Egyn T Nadia - 2110131220011 - UTS PDF
Egyn T Nadia - 2110131220011 - UTS PDF
Universitas Airlangga
gaung.perwira.yustika-2019@pasca.unair.ac.id
Adam Subagyo
Universitas Airlangga
subagyo.adam@fisip.unair.ac.id
Sri Iswati
Universitas Airlangga
iswati@feb.unair.ac.id
Pendahuluan
Pendidikan formal jarak jauh telah dipelajari oleh banyak peneliti dari
berbagai sudut pandang, terutama dari sudut pandang pedagogis. Meskipun
banyak keutamaan manfaat dari pendidikan model modern seperti ini, di dalam
perjalanannya pendidikan jarak jauh masih memiliki banyak masalah. Para
pendidik dan pengelola berusaha untuk terus meningkatkan kualitas pengajaran
dan perjuangan fasilitator kelas online untuk meningkatkan kualitas Pendidikan
jarak jauh, tetapi didapatkan fakta data kelas fully online masih bukan pilihan
pertama peserta didik. Ketika diminta untuk memilih, sebagian besar siswa
masih lebih suka mengikuti kelas konvensional (Smaldino, Albright, & Zvacek,
2008). Selain itu, angka drop out untuk pendidikan formal jarak jauh pun lebih
tinggi (Simpson, 2013). Ketidak efisiennya pembelajaran, pengajaran, dan
kemajuan pendidikan jarak jauh, berdasarkan temuan, adalah karena berbagai
kesenjangan dalam pendidikan jarak jauh, kelas online terus mengalami
masalah serius, yang perlu ditangani. Tinjauan literatur menunjukkan bahwa
berhentinya mahasiswa dari perkuliahan online disebabkan oleh beberapa faktor
seperti adanya kesenjangan yakni tidak menyambungnya komunikasi antara
siswa dan tutor. Istilah kesenjangan digunakan di sini untuk menunjukkan
hubungan di antara siswa, guru, dan fasilitator/pengurus kelas online, terputus.
Artinya, jaringan komunikasi di antara peserta maupun kepada para guru virtual
tidak terhubung dan diandalkan sebagaimana mestinya.
Metode penelitian
Selain itu, tidak hanya guru harus membiasakan diri dengan perangkat
yang digunakan untuk kelas virtual sehingga dapat menggunakannya secara
efektif dalam mengajar, mereka juga harus peduli mengetahui masalah teknis
yang sering dihadapi siswa terdahulu saat berada di kelas online (Smaldino et
al., 2 0 08 ), se hi ngga t i da k pe rl u l a gi be rt a nya t e rla l u ba ny ak k e pa
da a hl i IT . Instruktur/guru adalah orang yang akan paling sering dihubungi
peserta didik, karena accessnya yang dekat. Jika peserta didik memiliki
pertanyaan tentang konten pendidikan atau masalah teknis, instruktur biasanya
adalah orang pertama yang meminta bantuan peserta didik, lingkungan online
sering menjadi tantangan bagi instruktur (Smaldino et al., 2008). Banyak
keterampilan dan teknik yang penting dalam pengaturan tatap muka di kelas
tradisional tidak terpakai di kelas online dan beberapa guru harus mempelajari
metode pengajaran baru tidak memakai cara konvensional lagi (Caplan &
Graham, 2008).
Sebagian besar universitas tidak siap untuk mengajar pelajar online dalam skala
besar dari perspektif institusional, budaya, struktur dan administrasi (Xiao,
2018). Peneliti mencatat fakta bahwa wacana yang menyentuh pendidikan jarak
jauh populer, pasar e-learning memiliki banyak hambatan dari sisi
kelembagaan, diantaranya dari sisi persaingan antar kampus. Bahkan dalam
lingkungan akademik sekalipun, branding sangat penting (Drori, 2015). Oleh
karena itu, universitas besar akan memiliki keunggulan kompetitif yang lebih
besar dengan memposisikan diri sebagai ahli dalam menciptakan materi
pelatihan dengan kualitas yang diperlukan. Mereka juga akan lebih kompetitif
karena manfaat ekonomi dari jangkauan yang dicapai. Universitas di kota besar
dapat mempromosikan layanan pendidikan mereka di daerah lebih sering
dengan membuka cabang dan kantor perwakilan. Ini memaksa perguruan tinggi
yang terdapat di daerah untuk fokus pada prinsip-prinsip pembelajaran yang
Holley, D., & Oliver, M. (2010). Student engagement and blended learning:
Portraits of risk. Computers & Education, 54(3), 693-700.
Keller, J. M., Ucar, H., & Kumtepe, A. T. (2017). Culture and Motivation in
Globalized Open and Distance Learning Spaces. Supporting Multiculturalism in
Open and Distance Learning Spaces, 146.
Nurakun Kyzy, Z., Ismailova, R., & Dündar, H. (2018). Learning management
system implementation: a case study in the Kyrgyz Republic. Interactive
Learning Environments, 1-13. https://doi.org/10.1080/10494820.2018.1427115
Perry, B., Boman, J., Care, W. D., Edwards, M., & Park, C. (2008). Why do
students withdraw from online graduate nursing and health studies education?
The Journal of Educators Online, 5(1). Retrieved from
http://www.thejeo.com/Archives/ Volume 5 Number1/PerryetalPaper.pdf
Piña, A. A. (2010). Online diploma mills: Implications for legitimate distance
education. Distance Education, 31(1), 121-126.
https://doi.org/10.1080/01587911003725063.
Ristianti, D. H., Danim, S., Winarto, H., & Dharmayana, I. W. (2019). The
Development Of Group Counselling Assessment Instruments. International
Journal of Scientific & Technology Research, 8(10), 267–272. Retrieved from
http://www.ijstr.org/paper-references.php?ref=IJSTR- 1019-23814.
Shannon, L. J. Y., & Rice, M. (2017). Scoring the Open Source Learning
Management Systems. International Journal of Information and Education
Technology, 7(6), 432-436.
Smaldino, S., Albright, M., & Zvacek, S. (2008). Teaching and learning at a
distance. M. Simonson (Ed.). Upper Saddle River, NJ: Merrill.
http://jolt.merlot.org/vol4no1/stanford-bowers0308.pdf
Slagter van Tryon, P. J., & Bishop, M. J. (2012). Evaluating social
connectedness online: The design and development of the Social Perceptions in
Learning Contexts Instrument. Distance Education, 33(3),
347-364.
Swanson, A., Hutkin, R., Babb, D., & Howell, S. (2010, Sep). Establishing the
Watson, K., McIntyre, S., & McArthur, I. (2010). Trust and relationship
building: Critical skills for the future of design education in online contexts.
Iridescent: Icograda Journal of Design Research, 1 (1).
Tallent-Runnels, M. K., Thomas, J. A., Lan, W. Y., Cooper, S., Ahern, T. C.,
Shaw, S. M., & Liu, X. (2006). Teaching courses online: A review of the
research. Review of Educational Research, 76, 93-135. Retrieved from
http://www.jstor.org.ezproxy.lib.pur-
due.edu/stable/pdfplus/3700584.pdf?acceptTC=true
Zhang, D., Zhao, J. L., Zhou, L., & Nunamaker Jr, J. F. (2004). “Can e- learning
replace classroom learning?. Communications of the ACM, 47(5), 75-79.
JURNAL NASIONAL (2)
bisyriabdkarim@gmail.com
Abstrak
Diskursus pendidikan Perguruan Tinggi era 4.0 mengemuka hingga akhir tahun
2019 seakan hilang ditelan Covid-19. Realitas tersebut mendorong penulisan ini
mengulas situasi pendidikan Perguruan Tinggi 4.0 dalam era pandemi Covid-
19. Berdasarkan analisis secara reflektif sosiologis dapat disimpulkan bahwa;
Pertama; pendidikan Perguruan Tinggi era 4.0 merupakan gagasan transformasi
sistem pendidikan tinggi menuju digitalisasi melalui resistematisasi kurikulum
akademik yang kompetibel dengan lapangan kerja industri yang mendorong
desain kebijakan pengembangan disiplin ilmu dan program studi menuju Cyber
University yang dapat menawarkan model pembelajaran daring distance
learning dengan dukungan sumber daya dosen yang profesional, responsif dan
mampu melakukan terobosan riset. Dan, kedua; pandemi Covid-19 telah
menjadi koreksi penting yang menunjukkan kelemahan utama gagasan besar
sistem digitalisasi kampus atau Cyber University dan sistem pembelajaran
daring distance learning karena sarana sistem jaringan telekomunikasi
Indonesia belum merata. Meskipun demikian, terdapat dinamika positif selama
pandemi yakni terciptanya ruang akademik virtual bagi dosen dan mahasiswa
melalui webinar dalam skala terbatas serta terjadi peningkatan literasi digital
yang masif di daerah dengan akses jaringan yang memadai.
1. Pendahuluan
mengulas situasi pendidikan Perguruan Tinggi dalam diskursus era revolusi 4.0
saat ini berada pada masa pandemi Covid-19. Berdasarkan pendahuluan di atas,
maka rumusan masalah penulisan ini adalah “Bagaimanakah gambaran
pendidikan Perguruan Tinggi era 4.0 dalam pandemi Covid-19 sebagai suatu
refleksi sosiologis?
2. Pembahasan
2.1. Hakikat Pendidikan Tinggi
Perguruan tinggi era 4.0 dikaitkan pada agenda besar perubahan arus
revolusi industri four point zero. Perkembangan ini merupakan fase keempat
revolusi industri yang dahulu dimulai pada abad ke-18. Pada tahapannya yang
paling mutakhir, revolusi industri pada babak keempat ini mengemuka dengan
krakteristik digitalisasi seluruh sektor kehidupan yang dimulai dari dunia
industri kemudian merembes ke sektor lainnya, termasuk pendidikan.
Big Data. Istilah ini menggambarkan volume data dalam jumlah yang
sangat besar. Volume informasi ini bisa disusun, diolah, dianalisa dan disimpan
secara aman oleh pengguna. Saat ini big data telah banyak digunakan di sektor
bisnis karena dapat membantu menentukan arah bisnis. Dalam dunia perguruan
tinggi, big data dapat digunakan untuk menkombinasikan seluru data dalam
operasional pengelolaan perguruan tinggi, termasuk data-data penelitian
maupun data mahasiswa dan alumni yang telah terserap ke sektor lapangan
kerja sehingga mempermudah pelayanan informasi perguruan tinggi kepada
masyarakat.
Cloud Computing. Jenis ini disebut juga dengan istilah komputasi awan
atau teknologi yang menjadikan internet menjadi pusat pengelolaan data dan
aplikasi. Pengguna komputer diberikan hak untuk mengakses berbagai server
virtual sehingga terkonfigurasi server melalui internet. Misalnya penyediaan
server virtual yang bida digunakan penggunan membuat wesite online di user
internet.
Sejelan dengan pendapat tersebut di atas, Iswan dan Herwina (2018: 21-
22) menjelaskan bahwa Perguruan tinggi memang dituntut mengantisipasi
pesatnya perkembangan teknologi dalam era revolusi industri 4.0. Langkah
antisipasi yang dilakukan mencakup penyesuaian kurikulum dengan iklim
bisnis yang berkembang. Semua hal terdorong untuk kompetitif mengikuti pola
perkembangan teknologi informasi. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa
perkembangan yang terjadi juga mempengaruhi karakter manusia dan dunia
kerja sehingga keterampilan yang dibutuhkan juga cepat berubah.
Ditinjau dari segi peserta didik, dalam era 4.0 ini mahasiswa perlu lebih
fokus pada pengembabangan keterampilan dan kreatifitas yang harus ditunjang
dengan kemampuan digital. Paradigma yang digunakan membedah perubahan
harus senantiasa fleksibel dan sensitif terhadap perubahan. Sosiologi perubahan
menunjukkan gejala interaksi dengan kemampuan multibahasa, artinya setiap
orang harus memiliki kemampuan bahasa yang cukup untuk berinteraksi dan
membangun jaringan.
a. Tragedi Akademik
Aspek budaya ini dilihat dari sudut pandang mahasiswa jauh lebih
kompleks lagi. Realitas menunjukkan banyak mahasiswa mengeluhkan biaya
aplikasi yang digunakan selama kuliah daring. Dari segi penyelesaian studi
melalui penulisan karya tulis ilmiah (skripsi) juga diusulkan untuk ditiadakan
melalui upaya petisi penghapusan skripsi dan bebas biaya kuliah di tengah
pandemi. Fenomena ini menunjukkan mentalitas peserta didik yang belum
memiliki kematangan pemecahan masalah yang baik. Padahal jika dianalisis,
tugas akhir ini bisa diselesaikan dengan beralih ke penelitian kepustakaan
(library research) pada masing-masing bidang jurusan yang dapat memperkaya
khazanah riset yang bersifat teoritik.
c. Konstuksi Kebijakan
Kebijakan kelembagaan Perguruan Tinggi hanya memperhitungkan
pencegahan Covid-19 melalui pengehentian aktivitas perkuliahan secara
langsung kemudian dialihkan ke perkuliahann daring. Hampir semua kampus
tidak memiliki tim gugus covid-19 untuk menentukan protokol perkuliahan
daring secara ketat kepada mahasiswa, termasuk pelarangan pulang kampung
dalam artian kampus membatasi mahasiswanya berada di kota untuk akses
jaringan sebagai penunjang utama perkuliahan daring. Kebiajakan tim gugus
covid-19 di tiap kampus juga bisa memberikan ruang kepada lembaga-lembaga
kemahasiswaan berperan aktif memonitoring mahasiswa secara virtual serta
memberikan edukasi kepada masyarakat secara digital.
3. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Djaman, Fahri. 2020. “Jatuh dari Menara Masjid, Mahasiswa Unhas Meninggal
Usai Cari Sinyal Internet untuk Kuliah Online” (Berita, 8 Mei 2020 17:25
WITA) Diakses di https://makassar.terkini.id/ pada tanggal 7 Juni 2020.
Olla, Kevin. 2019. “Era Revolusi Industri 4.0: Semua Hal Yang Perlu Kamu
Ketahui”. Artikel. Diakses di https://www.jagoanhosting.com pada tanggal 7
Juni 2020.
Imam Shofwan
Liliek Desmawati
Trijoko Raharjo
Abstrak:
Homeschooling merupakan pendidikan alternatif yang diselenggarakan
pada jalur pendidikan nonformal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui penerapan strategi pembelajaran Homeschooling dalam Revolusi
Industri 4.0. Metode observasi, dokumentasi, wawancara pribadi dengan Ketua,
humas, staf akademik, tutor. Penelitian ini menunjukkan (1) Strategi manajemen
pembelajaran yang sistematis: Perencanaan pembelajaran dengan kurikulum
berbasis kecakapan hidup, pelaksanaan pembelajaran dimulai dengan
memotivasi siswa, dilanjutkan dengan penyampaian materi pembelajaran dan
evaluasi pembelajaran dilakukan setiap 2 minggu sekali dalam rapat manajemen
pembelajaran kepada mengetahui perencanaan pembelajaran, pelaksanaan,
pengembangan belajar anak, metode pembelajaran dan evaluasi tutor; (2)
Strategi penyampaian pembelajaran dengan memberikan informasi atau materi
pembelajaran menggunakan metode baru Blended learning (tatap muka dan
berbasis web online) dalam strategi pembelajaran nonformal di Indonesia.
Keterbatasan penelitian ini belum menjelaskan strategi organisasi Pembelajaran
yang dijalankannya.
1. PENDAHULUAN
Pembelajaran di era Revolusi industri 4.0 atau yang dikenal dengan era
digital membutuhkan strategi yang berbeda untuk proses pembelajaran yang
efektif dan efisien. Peserta didik atau anak tidak lagi memiliki guru di dunia
nyata, tetapi juga memiliki guru di dunia tidak nyata. Jadi, dalam proses belajar
atau mendidik anak atau siswa juga harus memiliki strategi yang berbeda.
Contoh guru nyata adalah orang tua, guru di sekolah dan guru tidak nyata
contoh adalah internet, smartphone, tablet atau laptop. Selain itu, media juga
menjadi faktor penentu dalam pembelajaran di era Revolusi Industri 4.0. Karena
media pembelajaran sebagai salah satu perangkat pembelajaran yang berfungsi
atau berguna dalam membantu guru menyampaikan pesan dan bahan pelajaran
kepada siswa secara efektif dan efisien.
Homeschooling
3. METODE
5. KESIMPULAN
Daftar Pustaka
2019. .
[21] Mahak Arora, “Homeschooling in India – Pros and
Cons,” 2018. .
[22] B. Evi Fitriana, Sugeng Utaya, “Hubungan Persepsi
[29] Ş. Çepik, K. Gönen, and M. K. Sazak, “ELT instructors’ attitudes towards
the use of Blended Learning in tertiary level English language programs,” J.
Hum. Sci., vol. 13, no. 1, p. 1715, 2016.