ALIAS
MADEKUR DAN TARKENI
Karya Arifin C. Noer
Catatan:
Naskah ini diketik ulang dari buku kumpulan naskah drama Orkes Madun yang diterbitkan
oleh Penerbit Pustaka Firdaus bekerjasama dengan Yayasan Adikarya IKAPI dan The Ford
Foundation ISBN 979-541-119-5
Publikasi naskah ini dimaksudkan sebagai upaya penyediaan naskah drama dan sebagai bahan
referensi pembelajaran bagi individu atau kelompok-kelompok teater yang membutuhkannya.
Disarankan bagi siapa saja yang memiliki cukup akses, agar membeli buku terkait. Itupun
dalam upaya membantu pengarang dan keluarganya. Kekayaan hak intelektual naskah ini
tetap ada pada pengarangnya.
Dan dimohon bagi pengunduh naskah ini untuk tidak menghapus catatan ini, sebagai bukti
pertanggung jawaban saya sebagai pihak yang mengetik ulang.
Terima kasih.
Lee Birkin
PENGANTAR
Ketika menulis naskah Madekur dan Tarkeni, Arifin pernah bilang bahwa nakahnya ini adalah
bagian dari sebuah trilogy, yaitu Orkes Madun yang terdiri dari Madekur dan Tarkeni, Umang-
umang dan Ozone. Selesai dengan Umang-umang, Arifin menulis lagi dengan judul Sandek;
Pemuda Pekerja, yang semula dikiran teman-teman Teater Ketjil adalah naskah yang berdiri
sendiri. Tetapi, menjelang latihan Sandek, Pemuda Pekerja yang bersamaan dengan penulisan
naskahnya (Kebisaaan Arifin, latihan sambil menulis naskahnya) dia tulis pada sampul naskah
judulnya sebagai Sandek, Pemuda Pekerja atawa Orkes Madun IIa, dan tidak pernah diubah.
Selanjutnya dia menulis Ozone atawa Orkes MAdun IV. Lalu ia nyatakan bahwa Orkes Madun
adalah sebuah pentalogi, dan bahwa yang kelima akan berjudul Magma ia bercerita kemana-
mana tentang Magma. Juga kepada anak-anak sekolah Perancis di Jakarta, hingga bebebrapa
dari mereka tergerak membuat komik Magma yang juga dimuat dalam kumpulan naskah ini.
Tetapi, Arifin tak sempat sama sekali menulis Magma. Lalu orkes Madun III, ya, Sandek,
Pemuda Pekerja itulah yang ketika rencananya trilogy, dia adalah IIb, tetapi ketika rencana
berubah pentalogi, dia pun menjadi III. Namun tidak sempat Arifin mengubahnya, Arifin
meninggal dunia pada tanggal 28 Mei 1995 karena Kanker dan Sirosis hati.
SATU
BADUT PERTAMA
Tuhan, kedua belah tangan yang kotor ini adalah tangan bumi, dan tangan ini memohon
ampun atas segala perbuatan yang tidak pernah jelas mengandung dosa atau kebajikan;
kalimat-kalimatmu terlalu tinggi mutu sastranya, sehingga tidak terlalu jelas isi maksudnya.
Karena itulah, kalau tangan ini merentang semata-mata lantaran kalimatMu. Dan apabila kelak
ternyata tiada dosa atas perbuatan kami padahal kami telah terlanjur memohon ampun, maka
limpahkanlah kami apa saja yang bernama berkah, entah pangan ujudnya maupun angan-
angan. Sebentar, Tuhan.
Para penonton yang bahagia maupun yang tidak, terlebih dahulu sebelum ada
kesalahpahaman perlu saya jelaskan bahwa ini sandiwara sungguh-sungguh sandiwara, dan ini
sandiwara menyangkut masalah pencopet dan pelacur dan segala tetek bengek persoalan-
persoalan lain yang terseret tidak disengaja dan tidak dinyana. Dan sebagai lumrahnya ini
sandiwara sekedar permainan, namun sedikit banyak mengandung kesungguhan dan
kesungguh-sungguhan, bak kehidupan itu sendiri laiknya.
Dipandang dari segala sudut sandiwara, ini dijamin baik mutunya dan pasti disenangi oleh
segala lapisan masyarakat, tua maupun muda, baik pencopet maupun pelacur, baik dokter
hewan maupun dokter lainnya, baik komunis maupun muslim. Dan kenapa ini sandiwara pasti
akan disenangi, sebab ini sandiwara dan sandiwara merupakan hiburan buat hati yang lara.
Sebentar penonton. Siapa berhati lara?
BADUT KEDUA
Saya
BADUT KETIGA
Saya!
BADUT KEEMPAT
Saya!!
BADUT KELIMA
Saya!!!
(SEKETIKA PENTAS JADI SENYAP, SEMUA ORANG TUTUP MULUT. DAN SEKETIKA
PENTAS KEMBALI SEPERTI SEBUAH UPACARA KEAGAMAAN, SEPERTI SEBELUMNYA.
DAN DENGAN AMAN DAN GAYA KETUA-TUAAN, BADUT PERTAMA
MEMPERINGATKAN SEMUA ORANG DENGAN ISYARAT JARI PADA MULUTNYA.
SEMENTARA SESEKALI MATANYA MELIHAT KE ATAS. DAN SEMUA ORANG MELIHAT
KE ATAS DAN MENGERTI DAN SALING MEMPERINGATKAN DENGAN CARA YANG
SAMA. SEMUANYA KEMUDIAN MENGANGGUK-ANGGUK MENGERTI).
BADUT PERTAMA
Resapkan resep-resep Tuhan, niscaya kesembuhan selalu kita dapatkan. Dan tenang, tertib.
Dalam mengajukan permohonan, pengaduan dan lain-lain sebagainya tidak perlu berebutan
seperti rakyat Indonesia pada seperempat abad usia kemerdekaannya. Tertib, tenang, aman.
Nah, sekarang silakan mengacungkan tangan siap-siapa saja berhati lara.
SI BUNTUNG
Saya lara
ORANG YANG DI DEKATNYA CUMA MENGISYARATKAN AGAR MENGACUNGKAN
TANGAN. DAN SI BUNTUNG MENGGELENGKAN KEPALA. LALU ORANG ITU TIDAK
MAU AMBIL PEDULI DAN KEMBALI MEMBANGGAKAN ACUNGAN TANGANNYA
SI BUNTUNG (berteriak)
Saya lara! Saya lara!
BADUT PERTAMA
Acungkan tangan saja, gampang dan tertib.
BADUT PERTAMA
Ya, bodohnya.
SI BUNTUNG
Saya bunting
BADUT PERTAMA
Yang kanan?
SI BUNTUNG
Dua-duanya
BADUT PERTAMA
Apa sebab demikian lengkap? Kecelakaan?
SI BUNTUNG
Kecelakaan alam
SI BUNTUNG
Ketika lahir saya sudah begini. Pernah dan keinginan untuk menanyakan hal brengsek ini
kepada orang tua saya, tapi keinginan itu hanya tinggal keinginan sebab sampai sekarang saya
tidak tahu siapa orang tua saya. Tapi seseorang kemudian saya temui yang ternyata Ibu saya.
Ibu saya bilang “nggak tahu ya, tahu-tahu begitu”
BADUT PERTAMA
Bagaimana dengan kaki?
SI BUNTUNG
Alhamdulillah, lengkap.
BADUT PERTAMA (Memberi isyarat dengan mengangkat megapon dan seketika semua diam,
lalu ia bicara bisa)
Tetap tenang dan tertib. Sekarang acungkan tangan setinggi-tingginya bagi kalian yang berhati
paling lara – biar Tuhan tahu.
BADUT PERTAMA
Jangan berlebihan, Tuhan tidak akan senang. (Dan semua orang pun mewajar-wajarkan
dirinya) Sekarang turunkan tangan serendah-rendahnya, siapa yang berhati terlara!? (serentak
semuanya menurunkan tangan dan sebisa-bisanya menyembunyikannya) Nah, sekarang kau
bisa, Buntung. Ternyata kau yang terlara.
SESEORANG
Demonstratif!
SESEORANG
Sok!
SESEORANG
Kolokan!
SESEORANG
Emangnya elu raja sengsara? Gua jadi penasaran!
BADUT PERTAMA
Tenang, tenaaaaaaang! Ingat ada apa di atas!! (Serentak bunyi kembali mengunci mulut
mereka, hening pun terjelma) Sekarang, suarakan apa saja yang menurut hati kalian masing-
masing bermakna keluh dan pengaduan, atau kalau tidak, bagi yang tidak bisa melakukannya
lebih baik segera membeli karcis dan duduk sebagai penonton.
BADUT PERTAMA
Kau saksikan sendiri, Tuhan saya tidak mempengaruhi sedikit pun mereka dalam demonstrasi
dan pengaduan ini. Mereka berkumpul di sini karena di sini bisaa mereka berkumpul, maklum
ini pasar. Mereka mengacungkan tangan mereka karena mereka ingin mengacungkannya. Dan
sesuai dengan anjuranMu dalam semua buku-buku karanganMu, saya bersama-sama mereka
setiap kali datang menghadap kepadaMu mengadu sambil mengadu untung kalau-kalau
kejatuhan reze…rezekiMu. Kau sendiri yang memanggil kami, dan kami memenuhi
panggilanMu.
Kalau sekarang mereka telah menurunkan tangan mereka, itu pun saya yakin, lantaran
kemauan mereka sendiri. Selama ini saya hanya sekedar bertanya. Coba (kepada seseorang)
kenapa kamu menurunkan tangan?
BADUT KEDUA
Karena saya capek.
BADUT PERTAMA
Kau dengar sendiri, Tuhan. Apa katanya. Capek. Coba lagi (kepada semua) siapa yang merasa
capek, acungkan tangan!
Lihat, semuanya kecapekan. Capek dalam arti yang luas sekali. Kau tentunya lebih tahu sebagai
generasi. Dan kalau mereka terlalu capek bukan tidak mungkin mereka lalu melakukan hal
yang bukan-bukan., maklum orang capek. Kau tentu lebih tahu sebagai spesialis. Dan kalau
demikian halnya, maksud saya kalau sampai terjadi semacam huru-hara, baik taraf perorangan
maupun taraf gerombolan, jelasnya taraf taraf masyarakat, siapakah yang salah?
SEMUA
kami? Enak saja. Orang sudah capek dimarahin.
BADUT PERTAMA
Atau kau? Jelas saya tidak akan seceroboh itu dan sebodoh itu menyalahkan kau. Seperti
sejarah pun tidak pernah membela kami. Saya sendiri yakin dan menginsyafi ini bukan lagi
persoalan salah menyalahkan antara kita, sebab kalau demikian kita tidak akan pernah punya
waktu untuk menyelesaikan pekerjaan yang lain. Sudah pasti dan sudah jelas Kau tidak salah –
setidak-tidaknya tidak mau disalahkan – dan mereka, maksud saya Kami pun tidak mau
disalahkan; kalau pun sesekali ada di antara kami yang mau bilang bersalah, saya percaya tak
lebih banyak basa-basi semata.
SEMUA (Menggumam)
Hhhh, capek…..
BADUT PERTAMA
Kedudukan ini adalah kedudukan yang paling sulit tapi paling tepat dan adil dan paling
masuk akal (rasional), sekali pun kedudukan ini tetapi tidak pernah menguntungkan antara
kita sebab kita sama-sama saling tidak pernah, sama-sama bernafsu untuk menetapkan siapa
diantara kita yang benar dan yang salah, atau…. Kau tidak ada.
SEMUA(Marah)
Capek!
BADUT PERTAMA
Istirahat dong, kan gampang! Turunkan tangan, lemaskan otot-otot sambil….
TIGA
NABI KETIGA
Bijinya bisa dibikin jimat
Ditaburi kembang setiap Jum’at
Gusti Pangeran sangat keramat
Menabur rahmat setiap saat
NABI KEEMPAT
Biji rambutan makanan rakyat
Rasanya pahit tapi ya pahit
Gusti Pangeran punya maklumat
Siapa mencubit bakal kejepit
SEMUA
Pit
Pit
Pit
Aduh aduh aduh
Kit
Kit
Kit
Dihimpit sakit
Diintip sakit
Sedikit sakit
Sakit sedikit
Sedikit
Sakit
ORKES I
Telor dadar makanan Zainal
Diceplok Cina pagi sekali
Sikap sabar mengobat kesal
Biar digaplok pagi sekali
SEMUA
Bar bar bar bar barbar
Bar bar bar bar barbar
ORKES I
Hulahula tarian nikmat
Membuka gemas lenggak-lenggoknya
Ini sandiwara suguhan rakyat
Walaupun pedas, tinggi gizinya
SEMUA
Bar bar bar barbar
Bar bar bar barbar
(Makin panas)
Bar bar bar barbar
Bar bar bar barbar
Barbar
Barbar
ORKES I
Sabar
Sabar
BADUT PERTAMA
Tuanku, kembali kita bertemu
NABI PERTAMA
Semarku, kau bertambah lucu
BADUT PERTAMA
Tuanku berlebihan, tapi juga terimalah pujianku; orkes tuanku semakin nyaring dan merdu
NABI PERTAMA
Semarku, kau berlebihan, tapi juga dengarlah komentarku. Dagelanmu semakin runcing tanpa
tedeng aling-aling
BADUT PERTAMA
Dagelan-dagelan lama dalam gaya baru, tuanku. Tanpa kostum, tanpa rias dan tanpa tetek
bengek lainnya.
NABI PERTAMA
Ide bagus
BADUT PERTAMA
Bukan ide pangkal musababnya, tuanku. Tapi
NABI PERTAMA
Kau begitu lain, Semar. Ketika kita pertama kali berjumpa.
BADUT PERTAMA
Dua ribu tahun yang lalu?
NABI PERTAMA
Kau pelupa. Bukan,
BADUT PERTAMA
Yayayayaa. Suling itu.
NABI PERTAMA
Kau membuatnya untuk pertama kali dank au meniupnya dengan syahdu sekali.
NABI PERTAMA
Mana dia? Tiuplah sebuah lagu untuk kenangan kita
BADUT PERTAMA
Menyesal sekali tuanku. Saya sudah lupa sama sekali. Semua lagu saya sudah lupa dan malah
saya pun sudah lupa bagaimana membuat suling itu
NABI PERTAMA
Tidak masuk akal., bagaimana bisa terjadi?
BADUT PERTAMA
Panjang lakonnya, tuanku. Lain kali saya akan ceritakan pada tuanku seorang diri. Saya kira
para penonton sudah mulai terampas waktunya oleh percakapan nostalgia kita. Selain itu saya
lupa memperkenalkan tuanku dan tuan-tuan yang lain.
NABI PERTAMA
Tapi sambil lalu, masih kamu jadi tukang penjaja mainan?
BADUT PERTAMA
Masih, tuanku. Dan akan tetap begitu. Maafkan tuanku (kepada semua) perlu kalian ketahui
bahwa rombongan orkes ini terdiri dari para nabi. Harap memberi tabe
NABI PERTAMA
Cukup, kami memahami dan merasakan hormat kalian.
BADUT PERTAMA
Demi keamanan, terpaksa kami tidak dapat menyebut nama beliau (Pada nabi pertama)
maafkan, tuanku. Terpaksa kami ambil tindakan begini karena sekelompok besar orang-orang
di sini tidak mengizinkan nabi mereka disandiwarakan secara blak-blakan;semata-mata
lantaran takzim mereka jua (Pada hadirin dan semua pemain) Sekalipun demikian, tak ada
jeleknya dan salahnya kalau di sii dalam kesempatan ini saya boleh memperkenalkan beliau-
beliau tidak atas nama, melainkan atas nomor-nomor, meski saya sadar, lama-lama akan
ketahuan jua perbedaan satu dan lainnya. Yang mulai Nabi Pertama
BADUT PERTAMA
Yang mulia Nabi Kedua
BADUT PERTAMA
Yang mulia Nabi Ketiga
BADUT PERTAMA
Yang mulia Nabi Keempat
NABI PERTAMA
Maafkan, maafkan kami karena kami tidak mempunyai album baru, tapi kami berjanji akan
bernyanyi dan menghibur kalian. Dan sebaliknya kamipun akan dengan senang menyaksikan
pertunjukan kalian.
Tapi terlebih dahulu sudah tentu alangkah baiknya kalau saya pun boleh memperkenalkan
kalian kepada para penonton.
Saya akan memperkenalkan dari belakang, maksud saya dari angka belakang. Badut keempat
alias Bagong
(Bagong tampil manja dan malu-malu seperti bisaanya, dan semua bertepuk)
(Petruk yang jangkung itu tampil dengan penuh ahrga diri dan para hadirin bertepuk. lalu
belum nabi pertama menyebut namanya lebih dulu gareng tampil)
Dan kini tampil Semar alias badut pertama. Selain sebagai pemain juga memimpin dan
menyutradarai pertunjukan-pertunjukan rombongannya
BADUT PERTAMA
Orkes Madun karangan Arifin C Noer
ORKES II MUNCUL TERDIRI DARI SENIMAN-SENIMAN
Dan kini perkenankan saya memperkenalkan rombongan orkes kedua yang terdiri dari
seniman-seniman. Tapi lantaran di sini terlalu banyak nama seniman, maka demi
menyelamatkan kemungkinan satu sama lain, maka untuk mereka tidak perlu kami sebut satu
persatu namanya, cukup dengan angka seperti nabi-nabi.
EMPAT
Satu
Nanti dulu
Dua
DARSIH
Buruan, dong! (Sambil Exit) kalau mau nginap bilang kek!
GADIS
Mad! Mad!
JEJAKA
Tidak makan apa-apa (sambil keluar)
SUARA DARSIH
Sedang bertelor apa?
MADEKUR
Bagaimana kalau kita kawin saja!?
TARKENI
Gampang. Bayar saja dulu yang sekarang.
MADEKUR
Bajingan! Masa nggak percaya sama saya. Mengeluarkan uang dari dalam saku celananya.
Dengan gaya si kaya ia menghitung beberapa lembar lalu menyerahkannya pada Tarkeni)
minggu yang lalu saya bayar berapa?
TARKENI
Bisaa. Dua.
MADEKUR
Malam ini tujuh. Hitung saja.
MADEKUR
Kamu kira uang palsu?
TARKENI
Rejeki nomplok?
MADEKUR
Mana ada rejeki nomplok. Tahi kuping yang nomplok! Keringat!
MADEKUR
Sekarang jawab. Bagaimana kalau kita kawin saja.
TARKENI
Jangan kayak anak-anak ah.
MADEKUR
Saya serius dan umur saya dua puluh lima, neng.
TARKENI
Say dua satu
MADEKUR
Nah, apalagi? Pekerjaan saya sudah punya.
TARKENI
Saya juga punya.
MADEKUR
Lebih bagus lagi. Dan lebih dari itu ketika kecil kita pernah jadi penganten-pengantenan. Dan
saya kira saya masih cinta sama kamu.
TARKENI
Kalau saya tidak?
MADEKUR
Belakangan kan bisa!?
SUNYI SEJENAK
MADEKUR
Bagaimana?
TARKENI
Kenapa mesti kawin?
MADEKUR
Seperti umumnya orang. Biar gampang.
TARKENI
Begini kan gampang.
MADEKUR
Lebih gampang lagi kalau kita kawin. Sudahlah jangan banyak Tanya. Bagaimana?
TARKENI
Kita rundingkan di luar.
Tiga
Empat
Lima
IBU I
Yang paling sulit adalah kedudukan itu. Siapa pun tahu tidak gampang memilih pihak, lebih-
lebih semua pihak sama-sama berarti dan cintai dan celakanya adapt hidup selalu menjatuhkan
kita pada salah satu pihak sekalipun kita tidak menjatuhkan pilihan alias kita tidak bisa lepas
dari kedudukan sebagai korban. Karena itu sekali waktu kita menganggap menjatuhkan pilihan
adalah yang terbaik dalam hidup ini, sebab kita memerlukan kepuasan memiliki hak memilih
sebagai kompensasi atas kesia-siaan kita.
IBU I
Yang penting buat saya anak saya senang, biarlah dia kawin dengan siapa pun yang dia maui
kalau memang sudah merupakan jodohnya. Coba saja meskipun kita ngotot dalam hal ini pasti
anak saya yang akan keluar sebagai pemenang, karena dalam zaman ini kedudukan anak
sedang mendapat angin. Selain itu, saya belum yakin benar bahwa Tarkeni menjadi pelacur di
Jakarta seperti yang dibisikan banyak orang. Juga saya demikian terharu mengetahui betapa
anak saya yang sejak kecil diam-diam mencintai Tarkeni.
IBU II
Pernah suami saya memergoki mereka sedang jalan berduaan di pematang sawah dekat
pekuburan Ki Kede dan tanpa komentar suami saya menyeret Tarkeni pulang. Di dapur, suami
saya mencambuk Tarkeni dengan ikat pinggangnya yang setebal telapak tangan. Bagaimana
tangis Tarkeni tidak perlu diceritakan.
IBU I
Keluarga itu sudah bebuyutan, sudah sedemikian tua permusuhan kami sampai kami sendiri
tidak pernah tahu duduk masalahnya.
IBU II
Ada seorang paman kami pernah mencoba menjelaskan kenapa kami bermusuhan . pada suatu
malam pada bulan puasa, kakek kami ketika masih perjaka berkelahi dengan kakek mereka di
pekarangan mesjid. Persoalannya kakek kami dan kakek mereka sama-sama jtuh cinta kepada
seorang gadis, kalau tidak salah ingat gadis itu dari keluarga moyang mang Miskak juru kunci
mesjid. Siapa yang menang sudah pasti kakek kami karena paman bilang itu kakek jago silat.
Hanya sayangnya nasib berkata lain, sehingga dua-duanya tidak sempat mengawini gadis itu
lantaran tergesa meninggal. Nah, sebenarnya bisa saja kemudian sama-sama saling menuduh
telah bebruat jahat terhadap sang gadis. kakek kami menuduh kakek mereka telah
mengirimkan guna-guna agar gadis itu terpaut hanya pada hatinya, tapi agaknya salah mantra
sehingga menyebabkan gadis itu malah meninggal secara mendadak.
IBU I
Seorang paman kami pernah bercerita bahwa sebenarnya moyang kami pernah besanan
dengan moyang mereka. Jelasnya buyut kami pernah satu tempat tidur dengan salah seorang
buyut mereka, tapi lantaran buyut perempuan mereka terbukti serong dengan laki-laki lain,
maka buyut kami menjatuhkan talak tiga sekaligus terhadap buyut perempuan mereka (dengan
gaya mengucapkan rahasia) memang keluarga mereka keluarga gampang gatel.
IBU II
Sedangkan salah seorang bibi kami pernah menceritakan bahwa pada suatu hari jumat… (Kesal
dengan ceritanya sendiri)
IBU I
Sedangkan salah seorang uwak kami pernah menceritakan bahwa pada suatu hari Sabtu….
(Kesal dengan ceritanya sendiri)
Enam
Juga rupanya kamu tidak menyadari betapa banyak pilihan yang bisa kamu lakukan, dan kamu
cukup mengerti bahwa yang terbaik adalah emmilih yang terbaik. Tahu kalau kamu masih
belum bisa yakin juga, cobalah Tanya para penonton (pada penonton) Setujukah Anda kalau
anak Anda kawin dengan pelacur/pencopet? Kalau Anda bilang setuju artinya Anda munfik
sejati. Karena Anda telah mengkhianati hati Anda sendiri. Marilah kita akui sama-sama bahwa
pada dasarnya kita menyukai kebangsawanan sekalipun perut kita kosong.
Dengan mengatakan setuju berarti Anda telah sempurna dalam mengobral kata-kata muluk
berbunga kebajikan, sementara dalam perbuatan nyata Anda kurang lebih sepaham dengan
saya. Tapi Anda saksikan sendiri saya satu tingkat lebih tinggi dari Anda lantaran saya satu
antara perkataan dan perbuatan. Sungguh-sungguh kita ini ningrat yang terselubung.
Ketika di negeri-negeri lain orang sudah sedemikian sibuk dan kerja keras, rang-orang tua kita
masih belum selesai dengan sarapannya, dan yang sebagian lagi sibuk merenungkan hikmah
hidup tanpa sarapan.
(keempatnya saling bertatapan sementara Ibu & Ibu sama menghela napas. Beberapa saat
tableu begitu. Kemudian terdengar suara gong satu kali)
Nah, biarkanlah saya mengumpamakan persoalan ini dengan dua tangkai bunga melati dan
seorang gadis delapan tahun. Yang setangkai berwarna putih, sedang setangkai lagi berwarna
hitam. Mula-mula sudah jelas gadis itu merasa heran dan sangat lama bertanya dalam hati
kenapa ada setangkai bunga melati yang berwarna hitam, sekalipun sebelumnya dia tidak
pernah merasa heran bertanya dalam hati ketika pertama kalinya ia melihat bunga melati
berwarna putih.
Begitulah seperti yang saya bilang tadi bahwa gadis itu lama bertanya dalam hati, lama merasa
heran. Tapi heran yang lama. Kemudian menjelma menjadi takjub dan akhirnya hati gadis itu
tertarik ingin melati yang hitam. Begitulah ketika jari-jarinya yang lembut bergetar oleh
kekaguman siap mematahkan melati hitam dari tangkainya, gadis itu tiba-tiba ingat bahwa
rambutnya juga berwarna hitam. Selain itu ia juga ingat tidak seorang pun di Jatibarang yang
menghias rambutnya dengan melati hitam, bahkan sekalipun perempuan yang ebrambut putih
seperti neneknya.
AYAH &AYAH
Kurang ajar. Lepaskan melati itu
AYAH &AYAH
Bajingan
SANGAT TIBA-TIBA SEKALI, AYAH DAN AYAH MENGHUNUS GOLOK ITU DAN SIAP
AKAN MEMANCUNG KEPALA MAD & TAR DAN IBU & IBU MENJERIT
Tujuh
MADEKUR
Bagaimana?
TARKENI
Kamu bagaimana?
MADEKUR
Buat saya nggak ada soal. Kamu yang sejak semula bersikeras ingin meminta izin dan restu
orang tua sekarang punya persoalan karena ultimatum mereka.
TARKENI
Persoalan ini sangat berat buat saya
MADEKUR
Buat siapapun sangat berat, kecuali bagi saya
TARKENI
Bagaimana ya?
MADEKUR
Saya tahu kamu sentimental seperti umumnya para penonton sandiwara. Cobalah putuskan.
TARKENI
Kalau saya berpihak kepada orang tua dan niat kawin kita urungkan….
MADEKUR
Kamu akan segera menjadi bintang keluarga dan penonton akan terharu, sementara diam-diam
mengutuk orang tua.
TARKENI
Kalau sebaliknya?
MADEKUR
Kamu segera akan diludahi dari segala penjuru dan penonton menganggap lakon ini kurang
menarik, sementara mengharapkan akhirnya kamu kembali bersujud di depan orang tua mu.
TARKENI
Dan saya sendiri?
MADEKUR
Berbahagia tidur bersama saya sambil sekali-sekali membayangkan rambut orang tua mu yang
semakin memutih.
TARKENI
Dan orang tua saya?
MADEKUR
Bernapas seperti bisaanya dan nasibnya sudah diatur seperti orang-orang tua yang lain
TARKENI
Tidak pernah mereka memikirkan saya.
MADEKUR
Pernah setiap akan tidur tapi tak lebih dari lima menit.
TARKENI
Kamu sendiri bagaimana?
MADEKUR
Buat saya sangat gampang membenci orang tua saya karena mereka tidak pernah
memperhatikan saya kecuali setelah mereka ditinggalkan saudara-saudara saya yang lainnya,
dan saya menunjang biaya rumah tangganya secara tetap.
TARKENI
Kamu pahit sekali
MADEKUR
Saya kira bukan pahit, enteng. Seperti hidup ini memperlakukan kita.
TARKENI
Enteng.
MADEKUR
Enteng.
TARKENI
Saya sudah putuskan
MADEKUR
Bagus.
TARKENI
Enteng.
MADEKUR
Enteng.
Delapan
AYAH & AYAH DAN IBU & IBU MUNCUL DI TEMPAT MASING-MASING
Ketika bapak memberikan jalan keluar, yaitu menawarkan putusnya hubungan antara kita
seketika saya merasa lebih sehat dan tubuh saya kehilangan berat sama sekali sehingga saya
merasa ringan apa saja.
Sombong. Atau kamu mengira tenaga saya tidak cukup kuat emnghadapi otot-ototmu yang
masih segar? Jangan lupa gigi saya masih utuh dan kuat (pada penonton) apakah diantara
kalian ada yang mengharapkan agar saya bersikap lembut menghadapi sikap kurang ajar
seperti itu? Mengharap agar saya meminta-minta supaya anak biadab itu kembali menyebut
diri saya sebagai bapaknya?
ORANG TUA
Kami….
AYAH &AYAH
Ternyata Cuma fitnah, bukan?
Sembilan
IBU
Hari jum’at hari baik.
AYAH
Tidak. Hari Sabtu.
IBU
Minggu yang baik
AYAH
Senen
AYAH
Selasa
IBU
Rabu
IBU
Kamis
AYAH
Jum’at
AYAH
Minggu
IBU
Jum’at.
IBU
Minggu.
MADEKUR
Khrreeeeeeeeeekkk….
TARKENI
Tek – tek ….
AYAH
Jum’at
MADEKUR
Tek – Tek.
IBU
Minggu.
TARKENI
Tek – Tek….
IBU
Jum’at
MADEKUR
Tek – Tek….
(Sebentar diam)
TARKENI
Tek.
IBU
Jum - …. Teruskan.
MADEKUR
Tekek.
IBU
Jum’at
PARA NABI
Apa yang terjadi?
NYANYIAN
Siapa akan kita hibur?
Siapa mau kita hibur?
Bumi kosong
Langit kosong.
Adalah sebidang padang sunyi
Adalah sebaris para penyanyi
Saling memantulkan sunyi
Siapa akan kita hibur?
Siapa mau kita hibur?
Bumi kosong
Langit kosong
Kosongnya kosong melompong
Kosongnya kosong yang gosong
A…..
Huruf a melayang entah ke mana
I…..
Huruf I bersembunyi entah dimana
AAAA
IIIIIIII
AIA
AIA
A……
YANG DITANYA
Lihat!
NABI
Di mana mereka sekarang?
YANG DITANYA
Saya juga sedang cari
NABI
Suaranya makin jelas. Ya, makin jelas.
NABI
Ya. (Tiba-tiba semuanya diam) Pasti mereka. Betul kamu ternyata Cuma rekman suara mereka.
Itu siapa yang berbaris di sana?
NABI
Semar, semar….
SEMAR
Ya, saya Semar. Saya semar
NABI
Kalian darimana mau ke mana?
SEMAR
Dari cari penonton mau cari penonton
NABI
Gila sekali bahwa selama ini kita saling mencari penonton, cari mereka. Kalau begitu segeralah
main. Penonton sudah berkumpul sekarang.
SEMUA BADUT-BADUT BERDIRI LUNGLAI DAN MEMANDANGI HADIRINNYA.
SEMAR
Jadi kalian masih hidup?
SEMAR
Kami kira permainan kami semalam yang terakhir
NABI
Sudahlah. Sudahlah.
SEMAR
Kami sedih tentang kalian
NABI
Sudahlah, sudahlah.
SEMAR
Selama ini kami bergurau tentang kalian
NABI
Musik! (Seseorang memainkan biola) Silakan Semarku, lanjutkan pertunjukanmu, kamu kelak
ingin tahu nasib Madekur dan Tarkeni selanjutnya. (Semar cs tiba-tiba menangis lebih keras
lagi) Kenapa? Ada apa?
SEMAR
Seperti lakon-lakon Arifin yang lain, mereka mati secara mengerikan sekali. Secara detail kami
tak tahan melukiskannya.
NABI
Betul-betul kisah cinta nan penuh air mata.
SEMAR
Kedua mayatnya dalam satu lubang bersama sampah Jakarta
SESEORANG
Bagaimana bisa terjadi
SEMAR
Gampang saja. Mereka mati di pinggir kali atau di dekat tong sampah. Atau di trotoar, atau di
bawah Monas. Atau di… atau di… gampang saja.
NABI
Tapi cobalah lukiskan selengkapnya.
SESEORANG
Nanti dulu. Saya protes. Bagaimana mungkin mereka dibiarkan oleh pemerintah begitu saja?
SEMAR
Pemerintah tidak tinggal diam. Pemerintah telah meminjamkan turk sampahnya dan
membiayai ongkos penguburan sekedarnya.
SESEORANG
Seharusnya mereka dikubur di taman pahlawan. Jelas mereka pahlawan yang tangguh, ulet
dan tahu harga diri.
SESEORANG
Kenapa tidak di taman pahlawan?
SEMAR
Karena bukan pahlawan.
SESEORANG
Kenapa bersama sampah?
SESEORANG
Karena sampah.
SEMAR
Terus terang dalam suasana murung tanpa harapan sama sekali seperti sekarang ini saya tidak
berdaya bersandiwara lagi.
NABI
Semuanya sudah habis, sobatku. Bakatmu yang besar pasti sanggup mengusir kegeramanmu
dan menggantikannya dengan kecerahan bocah menyajikan kekocakan-kekocakan, hiburan-
hiburan serta harapan-harapan.
SEMAR
Semuanya sudah habis. Kekocakan telah menyusut kering bersama lapar dan dahaga. Apa
yang terjadis emalam sungguh-sungguh di luar batas permainan selama ini. Bagaimana harus
diterima? Dalam beberapa detik, semuanya berubah. Dalam satu hentakan segala sumber
kehidupan dikeringkan bersama-sama. Dan….
SEMAR
Seketika para badut dan para penyanyi bisu bersama-sama.
NABI
Kalian hanya terlalu capek, yang kalian perlukan hanyalah hiburan, miuman dan makanan.
NYANYIAN
Tak pernah mutlak gelap
Tak pernah mutlak gelap
Tak pernah mutlak senyap
Tak pernah mutlak senyap
Tak pernah mutlak gelap
Tak pernah mutlak gelap
Mesti ada setitik cahaya
Meski setitik setitik hanya
WASKA
Bencana telah dibencanakan oleh semangatku oleh ruhku, oleh namaku. Waska, Waska,
Waska…..
KOOR
Waska, Waska, Waska…..
WASKA
Peran Waska akan tampil memecah puing-puing yang berserakan sepanjang tepi senja, akan
menghidupkan mayat-mayat dan dendam kesumat.
KOOR
Waska, Waska, Waska…..
WASKA
Peran Waska akan tampil memberi ruh pada jasadku yang lunglai kecapekan, yang kosong,
yang gosong yang bagai kepompong.
KOOR
Uuuuuuuuuuuu…..
WASKA
Langit hanya berisi angin hari itu dan warna hitamku tumpah di seantero di mana-mana dan
aku Waska sedang minum air kelapa.
TARKENI
Lalu aku Tarkeni datang menangis bersujud di kaki Waska mengadukan ihwal duka.
WASKA
Ada apa anakku? Kenapa menangis pilu itu?
TARKENI
Sakit kepalaku sampai ke kalbu lantaran dipukul suamiku.
WASKA
Madekur!!!
MADEKUR
Madekur luka hatinya, disobek-sobek oleh cemburu buta.
WASKA
Ya, karena belum matang jiwanya.
NABI I
Saya kira bukan soal matang, Semar. Kau belum tahu persoalannya seperti juga penonton yang
lain.
WASKA
Pengalaman Waska sama kaya dengan alam
NABI I
Pengalaman saya sebaliknya, hanya sepertiga. Tapi dalam persoalan Madekur, saya yakin kau
terlalu tergesa.
KOOR
Sebagai suami yang baik, Madekur semakin giat mencopet.
Sebagai istri yang baik tarkeni semakin giat melonte.
Begitulah, pada suatu malam
Adalah enam belas lelaki antre depan Tarkeni
Lantaran Tarkeni semakin popular goyang pinggulnya
Dan Madekur suaminya terselip sebagai lelaki ke enam belas
Menunggu giliran dan jatah kemesaraan
WASKA
Lalu karena dia juga mendapat perlakuan sama seperti lelaki lain, Madekur cemburu.
SESEORANG
Apa kau juga bayar seperti lelaki lain?
MADEKUR
Sudah pasti dan saya bisa pastikan saya membayarnya dengan tarif tertinggi yang tidak akan
pernah orang mau. Kalian bisa bayangkan betapa kecewa hati saya, malam itu., sementara
berahi meregang-regang, sementara hasil uang copetan di tangan akan kuserahkan, saya harus
menunggugiliran ke enam belas tanpa kebijaksanaan sedikitpun.
WASKA
Dan karena itu kamu pukul istrimu?
MADEKUR
Bukan karena itu. Itu soal kecil. Ada soal yang lebih besar.
NABI I
Percaya gak? Saya bisa pastikan….
WASKA
Jangan menduga-duga, dengar saja faktanya.
MADEKUR
Inilah soal besar itu: diantara ke enam belas lelaki tersebut adalah Maskat sahabatnya, yang
ikut bersetubuh dengan Tarkeni.
WASKA
Apa salah Maskat kalau lelekai-lelaki yang lain berbuat serupa?
MADEKUR
Aku yang meyalahkan!!!
MADEKUR
Dengan ini saya umumkan beberapa ketentuan tata-tertib praktek pelacuran Tarkeni:
1. Persetubuhan boleh berlangsung atas dasar suka sama suka.
2. Tarif persetubuhan damai dan dibayar di muka
3. Setiap yang merasa sebagai lelaki boleh ikut dalam transaksi tersebut, kecuali saudara-
saudara/famili/sahabat/kerabat dan suaminya.
4. Ketentuan ini berlaku surut, mulai beberapa saat yang lalu
Dan kau terkena ketentuan itu, Maskat!!!.
TARKENI
Aku tidak terima. Aku tidak terima. Ini sama sekali tidak adil kalau dia boleh mencopet siapa
saja, kenapa saya tidak boleh ebrsetubuh dengan siapa saja?
WASKA
Apa komentar tuanku?
NABI I
Saya menganggap kecemburuan Madekur pada tempatnya.
WASKA
Ya, memang pada tempatnya, dan tempatnya adalah jiwa yang mentah. Madekur!!!
MADEKUR
Ya bapak.
WASKA
Kau tahu kenapa orang cemburu!?
MADEKUR
Tahu bapak. Karena mukanya jelek
WASKA
Apa mukamu jelek?
MADEKUR
Tidak, bapak.
WASKA
Kalau begitu, kamu tidak usah cemburu dan ketentuan tata tertib di atas dengan ini aku
batalkan.
MADEKUR
Jadi, bapak?
WASKA
Tarkeni bebas berstubuh dengan siapa saja, di bayar atau tidak, di muka atau di belakang.
WASKA
Aku kecewa sekali kau bertingkah kayak bocah. Seharusnya dulu tak kuijinkan kalian kawin
seperti juga saudar-saudara kalian yang lain.
NABI I
Kenapa mereka diijinkan? Apa itu tak bertentangan dengan watak Waska?
SEMAR/WASKA
Apa Waska berwatak? Lagi waska anggap saja perkawinan itu sebagai salah satu bentuk
rekreasi dan dengan alas an itu ia mengijinkan perkawinan mereka (selanjutnya pada Madekur
sebagai Waska) Tapi itu tidak berarti kuijinkan segala tetek bengek persoala-persoalan seperti
cemburu, pertengkaran pura-pura dan tangis-tangisa. Apa itu? Lebih berharga air kelapa!!
WASKA
Coba cek basis pertama. Mulai dari Tarkeni. (Tarkeni meludahi Madekur dan Madekur
membalasnya) Tidak, Madekur, tidak begitu. Ternyata kau masih cerewet. Apa aku bilang
dulu? Pertama-tama kau harus mampu mengubah sikap dan tanggapanmu apabila kamu
diludahi. Ulangi lagi dari kau.
TARKENI
Ludahmu hangat
WASKA
Luar bisaa, luar bisaa, Tarkeni – coba beri rokok!
ajaran terpenting dalam agama kita juga adalah mengenai harga diri. Agama kita
mengharamkan pengemisan dan mewajibkan perampasan atau perebutan atau yang sejenis.
MADEKUR
Pencopetan, bapak?
WASKA
Itu permainan anak-anak, tapi baik juga buat melatih keterampilan. Yang penting, yakinlah
bahwa agama kita sangat serasi dengan alam, dan kenyataan. Dan tabahlah karena agama kita
sebagai agama tertua selalu dimusuhi. Banyak sudah pionir-pionir yang mati dalam
memperjuangkan menegakkan agama kita. Betapa pun tabahlah dan sekaligus benggalah sebab
penjara di mana-mana berisi saudara-saudara kita seagama dan senasib. Umang-umang.
SESEORANG
Bapak, murid-murid telah datang semua dan pelajaran boleh dimulai.
WASKA
Kita berdoa dan sembahyang dulu
SESEORANG
Banyak, bapak. Sebagian mereka adalah anak-anak tanggung yang putus sekolah karena biaya
dan sebagian lantaran tidak bisa merasa cocok dengan orang tuanya.
WASKA
Borok
BOROK
Ya, bapak.
WASKA
Ambil sebagian
BOROK
Baik, bapak. Wilayah tetap, bapak?
WASKA
Tetap sekitar jembatan lima sampai batas gereja – Buang.
BUANG
Ya, bapak.
WASKA
Pimpin yang sebagian lagi
BUANG
Baik, bapak.
WASKA
Basis pertama (Lalu orang-orang sama saling meludah) anak-anakku yang baru datang, perlu
kalian ketahui kenapa kalian harus segera bisaakan diri saling meludahi. Sebab adat hidup
emmang begitu dan kita tak bisa mengelakkannya. Umurku sembilan puluh tujuh tahun dan
selama sembilan puluh lima tahun aku diludahi dan sekarang aku kebal.
SESEORANG
Kalau begitu kenapa bapak tidak lagi punya harga diri?
WASKA
Aku yakinkan bahwa kau sendiri tidak mengerti maksud pertanyaanmu, tapi perlu kamu tahu
bahwa latihan basis pertama ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan soal harga diri.
Melainkan latihan mengumpulkan-menghimpun dendam menjadi satu kekuatan yang di luar
perhitungan. Kita coba, ludahi aku.
WASKA
Sepintas lalu kelihatannya tak ada harga diri dan kebal, padahal lonjakannya telah mengambil
bentuk lain yang ebrnama ‘nekat’. Paham? (tiba-tiba mengibaskan tangannya seperti nyamuk)
Sambil lalu, bagaimana berita mengenai tempat ini?
LAIN LAGI
Kita masih bisa berkumpul di sini sampai akhir tahun, bapak.
WASKA
Bagus, tahun depan kita cari tempat yang lebih luas daripada stasiun tua ini. Umang-umang
tak boleh putus asa.
ORANG-ORANG
Ya, bapak.
WASKA
Sekarang latihan sendiri-sendiri sesuai dengan bakat masing-masing.
NABI I
Semar, lakonmu kali ini pahit sekali dan compang-camping
SEMAR
Aku sendiri tidak tahu lagi. Yang kutahu hanayalh kekecewaan demi kekecewaan yang tak
pernah terlintas dalam benakku.
WASKA
Ketika aku dilahirkan, sejak dulu sampai kini pun, aku tetap berpihak kepada cinta. Tapi
kejahatan kusaksikan semakin memenuhi sudut-sudut pandangan dan meneyrbu membakar-
memusnahkan impian-impian masa kanak-kanakku. Segala macam kekecewaan!
NABI I
Apa tidak ada yang kau matangkan!?
WASKA
Semuanya kumatangkan menjadi kenekatan (Seketika menjadi Waska) Anak-anakku!!,
berkeliaranlah sebagai umang-umang dan setialah sebagai umang-umang karena kalian adalah
umang-umang
(Lalu lewat Ibu Tarkeni yang membawa sekuntum bunga dengan wajah riang. Dan ia juga
memakai sepatu roda)
BAPAK
Mengaku saja.
IBU
Bukan
BAPAK
Kalau begitu buka wajahmu
IBU
Malu.
BAPAK
Atau kamu pelacur yang sebulan sebelum saya mati…
BAPAK
Sebentar-sebentar, kamu siapa? Jangan marah-marah dulu. Jelaskan siapa kamu. Rasanya aku
pernah melihatmu.
IBU
Coba besarkan mata kamu!
IBU
Jangan sentuh aku. Kau kotor. Tempatmu di neraka nanti.
BAPAK
Bu, sama sekali aku mencarimu di ruangan yang aneh ini.
IBU
Akhirat, goblok.
BAPAK
Ya, bu….
IBU
Jangan sentuh aku. Kau telah nyeleweng.
BAPAK
Jangan dulu bersikap negative begitu. Dengarkan.
Ibu berpaling
BAPAK
Percayalah, bahwa pelacur yang kutiduri itu persis wajah dan tubuhnya dengan kau, bu.
Matanya persis matamu. Hidungnya persis hidungmu. Bibirnya persis bibirmu. Segala-galanya
persis segala yang kau miliki yang indah dan menggemaskan itu.
jadi bu, secara rohaniah, malam itu aku tidur denganmu.semuanya adalah rindu kita cinta kita.
IBU
Betul, pak?
BAPAK
Kebenaran selalu sukar diungkapkan
IBU
Oh, pak. Betapa setia kau.(Mereka berpelukan) Omong-omong, kapan kau mati, pak?
BAPAK
Aku tidak bisa mengingatnya. Rasanya sudah lama.
IBU
Apa sebab kamu mati?
BAPAK
Mungkin lantaran TBC, mungkin lantaran aku tak tahan menanggung mal terus-terusan akibat
anak kita Tarkeni (Batuk) Batukku enteng dan tidak berdarah lagi.
IBU
Karena kamu telah mati, pak. Kamu dibebaskan dari, bahkan dari penyakit.
BAPAK
Kalau begitu, mati itu enak dong.
IBU
Sudahlah, kau bilang tentang Tarkeni tadi. Kenapa dia?
BAPAK
Seperti kau sendiri tahu, anak kita memang benar pelacur dan aku malu sendiri.
IBU
Boleh saja malu, tapi tak usah terlalu lama.
BAPAK
Kamu bisa begitu. Tapi aku tidak. Selama dia jadi pelacur selama itu pula saya malu.
Bagaimana tidak!? Kamu tahu dari buyut saya smapi ayah saya semuanya penghulu dan ulama
terkenal, dan Tarkeni….
IBU
Yang penting kita telah berusaha keras menginsyafkan dia dan Tuhan tahu itu.
BAPAK
Tapi ini soal kehormatan keluarga dan sama sekali bukan soal Tuhan. Ha? Aku bilang apa tadi?
IBU
Sudahlah kamu jangan ngaco. Lebih baik kita berdoa sekarang demi anak-anak kita.
BAPAK
Ya, saya akan berdoa biar anak itu tahu betapa besar cinta saya kepadanya dan…
IBU
Sudah
BAPAK
Kesucian namaku dan keluarga haruslah….
IBU
Sudah aku bilang
MADEKUR
Kalau kau menangis terus begitu. Waska pasti kecewa. Berhentilah. Lupakan semuanya.
TARKENI
Sudah sepuluh tahun aku tak sempat menangis, biarkan aku kini menangis barang dua menit
untuk kematian kedua orang tuaku.
MADEKUR
Aku?
TARKENI
Menangislah kalau kau mau
MADEKUR
Aku tidak bisa lagi menangis, juga tidak mengaduh ketika lenganku yang kiri dilindas roda
kereta api.
TARKENI
Kalau begitu kau cukup diam dan biarkan aku menangis sebentar (Menangis)
MADEKUR
Kalau sudah, kita harus segera ke kantor Gubernur, kita sangat diperlukan.
TARKENI
Madekur, biarkanlah aku menangis dulu.
MADEKUR
Baiklah, baiklah. Menangislah.
MADEKUR
Ada apa?
SESEORANG
Mau melonte, Tarkeni nganggur?
MADEKUR
Sedang berkabung.
SESEORANG
Jadi tidak terima tamu?
MADEKUR
Terima. Tunggu saja di kamar.
SESEORANG
Terima kasih. Permisi (Keluar)
MADEKUR
Kita harus segera ke kantor Gubernur
TARKENI
Kenapa?
MADEKUR
Orang tua ku di sana. Mereka mencariku.
TARKENI
Kenapa di sana?
MADEKUR
Mereka tetap berpendapat aku ini Gubernur Jakarta.
TARKENI
Tapi.
MADEKUR
Ayolah kita segera berangkat
LALU MADEKUR MENARIK TARKENI KELUR. DAN KEMUDIAN MUNCUL LELAKI TADI
YANG HAMPIR TELANJANG
SESEORANG
Tarkeni, di mana kau?
ORANG ITU TERUS MENCARI MENYERU TARKENI SAMBIL AKHIRNYA KELUAR. DAN
BERSAMAAN DENGAN ITU MASUK BEBERAPA ORANG YANG NAMPAKNYA SEDANG
BERTENGKAR
BAPAK
Coba, aku sudah menyebut namaku, aku sudah sebut nama anakku, aku sudah sebut pangkat
anakku, aku mesti menyebut apalagi supaya boleh bertemu dengan anakku.
RESEPSIONIS
Bapak boleh bertemu dengan anak bapak, tapi tidak di sini.
BAPAK
Di mana? Di mana? Di rumahnya? Aku belum tahu di mana rumahnya. Di sini sudah jelas
kantornya, dan di sini sudah jelas lebih gampang aku bisa menemuinya, kenapa tidak boleh?
IBU
Barangkali dia sedang…. Sedang repot, pak. Dinas, rapat.
BAPAK
Saya tidak peduli dia sedang apa, saya hanya perlu ketemu sekarang juga, sebentar, non. Coba
jawab pertanyaan saya. Nona tahu buat apa saya perlu ketemu anak saya alias Gubernur?
RES
Bagaimana saya tahu?
BAPAK
Itulah! Sebab itulah non tidak boleh gegabah pada siapa saja yang bernama tamu. Nah, biar
jelas saya akan uraikan secara panjang lebar kenapa dan dengan apa saya perlu bertemu
dengan anak saya alias Gubernur.
BAPAK
Sebentar, non mau dengarkan saya atau makan saja?
RES
Saya lapar. Ini jam istirahat.
IBU
Kelihatannya enak ya non.
BAPAK
Baiklah saya izinkan kau makan sambil mendengarkan saya. Saya mau bicara apa tadi, bu?
IBU
Kenapa….
BAPAK
Saya sudah tahu. Ya, kenapa dan dengan tujuan apa saya ingin ketemu dengan anak saya alias
Gubernur? Sebab sudah bertahun-tahun gubernur itu tidak pernah lagi mengirim wesel kepada
saya. coba tahu nona alasan apa dia tidak mengirimkan lagi wesel-wesel itu kapada saya?
RES
Saya kira tidak ada alasan untuk melupakan orang tuanya.
BAPAK
Setidak-tidaknya ia bisa menyuruh ajudannya untuk mengirimkan wesel itu ke desa saya.
RES
Lalu tujuan bapak ketemu?
BAPAK
Ada dua. Pertama, memarahinya dan kedua membujuknya. Sebentar, Bu, kappa dia terakhir
kali mengirim wesel?
IBU
Dua maulud yang lalu.
BAPAK
Kau pelupa. Tidak mungkin. Coba, darimana kita dapat uang seminggu yang lalu untuk naik
bus!?
IBU
Kamu yang lupa. Seminggu yang lalu kita resmi jadi pengemis.
BAPAK (Marah)
Sekali lagi sebut kata itu saya jambak! (Menunjuk Res) siapa itu?
IBU
Orang lain, pak.
BAPAK
Nah, jangan bikin malu – non, dengar apa yang kami percakapkan barusan?
BAPAK
Sayang sekali, tapi tidak apa. Kami baru saja membicarakan keistimewaan anak kam alias
gubernur. Ketika dia lahir kepalanya bercahaya.
IBU
Dan sehari sebelum melahirkannya, say abaca di lanit yang bru tulisan arab yang bunyinya
Madekur.
RES
Saya ulangi lagi, pak. Nama anak bapak Madekur, bukan?
BAPAK
Tepatnya Muhammad Madekur.
RES
Ya, Muhamad Madekur. Sedangkan nama gubernur adalah Mohamad Mabrur
BAPAK
Pasti itu nama samaran
IBU
Kedengarannya hampir sama, tapi tidak sama. Bagaimana pun kita harus menyesal karena kita
tidak memberinya nama Mabrur ketika dia lahir.
BAPAK
Tidak usah menyesal karena dia toh akhirnya bisa pilih nama sendiri
IBU
Dan dipikir-pikir antara nama Madekur dengan Mabrur nggak begitu berbeda ya pak?
BAPAK
Cuma beda beberapa huruf saja. Apa harus jadi soal?
TARKENI
Bu
BAPAK
Maaf, saudara siapa? Mau cari siapa?
MADEKUR
Madekur, pak. Anak bapak.
BAPAK
Madekur siapa anak bapak siapa?
MADEKUR
Kita jelaskan nanti di rumah. Kita pulang sekarang.
BAPAK
Kita kita siapa pulang pulang ke mana?
MADEKUR
Jangan main-main, pak. Ini kantor….
BAPAK
Sejak tadi sebenarnya aku ingin mengatakan hal itu dan terus terang aku jengkel karena
pertanyaanmu terus nerobos sementara aku tak tahu siapa kalian.
MADEKUR
Aku anak bapak dan ini menantu bapak.
BAPAK
Tidakm, nak. Cara kalian menipu orang tua terlalu kasar dan aku tidak akan terkecoh.
TARKENI
Apa yang terjadi?
BAPAK
Penipuan
IBU
Ya, penipuan di siang bolong. Toloooong!
BAPAK
Sudah jelas anakku gubernur dan kalian mengaku diri sebagai anakku?
MAD /TAR
Pak, dengar.
IBU
Polisi, tolong!!
KETUA
Perhatian! Perhatian! Jangan bertindak sendiri-sendiri! Jangan menafsirkan sendiri-sendiri!
Jangan menjadi hakim sendiri-sendiri! Jangan menjadi jaksa sendiri-sendiri! Jangan menjadi
advokat sendiri-sendiri! Jangan jangan jangan!
Daripada saudara-saudara rebut semrawut begitu tanpa pangkal ujung, pilihlah seorang ketua.
Daripada saudara-saudara akan babak belur lantaran bertikaian kata tanpa kejelasan pokok,
pilihlah tunjuklah seorang ketua. Daripada saudara-saudara tidak punya ketua, tunjuklah saya
sebagai ketua.
ORANG-ORANG
Kenapa? Kenapa?
KETUA
Aku Cuma menjerit agar saudara-saudara kembali memperhatikan saya. Terus terang saya
tidak tega membiarkan saudara-saudara bercakar-cakaran hanya untuk mencari nama yang
tepat dan orang yang tepat sebagai ketua. Apa saudara-saudara suka berdebat?
ORANG-ORANG
Tidak
KETUA
Bertengkar barangkali?
ORANG-ORANG
Tidak
KETUA
Kalau begitu percayakan semua itu kepada saya dan biarkan saya jadi ketua
sesuai dengan pepatah kita ‘diam artinya setuju’ terima kasih, saudara-saudara. Persoalan
kedua adalah kita harus menetapkan saya sebagai ketua apa, sebab tidak mungkin saya bisa
bekerja sebagai ketua tanpa tugas-tugas serta skop yang jelas mengenai…
(Semua orang ribut lagi. Untuk menenangkan mereka sang ketua tiba-tiba menyanyi)
terima kasih atas perhatian. Dan sebaliknya saudara-saudara harus berterima kasih kepada
saya sebab saya telah menemukan jawaban yang kita sama-sama sedang cari yaitu ketua
apakah saya? Jawabannya sebagai berikut:
1. Menimbang bahwa perlu adanya seorang ketua untuk menghemat waktu, kata-kata dan
biaya dan terutama untuk menghindari semua orang jadi ketua sendiri-sendiri!
2. Berhubung saya sudah terlanjur jadi ketua!
3. Maka perlu adanya sesuatu yang diketuai!
Dengan ini saya sebagai ketua memutuskan bahwa saya adalah ketua “Panitia Penjernihan
Persoalan Pertikaian Sejenis”
(Orang-orang telah rebut lagi. Dan belum sang ketua melakukan sesuatu, mereka telah diam)
Terima kasih saudara-saudara makin tahu diri. Nah, jangan saudara-saudara mengira saya
tidak tahu apa yang saudara-saudara ributkan. Saya tahu. Saya tahu. Bukankah saudara-
saudara mempeributkan arti dan makna serta hakekat dari kata ‘sejenis’?
(Orang-orang diam)
nah, marilah kita kesampingkan arti makna dan hakekat kata sejenis, sebab yang penting kata
sejenis enak bunyinya, lebih-lebih pada sesuatu rentetan seperti tersebut di atas. Nah, sekarang
sebagai ketua biarkan saya memainkan peranan saya (KEpada bapak dan ibu) Ada persoalan
apa?
BAPAK
Dia mengaku anak saya
MADEKUR
Dia mengingkari bahwa dia bapak saya dan saya anaknya
KETUA
Bapak siapa?
BAPAK
Saya bapaknya
KETUA
Anak bapak siapa?
BAPAK
Anak saya gubernur
KETUA
Saudara gubernur?
MADEKUR
Bukan
KETUA
Kalau begitu jelas saudara bukan anak orang itu
MADEKUR
Pak
IBU
Akuilah dirimu gubernur, nanti kami akan menerima kamu kembali sebagai anak. Akuilah,
nak. Berikan kehormatan pada kami karena kehormatan adalah mahkota kebahagiaan kami.
TARKENI
Apa pikiranmu?
KETUA
Bagaimana saudara?
MADEKUR
Pak, alasan bapak ibu menolak kami sebagai pencopet dan pelacur?
BAPAK
Kalian sendiri pernah bilang lantaran tidak sesuai dengan impian
IBU
Kecuali impian buruk
MADEKUR
Bapak tahu bahwa semua orang sama saja?
BAPAK
Tahu
MADEKUR
Bahwa pada dasarnya semua orang sama-sama suka mencopet dan melacur?
BAPAK
Tahu
IBU
Tapi, anakku. Adalah suatu kebajikan apabila kita membungkus kedua kata itu dengan kata-
kata yang lain
MADEKUR
Lalu alas an apa maka bapak ibu mengingkari kami sebagai pencopet dan pelacur, memaksa
kami mengakui diri kami sebagai gubernur?
BAPAK
Karena sesuai dengan impian
IBU
Anakku, insyaflah. Pintu masih terbuka
MADEKUR
Kalau begitu, memang dia bukan bapak saya
TARKENI
Mad
BAPAK
Selamat jalan anakku
IBU
Pak
MADEKUR
Kalau dalam tempo satu tahun in dia masih hidup, akan saya bunuh dia (Keluar)
TARKENI (Mengikuti)
Mad
BAPAK
Adalah gila kalau saya menerima dia sebagai pencopet
IBU
Betul, pak. Tapi….
BAPAK
Saya tahu saya akan tergeletak di jalanan dilindas truk atau bis Jakarta. Saya tahu saya akan
mati tepat ketika saya membayangkan betapa hebat dia jadi gubernur. Saya mengangankan hal
itu untuk pertama kalinya ketika dia masih berumur empat tahun. Dan rupanya saya akan mati
dilindas truk atau bus Jakarta, tepat ketika saya membayangkan keindahan itu (melambaikan
tangan) Selamat tinggal anakku.
KETUA
Kesimpulannya, anaknya adalah gubernur
MAKA SEMUA ORANG MEMBERIKAN SELAMAT KEPADA NYA DAN BAPAK SEMAKIN
MELANGIT KEPUASANNYA, SEMENTARA IBU SEMAKIN DERAS CUCURAN AIR
MATANYA. DAN ORANG-ORANG ITU KEMUDIAN MENINGGALKAN MEREKA,
KECUALI RESEPSIONIS YANG KINI TELAH BERUBAH BERWARNA HITAM
SELURUHNYA ATAU UNGU TUA
KETUA
Terima kasih atas kesempatannya, pak, bu
BAPAK
Terima kasih kembali, nak
BAPAK
Kita mulai, bu?
BAPAK
Selamat siang
RES
Selamat siang, keperluan?
BAPAK
Ketemu gubernur
RES
Nama bapak?
BAPAK
Lagi-lagi nama
RES
Jadi bapak…?
BAPAK
Masa tidak tahu
RES
Bapak….?
BAPAK
Mulai ingat kan?
IBU
Coba terka siapa kami?
RES
Kalau tidak salah….?
BAPAK
Tidak
IBU
Pasti tidak salah
RES
Bapak adalah bapak dari….?
BAPAK
Satu kata lagi
IBU
Ayo
RES
Dari….
BAPAK
Jangan putus asa
RES
Gubernur
BAPAK (Terharu)
Luar bisaa, nak. Daya ingatmu luar bisaa.
IBU (airmata)
Terima kasih nak
BAPAK
Saya akan usulkan agar kamu diangkat menjadi sekda
RES
Terima kasih pak
BAPAK
Soal kecil
RES
Kebetulan bapak gubernur sedang menuju kemari
BAPAK
Luar bisaa gagahnya
IBU
Iya pak
BAPAK
Persis ketika dia masih berusia empat tahun
IBU
Iya pak
BAPAK
Biarkan dia lewat ke sini
IBU
Iya pak
BAPAK
Biarkan ia pingsan terkejut bertemu dengan bapak ibunya secara tidak dinyana
MADEKUR
Pak
TARKENI
Bu
BAPAK
Gubernurku
MADEKUR
Lebih baik kita langsung pulang ke rumah
TARKENI
Di kantor tidak bebas
BAPAK
Setuju, setuju. Aku tidak sabar ingin lihat perabotan yang mewah itu
IBU
Ya, pak. Iya
BAPAK
Ini kesempatan nonton televise. Ada kan?
TARKENI
Kasihan bapak ini. Cita-citanya nonton televise
BAPAK
Buat apa sebenarnya telor mata sapi itu?
IBU
Apa ya nak?
TARKENI
Telor ceplok
BAPAK
Namanya lebih bagus. Pasti lebih enak
IBU
Kau nanti sarapan itu, pak
MADEKUR
Kita berangkat sekarang
BAPAK
Aku berangkat, aku berangkat
RES
Selamat jalan pak
BAPAK
Selamat tinggal nak
NABI
Kenapa itu Waska?
SEMAR
Ia sedang marah pada dirinya sendiri
KEMBALI WASKA MERAUNG-RAUNG PERSIS SEEKOR SINGA TUA YANG INGIN BEBAS
DARI TERALI JEBAKANNYA
SEMAR
Waska juga berontak ingin lepas dari penjaranya yang bernama diri sendiri
NABI
Kasihan. Kenapa kalap begitu
NABI
Sekarang saya mengerti. Pasti Waska sedang dirundung gandrung cinta
SEMAR
Jangan keras-keras, nanti semua orang dengar. Waska malu mengalami hal itu, hal yang selama
hidupnya yang panjang diingkarinya. Hampir satu abad ia bebas dari hal itu dan selama itu ia
berhasil tidak pernah jatuh cinta kecuali melampiaskannya saja nafsu birahinya secara hewani
saja.
Tapi tiba-tiba pada suatu malam, tanpa sengaja terpandang olehnya mata perempuan itu, mata
yang sangat indah
NABI
Mata siapa? Perempuan siapa?
SEMAR (Ngintip)
Mata itu mata Tarkeni. Tarkeni perempuan itu (Keluar)
NABI
O….
NYANYIAN
Angin bergelombang di atas gelombang
Dihembus cinta
Sebungkah karang gersang
Mulai goncang
Bagian bawahnya
NABI
Diam. Madekur dan Tarkeni akan melanjutkan lakonnya.
NYANYIAN
Setelah badan bersimbah darah
Setelah tangan putus dua-dua
Setelah mata cacat sebelah
Setelah wajah luka-luka
Apa yang akan kau lakukan
MADEKUR
Mencopet dan terus mencopet. Kalau bisa aku juga akan terus mencopet setelah aku mati
NYANYIAN
Dan kau Tarkeni
Setelah keindahanmu busuk
Apakah akan terus melonte?
TARKENI
Aku tidak pernah berpikir sebelum melakukan sesuatu. Dan aku tidak suka dipusingkan oleh
pertimbangan-pertimbangan yang akan menyebabkan aku jadi pintar. Yang pasti kami, aku
dan Madekur akan tetap saling setia, sebab kami saling mencinta
MADEKUR
Aku mencintaimu, dan aku selalu gemas seperti pada hidup ini
TARKENI
Aku juga, aku juga Madekur
MADEKUR (meludah)
Baumu mulai busuk
TARKENI
Nanah tidak bisa dibendung lagi, Madekur.
MADEKUR
Bagaimana pun aku mencintaimu, tapi aku tidak bisa mengingkari penyakit sipilismu.
Penyakitmu sudah sedemikian rupa dan terus terang aku hampir muntah
TARKENI
Mau apa lagi?
MADEKUR
Ya, mau apa lagi? Kita telah meludahi
TARKENI
Sekarang kita diludahi
MADEKUR
Ya, mau apa lagi? Karena kita tak pernah bisa meludahi wajah sendiri
NABI
Apa cuma itu yang bisa kamu lakukan?
MADEKUR
Banyak
NABI
Kenapa tidak lainnya?
MADEKUR
Dengan meludah, aku merasa telah melakukan segalanya
TARKENI
Suaramu mulai mirip suara Waska
IBU
Mad, Mad…
IBU
Kau lupa suara ibumu?
MADEKUR
Tidak
IBU
Kenapa kau diam saja?
MADEKUR
Suara itu selalu menyiksa
IBU
Aku menyesal kau berkata begitu
MADEKUR
Suaramu selalu tangis atau bujukan serta janji
IBU
Mad
MADEKUR
Aku ingin melupakanmu. Aku ingin melupakanmu tapi aku tidak bisa; setiap mencoba lupa,
wajahmu kian nyata
IBU
Niatmu jahat, padahal aku tidak pernah bisa berniat melupakanmu lantaran aku pun tidak bisa
melupakan rasa sakit ketika melahirkanmu dan kegelian pertama pada tetekku ketika kamu
menyusu
MADEKUR
Bu, bu.
IBU
Kamu pasti kedinginan, ataukah kamu merasa pedih pada luka-luka dan borokmu? Atau
tangamu yang putus itu masih kamu rindukan dan sesalkan?
MADEKUR
Aku memanggilmu karena kangen, diam-diam aku kangen. Malu-malu aku kangen, malu
ketika aku membayangkan kau jadi istriku
IBU
Anakku, anakku!!
TARKENI
Betul kamu pernah berpikir begitu?
MADEKUR
Ya. Semuanya berantakan
TARKENI
Seharusnya kau tak boleh
MADEKUR
Seharusnya! Seharusnya!
IBU
Mad, seharusnya kau menjadi gubernur
MADEKUR
Seharusnya aku menjadi nabi
IBU
Setiap kali aku mendnegar kalimatmu, aku jadi bertanya-tanya, apakah air susuku dulu
beracun!?
MADEKUR
Boleh jadi racun itu menjadi sempurna bercampur dengan air sumur yang bau busuk dan udar
yang mengandung wabah cacar dan tebece
IBU
Kamu kurang punya rasa syukur, nak
MADEKUR
Tuhan lebih tahu. Biarkan aku tidur sekarang dan jangan bangunkan , sang surya lebih tahu
kapan saatnya membangunkanku
TARKENI
Betul-betul di luar dugaan sama sekali. Bau tanah pesawahan hanya bersisa dalam kenangan
samara-samar (Membaui dirinya sendiri)
MADEKUR
Tidurlah kau. Tidak akan ada lagi yang tertarik menghampiri kamu
TARKENI
Kemarin malam ada seseorang
MADEKUR
Aku tahu pasti. Orang itu sangat tua, sangat kurus, sedikit bungkuk dan memerlukan tenaga
banyak dalam bernafas. Orang tua itu pensiunan juru rawat
TARKENI
Memang
MADEKUR
Tidurlah, malam ini kamu tidak akan punya tamu lagi
TARKENI
Tuhan yang tahu
MADEKUR
Pensiunan itu telah mati tadi pagi di selokan
TARKENI
Aku yakin masih banyak lelaki tua dan bungkuk di dunia ini
MADEKUR
Semuanya sudah mati di selokan
TARKENI
Kalau benar begitu, anak-anak dungu dan sedikit sinting pasti sudah ada
MADEKUR
Banyak
TARKENI
Nah, biarkan aku melek dan tidurlah kau
IBU MAD
Ibu yakin kau cuma sombong. Sejak kecil memang kau punya sifat itu
BAPAK MAD
Aku kira juga selain itu kamu memang gampang patah hati
MADEKUR
Yang pasti aku cuma jengkel
BAPAK TAR
Tapi bodoh kalau kamu mengisi seluruh waktu dan kesempatanmu hanya untuk berjengkel-
jengkelan
IBU TAR
Kenapa mesti jengkel sih?
MADEKUR
Sudahlah, tidak usah kalian hiraukan aku. Semuanya, segalanya cuma persoalan najis, dan aku
tidak mau membungkus persoalan itu dengan segala macam hal-hal yang besar yang agung
IBU MAD
Tapi nak
BAPAK MAD
Tapi nak
MADEKUR
Tapi tapi tapi. Semuanya di seberang tetapi semuanya tetapi
IBU MAD
Masih ada pilihan lain daripada apa yang sudah kamu pilih selama ini
MADEKUR
Aku tidak pernah memilih sejak lamaran-lamaran kerjaku ditolak kantor demi kantor, pabrik
demi pabrik
BAPAK TAR
Kamu juga bisa jadi penghulu atau ulama kalau mau
MADEKUR
Terlalu banyak pejabat-pejabat macam gitu. Sudah, aku tak mau lagi membagi-bagi nafkah
mereka
BAPAK MAD
Jadi gubernur aku kira lebih cocok
MADEKUR
Jadi, apapun, siapapun cocok atau tidak cocok. Dalam pengalamanku aku belum pernah
menjumpai soal cocok-cocokan
IBU MAD
Kalian semua kejam dengan menyodorkan segala macam pekerjaan atau jabatan yang sudah
jelas tidak dapat dia capai. Dalam keadaan seperti itu kita harus menyarankan kepadanya jalan
lumrah sebagaimana umunya telah ditempuh banyak orang. Mengemislah, anakkku. Jalan ini
adalah jalan paling mulia diantara jalan-jalan yang tidak mulia
MADEKUR
Pada waktu kecil aku pernah bercita-cita menjadi guru atau seorang mantra kesehatan. Kalian
pasti masih ingat pak Guru Toha yang lembut itu. Aku masih bisa mengingat wajahnya dengan
jelas seperti juga wajah pak Mantri Barnas
IBU TAR
Tangan orang tua itu selalu bersih seperti wajahnya
BAPAK TAR
Dia memang muslim sejati seperti aku
BAPAK MAD
Aku ingat seorang lagi yang mengesankan di desa kita, pensiunan lurah Wartama. Caranya
berjalan gagah sekali
IBU MAD
Ayam-ayam minggir semua kalau ia lewat
BAPAK MAD
Bukan saja ayam. Kerbau juga
BAPAK TAR
Guru itu
IBU TAR
Mantra itu
BAPAK MAD
Lurah itu
MADEKUR
Tuhan, kenapa dikau tinggalkan daru. (Eli-eli lamma sabaktani)
IBU
Bangun anak-anakku, pintu-pintu telah terbuka. Restoran-restoran telah dibuka. Warung-
warung juga, segala macam rezeki menanti kita
IBU
Alat-alat sudah siap? Mental-mental sudah siap? Jangan lupa menangkap lalat dan kumpulkan
lalu tempelkan di borok kalian masing-masing
SEMUA
Semua sudah siap, bu
IBU
Tuhan membenihkan rezeki dimana-mana, bahkan di antara sampah-sampah
SEMUA
Syukur alhamdulillah
IBU
Memang kita harus selalu bersyukur. Bagaimana pun kita berangkat sekarang. Bismillah.
SEMUA
Bismillah
SESEORANG
Ada apa tadi?
SESEORANG
Saya kira gempa
SESEORANG
Pemebrsihan apa?
SESEORANG
Pembersihan sampah
SESEORANG
Sampah?
IBU
Mereka hanya mau menyembunyikan dosa mereka sendiri
SESEORANG
Saya tidak bisa tenang kalau selalu dibikin kaget begitu. Jantung saya lemah
IBU
Kalau begitu, marilah saya hibur
POLISI-POLISI DATANG LAGI DAN MEREKA BUYAR LAGI. DAN BEBERAPA SAAT
LAMANYA PENTAS KOSONG. KARENA TERLALU LAMA NGGAK ADA PERMAINAN
NABI-NABI JADI CURIGA.
NABI
Kenapa mereka nggak muncul?
NABI
Hilang lagi kayak dulu?
SEMAR (Muncul)
Kalau pentas kosong selalu membingungkan penonton, tuanku. Padahal maksud kami sekedar
ingin memberi tahu bahwa para pengemis itu semuanya tertangkap tanpa terkecuali dan
mereka disekap dalam rumah sosial
NABI
Kenapa mereka?
SEMAR
Beberapa minggu kemudian sebagian demi sebagian mereka lari
NABI
Apa sebabnya?
SEMAR
Seperti juga orang-orang kaya, para pengemis juga punya sifat loba dan tamak. Mereka ingin
makan lebih banyak meskipun sisa dan bercampur kotoran
NABI
Begitu?
SEMAR
Begitulah adnya, tuanku. Maaf, tuanku adegan selanjynya seudah siap dan akan dimainkan
NABI
Adegan yang mana Semar?
SEMAR
Adegan Waska sakit
SESEORANG
Jangan mati dulu bapak
WASKA
Kalau aku mati memangnya kenapa?
SESEORANG
Saya sedih, bapak
WASKA
Alaaaah, sudah. Jangan berpura-pura
SESEORANG
Tapi setidak-tidaknya sempatkan berpidato dulu, bapak.
WASKA
Umang-umang anakku, soal mati itu urusan Tuhan yang maha kuasa. Karenanya tidak perlu
lagi kita pusingkan, persoalan terpenting hanyalah soal stasiun tua ini. Aku ingin kita sudah
pindah sebelum saya mati.
SESEORANG
Beres bapak
WASKA
Kembali soal mati, dapat saya katakana bahwa pada umumnya orang mengisi waktu dan
usianya dengan segala macam kegiatan yang mengarah pada suatu angan-angan yang gila,
yaitu…. Eh, begini sederhananya: hidup bagi sebagian besar orang adalah persiapan untuk
menghadapi cara mati. Untuk saya pribadi….
WASKA
Belum, belum. Saya bicara apa tadi?
SESEORANG
Untuk saya pribadi
WASKA
Untuk saya pribadi hidup adalah hidup, mati adalah mati
SESEORANG
Maksud bapak?
WASKA
Aku sendiri tidak begitu jelas
SESEORANG
Kemana bapak?
WASKA
Mau ngopi
NABI
Siapa yang mati, Semar?
SEMAR
Waska
SESEORANG
Polisi yang nembak? Karena ia melarikan diri? Atau salah seorang di antara kita yang dengki?
(Baris ini menyebabkan Madekur merasa nggak enak) jelaskan kalau memang jelas, Semar!
NABI
Siapa yang menembaknya?
SEMAR
Mula-mula begini…..
SESEORANG
Tidak perlu bagaimana permulaannya, yang penting siapa yang menembak. Kalau ada
persoalan, itu urusan mereka berdua. Kita hanya perlu tahu siapa yang menembaknya.
SESEORANG
Bagaimana pun, kita banyak berhutang kepada Waska. Bukan saja ia telah memberikan jalan
terang kepada kita ketika kita luntang-lantung meraba-raba hampir putus asa dalam kegelapan
dan kesemrawutan jalan-jalan Jakarta.
SESEORANG
Ia juga menuntun kita setiap kali kita tersesat ke dalam sikap putus asa
SESEORANG
Ia juga memutuskan tali yang telah dipersiapkan buat menggantung leher kita sendiri
SESEORANG
Ia yang mengurungkan telunjuk kita menarik pelatuk pistol yang akan ditembakkan atas
kepala kita
SESEORANG
Dan ia yang menyadarkan dan membangunkan harga diri kita
SESEORANG
Dan ia juga yang membelokkan kita dari jalan hina para pengemis
SESEORANG
Singkat kata, dialah ‘api nan tak kunjung padam’ bagi barisan para penganggur yang
memenuhi kota-kota yang gemerlap namun gelap, yang gelap namun gemerlap
SESEORANG
Tangis yang panjang yang paling panjang yang pilu yang paling pilu tak akan juga seimbang
untuk menghormati jenazah yang mulia itu. Tuhan, Tuhan…
NYANYIAN
Angin berwarna ungu
Angin berwarna ungu
Menghembus perlahan batang-batang
Cemara yang kelabu
Dan sepi menunggunya
Dan sepi menunggunya
Waska
Lelaplah dalam senyap
Lelap lelap senyap senyap
Angin berwarna ungu
NABI
Sebentar, Semar. Saya kira orang-orangmu sudah keterlaluan menanggapi tokoh Waska
SEMAR
Saya kira juga, tuanku. Malah lebih dari itu, mereka sudah menyimpang dari teks
SESEORANG
Sebentar, sebentar, jangan ngobrol yang tidak-tidak dulu. Pertanyaan kami belum dijawab.
Siapa yang menembak Waska?
SEMAR
Waska ditembak tepat pada pelipisnya dengan lubang peluru yang mengagumkan lurusnya
dan penembaknya adalah Waska sendiri.
SEMAR
Coba, tenang sebentar. Jangan bicara sendiri-sendiri. Kalau terus kalian bicara begini, penonton
yang sebenarnya dan nanti mereka menduga-duga secara berlebihan seperti bisaanya
SESEORANG
Saya tahu motif serta alas an mengapa Waska bunuh diri
SEMAR
Kamu tidak tahu. Yang tahu Cuma Arifin, saya dan Tuhan. Sebab itu dengarkan. Waska bunuh
diri karena malu
SESEORANG
Lantaran hutang?
SEMAR
Selebihnya bukan urusan kamu dan siapapun. Itu semata-mata urusan Waska sendiri, pribadi
NABI
Sejuta borok kecil mengerumuni keindahanmu. Berjuta lalat singgah mengerumuni borok-
borokmu. Dan darah dan nanah meleleh-leleh
SESEORANG
Bagaimana pun perasaan kita, hidung kita tetap tidak tahan akan baunya
SESEORANG
Seharusnya kamu berobat
TARKENI
Jelas
SESEORANG
Kenapa tidak?
TARKENI
Nggak punya duit
SESEORANG
Cari dong
TARKENI
Tidak usah nyocot. Tanpa kamu bilang aku sudah berusaha, hanya saja aku belum dapat
SESEORANG
Saya kira lebih baik dia pergi ke rumah sosial
TARKENI MELUDAH
SESEORANG
Atau dia bisa datang ke rumah pastur atau dokter atau sosiawan atau….
TARKENI
Aku tidak akan pernah datang ke rumah-rumah mereka. Penyakit dan kelaparan yang
sekarang kutanggung adalah penyakitku dan kelaparanku, bukan penyakit mereka kelaparan
mereka
SESEORANG
Tempo hari pernah ada seorang pelacur yang menderita seperti dia datang ke rumah seorang
dokter-pastur dan beberapa bulan kemudian dia sudah kembali cantik seperti keluar dari kap
salon dan kemudian ia aktif lagi sebagai pelacur
SESEORANG
Kemarin pernah orang cerita….
TARKENI
Mad, Mad….
TARKENI
Menyenangkan mimpimu?
MADEKUR
Luar bisaa, tapi mencapekkan pinggang
TARKENI
Aku juga mimpi yang sama
MADEKUR
Sebentar lagi luka-lukamu kering, sayang. Jangan kecil hati
TARKENI
Aku tidak pernah kecil hati seperti kau tahu
MADEKUR
Memang, dan itulah yang membuatku tergila-gila padamu
TARKENI
Bagaimana pun, samara-samar aku masih bisa membayangkan ketika pada suatu sore kau
mengintip aku mandi
MADEKUR
Waktu itu aku masih bocah dan aku malu karena tertangkap basah
TARKENI
Mad….
MADEKUR
Tar….
MADEKUR
Waktu tidak berhasil merusak keheningan matamu, sayang. Matamu tetap bulat bening seperti
ketika untuk pertama kalinya aku memperhatikanmu
TARKENI
Ketika aku belajar mengaji di rumah Nyi Rohmah?
MADEKUR
Ya, kau pakai kerudung….
TARKENI
Oh, tiba-tiba aku ingin berkerudung sekarang
MADEKUR
Sapu tangan ini bisa kau gunakan sebagai kerudung
MADEKUR
Siapa bilang kau busuk?
TARKENI
Jangan hiraukan omongan orang
MADEKUR
Kau tetap cantik mengagumkan
TARKENI
Aku selalu gemetar setiap mendengar suaramu
MADEKUR
Kita berbahagia, bukan
TARKENI
Sangat, sangat
MADEKUR
Ya, karena ternyata kita berhasil dan selalu berhasil mengatasi penderitaan demi penderitaan
TARKENI
Mad, aku merasa sebentar lagi aku akan mati
MADEKUR
Aku juga merasa begitu
TARKENI
Kalau begitu, setubuhi aku. Aku ingin….
MADEKUR
Aku mengerti, aku mengerti.
MADEKUR
Tar….
NYANYIAN
Bunga-bunga plastik warna-warni
Tidak bergoyang, tidak bergoyang
Sementara angin menghembusnya
Hanya debu-debu yang menari-nari
IBM
Para penonton yang berbahagia – semoga. Amien.
Bertahun-tahun lamanya Ibu Madekur mengembara sebagai pengemis di jalan-jalan Jakarta,
mencari dan mencari Madekur dan Tarkeni. Tidak seorang pun tahu. Tidak seorang pun yang
tahu. Dan pada suatu dini hari di bawah jembatan Semanggi perempuan tua itu, yang sedang
kedinginan dalam tidur sepinya dibangunkan oleh seorang anak lelaki dan seorang anak
perempuan – sepasang kuda putih. Kedua anak kecil itu membisikan di telinganya bahwa
Madekur dan Tarkeni telah wafat. Mendnegar itu, Ibu Madekur bangkit dan kedua anak itu
kemudian gaib menjelma dua titik embun.
Begitulah perempuan tua itu kembali mengembara dan mengembara dan kali ini bermaksud
menziarahi kuburan anak-anaknya; Madekur dan Tarkeni. Tapi tidak seorang pun tahu. Tidak
seorang pun yang tahu. Dan pada suatu senja di sebuah tong sampah perempuan tua itu
mengais-ngais, tapi tong itu kosong. Tong itu kosong. Tapi ibu it terus mengais dan mengais,
lantaran percaya di bawah tong itulah pasti Madekur dan Tarkeni terkubur. Dan benar,
perempuan itu menemukan Madekur dan Tarkeni yang sedang nyenyak tidur berpelukan.
Dipandanginya anak-anak itu, diciuminya anak-anak itu, direstuinya anak-anak itu. Dan
seketika Madekur dan Tarkeni gaib menjelma dua lembar daun kering yang siap menjadi debu.
TAMAT