Anda di halaman 1dari 14

Nama : Hiskia Puteri Br Sitinjak

Nim : M1B120018
Program Studi : Teknik Kimia
Mata Kuliah : Sistem Utilitas II
Dosen Pengampu : Ir. Hadistya Suryadi, S.T., M.T.

KARAKTERISTIK BAHAN BAKAR PADAT,BAHAN BAKAR


CAIR,DAN BAHAN BAKAR GAS

1. Bahan Bakar Padat


Biomassa
a. Titik leleh abu (ash fusion temperature)
Merupakan temperatur dimana abu dari biomassa menjadi lunak
dan meleleh. Titik leleh abu diukur dalam keadaan reducing
atmosphere temperature dan oxidizing atmosphere temperature.
Karakter ini perlu diperhatikan untuk proses konversi termal
batubara dan biomassa, yaitu pembakaran dan gasifikasi.
b. Caking dan Free Sweling Index
Pemanasan batubara mengakibatkan perubahan fisik. Pemanasan
batubara jenis-jenis tertentu dapat mengakibatkan pelunakan
batubara (softening). Keadaan ini biasanya diikuti dengan
penggembungan dan pelunakan (caking). Fenomena ini
menyebabkan volum batubara menjadi lebih besar dari awalnya,
dan satu partikel cenderung lengket dengan partikel lainnya.
Kecenderungan batubara memiliki sifat caking meningkat dengan
meningkatnya kandungan volatile matterdi dalam batubara.
Kecenderungan caking ini naik dan mencapai maksimum pada
batubara dengan volatile matter antara 25% -35%. Batubara sifat
caking lebih cocok diolah pada fluidized daripada fixed bed
combustor.
c. Sifat mempan gerus
Sifat mempan gerus dinyatakan dengan Hardgrove Gridability
Index (HGD). HGI adalah ukuran kemudahan batubara untuk
digerus dengan nilai indeks untuk batubara standar adalah 100.
Semakin tinggi nilai HGI maka batubara semakin mudah digerus.
Batubara peringkat rendah lebih tahan digerus dibandingkan
batubara peringkat tinggi.
d. Analisis proksimat
Analisis proksimat menyatakan bagaimana batubara terbakar.
Analisis proksimat terdiri dari empat komponen:
(1) Kadar air (moisture) menyatakan banyaknya air (H2O) yang
terkandung dalam batubara. Air dapat berasal dari air permukaan
maupun air terikat.
(2) Abu (ash) - menyatakan banyaknya material anorganik yang
tersisa setelah pembakaran sempurna berlangsung
(3) Zat mudah menguap (volatile matter)-zat yang mudah menguap
pada temperatur-300°C atau lebih tinggi. Semakin tinggi besarnya
volatile matter, maka batubara semakin mudah terbakar. Batubara
memiliki volatile matter yang rendah sehingga penyalaannya
membutuhkan temperatur tinggi, pembakarannya lambat, dan
membutuhkan tungku yang berukuran besar.
e. Analisis Ultimat
Analisis ultimat menyatakan besarnya kandungan elemental C, H,
O (by difference), N, S, dan abu dalam batubara. Analisis ultimat
penting diketahui untuk menghitung kebutuhan udara dalam proses
konversi termal batubara, yaitu pembakaran dan gasifikasi.
Analisis Proksimat : VM + FC + abu + M = 100 %
Analisis Ultimat : C+H+O+N+S+abu+ M = 100 %
f. Nilai Kalor
Nilai kalor menyatakan banyaknya panas yang terkandung dalam
batubara. Nilai kalor didefinisikan menjadi 2, yaitu nilai kalor
rendah dan nilai kalor tinggi. Besarnya nilai kalor rendah banyak
digunakan di Negara- negara Eropa, sedangkan nilai kalor tinggi
banyak digunakan di Amerika Serikat dan Inggris. Kandungan
energi ikatan kimia di dalam batubara/biomassa dinyatakan dengan
besaran Higher Heating Value (HHV) atau Lower Heating Value
(LHV). HHV menunjukan panas pembakaran batubara/biomassa
jika gas hasil pembakaran dikembalikan pada temperatur sebelum
pembakaran (biasanya ditetapkan 25°C). Panas pembakaran yang
dinyatakan dalam HHV mengandung panas laten pengembunan air
(air lembab batubara dan air hasil oksidasi H dalam batubara).
HHV sering dinyatakan dengan istilah Gross Heating Value (GHV)
LHV menunjukkan panas pembakaran biomassa/batubara jika
tidak termasuk panas laten pengembunan air dalam gas hasil
pembakaran. LHV sering dinyatakan dengan Net Heating Value
(Susanto,2016).

2. Bahan Bakar Cair


Bahan Bakar Minyak
a. Densitas
Densitas BBM dinyatakan dengan API (American Petroleum
Institute). Semakin tinggi nilai API, densitas bahan bakar akan
semakin rendah. Densitas bahan bakar cair menjadi penting karena
bahan bakar cair dibeli per satuan volum, misalnya barel, gallon,
dan sebagainya.
b. Nilai kalor (heating value)
Nilai kalor tinggi BBM, dapat diperkirakan dengan persamaan
empirik berikut (Rayaprolu, 2009).
BBM yang belum direngkah:
HHV= 9810+(38×0API)
BBM yang telah direngkah :
HHV= 9878+ (30×0API)

Nilai kalor tinggi bahan bakar minyak biasanya berada pada


rentang 1.200-10.800 kcal/kg [42,6-45 MJ/kg].

c. Viskositas
Beberapa jenis BBM yang memiliki viskositas tinggi
membutuhkan pemanasan sebelum digunakan sebagai bahan bakar.
d. Titik tuang (pour point)
Titik tuang menyatakan temperatur bahan bakar cair mulai
mengalir dalam kondisi pengujian Bahan bakar cair disimpan
didalam tangkap temperatur 3°C di atas titik tuang.
e. Flash point (titik nyala)
Titik nyala menyatakan temperatur terendah agar uap BBM tersulu
tetapi segera padam kembali. Nilai titik nyala menyatakan tingkat
bahaya ap dari bahan bakar, BBM dengan titik nyala dibawah
37,8°C dikelompokkan sebagai bahan bakar flammable, sedangkan
yang memiliki titik nyala lebih tinggi dinamakan combustible.
Titik nyala bahan bakar digunakan untuk pengendalian temperatur
penyimpanan bahan bakar.
f. Titik swasulut (autoignition temperature)
Titik swasulut (autoignition temperature) adalah temperatur ketika
bahan bakar dapat menyala tanpa ada sulutan.
g. Angka oktana
Angka oktana menyatakan performa bahan bakar ketika dibakar di
motor Otto (pembakaran dengan busi). Semakin tinggi angka
oktan, semakin cocok bahan bakar dibakar di mesin Otto.
h. Angka setana
Angka setana menyatakan performa bahan bakar ketika dibakar di
diesel (compression ignition engine). Semakin tinggi angka setana,
semakin cocok bahan bakar digunakan di motor Diesel
(Susanto,2016).
3. Bahan bakar gas
Gas Alam
a. Komposisi
bahan bakar gas akan menentukan nilai kalor bahan bakar, dan
karakteristik pembakaran lainnya (kebutuhan udara, temperatur
pembakaran , kecepatan api, flammability limits, karakteristik api,
dan sebagainya).
b. Densitas
Densitas gas sangat rendah (1/6000 – 1/1000 densitas BBM).
Karena itu, bahan bakar gas sangat sulit disimpan maupun
ditransportasikan.
c. Nilai Kalor
Nilai kalor bahan bakar gas merupakan jumlah nilai kalor
komponen penyusunnya
d. Kebutuhan Udara Pembakaran
Pembakaran yang terjadi dalam burner diharapkan adalah
pembakaran sempurna. Pada umumnya udara disuplai secara
berlebih (lebih banyakdaripada yang diperlukan untuk pembakaran
secara stoisiometri) untuk kesempurnaan reaksi pembakaran.
Udara juga berfungsi sebagai penurun temperature system, agar
material konstruksi burner tidak rusak, karena itu kebutuhan udara
stoisiometrik dan temperatur api perlu diperkirakan dahulu.
e. Temperatur Pembakaran
Temperatur pembakaran diuraikan lebih lanjut pada neraca massa
dan energi
f. Karakteristik api
Karakteristik api meliputi bentuk, panjang, dan warna lidah api.
g. Flammability limits
Bahan bakar gas memiliki Batasan konsentrasi dalam campurannya
dengan udara untuk dapat terbakar. Konsentrasi bahan bakar gas
terendah dinamai lower flammability limit, dan konsentrasi paling
tinggi disebut upper flammability limit. Di luar kedua batas ini,
campuran bahan bakar gas dan udara tidak dapat terbakar.
h. Kecepatan rambat api (flame speed)
Kecepatan rambat api menuju sumber bahan bakar dan udara
dinyatakan sebagai flame speed. Nilai flame speed umumnya
menjadi salah satu parameter dalam menentukan konfigurasi dan
kapasitas burner.
i. Kandungan pengotor lain yang disyaratkan secara spesifik oleh
pengguna gas, misalnya konsentrasi dan ukuran partikel debu,
konsentrasi tar (Hartono,2016).

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BAHAN BAKAR BATU


BARA (BAHAN BAKAR PADAT)

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2018 Tentang


Ketentuan Ekspor Batu Bara dan Produk Batu Bara , dan menetapkan
beberapa hal, yaitu:
1. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.
2. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk
secara alamiah dari sisa tumbuh- tumbuhan.
3. Produk Batubara adalah barang yang berasal dari Batubara yang telah
melalui proses pengolahan dan/atau pemurnian.
4. Eksportir Terdaftar Batubara yang selanjutnya disebut ET-Batubara
adalah perusahaan yang telah mendapat pengakuan untuk melakukan
Ekspor Batubara dan Produk Batubara.
5. Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi yang selanjutnya disebut
IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai
pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi
produksi.
6. Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi yang selanjutnya
disebut IUPK Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah
selesai pelaksanaan IUPK Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan
operasi produksi di wilayah izin usaha pertambangan khusus.
7. Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi khusus untuk pengolahan
dan/atau pemurnian yang selanjutnya disebut IUP Operasi Produksi
khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian adalah izin usaha yang
diberikan kepada perusahaan untuk membeli, mengangkut, mengolah,
dan memurnikan termasuk menjual komoditas tambang mineral atau
batubara hasil olahannya.
8. Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya
disingkat dengan PKP2B adalah perjanjian antara Pemerintah Republik
Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk
melaksanakan usaha pertambangan bahan galian batubara.

9. Verifikasi atau Penelusuran Teknis adalah penelitian dan pemeriksaan


barang ekspor yang dilakukan Surveyor.
10. Surveyor adalah perusahaan survey yang mendapat otorisasi untuk
melakukan pemeriksaan teknis ekspor Batubara dan Produk Batubara.
11. Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat INSW
adalah sistem nasional Indonesia yang memungkinkan dilakukannya
suatu penyampaian data dan informasi secara tunggal (single submission
of data and information), pemrosesan data dan informasi secara tunggal
dan sinkron (single and synchronous processing of data and
information), dan pembuatan keputusan secara tunggal untuk pemberian
izin kepabeanan dan pengeluaran barang (single decision-making for
custom release and clearance of cargoes).
12. Portal INSW adalah sistem yang akan melakukan integrasi informasi
berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan dan
pengeluaran barang, yang menjamin keamanan data dan informasi serta
memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara
otomatis, yang meliputi sistem kepabeanan, perizinan, kepelabuhanan/
kebandarudaraan, dan sistem lain yang terkait dengan proses penanganan
dokumen kepabeanan dan pengeluaran barang.
13. Pelabuhan Mandatori adalah pelabuhan yang ditetapkan sebagai
pelabuhan penerapan INSW ekspor secara penuh.
14. Wilayah Kosong adalah wilayah yang memiliki potensi menjadi sumber
Batubara tetapi belum menjadi wilayah kerja Surveyor.
15. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang perdagangan.
16. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang selanjutnya disebut
Menteri ESDM adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.
17. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri,
Kementerian Perdagangan.
18. Dirjen Minerba adalah Direktur Jenderal Mineral dan Batubara,
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BAHAN BAKAR MINYAK
JENIS SOLAR (BAHAN BAKAR CAIR)

Menurut Peraturan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral


Republik Indonesia Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor
146.K/10/DJM/2020 Tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar
Minyak Jenis Solar yang Dipasarkan di Dalam Negeri Memutuskan beberapa
hal, yaitu:

1. Menetapkan dan memberlakukan ketentuan standar dan mutu (spesifikasi)


Bahan Bakar Minyak jenis Solar yang dipasarkan di dalam negeri, yaitu
jenis Solar dengan Angka Setana (CN) 48 dan 51 yang mengandung
campuran 70 % (tujuh puluh persen) Bahan Bakar Minyak Jenis Solar
murni (B-0) dan 30% (tiga puluh persen) Bahan Bakar Nabati jenis
Biodiesel (B-100), yang selanjutnya disebut Bahan Bakar Minyak Jenis
Solar B- 30, masing-masing sebagai berikut:
a. Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar murni (B-0) dengan Angka
Setana (CN) 48 dan 51 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal
ini.
b. Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar B-30 dengan Angka Setana
(CN) 48 dan 51 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal
ini.
2. Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel (B-
100) mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan
dan Konversi Energi Nomor 89 K/10/DJE/2019 tentang Standar dan Mutu
(Spesifikasi) Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Jenis Biodiesel Sebagai Bahan
Bakar Lain yang Dipasarkan di Dalam Negeri dan perubahannya.
3. Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Murni (B-0) dengan Angka
Setana (CN) 48 dan 51 sebagaimana Diktum Kesatu, tidak diperbolehkan
untuk dipasarkan secara langsung kepada Konsumen akhir tanpa
pencampuran Bahan Bakar Nabati sesuai ketentuan perundang-undangan.
4. Standar dan mutu (spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar
Murni (B-0) dengan Angka Setana (CN) 48 dan 51 sebagaimana dimaksud
dalam Diktum KESATU huruf a digunakan sebagai acuan kepastian mutu
penerimaan Bahan Bakar Minyak impor dan hasil produksi Kilang Minyak
(refinery unit) sebelum proses pencampuran dengan Biodiesel.
5. Standar dan mutu (spesifikasi) Biodiesel (B-100) sebagaimana dimaksud
dalam Diktum KEDUA hanya digunakan sebagai acuan kepastian mutu
penerimaan Bahan Bakar Nabati sebelum proses pencampuran dengan
Minyak Solar Murni (B- 0).
6. Pada saat Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
a. Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor
3675.K/24/DJM/2006 tentang Tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi)
Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Yang dipasarkan di Dalam
Negeri, sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir dengan
Keputusan Direktur Jenderal Minyak 28.K/10/DJM.T/2016 Gas Bumi
Perubahan Nomor Kedua tentang Keputusan Direktur Jenderal Minyak
dan Gas Bumi Nomor 3675.K/24/DJM/2006 tentang Tentang Standar
dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar yang
dipasarkan di Dalam Negeri; dan
b. Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor
0234.K/10/DJM.S/2019 Tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan
Bakar Minyak Jenis Solar Campuran Biodiesel 30% (B-30) yang
Dipasarkan di Dalam Negeri; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BAHAN BAKAR GAS


JENIS LIQUEFIED PETROLEUM GAS (BAHAN BAKAR GAS)

Menurut Peraturan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral


Republik Indonesia Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor
116.K/10/DJM/2020 Tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi ) Bahan Bakar
Gas Jenis Liquefied Petroleum Gas yang Dipasarkan di Dalam Negeri,
memutuskan dan menetapkan standar dan mutu (spesifikasi) Bahan Bakar
Gas jenis Liquefied Petroleum Gas yang dipasarkan di dalam negeri yang
terdiri dari Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Gas jenis Liquefied
Petroleum Gas Campuran, sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ini.
Menurut BPS (2021), berikut data produksi batubara di Indonesia dalam rentang
waktu 5 tahun terakhir
SOLUSI KITA SEBAGAI SARJANA TEKNIK KIMIA

Solusi kita sebagai seorang sarjana teknik kimia diantaranya mengembangkan


energi terbarukan seperti dari biomassa. Kita juga sebagai seorang sarjana Teknik
kimia perlu ilmu pembekalan mengenai dasar-dasar keenergian( pemilihan energi,
cara konversi energi dan pemanfaatan energi) menjadi bagian integral dalam
suatu rancangan suatu pabrik, serta pemilihan alat-alat pabrik yang efisien dalam
rancangan suatu pabrik.

Anda mungkin juga menyukai