kecil, dan inti atom membuatspinning dan precessing. Dari hasil
penemuan kedua orang diatas kemudian lahirlah alat Nuclear Magnetic Resonance (NMR)
Spectrometer, yang penggunaannya terbatas pada kimia saja.
Setelah lebih dari sepuluh tahun Raymond Damadian bekerja dengan alat NMR
Spectometer, maka pada tahun 1971 ia menggunakan alat tersebut untuk pemeriksaan
pasien. Pada tahun 1979, The University of Nottingham Group memproduksi gambaran
potongan coronal dan sagittal (disamping potongan aksial) dengan NMR. Struktur atom
hidrogen dalam tubuh manusia saat diluar medan magnet mempunyai arah yang acak dan
tidak membentuk keseimbangan. MRI dapat memberikan informasi tentang perubahan
kimia dalam sel, juga memberikan informasi kepada perawat dalam memantau respon
tumor terhadap pengobatan.
Echocardiography adalah salah satu teknik pemeriksaan diagnostik yang
menggunakan gelombang suara dengan frekwensi tinggi untuk memvisualisasikan
gambaran struktur dan fungsi jantung dilayar monitor.
Pada orang dewasa umumnya bila ada gejala sakit dada(chest pain), sesak
nafas dan tanda-tanda gagal jantung. Bayi dan anak2 yang dicurigai menderita penyakit
jantung bawaan seperti PDA, VSD, ASD, TOF dan lain-lain atau penyakit jantung didapat
seperti reumatik dan penyakit Kawasaki serta kardiomiopati mutlak memerlukan
pemeriksaan Echocardiography. anak-anak yang mendapat pengobatan suntikan anti
kanker (sitostatika) sebaiknya diperiksa Echocardiography terlebih dahulu sebelum dimulai
dosis awal untuk mengevaluasi seandainyananti terjadi efek samping obat-obat sitostatika
yang dapat merusak otot-otot jantung. (Edler, 2004).
Menurut Kabo (2008), indikasi utama ekokardiografi adalah mendiagnosis
penyakit katup dan penyakit jantung bawaan. Ekokardiografi tidak direkomendasikan
untuk menentukan ada tidaknya PJK, akan tetapi ekokardiografi dapat menentukan tingkat
keparahan dan lokasi penyakit, juga bernilai dalam menentukan viabilitas (kemungkinan
untuk hidup) miokard bila pasien ada rencana dilakukakn balonisasi atau operasi bypass
(indikasi prognostik). Pemeriksaan ekokardiografi untuk penderita PJK hanya sebagai
pemeriksaan penunjang, jadi tidak dilakukan secara rutin seperti EKG, kecuali ada
perubahan status klinis atau ada perubahan dalam terapi.
Angiography adalah pencitraan pembuluh darah menggunakan air-larut ionik
atau nonionik media kontras sinar X disuntikkan ke dalam aliran darah arteri (arteriografi)
atau vena (Venography).Untuk pembuluh getah bening, media kontras digunakan
berminyak. 
Angiografi/Cath Lab adalah prosedur pemeriksaan invasif dengan sinar X (X-Ray) yang
bertujuan menggambarkan pembuluh darah di berbagai bagian tubuh.Ingin kenal lebih
jauhberikutpenjelasannya. 
Angiografi sangat bermanfaat untuk memperlihatkan tumpukan plak pada
pembuluh darah jantung, mendeteksi plak pada arteri carotis di leher yang menggangu
aliran darah ke otak yang menyebabkan stroke, mengetahui kelainan pada pembuluh darah
di otak, serta mengidentifikasi aneurisma intracranial atau bahkan adanya aneurisma
pembuluh darah aorta. (Prima, 2014).
Peran dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan oleh
individu sesuai dengan status sosialnya (Asmadi, 2006). Peran menggambarkan otoritas
seseorang yang diatur dalam aturan yang jelas. Peran perawat adalah seperangkat tingkah
laku yang dilakukan perawat sesuai dengan profesinya. Peran perawat dipengaruhi oleh
keadaan sosial maupun dari luar profesi keperawatan yang bersifat tetap (constant)
(Kusnanto, 2004). Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka disimpulkan bahwa peran
perawat adalah semua tingkah laku yang dilakukan perawat sesuai profesinya yang bersifat
tetap dan dipengaruhi oleh keadaan sosial maupun dari luar profesinya.
Radioisotop adalah suatu unsur radioaktif yang memancarkan sinar radioaktif.
Radioaktif mempunyai peranan penting dalam melengkapi kebutuhan manusia di berbagai
bidang. Salah satunya di bidang kedokteran dan kesehatan. Penggunaan radioisotop di
bidang kesehatan untuk keperluan radiodiagnostik dan radioterapi dalam kedokteran
nuklir. Teknik nuklir dengan menggunakan radioisotop di bidang kedokteran nuklir
dimulai pada tahun 1930-an sebagai wujud dari perkembangan ilmu dan teknologi.
Sedangkan di Indonesia dimulai pada tahun 1967 tidak lama setelah peresmian reaktor
nuklir di Bandung (Dureh, 2010).
Ilmu kedokteran nuklir merupakan salah satu ilmu cabang kedokteran yang
memanfaatkan sumber radiasi terbuka dari disintegrasi inti radioaktif buatan untuk tujuan
diagnostik melalui pemantauan proses fisiologi dan biokimia.
DAFTAR PUSTAKA

A, Adler. 2010. Radiologic Sciences and Patient Care. Saunders: United States of
America.

Akhadi. 2000. Dasar-dasar Proteksi Radiasi. Jakarta: PT Rineka Cipta

Akhadi. 2010. Pemanfaatan Radioisotop Dalam Teknik Nuklir Kedokteran. Badan


Tenaga  Nuklir Nasional: Jakarta

Andini, Ary, dkk. 2010. Echocardiography. Surabaya: Universitas Airlangga.

Arma, A. J. A. 2011. Zat Radio Aktif Dan Penggunaan Radio Isotop Bagi
Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat - Universitas Sumatera
Utara: Medan

BAPETEN. 2011. Peraturan Kepala PABETEN No.8 Tahun 2011 tentang


Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Pesawat Sinar X Radiologi
Diagnostik dan Intervensional. Jakarta: BAPETEN

Brown, Mohn. et al. 2007. Medical Surgical Nursing Care second edition. New
Jersey: Pearson Prentice Hall

Budianto, Narno dan Normahayu, Indrastuti. 2011. Dasar-dasar Radiologi.


Malang: Bagian Radiologi RSU Dr. syaiful Anwar.

Chieco, Dinar. 2016. Post Tindakan Angiografi.


https://www.scribd.com/doc/93479738/ANGIOGRAFI-acc

D.P, Hopper dan S.L, William. 2007.Understanding Medical Surgical Nursing


third edition.Philadelphia: F.A Davis Company

Dewi, Nugrahawati. 2011. Rontgen.Majalah: Universitas Sebelas Maret

Effendy, Niluh. 2004. Keperawatan Medikal Bedah: Klien Dengan Gangguan


Sistem Pernafasan. Jakarta: EGC
Eisenbeisz Jason. 2016. ALARA in Fluoroscopy. Las Vegas: XRC LLC

Freudenruch, Craig. 2011. How Stuff Works. Available on


www.howstuffworks.com

Ginsberg, Lionel. 2008. Neurologi Edisi Kedelapan. Jakarta: Erlangga.

Gray, Dawkins, dkk. 2002. Lecture Notes Kardiologi edisi keempat. Jakarta:
Erlangga.

Hopper D.P & William S.L. (2007).Understanding Medical Surgical Nursing third
edition.Philadelphia : F.A Davis Company
https://www.scribd.com/doc/93479738/ANGIOGRAFI-acc
James, Joice., dkk. 2010. Prinsip-prinsip Sains untuk Keperawatan. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Jason, Eisenbeisz. 2016. ALARA in Fluoroscopy. Las Vegas : XRC LLC

Kabo, Peter. 2008. Mengungkap Pengobatan Penyakit Jantung Koronoer:


Kesaksian Seorang Ahli Jantung dan Ahli Obat. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Kayan, et al. 2010. Effects of Vitamins C and E Combination on Element Levels in


Blood of Smoker and Nonsmoker. Radiology X-Ray Technicians. Biol
Trace Elem Res.

Mohn Brown L.E. et al. 2007. Medical Surgical Nursing Care second edition. New
Jersey : Pearson Prentice Hall.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, Arif. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Niluh, Effendy. 2004. Keperawatan Medikal Bedah: Klien Dengan Gangguan


Sistem Pernafasan. Jakarta: EGC
Notosiswoyo, Mulyono & Suswati, Susy. 2004. Pemanfataan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) sebagai Sarana Diagnosa Pasien.

Nugrahawati Dewi. 2011. Rontgen. Majalah : Universitas Sebelas Maret

Nurlaila, Z. 2010. Penggunaan Teknik Nuklir dalam Bidang Kedokteran Nuklir dan
Sterilisasi Serta Resikonya bagi Kesehatan. Buletin BATAN Th. XXII
No. 1: Jakarta

Patel, Pradip R. 2007. Lecture Note Radiologi edisi kedua .Jakarta : Erlangga

Prayitno B, Suliyanto. 2009. Analisis Dosis Pembatas untuk Pekerja Radiasi di


Instalasi Radiometalurgi.Yogyakarta: Seminar Nasional V.

Prima, Edo. 2012. Angiografi acc.


https://www.scribd.com/doc/93479738/ANGIOGRAFI-acc

Radiology for Stundents and professional. 2010. Available on


www.RTstudents.com

Sabiston, David C. 1995. Buku Ajar Bedah (Sabiston’s essentials surgary)/ oleh
David C. Sabiston; alih bahasa, Petrus Adrianto, Timan I.S. Jakarta: EG

Sastrodiningrat, A.G., 2007. Pemahaman Indikator-Indikator Dini dalam


Menentukan Prognosa Cedera Kepala Berat. Universitas Sumatera
Utara. Available from : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/753
[ Accessed 30 Juli 2016 ]

Setiawan, Duyeh, 2010, Radiokomia Teori Dasar dan Aplikasi Teknik Nuklir,
Bandung: Widya Padjadjaran.

Silvia, Sari. 2012. Pengembangan Sistem Manajemen Keselamatan Radiasi Sinar X


Di Unit Kerja Radiologi Rumah Sakit XYZ Tahun 2011.Skripsi:
Universitas Indonesia

Sjahriar, Rasad. 2004. Radiologi Diagnostik. 2rd eds. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publishers,

Sjahriar, Rasad. 2010. Radiologi Diagnostik Edisi kedua. Jakarta: FKUI


Sunarya. 2013. Cara Kerja Pesawat Fluoroscopy. Jakarta: Staf Direktorat Inspeksi
Fasilitas Radiasi dan Zat Radioaktif Badan Pengawas Tenaga Nuklir.

Surya, Yohanes. 2008. IPA Fisika Gasing SMP Jilid 3 – Kelas IX.Tangerang:
Kandel.

Susilowati, Endang. 2010. Theory and Application of Chemistry 3. Jakarta: PT Tiga


Serangkai Pustaka Mandiri.

Suyatno,F. 2010. Aplikasi Radiasi dan Radioisotop dalam Bidang Kedokteran


STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA: Yogyakarta

T, Marpaung. 2006. Proteksi Radiasi dalam Radiologi Intervensional.


Dalam:Seminar Keselamatan Nuklir: BAPETEN.

Wahab, Samik. 2006. Kardiologi Anak. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai