Anda di halaman 1dari 7

Belajar dari rumah adalah sebuah tameng yang dipakai

untuk menahan tuduhan bahwa selama Covid-19 sistem pendidikan vakum.

Pada jenjang yang lebih tinggi, seperti Perguruan Tinggi (PT), kebijakan belajar dari

rumah ditopang kuat dengan optimalisasi penggunaan sarana teknologi komunikasi. Dari sini,

4 “Anak-Anak Kelas Bawah Terkendala”, Kompas, Edisi Senin, 13 April 2020, 5.

Lomba Esai Kementerian Sosial Politik dan Kajian Strategis BEM USD 2020: Kuliah Dalam Jaringan
dan

Penanganan COVID-19

kemudian kita mengenal istilah “belajar online.” Sistem belajar ini diperkuat lagi dengan

istilah “e-learning.” Mekanismenya pun sepenuhnya diberikan kepada teknologi. Kuliah

online dengan aplikasi “video-conference,” penilaian dan pengiriman tugas dengan sistem

online, hingga absensi kehadiran juga dilakukan dengan sistem virtual-online. Dalam sistem

belajar berbasis online ini mengandaikan bahwa semua peserta didik dan pendidik paham

tentang teknologi dan fitur-fitur yang dioperasikan.3 Jika tidak, masalah baru muncul karena

ignorance dalam proses belajar.

Selama pandemi, pendidikan terasa adanya leap terhitung sejak awal akhir Februari

2020. Pasca instruksi pemerintah untuk belajar dari rumah, bekerja dari rumah, ataupun

beribadah dari rumah dan lain sebagainya membuat situasi di Indonesia menjadi beda. Hal ini

juga berdampak dalam proses pendidikan. Bagaimana tidak, hampir 100% aktivitas kerja dan

sekolah dilakukan dari (di) rumah. Dengan fenomena ini teknologi menjadi penguasa yang

membius mata masyarakat. Serba-serbi kehidupan diwarnai oleh dunia online. Absensi,

materi pembelajaran, tugas, kuis, ulangan harian, dan berbagai ujian dilakukan dari (di)

rumah via berragam aplikasi yang ada dalam jasa daring. Dengan adanya sistem ini seolah
semua orang telah pandai dengan sistem daring.

Akan tetapi, fenomena di lapangan mengafirmasi adanya kendala yang tak terelakkan.

Hal ini disebabkan oleh ‘dosa’ masa lalu proses pendidikan Indonesia, masih menjadi momok

mematikan bagi proses pembelajaran daring. Kita perlu menyadari bahwa tidak semua

mahasiswa berasal dari keluarga kelas menengah ke atas.4 Tidak semua mahasiswa dan

pengajar di Indonesia menikmati proses ‘milenial’ ini. Tidak semua mereka memiliki gawai

dan leptop. Ada yang punya tetapi susah untuk mendapatkan akses internet. Bahkan di daerah

tertentu tidak ditemukan jaringan internet. Ada yang tidak memiliki dua-duanya.

Selain itu, kapabilitas dan kreativitas para dosen adalah salah satu tuntutan terbesar

dalam sistem perkuliahan daring atau jarak jauh di satu sisi. Di lain sisi, ketekunan,keseriusan

mahasiswa menjadi tuntutan lain. Akan tetapi keduanya tidak terlepas dari jaringan atau

koneksi. Hal ini tentunya menjadi salah satu faktor penentu dalam pelaksaan perkuliahan

online. Sistem ini sebenarnya sebuah peralihan metode face to face (jarak dekat) ke metode

screen to screen (jarak jauh). Dasarnya adalah ketersediaan semua informasi yang relevan

secara real time melalui jaringan dengan menghubungkan orang, benda dan sistem

dioptimalkan, terorganisir secara mandiri dan penciptaan nilai lintas jaringan yang dapat

3 Bdk. Elena G. Popkova · Yulia V. Ragulina Aleksei V. Bogoviz (Ed), Industry 4.0: Industrial
Revolution of

the 21st Century, (Poland: Polish Academy of Sciences, 2019), 98.

Lomba Esai Kementerian Sosial Politik dan Kajian Strategis BEM USD 2020: Kuliah Dalam Jaringan
dan

Penanganan COVID-19

sesuai dengan berbagai kriteria, seperti biaya, ketersediaan dan sumber daya.5 Tentunya

sistem ini mempunyai visi yang sangat membantu mahasiswa dan pengajar dalam keadaan
apa pun dan di mana pun tetap bisa melaksanakan perkuliahan.

Lalu, seberapa efektif model pembelajaran online ini berpengaruh bagi proses belajar

para peserta didik atau mahasiswa? Dari fenomena yang terlihat, intensitas ketertarikan

peserta didik dalam mengikuti kuliah online sangat kecil. Bahkan, kebanyakan menciptakan

kejenuhan dalam proses belajar. Beberapa mahasiswa merasa kehilangan momen perjumpaan

langsung dengan dosen-dosen favorit. Seperti tak ada yang dipelajari selama semester ini. Ini

reaksi-reaksi spontan yang disampaikan mahasiswa terkait sistem belajar virtual-online.

Intensitas ketertarikan pada sistem belajar online tentunya membuat seseorang tidak

produktif dan memilih absen. Padahal, kehadiran (presence) merupakan salah satu tolok ukur

dalam membantu proses internalisasi pendidikan dalam kegiatan belajar. Dari sharing banyak

mahasiswa, kebanyakan telah memilih pulang kampung dan berlibur. Tak ada kuliah. Kuliah

memberatkan karena memerlukan data dan harus mencari tempat baik agar terkoneksi.

Kuliah online dengan kata lain menambah beban perkuliahan karena harus membeli data agar

bisa masuk dalam kelas video-conference dan mendownload-upload tugas perkuliahan.

Hemat penulis, sistem perkuliahan daring di tengah pandemi adalah sebuah solusi dan

sekaligus pelarian. Mengapa demikian? Dapat dikatakan solusi jika pihak universitas atau

fakultas telah memberikan input dan praktik skill dalam penetrasi berbagai fasilitas “e-

learning”. Pemantapan dalam soal fasilitas dan skill para pengajar menjadi salah satu standar

penting dalam perkuliahan daring. Sementara di lain sisi, dapat dikatakan sebagai pelarian

jika proses perkuliahan yang terjadi dalam kebingugan, entah karena sarana maupun skill

minimalis dari para dosen. Hal ini diafirmasi oleh banyaknya keluhan dari mahasiswa.

Perkuliahan online hanyalah judul belaka. Banyak dosen kebingungan, dalam waktu singkat
harus mempelajari macam-macam sarana pembelajaran daring.6 Karena tuntutan segera

melanjutkan proses pembelajaran, metode ralat dan galat (trial and error) terpaksa di

terapkan. Dan yang terjadi adalah para pengajar hanya dan selalu memberikan tugas online

setiap kali jam pelajarannya, tanpa mengadakan tatap muka dengan menggunakan berbagai

aplikasi yang ada.

Tanggungjawab utama dari para pendidik ialah bahwa mereka tidak hanya sadar akan

prinsip-prinsip umum pembentukan pengalaman saat ini dengan menciptakan kondisi

5 Ulrich Sendler (Ed), The Internet of Things: Industrie 4.0 Unleashed, (Regensburg, Germany:

Zweigniederlassung, 2016), 17.

6 Angga Indraswara, “Pendidikan Solidaritas Kemanusiaan”, Opini Kompas, Jumat, 15 Mei 2020, 7.

Lomba Esai Kementerian Sosial Politik dan Kajian Strategis BEM USD 2020: Kuliah Dalam Jaringan
dan

Penanganan COVID-19

lingkungan tertentu, tetapi mereka juga menerima dalam bentuk konkret hal-hal di sekitarnya

yang sangat kondusif bagi perolehan pengalaman yang menuntun pada pertumbuhan dan

pencapaian ilmu yang diperoleh peserta didik.7 Namun situasi sekaramg sangat memberi

beban pada mahasiswa dan membuat pengalaman perkuliahan menjadi sesuatu yang

membosankan, bahkan bisa sampai pada titik kejenuhan dan berdampak pada tidak

berkualitasnya pendidikan yang diperoleh. Mahasiswa terengah-engah mengikuti proses

pembelajaran. Dalam sekejap tugas menumpuk. Mereka dituntut bertransformasi jadi

pembelajar mandiri dalam waktu semalam.8 Ini didasarkan kegagapan para pengajar yang

tidak mempunyai skill khusus dalam bidang ini atau tidak adanya keseriusan dari pihak

universitas atau fakultas dalam merespon dan memaksimalkan perkembangan teknologi


dalam dunia pendidikan. Hal ini nyata ketika dunia pendidikan berhadapan dengan situasi

pandemi. Ada begitu banyak lembaga pendidikan yang tidak siap untuk melaksanakan sistem

pembelajarannya secara online. Jika terjadi, maka itu bisa saja ikut-ikutan dan terpaksa.

Rasanya pendidikan gaya lama masih sangat dominan.

Akhir Kata

Perkuliahan daring di tengah pandemi Covid-19 sering dikatakan sebagai kurikulum

darurat. Kurikulum ini bisa dikatakan sebagai babak baru dalam sistem pendidikan di

Indonesia. Ketersediaan software (piranti lunak), website, akses internet, listrik, gadget, dan

komputer menjadi ciri khas implementasi model ini.9 Karakteristik proses pendidikan abad

ke-21 selalu menemui tantangan dan juga sekaligus mendatangkan peluang baru. Gejala ini

hadir sebagai konsekuensi dari perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Reformasi pendidikan yang berasal dari pengembangan model kurikulum virtual akan

berdampak pada terciptanya sistem pendidikan gaya baru. Lyn Haas menegaskan bahwa

pendidikan itu harus bersifat demokratis, yakni; pendidikan untuk semua.10 Hal ini senada

dengan spirit pasal 31 ayat (1) UUD 1945, “semua warga negara berhak mendapatkan

pendidikan”, maka semua mahasiswa dan pengajar seharusnya memperoleh perlakuan yang

sama, memberikan skill dan keterampilan yang sesuai dengan kemajuan teknologi terkini,

kemampuan komunikasi global.

7 John Dewey . Experience and Education, (India: AAAKAR Books, 2004), 40. 8 Angga Indraswara,
“Pendidikan Solidaritas Kemanusiaan”, 7.

9 Bdk. Ulrich Sendler (Ed), The Internet of Things: Industrie 4.0 Unleashed, 31-33. 10 Dede
Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, (Jakarta: Kencana, 2004), 19.
Lomba Esai Kementerian Sosial Politik dan Kajian Strategis BEM USD 2020: Kuliah Dalam Jaringan
dan

Penanganan COVID-19

Semoga wabah Covid-19 ini tidak hanya membawa kepanikan di ruang publik, tetapi

ini menjadi salah satu titik pacu bagi bangsa Indonesia, khususnya pemerintah dan

kementerian terkait untuk berkonsentrasi penuh mengerahkan seluruh anggaran pendidikan

tahun ini untuk menciptakan kurikulum virtual; proses belajar mengajar via teknologi daring,

sambil menyiapkan sarana prasarana pendukung, ketersediaan jejaring internet, manajerial

demokratis yang berdaya saing, sampai pada keterlibatan masyarakat secara berkelanjutan.

Pemerataan kualitas dan kuantitas pendidikan di Indonesia menjadi kewajiban yang mesti

diprioritaskan, sesuai amanat sila ke-5 Pancasila; keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia. Indonesia yang adil; sama rasa–satu rasa, proses pendidikan wajib memberi

kenyamanan bagi seluruh peserta didik dan pendidik se-Indonesia Raya.

Daftar Pustaka

Kompas, Edisi Kamis, 30 April 2020.

Tempo, Edisi 15-21 Juni 2020.

Kompas, Edisi Senin, 13 April 2020.

Indraswara, Angga., Opini Kompas, Jumat, 15 Mei 2020, 7.

G. Elena, Popkova, V. Yulia Aleksei, Ragulina Bogoviz, V (Ed).,

Industry 4.0: Industrial Revolution of the 21st Century, Poland: Polish Academy of Sciences,

2019.

Sendler, Ulrich (Ed), The Internet of Things: Industrie 4.0 Unleashed, Regensburg, Germany:

Zweigniederlassung, 2016.
Dewey, John., Experience and Education, India: AAAKAR Books, 2004.

Rosyada, Dede., Paradigma Pendidikan Demokratis, Jakarta: Kencana, 2004.

Anda mungkin juga menyukai