Anda di halaman 1dari 2

Beberapa Pandangan Futuristik Mengenai Kuliah Online

Permanen
Oleh : Adyatma Bhagaskara

Sudah 9 bulan pandemi COVID-19 merajalela di Indonesia. Hal ini membuat


semua aktivitas fisik tertunda, mulai dari sekolah, perkuliahan hingga pekerjaan .
Aktivitas tersebut telah digantikan dengan mode online melalui berbagai platform
media sosial. Perubahan pola hidup ini berdampak pada berbagai sektor. Salah
satunya adalah pendidikan di perguruan tinggi.

Perkuliahan di akhir tahun 2020 menjadi momen baru bagi setiap mahasiswa,
pasalnya tidak semua mahasiswa mampu beradaptasi dengan kondisi tersebut.
Kuliah online dianggap kurang efektif dalam beberapa hal. Di lain sisi, menteri
pendidikan dan kebudayaan, Nadiem Makarim, menyampaikan wacana tentang
kuliah daring permanen. Dua hal tersebut sangatlah kontras, lantas bagaimanakah
kuliah online dapat memengaruhi universitas dan mahasiswa?.

Berdasarkan data yang dilansir dari majalah one, “75% mahasiswa mengaku kurang
paham terhadap materi yg disampaikan.” Data tersebut diambil dari survey yang
diikuti oleh 1287 mahasiswa di Amerika serikat. Hal itu menunjukkan kurangnya
efektifitas pembelajaran yang dilakukan dengan metode daring. Selain itu, ada
beberapa mata kuliah yang mengharuskan tatap muka tapi terpaksa dilakukan
secara online. Misalnya kegiatan praktikum, kegiatan praktikum online akan
mengurangi keterampilan mahasiswa dalam mengoperasikan alat-alat
laboratorium.

Selain itu, perkuliahan online juga berpengaruh terhadap pihak staff universitas.
Berdasarkan data dari New York Times pada tanggal 25 Mei 2020, menunjukkan
bahwa terjadi pemotongan gaji tenaga pengajar sebesar 10-15 % terutama pada
kampus-kampus ternama. Seperti Harvard, Cambridge, Cornell, dan Yale. Dampak
yang lain seperti pembekuan perekrutan (lembaga kerja sama), pemotongan
pengeluaran, terhentinya proses riset dan pengembangan, sampai pembatasan
jumlah mahasiswa internasional (Trump Effect).
Pada perkembangan selanjutnya, metode pembelajaran online dapat menurunkan
kecepatan pengembangan riset suatu universitas. Hal ini dikarenakan keterbatasan
akses tehadap laboratorium ataupun fasilitas kampus. Salah satu pembatasan itu
adalah durasi waktu dan jumlah orang dalam suatu tempat. Selain itu, kesejahteraan
tenaga pendidik juga perlu diperhatikan. Tanpa tenaga pendidik sebuah universitas
hanyalah tempat megah tanpa sumber ilmu.

Biaya studi mahasiswa pun seharusnya dapat dikurangi jika kuliah dilakukan secara
online. Karena dalam praktiknya hanya melakukan sharing modul dan video
pembelajaran. Hubungan sosial antara mahasiswa dengan lingkungan pun menjadi
terbatas. Mahasiswa akan sulit untuk mengaplikasikan ilmunya kepada masyarakat
karena tidak mengetahui kondisi real dari lingkungan itu sendiri. Akhirnya, ketika
mereka lulus hanya menjadi seorang penghafal ilmu. Dalam kuliah online pun,
esensi pembelajaran juga dipertanyakan. Apakah ilmu yang diberikan benar-benar
telah memanusiakan manusia atau hanya sekedar bahan penghafal bagi otak. Para
dosen sulit memonitori kehadiran mahasiswa dalam perkuliahan.

Selain itu, kemampuan setiap dosen dalam mengadakan kuliah daring pun tidak
merata. Alhasil, hasil pembelajaran mahasiswa pun jadi taruhannya. Beberapa
problem tersebut akan muncul seiring berjalannya kuliah online.

Dari beberapa fakta yang telah disebutkan, metode kuliah online memang tidak
sepenuhnya mengatasi permasalahan. Metode kuliah online yang sudah dijalankan
selama hampir 6 bulan ini juga membawa dampak yang cukup serius terhadap
kualitas pendidikan tinggi di Indonesia. Wacana kuliah online permanen mungkin
lebih baik dilakukan secara blench learning. Keuntungan dari metode ini adalah
memungkinkan fleksibilitas lebih tanpa batas ruang dan waktu. Blench Learning
merupakan hal yang sesuai dalam mengembangkan potensi keilmuan kita.
Sedangkan metode murni online hanya digunakan untuk memperluas jangkauan
pengajaran di universitas.

Anda mungkin juga menyukai