BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Jenis Pencemaran
1. Pencemaran Udara.
Pencemaran udara tidak selalu dikarenakan oleh ulah manusia. Pencemaran udara bisa juga
disebabkan oleh kejadian alam misalnya gunung meletus. Hasil dari letusan gunung berapi
tersebut membawa partikel-partikel logam yang berbahaya. Akan tetapi, penyebab utama
pencemaran udara di Indonesia biasanya terjadi akibat polusi kendaraan bermotor roda dua, tiga
dan juga empat.
a. Asap Rokok.
Seperti yang sudah diketahui bersama, sebagian besar orang-orang terkaya yang berada di
Indonesia adalah bos besar dari perusahaan rokok. Oleh karena itu, tidak heran jika asap rokok
menjadi penyumbang pencemaran udara yang paling besar. Kandungan-kandungan yang
berbahaya yang ada di dalam rokok seperti tar dan juga nikotin. Maka asap yang ditimbulkan
juga berbahaya.
b. Ozon (O3)
Sudah menjadi rahasia publik jika lapisan ozon sudah mulai menipis. Lapisan penghalang
buruknya sinar matahari tersebut justru menjadi boomerang bagi bumi. Polutan ozon adalah
polutan yang paling berbahaya. Penangannya juga sangat sulit sebab tidak dapat dideteksi. Perlu
untuk diketahui, polutan ozon akan menyebabkan kerusakan pada paru-paru.
2. Pencemaran Air.
Air yang bersih adalah air yang tidak berbau dan juga tidak berwarna. Sehingga jika diemui air
yang berbau, berwarna dan juga terdapat biota yang mati di dalamnya, air tersebut terindikasi
sudah tercemar. Pencemaran pada air bisa dikarenakan oleh hal-hal berikut:
Limbah pabrik, nuklir dan juga industri mengandung zat-zat kimia yang berbahaya. Salah
satunya adalah radioaktif. Pembuangan limbah dengan sembarangan ke sungai sangat
membahayakan. Sebab zat berbahaya akan tercampur dengan air sungai. Hal tersebut
mengancam keberadaan biota sungai dan juga lingkungan di sekitarnya.
Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak memang telah dilarang. Akan tetapi,
tetap saja ada oknum-oknum nakal yang masih menggunakan cara tersebut. Penangkapan dengan
bahan peledak memang dinilai efektif. Tidak akan memakan waktu yang lama dan juga akan
memperoleh hasil tangkapan yang melimpah. Namun, hal tersebut merupakan salah satu
penyebab dari pencemaran air.
c. Pestisida.
Limbah pertanian sesungguhnya tidak membahayakan. Akan tetapi, penggunaan pestisida yang
berlebih dan juga pupuk kimia itulah yang akan menyebabkan pencemaran air. Limbah pertanian
yang di dalamnya terdapat pestisida yang berlebih dan juga pupuk kimia tersebut akan mengalir.
Yang selanjutnya hal tersebut akan menimbulkan pencemaran pada air.
d. Sampah
Sampah menjadi masalah yang paling utama di zaman sekarang. Kesadaran manusia akan
lingkungan sepertinya sudah sangat rendah. Sampah-sampah rumah tangga yang dibuang di
sembarang tempat. Mulai dari lorong air kecil atau selokan sampai ke sungai telah dipenuhi
sampah. Padahal, sampah menjadi salah satu penyebab utama dari pencemaran air.
3. Pencemaran Tanah.
Suatu tanah dapat dikatakan telah tercemar saat tanah itu tidak dapat lagi digunakan untuk
kebutuhan manusia. Kebutuhan yang dimaksud contohnya bercocok tanam. Selain itu, tanah
yang gersang juga salah satu ciri tanah yang sudah tercemar. Penyebab dari pencemaran tanah,
yaitu:
a. Senyawa asam.
b. Pestisida berlebih.
c. Pupuk kimia.
Lalu, bagaimanakah pandangan kita (orang Kristen) terhadap alam atau lingkungan
hidup? Alkitab sebagai sumber nilai dan moral kristiani menjadi pijakan dalam
memandang dan mengapresiasi alam. Alkitab sebenarnya mengajak manusia memberikan
penghargaan yang tinggi terhadap ciptaan Allah lainnya, termasuk alam atau lingkungan
hidup. Perhatikanlah kajian teologis berikut ini:
Kebesaran Tuhan yang Maha agung bagi karya ciptaan-Nya (dalam artian lingkungan hidup)
tampak dalam Mazmur 104. Perikop ini menggambarkan ketakjuban pemazmur yang telah
menyaksikan bagaimana Tuhan yang tidak hanya mencipta, tapi juga menumbuhkembangkannya
dan terus memelihara ciptaan-Nya. Ayat 13, 16, 18, dan 17 misalnya, menggambarkan pohon-
pohon diberi makan oleh Tuhan, semua ciptaan menantikan makanan dari Tuhan. Yang menarik
adalah bukan hanya manusia yang menanti kasih dan berkat Allah, tapi seluruh ciptaan (unsur
lingkungan hidup). Di samping itu, penonjolan kedudukan dan kekuasaan manusia atas ciptaan
lainnya di sini tidak tampak. Itu berarti bahwa baik manusia maupun ciptaan lainnya tunduk pada
kemahakuasaan Allah. Dalam ayat 30, secara khusus dikatakan: "Apabila Engkau mengirim roh-
Mu, mereka tercipta, dan Engkau membaharui muka bumi." Kata "roh" sering kali dikaitkan
dengan unsur kehidupan, atau hidup itu sendiri. Ini berarti seluruh makhluk ciptaan di alam
semesta ini diberikan unsur kehidupan oleh Tuhan. Ayat ini jelas menunjukkan bahwa bukan
hanya manusia yang diberi kehidupan, tapi juga ciptaan lainnya. Betapa berharganya seluruh
ciptaan di hadapan Tuhan. Roh Allah terus berkarya dan memberikan kehidupan.
Dalam perikop ini diungkapkan dimensi kosmologis yang terkait erat dengan hal keutamaan
Kristus, khususnya karya pendamaian, penebusan, dan penyelamatan-Nya atas semua ciptaan.
Dalam ayat 23 dikatakan bahwa Injil diberitakan kepada seluruh alam. Melalui Kristus dunia
diciptakan, dan melalui Kristus pula Allah berinisiatif melakukan pendamaian dengan ciptaan-
Nya. Sekarang alam berada di bawah kuasa-Nya dan dengan demikian kosmos mengalami
pendamaian. Bagian ini juga menekankan arti universal tentang peristiwa Kristus melalui
penampilan dimensi-dimensi kosmosnya dan melalui pembicaraan tentang keselamatan bagi
seluruh dunia, termasuk semua ciptaan. Kristus membawa pendamaian dan keharmonisan bagi
semua ciptaan melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Penebusan Kristus juga dipahami sebagai
penebusan kosmos yang mencakup seluruh alam dan ciptaan. Penyelamatan juga mencakup
pendamaian atau pemulihan hubungan yang telah rusak antara manusia dan ciptaan lainnya.
Kesadaran bahwa seluruh ciptaan berharga di mata Tuhan, membawa kita untuk membangun
sikap solidaritas dengan alam. Kita memperlakukan lingkungan hidup sebagai sesama ciptaan
yang harus dikasihi, dijaga, dipelihara, dan dipedulikan. Kita mencintai dan memperlakukan
lingkungan hidup dengan sentuhan kasih sebagaimana sikap Tuhan. Kita membangun solidaritas
baru dengan alam yang telah rusak.
3. Spiritualitas Ekologis.
Spiritualitas ini dibangun dengan dasar penghayatan iman bahwa semua ciptaan diselamatkan
dan dibaharui oleh Tuhan. Pembaharuan itu menciptakan kehidupan yang harmonis. Spiritualitas
ekologis memunyai dasar pada pengalaman manusiawi yang berhadapan dengan kehancuran
lingkungan hidup sekaligus berhadapan dengan pengalaman akan yang Mahakudus, yang
mengatasi segalanya. Dalam pengalaman ini, kita dipanggil untuk secara kreatif memelihara
kualitas kehidupan, dipanggil untuk bersama Sang Penyelenggara hidup ikut serta mengusahakan
syalom, kesejahteraan bersama dengan seluruh alam. Spiritualitas ekologis terwujud dalam
macam-macam tindakan etis sebagai wujud tanggung jawab untuk ikut memelihara lingkungan
hidup.
Sinode VII Keuskupan Larantuka merumuskan hasil refleksi bersama atas situasi ekologis yang
terjadi di wilayah Keuskupan Larantuka. Ada dua cita-cita besar (kondisi ideal) dalam kaitan
dengan perumusan Tahun Ekologi:
Pertama. Bumi sebagai ibu, saudari dan rumah kita bersama. Realitas ketidakadilan ekologis kita
temukan dalam beragam kenyataan, antara lain: di darat, masih terjadi pembabatan hutan di
wilayah Keuskupan Larantuka. Masih ada perilaku penggunaan pestisida dan herbisida yang
merusak ekosistem. Di bidang kelautan, terjadi abrasi dan robs (gelombang pasang), ada perilaku
pemboman ikan, pembuangan sampah di laut, penggunaan potasium yang mengganggu
ekosistem laut. Selain itu, terdapat perilaku manusia yang mencemari udara, dengan membuang
sampah. Semua ini, menunjukkan semakin memudarnya semangat untuk melestarikan dan
merawat bumi dan ekosistem yang terkait dengannya (menanam dan merawat).
Kedua. Cita-cita berikut yang menjadi mimpi dari Gereja Lokal Keuskupan Larantuka adalah
mengupayakan sumber-sumber hak hidup ekonomi masyarakat lokal agar terlindungi, terpelihara
dan terkelola secara baik. Cita-cita ini, mengalami situasi sulit, manakala masyarakat kehilangan
sumber hak hidup (praktik jual tanah, kehilangan sumber pendapatan, mentalitas instan). Selain
itu, tanaman-tanaman spesifik lokal rakyat khususnya palawija, seperti ubi-ubian dan kacang-
kacangan semakin punah, muncul praktik ijon (menggadaikan aset sebelum panen), serta posisi
tawar masyarakat terhadap harga hasil bumi rendah. Semuanya ini terjadi karena umat atau
masyarakat memiliki keterbatasan pengetahuan dan keterampilan dalam mengelola pangan lokal.
Kita boleh optimis, bahwa akhir-akhir ini sudah ada gerakan, mulai dari tingkat global hingga
tingkat lokal, untuk mengatasi krisis ekologis. Di tingkat global, misalnya, ada pertemuan antar-
para pemimpin negara untuk secara bersama memikirkan langkah-langkah konkret untuk
mengatasi pemanasan global. Di tingkat lokal, terdapat banyak gerakan penghijauan di tempat-
tempat yang kering dan di lokasi-lokasi sumber air, gerakan pembersihan lingkungan secara
berkala, gerakan mengadakan kotak-kotak sampah dan tempat pembuangan sampah yang layak,
dan sebagainya. Selain itu, telah ada banyak kelompok yang peduli dan setia mengunjungi dan
merawat orang-orang sakit, orang jompo, dan orang difabel. Bahkan negara pun dengan
kebijakannya, menaruh perhatian pada kelompok-kelompok rentan di atas.
Akan tetapi, perlu diakui bahwa di lingkup keluarga-keluarga, pola pembiasaan untuk peduli
pada lingkungan belum diperhatikan. Banyak orang yang masih belum sadar sampah. Sampah-
sampah plastik dibuang sembarangan. Dalam penyelenggaraan pesta misalnya, sampah plastik
berupa sisa-sisa gelas air kemasan dan kemasan lainnya berserakan di mana-mana. Kesadaran
untuk mengamankan dan membuang sampah pada tempatnya belum sepenuhnya ada dalam diri.
Perilaku “membuang” ini juga turut memengaruhi pola relasi sosial dalam kehidupan
bermasyarakat. Saudara dan saudari yang sakit, miskin, jompo, difabel, dan terpinggirkan kurang
mendapat perhatian. Negara dan bahkan Gereja juga sering kali abai terhadap mereka yang
lemah di atas. Orang yang kaya dan kuat semakin kaya dan kuat, sementara orang yang miskin
dan lemah semakin miskin dan lemah. Hal ini didukung pula oleh pola persaingan bisnis yang
akhir-akhir ini semakin merajalela. Akibatnya, orang yang kalah bersaing dengan sendirinya
terkucilkan dan terbuang.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pencemaran dapat dibagi menjadi tiga yaitu pencemaran air, tanah dan juga udara. Setiap
pencemaran mempunyai ciri tertentu. Setiap pencemaran juga mempunyai penyebab tertentu.
Penyebab pencemaran satu dengan yang lainnya tidak jauh berbeda.
Contohnya penggunaan pestisida yang berlebih. Untuk itu, manusia sebagai makhluk yang
berakal di bumi wajib hukumnya untuk mengurangi penggunaan bahan-bahan yang dapat
menyebabkan pencemaran dan turut menjaga lingkungan.
SARAN.
Sebagai masyarakat yang baik upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi
permasalahan lingkungan ini diantaranya melakukan edukasi secara intensif kepada
seluruh lapisan masyarakat mengenai pentingnya menjaga lingkungan agar tidak
rusak, menerapkan peraturan khusus lingkungan dengan sanksi dan hukuman yang
adil dan jelas kepada para.
Sebagai masyarakat yang peduli terhadap lingkungan kita harus menjaga kebersihan.
Jangan membuang sampah sembarangan.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.majalahduta.com/2023/02/keadilan-ekologis-bagi-seluruh-ciptaan.php
Katekse Orang Dewasa Aksi Puasa Pembangunan 2023, Keuskupan Larantuka