Anda di halaman 1dari 6

Berdasarkan hasil analisis kebutuhan pelatihan (Training Need Assessment), terdapat beberapa

permasalahan yang muncul pada Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Berbagai
permasalahan tersebut berasal dari anggota institusi yaitu tenaga pengajar (dosen) dan juga
pelajar (mahasiswa). Adapun permasalahan tersebut berkaitan dengan kegiatan pembelajaran
jarak jauh secara daring di Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Fakultas Psikologi telah berupaya maksimal untuk memfasilitasi keberlangsungan


proses belajar mengajar dengan membekali pengajar serta pelajar mengenai cara menggunakan
teknologi dalam proses pembelajaran jarak jauh secara daring. Penyuluhan ini diberikan oleh
Lembaga Penjamin Mutu (LPM) UIN Ar-Raniry Banda Aceh dengan menyediakan Sistem
Informasi Akademik (SIAKAD). Pada dasarnya SIAKAD sebagai media untuk mendapatkan
informasi terkait Kartu Rencana Studi (KRS), Kartu Hasil Studi (KHS), dan profil mahasiswa.
Namun, selama masa pandemi SIAKAD juga berfungsi sebagai media yang memberi informasi
kepada mahasiswa mengenai absensi perkuliahan, mempermudah dalam membuat surat yang
dibutuhkan, tautan zoom meeting, gloogle classroom, dan informasi lainnya mengenai pengajar
misalnya, alamat email dan nomor telepon. Meskipun begitu, pihak institusi UIN Ar-Raniry
mengakui bahwa masih mengalami kendala dan kekurangan terkait sistem teknologi yang
tersedia.

Proses pembelajaran jarak jauh secara daring telah dilakukan selama masa
pandemi yang melibatkan pengajar dan pelajar (mahasiswa). Ditinjau dari tenaga pengajar,
beberapa pengajar telah berusaha maksimal dalam mempertahankan kualitas bahan ajar yang
diberikan. Diketahui bahwa beberapa dosen menggunakan berbagai media pembelajaran guna
memaksimalkan variasi dalam mengajar agar menarik. Misalnya dengan menggunakan video
pembelajaran yang di unggah melalui youtube, menggunakan aplikasi canva sebagai media
untuk membuat presentasi yang menarik, membuat kuis atau ujian melalui formulir google, serta
menggunakan metode diskusi dengan melibatkan beberapa kasus melalui google classroom
maupun whatsapp group. Beberapa media tersebut dijadikan sebagai wadah untuk mahasiswa
menerima informasi pembelajaran secara daring dengan menggunakan teknologi yang biasa
disebut sebagai e-learning.

Hartanto (2016) menjelaskan e-learning sebagai keaktifan pelajar dalam


menggunakan informasi dan melakukan komunikasi untuk dapat belajar kapanpun dan
dimanapun. Dalam hal ini juga berkaitan pada bagaimana kesiapan individu dalam menggunakan
e-learning. Lebih lanjut, Bowles (2004) juga menyatakan bahwa e-readiness merupakan seberapa
siap aspek-aspek yang ada di dalam organisasi untuk bisa mengimplementasikan e-learning,
yang dilakukan sebelum organisasi mengenalkan e-learning. E-readiness juga dibutuhkan dalam
proses belajar mengajar, baik pada pengajar yang memberikan materi melalui teknologi, maupun
pelajar yang menerima informasi.

Penggunaan teknologi dan informasi bagi para pengajar juga menjadi kendala,
diketahui bahwa terdapat beberapa dosen yang belum optimal dalam memvariasikan dan
menggunakan berbagai alat bantu mengajar. Kendala yang ditemukan yaitu antara lain dosen
yang kesulitan menggunakan alat bantu mengajar yang berbasis teknologi dan informasi. Hal ini
juga berkaitan dengan gangguan eksternal yang dialami dosen, misalnya ketika bekerja dari
rumah (Work From Home) membuat sebagian pengajar sulit mengatur waktu antara jadwal
mengajar dan pribadi lainnya. Hal tersebut menyebabkan dosen menggunakan media
pembelajaran daring yang minim, seperti memberikan materi dan referensi buku atau jurnal
untuk dibaca mahasiswa lewat google classroom atau whatsapp grup, memberikan tugas tanpa
penjelasan secara mendetail, serta terdapat dosen yang kurang dapat mengelola kelas yang
diampu sehingga dapat memengaruhi respon mahasiswa. Menurut Korth, Erickson, dan Hall
(2009) pengajar yang memiliki kesiapan dalam pembelajaran dalam kondisi apapun akan
meningkatkan kualitas sebagai pengajar. Oleh sebab itu, performa dosen yang menurun akan
mengakibatkan performa belajar mahasiswa yang juga menurun.

Menurunnya performa sebagian pengajar juga tidak terlepas dari adanya rasa
jenuh. Kejenuhan pengajar dalam bekerja secara daring akhirnya membuat bahan ajar yang
disusun oleh beberapa pengajar tampak kurang maksimal. Misalnya pengajar sulit
mempertahankan kualitas dan juga kreativitas dalam membuat bahan ajar yang menarik. Hal
tersebut dikarenakan tuntutan tugas dan pembuatan bahan ajar dalam pembelajaran daring lebih
kompleks dari kegiatan pembelajaran sebelumnya (tatap muka).

Proses belajar yang lebih kompleks salah satu alasan yang dapat memengaruhi
materi yang diterima oleh mahasiswa dan kurangnya pehamanan yang didapatkan. Namun,
berdasarkan teori regulasi diri dalam belajar, mahasiswa dapat melakukan meningkatkan regulasi
diri dalam belajar yang dapat mengintegrasikan banyak hal tentang belajar efektif. Pengetahuan,
motivasi, dan disiplin diri atau volition (kemauan‐diri) merupakan faktor-faktor penting yang
dapat memengaruhi regulasi diri dalam belajar (Woolfolk, 2008). Dengan kata lain, mahasiswa
dalam mencari cara atau mengontrol diri untuk tetap fokus dan aktif dalam pembelajaran asalkan
memiliki kemauan diri dalam melakukannya.

Kendala atau kesulitan pembelajaran daring tidak hanya dirasakan oleh para
pengajar, namun juga dirasakan para pelajar (mahasiswa). Salah satu hambatan mendasar bagi
para mahasiswa dalam mengikuti perkulihan daring ialah permasalahan teknis. Berdasarkan hasil
laporan yang diterima pengajar, mahasiswa sering mengaku bahwa tidak dapat mengikuti
perkuliahan secara maksimal akibat terbatasnya kuota, sinyal yang kurang memadai, lokasi
tempat tinggal yang kurang kondusif, serta keterampilan dalam menggunakan teknologi yang
masih kurang. Hal ini dapat memengaruhi proses belajar pada mahasiwa. Akan tetapi, para
pengajar juga tidak dapat banyak membantu selain menerima alasan yang diberikan para
mahasiswa.

Para pengajar berharap bagi para mahasiswa agar dapat mencari cara untuk dapat
menyelesaikan permasalah teknis tersebut. Misalnya apabila jaringan yang kurang baik pada saat
di rumah, para mahasiswa dapat berpindah tempat/lokasi agar mendapatkan sinyal yang lebih
baik. Para pengajar berharap bahwa mahasiswa memiliki motivasi yang lebih baik lagi dalam
mengikuti pembelajaran jarak jauh secara daring, agar permasalahn tersebut dapat teratasi
dengan optimal. Menurut Gie (1995) pendorongan diri (motivasi) yang kuat akan melahirkan
minat besar untuk melakukan studi dengan sepenuh kemampuan. Lebih lanjut, Zimmerman
(2000) juga menjelaskan bahwa motivasi merupakan bagian dari proses pelajar dalam mengatur
dirinya. Diharapkan dengan meningkatnya motivasi belajar pada mahasiswa dapat berpengaruh
pada bagaimana mahasiswa mengontrol pengetahuan dan keterampilan‐keterampilan yang
dimilikinya untuk mencapai pembelajaran yang efektif.

Kendala selanjutnya yang dialami mahasiswa ialah terkait finansial yang


berpengaruh pada kuota belajar yang digunakannya. Berdasarkan hasil wawancara, tidak semua
mahasiswa mampu membeli kuota yang cukup untuk mengikut perkuliahan daring. Maka dari
itu, beberapa mahasiswa psikologi UIN Ar-Raniry Banda Aceh mengikuti kegiatan perkuliahan
daring sembari bekerja. Hal ini memunculkan permasalahan lainnya, seperti mahasiswa kesulitan
untuk mengatur waktu antara menyelesaikan tuntutan perkuliahan dengan aktivitas bekerja. Hal
ini juga disampaikan oleh pihak institusi dan dosen, dimana mahasiswa masih kurang
bertanggungjawab dan kurang memprioritaskan perkuliahan khususnya selama masa pandemi
Covid-19. Hal ini berkaitan dengan bagaimana seseorang mengatur perilakunya untuk bertindak
dan menetapkan tujuannya.

Menurut Zimmerman (1994) penentuan tujuan dapat menjadi standar yang


mengatur tindakan individu. Selain penentuan tujuan yang masih kurang, pengaturan waktu yang
efektif juga dibutuhkan bagi mahasiswa. Schunk dan Zimmerman (1994; 1998) mengatakan
bahwa mengelola penggunaan waktu secara efisien, strategi yang kuat dalam mencapai tujuan,
dan menetapkan tujuan dengan spesifik merupakan kompenan keterampilan yang dibutuhkan
dalam belajar. Dengan begitu mahasiswa dapat lebih mudah mengatur waktu dan menentukan
aktivitas berdasarkan prioritasnya.

Pembelajaran daring yang dilaksanakan para mahasiswa mendapat berbagai


respon. Pada sebagian mahasiswa terlihat bersemangat mengikuti perkuliahan dengan
mempersiapkan dirinya dengan baik, seperti menyusun jadwal, membuat suasana ruangan seperti
pada saat kuliah (tatap muka) dengan kondusif, dan mendengarkan dosen dengan seksama.
Namun, terdapat juga mahasiswa yang enggan untuk banyak terlibat dalam perkuliahan yang
dilaksanakan. Menurut Zimmerman (2002) individu yang enggan dalam melakukan suatu
kegiatan dapat dengan mudah kehilangan minat jika tidak didorong dan dibimbing secara sosial.
Motivasi para pelajar dapat sangat meningkat ketika dan jika pelajar menggunakan proses
pengaturan diri yang berkualitas tinggi, seperti pemantauan diri yang ketat. Pelajar yang
memiliki kemampuan untuk mendeteksi kemajuan dalam belajar akan meningkatkan tingkat
kepuasan diri dan keyakinannya untuk tampil pada tingkat keterampilan yang tinggi (Schunk,
1983). Dengan begitu diharapkan mahasiswa dapat lebih meningkatkan keyakinan serta
keinginan dalam mengikuti perkuliahan daring.
Hal lainnya yang menyebabkan mahasiswa kurang maksimal dalam mengikuti
pembelajaran daring ialah mahasiswa sangat sulit untuk melakukan diskusi secara dinamis dan
mandiri pada saat pembelajaran daring. Hal tersebut membuat beberapa mahasiswa memilih
untuk kurang aktif dalam kegiatan diskusi yang dilakukan. Dalam hal ini dibutuhkan pengaturan
diri pada mahasiswa dalam proses belajar. Kemampuan individu dalam mengatur dirinya atau
yang biasa disebut dengan regulasi diri adalah individu yang berusaha merubah kinerja atau
perilaku yang berdampak pada perubahan lingkungan (Latipah, 2010). Artinya, mahasiswa yang
kurang aktif dalam proses belajar memiliki regulasi diri yang cenderung rendah.

Menurut Borkowski, Carr, Rellinger, dan Pressley, (dalam pers Zimmerman &
Martinez-Pons, 1986, 1990) ketika pelajar menghadapi hambatan seperti kondisi belajar yang
buruk, pengajar yang membingungkan, atau buku teks yang sulit dipahami, pelajar dapat
menemukan cara untuk melewatinya dengan baik. Regulasi diri dalam belajar melihat akuisisi
sebagai proses yang sistematis dan terkendali, dan menerima tanggung jawab yang lebih besar
untuk hasil pencapaian yang dituju.

Selama proses perkuliahan daring berlangsung diketahui mahasiswa sering tidak


mengaktifkan kamera pada saat perkuliahan sinkronus dengan alasan kuota yang terbatas
ataupun sinyal yang kurang baik. Hal tersebut juga dimanfaatkan oleh beberapa mahasiswa
lainnya untuk ikut menonaktifkan kamera pada saat perkuliahan. Akan tetapi, para pengajar juga
kehilangan profil setiap mahasiswanya. Para pengajar tidak dapat melihat secara daring
bagaimana bahasa tubuh maupun profil lainnya yang ada dalam diri mahasiswa dan hal ini
memengaruhi pandangan/penilai diri mahasiswa secara personal. Hal ini juga dijelaskan oleh
Zimmerman (1989) bahwa salah satu faktor yang memengaruhi regulasi diri dalam belajar
adalah proses yang terjadi pada diri pelajar itu sendiri atau orang yang saling berhubungan
dengannya. Lingkungannya dalam perkuliahan ialah pengajar dan mahasiswa lainnya.

Zimmerman (1989) menambahkan proses personal meliputi pengetahuan pelajar,


metakognitif (proses pengambilan keputusan), tujuan dan kondisi akademik, dan kondisi afektif.
Menurut Moore (1991; 1993) pengajar dan pelajar dalam pembelajaran daring jarak jauh selalu
dipisahkan oleh ruang maupun waktu, dimana pemisahan oleh ruang ini menciptakan jarak
psikologis atau transaksional antara pelajar dan instruktur. Lebih lanjut, Moore (1993)
menjelaskan bahwa jarak transaksional ini mempengaruhi hubungan pengajar dan pelajar dalam
tiga unsur yaitu dialog, struktur, dan otonomi pelajar. Maka, dapat diketahui bahwa perilaku
enggan untuk terlibat secara langsung dalam kegiatan perkuliahan daring diakibatkan oleh jarak
transaksional yang memengaruhi kualitas dialog, struktur, dan otonomi pelajar.

Pada saat ini mahasiswa juga mulai merasa jenuh dan tidak bersemangat dalam
mengikuti kegiatan perkuliahan secara daring. Hal ini dikarenakan tuntutan tugas yang lebih
banyak dibandingkan pada saat perkuliahan tatap muka. Kejenuhan dalam belajar adalah rentang
waktu tertentu yang digunakan untuk belajar, tetapi tidak mendatangkan hasil. Mahasiswa yang
yang mengalami kejenuhan belajar merasa seakan-akan pengetahuan dan kecakapan yang
diperoleh dari belajar tidak ada kemajuan (Syah, 2002). Sistem pembelajaran daring menuntut
mahasiswa untuk mandiri dan bertanggung jawab selama proses belajar, karenanya pelajar harus
mampu meregulasi, mengatur, dan mengontrol proses belajarnya. Sebaliknya, jika pelajar tidak
mampu meregulasi proses belajar akan berakibat terganggunya pembelajaran, seperti munculnya
kejenuhan belajar (Muna, 2013). Untuk mereduksi (mengurangi) tingkat kejenuhan belajar
pelajar harus mampu mengatur sendiri proses belajarnya, sehingga membutuhkan regulasi diri
dalam mengikuti proses pembelajaran. Regulasi diri merupakan dasar kesuksesan belajar,
pemecahan masalah, transfer belajar, dan kesuksesan belajar secara umum (Muna, 2013).

Pengelolaan waktu juga menjadi kendala pada mahasiswa dalam pembelajaran


jarak jauh secara daring. Mahasiswa yang mampu mengelola waktu dengan benar, dapat
dikatakan ia mampu mengelola dirinya dengan baik (Mulyani, 2013). Zimmerman (1989) yang
mengatakan bahwa individu yang mempunyai regulasi diri dalam belajar tinggi adalah individu
yang efektif menggunakan potensinya untuk memonitor, mengatur dan mengontrol kognisi,
motivasi, dan perilakunya dalam proses belajar. Hal ini berkaitan bagaimana mahasiswa dapat
mengatur dirinya dalam mengerjakan dan mengumpulkan tugas, hadir dalam perkuliahan tepat
waktu, selalu mengisi tautan hadiran, dan disiplin dalam perkuliahan.

Berdasarkan hasil wawancara pada mahasiswa, dikarenakan beberapa dosen


memberikan tenggat waktu yang cukup panjang bagi mahasiswa dalam menyelesaikan tugas,
sehingga mahasiswa memilih untuk menunda dalam menyelesaikan tugas serta memilih untuk
melakukan aktivitas lain. Pada akhirnya hal tersebut membuat mahasiswa terlambat
mengumpulkan tugas, terlambat mengikuti perkuliahan, dan tidak disiplin dalam mengumpulkan
tugas. Manajemen waktu merupakan perencanaan dan pengaturan waktu yang digunakan dalam
melaksanakan aktivitas setiap hari sehingga individu dapat menggunakan waktu secara efektif
dan efisien (Mulyani, 2013). Selanjutnya, hasil penelitian Yulinawati (2009) mengenai regulasi
diri dalam belajar mahasiswa menunjukan bahwa selain manajemen waktu dan usaha dalam
mengatur belajarnya, mahasiswa juga mengatur lingkungan fisiknya agar kondusif sehingga
dapat menunjang aktivitas belajarnya. Dalam hal ini juga diperngaruhi oleh diri (personal) dan
perilaku pada setiap individu dengan melibatkan pemantauan diri, asesmen diri, dan reaksi diri
(Zimmerman, 1989).

Berdasarkan data analisis kebutuhan pelatihan, dapat disimpulkan bahwa


mahasiswa mengalami kesulitan dalam melakukan regulasi diri dalam kegiatan belajar secara
daring. Zimmerman (2000) mendefinisikan regulasi diri sebagai pikiran, perasaan, dan tindakan
yang dihasilkan sendiri, direncanakan, dan disesuaikan secara siklus untuk pencapaian tujuan
pribadi. Adapun permasalahan tersebut dapat diatasi dengan melakukan perbaikan diri
berdasarkan unsur-unsur regulasi diri dalam belajar yang meliputi penetapan tujuan, penataan
lingkungan, upaya pengaturan untuk mencapai tugas, evaluasi diri, manajemen waktu, dan
regulasi fisik, serta sosial dalam mencari bantuan (Zimmerman & Risemberg, 1997;
Zimmerman, 2000).
Apabila mahasiswa telah memiliki regulasi diri yang baik dalam belajar, maka
mereka akan memiliki keterampilan untuk mengatur diri sendiri (Fisher & Baird 2005; Ally
2004). Hal tersebut dapat meningkatkan hasil belajar atau prestasi akademik mahasiswa (Nota,
Soresi, & Zimmerman 2004; Schunk & Zimmerman 1998; Zimmerman & Schunk, 2001). Oleh
karena itu, adapun intervensi yang dapat diberikan terhadap masalah utama dalam analisis
kebutuhan pelatihan adalah dengan memberikan pelatihan regulasi diri dalam pembelajaran
daring pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Anda mungkin juga menyukai