Anda di halaman 1dari 9

ESTIMASI MULTIPLIER FISKAL 6 NEGARA ASEAN: INDONESIA, MALAYSIA,

FILIPINA, BRUNAI DARUSSALAM, KAMBOJA, DAN VIETNAM


Syaikhul ‘Ibad/211911004@stis.ac.id/Politeknik Statistika STIS
Kebijakan fiskal merupakan salah satu strategi dalam mengatasi permasalah atau mendorong
perekonomian. Studi terkait efektivitas dan efisiensu kebijakan fiskal telah banyak dilakukan.
Menghitung nilai multiplier fiskal merupakan salah metide untuk melihat efektivitasnya. Berdasarkan
teori Keyness, nilai multiplier pengeluaran pemerintah diharapkan lebih dari satu. Sedangkan
multiplier pajak kurang dari nol atau negatif. Peristiwa krisis ekonomi Asia pada 1997 diduga telah
merubah efektivitas dari kebijakan fiskal. Pada penelitian ini akan dihitung nilai multiplier dari
pengeluaran pemerintah dan pajak serta melakukan perbandingan nilai multiplier sebelum dan
sesudah krisis ekonomi Asia. Didapatkan pada 6 negara ASEAN yang dipilih, nilai multiplier sesuai
dengan teori Keynes. Hasil perbandingan menunjukkan adanya perbedaan trend multiplier sebelum
dan sesudah peristiwa krisis ekonomi Asia.
Kata Kunci: Multiplier, Fiskal
PENDAHULUAN
Bencana ekonomi merupakan hal yang mungkin terjadi. Tiga fenomena kemerosotan ekonomi
terparah yang baru terjadi ialah Great Depression (1930), Asian Financial Crisis (1997), dan Global
Financial Crisis (2007). Kebijakan fiscal merupakan salah satu alat pengendali dan pengaman suatu
negara dalam mencegah maupun mengatasi bencana tersebut. Namun, kebijakan tersebut banyak
diperdebatkan karena hasil dari berbagai studi yang menunjukkan ketidakselarasan (Tang, Liu, dan
Cheung, 2013). Literatur ekonomi belum menunjukkan kesepakatan terkait dampak dari kebijakan
fiskal (Abdullah, Yien, dan Khan 2019). Belum banyak penelitian dipublikasikan yang membahas
hal tersebut dengan mengangkat negara Asia. Padahal, terjadi pertumbuhan pesat setelah resesi
dibandingkat region lain di negara Asia terutama negara-negara berkembang.

Berdasarkan teori Keynes dalam penyusunan model IS-LM, komponen fiskal meliputi pajak dan
pengeluaran pemerintah. Meningkatkan pengeluaran pemerintah dan memotong pajak akan
menggeser kurva IS ke arah kanan yang mengisyratkan penambahan output (Mankiw, 2007). Namun,
beberapa penelitian menunjukkan hasil yang sebaliknya. Penelitian oleh Hasnul (2015) menunjukkan
pengeluaran pemerintah justru memiliki efek negatif pada output di negara Malaysia periode 1970-
2014. Baro dalam Tang dkk. (2013) menyatakan bahwa pengeluaran fiskan mungkin tidak
memengaruhi output pada kondisi tertentu. Hemming, kell, dan Mahfouz dalam Tang dkk. (2013)
berpendapatan bahwa dampak dari kebijakan fiskal juga ditentukan oleh kredibilitas pemerintah.
Bagaimanapun, pada penelitian ini akan dihitung nilai multiplier dari pengeluran pemerintah dan
pajak berdasar pada teori klasik Keynes di negara-negara ASEAN dengan memanfaatkan teori fungsi
konsumsi dalam mengestimasi nilai MPC. Sistem perekonomian akan dianggap tertutup
menyesuaikan asumsi yang dibangun dalam teori tersebut.

Adapun di Sebagian besar negara ASEAN, stimulus fiskal lebih didominasi oleh pengeluaran
pemerintah seperti Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand yang proporsi stimulus fiskal
pengeluarannya tidak kurang dari 70% (Budina dan Tuladhar, 2010). Hal tersebut karena penyesuaian
pajak kurang diterima atas dasar risiko yang mungkin timbul seperti inflasi serta pajak yang dianggap
hanya berpengaruh kecil bagi perekonomian. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Keynes, nilai
multiplier pengeluaran pemerintah semestinya menunjukkan angka yang positif dan lebih dari satu,
sedangkan nilai multiplier pajak akan negatif. Karena keterbatasan data, perhitungan akan dilakukan
hanya pada enam negara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Brunai Darussalam, Kamboja, dan
Vietnam

Peristiwa Asian Financial Crisis menyebabkan beberapa negara mengalami perubahan tren pada
efisiensi kebijakan fiskal terhadap output. Hasil penelitian oleh Tang dkk. menunjukkan terjadinya
peningkatan efektivitas dari pengeluaran pemerintah sejak setelah peristiwa tersebut. Hal serupa juga
terjadi pada negara Singapura dan Thailand. Pada penelitian ini akan dibandingkan nilai multiplier
tiap negara ASEAN sebelum dan setelah peristiwa Asian Financial Crisis. Perbandingan tersebut
hanya akan dilakukan pada tiga negara yang memiliki data series yang cukup panjang yaitu Indonesia,
Malaysia, dan Filipina.

METODOLOGI
Data
Variabel yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah konsumsi dan pendapatan. Dengan mengambil
dari World Development Indicator, variabel konsumsi digunakan data final consumption (constant
LCU). Sedangkan variabel pendapatan didekati dengan data GDP (constant LCU) yang dikurangi
dengan net Export for Goods and Services (constant LCU). Untuk Indonesia, Malaysia, dan Filipina
digunakan series 1960 hingga 2020. Sedangkan Brunai Darussalam, Kamboja, dan Vietnam
digunakan series 1991 hingga 2020.

Estimasi MPC
MPC akan didekati dengan APC yang dihitung melalui fungsi konsumsi. Akan dilakukan tiga
pendekatan dalam perhitunannya yaitu:
1) Meregresikan nilai konsumsi terhadap GDP yang sudah dikurangi ekspor bersih. Nilai MPC
merupakan koefisien dari GDP. Hasil yang spurius mungkin didapatkan sehingga dilakukan
pendekatan kedua.
Persamaan MPC
𝐶 = 𝑎 + 𝑏𝑌 𝑏
2) Meregresikan nilai logaritma natural konsumsi terhadap logaritma natural GDP yang sudah
dikurangi eskpor bersih. Nilai MPC merupakan nilai koefisien yang telah GDP yang telah
ditransformasi dengan antilog, Stone (1938).
Persamaan MPC
ln 𝐶 = 𝑎 + 𝑏 ln 𝑌 (𝑎𝑛𝑡𝑖𝑙𝑜𝑔 𝑎)𝑦̅ 𝑏−1
3) Kedua metode diatas hasil memenuhi asumsi dan kointagrasi agar hasil menjadi valid.
Pendekatan ketiga adalah perhitungan secara deskriptif apabila kedua metode diatas tidak
didapatkan hasil yang valid. Metode ini tidak lagi berbasis pada persamaan regresi. Akan
dihitung nilai APC setiap tahun dan didapatkan nilai rata-rata dan median sebagai pendekatan
nilai MPC.

Perhitungan Multiplier
Berdasarkan rumus yang diturunkan oleh Mankiw (2007), nilai multiplier dari pengeluaran
pemerintah dan pajak adalah sebagai berikut:

Pengeluaran Pemerintah Pajak


∆𝑌 1 ∆𝑌 −𝑀𝑃𝐶
= =
∆𝐺 1 − 𝑀𝑃𝐶 ∆𝑇 1 − 𝑀𝑃𝐶
Kedua formula tersebut didapatkan dari penurunan persamaan pengeluaran dan pendapatan yang
dikemukakan oleh Keynes yaitu:
𝐸=𝑌
𝐸 =𝐶+𝐼+𝐺
𝐸 = 𝑀𝑃𝐶(𝑌 − 𝑇) + 𝐼 + 𝐺
Analisis Perbandingan
Karena keterbatasan observasi series, nilai multiplier tahunan akan dibandingkan secara deskriptif
melalui grafik dengan memperlihatkan perbedaan pada untuk series sebelum dan sesudah Asian
Financial Crisis. Nilai multiplier tahunan didapatkan melalui nilai MPC tahunan yang merupakan
rasio dari konsumsi terhadap pendapatan atau GDP. Perbandingan hanya akan menyertakan tiga
negara dengan series yang cukup panjang.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Estimasi Nilai MPC
Berikut merupakan ringkasan hasil estimasi nilai MPC berdasarkan tiga pendekatan:
Cara 1 Negara Persamaan MPC Asumsi terlanggar Kointegrasi
Indonesia 𝐶̂ = 2,45 1013 + 0,649∗∗∗ 𝑌 0,649 Autokorelasi Sig. 10%
Malaysia 𝐶̂ = −1,61 10 + 0,741 𝑌 0,741 Autokorelasi
10 ∗∗∗ Tidak Sig.
Filipina 𝐶̂ = 1,89 1011 + 0,782∗∗∗ 𝑌 0,782 Autokorelasi Sig. 5%
Brunai 𝐶̂ = 2,87 109 + 0,332∗∗∗ 𝑌 0,332 Autokorelasi Tidak Sig.
Kamboja 𝐶̂ = 1,83 10 + 0,711 𝑌
12 ∗∗∗ 0,711 Autokorelasi Tidak Sig.
Vietnam 𝐶̂ = 8,87 1013 + 0,655∗∗∗ 𝑌 0,655 Autokorelasi Sig. 10%
Cara 2 Negara Persamaan MPC Asumsi terlanggar Kontegrasi
Indonesia 𝑙𝐶̂ = 0,168 + 0,983∗∗∗ 𝑙𝑌 0,643 Autokorelasi Tidak Sig.
Malaysia 𝑙𝐶̂ = 0,462 + 0,968∗∗∗ 𝑙𝑌 0,674 Autokorelasi Tidak Sig.
Filipina 𝑙𝐶̂ = 0,282 + 0,983∗∗∗ 𝑙𝑌 0,801 Autokorelasi Sig. 5%
Brunai 𝑙𝐶̂ = 10,56 + 0,521∗∗∗ 𝑙𝑌 0,645 Autokorelasi Tidak Sig.
Kamboja ̂ = 1,803 + 0,933∗∗∗ 𝑙𝑌
𝑙𝐶 0,758 Tidak Ada Sig. 10%
Vietnam 𝑙𝐶̂ = 4,252 + 0,869∗∗∗ 𝑙𝑌 0,698 Autokorelasi Sig. 5%
Cara 3 Negara Rata-Rata Median
Indonesia 0,662 0,665
Malaysia 0,701 0,692
Filipina 0,817 0,822
Brunai 0,707 0,691
Kamboja 0,790 0,785
Vietnam 0,726 0,698
Sumber: data diolah
Perhitungan dengan cara 1 dan 2 yang berbasis pada persamaan regresi, hanya menunjukkan satu
persamaan yang valid yaitu cara 2 pada negara Kamboja. Pada negara lain seperti Malaysia dan
Brunai bahkan tidak menunjukkan terjadinya kointegrasi. Dengan mangabaikan asumsi autokorelasi
persamaan lain yang dapat digunakan ialah negara Indonesia, Filipina, dan Vietnam. Oleh karena itu,
nilai MPC cara 3 akan digunakan untuk negara Malaysia dan Brunai.

Jika dilakukan perbandingan, ketiga cara diatas tidak meunjukkan perbedaan besar kecuali pada
negara Brunai dengan cara 1. Secara umum, negara dengan nilai MPC tertinggi adalah Filipina yang
berkisar di angka 80%. Sedangkan nilai MPC terendah adalah Indonesia yang hanya berkisar di angka
65%.

Perhitungan Multiplier
Berikut merupakan ringkasan hasil perhitungan nilai Multiplier berdasarkan tiga pendekatan:
Negara Es. MPC Gov. Expenditure Multiplier Tax Multiplier
Indonesia Cara 1 2,849 -1,849
Cara 3 (Mean) 2,958 -1,958
Malaysia Cara 3 (Mean) 3,344 -2,344
Filipina Cara 1 4,587 -3,587
Cara 2 5,025 -4,025
Cara 3 (Mean) 5,464 -4,464
Brunai Cara 3 (Mean) 3,412 -2,412
Kamboja Cara 2 4,132 -3,132
Cara 3 (Mean) 4,761 -3,761
Vietnam Cara 1 2,898 -1,898
Cara 2 3,311 -2,311
Cara 3 (Mean) 3,649 -2,649
Sumber: data diolah
Nilai multiplier pengeluaran pemerintah yang tegolong tinggi adalah negara Filipina dan Kamboja
yang melebihi angka 4. Namun, tersebut sejalan dengan semakin negatifnya nilai multiplier dari
kenaikan pajak. Sedangkan Indonesia memiliki nilai multiplier untuk pengeluaran yang relatif rendah
dan disertai multilier peningkatan pajak yang relatif lebih mendekati -1 dibanding negara lain. Hal
tersebut bersesuaian dengan nilai MPC. Negara dengan MPC yang relatif tinggi akan memiliki efek
penambahan output yang tinggi ketika menambah konsumsi pemerintah. Namun, kenaikan pajak
akan memberikan efek pemotonga output yang dalam. Pada negara dengan MPC yang lebih rendah,
kebijakan fiskal pengeluaran pemerintah dan pajak tidak akan memberikan efek yang besar pada nilai
output.

Keseluruhan nilai tersebut sejalan dengan teori klasik Keynes meskipun tidak sejalan dengan hasil
penelitian lain yang sudah menerapkan sistem perekonomian dan alat analisis yang lebih kompleks.
Dapat dinyatakan bahwa teori Keynes terbukti sejalan dengan fakta apabila suatu negara tersebut
memang berada pada sistem perekonomia yang tertutup dan mengasumsikan bahwa tidak ada respon
moneter dari kebijakan fiskal yang megakibatkan adanya crowding out (Mankiw, 2007).

Analisis Perbandingan (Sebelum dan Sesudah Krisis 1997: Indonesia, Malaysia, dan Filipina)
Government Expenditure Multiplier Tax Multiplier
Indonesia

Malaysia

Filipina

Sumber: data diolah


Terlihat bahwa tampak seperti terjadi patahan yang kemudian merubah arah garis trend maupun
menngesernya. Kita dapat melihat bahwa di Indonesia terjadi kenaikan multiplier pengeluaran
pemerintah setelah krisis. Namun multiplier kembari menurun secara perlahan. Hal yang sebalikny
aberlalu pada Tac multiplier. Hal yang berbeda terjadi di Malaysia dimana arah trend multiplier.
Sebelum krisis trend multiplier pengeluaran pemerintah maupun pajak menuju menekati nilai nol.
Namun setelah pencacahan angka multiplier memiliki trend sebaliknya yang menjauhi nol. Pola yang
berbeda ditemukan juga di Filipina. Nilai multiplier cenderung sangat fluktuatif di sekitaran masa
krisis.

KESIMPULAN
Nilai MPC tiap negara ditemukan lebih dari 0,5 baik melalui perhitungan dengan model regresi
maupun secara deskriptif. Hal tersebut mengakibatkan nilai dari multiplier pengeluaran pemerintah
dan pajak sesuai dengan teori yang diajukan oleh Keynes yaitu lebih dari satu dan kurang dari negatif
satu. Negara-negara dengan MPC yang tinggi akan memiliki nilai absolut multiplier yang tinggi yang
berarti sangat bagus untuk meningkatkan pengeluaran pemerintah karena akan membawa
peningkatan output yang besar. Namun di sisi lain, sangat sensitif dengan kenaikan pajak yang dapat
memotong output cukup dalam. Secara berurutan, nilai besarnya MPC di keenam negara dari yang
terkecil ialah Indonesia, Vietnam, Malaysia, Brunai, Kamboja, dan Filipina.

Secara dektriptif ditunjukkan bahwa terjadi perbedaan trend nilai multiplier baik pengeluaran
pemerintah maupun pajak sebelum dan sesudah Asian Financial Crisis 1997. Indonesia mengalami
pergesar garis trend, Malaysia mengalami perubahan arah trend, sedangkan Filipina mengalami
perubahan volatilitas. Hal tersebut salarah dengan pendapat Tang dkk. (2013).

Masih banyak keterbatasan dalam penelitian ini. Penggunaan data semestinya mengikutsertakan
unsur pajak sebagai pengurang nilai GDP. Pencarian nilai MPC dan Multiplier dengan model yang
lebih rumit dan akurat telah ditemukan dan banyak diteliti. Pelanggaran asumsi autokorelasi
semestinya dapat diatasi dengan suatu trik. Hasil akan lebih baik jika memungkinakan menyertakan
series yang lebih panjang.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, H., Yien, L. C., & Khan, M. A. (2019). The impact of fiscal policy on economic growth in ASEAN-
5 countries. Int. J Sup. Chain. Mgt Vol, 8(1), 754.
Budina, N., & Tuladhar, A. (2010). Post-crisis fiscal policy priorities for the ASEAN-5. Available at SSRN
1750741.
Hasnul, A. G. (2015). The effects of government expenditure on economic growth: the case of Malaysia.
Mankiw, N. G. (2007). Makroekonomi [Terjemahan]. Harvard University, Edisi Keenam, Erlangga, Jakarta.
Stone, R., & Stone, W. M. (1938). The marginal propensity to consume and the multiplier: a statistical
investigation. The Review of Economic Studies, 6(1), 1-24.
Tang, H. C., Liu, P., & Cheung, E. C. (2013). Changing impact of fiscal policy on selected ASEAN
countries. Journal of Asian Economics, 24, 103-116.
LAMPIRAN
INDONESIA
Model 1 Model 2

Stasioneritas Residual 1 Stasioneritas Residual 2

MALAYSIA
Model 1 Model 2

Stasioneritas Residual 1 Stasioneritas Residual 2

FILIPINA
Model 1 Model 2

Stasioneritas Residual 1 Stasioneritas Residual 2

BRUNAI DARUSSALAM
Model 1 Model 2

Stasioneritas Residual 1 Stasioneritas Residual 2

KAMBOJA
Model 1 Model 2
Stasioneritas Residual 1 Stasioneritas Residual 2

VIETNAM
Model 1 Model 2

Stasioneritas Residual 1 Stasioneritas Residual 2

Anda mungkin juga menyukai