Anda di halaman 1dari 2

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Terhadap Kejahatan Satwa Liar

Masih tinggi di Indonesia. Merupakan kejahatan transnasional yang sekarang meningkat menjadi
cybercrime sehingga akan semakin sulit utk memberantas kejahatan tsb

Menurut konvensi internasional Trade and Endangered Species, kehidupan liar adalah seluruh satwa
dan tumbuhan.

UU No. 5 Tahun 1990 (UUKH) : satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, air, atau udara
yang masih memiliki sifat – sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia.

Penyebab Utama Punahnya Satwa Liar

1. Berkurangnya dan rusaknya habitat


2. Perdagangan satwa liar.
Kejahatan satwa liar semakin berkembang sehingga merupakan organized crime,
transnational crime, cyber crime.
Akan berdampak secara langsung terhadap penurunan populasi dan punahnya satwa tsb.

Dalam konteks perdagangan satwa liar, peran dari pihak – pihak tsb itu ada yang sebagai pemburu,
penadah, bandar, pemodal. Perdagangan atas satwa liar sebagai bentuk dan dimensi baru dari
kejahatan tranasional yang terorganisasi. Jika dilihat dari peraturan UNTOC unsur – unsur kejahatan
tranasional adalah sebagai berikut :

1. Kejahatan terjadi di lebih dari satu negara


2. Persiapan, perencanaan, pengarahan terjadi di negara lain
3. Melibatkan kelompok kriminal yang terorganisasi di lebih dari satu negara. Telah melakukan
kriminalnya selama waktu tertentu.
4. Terjadi di satu negara tetapi memiliki dampak besar bagi negara lain

Contoh : penyelundupan satwa liar. Biasanya dilakukan oleh suatu sindikat luar negeri. Pada
tahun 2014, kasus terkait penyelundupan ratusan satwa ke kuwait melalui bandara soekarno
hatta. Satwa yang diselundupkan berasal dari Indonesia. Satwa – satwa tsb merupakan satwa
yang dilindungi.

Kendala dalam Pemberantasan Kejahatan Satwa Liar

1. Ketidakmampuan UU 5/90 untuk mengatasi perkembangan kejahatan satwa liar. UUKH jika
dilihat sudah tidak sesuai dengan zaman saat ini. Tahun 2018, pemerintah menghentikan
pembahasan mengenai revisi dari uu tsb dengan alasan masih sesuai dengan keadaan saat
ini. Belum sesuai terutama dalam aspek pertanggungjawaban tindak pidana. Konsep
perlindungan satwa dalam UUKH dilakukan dengan dua cara, pengawetan satwa dan
ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari. Ada beberapa kebijakan hukum pidana dalam
UUKH tsb. Ada pasal – pasal yang berkaitan dengan satwa ( pasal 21) dan pasal – pasal yang
langsung terkait dengan habitat dan ekosistemnya (Pasal 19 dan Pasal 33). Ketiga pasal tsb
saling berkaitan. Terkait habitat dan ekosistemnya pun ketentuan pidananya sudah tidak
sesuai dengan UUKH. Ketentuan pidanya masih sangat enteng terutama pidana dendanya.
Biasanya kejahatan thd satwa biasanya dilakukan oleh korporasi. Untuk suatu korporasi
hanya dikenakan denda seperti ketentuan dalam uu tsb akan kecil sekali sehingga tidak akan
memberikan efek jera. Kejahatan yang dilakukan oleh korporasi biasanya dikaitkan dengan
tindak pidana lain seperti, korupsi atau pencucian uang. Dilihat dari objek perlindungannya,
konservasi keanekaragaman hayati dilakukan melalui pengawetan baik di kawasan suaka
alam maupun diluar suaka alam. UUKH hanya membedakan satwa menjadi satwa yang
dilindungi dan yang tidak dilindungi. Objek perlindungan kebijakan hukum pidana terkait
satwa yang dilindungi yangmana hanya mengatur mengenai satwa yang dilindungi. Tidak
ada peraturan dan ketentuan mengenai satwa yang tidak dilindungi. Tidak ada ancaman
pidananya juga.
Mengenai konsep, jenis, dan sistem pemidanaan UUKH. Kalo dilihat pidana pokok dalam
UUKH terdiri dari pidana penjara dan pidana denda. Pembagian jenis pidana tsb terkesan
menganut suatu teori pembalasan. Padahal perkembangan konsep pemidanaan tidak
semata – mata pada pembalasan. Bisa dilihat lebih jauh di RKUHP tidak hanya memberikan
pembalasan terhadap pelaku kejahatan. Salah satunya dalam pidana pokok. Telah diatur
pedoman pemidanaan. Jenisnya bisa pidana penjara, tutupan, pengawasan, denda, dan
kerja sosial. Sedangkan di UUKH masih menganut teori pembalasan karena hanya menganut
pidana penjara dan pidana denda. Harusnya diatur mengenai pemulihan lingkungan.
Pidana denda dalam UUKH belum setimbang untuk mengganti kerugian ekologis. Jika
menggunakan pendekatan ekonomis lingkungan harusnya denda bisa ngecover kerugian
ekologis. Untuk peraturan lebih lanjut dibutuhkan analisis yang lebih rinci.
Peraturan perundang – undangan pemdukung yang diamanatkan oleh UUKH. Umunya
mengamanatkan peraturan pelaksanaan untuk menjalankan uu tsb. Misalnya, pengaturan
mengenai kebolehan untuk menangkap satwa yang dilindungi karena dianggap
membahayakan kehidupan manusia. Itu belom ada. Akan menimbulkan berbagai
pertanyaan. Bagaimana menafsirkan satwa tsb membahayakan manusia. Seperti apa satwa-
satwa yang membahayakan. Kriteria – kriteria tertentu mengenai satwa – satwa yang boleh
diburu. Itu semua belum ada peraturan pelaksanaannya
2. Belum maksimalnya kinerja aparat penegak hukum
Khususnya jaksa dan hakim.
a. Belum banyak yang menelaah tuntutan jaksa maupun putusan hakim terkait satwa liar
b. Rendahnya disparitas tuntutan jaksa dan putusan hakim. Hakim memutus tidak jauh dari
tuntutan jaksa. peran jaksa sangat penting karena mempengaruhi pertimbangan hakim
c. Rendahnya sanksi pidana yang diberikan . mengacu pada UUKH, sanksi yang diterapkan
sangat rendah. Rendahnya sanksi yang diputus hakim juga berasal dari tuntutan jaksa
yang memang rendah. Tanpa melihat objek kejahatan. Padahal apabila objeknya
merupakan satwa yang masih hidup akan memerlukan biaya yang cukup besar untuk
pemulihan lingkungan.
d. Putusan pengadilan memberikan sanksi yang lebih berat pada terdakwa yang berprofesi
sebagai PNS dan yang melakukan penyertaan. Pada praktiknya, putusan pengadilan
memberikan sanksi yang lebih berat terhadap yang berprofesi sebagai PNS.

Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

Kejahatan korporasi umumnya dilakukan secara sistematis dan mengakibatkan dampak yang lebih
besar terhadap keanekaragaman hayati dan ekosistemnya. UUPPLH tidak mengatur mengenai
konservasi satwa liar. Hakim tidak pernah menggunakan UUPLH tetapi korupsi atau pencucian uang.

Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

a. Ruang lingkup korporasi


b. Siapa yang dapat dipidana
c. Sanksi apa yang dapat dijatuhkan

Anda mungkin juga menyukai