Anda di halaman 1dari 49

PENGARUH SELF ASSESSMENT SYSTEM, PEMERIKSAAN PAJAK DAN

PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PERTAMBAHAN


NILAI PADA KPP PRATAMA LUBUK LINGGAU

Proposal Skripsi Oleh:

FITRILIANA (01031181823003)

Akuntansi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS EKONOMI
KAMPUS INDRALAYA
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
1. Judul Penelitian
2. Latar Belakang
3. Rumusan Masalah
4. Tujuan Penelitian
5. Manfaat Penelitian
6. Studi Kepustakaan
6.1 Landasan Teori
6.1.1 Teori Atribusi (Atribution Theory)
6.1.2 Pengertian Pajak................................................................................12
6.1.3 Pajak Pertambahan Nilai
6.1.4 Self Assesment System
6.1.5 Pemeriksaan Pajak
6.1.6 Penagihan Pajak
6.2 Penelitian Terdahulu
6.3 Hipotesis
6.3.1 Pengaruh Self Assessment System Terhadap Penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai
6.3.2 Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai
6.3.3 Pengaruh Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan
Nilai
6.4 Kerangka Pemikiran
7. Metode Penelitian
7.1 Ruang Lingkup Penelitian
7.2 Jenis dan Sumber data
7.3 Populasi dan Sampel
7.4 Teknik Analisis
7.4.1 Metode Analisis Data
7.4.2 Uji Asumsi Klasik
7.4.3 Uji Signifikansi
7.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel.....................................40
DAFTAR PUSTAKA

1
1. Judul Penelitian
Pengaruh Self Assesment System Pemeriksaan Pajak dan Penagihan Pajak
Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Pada KPP Pratama Lubuk linggau
2. Latar Belakang
Kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia dapat diwujudkan dengan
menjalankan pemerintah yang baik dan melaksanakan pembangunan di segala
sektor bidang yang didukung oleh sumber pembiayaan yang memadai. Sumber
pembiayaan negara salah satunya yaitu pajak. Undang – Undang Nomor 16 Tahun
2009 mengenai Penetapan Peraturan Pemerintah Penggantian Undang – Undang
Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang – Undang
Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
menjadi Undang – Undang menyebutkan bahwa Pajak merupakan kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang – Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya
kemakmuran rakyat.

Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat penting dalam


menopang pembiayaan pembangunan. Sumber Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN) kurang lebih 75% penerimaan diperoleh dari pajak, demikian
pula pajak berorientasi pada sustainable development. Penerimaan pajak
diharapkan dapat selalu mengalami peningkatan agar pembangunan negara dapat
berjalan dengan lancar sangat besarnya peran pajak dalam APBN, maka usaha
untuk meningkatkan penerimaan pajak terus dilakukan oleh pemerintah (Pajak,
2018),

Potensi penerimaan pajak di Indonesia yang besar mampu melakukan


pembangunan yang signifikan untuk kesejahteraan seluruh bangsa. Namun
permasalahan sistem dan perilaku birokrasi pemerintahan yang negatif khususnya
terhadap proses perpajakan dan pengelolaan uang pajak atau secara umum
pengelolaan uang negara yang dikenal dengan Anggaran Penerimaan dan Belanja
Negara (APBN) membuat efek negatif bagi keberlangsungan pembangunan dan

1
lebih-lebih telah mempengaruhi sikap masyarakat mengenai ketaatan untuk
membayar pajak (Muhammad & Sunarto, 2018).

Penggalian potensi melalui intensifikasi yang dilaksanakan DJP antara lain


melalui kegiatan penagihan yang menjadi tanggung jawab seksi penagihan di
tingkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Definisi penagihan pajak menurut
(Soemitro, 1996), yaitu penagihan pajak adalah perbuatan yang dilakukan
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan
Undang-undang pajak, khusunya mengenai pembayaran pajak yang terutang. Hal
tersebut dilakukaan untuk mencapai penerimaan pajak yang bersifat (budgetair).
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan
melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat
diperoleh dari penerimaan pajak (Pajak, 2018), Secara umum Penerimaan Pajak
KPP Pratama Kota Lubuk linggau bisa dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Penerimaan Pajak KPP Pratama Kota Lubuk linggau


Tahun 2016-2020
Tahun Target KPP (Rp) Terealisasi (Rp) Persentase (%)
2016 517.362.482.809 460.868.222.946 89%
2017 568.453.156.000 502.905.369.436 88,5%
2018 621.051.128.000 518.566.067.668 83,5%
2019 512.614.228.000 553.730.386.868 108%
2020 449.344.205.000 482.826.582.065 107%
Rerata 533.765.039.961,8 503.779.325.796,6 94,38%
Sumber : Pusat Data dan Informasi KPP Pratama Kota Lubuk linggau, (2021)
Berdasarkan penerimaan Pajak KKP Pratama Kota Lubuk linggau Tahun 2016
sampai 2020. Secara umum diketahui data perimaan KPP yang dilihat dari nilai
target dan realisasi menunjukkan pergerakan yang fluktuatif dengan nilai rata-rata
persentase sebesar 94,38 persen, capaian tertinggi ada pada tahun 2019 dengan
persentase sebesar 108 persen dan untuk persentase terendah ada pada tahun 2018
dengan persentase 83,5 persen. Selain melihat dari data penerimaan pajak saja
perlunya pembahasan mengenai nilai tunggakan pajak yang mencerminkan

2
capaian dari KPP melalui nilai tunggakan pajak yang dapat dilihat pada Tabel 2
sebagai berikut.
Tabel 2 Data Penerimaan Tunggakan Pajak Tertagih KPP Pratama Kota
Lubuk linggau Tahun 2016-2020

Tahu Tunggakan Tertagih Tunggakan Tidak Tertagih Persentase


n (Rp) (Rp) (%)
2016 11.586.837.995 11.579.965.700 99,9%
2017 15.207.652.693 5.080.668.649 33,40%
2018 26.640.516.662 16.955.541.071 63,64%
2019 23.568.230.580 30.457.615.377 129,23%
2020 11.496.208.229 18.447.183.476 160,46%
Rerat 17.699.889.231,8 16.504.194.854,6 93,24%
a
Sumber : Pusat Data dan Informasi KPP Pratama Kota Lubuk linggau, (2021)

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada tahun 2016 sampai 2020 di Kota Lubuk
linggau secara umum untuk tunggakan pajak dan tunggakan pajak tertangih
mengalami pergerakan yang fluktuatif dengan nilai persentase rata sebesar 93,24
persen, diketahui bahwa untuk pada tahun 2017 menunjukkan nilai persentase
pajak tertagih terkecil dengan nilai persentase sebesar 33,40 persen dan untuk
2020 menjadi capai pajak yang dapat tertangih dengan nilai persentase sebesar
160,46 persen akan tetapi terjadi penurunan nilai pajak tertagih yang cukup
ekstrim pada tahun 2017 hal ini disebabkan karena banyaknya tunggakan pajak
mengalami peningkatan karena tingginya kasus covid-19 yang mempengaruhi
kemauan wajib pajak dalam membayar pajak dan jumlah tunggakan pajak
tertangih.

Masalah kepatuhan pajak merupakan masalah klasik yang dihadapi di


hampir semua negara yang menerapkan sistem perpajakan (Direktorat Jenderal
Pajak, 2012). Sistem pemungutan pajak yang diterapkan di Indonesia yaitu self
assessment system. Self assessment system diharapkan dapat mendorong
kepatuhan wajib pajak di dalam menjalankan kewajiban perpajaknnya. Beberapa
upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan penerimaan
pajak, antara lain dengan melakukan reformasi pajak (tax reform). Pemerintah

3
juga melakukan pembaharuan yang menyangkut kebijakan perpajakan,
administrasi perpajakan, dan undang-undang perpajakan yang saling berhubungan
satu sama lain untuk mencapai target penerimaan pajak secara optimal.

Berdasarkan (Afidah, 2020) persoalan pajak masih banyak dari mereka


yang lalai dengan kewajiban pajak, dikarenakan kurangnya literasi atau sengaja
diabaikan. Direktur Eksekutif Center For Indonesia Taxation Analysis (CITA)
Prastowo mengatakan, banyak dari mereka seperti pelaku usaha dan individu
yang mengalami penunggakan pajak dikarenakan kurangnya dalam memahami
teknis tentang pajak, mulai dari jenis-jenis pajak, administrasi, hingga cara
pembayaran pajak. Jika usaha maupun individu tersebut bisnisnya tumbuh besar
seiring kepatuhan membayar pajak, mereka bisa menjadi role model di
masyarakat. Maka dari itu perlunya atau dalam hal ini urgensi literasi yang
disupport dengan intervensi pemerintah dalam hal pemeriksaan pajak dan
penagihan pajak

Pemeriksaan pajak berfungsi untuk menguji kepatuhan pemenuhan


kewajiban perpajakan wajib pajak merupakan pemeriksaan yang dilakukan
terhadap SPT (Surat Pemberitahuan) wajib pajak yang memenuhi kriteria
pemeriksaan rutin dan pemeriksaan khusus (Firdayani, 2017). Pemeriksaan pajak
digunakan sebagai mekanisme pengendalian atau kontrol dalam self assessment
system untuk memastikan atau menjaga agar wajib pajak bersedia menyampaikan
SPT dengan benar, lengkap dan jelas (Wirawan, 2015) dalam penelitian
(Sulistiani, 2016) dalam memenuhi kewajiban dan hak perpajakannya, wajib
pajak mengeluarkan sejumlah biaya yang biasa disebut dengan compliance cost.
Pada dasarnya biaya-biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak tersebut tidak
memberatkan wajib pajak dan tidak menjadi faktor penghambat wajib pajak
dalam melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya, namun menurut Adam
Smith dalam (Arabella, 2020), diperlukan penerapan prinsip efficiency, selain
prinsip equality, certainty, dan convenience atau yang dikenal dengan sebutan
four maxims dalam pemungutan pajak. Sesuai dengan prinsip efficiency,
pemungutan pajak di suatu negara seharusnya dilaksanankan dengan cara sehemat

4
mungkin dan biaya-biaya yang terkait dengan pemungutan pajak tidak lebih besar
daripada pajak yang dipungut dan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak,
salah satu yang dapat dilakukan adalah tindakan pemeriksaan pajak.

Instrumen Fiskal tersebut dilakukan untuk mencapai Penerimaan pajak


mempunyai peran yang sangat penting dan dominan sebagai penerimaan suatu
negara. Kewajiban negara adalah untuk memenuhi kepentingan rakyat dengan
melaksanakan pembangunan. Suatu pembangunan negara membutuhkan dana
yang tidak sedikit dimana dana pembangunan tersebut setiap tahun semakin
meningkat dengan peningkatan jumlah kebutuhan masyarakat. Tujuan utama dari
penerimaan pajak adalah untuk menyeimbangkan antara pengeluaran dan
pendapatan negara, serta untuk mewujudkan terciptanya surplus anggaran dan
penggunaannya untuk melunasi hutang negara sebelumnya (Sunarto &
Muhammad, 2018)

Ada beberapa aspek yang dapat mempengaruhi penerimaan pajak


pertambahan nilai, diantaranya yaitu self assessment system, pemeriksaan pajak,
dan penagihan pajak. Self assessment system yaitu memberikan wewenang dan
kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar, melaporkan, dan mempertanggung jawabkan sendiri jumlah pajak
yang terutang. Hal ini menunjukkan dengan adanya sistem self assessment dapat
mendorong kepatuhan wajib pajak yang bersifat sukarela, sehingga dapat
meningkatkan tingkat penerimaan pajak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
(Trisnayanti, 2020), self assessment system berpengaruh signifikan terhadap
penerimaan pajak pertambahan nilai.
Pemeriksaan pajak menurut Undang- undang No. 16 Tahun 2009 pasal 1
angka 25 merupakan serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan, dan bukti yang dilakukan secara objektif dan profesional berdasarkan
suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan pajak perlu dilakukan
untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya

5
yang akan meningkatkan penerimaan pajak. Menurut (Trisnayanti & Jati, 2019)
pemeriksaan juga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan
pajak. Aspek lain yang dapat mempengaruhi penerimaan pajak pertambahan nilai
adalah penagihan pajak (Tampubolon, 2019).
Penagihan pajak menurut UU No. 19 Tahun 2000 pasal 1 angka 9 merupakan
serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan
seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan,
melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang
telah disita. Kegiatan ini perlu dilakukan karena diduga dapat membuat wajib
pajak takut dan sadar sehingga wajib pajak akan membayar kewajiban
perpajakannya (Mispa, 2019). Sama halnya seperti penelitian yang dilakukan oleh
(Brew & Wiah, 2018) yang menyatakan bahwa penagihan pajak efektif dan
memberikan banyak kontribusi untuk penerimaan pajak pertambahan nilai di kota
Lubuk linggau.
Dalam penelitian (Meiliawati, 2017) pengaruh Self Assessment, pemeriksaan
pajak dan penagihan pajak terhadap penerimaan pajak pada KPP Pratama
Kosambi menyatakan bahwa yang menyebabkan timbulnya tunggakan pajak,
untuk mengatasi masalah tersebut maka dilaksanakan pemeriksaan pajak dan
penagihan pajak yang merupakan serangkaian kegiatan tindakan agar penanggung
pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak oleh fiskus agar dapat
meningkatkan penerimaan pajak. Artinya masih ada wajib pajak yang sengaja
melakukan kecurangan dan melalaikan kewajibannya dalam melaksanakan
pembayaran pajak yang telah ditetapkan sehingga menyebabkan timbulnya
tunggakan pajak yang mengakibatkan berkurangnya penerimaan pajak dan dengan
adanya pemeriksaan dan penagihan pajak tersebut diharapkan penerimaan Negara
dapat meningkat signifikan (Migang & Wahyuni, 2020).
KPP Pratama Kota Lubuk Linggau sebagai salah satu kantor pajak di wilayah
Kota Lubuk Linggau Sumatera Selatan, diharapkan dapat meningkatkan
penerimaan dari sektor pajak. Selain itu dapat juga memberikan pelayanan yang
baik, mulai dari sosialisasi tentang arti pentingnya menyetorkan pajak sehingga

6
penerapan self assesment system dapat berjalan lebih optimal. Dengan demikian
diharapkan dapat mendorong keinginan wajib pajak untuk membayar pajaknya.
Berdasarkan fenomena yang terjadi di lapangan, negara Indonesia akan
menghadapi kendala terutama masalah kemauan masyarakat untuk membayar
pajak. Hal ini akan muncul perilaku penghindaran pajak (tax avoidance) dari
masyarakat sebagai wujud ketidakmauannya membayar pajak yang dibebankan
oleh negara. Upaya dalam meningkatkan penerimaan pajak harus dihadapkan
pada kondisi masih belum optimalnya sistem penerimaan perpajakan yang
dijalankan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Pajaitan & Sudjiman, 2021) dan
(Maulida, 2014) mendapatkan hasil bahwa Self Assessment system dan,
pemeriksaan pajak berpengaruh negatif, terhadap penerimaan pajak pertambahan
nilai, penagihan pajak berpengaruh positif terhadap penerimaan pajak
pertambahan nilai namun berbeda lagi dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh (Hidayat, 2018) dan (Migang & Wahyuni, 2020) penelitian nya
mendapatkan hasil bahwa Self Assessment system berpengaruh positif terhadap
penerimaan pajak pertambahan nilai, pemeriksaan pajak dan penagihan pajak
berpengaruh negatif, terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai, karena
adanya ketidak konsisten antara penelitian tersebut maka penulis ingin
melakukan penelitian lanjutan.
Target penerimaan pajak yang mencermin nilai pemasukan keuangan
daerah seharusnya tidak sulit dicapai jika kepatuhan masyarakat sebagai pembayar
pajak telah tinggi dalam hal ini peran dari masyarakat itu sendiri dan intervensi
pemerintah dalam melakukan pemeriksaan dan penerimaan pajak sangatlah
penting, selain itu penulis memilih Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Kota
Lubuk linggau sebagai objek penelitian karena memiliki potensi yang cukup besar
untuk digali yang ditunjukkan dari nilai Penerimaan dan Realisasi SKPnya.

Berdasarkan fenomena dan perbedaan penelitian terdahulu maka


penelitian ini akan mengkaji "Pengaruh Self Assessment System, Pemeriksaan
Pajak Dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan
Nilai Pada KPP Pratama Lubuk linggau".

7
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan maka dalam penelitian ini fokus pada
pengaruh sebagai berikut.
1. Bagaimana Pengaruh Self Assessment System Terhadap Penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai Pada KPP Pratama Lubuk linggau?
2. Bagaimana Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai Pada KPP Pratama Lubuk linggau?
3. Bagaimana Pengaruh Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai Pada KPP Pratama Lubuk linggau?
4. Bagaimana Pengaruh Secara Simultan Self Assessment System, Pemerikasaan
Pajak dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai
Pada KPP Pratama Lubuk linggau?
4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalahnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui secara komprehensif penelitian sebagai berikut.
1. Untuk Menguji dan Menganalisis Pengaruh Self Assessment Sytemm Terhadap
Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (Studi Kasus Pada KPP Pratama Lubuk
linggau)
2. Untuk Menguji dan Menganalisis Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap
Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Pada KPP Pratama Lubuk linggau
3. Untuk Menguji dan Menganalisis Pengaruh Penagihan Pajak terhadap
Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Pada KPP Pratama Lubuk linggau
4. Untuk Menguji dan Menganalisis Pengaruh Secara Simultan Self Assessment
System, Pemerikasaan Pajak dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai Pada KPP Pratama Lubuk linggau.
5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumber wawasan dan informasi
bagi peneliti selanjutnya, mengenai masalah tentang pengaruh Self Assesment

8
System Pemeriksaan Pajak dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai (Studi Kasus pada KPP Pratama Lubuk linggau).

2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada wajib
pajak untuk dijadikan gambaran dan patokan bagi wajib pajak agar mereka
dapat secara menaati peraturan perpajakan yang berlaku.

6. Studi Kepustakaan
6.1 Landasan Teori
6.1.1 Teori Atribusi
Teori atribusi yang dikembangkan oleh Fritz Heider tahun 1958 dan
Bernard Weiner tahun 1979 dalam penelitian (Wulandari, 2020). Teori ini
menjelaskan mengenai bagaimana proses individu menggambarkan suatu
peristiwa dan alasan maupun proses pembentukan persepsi ataupun perilaku.
Atribusi adalah teori yang berfokus dengan interpretasi mengenai penyebab dari
seseorang berperilaku dan bertindak.

Atribusi merupakan salah satu proses pembentukan kesan. Atribusi


mengacu pada bagaimanaa orang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau
dirinya sendiri. Atribusi adalah proses di mana orang menarik kesimpulan
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku orang lain menurut
(Fikriningrum & Syafruddin, 2012). “Teori atribusi memandang individu sebagai
psikologi amatir yang mencoba memahami sebab- sebab yang terjadi pada
berbagai peristiwa yang dihadapi. Teori atribusi mencoba menemukan apa yang
menyebabkan apa, atau apa yang mendorong siapa melakukan apa. Respon yang
kita berikan pada suatu peristiwa bergantung pada interprestasi kita tetang
peristiwa itu. Berkaitan dengan hal tersebut menurut (Purnamasari & Oktaviani,
2020).

9
Sedangkan menurut (Robbins & Judge, 2013). Teori atribusi menyatakan
bahwa bila setiap individu melakukan pengamatan kepribadian seseorang, untuk
menentukan apakah perilaku tersebut ditimbulkan secara internal atau secara
eksternal merupakan kepribadian yang dapat dianggap sebagai akibat dari sebab-
sebab luar, yaitu individu tersebut dianggap telah dipaksa berperilaku demikian
oleh situasi.

Penentuan apakah perilaku disebabkaan secara internal atau eksternal


dipengaruhi tiga faktor menurut (Robbins & Judge, 2013).Tiga faktor tersebut
antara lain konsensus, konsistensi, dan kekhususan sebagai berikut :

1. Konsensus
Konsensus mengarah kepada setiap individual untuk menghadapi kondisi
serupa dan membalas dengan cara yang serupa. Jika konsensus tinggi maka
perilaku dapat terjadi secara eksternal. Begitu pula sebaliknya, jika konsensus
rendah maka perilaku dapat terjadi disebabkan secara internal.
2. Konsistensi
Konsistensi mengarahkan kepada setiap individual yang selalu membalas
dengan cara yang serupa. Semakin tidak konsisten maka perilaku tersebut
disebabkan secara eksternal. Begitu pula sebaliknya, semakin konsisten
perilaku maka perilaku tersebut disebabkan secara internal.
3. Kekhususan
Kekhususan mengarahkan kepada perilaku setiap individual dengan
memperlihatkan perilaku yang berbeda di situasi yang berbeda. Jika perilaku
dianggap tidak biasa maka dapat disebabkan secara eksternal. Begitu pula
sebaliknya, jika perilaku dianggap biasa maka dapat disebabkan secara
internal. Alasan pemilihan teori ini adalah peningkatan penerimaan pajak
dalam melakukan pembayaran pajak berkaitan dengan persepsi wajib pajak
dalam menilai pajak itu sendiri. Pandangan seseorang dalam membuat
penilaian tentang sesuatu sangat bergantung pada kondisi internal dan
eksternal orang tersebut. Jadi teori atribusi sangat penting untuk menjelaskan
poin ini.

10
Secara umum teori ini dapat diartikan bagaimana memperlakukan orang lain
menjadi pusat perhatian atas tindakan yang dapat menguntungkan dan
membahayakan secara sengaja. Heider juga menitik beratkan bahwa kesengajaan
menjadi faktor utama untuk membuat kerangka konseptual teori atribusi yang
dipandangnya dari sisi social (Male, 2011). Menurut Heider atribusi dapat
dibedakan menjadi atribusi eksternal yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan
individu dan atribusi internal yang dipengaruhi oleh sikap, karakter dan
kepribadian individu itu sendiri. Asumsi seoarang ahli yang menyatakan bahwa
atribusi adalah hubungan antar factor penentu untuk menyatakan persepsi
terhadap individu yang dapat menimbulkan konsekuensi subjektif dan reaksi
(Kelley & Michela, 1980).
Seiring berjalannya waktu teori atribusi diperbaharui oleh Kelley, yang
beranggapan bahwa teori atribusi pada saat diperkenalkan sangat kaku dan sempit.
Maka dari itu Kelley menganlkan teori atribusi dengan menggunakan metode
kovarians (Male, 2011). Selain itu juga Weiner menemukan dan merumuskan
dimensi hubungan sebab akibat pada atribusi yang terdiri dari stabilitas,
pengendalian dan lokus pengendalian (Weiner, 1985). Heider mengungkapkan
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi persepsi, yang dapat dilihat dari
lingkungan subjektif, persepsi, penyebab, kemampuan, percobaan, keinginan,
pandangan yang melihat individu dari sisi positif dan negative, kepemilikan dan
keharusan yang menjadi pertimbngan orang lain melakukan tindakan. Sementara
Kelley menyatakan bahwa konsepnya terdiri dari faktor pendahulu yang berisi
informasi, motivasi dan kepercayaan serta proses atribusi yang dapat
menimbulkan konsekuensi dari prosesnya. Sedangkan Weiner menyatakan konsep
dimensi hubungan sebab akibat yang berupa pengendalian pengendalian yang
dapat menganalisis atribusi berupa lokus, stabilitas dan pengendalian. (Male,
2011)
Pada penelitian ini, teori atribusi menjadi landasan untuk menguji hubungan
sebab akibat antara factor-faktor atribusi yang berupa integritas, objektivitas, dan
dukungan manajemen dengan keefektifan audit internal. Teori atribusi dapat
menjelaskan bagaimana individu menguraikan sebab dari perilaku orang lain yang

11
dapat berasa dari sebab internal dan sebab eksternal (Marwa et al., 2019).
Kerangka teori atribusi digunakan untuk menjelaskan pengaruh faktor-faktor
atribusi, baik yang berasal dari internal maupun eksternal individu dalam
mempengaruhi caranya bersikap dan berperilaku. Kerangka teori ini menjelaskan
hubungan antara integritas dan objektivitas sebagai faktor atribusi internal, dan
dukungan manajemen sebagai faktor atribusi eksternal yang menjelaskan perilaku
seorang auditor internal sehingga ia dapat melaksanakan pekerjaannya untuk
menghasilkan audit eksternal dengan tingkat keefektifan tertentu yang dapat
mempengaruhi self assessmenet system yaitu penungkapan pajak secara mandiri
selain teori n teori atribusi yang kemudian dikaitkan dengan pernyataan (Pohan,
2017), maka dapat disimpulkan bahwa perilaku kepatuhan wajib pajak muncul
dari kesadaran wajib pajak dan pengetahuan perpajakan sebagai perilaku yang
dipengaruhi oleh atribusi internal karena merupakan sikap dan sifat yang berasal
dari dalam diri seseorang sedangkan perilaku kepatuhan wajib pajak yang
disebabkan atribusi eksternal atau dipengaruhi keadaan di luar diri wajib pajak
adalah pemeriksaan pajak dan sanksi pajak.
Jadi wajib pajak patuh atau tidak patuh membayar kewajibannya tergantung
dari penilaian dan sudut pandang wajib pajak tersebut mengamati apakah perilaku
orang lain tersebut dipengaruhi oleh kondisi internal atau eksternal. Teori atribusi
sangat relevan untuk menjelaskan tentang kepatuhan pajak ini, sebab perilaku
wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan ditentukan oleh suatu
keadaan yang dimana akan mempengaruhi kepatuhan perpajakan. Wajib pajak
memiliki tingkat kesadaran dan pemahaman yang tinggi, maka hal tersebut akan
digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk melakukan kewajiban
perpajakannya (Muslim, 2018)
Jadi bisa disimpulkan bahwa alasan pemilihan teori ini adalah peningkatan
penerimaan pajak dalam melakukan pembayaran pajak berkaitan dengan persepsi
wajib pajak dalam menilai pajak itu sendiri. Pandangan seseorang dalam membuat
penilaian tentang sesuatu sangat bergantung pada kondisi internal dan eksternal
orang tersebut. Jadi teori atribusi sangat penting untuk menjelaskan poin ini.

12
6.1.2 Pengertian Pajak

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007


tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan “Pajak merupakan
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan UndangUndang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.”. Sedangkan menurut Direktorat Jendral Pajak,
Pajak ialah partisipasi oleh masyarakat terhadap negara yang dibayar oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa menurut Undang-Undang tanpa
mendapatkan imbalan secara langsung dan dipergunakan untuk kepentingan
negara serta mensejahterakan rakyat. Penyetoran pajak adalah tanggungjawab
negara dan peran serta wajib pajak dalam melakukan pengelolaan keuangan
negara peranan perpajakan untuk melakukan pembangunan negara secara
langsung dan bersama.
Selain itu Undang-Undang Republik Indonesia pasal 1 Ayat 1 UU No 16
Tahun 2009 pajak ialah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak merupakan salah satu
sumber dana pemerintah untuk melakukan pembangunan, baik pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah. Pemungutan pajak dapat dipaksakan karena
dilaksanakan berdasarkan undang-undang (Siregar, 2018). Definisi tersebut
menjelaskan bahwa pajak ialah iuran yang harus dibayar oleh rakyat sebagai wajib
pajak untuk kas negara yang dipungut oleh pemerintah dimana rakyat tidak
mendapat balas jasa secara langsung, berdasarkan undang-undang dan aturan
dalam pelaksanaannya bahwa pemungutan pajak bersifat memaksa.
Pajak menurut Soemitro dalam (Mardiasmo, 2009) diartikan sebagai iuran
yang dibayarkan oleh rakyat ke kas negara berdasarkan Undang.Undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tidak ada timbal balik langsung. Sedangkan Smeets
dalam (Waluyo, 2011) pajak merupakan Prestasi yang terutang kepada pemerintah
melalui norma.norma umum dan dapat dipaksakan, tanpa ada kontraprestasi

13
langsung dalam hal yang individual, dimasukkan untuk membiayai pengeluaran
pemerintah.
Pengertian pajak menurut (Oyok Abuyamin, 2010) yang berjudul
“Perpajakan Pusat dan Daerah” mendefinisikan bahwa “Pajak adalah iuran rakyat
kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan
tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.” Fungsi pajak secara garis
besar dibagi menjadi dua bagian, yaitu sumber keuangan negara (fungsi
budgetair) dan pengatur (fungsi regularens) yang disebutkan dalam
(Cheisviyanny, 2020).

1. Sumber Keuangan Negara (Fungsi Budgetair)


Pajak memiliki fungsi budgetair yaitu pajak merupakan sumber pendapatan
dari anggaran yang akan dipergunakan untuk pembelanjaan negara, baik rutin
maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah
mencoba mengalokasikan uang sebanyak mungkin ke kas Negara. Kegiatan
tersebut dilakukan dengan mengintensifkan pemungutan pajak dengan
menyempurnakan regulasi pada berbagai jenis pajak, seperti Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Negara (PPN), Pajak Penjualan Barang
Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan seterusnya.
2. Pengatur (Fungsi Regularens)
Perpajakan memiliki fungsi regulasi, yaitu perpajakan merupakan alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah pada bidang sosial serta
ekonomi dan agar mencapai tujuan eksklusif pada bidang keuangan. Berikut
beberapa contoh penggunaan pajak menjadi fungsi pengaturan.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi
transaksi jual beli barang tergolong mewah. Semakin mewah suatu barang,
tarif pajaknya semakin tinggi sehingga barang tersebut harganya semakin

14
mahal. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba
untuk mengonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah).
4. Tarif Pajak Progresif
Tarif pajak progresif dikenakan atas pendapatan untuk memastikan bahwa
mereka yang berpenghasilan tinggi juga membayar (membayar pajak) yang
tinggi sehingga pendapatan didistribusikan.
5. Tarif Pajak Ekspor
Tarif pajak ekspor sebesar 0% dimaksudkan agar para pengusaha terdorong
mengekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga memperbesar devisa
negara.
6. Pajak Penghasilan Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil
industri tertentu, seperti industri semen, industri kertas, industri baja, dan
lainnya, dimaksudkan agar terdapat penekanan produksi terhadap industri
tersebut karna dapat mengganggu lingkungan atau polusi (membahayakan
kesehatan).
7. Pengenaan Pajak 0,5%
Pengenaan pajak 0,5% bersifat final untuk kegiatan usaha dan batasan
peredaran usaha tertentu, dimaksudkan untuk penyebaran perhitungan pajak.
8. Pemberlakuaan Tax Holiday
Pemberlakuan tax holiday dimaksudkan utuk menarik investor asing agar
menanamkan modalnya di Indonesia.
Pajak adalah iuran masyarakat kepadanegara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum
(undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Hubungan pajak dan instrumen assessment system yaitu suautu bentuk
pemeriksaan yang perlu dilakukan pengajuan kepatuhan serta mendeteksi
adanya kecurangan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dan juga
mendorong mereka untuk membayar pajak dengan jujur sesuai ketentuan
yang berlaku. Pemeriksaan juga dilakukan jika fiskus mendapat data dari

15
pihak ketiga atau lawan traksansi dari wajib pajak yang belum dilaporkan oleh
wajib pajak itu, selain itu self assessment system menuntut adanya peran aktif dari
masyarakat dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Kesadaran dan
kepatuhan yang tinggi dari Wajib Pajak merupakan faktor terpenting dari
pelaksanaan self assessment system, karena dengan sistem ini memungkinkan
adanya potensi Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya
secara baik akibat kelalaian, kesengajaan, atau ketidaktahuan Wajib Pajak
atas kewajiban perpajakannya yang akan berdampak pada penerimaan
pajak

6.1.3 Pajak Pertambahan Nilai

Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPnBM) adalah UU No.8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
diubah dengan UU No.11 Tahun 1994, diubah lagi dengan UU No.18 Tahun
2000, dan terakhir UU No.42 Tahun 2009. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak
yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam
Daerah Pabean (dalam wilayah Indonesia) (Jayanti, 2019).
Tarif PPN menurut ketentuan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai
Nomor 42 Tahun 2009 pasal 7, sebagai berikut:

1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh Persen).

2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 0% (nol Persen) diterapkan atas :

a. Ekspor Barang Kena Pajak berwujud.

b. Ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud

c. Ekspor Jasa Kena Pajak

3. Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling
rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) yang
perubahan tarifnya diatur dengan peraturan Pemerintah.

16
Menurut (Waluyo, 2017), objek pajak pertambahan nilai dikenakan atas
pertambahan nilai yang terjadi karena kegiatan-kegiatan tertentu seperti :

a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha.
b. Impor Barang Kena Pajak.
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha.
d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean Di
dalam Daerah Pabean.
e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean.
f. Ekspor Barang Kena Pajak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
Menurut (Pajaitan & Sudjiman, 2021).
Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (Harjo, 2013) adalah pajak tidak
langsung atas konsumsi barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP) yang
dilakukan didalam daerah pebean. Menurut (Saragih, 2014) pengenaan pajak
dengan PPN ini hanya menyangkut nilai tambah dari transaksi yang terjadi,
sehingga tidak akan terjadi adanya pengenaan Pajak Berganda.
Pada kegiatan dalam rangka menghindari adanya pajak berganda yang
terkesan ada akibat pemungutan berkali-kali dalam PPN maka UU PPN No. 11
tahun 1994 dinyatakan bahwa cara menghitungnya besarnya PPN yang terhutang
adalah dengan mengalikan jumlah harga jual atau penggantian PPN yang terutang
disini merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak,
sedangkan PPN yang telah dibayar pada waktu pembeli barang merupakan Pajak
Masukan. Dalam pasal 9 ayat (2) UU No. 11 tahun 1994 tantang PPN dinyatakan
bahwa Pajak Masukan dapat dikreditkan terhadap Pajak Keluaran.
Pajak pertambahan nilai merupakan pajak yang dikenakan terhadap
penyerahan atau impor barang kena pajak atau jasa kena pajak yang dilakukan
oleh pengusaha kena pajak dan dapat dikenakan berkali-kali setiap ada
pertamahan nilai.

17
6.1.4 Self Assesment System

Pengertian self assesment system menurut (Harefa, 2019) adalah suatu


sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk
menentukan sendiri besarnya pajak terutang. Sistem pemungutan pajak ini
memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk memenuhi dan melaksanakan
sendiri kewajiban perpajakannya.
Menurut (Mardiasmo,2018) ciri-ciri self assesment system adalah :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak
itu sendiri.
b. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri
pajak yang terutang.

Menurut (Kisniati, 2019), Self assessment system yaitu sistem pemungut


pajak untuk menyerahkan hak kepada setiap wajib pajak agar dapat menentukan
jumlah pajak tahunan yang terutang secara mandiri dan mengikuti peraturan
undang-undang perpajakan yang berlaku. Pada sistem ini kegiatan yang
berhubungan dengan pemungutan dan penagihan pajak seluruhnya berpengaruh
ditangan wajib pajak. Hal tersebut wajib pajak dianjurkan untuk menghitung,
membayar dan melaporkan seluruh pajak yang terutang serta harus bertanggung
jawab atas pajak yang terutang tersebut.
Penerapan self assessment system yang menuntut keikutsertaan aktif WP
dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan WP yang
tinggi dan apabila semua WP memiliki kepatuhan yang tinggi, maka penerimaan
pajak akan optimal dan efeknya pada penerimaan negara juga akan semakin besar.
Namun, dalam kenyataannya belum semua potensi pajak yang ada dapat digali,
disebabkan masih banyak Wajib Pajak yang belum memiliki kesadaran akan
pentingnya pemenuhan kewajiban perpajakan baik bagi negara maupun bagi
mereka sendiri sebagai warga negara yang baik (Permatasari, 2017).

18
Menurut (Suandi Early, 2017) menyebutkan beberapa prasyarat yang
dibutuhkan dari wajib pajak untuk menyukseskan sistem self assesment ini,
sebagai berikut :
a. Kesadaran Wajib Pajak
b. Kejujuran Wajib Pajak
c. Kemauan membayar pajak dari Wajib Pajak
d. Kedisiplinan Wajib Pajak
Self assessment system merupakan sistem pememungutan pajak yang
diberikan wewenang untuk wajib pajak agar dapat memutuskan jumlah pajak
yang terutang setiap tahunnya dengan mengikuti peraturan perpajakan sesuai
dengan undang-undang yang berlaku. Sistem ini mengharapkan agar setiap wajib
pajak berinisiatif untuk menghitung, memungut pajak, menginterprestasikan
Undang-Undang perpajakan yang berlaku, memiliki kejujuran, serta memahami
pentingnya membayar pajak.
Jadi bisa disimpulan dengan menggunakan self assessment system Dengan
sistem ini wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, menyetor dan
melapokan besarnya pajak yang terutang. Agar dapat berfungsi dengan baik,
setiap wajib pajak perlu memiliki pengetahuan perpajakan baik dari segi regulasi
maupun teknik pengelolaannya. Agar pelaksanaannya tertib dan sejalan dengan
tujuan yang diharapkan mengikuti peraturan pemerintah yang telah menyiapkan
rambu-rambu yang ditentukan dalam Undang-Undang perpajakan yang berlaku.

6.1.5 Pemeriksaan Pajak

Menurut Pasal 1 ayat 25 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang


Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bahwa :“Pemeriksaan adalah
rangkaian kegiatan yang mengumpulkan dan mengolah data, informasi, dan bukti.
Kegiatan tersebut dilakukan secara obyektif dan profesional dengan standar
pemeriksaan, dengan tujuan untuk menguji kepatuhan terhadap kewajiban
perpajakan dan atau dalam rangka pelaksanaan peraturan perundangundangan
perpajakan, untuk tujuan lain. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Pajak akan diterbitkan suatu surat Ketetapan Pajak, yang dapat

19
mengakibatkan pajak terutang menjadi Kurang Bayar (SKPKB), Lebih Bayar
(SKPLB).

Menurut (Darmayani & Herianti, 2017) mengemukakan pemeriksaan


Pajak yaitu bukan untuk menemukan kesalahan wajib pajak, tetapi untuk menguji
apakah mereka mematuhi kewajiban perpajakan dan atau menerapkan
undangundang peraturan perpajakan untuk tujuan lain. Serangkaian kegiatan
untuk mencari, pengumpulan pengolahan data untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksakan
ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan (Suandy, 2017).

Menurut (Assa, 2018) menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban


perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan
kepada wajib pajak pemeriksaan terhadap :

a. SPT lebih bayar


b. SPT rugi
c. SPT tidak disampaikan atau disampaikan tidak tepat waktu
d. SPT dengan kriteria seleksi DJP
e. Indikasi kewajiban perpajakan selain SPT tidak terpenuhi

Menurut (Sutrisno, 2016) bahwa Direktorat Jenderal Pajak berwenang


melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan Wajib Pajak dan tujuan lain, antara lain :

a. Pemberian NPWP secara jabatan


b. Penghapusan NPWP
c. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
d. Wajib Pajak mengajukan keberatan
e. Pengumpulan bahan guna penyususnan norma Pengihutang penghasilan Neto
f. Pencocokan data dan alat keterangan
g. Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil
h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai
i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak

20
j. Penetuan saat mulai berproduksi sehubungan dengan fasilitas perpajakan
k. Pemenuhan permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran
Pajak Berganda.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam rangka pemeriksaan meliputi


(Sutrisno, 2016) : Pemeriksaan dapat dilakukan di kantor (Pemeriksaan Kantor)
atau di tempat Wajib Pajak (Pemeriksaan Lapangan).
a. Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak (Pemeriksaan Internal).
b. Pelaksanaan pemeriksaan dalam rangka menguji pemenuhan kewajiban
perpajakan Wajib Pajak dilakukan dengan pemeriksaan SPT, pembukuan atau
pencatatan.
c. Petugas pemeriksaan memiliki tanda pengenal pemeriksaan dengan dilengkapi
surat perintah pemeriksaan dan ditunjukan ke Wajib Pajak.
d. Wajib Pajak yang diperiksa wajib memberikan keterangan yang
sebenarbenarnya mengenai dokumen, data, informasi dan keterangan lainnya
yang diperlukan baik secara tertulis maupun lisan.
e. Buku, catatan, dokumen, data, informasi dan keterangan lain yang diminta
oleh pemeriksa dalam rangka pemeriksaan wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak
paling lama satu bulan sejak permintaan disampaikan.

Pemeriksaan pajak merupakan suatu kegiatan untuk menguji kepatuhan


pemenuhan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan undang-undang perpajakan
dan sebagai sarana untuk melakukan pengawasan, pembinaan terhadap wajib
pajak, selain mempunyai tujuan untuk menguji tingkat kepatuhan wajib pajak di
dalam memenuhi kewajiban perpajakan, juga mempunyai tujuan dalam rangka
melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Untuk menguji
kepatuhan, pelaksanaan pemeriksaan pajak memiliki salah satu pedoman bahwa
setiap wajib pajak mempunyai peluang yang sama untuk diperiksa.

6.1.6 Penagihan Pajak

Penagihan pajak adalah perbuatan yang dilakukan Direktorat Jenderal


Pajak karena Wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan Undang-undang pajak,

21
khusunya mengenai pembayaran pajak yang terutang (Soemitro, 1996). Dasar
hukum melakukan tindakan penagihan pajak adalah Undang-Undang Nomor 19
Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Undang- undang ini
berlaku tanggal 23 Mei 1997. Undang-undang ini kemudian diubah menjadi
UndangUndang Nomor 19 Tahun 2000 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari
2001. Tujuan penagihan pajak di dalam instansi pemerintahan antara lain adalah
untuk menjaga kestabilan pendapatan keuangan baik di daerah maupun di pusat.
Karena pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara. Meningkatkan
efisiensi dan efektivitas penagihan pajak sangatlah membutuhkan partisipasi
masyarakat secara aktif.

Menurut (Mardiasmo, 2016) Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan


agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan seketika dan
sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan
penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah disita.
Pelaksanaan penagihan pajak yang tegas, konsisten dan konsekuen diharapkan
akan dapat membawa pengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam
membayarkan utang pajaknya. penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan
agar penanggung pajak dapat melunasi utang dan biaya penagihan pajak (Suandy,
2017). Pemerintah akhirnya memberlakukan UU No. 28 Tahun 2007 tentang
Penagihan Pajak melalui Surat Tagihan Pajak atau Surat Ketetapan Pajak dan UU
No 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dan sejak 1
Januari 2001 penagihan pajak dilaksanakan dengan UU No 19 tahun 2000
(Ritonga, 2012).

Surat Tagihan Pajak adalah surat yang diterbitkan fiskus untuk melakukan
penagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga. Surat
Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan
Pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat dilakukan dengan Surat Paksa
(Sumarsan, 2012).

Penagihan pajak merupakan serangkaian kegiatan agar penanggung pajak


melunasi utang pajak serta biaya penagihan pajak dengan melalui tindakan

22
menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,
memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan
penyandaraan hingga menjual barang yang disita. Penagihan pajak merupakan
salah satu upaya yang dilakukan DJP untuk mengoptimalkan penerimaan pajak,
yang dalam hal ini merupakan penerimaan PPN. Dengan melakukan penagihan
pajak, DJP dapat menghimpun jumlah pajak terutang yang seharusnya diterima
dari Wajib Pajak.

6.2 Penelitian Terdahulu


Berikut adalah penelitian terdahulu yang dijadikan acuan dalam penelitian ini :

Tabel 3 Penelitian Terdahulu


Nama
Peneliti Judul
No. Variabel Hasil Penelitian Perbedaan
dan Penelitian
Tahun
1. Tamadoy The effect Var. X : Hasil Penelitian Perbedaan utama dari
Tamri of self Self menunjukkan bahwa penelitian ini bahwa
(2021) assessment Assessmen Self Assessment System adanya perbedaan
system, tax t System, mempengaruhi Pajak wilayah yang digunakan
audit, and Pemeriksa Pertambahan Nilai sebagai objek penelitian
tax an Pajak, (PPN). Pemeriksaan
collection dan Pajak dan Penagihan
on value Penagihan Pajak tidak
added tax Pajak. mempengaruhi Pajak
revenue. Var. Y : Pertambahan Nilai
Penerimaa (PPN).
n Pajak
Pertambah

23
Nama
Peneliti Judul
No. Variabel Hasil Penelitian Perbedaan
dan Penelitian
Tahun
an Nilai
(PPN).
2. Fanny Pengaruh Var. X : Hasil Penelitian Perbedaan utama dari
Panjaitan self Self menunjukkan bahwa penelitian ini bahwa
dan Paul assessment Assessmen Self Assessment System adanya perbedaan
Eduard system, t System, dan P emeriksaan Pajak wilayah yang digunakan
Sudjima pemeriksaa Pemeriksa tidak mempengaruhi sebagai objek penelitian
n (2021) n pajak dan an Pajak, Penerimaan Pajak
penagihan dan Pertambahan Nilai
pajak Penagihan (PPN).
terhadap Pajak. Penagihan Pajak
penerimaan Var. Y : mempengaruhi
PPN di kota Penerimaa Penerimaan Pajak
bekasi n Pajak Pertambahan Nilai
selatan. Pertambah (PPN).
an Nilai
(PPN).
3. Siti Pengaruh Var. X : Hasil Penelitian Perbedaan utama dari
Syafira pemeriksaa Pemeriksa menunjukkan bahwa penelitian ini bahwa
(2020) n pajak dan an Pajak pemeriksaan pajak dan adanya perbedaan
penagihan dan penagihan pajak tidak wilayah yang digunakan
pajak Penagihan mempengaruhi sebagai objek penelitian
terhadap pajak. penerimaan pajak dan tidak menggunakan
penerimaan Var. Y : pertambahan nilai. inidkator Self
pajak Penerimaa Assessment System
pertambaha n Pajak
n nilai pada Pertambah
kpp pratama an Nilai.
lubuk
pakam.
4. Desmon Pengaruh Var. X : Hasil Penelitian Perbedaan utama dari
dan self Self menunjukkan bahwa penelitian ini bahwa
Hairudin assessment Assessmen self assessment system adanya perbedaan
(2020) system dan t System berpengaruh positif wilayah dan variabel
penerbitan dan surat terhadap penerimaan tambahan yaitu
surat tagihan PPN dan surat tagihan penerbitan surat tagihan
tagihan pajak. pajak berpengaruh pajak
pajak Var. Y : negatif terhadap
terhadap Penerimaa penerimaan PPN.
penerimaan n Pajak
pajak Pertambah
pertambaha an Nilai.

24
Nama
Peneliti Judul
No. Variabel Hasil Penelitian Perbedaan
dan Penelitian
Tahun
n nilai
(Study
Kasus pada
KPP
Pratama
Kedaton
Bandar
Lampung.
5. Satriawat Pengaruh Var. X : Hasil Penelitian Perbedaan utama dari
y pertumbuha Self menunjukkan bahwa penelitian ini bahwa
Migang n self Assessmen self assessment system adanya perbedaan
dan assessment t System, berpengaruh signifikan wilayah dan variabel
Wani system, Pemeriksa terhadap penerimaan
Wahyuni pemeriksaa an Pajak, pajak pertambahan nilai
(2020) n pajak dan dan (PPN), Pemeriksaan
penagihan Penagihan pajak, dan Penagihan
pajak Pajak. pajak berpengaruh
terhadap Var. Y : namun tidak signifikan
penerimaan Penerimaa terhadap penerimaan
pajak n Pajak pajak pertambahan nilai
pertambaha Pertambah (PPN).
n nilai (ppn) an Nilai.
pada KPP
Pratama
Balikpapan.
6. Rizki Effect of Var. X : Hasil Penelitian Perbedaan utama dari
Indrawan Tax Audit pemeriksa menunjukkan bahwa penelitian ini bahwa
(2020) and Tax an pajak, pemeriksaan pajak dan adanya perbedaan
Collection dan penagihan pajak tidak wilayah dan variabel
on Tax penagihan berpengaruh positif
Revenue. pajak . terhadap penerimaan
Var. Y : pajak pertambahan
penerimaa nilai.
n pajak
pertambah
an nilai.
7. Rima The Effect Var. X : Hasil Penelitian Perbedaan utama dari
Fitriyani of Tax pemeriksa menunjukkan bahwa penelitian ini bahwa
dan N. Audit, Tax an pajak, pemeriksaan pajak adanya perbedaan
Heryah Billing, and dan berpengaruh positif wilayah dan variabel,
Tax penagihan terhadap penerimaan dan tambahan variabel
Sanctions pajak. pajak pertambahan nilai independen yaitu Tax

25
Nama
Peneliti Judul
No. Variabel Hasil Penelitian Perbedaan
dan Penelitian
Tahun
on Value Var. Y : dan penagihan pajak Audit, Tax Billing dan
Added Tax penerimaa berpengaruh negatif Tax Sanctions
Revenues n pajak terhadap penerimaan
(Survey on pertambah pajak pertambahan
KPP in an nilai. nilai.
Bandung
City
Registered
at the
Regional
Office of
DJP West
Java I for
the 2015-
2019
Period).
8. Wani Pertumbuha Var. X : Hasil Penelitian Perbedaan utama dari
Wahyuni n self Self menunjukkan bahwa penelitian ini bahwa
dan assessment Assessmen self assessment system adanya perbedaan
Hairul system, t System, berpengaruh signifikan wilayah dan variabel
Anam pemeriksaa Pemeriksa terhadap penerimaan
n dan an Pajak, pajak pertambahan nilai
penagihan dan (PPN). Pemeriksaan
pajak Penagihan pajak dan Penagihan
terhadap Pajak. pajak tidak berpengaruh
penerimaan Var. Y : signifikan terhadap
pajak penerimaa penerimaan pajak
pertambaha n pajak pertambahan nilai
n nilai. pertambah (PPN).
an nilai.
9. Sitti Pengaruh Var. X : Hasil Penelitian Perbedaan utama dari
Mispa self Self menunjukkan bahwa penelitian ini bahwa
(2019) assessment assessmen Self assessment system adanya perbedaan
system dan t system dan pemeriksaan pajak wilayah dan variabel
pemeriksaa dan berpengaruh positif dan
n pajak pemeriksa signifikan terhadap
terhadap an pajak. penerimaan pajak
penerimaan Var. Y : pertambahan nilai.
pajak penerimaa
pertambaha n pajak
n nilai (ppn) pertambah
pada kantor an nilai.

26
Nama
Peneliti Judul
No. Variabel Hasil Penelitian Perbedaan
dan Penelitian
Tahun
pelayanan
pajak (KPP)
Pratama
Makassar
Selatan
10. Lambok Pengaruh Var. X : Hasil Penelitian Perbedaan utama dari
DR self self menunjukkan bahwa penelitian ini bahwa
Tampub assessment assessmen self assessment system adanya perbedaan
olon system dan t system dan pemeriksaan pajak wilayah dan variabel
(2019) pemeriksaa dan berpengaruh positif serta adanya variabel
n pajak pemeriksa signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak
terhadap an pajak. penerimaan PPN. sebagai indikator dalam
penerimaan Var. Y : menentukan pengaruh
ppn yang penerimaa tidak langsung dalam
dimediasi n pajak hal ini efek tidak
oleh pertambah langsung dari estimasi
kepatuhan an nilai SmartPLS yang dapat
wajib pajak memidiasi variabel
di Jembatan
Lima
jakarta.
11. Zeny Pengaruh Var. X : Hasil Penelitian Perbedaan utama dari
Jayanti, self Self menunjukkan bahwa penelitian ini bahwa
Fadjar assessment Assessmen Self Assessment System adanya perbedaan
Harimurt system dan t System dan Pemeriksaan Pajak wilayah dan variabel
i, dan pemeriksaa dan berpengaruh positif
Djoko n pajak Pemeriksa terhadap penerimaan
Kristiant terhadap an Pajak. PPN.
o (2019) penerimaan Var. Y :
pajak Penerimaa
pertambaha n PPN.
n nilai
(Studi pada
KPP
Pratama
Boyolali
tahun 2013
– 2018.
12. Nurdin Pengaruh Var. X : Hasil Penelitian Perbedaan utama dari
Harefa self Self menunjukkan bahwa penelitian ini bahwa
(2019) assessment assessmen self assessment system, adanya perbedaan
system, t system, pemeriksaan pajak, dan wilayah dan variabel

27
Nama
Peneliti Judul
No. Variabel Hasil Penelitian Perbedaan
dan Penelitian
Tahun
pemeriksaa pemeriksa dan penagihan pajak
n pajak, dan an pajak, tidak memiliki
penagihan dan pengaruh yang
pajak penagihan signifikan terhadap
terhadap pajak. penerimaan PPN
penerimaan Var. Y :
pajak Penerimaa
pertambaha n pajak
n nilai pertambah
(PPN) pada an nilai
KPP (PPN).
Pratama
Medan
Kota.
13. Hamilah Self Var. X : Hasil Penelitian Perbedaan utama dari
(2018) Assessment Self menunjukkan bahwa penelitian ini bahwa
System, Assessmen Self Assessment System, adanya perbedaan
Pemeriksaa t System, Pemeriksaan Pajak, dan wilayah dan variabel
n Pajak Dan Pemeriksa Penagihan Pajak
Penagihan an Pajak, berpengaruh positif
Pajak : dan terhadap penerimaan
Dampaknya Penagihan pajak pertambahan nilai
Pada Pajak. (PPN).
Penerimaan Var. Y :
Pajak Penerimaa
Pertambaha n pajak
n pertambah
an nilai
(PPN).
14. Sung The Effects Var. X : Hasil Penelitian
Man of the Pemeriksa menunjukkan bahwa Perbedaan utama dari
Yoon RCS’s an Pajak, Pemeriksaan Pajak, dan penelitian ini bahwa
(2018) Application dan Penagihan Pajak adanya perbedaan
in the Value Penagihan berpengaruh positif wilayah dan variabel
Added Tax Pajak. terhadap penerimaan dan pengunaan aplikasi
Collecting Var. Y : pajak pertambahan nilai RCS untuk dan metode
Process on Penerimaa (PPN). aplikasi REC
the n pajak
Perception pertambah
of SME an nilai
Taxpayer in (PPN).
Korea’s

28
Nama
Peneliti Judul
No. Variabel Hasil Penelitian Perbedaan
dan Penelitian
Tahun
Trade
Activity:
Transparen
cy and
Fairness in
Trade.

15. Cut Pengaruh Var. X : Hasil Penelitian Perbedaan utama dari


Inayatul self Pengaruh menunjukkan bahwa penelitian ini bahwa
Maulida, assessment self Self Assessment System adanya perbedaan
dan system, assessmen dan Pemeriksaan Pajak wilayah dan variabel
Adnan pemeriksaa t system, tidak berpengaruh
(2017) n pajak, dan pemeriksa terhadap penerimaan
penagihan an pajak, pajak pertambahan
pajak dan nilai. Penagihan Pajak
terhadap penagihan berpengaruh terhadap
penerimaan pajak penerimaan pajak
pajak Var. Y : pertambahan nilai.
pertambaha Penerimaa
n nilai n pajak
(PPN) pada pertambah
KPP an nilai
Pratama (PPN).
Banda Aceh
16. Anti Pengaruh Var. X : Hasil Penelitian Perbedaan utama dari
Azizah self self menunjukkan bahwa penelitian ini bahwa
Apriliant assessment assessmen self assessment system, adanya perbedaan
i, Siska system, t system, pemeriksaan pajak, dan wilayah dan variabel
P. pemeriksaa pemeriksa penagihan pajak
Yudowat n pajak, dan an pajak, mempunyai pengaruh
i, S.E., penagihan dan yang signifikan
M.B.A2, pajak penagihan terhadap penerimaan
dan terhadap pajak. Pajak Pertambahan
Kurnia, penerimaan Var. Y : Nilai (PPN) di Kantor
S.AB., pajak Penerimaa Pelayanan Pajak
MM3 pertambaha n pajak Pratama Majalaya tahun
(2017) n nilai pertambah 2013-2016.
(PPN) an nilai
(Studi (PPN).
Kasus pada
Kantor
Pelayanan

29
Nama
Peneliti Judul
No. Variabel Hasil Penelitian Perbedaan
dan Penelitian
Tahun
Pajak
Pratama
Majalaya
Tahun
2013-2016)
17. Riyan Pengaruh Var. X : Hasil Penelitian Perbedaan utama dari
Arif self self menunjukkan bahwa penelitian ini bahwa
Hidayat assessment assessmen self assessment system, adanya perbedaan
(2017) system, t system, pemeriksaan pajak, dan wilayah dan variabel
kepatuhan pemeriksa penagihan pajak dan tambahan variabel
wajib pajak, an pajak, berpengaruh positif dan kepatuhan pajak
pemeriksaa dan signifikan terhadap
n pajak, dan penagihan penerimaan pajak
penagihan pajak. pertambahan nilai.
pajak pada Var. Y :
penerimaan Penerimaa
pajak n pajak
pertambaha pertambah
n nilai an nilai
(PPN) (PPN).
(Studi
Kasus Pada
Kantor
Pajak
Pratama
Semarang
Barat Tahun
2012 –
2016)
18. Rosanna Pengaruh Var. X : Hasil Penelitian Perbedaan utama dari
Purba self Self menunjukkan bahwa penelitian ini bahwa
(2017) assesment Assesment self assesment system adanya perbedaan
system dan System. berpengaruh signifikan wilayah dan variabel
ketepatan Var. Y : terhadap penerimaan serta tambahan variabel
pelaporan Penerimaa Pajak Pertambahan Pelaporan SPT
spt terhadap n pajak Nilai.
penerimaan pertambah
pajak an nilai
pertambaha (PPN).
n nilai pada
KPP
Pratama

30
Nama
Peneliti Judul
No. Variabel Hasil Penelitian Perbedaan
dan Penelitian
Tahun
Medan
Belawan
19. Ida Ayu Pengaruh Var. X : Hasil Penelitian Perbedaan utama dari
Ivon self Pengaruh menunjukkan bahwa penelitian ini bahwa
Trisnaya assessment self self assessment system, adanya perbedaan
nti dan I system, assessmen pemeriksaan pajak, dan wilayah dan variabel
Ketut pemeriksaa t system, penagihan pajak
Jati n pajak, dan pemeriksa berpengaruh positif dan
(2017) penagihan an pajak, signifikan terhadap
pajak pada dan penerimaan pajak
penerimaan penagihan pertambahan nilai.
pajak pajak.
pertambaha Var. Y :
n nilai Penerimaa
(PPN) n pajak
pertambah
an nilai
(PPN).
20. Rohmasa Pengaruh Var. X : Hasil Penelitian Perbedaan utama dari
ri Sitio self self menunjukkan bahwa penelitian ini bahwa
(2017) assessment assessmen self assessment system, adanya perbedaan
system, t system, dan penagihan pajak wilayah dan variabel
penerbitan dan berpengaruh positif Dan tambahan variabel
surat penagihan terhadap Penerimaan suarat penagihan utang
tagihan pajak. pajak pertambahan nilai
pajak dan Var. Y : (PPN).
penagihan Penerimaa
pajak n pajak
dengan pertambah
surat paksa an nilai
terhadap (PPN).
penerimaan
pajak
pertambaha
n nilai pada
KPP Madya
dan KPP
Pratama
Tanpam
Pekanbaru
Sumber : Olahan Data, (2022)

31
6.3 Hipotesis
6.3.1 Pengaruh Self Assessment System Terhadap Penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai
Mardiasmo (2017) Self Assessment System adalah suatu sistem
pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk
menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Dalam sistem ini, inisiatif
serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada ditangan
wajib pajak. Wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu
memahami Undang-Undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai
kejujuran yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak.
Self Assessment System dapat dilihat dari perbandingan jumlah SPT masa PPN
saat ini dikurang jumlah SPT (Onainor, 2019). Selain itu untuk agumentasi dan
hipotesis tersebut diketahui menurut (Sadiq et al., 2016) bahwa Self Assesment
System menunjukan pengaruh yang positif dan signifkan terhadap penerimaan
pajak pertambahan nilai selain itu menurut (Mispa, 2019) juga menunjukkan
hasil yang sama dimana bahwa Self Assessment System, berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Pratama Makassar Selatan, penelitian yang dilakukan (Junianto et al.,
2020) juga mengunjukkan bahwa self assessment system berpengaruh positif
signifikan terhadap penerimaan PPN. Maka berdasarkan penjelasan tersebut
hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
H1 : Self assessment system berpengaruh terhadap penerimaan pajak
pertambahan nilai
6.3.2 Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai
Menurut Mardiasmo (2017) pemeriksaan pajak adalah serangkaian
kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan
lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang–
undangan perpajakan. Pemeriksaan pajak perlu dilakukan untuk mendeteksi

32
adanya kecurangan yang dilakukan oleh wajib pajak dan juga mendorong
mereka untuk membayar pajak dengan jujur sesuai ketentuan yang berlaku.
Tindakan pemeriksaan pajak dilakukan sebagai sarana penegak hukum
bagi wajib pajak yang lalai dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, untuk
memperkecil jumlah tunggakan pajak yang terutang oleh wajib pajak, dan
merupakan salah satu langkah penting dalam mengamankan dan meningkatkan
penerimaan negara dari sektor pajak (Harefa, 2019). Berdasarkan penelitian
terdahulu (Aprilianti, 2018) menunjukkan bahwa secara simultan pemeriksaan
pajak mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap penerimaan
pajak pertambahan nilai (PPN) di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Majalaya
tahun 2013-2016 dan juga menurut (Sunarto & Muhammad, 2018)
menunjukkan hasil yang sama dimana pemeriksaan pajak, berpengaruh secara
terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Raba Bima Tahun 2012-2015.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh (Migang & Wahyuni, 2020)
pemeriksaan pajak dan penagihan pajak tidak berpengaruh signifikan terhadap
Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun secara simultan atau bersama-sama
Growth Self Assessment System, Pemeriksaan Pajak dan Penagihan Pajak
berpengaruh terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Maka
berdasarkan penjelasan tersebut hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
H2 : Pemeriksaan Pajak berpengaruh terhadap Pajak Pertambahan Nilai
6.3.3 Pengaruh Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai
Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
mengingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus surat paksa,
mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan
penyanderaan, menjual barang yang telah disita, maka diperlukan suatu
tindakan dari aparatur perpajakan untuk melakukan pencairan tunggakan yang
terjadi. Tindakan yang dimaksud adalah penagihan pajak yang terdiri dari
penerbitan surat teguran yang berfungsi untuk memperingatkan wajib pajak
agar segera melunasi utang pajaknya yang telah lewat jatuh tempo.

33
Pada pelaksanaan mencairkan tunggakan pajak dilakukan penagihan
pajak agar wajib pajak dapat melunasi utang pajaknya, penagihan pajak
merupakan serangkaian tindakan agar penanggung pajak dapat melunasi utang
dan biaya penagihan pajak, penagihan pajak merupakan salah satu upaya yang
dilakukan Direktorat Jenderal Pajak untuk mengoptimalkan penerimaan pajak
yang dalam hal ini merupakan penerimaan pajak pertambahan nilai (Purba,
2019). Berdasarkan penelitian terdahulu (Mohammad, 2017) penagihan pajak
terhadap penerimaan pajak pertambahan nilai menunjukkan hasil bahwa
penagihan pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak,
dan juga menurut (Maulida & Adnan, 2017) menunjukkan hasil yang sama
dimana Penagihan Pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai. Selain itu menurut (Aprilianti et al.,
2018) Hasil penelitian menunjukkan bahwa penagihan pajak secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di
KPP Pratama Majalaya. Selanjutnya, secara parsial hanya variabel self
assessment system yang berpengaruh positif signifikan terhadap penerimaan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Maka berdasarkan penjelasan tersebut
hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
H3 : Penagihan Pajak berpengaruh terhadap Penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai

6.4 Kerangka Pemikiran

Self Assessment
System (X1) H1
Penerimaaan Pajak
Pemeriksaan Pajak H2 Pertambahan Nilai
(X2) (Y)
Penagihan Pajak H3
(X3)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

34
7. Metode Penelitian
7.1 Ruang Lingkup Penelitian
Penulis membatasi ruang lingkup penelitiam dengan membuat riset
mengenai pengaruh Self Assessment System, Pemeriksaan Pajak dan Penagihan
Pajak di KPP Pratama Lubuk linggau periode 2017-2021 terhadap Penerimaan
Pajak Pertambahan Nilai.

7.2 Jenis Data dan Sumber Data

7.2.1 Jenis Data

Penelitian ini merupakan deskriptif kuantitatif, menurut (Gujarati, 2013)


bahwa data kuantitatif adalah data yang diukur berdasarkan skala numerik, angka
dan memberikan gambaran yang secara sistematis tntang informasi dari subjek
dan objek penelitian. Pada penelitian ini data diolah merupakan penelitian yang
bersifat deret waktu (time series). Data yang digunakan adalah data dari KPP
Pratama di Lubuk linggau dari periode Januari 2017 sampai Desember 2021.

7.2.2 Sumber Data


Data pada penelitian ini menggunakan Data Sekunder, yaitu data yang
diterbitkan atau digunakan oleh organisasi yang bukan pengolahannya (Amir,
2009). Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber, seperti
KPP Pratama Lubuk linggau, jurnal penelitian, artikel dan majalah-majalah yang
berkaitan dengan masalah penelitian.

7.3 Populasi dan Sampel


Populasi dalam penelitian ini berdasarkan sumber dari kantor Pelayanan
Pajak Pratama (KPP) Lubuk linggau sebanyak 753 seluruh wajib pajak yang
menerapkan pajak pertambahan nilai dan terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak
Pratama (KPP) Lubuk linggau pada periode 2016 – 2021.
Berikut merupakan kriteria atau pertimbangan yang digunakan dalam
pemelihan sampel:
1. Badan usaha yang terdaftar di KPP Pratama Lubuk linggau selama
periode 2016-2021

35
2. Seluruh badan usaha yang terdaftar di KPP Pratama Lubuk linggau yang
menerapakan penyampaian laporan pajak berdasarkan self assessment
sytem dan pemeriksaan pajak periode 2016-2021
3. Seluruh badan usaha yang terdaftar di KPP Pratama Lubuk linggau yang
mengalami penutupan usaha pada periode 2016-2021
4. Badan usaha yang menerbitkan laporan pajak periode 2016-2021 yang
telah di audit secara independen oleh pihak KPP Prama Lubuk linggau
5. Seluruh pencatatan oleh badan usaha yang menggunakan satuan
keuangan mata uang rupiah dalam laporan selama periode 2016-2021
6. Badan usaha di KPP Pratama Lubuk linggau yang selama periode
pengamatan memiliki kelengkapan data atau variabel-variabel yang
diperlukan untuk penelitian

Maka berdasarkan pertimbangan kriteria tersebut sampel dalam penelitian


ini berjumlah 59 wajib pajak badan usaha di KPP Pratama Lubuk linggau.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik non probability
sampling yaitu purposive sampling. Adapun kriteria dalam penentuan sampel
dalam penelitian ini adalah yang secara rinci dijelaskan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kriteria Pemilihan Sampel


No. Kriteria Total
1. Badan usaha yang terdaftar di KPP Pratama Lubuk linggau selama 753
periode 2016 – 2021
2 Seluruh badan usaha yang terdaftar di KPP Pratama Lubuk linggau (520)
yang tidak menerapakan penyampaian laporan pajak berdasarkan
self assessment sytem dan pemeriksaan pajak periode 2016-2021

3. Seluruh badan usaha yang terdaftar di KPP Pratama Lubuk linggau (10)
yang tidak mengalami penutupan usaha pada periode 2016-2021
4. Badan usaha yang tidak menerbitkan laporan pajak periode 2016- (35)
2021 yang telah di audit secara independen oleh pihak KPP Prama
Lubuk linggau
5. Seluruh pencatatan oleh badan usaha yang tidak menggunakan (23)
satuan keuangan mata uang rupiah dalam laporan selama periode
2016-2021
6. Badan usaha di KPP Pratama Lubuk linggau yang selama periode (49)
pengalamatan tidak memiliki kelengkapan data atau variabel-
variabel yang diperlukan untuk penelitian

36
Total sampel penelitian 116
Sumber : Olahan Data, (2022)

7.4 Teknik Analisis


7.4.1 Metode Analisis Data

Metode analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis secara kuantitatif. Metode ekonometrika yang akan digunakan dengan
jenis data dalam penelitian ini adalah Alat analisis menggunakan regresi liniear
berganda, Dengan menggunakan data time series dan di lakukan uji asumsi klasik
guna untuk memenuhi keabsahan data atau model bisa dikatakan baik untuk
digunakan maka dari itu model ekonometrika yang digunakan atau formulasinya
sebagai berikut:
Y t =β 0 + β 1 X 1t + β 2 X 2t + β 3 X 3 t +e t

Ketrangan :

β0 = Parameter Intersep
Y = Penerimaan PPN
X1 = Self Assesment System
X2 = Pemeriksaan Pajak
X3 = Penagihan Pajak
β 1−β 3 = Koefisien Regresi Masing-masing Variabel Independen
e = Error Term
t = Periode waktu

7.4.2 Uji Asumsi Klasik

Sebelum menentukan hipotesis, perlu adanya uji prasyarat dengan


menggunakan uji asumsi klasik sebagai berikut:
a. Uji Normalitas

Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diambil


berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang
baik adalah yang berdistribusi normal atau mendekati normal. Ada beberapa
teknik yang dapat digunakan untuk menguji Normalitas data, salah satunya
adalah dengan Skewness-Kurtosis Test. Skewness-Kurtosis Test merupakan uji
yang reliabel karena akan mendeteksi ketidaknormalan pada jumlah sampel

37
berapapun baik dalam jumlah kecil maupun besar. Jika nilai (Prob>chi2) <
0,05 maka variabel-variabel yang akan diteliti tidak berdistribusi normal.
Sebaliknya apabila nilai nilai (Prob>chi2) > 0,05 maka variabel-variabel yang
akan diteliti berdistribusi normal.
b. Uji Multikoleniaritas
Uji Multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel indipenden. Jika terjadi kolerasi,
maka dinamakan terdapat problem multikolinearitas. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi kolerasi diantara variabel independen. Pengujian ada
atau tidaknya gejala multikoleniaritas dalam penelitian pengujiannya
menggunakan matrik tabel matriks korelasi, dimana keputusan adanya
multikolinearitas dilihat dengan cara membandingkan nilai korelasi r parsial
masing-masing variabel independen dengan nilai korelasi regresi (R).
Pengambilan keputusan ada tidaknya multikolinearitas dengan ketentuan
sebagai berikut :

1. Apabila nilai korelasi r parsial > 0,8 maka model mengalami masalah
multikolinearitas.
2. Apabila nilai korelasi r parsial < 0,8, maka model tidak mengalami
gejala multikolinearitas.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah
model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satuan pengamatan ke
pengamatan yang lain untuk melihat apakah ada tidaknya masalah
heteroskedastisitas, dalam penelitian ini menggunakan pendekatan dari nilai
Sum Square Residual Weighted Statistics yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan Sum Square Residual Unweighted Statistics maka model dapat
dikatakan terbebas dari pelanggaran asumsi klasik Heteroskedastisitas
(Greene, 2012).
d. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah keadaan di mana variabel gangguan pada periode
tertentu berkolerasi dengan variabel pada periode lain, dengan kata lain

38
variabel gangguan tidak random. Faktor-faktor yang menyebabkan
autokorelasi antara lain kesalahan dalam menentukan model, penggunaan lag
pada model, dan atau memasukan variabel yang penting. Akibat dari adanya
autokorelasi adalah parameter yang diestimasi menjadi bias dari varian
minimum, sehingga tidak efisien. Untuk menguji ada atau tidaknya gejala
autokorelasi dapat digunakan Uji Durbin Watson. Jika nilai D-W, kriterianya
adalah jika nilai D-W terletak antara 2 dan 4 (untuk taraf signifikansi 5%)
maka tidak terjadi masalah autokorelasi, tetapi jika nilai berada di luar itu
maka bisa terjadi autokorelasi atau tidak dapat ditentukan (Muhson, 2015).
7.4.3 Uji Signifikansi
Tingkat signifikansi dari masing-masing koefisien regresi variabel bebas
terhadap varibel terikat dapat digunakan uji statistik seperti uji koefisien
determinasi, uji t, dan uji F.

a. Koefisien Determinasi ( R2 )
Koefisien Determinasi ( R2 )atau goodness of fit merupakan nilai yang
menyatakan proporsi atau persentase dari total varian variabel dependen
(Y) yang dapat dijelaskan oleh variabel penjelas ( X 1, X 2 ,) secara bersama-
sama. Nilai koefisien R2 berada diantara 0 dan 1 (0 ≤ R2≤1). Apabila nilai
1, garis regresi dapat menjelaskan 100% varian pada variabel Y.
Sebaliknya apabila bernilai 0, model regresi tersebut tidak dapat
menjelaskan variansi sedikitpun pada variabel Y. Kelemahan mendasar
penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel
independen yang dimasukan ke dalam model. Setiap tambahan satu
variabel independent, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah
variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel
dependen atau tidak.
b. Uji Parameter Individu (Uji t)

39
Uji parsial menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
independen secara individual dalam menerangkan pengaruhnya terhadap
variabel dependen. Uji parsial dilakukan dengan menggunakan signifikan
level 0,05 (α = 5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan
dengan kriteria sebagai berikut:
1. Jika nilai signifikan ≥ 0,05 maka hipotesis ditolak (Karena kalau
lebih kecil menolak H0). Artinya secara parsial variabel independen
ada pengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
2. Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis alternative diterima
(Karena kalau lebih besar menerima H0). Artinya secara parsial
variabel independen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen.

7.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel


Tabel 5 Variabel Operasional

No Variabel Definisi Variabel Pengukuran Skala


1 Pajak Pajak pertambahan nilai PPN =Tarif PPN x Rasio
Pertambahan mengukur tarif PPN Dasar Pengenaan
Nilai terhadap dasar Pajak
pengenaan Pajak (Sukardji, 2015)

2 Self Self Assessmen Syestem Jumlah SPT Masa Rasio


Assessment mengukur Jumlah SPT PPn saat ini – jumlah
System masa PPN saat ini SPT bulan
dibandingakan SPT Lalu/Jumlah SPT
bulan lalju terhdap Bulan Lalu X 100 %
Jumlah SPT bulan lalu (Aprilianti1, 2018)

3 Pemeriksaan Mengukur perbandingan Jumlah tunggakan Rasio

40
No Variabel Definisi Variabel Pengukuran Skala
Pajak jumlah tunggakan yang yang berhasil
berhasil tertagih tiap tertagih tiap bulan/
bulan dengan jumlah jumlah total
total tunggakan pajak tunggakan pajak
tiap bulan tiap bulan X 100
persen
(Aprilianti1, 2018)

4 Penagihan Mengukur rasio selisih Jumlah PPN – Rasio


Pajak antara jumlah PPN Jumlah PPN bulan
bulain dengan PPN Lalu/Jumlah PPN
Bulan lalu terhadap Bulan Lalu x 100 %
jumlah PPN bulan lalu
(Purba, 2019)

DAFTAR PUSTAKA

Afidah, A. U. (2020). Sistem Informasi Pembelajaran Pajak untuk Member-


Kompas Pajak Ajaib Berbasis Website. Universitas Gadjah Mada
Amir, A., Junaidi, J., & Yulmardi, Y. (2009). Metodologi Penelitian Ekonomi
Dan Penerapannya (Pertama).
Aprilianti, A. A., Yudowati, S., & Kurnia, K. (2018). Pengaruh self assessment
system, pemeriksaan pajak, dan penagihan pajak terhadap penerimaan pajak
pertambahan nilai (PPN)(studi kasus pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama Majalaya tahun 2013-2016). Kajian Akuntansi, 19(1), 81–92.
https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/kajian_akuntansi/article/view/3552.
Diakses pada 5 April 2022
Aprilianti1, A. A., , Siska P. Yudowati, S.E., M. B. A., & , Kurnia, S.AB., M.
(2018). Self Assessment System , Pemeriksaan Pajak Dan Penagihan Pajak :

41
Dampaknya Pada Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Self Assesment
System , Tax Audit and Tax Collection : Impact On Value Added Tax
Receiving.V,18–28.
https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/kajian_akuntansi/article/download/
3552/pdf. Diakses pada 11 Maret 2022
Arabella, J. (2020). Hubungan Kepemilikan Keluarga dan Penghindaran Pajak
yang Dimoderasi oleh Kualitas Audit pada Perusahaan di Sektor Industri
Manufaktur, Energi dan Pertambangan, dan Real Estate yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Periode 2017-2019
http://repository.ubaya.ac.id/39508/. Diakses pada 5 April 2022
Arifin, S. B., & Nasution, A. A. (2017). Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Sanksi
Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Di Kpp Pratama Medan
Belawan. Jurnal Akuntansi Dan Bisnis: Jurnal Program Studi Akuntansi,
3(2). http://ojs.uma.ac.id/index.php/jurnalakundanbisnis/article/view/1237.
Diakses pada 30 Mei 2022
Assa, J. R., Kalangi, L., & Pontoh, W. (2018). Pengaruh Pemeriksaan Pajak Dan
Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan
Pajak Pratama Manado. Going Concern: Jurnal Riset Akuntansi, 13(04).
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/gc/article/view/21412 Diakses pada 5
April 2022
Cheisviyanny, C. (2020). Memulihkan Penerimaan Pajak Pasca Pandemi Covid-
19. Jurnal Pajak Indonesia (Indonesian Tax Review), 4(1), 21–28.
https://jurnal.pknstan.ac.id/index.php/JPI/article/view/821. Diakses pada 5
April 2022
D, H. (2013). Perpajakan Indonesia. mitra wacana media.
Darmayani, D., & Herianti, E. (2017). Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak
Badan Terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak Penghasilan Dengan
Penagihan Pajak Sebagai Variabel Moderating (Pada KPP Pratama Cilandak
JakartaSelatan).InFestasi,13(1),275–284.
https://journal.trunojoyo.ac.id/infestasi/article/view/3049. Diakses pada 12
Maret 2022
Fikriningrum, W. K., & Syafruddin, M. (2012). Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi wajib pajak orang pribadi dalam memenuhi kewajiban
membayar pajak (studi kasus pada kantor pelayanan pajak pratama
Semarang Candisari). Fakultas Ekonomika dan Bisnis.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/accounting/article/view/567. Diakses
pada 11 Mei 2022
Firdayani, F., Layuk, P. K. A., & Layuk, T. A. (2017). Pengaruh Pemeriksaan
Dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak. Jurnal Akuntansi Dan
Keuangan Daerah, 12(1), 24–38.
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/gc/article/view/18370. Diakses pada

42
11 Mei 2022
Greene, W. H. (2012). Econometric Analysis (Seventh). Pearson.
Gujarati, Damonar, N., & Dawn, C. P. (2013). Dasar-dasar Ekonometrika Edisi 5
Buku 2 (Terjemahan Raden Carlos Mangunsong). Salemba Empat.
Harefa, N. (2019). Pengaruh Self Assessment System, Pemeriksaan Pajak Dan
Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan PPN Pada KPP Pratama Medan
Kota.http://repository.umsu.ac.id/bitstream/handle/123456789/6610/full
%20skripsi.pdf?sequence=1. Diakses pada 11 Mei 2022
Hidayat, R. A. (2018). Pengaruh Self Assessment System, Kepatuhan Wajib
Pajak, Pemeriksaan Pajak, Dan Penagihan Pajak Pada Penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai (Ppn). Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), 1–15. http://repository.unimus.ac.id/2239/1/MANUSCRPT.pdf.
Diakses pada 2 Maret 2022
Jayanti, Z., Harimurti, F., & Kristianto, D. (2019a). Pengaruh Self Assessment
System Dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan
Nilai. Jurnal Akuntansi Dan Sistem Teknologi Informasi, 15(1), 114–122.
https://ejurnal.unisri.ac.id/index.php/Akuntansi/article/view/367. Diakses
pada 28 Januari 2022
Jayanti, Z., Harimurti, F., & Kristianto, D. (2019b). Pengaruh Self Assessment
System dan Pemeriksaan Pajak terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan
Nilai (Studi Pada KPP Pratama Boyolali Tahun 2013–2018). Jurnal
Akuntansi Dan Sistem Teknologi Informasi, 15(1).
https://ejurnal.unisri.ac.id/index.php/Akuntansi/article/view/3671. Diakses
pada 30 Mei 2022
Junianto, S., Harimurti, F., & Suharno, S. (2020). Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar
Rupiah, Suku Bunga Dan Self Assessment System Terhadap Penerimaan
Pajak Pertambahan Nilai Di Kantor Wilayah Direktorat Jendral Pajak Jawa
Tengah II. Jurnal Akuntansi Dan Sistem Teknologi Informasi, 16, 311–321.
https://ejurnal.unisri.ac.id/index.php/Akuntansi/article/view/4439. Diakses
pada 25 Januari 2022
Kelley, H. H., & Michela, J. L. (1980). Attribution Theory and Research. Annual
Review of Psychology. https://doi.org/10.1146/annurev.ps.31.020180.002325
Diakses pada 11 Mei 2022
Kisniati, K. (2019). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Membayar
Pajak Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan Pekerjaan Bebas Di
KPP Pratama Denpasar Timur. JSAM (Jurnal Sains, Akuntansi Dan
Manajemen), 1(1), 254–300.
http://journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/29. Diakses pada 11
Mei 2022
Male. (2011). Attribution Theories: How People Make Sense of Behavior.

43
Mardiasmo. (2009). perpajakan edisi revisi tahun 2009 (A. Offset (ed.)).
Mardiasmo. (2016). Perpajakan Edisi Revisi 2016. Nal of Chemical Information
and Modeling.
Marwa, T., Wahyudi, T., & Kertarajasa, A. Y. (2019). The Effect of Competence,
The Effect of Competence, Experience, Independence, Due Professional
Care, And Auditor Integrity On Audit Qualitiy With Auditor Ethics As
Moderating Variable. Journal of Accounting Finance and Auditing Studies
(JAFAS). https://doi.org/10.32602/jafas.2019.4. Diakses pada 10 Mei 2022
Maulida, C. I. (2014). Pengaruh Self Assessment System Dan Surat Tagihan
Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai. Jurnal Ilmiah
Akuntansi, 2(4), 1–14. http://e-journal.uajy.ac.id/4865/. Diakses Pada 10 Mei
2022
Maulida, C. I., & Adnan, A. (2017). Pengaruh Self Assessment System,
Pemeriksaan Pajak, Dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) Pada KPP Pratama Banda Aceh. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Ekonomi Akuntansi, 2(4), 67–74.
http://jim.unsyiah.ac.id/EKA/article/view/5238. Diakses paad 10 Mei 2022
Migang, S., & Wahyuni, W. (2020). Pengaruh Pertumbuhan Self Assessment
System, Pemeriksaan Pajak dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada KPP Pratama Balikpapan. Jurnal
Ekonomi Dan Bisnis, 23, 2.
https://jurnal.unikal.ac.id/index.php/jebi/article/view/1095. Diakses pada 10
Mei 2022
Mispa, S. (2019). Pengaruh Self Assessment System dan Pemeriksaan Pajak
Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Makassar Selatan. Tangible Journal, 4(1),
162–180. https://doi.org/10.47221/tangible.v4i1.44. Diakses pada 15 Mei
2022
Mohammad, I., Saerang, D. P. E., & Pangerapan, S. (2017). Pengaruh
Pemeriksaan Dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Manado. Going Concern : Jurnal Riset Akuntansi,
12(2), 938–949. https://doi.org/10.32400/gc.12.2.18370.2017 Diakses pada
18 Mei 2022
Muhson, A. (2015). Pedoman Praktikum Aplikasi Komputer Lanjut. UNY.
Muslim, Y. K. (2018). Pengaruh Pengetahuan, Kesadaran, Pelayanan, Sanksi
Dan Sosialisasi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Membayar
Pajak Bumi Dan Bangunan Dengan Tingkat Pendidikan Sebagai Variabel
Kontrol. https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/11629. Diakses pada 30
Mei 2022
Oladipupo, A. O., & Obazee, U. (2016). Tax knowledge, penalties and tax

44
compliance in small and medium scale enterprises in Nigeria. IBusiness,
8(1), 1–9. https://www.scirp.org/journal/paperinformation.aspx?
paperid=64130. Diakses pada 18 Mei 2022
Onainor, E. R. (2019). Perpajakan Indonesia, 105–112. Salemba Empat
Oyok Abuyamin. (2010). perpajakan pusat dan daerah. Salemba Empat.
Pajaitan, F., & Sudjiman, P. E. (2021). “Pengaruh Self Assement System,
Pemeriksaan Pajak, dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan PPN di Kota
Bekasi Selatan”. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 14 (1B), 1–13.
https://jurnal.unai.edu/index.php/jeko/article/view/2506. Diakses Pada 18
Mei 2022
Permatasari, R. (2017). “Pengaruh Self Assessment System dan Pemeriksaan
Pajak terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (Studi Kasus Pada KPP
Pratama Bandung Cibeunying).” E-Journal Akuntansi.
https://ejurnal.unisri.ac.id/index.php/Akuntansi/article/view/3671. Diakses
pada 18 Mei 2022
Pohan, C. A. (2017). Pengantar Perpajakan Teori dan Konsep Hukum Pajak
(Edisi 2). Mitra Wacana Media, Jakarta.
Purba, R. (2019). Pengaruh Self Assesment System Dan Ketepatan Pelaporan Spt
Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai Pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Belawan. Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial Universitas
Sari Mutiara Indonesia, 04, 32–36.
http://114.7.97.221/index.php/JMA/article/view/779. Diakses pada 18 Mei
2022
Purnamasari, P., & Oktaviani, R. M. (2020). Kesadaran Membayar Pajak
Memediasi Hubungan Pengetahuan Perpajakan Terhadap Kemauan
Membayar Pajak. Jurnal Akuntansi Dan Pajak, 21(01).
http://www.jurnal.stie-aas.ac.id/index.php/jap/article/view/1088 Diakses
pada 18 Mei 2022
Ritonga, P. (2012). Pengaruh Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur.
Jurnal Saintikom. Vol. 11(3). Hal: 217
https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/26055. Diakses Pada 18 Mei
2022
Robbins, S. P., & Judge, T. (2013). Organizational Behavior. Pearson.
https://books.google.co.id/books?id=-m2jygAACAAJ
Sadiq, M., Kumadji, S., & Husaini, A. (2016). Pengaruh Self Assessment System
terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (Studi pada KPP Pratama
Singosari Malang). 4(1), 1–23.
http://perpajakan.studentjournal.ub.ac.id/index.php/perpajakan/article/view/
214/209. Diakses pada 18 Mei 2022

45
Saragih. (2014). Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Medan
Timur. Manajemen Perpajakan, 1(1).
http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/1138. Diakses pada 18 Mei
2022
Siregar, O. K. (2018). Pengaruh Sanksi, Kualitas Pelayanan Dan Sosialisasi
Terhadap Kepatuhan Membayar Pajak Bumi Dan Bangunan Di Desa Pantai
Gemi Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Jurnal Akuntansi Bisnis Dan
Publik, 9(1), 21–37.
https://journal.pancabudi.ac.id/index.php/akuntansibisnisdanpublik/article/
view/363. Diakses pada 30 Mei 2022
Sista, N. P. A. (2019). Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Kualitas Pelayanan Pajak,
Kewajiban Moral, dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Kendaraan Bermotor di Kantor SAMSAT Gianyar. JSAM (Jurnal Sains,
Akuntansi Dan Manajemen), 1(1), 142–179.
https://www.journals.segce.com/index.php/JSAM/article/view/26. Diakses
pada 30 Mei 2022
Suandi Early. (2017). Perencanaan Pajak. Salemba Empat.
Suandy, E. (2017). Hukum Pajak. Salemba Empat.
Sukardji, U. (2015). Pajak Pertambahan Nilai PPN. Salemba Empat
Sulistiani, I. (2016). Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi wajib pajak
orang pribadi melakukan tax evasion (studi empiris pada wp op di
kabupaten purbalingga). Universitas Negeri Semarang.
http://lib.unnes.ac.id/25699/ Diakses pada 18 Mei 2022
Sumarsan, T. (2012). Perpajakan Indonesia. Salemba Empat.
Sunarto, S., & Muhammad, A. (2018). Pengaruh Pemeriksaan Pajak, Penagihan
Pajak, Dan Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Studi Kasus
Pada Kpp Pratama Raba Bima Tahun 2012-2015. Akuntansi Dewantara,
2(1), https://jurnal.ustjogja.ac.id/index.php/akuntansidewantara/article/
view/2220 Diakses pada 18 Mei 2022
Sutrisno, S., Fathoni, A., & Minarsih, M. M. (2016). Pengaruh motivasi dan
disiplin kerja terhadap kinerja pegawai di kantor satuan polisi pamong praja
kota Semarang. Journal of Management, 2(2).
http://jurnal.unpand.ac.id/index.php/MS/article/view/503. Diakses pada 18
Mei 2022
Tampubolon, L. (2019). Pengaruh Self-Assesment dan Pemeriksaan Pajak
Tehadao Penerimaan PPN Yang dimediasi oleh Kepatuhan Wajib Pajak di
Jembatan Lima Jakarta. Ekonomi Dan Bisnis, 10(2), 263–277.
http://jurnal.stietotalwin.ac.id/index.php/jimat/article/view/228. Diakses pada
18 Mei 2022

46
Waluyo. (2011). Perpajakan Indonesia edisi 10. Salemba Empat.
Weiner, B. (1985). An Attributional Theory of Achievement Motivation and
Emotion. Psychological Review, 92(4), 548–573.
https://doi.org/10.1037/0033-295X.92.4.548 Diakses pada 18 Mei 2022
Wirawan, K. (2015). Analisis Potensi Subjek Pajak Dan Kontribusi Pajak Atas
Pengambilan Dan Pemanfaatan Air Tanah Di Kota Batu (Studi Tentang
Kontribusi Pajak Atas Pengambilan Dan Pemanfaatan Air Tanah Terhadap
Pad Pad. Universitas Brawijaya. http://repository.ub.ac.id/117505/. Diakses
pada 18 Mei 2022
Wulandari, R. (2020). Analisis Pemahaman Dan Sanksi Perpajakan Terhadap
Kepatuhan Wajib Pajak Melalui Preferensi Risiko Sebagai Variabel
Moderasi. Riset Akuntansi, 9(2), 150–157.
Https://Doi.Org/10.23887/Vjra.V9i2.29378. Diakses pada 11 Mei 2022

47

Anda mungkin juga menyukai