Anda di halaman 1dari 70

PENGARUH PEMERIKSAAN PAJAK, KEADILAN PAJAK, DAN

PENGETAHUAN PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB


PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
(STUDI KASUS PADA KPP PRATAMA TANJUNG PRIOK)

SKRIPSI

Disusun oleh:
Khansa Indah Lestari

NPM: CA191120039
Progran Studi: Ilmu Administrasi Publik

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI


PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
INSTITUT ILMU SOSIAL DAN MANAJEMEN STIAMI
JAKARTA
2022
PENGARUH PEMERIKSAAN PAJAK, KEADILAN PAJAK, DAN
PENGETAHUAN PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
(STUDI KASUS PADA KPP PRATAMA TANJUNG PRIOK)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Administrasi Publik (S.A.P) Program Studi Sarjana Satu Institut Ilmu Sosial
dan Manajemen STIAMi

Disusun Oleh:
Khansa Indah Lestari
NPM: CA191120038

Program Studi: Ilmu Administrasi Publik

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI


PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
INSTITUT ILMU SOSIAL DAN MANAJEMEN
JAKARTA
2022
PENGARUH PEMERIKSAAN PAJAK, KEADILAN PAJAK, DAN
PENGETAHUAN PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI
(STUDI KASUS PADA KPP PRATAMA TANJUNG PRIOK)

KHANSA INDAH LESTARI


NPM: CA191120038
Program Studi: Ilmu Administrasi Publik
SKRIPSI
Diajukan guna memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Administrasi Publik (S.A.P) Program Studi Strata Satu telah
disetujui oleh Pebimbing dan Ketua Program Studi pada tanggal
Seperti tertera dibawah ini
Jakarta, ……………………. 2023
Menyetujui

Pebriana Arimbi, S.Sos., M.Si


Pebimbing,
Menyetujui

Eka Rofiyanti, S.AP., M.Si


Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 mengenai Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 Ayat 1 menegaskan bahwa

pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh

orang pribadi ataupun badan yang memiki sifat memaksa yang sesuai

dengan Undang-Undang, dengan tidak memperoleh imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi semakmur-

makmurnya rakyat. Data dari Biro Pusat Statistik (BPS) menunjukkan

terus-menerus dilakukan oleh pemerintah tentu memerlukan biaya yang

besar. Semakin besarnya biaya yang digunakan untuk pembangunan

maka semakin besar juga penerimaan atau pemasukan yang diperlukan

oleh negara, yang mana keadaan ini sangat bergantung pada penerimaan

negara yang berupa pajak, penerimaan bukan pajak serta hibah (Apsari,

2017).

Pajak merupakan suatu kewajiban warga negara yang ialah bentuk

wujud dari pengabdian terhadap negara yang timbal baliknya tidak dapat

dirasakan secara langsung oleh wajib pajak. Banyak manfaat yang dapat

dirasakan oleh wajib pajak mengenai peranan pajak dalam pembangunan,

maka semakin besar pula penerimaan yang dibutuhkan oleh suatu

negara. maka semakin besar pula penerimaan yang dibutuhkan oleh


suatu negara. Pada saat ini, negara bergantungan pada penerimaan

negara yang berupa pajak, penerimaan bukan pajak serta hibah (Apsari,

2017).

Kunci utama meningkatnya penerimaan pajak yaitu kepatuhan

Wajib Pajak. Kepatuhan Wajib Pajak dapat diartikan sebagai suatu

kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan dalam situasi dimana Wajib

Pajak paham dan berusaha untuk memenuhi kewajiban perpajakannya

berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Tingkat

kepatuhan Wajib Pajak dapat dilihat dari jumlah Wajib Pajak yang

terdaftar, yaitu jumlah penduduk yang mempunyai NPWP (Nomor Pokok

Wajib Pajak).

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan

kepatuhan Wajib Pajak adalah dengan pemeriksaan pajak. Pemeriksaan

dilakukan untuk menguji kepatuhan serta mendeteksi adanya kecurangan

yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Dari hasil pemeriksaan akan diketahui

tingkat kepatuhan Wajib Pajak, bagi Wajib Pajak yang tingkat

kepatuhannya tergolong rendah diharapkan dapat memberikan motivasi

positif agar untuk masa-masa selanjutnya menjadi lebih baik.

Sesuai dengan peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-

07/PJ/2017 mengenai Pedoman Pemeriksaan Lapangan dalam rangka

pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.

Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi

pengawasan terhadap Wajib Pajak yang memiliki tujuan untuk


meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Sesuai dengan hasil pemeriksaan

yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka akan diterbitkan

Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang dapat mengakibatkan pajak terhutang

menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Disamping itu, dapat

diterbitkan pula Surat Tagihan Pajak (STP) dalam hal dikenakannya

sanksi administrasi dapat berupa denda, bunga, dan kenaikan.

Tabel I.1

Tingat Kepatuhan Pelaporan SPT 2017-2021

Tahun Jumlah Wajib Jumlah Wajib Pajak Rasio


Pajak Terdaftar yang Melaporkan Kepatuhan (%)
SPT
2017 13.446.068 10.065.056 74,86%
2018 13.748.881 9.875.321 71,83%
2019 13.819.918 10.120.426 73,23%
2020 14.172.999 12.105.833 85,41%
2021 13.279.644 13.110.613 98,73%
Sumber: Laporan Keuangan Tahunan DJP (Diolah oleh peneliti)

Dari tabel diatas, secara keseluruhan rasio kepatuhan yang

ditujukkan dari data KPP Pratama Jakarta Tanjung Priok menyatakan

bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi belum seluruhnya melaporkan

pajaknya. Hal ini ditujukkan pada rasio kepatuhan tahun 2017 yaitu

sebesar 74,86%. Pada tahun 2018 mengalami penurunan menjadi

sebesar 71,83%. Pada tahun 2019 mengalami peningkatan menjadi

sebesar 73,23%. Pada tahun 2020 kembali mengalami peningkatan

menjadi sebesar 85,41%. Pada tahun 2021 mengalami peningkatan

menjadi sebesar 98,73%.

Hal ini menggambarkan tingkat kepatuhan wajib pajak yang tidak


stabil dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dalam lima (5) tahun

terakhir. Berikut peneliti jabarkan realisasi penerimaan pajak selama lima

(5) tahun terakhir.

Tabel I.2

Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2017-2021

Realisasi Penerimaan Target Penerimaan


Tahun Persentase
Pajak Pajak
2017 1.283,57 1.151,03 89,67%
2018 1.424,00 1.315,51 92,38%
2019 1.557,56 1.332,68 85,56%
2020 1.198,82 1.069,98 89,25%
2021 1.229,60 1.227,50 99,83%
Sumber: Laporan Kinerja DJP (diolah oleh peneliti)

Sesuai dengan data diatas, jumlah penerimaan pajak dari tahun ke

tahun mengalami kenaikan maupun penurunan. Pada tahun 2017

persentase penerimaan pajak yang diterima ialah 89,67%. Pada tahun

2018 persentase penerimaan pajak mengalami kenaikan menjadi 92,38%.

Pada tahun 2019 persentase penerimaan pajak mengalami penurunan

menjadi 85,56%. Pada tahun 2020, persentase penerimaan pajak

mengalami kenaikan menjadi 89,25%. Pada tahun 2021, persentase

penerimaan pajak kembali mengalami kenaikan menjadi 99,83%.

Kepatuhan wajib pajak untuk membayar pajak pada dasarnya tidak

hanya menimbulkan sikap patuh, taat dan disiplin semata tetapi diikuti

juga dengan sikap kritis. Semakin maju masyarakat dan pemerintahannya,

maka semakin tinggi pula kepatuhan membayar pajak namun tidak hanya

sampai disitu saja justru mereka akan menjadi semakin kritis dalam
menyikapi masalah perpajakan, terutama terhadap materi kebijakan di

bidang perpajakan, seperti pengenaan tarifnya, mekanisme pengenaan

pajak, regulasi, benturan praktik di lapangan dan perluasan subjek dan

objeknya. Masyarakat di negara maju memang telah merasakan manfaat

dari pajak yang dibayar. Bidang kesehatan, pendidikan, sosial maupun

sarana dan prasarana transportasi yang cukup maju maupun biaya

operasional aparat negara berasal dari pajak yang telah dibayarkan

kepada negara.

Kondisi yang terjadi sampai saat ini untuk masyarakat dalam

membayar pajak belum mencapai tingkat yang diharapkan. Umumnya,

masyarakat masih kurang mempercayai keberadaan pajak dikarenakan

masih merasa dengan upeti, memberatkan, pembayarannya sering

mengalami kendala, ketidak pahaman masyarakat mengenai bagaimana

pajak dan cara perhitungan maupun pelaporannya. Namun, masih

terdapat upaya yang dapat dilakukan sehingga masyarakat sadar

sepenuhnya untuk membayar pajak dan juga hal tersebut bukanlah

sesuatu yang mustahil untuk terjadi. Ketika masyarakat memiliki

kesadaran maka membayar pajak akan dilakukan dengan sukarela dan

juga tanpa keterpaksaan.

Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kepatuhan wajib

pajak antara lain pemeriksaan pajak. Fenomena yang terjadi ialah jumlah

pemeriksa sangat sedikit apabila dibandingkan dengan jumlah wajib pajak

yang terdaftar. Meskipun terdapat keterbatasan jumlah pemeriksa pajak,


hal tersebut tidak menjadi hambatan bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk

selalu melakukan peningkatan kualitas layanan pajak, penerapan e-filling

dan juga sanksi perpajakan dengan cara rutin menyelenggarakan

pendidikan dan pelatihan, workshop, dan berbagai cara lainnya.

Fenomena belum maksimalnya penerimaan pajak pada KPP Pratama

Jakarta Tanjung Priok menjadi fenomena tersendiri dan dapat terlihat dari

kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Jakarta Tanjung Priok dan

pencapaian penerimaan pajak.

Pemeriksaan pajak dilakukan sebagai bentuk penegakan hukum

(law enforcement) yang akan dapat memberikan efek jera bagi Wajib

Pajak yang telah melanggar peraturan dengan diberikan sanksi.

Diharapkan sanksi yang telah didapat dari hasil perbuatannya tersebut

dapat menimbulkan efek jera bagi Wajib Pajak yang melanggar dan tidak

lagi akan mengulangi kesalahannya lagi. Maka secara

otomatis akan melakukan kewajiban perpajakan dengan benar dan akan

meningkatkan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Hal ini

sesuai dengan penelitian Putu Aditya Wira Artawan, I Putu Gede

Diatmika, I Nyoman Putra Yasa (2017) dengan hasil secara parsial dan

simultan ada pengaruh pemeriksaan pajak dan keadilan distributif

terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi non karyawan.

Selain pemeriksaan pajak ada faktor yang menyebabkan

rendahnya kepatuhan wajib pajak yaitu keadilan perpajakan. Keadilan

perpajakan perlu untuk dibahas karena wajib pajak akan patuh dalam
membayar pajak apabila wajib pajak tersebut merasa adanya unsur

keadilan dalam perpajakan, Prinsip ini menyatakan bahwa suatu sistem

pajak dikatakan adil apabila kontribusi yang diberikan oleh setiap wajib

pajak sesuai dengan manfaat yang diperolehnya dari jasa- jasa

pemerintah. Prinsip Keadilan diberlakukan kepada wajib pajak dengan

maksud dan tujuan terhadap tingkat kesetaraan dalam perolehan

penghasilan. Kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban

perpajakannya menjadi persoalan yang sangat penting di Indonesia

karena wajib pajak yang tidak patuh dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya akan berdampak negatif terhadap negara yaitu

berkurangnya penerimaan kas negara (Ariyanto et al., 2020). Wajib pajak

yang memiliki tingkat penghasilan yang setara, akan dikenakan pajak

yang setara pula. Tentunya disertai dengan berapa besar PTKP

(Penghasilan tidak kena pajak) masing-masing wajib pajak yang menjadi

pengurang beban pajaknya.

Keadilan pajak memberikan kontribusi terhadap kepatuhan wajib

pajak dalam membayar pajak. Nadia Sal Sabila dan Imahda Khoiri Furqon

(2021) melakukan penelitian tentang pengaruh pengetahuan perpajakan,

ketegasan sanksi parpajakan, dan keadilan perpajakan terhadap

kepatuhan wajib pajak UMKM di kota Pekalongan, menemukan hasil a

kesadaran wajib pajak, pengetahuan perpajakan, dan sanksi perpajakan

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak.

UMKM terdaftar di Kantor BAPPEDA Pekalongan.


Penyebab kepatuhan wajib pajak, selain faktor keadilan pajak

ditentukan oleh pengetahuan wajib pajak terhadap pajak. Pengetahuan

pajak adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seorang Wajib Pajak

atau kelompok Wajib Pajak dalam usaha mendewasakan manusia melalui

upaya pengajaran dan pelatihan. Pengetahuan Wajib Pajak merupakan

informasi pajak yang dapat digunakan Wajib Pajak sebagai dasar untuk

bertindak, mengambil keputusan, dan untuk menempuh arah atau strategi

tertentu sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajibannya dibidang

perpajakan.

Menurut teori atribusi, pengetahuan pajak merupakan atribusi

internal. Hal ini diyakini berada di bawha kendali individu itu sendiri. Wajib

pajak memiliki pengetahuan pajak bukan berasal dari paksaan orang lain,

melainkan hasil dari pola pikir dalam diri mereka sendiri. Pengetahuan

pajak memiliki kaitan yang erat dengan tingkat pemahaman dan

pengetahuan Wajib Pajak terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.

Hal ini sesuai dengan penelitian Ni Kadek Intania Kesumasari (2018:23)

menunjukkan bahwa pengetahuan perpajakan berpengaruh positif pada

kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Sehingga, apabila pengetahuan dan

pemahaman wajib pajak terhadap Peraturan Pemerintah No.46 Tahun

2013 serta aturan pelaksanaannya menunjukkan hasil positif, maka

kepatuhan formal Wajib Pajak akan meningkat, dan sebaliknya apabila

pengetahuan dan pemahaman Wajib Pajak terhadap peraturan

menunjukkan hasil yang negatif, maka kepatuhan formal Wajib Pajka juga
akan menurun.

Dari beberapa uraian yang dikemukakan pada latar belakang,

maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah yaitu masih rendahnya

tingkat kepatuhan wajib pajak, belum efektifnya pemeriksaan pajak, masih

rendahnya keadilan dalam melakukan tindakan pembayaran pajak yang

sesuai oleh wajib pajak, dan kurangnya pengetahuan perpajakan oleh

wajib pajak.

Sesuai dengan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka

penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Pemeriksaan Pajak, Keadilan

Pajak, dan Pengetahuan Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Orang Pribadi (Studi Kasus di KPP Pratama Jakarta Tanjung Priok”.

B. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini dilakukan di KPP Pratama

Jakarta Tanjung Priok. Populasi dalam penelitian ini adalah wajib pajak

orang pribadi di KPP Pratama Jakarta Tanjung Priok dan kepada petugas

pajak. Penelitian dilakukan terhadap pengaruh pemeriksaan pajak,

keadilan pajak, dan pengetahuan perpajakan pada kepatuhan wajib pajak

orang pribadi.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya,

dapat diketahui perumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu:


1. Seberapa besar pengaruh yang dihasilkan oleh variabel

pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP

Pratama Tanjung Priok?

2. Seberapa besar pengaruh yang dihasilkan oleh variabel keadilan

pajak terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Tanjung

Priok?

3. Seberapa besar pengaruh yang dihasilkan oleh variabel

pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP

Pratama Tanjung Priok?

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya

berikut juga dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari

dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui besarnya pengaruh yang dihasilkan dari variabel

pemeriksaan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP

Pratama Tanjung Priok.

2. Untuk mengetahui besarnya pengaruh yang dihasilkan dari variabel

keadilan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama

Tanjung Priok.

3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh yang dihasilkan dari variabel

pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP

Pratama Tanjung Priok.


E. Manfaat Penelitian

Berikut adalah manfaat dari dilakukannya penelitian ini, yaitu:

a. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu untuk menambah wawasan

dan pemahaman mengenai kepatuhan wajib pajak.

b. Manfaat Praktis

a. Bagi Pemerintah Fiskus, diharapkan penelitian ini dapat

memberikan informasi dan referensi dalam menyusun

kebijakan penyuluhan perpajakan yang tepat untuk

meningkatkan kepatuhan perpajakan.

b. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat

menjadi referensi dalam penulisan dengan topik yang sama.


BAB II

KAJIAN LITERATUR

A. Penelitian Terdahulu

Berikut adalah penelitian-penelitian terdahulu yang telah dilakukan

oleh peneliti lain dengan topik dan bahasan yang sama:

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti
Metode
No. dan Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian
Penelitian
Penelitian
1
2
3
4
5
Nama Peneliti
Metode
No. dan Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian
Penelitian
Penelitian
6
Sumber: Data diolah oleh peneliti (2023)

B. Kajian Pustaka

1. Administrasi

Terdapat beberapa pengertian administrasi yang dikemukakan oleh

para ahli dengan pengertian sebagai berikut:

Menurut The Liang Gie dan Sutarto (Deddy Mulyadi, 2015:31)

mengemukakan bahwa “Administrasi adalah segenap rangkaian kegiatan

penataan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh sekelompok orang

dalam kerjasama mencapai tujuan tertentu”.

Menurut Sondang P, Siagian dalam Inu Kencana dan Welasar

(2015:13) mengemukakan bahwa “Adminitrasi adalah keseluruhan proses

kerja sama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan pada

rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan

sebelumnya”.

Keseluruhan proses pelaksanaan dari keputusan-keputusan yang

telah diambil dalam pelaksanaan pada umumnya dilakukan oleh dua

orang manusia atau lebih guna mencapai tujuan yang telah ditentukan

sebelumnya. Menurut Pohan (2015:83-84), pengertian administrasi dapat

dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu:

1) Pengertian administrasi dalam arti sempit


a) Menurut Soewarno, administrasi dalam arti sempit

mengandung maksud dari suatu kegiatan yang meliputi

catat-mencatat, surat-menyurat, pembukan ringan, ketik

mengetik, agenda dan sebagainya yang bersifat teknis

ketatausahaan.

b) Administrasi berasal dari Bahasa Belanda, Adminsitrasi

dalam arti sempit berarti kegiatan tata usaha kantor (catat-

mencatata, mengetik, menggandalkan, dan sebagainya).

Kegiatan ini dalam bahasa inggris disebut dengan Clerical

Works (FX. Soedjadi, 1989).

2) Pengertiaan administrasi dalam arti luas

Dikalangan para ahli, disadari bahwa pengertiaan

administrasi yang sesungguhnya lebih luas daripada pengertian-

pengertian yang ditelah dijelaskan diatas, seperti dikemukakan

dibawah ini:

Menurut Sondang yakni “Administrasi berarti keseluruhan

proses penyelenggaraan, kegiatan-kegiatan yang mencapai suatu

tujuan yang telah ditentukan sebelumnya dengan menggunakan

sarana dan prasaran tertentu pula”.

Menurut Nawawi yakni “Administrasi adalah kegiatan atau

rangkaian kegiatan sebagai proses pengendalian usaha kerja

sama bersama yang telah ditetapkan sebelumya”.


Dari pengertian-pengertian yang telah dijelaskan diatas,

maka peneliti menyimpulkan bahwa administrasi merupakan

kegiatan yang digunakan baik dalam kegiatan individu, kelompok

ataupun organisasi dengan harapai mencapai tujuan yang telah

ditetapkan secara efisien dan efektif. Administrasi digunakan untuk

mengelola berbagai organisasi, baik organisasi pemerintah

maupun swasta.

Pendapat lain dikemukakan oleh Nawawi (Syafiie, 2015:13)

yakni “Administrasi adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan

sebagai proses pengendalian usaha kerja sama sekelompok

swasta dan sangat erat keterkaitannya dengan kepentingan

individu dan sebagian besar masyarakat”.

Sedangkan pengertian administrasi publik menurut Calden

(Mulyadi, 2016:2), “Administrasi publik adalah seluruh kegiatan

administrasi untuk segenap urusan publik”.

Dari seluruh pengertian yang telah disampaikan, peneliti

menyimpulkan bahwa administrasi adalah kegiatan yang dapat

digunakan dalam macam-macam kegiatan baik secara individu

ataupun kelompok dengan tujuan untuk mencapai tujuan yang

telah diharapkan secara efisien dan efektif dan administrasi juga

dapat digunakan untuk mengelola berbagai organisasi, baik

organisasi pemerintahan maupun swasta.

2. Administrasi Pajak
Administrasi pajak menurut Pohan (2015:98) yaitu “Administrasi

pajak harus terstruktur untuk mengikuti proses prosedur tertentu, sehingga

tujuan administrasi perpajakan dapat dicapai seefektif mungkin. Semakin

efektif dan efisien administrasi pajak, maka akan semakin adil sistem

perpajakanya.

Menurut Pandiangan (2015:43), “Administrasi perpajakan adalah

kegiatan penatausahaan dari pelayanan yang dilakukan oleh setiap orang

yang ada dalam organisasi demi melaksanakan hak serta kewajiban di

bidang perpajakan”.

Menurut Beddy Iriawan Maksudi (2018:226), ia menjelaskan bahwa

“Administrasi Publik adalah suatu keseluruhan proses kerja sama secara

rasional yang dilakukan oleh aparatur negara ataupun pemerintah dimana

sumber daya dan personil publiknya di organisisr dan dikoordinasikan

dalam rangka pelaksanaan kebijakan yang berkatan dengan hal-hal dalam

tujuan negara dan penyelenggaraan berbagai kebutuhan publik”.

Menurut Chairil Anwar Pohan dalam buku Pembahasa

Komprehensif pengantar perpajakan (2017:92), “Administrasi pajak dalam

arti luas dapat dilihat sebagai fungsi, sistem, dan lembaga. Namun, perlu

disadari bahwa penyajian administrasi pajak sebagai fungsi, sistem, dan

lembaga dimaksud hanyalah sebagai alat kemudahan untuk memahami

dari segi-segi tersebut dan memang tidak ada pembagian atauun

pemisahan yang demikian itu”.


Dari pengertian-pengertian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa

administrasi pajak adalah kegiatan penatausahaan dari organisasi yang

melakukan kewajiban-kewajiban perpajakan dan hak perpajakan.

3. Administrasi Publik

Pengertian administrasi publik oleh David H.Rosenbuloom dan

Robert S. Kravchuck yang kemudian ditulis oleh Eri Yulikhsan (2016:30)

mendefinisikan bahwa “Administrasi publik adalah penggunaan teori dan

proses manajerial, politik dan hukum sebagai landasan bagi legislatif,

eksekutif, dan mandat pengadilan untuk profisi dari pemerintah sebagai

fungsi regulasi dan pelayanan.

Rosenbloom (2015:4) menyatakan seseorang dapat menemukan

berbagai macam definisi dari administrasi publik, tetapi salah satu upaya

paling serius dan berpengaruh dalam mendefinisikan bidang tersebut,

yaitu:

1. Administrasi publik adalah bagian tindakan pemerintah, sarana

yang digunakan oleh tujuan dan sasaran pemerintah.

2. Administrasi publik sebagai bidang utama berkaitan dengan sarana

untuk menerapkan nilai-nilai politik.

3. Administrasi publik dapat didefinisikan dengan baik oleh cabang

eksekutif pemerintah.

4. Proses administrasi publik terdiri dari tindakan yang terlibat dalam

mempengaruhi niat atau keinginan pemerintah. Oleh karena itu,

bagian dari pemerintah yang terus aktif, ‘bisnis’, yang


berkepentingan dengan menjalankan hukum, sebagaimana dibuat

oleh badan legislatif (atau sumber-sumber otoritatif lainnya), dan

ditafsirkan oleh pengadilan, melalui proses organisasi dan

manajemen.

5. Administrasi publik: (a) usaha kelompok kooperatif dalam

pengaturan publik, (b) mencakup ketiga cabang eksekutif, legislatif,

dan yudisial dan hubungan antar ahli waris, (c) memiliki peran

penting dalam perumusan kebijakan publik dan denan demikian

bagian dari proses politik, (d) berbeda dalam cara yang signifikan

dari administrasi swasta, dan (e) terkait erat dengan banyak

kelompok dan individu swasta.

Menurut George J. Gordon dalam Inu Kencana dan Welasari

(2015:51), “Administrasi negara adalah sebagai seluruh proses baik yang

dilakuakn organisasi maupun perorangan yang berkaitan dengan

penerapan ataupun pelaksanaan hukum dan peraturan yang dikeluarkan

oleh badan legislatif, eksekutif serta peradilan”.

Dapat dijelaskan pula bahwa administrasi publik merupakan seni

dan ilmu yang ditujukan untuk mengatur “public affairs” dan melaksanakan

berbagai tugas yang ditentukan. Berbeda dengan Waldo oleh Maksudi

(2017:223) memberikan definisi dari administrasi publik sebagai berikut:

1. Administrasi publik adalah organisasi dan manajemen dari

manusia maupun benda guna mencapai tujuan-tujuan pemerintah.


2. Administrasi publik adalah suatu seni dan ilmu mengenai

manajemen yang dipergunakan untuk mengatur urusan-urusan

negara.

Menurut Chandler dan Plano dalam Pasolong (2016:7) bahwa

administrasi publik adalah “Seni dan ilmu yang ditujukan untuk mengatur

“public affairs” dan melaksanakan berbagai tugas yang ditentukan.

Administrasi publik sebagai disiplin ilmu bertujuan untuk memecahkan

masalah publik melalui perbaikan-erbaikan terutama di bidang organisasi

sumber daya manusia dan keuangan”.

4. Kebijakan Publik

Kebijakan publik menurut Deddy Mulyadi (2015:1) menjelaskan

bahwa “kebijakan publk adalah salah satu dimensi pokok dalam ilmu dan

praktik administrasi publik, kebijakan publik dianalogikan fungsinya sama

dengan fungsi otak pada tubuh manusia, karena melalui instrumen ini,

seluruh aktivitas kehidupan bernegara, dan bermasyarakat mulai

dilakukan oleh birokrasi, plus sistem pemerntahan”.

Menurut Budi Winarno (2016;15), menjelaskan bahwa “Kebijakan

publik adalah apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau

tidak dilakukan”.

Menurut Wayne Parsons (2015:15) berpendapat bahwa:

Kebijakan publik sebagai label untuk sebuah bidang aktivitas,


sebagai ekspresi tujuan umum atau aktivitas negara yang diharapkan,
sebagai proposal spesifik, sebagai keputusan pemerintah, sebagai
otoritas formal, sebagai sebuah 12 program, sebagai output, sebagai
hasil, sebagai teori atau model dan juga sebagai proses.
Pendapat lain pun dikemukukan oleh Jefkins (Rusli, 2015:33) yang

mengatakan bahwa “Kebijakan adalah serangkaian keputusan-keputusan

yang saling terkait dengan penilaian tujuan-tujuan dan cara-cara untuk

mencapianya dalam situasi tertentu”. Wahab dalam Zakapedia (2015)

menyatakan ciri-ciri dari kebijakan publik yaitu:

1. Kebijakan publik bertujuan pada perilaku atau tindakan yang

direncanakan.

2. Kebijakan publik terdiri dari tindakan-tindakan yang saling berkaitan

dan mengarah ke tujuan tertentu yang dilakukan oleh pejabat-

pejabat pemerintah.

3. Kebijakan publik berkaitan yang dilakukan oleh pemerintah

dibidang-bidang tertentu, dan di setiap kebijakan diikuti dengan

tindakan-tindakan konkret.

4. Kebijakan publik berbentuk positif dan negatif, dalam positif

kebijakan mencakup tindakan pemerintah untuk mempengaruhi

suatu masalah sedangkan berbentuk negatif, kebijakan pejabat-

pejabat pemerintah untuk tidak bertindak atau tidak melakukan

masalah-masalah apapun yang mana hal tersebut menjadi tugas

pemerintah.

5. Pajak

a. Pengertian Pajak

Menurut Rochmat Soemitro dalam buku “Perpajakan” (Mardiasmo,


2016:1) definisi pajak dari beberapa ahli adalah:

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-


Undang (yang sifatnya dapat dipaksakan) serta tidak mendapat jasa
timbal yang langsung dapat ditunjukkan dan dgunakan guna membayar
pengeluaran umum.

Menurut S.I.Djajadiningrat dalam buku “Perpajakan Teori & Kasus”

(Resmi, 2017:1) definisi pajak menurut ahli ialah:

Pajak sebagai suatu kewajiban untuk menyerahkan sebagian dari


kekayaan kepada kas negara karena suatu keadaan, kejadian, dan
perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai
hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah serta
dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik yang diberikan oleh
negara secara langsung, untuk memelihara negara secara umum.

Menurut Djajadiningrat dalam Sari (2015:33) adalah:

Suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada kas


Negara disebabkan oleh suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan tapi
bukan sebagai hukuman menurut peraturan- peraturan yang ditetapkan
pemerintah dan dapat dipaksakan tanpa ada jasa timbal-balik dari Negara
secara langsung yang berguna untuk memajukan kesejahteraan umum.

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak

memiliki unsur-unsur:

1) Pajak merupakan peralihan kekayaan dari orang atau badan ke

negara (pemerintah).

2) Pajak dapat dipungut baik langsung maupun tidak langsung.

3) Pajak dipungut berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan

pelaksanaanya, dan sifatnya dapat dipaksakan.

4) Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun


pemerintah daerah.

5) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah

(fungsi budgetair), yang bila dari pemasukannya masih terdapat

surplus, dapat digunakan untuk membiayai investasi publik.

Sesuai dengan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian

pajak adalah iuran yang bersifat memaksa, dimana pemerintah dapat

melakukan pemaksaan terhadap wajib pajak untuk memenuhi kewajiban

perpajakannya, setiap Wajib Pajak yang membayarkan kewajiban

perpajakannya terhadap negara tidak akan mendapatkan balasan jasa

secara langsung dan imbalan yang didapatkan oleh Wajib Pajak berupa

pelayanan pemerintah yang ditunjukkan oleh seluruh masyarakatnya

dengan pembangunan fasilitas sekolah, fasilitas kesehatan, dan

pembangunan setiap daerah.

B. Fungsi Pajak

Menurut Siti Resmi (2017: 3) fungsi pajak dalam masyarakat suatu

negara terbagi dalam 2 (dua) fungsi, yaitu:

1) Fungsi Budgetair (sumber dana bagi pemerintah)

Fungsi ini bertujuan untuk memasukan penerimaan uang untuk kas

negara sebanyak-banyaknya antara lain mengisi Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sesuai dengan target

penerimaan pajak yang telah ditetapkan, sehingga posisi

anggaran pendapatan dan pengeluaran yang berimbang tercapai.

2) Fungsi Regulerend (mengatur)


Fungsi pajak yang secara tidak langsung dapat mengatur dan

menggerakan perkembangan sarana perekonmian nasional yang

produktif. Adanya pertumbuhan perekonomian yang demikian

maka akan dapat menumbuhkan objek pajak dan subjek pajak

yang baru dan lebih banyak lagi, sehingga basis pajak akan lebih

meningkat. Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi

regulerend adalah sebagai berikut:

a) Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan

dimaksudkan agar pihak yang memperoleh penghasilan

tinggi memberikan kontribusi (membayar pajak) yang tinggi

pula sehingga terjadi pemerataan pendapatan.

b) Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan hasil barang

industri tertentu, seperti industri semen, rokok, baja, dan

lain-lain, dimaksudkan agar terdapat penekanan terhadap

produksi tersebut karena dapat menganggu lingkugan atau

polusi (membahayakan kesehatan).

c) Pembebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha

koperasi, dimaksudkan untuk mendorong perkembangan

koperasi di Indonesia.

d) Pemberlakuan tax holiday, dimaksudkan untuk menarik

investor asing agar menanamkan modalnya di Indonesia.

Berdasarkan fungsi pajak di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

fungsi budgetair merupakan suatu alat untuk mengisi kas negara atau
daerah sebanyak-banyaknya dalam rangka membiayai pengeluaran rutin

dan pembangunan pemerintah pusat maupun daerah, sedangkan fungsi

regulerend yaitu bersifat mengatur dalam bidang sosial, politik, ekonomi,

dan budaya.

C. Jenis-jenis Pajak di Indonesia

Menurut Siti Resmi (2017:7) terdapat berbagai jenis pajak yang

dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu pengelompokkan menurut golongan,

sifat, dan menurut lembaga pemungutnya.

1) Menurut golongannya, pajak dikelompokkan menjadi dua yaitu:

a) Pajak langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau

ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat

dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain ataupun

pihak lain.

b) Pajak tidak langsung, adalah pajak yang akhirnya dapat

dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak

ketiga.

2) Menurut sifatnya, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:

a) Pajak subjektif, adalah pajak yang pengenaannya

memperlihatkan pada keadaan pribadi wajib pajak atau

pengenaan pajak yang memperhatikan pada subjeknya.

b) Pajak objektif, adalah pajak yang pengenaannya

memperhatiakn pada objek baik berupa benda, keadaan,

perbuatan peristiwa yang mengakibatkan timbulnya


kewajiban membayar pajak tanpa memperhatikan keadaan

pribadi subjek pajak (wajib pajak) maupun tempat tinggal.

3) Menurut lembaga pemungut, pajak dikelompokkan menjadi dua

yaitu:

a) Pajak negara atau Pajak pusat, ialah pajak yang dipungut

oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai

rumah tangga negara pada umumnya.

b) Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah

Daerah baik Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II

dan digunakan untuk membiayai rumah tangga masing-

masing.

6. Pemeriksaan Pajak

a. Pengertian Pemeriksaan

Definisi pemeriksaan pajak menurut Wirawan B. Ilyas dan Pandu

Wicaksono (2015:3) adalah sebagai berikut:

Pemeriksaan pajak merupakan karakteristik kunci dari mekanisme


kepatuhan sukarela dalam sistem self assessment karena dengan
semakin tinggi tingkat pemeriksaan akan dapat meningkatkan kepatuhan
pajak.

b. Tujuan Pemeriksaan Pajak

Tujuan pemeriksaan pajak menurut Pandiangan (2015:200-201),

yaitu:

1. Menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam

rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan pembinaan

kepada Wajib Pajak. Pemeriksaan dapat dilakukan dalam hal:


a) Surat Pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran

pajak, termasuk yang telah diberikan pengembalian

pendahuluan kelebihan pajak.

b) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan

menunjukkan rugi.

c) Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan

tidak pad waktu yang telah ditetapkan.

d) Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang

ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

e) Adanya indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban

Surat Pemberitahuan yang tidak dipenuhi.

2. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan meliputi

pemeriksaan yang dilakukan dalam rangka:

a) Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan.

b) Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.

c) Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha

Kena Pajak.

d) Wajib Pajak mengajukan keberatan.

e) Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma

Penghitungan Penghasilan Neto.

f) Pencocokan data dan atau alat keterangan.

g) Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil.


h) Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak

Pertambahan Nilai.

i) Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan untuk tujuan lain.

c. Ruang Lingkup Pemeriksaan Pajak

Untuk melaksanakan pemeriksaan pajak menurut Siti Kurnia

Rahayu (2017:365) dijelaskan mengenai ruang lingkup pemeriksaan pajak

yang terdiri atas:

1) Pemeriksaan satu atau beberapa jenis pajak

Pemeriksaan yang memiliki cakupan jenis pajak yang

diperiksa meliputi satu jenis pajak atau beberapa jenis pajak, untuk

satu ataupun beberapa masa pajak, satu bagian tahun ajak

ataupun tahun pajak, baik tahun-tahun lalu maupun tahun yang

berjalan.

2) Pemeriksaan seluruh jenis pajak

Pemeriksaan yang merupakan cakupan jenis pajak yang

diperiksa dan meliputi seluruh jenis pajak untuk bagian tahun pajak

ataupun tahun pajak, baik tahun-tahun lalu ataupun tahun yang

berjalan.

d. Jenis Pemeriksaan Pajak

Dikutip dari buku Ilyas (2015:34), pemeriksaan dapat dilakukan

dengan dua jenis pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

Ayat 1 mengenai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013


mengenai Tata Cara Pemeriksaan, meliputi:

1) Pemeriksaan lapangan, ialah pemeriksaan yang dilakukan di

tempat tinggal atau dapat dikatakan sebagai tempat kedudukan

Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha ataupun pekerjaan bebas

Wajib Pajak dan atau tempat lain yang dianggap perlu oleh

pemeriksa pajak.

2) Pemeriksaan kantor, ialah pemeriksaan yang dilakukan di kantor

Direktorat Jenderal Pajak.

e. Metode Pemeriksaan Pajak

Metode pemeriksaan pajak yang umum digunakan, adalah:

1) Metode langsung

2) Metode tidak langsung

f. Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2017:439), pelaksanaan pemeriksaan

pajak merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemeriksa

dan meliputi:

1) Pemeriksan di tempat Wajib Pajak

Pemeriksaan di tempat Wajib Pajak dapat didefinisikan sebagai

serangkaian kegiatan pemeriksaan yang dilakukan di lokasi Wajib

Pajak untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data ataupun

keterangan lainnya untuk dapat mendapatkan fakta-fakta yang

memiliki kaitan dengan kegiatan usaha Wajib Pajak, mengetahui

dan menilai sistem pengendalian internal, serta untuk meyakinkan


kebenaran ataupun keberadaan fisik aktiva tetap yang dilaporkan

kepemilikannya dalam rangka melaksanakan ketentuan

perundang-undangan perpajakan.

2) Melakukan penilaian atas Sistem Pengendalian Intern (SPI)

Sistem terdiri dari kebijakan-kebijakan dan juga prosedur-

prosedur yang dirancang untuk memberikan manajemen

keyakinan memadai bahwa tujuan dan juga sasaran satuan usaha

dapat dicapai. Kebijakan dan prosedur ini seringkali disebut

dengan pengendalian, dan secara bersama-sama membentuk

struktur pengendalian intern suatu satuan usaha.

3) Memuktahirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan,

pemeriksaan dapat menentukan penilaian akhir mengenai lemah

atau kuatnya sistem pengendalian intern. Hasil penilaian akhir ini

dapat bermanfaat sebagai bahan pemuktahiran ruang lingkup dan

juga program pemeriksaan.

4) Melakukan pemeriksaan atas buku-buku, catatan-catatan dan juga

dokumen-dokumen

Pemeriksaan buku, catatan, dan dokumen merupakan

jantung dari tahap pelaksanaan pemeriksaan. Seluruh rangkaian

persiapan pemeriksaan sampai dengan langkah penilaian SPI

tidak akan berarti apapun apabila tidak disertai dengan langkah

pemeriksaan buku, catatan dan dokumen Wajib Pajak.


5) Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga

Menegaskan kebenaran serta kelengkapan data ataupun

informasi dari wajib pajak dengan bukti-bukti yang diperoleh dari

pihak ketiga.

6) Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak

a) Memberitahukan secara tertulis koreksi fiskal dan juga

perhitungan pajak terhutang kepada Wajib Pajak.

b) Melakukan pembahasan atas temuan dan koreksi fiskal

serta perhitungan pajak terhutang dengan Wajib Pajak.

c) Memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk

menyampaikan pendapat, sanggahan, persetujuan atau

meminta penjelasan lebih lanjut tentang temuan dan

koreksi fiskal yang telah dilakukan.

7) Melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan

Tujuan dilakukannya pembahasan akhir hasil pemeriksaan

ialah sebagai upaya untuk dapat memperoleh pendapat yang

sama dengan Wajib Pajak atas temuan pemeriksaan dan koreksi

fiskal terhadap seluruh jenis pajak yang diperiksa.

g. Standar Pemeriksaan Pajak

Menurut Wiraman B. Ilyas dan Pandu Wicaksono (2015:39),

standar pemeriksaan pajak meliputi:

1) Standar Umum Pemeriksaan

a. Merupakan standar yang bersifat pribadi dan juga berkaitan


dengan persyaratan pemeriksa pajak.

b. Pemeriksaan dilakukan oleh pemeriksa pajak yang telah

memenuhi syarat sebagai berikut:

(1) Telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis

yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai

pemeriksa pajak.

(2) Menggunakan keterampilannya secara cermat dan

seksama.

(3) Jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta

senantiasa mengutamakan kepentingan negara.

(4) Taat terhadap berbagai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

c. Dalam hal apabila diperlukan, pemeriksaan dapat

dilaksanakan oleh tenaga ahli dari luar Direktorat Jenderal

Pajak yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak.

2) Standar Pelaksanan Pemeriksaan

a. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan

persiapan yang baik yang sesuai dengan tujuan

pemeriksaan, paling sedikit meliputi kegiatan

mengumpulkan dan mempelajari data Wajib Pajak,

menyusun rencana pemeriksaan, dan menyusun program

pemeriksaan, serta mendapat pengawasan yang seksama.

b. Pemeriksaan dilaksanakan dengan melakukan pengujian


berdasarka metode dan teknik pemeriksaan sesuai dengan

program pemeriksaan yang telah dirancang.

c. Temuan hasil pemeriksaan harus didasarkan pada bukti

kompeten yang cukup serta berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan.

d. Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim pemeriksa pajak

yang terdiri dari seorang supervisor, ketua tim, dan seorang

atau lebih anggota tim, serta dalam situasi tertentu ketua tim

dapat merangkap menjadi anggota tim.

e. Tim pemeriksa dapat dibantu oleh seorang atau lebih

dengan keahlian tertentu, baik yang berasal dari Direktorat

Jenderal Pajak, maupun yang berasal dari instansi di luar

Direktorat Jenderal Pajak yang telah ditunjuk oleh Direktorat

Jenderal Pajak sebagai tenaga ahli.

f. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat

Jenderal Pajak, tempat tinggal, tempat kegiatan usaha

ataupun pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan atau tempat lain

yang dianggap perlu oleh pemeriksa pajak.

g. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila

dibutuhkan dapat dilanjutkan diluar jam kerja.

h. Pelaksanaan pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk

Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) dengan ketentuan:

(1) KKP wajib disusun oleh Pemeriksa pajak dan


memiliki fungsi sebagai:

a) Bukti bahwa pemeriksaan telah dilakukan

dengan standar pelaksanaan pemeriksaan.

b) Bahan dalam melakukan pembahasan hasil

akhir pemeriksaan dengan Wajib Pajak

mengenai temuan hasil pemeriksaan.

c) Dasar pembuatan LHP

d) Sumber data ataupun informasi bagi

penyelesaian keberatan atau banding yang

diajukan oleh Wajib Pajak

e) Referensi untuk pemeriksaan berikutnya

(2) KKP harus memberikan gambaran tentang:

a) Prosedur pemeriksaan yang dilaksanakan

b) Data, keterangan, dan bukti yang diperoleh

c) Pengujian yang telah dilakukan

d) Simpulan dan hal-hal lain yang dianggap perlu

yang memiliki kaitan dengan pemeriksaan.

3) Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan

a. Kegiatan pemeriksaan harus dilaporkan dalam bentuk LHP

yang disusun sesuai dengan standar pelaporan hasil

pemeriksaan

b. LHP disusun secara ringkas dan jelas serta memuat ruang


lingkup beserta pos-pos yang diperiksa sesuai dengan

tujuan pemeriksaan.

7. Keadilan Pajak

Keadilan pajak merupakan suatu keadaan dimana distribusi

pengenaan pajak dalam pemenuhan kebutuhan belanja publik telah

diperhatikan dari setiap aspek, dimensi dan prinsip perpajakan dengan

berlandaskan keadilan. Dengan kata lain, dalam hukum pajak keadilan

dikemukakan sebagai pajak keadilan mengatakan bahwa pajak itu harus

adil dan merata, pajak dikenakan kepada orang-orang pribadi sebanding

dengan kemampuannya untuk membayar pajak tersebut dan juga sesuai

dengan manfaat yang diterimanya dari negara (Rosdiana dan Tarigan,

dalam Christine, 2017:33).

Menurut Mardiasmo (2016:4), mengutarakan bahwa:

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-


undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-
undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata,
serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil
dalam pelaksanaanya yakni dengan memberikan hak kepada Wajib Pajak
untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan
mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
Rasa keadilan pemungutan pajak menurut Richard A. Musgrave

dan Peggy B. Musgrave dalam buku “Taat Hukum” (Irwansyah, et al.

(2018:22), bahwa terdapat dua macam asas keadilan:

a. Prinsip manfaat (benefit principle)

Dalam sistem perpajakan yang adil, dimana setiap Wajib

Pajak harus membayar sesuai dengan manfaat yang dinikmatinya

dari pemerintah. Pendekatan ini disebut dengan revenue and


expenditure approach. Sesuai dengan prinsip ini, maka sistem

pajak yang benar-benar adil akan sangat berbeda tergantung

pada struktur pengeluaran pemerintah. Maka dari itu prinsip

manfaat tidak hanya menyangkut pada kebijakan pajak saja, tetapi

juga kebijakan pengeluaran pemerintah yang dibiayai oleh pajak.

b. Prinsip kemampuan untuk membayar

Dalam pendekatan ini, disarakan supaya besarnya pajak

terutang yang dibebankan kepada wajib pajak sesuai dengan

kemampuan membayar. Mengacu pada prinsip kemampuan untuk

membayar, dapat ditarik kesimpulanya bahwa terdapat dua

kelompok besar keadilan pajak, yakni:

(1) Keadilan Horizontal

Suatu pemungutan pajak memenuhi keadilan

horizontal jika Wajib Pajak yang berada dalam kondisi

yang diperlukan sama (equal treatment for equals) dalam

hal sebagai berikut:

a) Definisi penghasilan

Apabila beban pajaknya sama atas smeua Wajib

Pajak yang memperoleh penghasilan yang sama

dengan jumlah tanggungan yang sama, tanpa

membedakan jenis atau sumber penghasilan.

b) Globalitas

Seluruh tambahan kemampuan ekonomis


merupakan ukuran membayar karena itu harus

dijumlahkan menjadi satu sebagai objek pajak.

c) Pendapatan bersih

Merupakan jumlah neto setelah dikurangi

dengan seluruh biaya yang tergolong dalam biaya

untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara

penghasilan. Sebab penerimaan atau perolehan

yang dipakai untuk mendapatkan penghasilan,

tidak dapat dipakai lagi untuk memenuhi

kebutuhan Wajib Pajak. Maka dari itu, yang

digunakan dalam biaya tersebut bukanlah

tambahan dari kemampuan ekonomis.

d) Personal exemption

Pengurangan yang diberikan kepada wajib

pajak orang pribadi berupa penghasilan tidak

kena pajak (PTKP).

e) Equal Treatment for the Equals

Seluruh penghasilan dikenakan pajak dengan

tarif yang sama tanpa membebankan jenis

ataupun sumber penghasilan. Prinsip keadilan

horizontal tersebut diberlakukan kepada Wajib

Pajak dengan maksud dan tujuan terhadap tingkat

kesetaraan dalam perolehan penghasilan. Wajib


pajak yang memiliki tingkat penghasilan yang

setara, akan dikenakan pajak yang setara dan

tentunya didasarkan dengan berapa besar PTKP

dari masing-masing Wajib Pajak yang menjadi

pengurang beban pajaknya.

(2) Keadilan Vertikal

Pemungutan pajak dikatakan adil secara

vertikal apabila orang-orang dengan tambahan

kemampuan ekonomis yang berbeda dikenakan

pajak penghasilan yang berbeda dan serta dengan

perbedaannya disebut sebagai Unequal Treatment

for The Unequals.

8. Pengetahuan Perpajakan

Menurut Roko, et al. (2015) pengetahuan ialah hasil dari tahu dan

setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan juga telinga.

Konsep pengetahuan pajak ataupun pemahaman pajak menurut

Siti Kurnia Rahayu (2017), meliputi:

1. Pengetahuan mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan.

Ketentuan umum dan tata cara perpajakan sudah diatur dan


pada prinsipnya diberlakukan bagi pajak material. Tujuannya

adalah untuk meningkatkan profesionalisme aparatur perpajakan,

meningkatkan keterbukaan administrasi perpajakan dan

meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

2. Pengetahuan mengenai sistem perpajakan di Indonesia.

Sistem perpajakan di Indonesia yang diterapkan pada saat

ini adalah self assessment system, yakni pemungutan pajak yang

memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung,

membayar, dan juga melaporkan sendiri besarnya pajak yang

harus dibayar.

3. Pengetahuan mengenai fungsi pajak.

a. Fungsi penerimaan (budgeter). Pajak berfungsi sebagai

sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan

pengeluaran-pengeluaran pemerintah.

b. Fungsi mengatur (reguler). Pajak berfungsi sebagai alat

untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang

sosial dan ekonomi.

Rahayu (2017) menjelaskan bahwa pengetahuan adalah:

Pengetahuan merupakan hasil tahu manusia terhadap sesuatu,


atauun segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek tertentu
yang dapat berwujud barang-barang baik lewat akal, dapat pula objek
yang dipahami manusia dengan bentuk ideal atau yang memiliki
sangkutan dengan masalah kejiwaan. Sedangkan, pajak merupakan iuran
rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat timbal balik yang dapat langsung
dimanfaatkan.

Menurut Rahayu (2017), pengetahuan perpajakan adalah:


Kemampuan seorang wajib pajak dalam mengetahui peraturan
perpajakan baik itu soal tarif pajak sesuai dengan undang-undang yang
akan mereka bayar maupun manfaat pajak yang akan berguna bagi
kehidupan.

Menurut Wulandari (2015), pengetahuan perpajakan ialah:

Proses dimana wajib pajak mengetahui mengenai perpajakan dan


mengaplikasikan pengetahuan itu untuk membayar pajak. Indikasi dari
tingkat pengetahuan itu adalah pemahaman terhadap peraturan serta
kebijakan perpajakan, pemahaman akan kewajiban dalam menyampaikan
SPT, serta pemahaman akan adanya sanksi pajak dalam hal
keterlambatan dalam menyampaikan SPT.

Wulandari (2015) menyampaikan bahwa kesadaran wajib pajak

akan terbentuk apabila wajib pajak memiliki pengetahuan yang tinggi

mengenai perpajakan, sehingga mereka akan menjadi lebih sadar dalam

memenuhi kewajibannya sebagai seorang warga negara yang baik yaitu

membayar pajak.

Pengetahuan tentang pajak pada dasarnya terkait dengan

pengetahuan hukum pajak material dan hukum pajak formal (Mardiasmo,

2016:7 dalam Lianty et.al., 2017). Hukum pajak material memuat norma-

norma yang antara lain menerangkan tentang keadaan, perbuatan,

peristiwahukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan

pajak (subjek pajak), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), dan

segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak. Hukum pajak

formal memuatbentuk atau tata cara untuk mewujudkan hukum pajak

material menjadi kenyataan. Hukum ini memuat antara lain mengenai tata

cara (prosedur) penetapan suatu utang pajak, hak- hak fiskus untuk

mengadakan pengawasan terhadap para wajib pajak (kedaan, perbuatan


dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak), kewajiban wajib pajak

(mengajukan keberatan dan banding).

Pengetahuan perpajakan memiliki bagian penting untuk membantu

wajib pajak memenuhi kewajibannya, misalnya pengetahuan dasar

tentang perpajakan (Noormala, 2008 dalam Katini dan Suardana, 2017).

Dialam faktor-faktor pengetahuan wajib pajak menurut Taslim (2007)

dalam Ester et.al. (2017) tinggi rendahnya pengetahuan wajib pajak dapat

diukur dengan:

1) Pemahaman prosedur atau cara pengisian SPT

2) Pemahaman batas waktu pelaporan SPT

3) Pemahaman sanksi perpajakan dan administrasi

Pengetahuan seseorang mengenai perpajakan berkaitan untuk

menentukan baik buruknya perilaku seseorang sesuai dengan peraturan

perpajakan yang berlaku. Tingginya pengetahuan WP menandakan

baiknya pemahaman tentang pajak sehingga mendorong kesadaran WP

dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya (Kurniati et.al., 2016).

Pengetahuan perpajakan adalah kemampuan seorang wajib pajak

dalam mengetahui peraturan perpajakan baik itu soal tarif pajak

berdasarkan undang-undang yang akan mereka bayar maupun manfaat

pajak yang akan berguna bagi kehidupan mereka (Utomo, dalam Ulfa dan

Ratnawati 2015).

Menurut Manuputty dan Sirait (2016) pengetahuan perpajakan adalah:

suatu pengertian yang dimiliki oleh seseorang mengenai


perpajakan dan mengaktifkan pengertian tersebut untuk melakukan
kewajiban perpajakannya. Dengan adanya pengetahaun perpajakan yang
baik maka akan membantu meningkatkan kesadaran menjadi wajib
pajakakan pentingnya membayar pajak dan wajib pajak dapat
melakukannya sesuai dengan aturan perundang-undangan perpajakan.

9. Kepatuhan Wajib Pajak

a. Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Kepatuhan dalam hal perpajakan berarti merupakan suatu ketaan

untuk melakukan ketentuan-ketentuan atau aturanaturan perpajakan yang

diwajibkan atau diharuskan dilaksanakan menurut peraturan perundang-

undangan perpajakan.

Wajib pajak patuh berarti wajib pajak yang mengetahui dan

melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya dengan benar sesuai

dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Kewajiban dan hak wajib

pajak ini harus dijalankan dengan seimbang, apabila wajib pajak telah

melaksanakan kewajibannya dalam perpajakan maka wajib pajak dapat

mendapatkan haknya.

Menurut Kiryanto (Kautsar dan Heru, 2019: 242) menjelaskan:

“Kepatuhan Wajib Pajak adalah tingkah laku Wajib Pajak

yang memasukkan dan melaporkan pada waktunya informasi yang

diperlukan, mengisi secara benar jumlah pajak yang terutang, dan

membayar pajak pada waktunya, tanpa ada tindakan dan pemaksaan”.

Pelaksanaan pemungutan pajak memerlukan suatu sistem yang

telah disetujui masyarakat melaui perwakilannya di Dewan perwakilan

dengan menghasilkan suatu peraturan perundang-undangan yang


menjadi dasar pelaksanan perpajakan bagi fiskus maupun Wajib Pajak.

Kondisi perpajakan yang mnenuntut keikutsertaan aktif Wajib Pajak

dalam menyelenggarakan perpajakannya membutuhkan kepatuhan Wajib

Pajak yang tinggi yaitu kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban

perpajakan yang sesuai dengan kebenarannya, Siti Kurnia (2017:192)

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2017:193) Kepatuhan perpajakan

dapat didefinisikan sebagai “ketaatan wajib pajak dalam melaksanakan

ketentuan perpajakan yang berlaku.”

Kepatuhan perpajakan adalah masalah penting diseluruh dunia,

baik bagi Negara maju maupun di Negara Berkembang. Karena jika wajib

pajak tidak patuh maka akan menimbulkan keinginan untuk melakukan

tindakan penghindaran, pengelakan, penyelundupan dan pelalaian pajak.

pada akhirnya tindakan tersebut akan menyebabkan penerimaan pajak

Negara akan berkurang.

b. Macam-Macam Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Diana Kurnia, Yuli Chomsatu, Riana Rachmawati (2017):

“Tinggi rendahnya wajib pajak dalam mematuhi kewajiban perpajakannya

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain sikap wajib pajak, kualitas

pelayanan fiskus, dan pengetahuan tentang perpajakan”.

Menurut Safri Nurmantu (Pohan 2016:544) Ada dua macam

kepatuhan, yakni Kepatuhan Fomal dan Kepatuhan Material yang

dijelaskan sebagai berikut:

1. Kepatuhan Formal
Kepatuhan Formal adalah suatu keadaan saat wajib pajak

memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan

ketentuan dalam undang — undang perpajakan. Misalnya

ketentuan tentang batas waktu penyampaian SPT Tahunan adalah

3 bulan sesudah berakhir tahun pajak, yang pada umumnya jatuh

pada tanggal 31 Maret. Jika wajib pajak menyampaikan SPT PPh

Tahunan sebelum tanggal 31 Maret, maka dapat dikatakan bahwa

wajib pajak tersebut telah memenuhi kepatuhan formal Jadi, yang

dipenuhi oleh wajib pajak ini adalah memenuhi ketentuan

penyampaian SPT sebelum batas waktu.

2. Kepatuhan Material

Kepatuhan material adalah keadaan dimana wajib pajak

secara substantive memenuhi semua ketentuan material

perpajakan, yakni semua isi dan jiwa undangundang perpajakan.

Kepatuhan material dapat meliputi kepatuhan formal. Jadi, Wajib

pajak yang memenuhi kepatuhan material dalam mengisi SPT

Tahunan Pajak Penghasilan adalah wajib pajak yang mengisi

dengan jujur, lengkap dan benar SPT sesuai dengan ketentuan

dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu berakhir.

c. Wajib Pajak Orang Pribadi

Menurut Siti Resmi (2017:21), wajib pajak orang pribadi merupakan

orang pribadi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk


pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

C. Kerangka Teori

1. Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Wiraman B. Ilyas dan Pandu Wicaksono (2015:39),

standar pemeriksaan pajak meliputi:

3) Standar Umum Pemeriksaan

d. Merupakan standar yang bersifat pribadi dan juga berkaitan

dengan persyaratan pemeriksa pajak.

e. Pemeriksaan dilakukan oleh pemeriksa pajak yang telah

memenuhi syarat sebagai berikut:

(5) Telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis

yang cukup serta memiliki keterampilan sebagai

pemeriksa pajak.

(6) Menggunakan keterampilannya secara cermat dan

seksama.

(7) Jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta

senantiasa mengutamakan kepentingan negara.

(8) Taat terhadap berbagai ketentuan peraturan

perundang-undangan.

f. Dalam hal apabila diperlukan, pemeriksaan dapat

dilaksanakan oleh tenaga ahli dari luar Direktorat Jenderal

Pajak yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak.

4) Standar Pelaksanan Pemeriksaan


i. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan

persiapan yang baik yang sesuai dengan tujuan

pemeriksaan, paling sedikit meliputi kegiatan

mengumpulkan dan mempelajari data Wajib Pajak,

menyusun rencana pemeriksaan, dan menyusun program

pemeriksaan, serta mendapat pengawasan yang seksama.

j. Pemeriksaan dilaksanakan dengan melakukan pengujian

berdasarka metode dan teknik pemeriksaan sesuai dengan

program pemeriksaan yang telah dirancang.

k. Temuan hasil pemeriksaan harus didasarkan pada bukti

kompeten yang cukup serta berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan.

l. Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim pemeriksa pajak

yang terdiri dari seorang supervisor, ketua tim, dan seorang

atau lebih anggota tim, serta dalam situasi tertentu ketua tim

dapat merangkap menjadi anggota tim.

m. Tim pemeriksa dapat dibantu oleh seorang atau lebih

dengan keahlian tertentu, baik yang berasal dari Direktorat

Jenderal Pajak, maupun yang berasal dari instansi di luar

Direktorat Jenderal Pajak yang telah ditunjuk oleh Direktorat

Jenderal Pajak sebagai tenaga ahli.

n. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat

Jenderal Pajak, tempat tinggal, tempat kegiatan usaha


ataupun pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan atau tempat lain

yang dianggap perlu oleh pemeriksa pajak.

o. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila

dibutuhkan dapat dilanjutkan diluar jam kerja.

p. Pelaksanaan pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk

Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP) dengan ketentuan:

(3) KKP wajib disusun oleh Pemeriksa pajak dan

memiliki fungsi sebagai:

f) Bukti bahwa pemeriksaan telah dilakukan

dengan standar pelaksanaan pemeriksaan.

g) Bahan dalam melakukan pembahasan hasil

akhir pemeriksaan dengan Wajib Pajak

mengenai temuan hasil pemeriksaan.

h) Dasar pembuatan LHP

i) Sumber data ataupun informasi bagi

penyelesaian keberatan atau banding yang

diajukan oleh Wajib Pajak

j) Referensi untuk pemeriksaan berikutnya

(4) KKP harus memberikan gambaran tentang:

e) Prosedur pemeriksaan yang dilaksanakan

f) Data, keterangan, dan bukti yang diperoleh

g) Pengujian yang telah dilakukan

h) Simpulan dan hal-hal lain yang dianggap perlu


yang memiliki kaitan dengan pemeriksaan.

4) Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan

c. Kegiatan pemeriksaan harus dilaporkan dalam bentuk LHP

yang disusun sesuai dengan standar pelaporan hasil

pemeriksaan

d. LHP disusun secara ringkas dan jelas serta memuat ruang

lingkup beserta pos-pos yang diperiksa sesuai dengan

tujuan pemeriksaan.

2. Pengaruh Keadilan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Rasa keadilan pemungutan pajak menurut Richard A. Musgrave

dan Peggy B. Musgrave dalam buku “Taat Hukum” (Irwansyah, et al.

(2018:22), bahwa terdapat dua macam asas keadilan:

b. Prinsip manfaat (benefit principle)

Dalam sistem perpajakan yang adil, dimana setiap Wajib

Pajak harus membayar sesuai dengan manfaat yang dinikmatinya

dari pemerintah. Pendekatan ini disebut dengan revenue and

expenditure approach. Sesuai dengan prinsip ini, maka sistem

pajak yang benar-benar adil akan sangat berbeda tergantung

pada struktur pengeluaran pemerintah. Maka dari itu prinsip

manfaat tidak hanya menyangkut pada kebijakan pajak saja, tetapi

juga kebijakan pengeluaran pemerintah yang dibiayai oleh pajak.

c. Prinsip kemampuan untuk membayar

Dalam pendekatan ini, disarakan supaya besarnya pajak


terutang yang dibebankan kepada wajib pajak sesuai dengan

kemampuan membayar. Mengacu pada prinsip kemampuan untuk

membayar, dapat ditarik kesimpulanya bahwa terdapat dua

kelompok besar keadilan pajak, yakni:

(2) Keadilan Horizontal

Suatu pemungutan pajak memenuhi keadilan

horizontal jika Wajib Pajak yang berada dalam kondisi

yang diperlukan sama (equal treatment for equals) dalam

hal sebagai berikut:

f) Definisi penghasilan

Apabila beban pajaknya sama atas smeua Wajib

Pajak yang memperoleh penghasilan yang sama

dengan jumlah tanggungan yang sama, tanpa

membedakan jenis atau sumber penghasilan.

g) Globalitas

Seluruh tambahan kemampuan ekonomis

merupakan ukuran membayar karena itu harus

dijumlahkan menjadi satu sebagai objek pajak.

h) Pendapatan bersih

Merupakan jumlah neto setelah dikurangi

dengan seluruh biaya yang tergolong dalam biaya

untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara

penghasilan. Sebab penerimaan atau perolehan


yang dipakai untuk mendapatkan penghasilan,

tidak dapat dipakai lagi untuk memenuhi

kebutuhan Wajib Pajak. Maka dari itu, yang

digunakan dalam biaya tersebut bukanlah

tambahan dari kemampuan ekonomis.

i) Personal exemption

Pengurangan yang diberikan kepada wajib

pajak orang pribadi berupa penghasilan tidak

kena pajak (PTKP).

j) Equal Treatment for the Equals

Seluruh penghasilan dikenakan pajak dengan

tarif yang sama tanpa membebankan jenis

ataupun sumber penghasilan. Prinsip keadilan

horizontal tersebut diberlakukan kepada Wajib

Pajak dengan maksud dan tujuan terhadap tingkat

kesetaraan dalam perolehan penghasilan. Wajib

pajak yang memiliki tingkat penghasilan yang

setara, akan dikenakan pajak yang setara dan

tentunya didasarkan dengan berapa besar PTKP

dari masing-masing Wajib Pajak yang menjadi

pengurang beban pajaknya.

(3) Keadilan Vertikal

Pemungutan pajak dikatakan adil secara


vertikal apabila orang-orang dengan tambahan

kemampuan ekonomis yang berbeda dikenakan

pajak penghasilan yang berbeda dan serta dengan

perbedaannya disebut sebagai Unequal Treatment

for The Unequals.

3. Pengaruh Pengetahuan Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib

Pajak

Konsep pengetahuan pajak ataupun pemahaman pajak menurut

Siti Kurnia Rahayu (2017), meliputi:

4. Pengetahuan mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan.

Ketentuan umum dan tata cara perpajakan sudah diatur dan

pada prinsipnya diberlakukan bagi pajak material. Tujuannya

adalah untuk meningkatkan profesionalisme aparatur perpajakan,

meningkatkan keterbukaan administrasi perpajakan dan

meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

5. Pengetahuan mengenai sistem perpajakan di Indonesia.

Sistem perpajakan di Indonesia yang diterapkan pada saat

ini adalah self assessment system, yakni pemungutan pajak yang

memberikan wewenang kepada wajib pajak untuk menghitung,

membayar, dan juga melaporkan sendiri besarnya pajak yang

harus dibayar.

6. Pengetahuan mengenai fungsi pajak.


c. Fungsi penerimaan (budgeter). Pajak berfungsi sebagai

sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan

pengeluaran-pengeluaran pemerintah.

d. Fungsi mengatur (reguler). Pajak berfungsi sebagai alat

untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang

sosial dan ekonomi.

4. Pengaruh Pemeriksaan Pajak, Keadilan Pajak, dan

Pengetahuan Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Dengan dilakukanya pemeriksaan pajak oleh petugas pajak maka

akan berdampak baik bagi negara terutama juga wajib pajak yang selama

ini masih tidak mau menyetorkan pajaknya sesuai dengan tarif pajak yang

berlaku. Karna semakin giatnya petugas pajak melakukan pemeriksaan

pajak atas setiap wajib pajak diharapkan wajib pajak menjadi sadar akan

pentingnya membayar pajak dan takut akan pemeriksaan yang dilakukan

oleh petugas pajak. Keadilan pajak dan pengetahuan perpajakan juga

sangat berperan penting untuk wajib pajak agar dalam melakukan

pemeriksaan pajak oleh petugas wajib pajak juga tahu dengan keadilan

pemeriksaan pajak dan juga pengetahuan perpajakan agar dalam

melakukan pemeriksaan pajak wajib pajak memahami prosedur dan juga

tindakan yang dilakukan oleh petugas pajak.

Berdasarkan teori yang telah dikemukakan di atas, dapat

disederhanakan dalam kerangka berpikir sebagai berikut:

Gambar II.2
Model Konseptual
Pemeriksaan Pajak (X1)
1) Standar Umum Pemeriksaan
2) Standar Hasil Pelaporan
Pemeriksaan
3) Standar pelaksanaan
Pemeriksaan
Sumber: Wirawan B. Ilyas dan
Randu Wicaksono (2015:39)

Keadilan Pajak (X2) Kepatuhan Wajib Pajak (Y)


1) Prinsip Keadilan 1) Kepatuhan Formal
2) Prinsip Kemampuan untuk 2) Kepatuhan Material
Membayar Sumber: Safri Nurmantu
Sumber: Irwansyah, et al. (Pohan, 2016:544)
(2018:22)

Pengetahuan Perpajakan (X3)


1) Kepatuhan umum dan tata cara
perpajakan
2) Sistem perpajakan
3) Fungsi Pajak
Sumber: Siti Kurnia Rahayu (2017)

D. Hipotesis

Menurut Sugiono (2015:84), hipotesis dapat diartikan sebagai

berikut:
Hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian. Rumusan masalah tersebut bisa berupa pernyataan tentang
hubungan dua variabel atau lebih, perbandingan (komparasi) atau
variabel yang mandiri (deskripsi).

Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa hipotesis masih

merupakan praduga, oleh karena itu masih harus diuji kebenarannya.

Berdasarkan kajian teoritis, penelitian relevan dan kerangka berpikir di

atas dapat ditarik hipotesis penelitian sebagai berikut:

H1: Pemeriksaan pajak diduga berpengaruh signifikan terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Pratama Jakarta

Tanjung Priok.

H2: Keadilan pajak diduga berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan

wajib pajak Orang Pribadi pada KPP Pratama Jakarta Tanjung Priok.

H3: Pengetahuan perpajakan diduga berpengaruh signifikan terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Pratama Jakarta

Tanjung Priok.

H4: Pemeriksaan Pajak, Keadilan Pajak, dan Pengetahuan Perpajakan

diduga berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

Orang Pribadi pada KPP Pratama Jakarta Tanjung Priok.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian

1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah Kuantitatif

yang berbentuk asosiatif. Sugiono (2017:37) menyatakan banhwa

penelitian bersifat asosiatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk

mengetahui hubungan antara dua variable atau lebih. Penelitian ini

dilakukan di wilayah Jakarta serta untuk mengumpulkan datanya

dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Jakarta Tanjung

Priok. Pada penelitian ini, objek penelitianya ialah kepatuhan wajib pajak

orang pribadi di KPP Pratama Jakarta Tanjung Priok yang dipengaruhi

oleh Pemeriksaan Pajak, Keadilan Pajak, dan Pengetahuan Perpajakan.

Terdapat dua variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

variable dependen (terikat) dan variable independen (bebas). Adapun

variable dipenden (Y) yang digunakan dalam ini yaitu kepatuhan wajib

pajak orang pribadi, sedangkan variable independen yang digunakan

diantaranya pemeriksaan pajak(X1), keadilan pajak(X2), dan pengetahuan

perpajakan (X3).

Oleh karna itu, Penulis menggunakan Pendeketan Penelitian

Kuantitatif yang bersifat asosiatif karena metode ini mempunyai

keunggulan dari sisi efisiensi. Analisis kuantitatif bekerja menggunakan

sample untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Serta metode

kuantitatif ini memberikan penjelasan yang lebih tepat terhadap fakta yang

dihadapi.

2. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian menurut

Lawrence Neuman (2016:30) menjadi tiga dimensi, yakni berdasarkan

tujuan penelitian, berdasarkan manfaat penelitian, dan berdasarkan

dimensi waktu penelitian, berikut ini klasifikasi jenis penelitian yang

disusun peniliti:

1. Berdasarkan tujuan penelitian

Berdasarkan Jenis penelitian, peneliti menggolongkan penelitian ini

ke dalam jenis penelitian deskriftif (descriptive research). Penelitian

deskriptif menurut Neuman (2016:30) “descriptive research present a

picture of the specific details of situation, social setting, or relationship.

The outcome of a descrivtive study is a detailed picture of the subject”.

Dari kutipan diatas, dapat diartikan bahwa penelitian deskriptif

dalam penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara detail

dari situasi, latar sosial, dan juga hubungan-hubungan yang terjadi dalam

gambaran permasalahan. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat

dikaitkan dengan permasalahan dalam penelitian ini, penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemeriksaan pajak,

keadilan pajak, dan pengetahuan perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib

Pajak Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta

Tanjung Priok.

2. Berdasarkan Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam kerangka akademis. Peneliti


mengklasifikasikan penelitian ini ke dalam jenis penelitian murni

berdasarkan manfaat penelitian yang ingin di peroleh. Penelitian murni

banyak digunakan di ruang lingkung akademik, terutama dalam rangka

pengembangan ilmu pengetahuan. Penelitian ini pun di lakukan untuk

memperoleh pengetahuan mengenai hasil dari pengaruh pemeriksaan

pajak, keadilan pajak dan pengetahuan perpajakan terhadap kepatuhan

Wajib Pajak Orang Pribadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Jakarta Tanjung Priok.

3. Berdasarkan Dimensi Waktu

Pada dimensi waktu ini, peneliti mengklasifikasikan penelitian ini ke

dalam jenis penelitian cross-sectional. Penelitian cross-sectional diartikan

sebagai penelitian yang dilakukan pada waktu tertentu. Pendapat Neuman

(2016:50) mengenai penelitian cross-sectional adalah “penelitian

penampang-silang atau cross-sectional research yakni penelitian yang

masih menelaah informasi dalam berbagai kasus pada satu waktu

tertentu”.

B. Operasional Variabel

Variabel-variabel yang ada didalam penelitian ini didefinisikan

secara operasional agar dapat memberikan pemahaman yang lebih

spesifik. Dibawah ini diuraikan definisi setiap variabel.

1. Definisi variabel

Untuk mengetahui data-data yang diperlukan dalam penelitian ini,

maka terlebih dahulu perlu mengoperasionalisasikan variabel-


variabel seperti yang telah diambil dari latar belakang penelitian

dan kerangka pemikiran dengan maksud untuk menentukan

indicator-indikator variabel yang bersangkutan sekaligus

menentukan instrumen atau pengukuran variabel yang meliputi:

a. Variabel Independen

Variabel ini sering disebut sebagai stimulus, prediktor,

antecendent. Dalam bahasa Indonesia sering diseut

sebagai variabel bebas. Variabel bebas merupakan

variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat):

(1) Pemeriksaan Pajak (X1)

Berdasarkan konsep dalam Pemeriksaan Pajak

menurut Wirawan B. Ilyas dan Pandu Wicaksono

(2015:39) standar pemeriksaan pajak meliputi Standar

Umum Pemeriksaan, Standar Pelaksanaan

Pemeriksaan dan Standar Pelaporan Pemeriksaan.

Ketiga dimensi tersebut sebagai dasar untuk

pemeriksaan pajak.

(2) Keadilan Pajak (X2)

Keadilan pemungutan pajak menurut Richard A.

Musgrave dan Peggy B. Musgrave dalam buku “Taat

Hukum” Irwansyah, dkk (2018:22) Practice bahwa


terdapat dua macam asas keadilan:

a) Prinsip Manfaat (Benefit Principle)

Dalam sistem perpajakan yang adil, dimana setiap

Wajib Pajak harus membayar sejalan (sesuai)

dengan manfaat yang dinikmatinya dari pemerintah.

Pendekatan ini disebut revenue and expenditure

approach. Berdasarkan prinsip ini maka sistem

pajak yang benar-benar adil akan sangat berbeda

tergantung pada struktur pengeluaran pemerintah.

Oleh karena itu, prinsip manfaat tidak hanya

menyangkut kebijakan pajak saja, tetapi juga

kebijakan pengeluaran pemerintah yang dibiayai

oleh pajak.

b) Prinsip Kemampuan Untuk Membayar (Ability To

Pay) Dalam pendekatan ini menyarankan agar

besar pajak terutang dibebankan kepada Wajib

Pajak berdasarkan kemampuan membayar.

Mengacu pada prinsip kemampuan untuk

membayar, dapat ditarik kesimpulan bahwa

terdapat dua kelompok besar keadilan pajak, yaitu

keadilan horizontal dan keadilan vertikal.

(3) Pengetahuan Perpajakan (X3)

Konsep pengetahuan pajak atau pemahaman


pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2017) yaitu Wajib

Pajak harus meliputi:

a. Pengetahuan mengenai Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan.

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

sudah diatur yang pada prinsipnya diberlakukan bagi

pajak material. Tujuannya adalah untuk

meningkatkan profesionalisme aparatur perpajakan,

meningkatkan keterbukaan administrasi perpajakan

dan meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak.

Isi dari Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

tersebut antara lain mengenai hak dan kewajiban

Wajib Pajak, SPT, NPWP dan Prosedur

Pembayaran, Pemungutan serta Pelaporan Pajak.

b. Pengetahuan mengenai sistem perpajakan di

Indonesia.

Sistem perpajakan di Indonesia yang

diterapkan saat ini adalah self assessment system

yaitu pemungutan pajak yang memberi wewenang,

kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak

untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan

dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus


dibayar.

c. Pengetahuan mengenai fungsi pajak.

Terdapat dua fungsi pajak, yaitu:

a) Fungsi penerimaan (budgeter), pajak berfungsi

sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi

pembiayan pengeluaran-pengeluaran pemerintah.

b) Fungsi mengatur (reguler), pajak berfungsi

sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan

kebijakan di bidang sosial dan ekonomi.

b. Variabel dependen

Sering disebut sebagai variabel output kriteria

konsekuen. Dalam bahasa Indonesia, sering disebut

sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan

variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,

karena adanya variabel bebas, Menurut Sugiyono

(2015:11). maka variabel dependen dari penelitian ini

adalah: Kepatuhan Wajib Pajak.

Menurut Safri Nurmantu (Pohan 2016:544), Terdapat

dua macam dimensi kepatuhan yaitu:

1) Kepatuhan Formal

2) Kepatuhan Material

2. Kisi-kisi Variabel

Kisi-kisi variabel adalah hasil pemilahan variabel-variabel


penelitian. Langkah awal adalah memilah variabel menjadi beberapa

dimensi. Variabel-variabel penelitian sosial umumnya memiliki lebih dari

satu dimensi. Pemilahan variabel menjadi beberapa dimensi wajib diacu

dari teoritis atau pendapat para ahli. Oleh karena itu, wajib disebutkan

sumber acuannya.

Setelah dimensi-dimensi suatu variabel ditentukan kemudian

dijabarkan menjadi beberapa indikator yang dijadikan titik tolak untuk

menyusun pertanyaan penelitian. Pemilihan indikator boleh diacu dari

teoritis atau pendapat para ahli atau dari hasil penelitian terdahulu, tetapi

biasanya pemilihan indikator-indikator berdasarkan pengetahuan dan

pengalaman sendiri, karena kerap dalam penelitian sosial bahwa

indikatorindikator dari suatu dimensi belum ada teorinya.

Menentukan tingkat ukuran yang akan digunakan dalam pengukuran,

tergantung dari jenis skala datanya, yaitu skala nominal, skala ordinal,

skala interval, atau skala rasio.

Variabel-variabel dalam penelitian ini dengan beberapa dimensi

yang secara rinci dapat dilihat dalam kisi-kisi variabel sebagai berikut:

Tabel III.1

Kisi-Kisi Variabel

Variabel Dimensi Indikator No. Butir


Instrumen Intem
a. Pendidikan dan
pelatihan teknis yang 1 1
Standar cukup sebagai pemeriksa
Umum b. Keterampilan yang 2 1
Pemeriksaan cermat dan seksama
c. Jujur dan bersih dari 3 1
tindakan-tindakan tercela
d. Taat terhadap 4 1
undangundang
a. Pelaksanaan 5 1
pemeriksaan harus
didahului dengan
Pemeriksaan persiapan yang baik
Pajak (X1) b. Pemeriksaan 6 1
Standar
Sumber: dilaksanakan
Pelaksanaan
Wirawan B. berdasarkan metode dan
Pemeriksaan
Ilyas dan teknik pemeriksaan
Pandu c. Temuan hasil 7 1
Wicaksono pemeriksaan harus
(2015:39) didasarkan pada
kompeten
d. Pemeriksaan dilakukan 8 1
oleh suatu tim pemeriksa
yang terdiri seorang
supervisor, seorang ketua
tim, dan seorang atau
lebih anggota tim
e. Tim pemeriksa dapat 9 1
dibantu oleh seorang
atau lebih yang memiliki
keahlian tertentu
f. Pemeriksaan dapat 10 1
dilakukan di Kantor
Direktorat Jenderal Pajak,
Variabel Dimensi Indikator No. Butir
Instrumen Intem
tempat tinggal atau
tempat kedudukan Wajib
Pajak
g. Pemeriksaan 11 1
dilaksanakan pada jam
kerja dan apabila
diperlukan dapat
dilanjutkan diluar jam
kerja
h. Laporan Hasil 12 1
Standar Hasil Pemeriksaan disusun
Pelaporan sesuai standar pelaporan
Pemeriksaan hasil pemeriksaan
i. Laporan Hasil 13 1
Pemeriksaan disusun
secara singkat dan jelas
Prinsip a. Keseimbangan 1 1
Keadilan Pajak Kemanfaatan pembebanan pajak
(X2) b. Keseimbangan 2 1
Sumber: manfaat yang diterima
Irwansyah,et.al Prinsip a. Keadilan Horizontal 3 1
(2018:22) Kemampuan
Untuk b. Keadilan Vertikal 4 1
Membayar
Ketentuan a. Hak Wajib Pajak 1 1
Pengetahuan Umum dan
Perpajakan Tata Cara b. Kewajiban Wajib Pajak 2 1
(X3) Perpajakan
sumber: Siti a. Budgetair 3 1
Kurnia Rahayu Fungsi
(2017) Perpajakan b. Regulered 4 1

Sistem a. Asas-Asas Perpajakan 5 1


Perpajakan di
Indonesia b. Sistem Pemungutan 6 1
Pajak
a. Kepatuhan Untuk 1 1
Mendaftarkan Diri
b. Kepatuhan Menghitung 2 1
Kepatuhan Kewajiban Pajak
Kepatuhan Formal Penghasilan
Wajib Pajak c. Kepatuhan Membayar 3 1
Sumber: Safri Kewajiban Pajak
Nurmantu Penghasilan
Variabel Dimensi Indikator No. Butir
Instrumen Intem
(Pohan d. Kepatuhan Melaporkan 4 1
2016:544) Surat Pemberitahuan
(SPT)
a. Kepatuhan Melaporkan 5 1
Surat Pemberitahuan
(SPT) Tepat Waktu
Kepatuhan b. Kepatuhan Dalam 6 1
Material Pengisian Surat
Pemberitahuan (SPT)
Sesuai c. Dengan
Ketentuan Perundang-
undangan
d. Menghitung dan 7 1
Membayar Pajak
Terhitung Dengan Benar
dan Tepat Waktu
e. Membayar Kekurangan 8 1
Pajak Sebelum
Pemeriksaan

C. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Silalahi, (2015:420) Pengumpulan data merupakan bagian

internal dan fundamental dari satu rancangan. Pengumpulan data dalam

penelitian kuantitatif utamanya menggunakan instrument yang disebut

kuesioner.

Teknik pengumpulan data yang telah digunakan dalam penelitian

ini adalah dengan teknik kusioner. Kuesioner adalah daftar pertanyaan

yang telah disusun sebelumnya. Pertanyaanpertanyaan yang terdapat

dalam kuesioner, atau daftar pertanyaan tersebut cukup lengkap dan

biasanya sudah menyediakan pilihan jawaban.

Jawaban kuesioner dan untuk mengukur pendapat responden,


digunakan skala Likert yaitu skala yang digunakan secara luas yang

meminta responden menandai derajat persetujuan atau tidak setuju

terhadap masing-masing dari serangkaian pernyataan mengenai objek

simultan dalam penelitian ini skala yang digunakan terdiri dari lima angka

yaitu dari angka 5 untuk pendapat sangat setuju (SS) dan angka

1 untuk pendapat sangat tidak setuju (STS). Perinciannya adalah sebagai

berikut:

Tabel III.1
Skala Likert
Skor
Skor Pernyataan
Jawaban Pernyataan
Negatif
Positif
Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4
Tidak Setuju (TS) 2 3
Setuju (S) 3 2
Sangat Setuju (SS) 4 1
Sumber: data diolah oleh peneliti

D. Teknik Sampling

Novita Lusiana (2015) Teknik sampling adalah merupakan teknik

pengambilan sampel. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan

dalam penelitian, terdapat beberapa teknik sampling yang digunakan

seperti probability sampling dan non probability sampling.

Dalam penelitian kuantitatif terdiri dari dua unsur yaitu populasi dan

sampel, dan teknik pengambilan sampel.

1. Populasi dan Sampel

Pandu Siyoto (2015) mengatakan populasi merupakan wilayah

generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang memiliki kuantitas dan


karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi yang dimaksud bukan hanya

makhluk hidup, tetapi juga benda-benda alam lainnya, juga meliputi

semua karakteristik, sifat-sifat yang dimiliki oleh obyek atau subyek

tersebut.

Anda mungkin juga menyukai