Anda di halaman 1dari 15

TEORI SEDIAAN – GEL [Year]

GEL

I. DEFINISI SEDIAAN
 Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik
yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel kadang–
kadang disebut jeli (FI IV, hal 7).
 Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil
senyawaan organik atau makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan
saling teserap oleh cairan (Formularium Nasional, hal 315).
 Gel merupakan sistem semipadat di mana fase cairnya dibentuk dalam suatu matriks polimer
tiga dimensi (terdiri dari gom alam atau gom sintetis) yang tingkatikatan silang fisik (atau
kadang-kadang kimia)-nya yang tinggi sering dibicarakan (Lachman Jilid II, edisi Ind halaman
1092).
 Gel merupakan sediaan semisolid atau solid yang transparan atau tembus cahaya, terdiri
dari larutan atau dispersi dari satu atau lebih zat aktif dalam basis hidrofilik atau hidrofobik
yang sesuai (The Pharmaceutical Codex, 12th edition, halaman 134).

II. TEORI UMUM


a. ATURAN UMUM/PERSYARATAN/KARAKTERISTIK
Aturan umum/persyaratan (Disperse system vol 2 halaman 400-401)
1. Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah inert, aman, dan
tidak bereaksi dengan komponen lain.
2. Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang baik selama
penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan diberikan kekuatan atau daya yang
disebabkan oleh pengocokan dalam botol, penekanan tube, atau selama penggunaan topikal.
3. Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang diharapkan,
misalnya jika digunakan untuk topikal tidak boleh lengket, gel untuk sediaan mata harus
steril.
4. Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau BM besar dapat
menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau digunakan.
5. Gel yang terbuat dari polisakarida rentan terhadap degradasi microbial.
6. Viskositas gel hendaklah hanya terpengaruh sedikit ketika berada dalam kondisi temperature
yang bervariasi. Misalkan plastibase menghasilkan penurunan konsistensi yang lebih kecil
dibandingkan dengan petrolatum pada rentang temperature yang sama.
7. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga pembentukan gel
terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh polimer seperti MC, HPMC dapat
terlarut hanya pada air yang dingin yang akan membentuk larutan yang kental dan pada
peningkatan suhu larutan tersebut akan membentuk gel.
8. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan
disebut thermogelation.

SIFAT DAN KARAKTERISTIK GEL ADALAH SEBAGAI BERIKUT (Disperse system vol 2 halaman 401-
403)
1. SWELLING

1
TEORI SEDIAAN – GEL [Year]

Gel dapat mengembang dengan mengabsorbsi cairan sehingga terjadi peningkatan volume.
Hal ini dapat dianggap sebagai fase awal disolusinya. Pelarut akan mempenetrasi matriks gel
sehingga interaksi gel-gel digantikan oleh interaksi gel-pelarut. Terbatasnya pengembangan
gel disebabkan adanya beberapa derajat ikatan silang dalam matriks gel yang mencegah
pelarutan sempurna.

2. SINERESIS
Selama didiamkan sistem gel dapat kontraksi. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan
dengan relaksasi dari tekanan elastis yang timbul selama pembentukan gel. Ketika tekanan
ini hilang, ruang intersititial bagi pelarut akan berkurang sehingga cairan pelarut pun akan
keluar dan menuju ke permukaan gel, peristiwa inilah yang disebut sineresis. Sineresis dapat
terjadi pada hidrogel organic dan inorganic maupun organogel. Mekanisme terjadinya
sineresis dikaitkan dengan efek osmosis. Sineresis akan semakin nyata ketika konsentrasi
polimer berkurang.

3. STRUKTUR
 Rantai panjang suatu pembentuk gel akan diperpanjang dalam pelarut yang baik seperti
yang terjadi pada gel aqueous di mana terjadi ikatan hydrogen antara air dan gugus
hidroksil pada gelling agent. Sementara dalam pelarut yang buruk, molekul gel akan lebih
tergulung, sebab interaksi gel-gel akan lebih cenderung terjadi dibanding interaksi gel-
pelarut.
 Garam akan menarik bagian air dari suatu bagian hidrasi polimer sehingga terbentuk
lebih banyak ikatan molekuler sekunder yang mengakibatkan pembekuan dan
pengendapan. Kation multivalent sangat berefek kuat terhadap larutan polimer anionic.
Penambahan kation di- atau trivalent seperti penambahan Cu pada larutan CMC Na atau
Ca pada Na-alginat akan membentuk gel.
 Pengaruh suhu terhadap struktur gel tergantung pada sifat kimiawi polimer dan
mekanisme interaksinya dengan medium. Banyak pembentuk gel (gelling agent) lebih
larut dalam air panas daripada dingin. Jika suhunya dikurangi ketika gel sudah melarut,
derajat hidrasi akan berkurang dan terjadilah pembekuan (gelation). Namun beberapa
polimer dapat mengalami thermal gelation, dan mereka adalah kelompok polimer yang
lebih larut dalam air dingin, sehingga sebaliknya larutannya akan membentuk gel atau
membeku ketika dipanaskan (contohnya metil selulosa dan poloksamer).
 Pengaruh BM terhadap karakteristik gel: Polimer yang sangat panjang akan semakin
mudah terjerat atau kusut dan menghasilkan viskositas yang lebih tinggi. Oleh sebab itu,
konsentrasi rendah polimer dengan BM tinggi digunakan untuk men”gel”kan pelarut. Hal
ini dapat dipandang sebagai hambatan yakni gel sulit tersebar karena interaksi kohesif
yang tinggi antaruntaian gel. Demikian pula dibutuhkan konsentrasi tinggi polimer BM
rendah untuk menghasilkan viskositas dan membentuk gel, sehingga akan meningkatkan
biaya karena semakin banyak jumlah pembentuk gel yang digunakan dan akan menutupi
sifat yang diharapkan dari formulasi gel tersebut.

4. EFEK SUHU

2
TEORI SEDIAAN – GEL [Year]

Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur
tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer
separti MC, HPMC, terlarut hanya pada air yang dingin membentuk larutan yang kental. Pada
peningkatan suhu larutan tersebut membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau
pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.

5. EFEK ELEKTROLIT
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik dimana koloid
digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil
akan meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah
pemberian tekanan geser. Gel Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah
konsentrasi ion kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat
sebagai kalsium alginat yang tidak larut.

6. ELASTISITAS DAN RIGIDITAS


Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa, selama transformasi
dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas dengan peningkatan konsentrasi
pembentuk gel. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi dan
mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari
komponen pembentuk gel.
Gel lebih kental daripada sol, karena gel tersusun oleh kerangka tiga dimensi gel yang
memiliki titik hubung yang banyak antar partikelnya, sedangkan sol memiliki titik
hubung/ikatan yang sedikit sehingga sol akan membentuk sistem yang lebih encer.
7. RHEOLOGI
Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi memberikan
sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan aliran non – Newton (menggunakan
alat brookfield) yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran.

3
TEORI SEDIAAN – GEL [Year]

PENGGOLONGAN
b.
1. BERDASARKAN SIFAT FASA KOLOID (Disperse System Vol 2 hal 400):
a. Gel anorganik, contoh : bentonit magma
b. Gel organik, pembentuk gel berupa polimer

2. BERDASARKAN JENIS PELARUT (Disperse System Vol 2 hal 400; Panwar et al. 2011; Rao et al.
2013):
a. Hidrogel (adalah aqueous gel (pelarutnya air) yang mengandung polimer tidak larut air)
Contoh : bentonit magma, gelatin.
b. Organogel (mengandung pelarut bukan air/pelarut organik)
Contoh : plastibase dan dispersi logam stearat dalam minyak.
c. Xerogel (gel padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah)
Diperoleh dengan evaporasi pelarut sehingga hanya tertinggal kerangka gel. Contoh : gelatin
kering, tragakan ribbons dan acacia tears, dan sellulosa kering dan polystyrene.
d. Emulgel
Emulgel adalah kombinasi gel dan emulsi dalam satu sediaan di mana emulsi (baik itu w/o
atau o/w) digunakan sebagai pembawa untuk menghantarkan obat-obat hidrofobik yang
tidak dapat dihantarkan oleh gel saja. Gel yang teremulsi merupakan pembawa yang lebih
baik untuk obat-obat yang bersifat hidrofobik atau tidak larut air (Jain, 2011 hal 19; Panwar
et al. 2011, hal 333; Rao et al. 2013 hal 1)

3. BERDASARKAN BENTUK STRUKTUR GEL: (Diktat Kuliah)


a. Kumparan acak: Ikatan silang.
Contoh: struktur dibentuk oleh gelling agent golongan polimer sintetik dan derivat selulosa,
penambahan selanjutnya akan meningkatkan sifat viskoelastis dan ketegaran masa gel.
b. Heliks: jalinan antara dua rantai polimer.
Contoh: struktur dibentuk oleh gelling agent golongan gom xanthan dan polisakarida.
c. Batang (egg box): ikatan silang polimer dengan kation valensi 2.
Contoh: Kalsium alginat
d. Bangunan kartu: koloid positif dan negatif bergabung pada permukaan datar koloid.

3. BERDASARKAN JENIS FASE TERDISPERSI(FI IV halaman 7-8, Ansel hal 390-391)


a. Gel fase tunggal, terdiri dari makromolekul organik yang tersebar serba sama dalam suatu
cairan sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi
dan cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misal karbomer) atau
dari gom alam (misal tragakan). Molekul organik larut dalam fasa kontinu.
b. Gel sistem dua fasa, terbentuk jika masa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah.
Dalam sistem ini, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar, masa gel kadang-
kadang dinyatakan sebagai magma. Partikel anorganik tidak larut, hampir secara keseluruhan
terdispersi pada fasa kontinu.

c. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN


KEUNTUNGAN
Waktu kontak gel pada kulit atau mukosa jauh lebih panjang daripada larutan aqueous karena sifat
4
TEORI SEDIAAN – GEL [Year]

adhesive dan/atau reologinya. Perpanjangan waktu kontak pada lokasi pemakaiannya akan
meningkatkan absorbsi obat, sehingga membuka peluang: obat dapat diberikan dengan dosis yang
lebih rendah, interval dosing yang lebih panjang ataupun keduanya. Selain itu, kandungan minyak
yang sangat rendah dibandingkan dalam salep maupun krim, membuat gel lebih disukai secara
kosmetikal. Meskipun efek oklusif tidak dimiliki gel, namun masih banyak formulasi gel yang dapat
menghasilkan absorpsi perkutan yang memadai untuk memberikan absorpsi sistemik. Pada rute
administrasi ocular, penggunaan gel selain terkait sifat kosmetikalnya juga karena dapat
menghasilkan pelepasan obat yang diperpanjang (efisiensi sediaan meningkat) dibanding tetes mata
yang mudah terhapus karena drainase nasolakrimal dan selain itu juga penurunan bioavaibilitasnya
karena permeabilitas kornea terhadap obat yang buruk (Dew, 2011 hal 12 dan 13).
Untuk hidrogel : efek pendinginan pada kulit saat digunakan; penampilan sediaan yang jernih; pada
pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus pandang, elastis, daya lekat tinggi yang
tidak menyumbat pori sehingga pernapasan pori tidak terganggu; mudah dicuci dengan air;
pelepasan obatnya baik; kemampuan penyebarannya pada kulit baik

KERUGIAN
Karena formulasi gel paling banyak terdiri dari air maka laju difusi molekul bebas dan kecil dalam gel
akan mirip dalam air murni. Artinya, obat akan cepat dikosongkan dari gel sehingga meskipun waktu
kontak panjang, namun obat tidak berefek lagi. Untuk memperlama pelepasan obat dari gel, obat
dapat diformulasikan sebagai partikel solid dalam gel yakni sebagai suspensi; obat dapat berinteraksi
dengan polimer gel, atau dapat didistribusikan dalam liposom atau misel yang terinkoporasi dalam
gel (Dew, 2011 hal 12 dan 13)
a. Untuk hidrogel : harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan
penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan
temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan
surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.
b. Penggunaan emolien golongan ester harus diminimalkan atau dihilangkan untuk mencapai
kejernihan yang tinggi.
c. Untuk hidroalkoholik : gel dengan kandungan alkohol yang tinggi dapat menyebabkan rasa pedih
pada wajah dan mata, penampilan yang buruk pada kulit bila terkena pemaparan cahaya
matahari, alkohol akan menguap dengan cepat dan meninggalkan film yang berpori atau pecah-
pecah sehingga tidak semua area tertutupi atau kontak dengan zat aktif.

ALASAN PEMILIHAN SEDIAAN GEL


Pemilihan penggunaan bentuk sediaan gel dilatarbelakangi oleh banyak rute administrasi yang dapat
dicapai dengan gel. Gel dapat diaplikasikan untuk semua membran topikal dan karena dapat
digunakan untuk efek sistemik dan lokal, maka beberapa penggunaan yang potensial adalah pada
membran bukal, kulit, mukosa vagina dan di rongga nasal. Gel juga dapat digunakan per subkutan
dan untuk administrasi ke perut atau kolon. Formulasi gel yang dapat menghasilkan pelepasan obat
yang diperlama dapat digunakan sebagai alternatif untuk formulasi berbasis minyak atau suspensi
atau untuk implan (yakni pada penggunaan subkutan) (Dew, 2011 hal 11-12).
Selain itu, di antara kelompok sediaan semisolid lainnya, penggunaan gel yang transparan ini telah
diperluas menjadi di bidang kosmetik maupun farmasetik. Sebagai sediaan farmasetik, gel dapat
menghasilkan pelepasan obat yang lebih cepat, tidak tergantung dari kelarutan obat dalam air jika
dibandingkan dengan krim dan salep. Sediaan ini sangat biokompatibel dengan risiko inflamasi dan
5
TEORI SEDIAAN – GEL [Year]

efek merugikan (ADR) yang lebih rendah, mudah diaplikasikan dan tidak perlu dihapus. Dalam
penggunaan dermatologis, gel menguntungkan karena sifat tiksotropiknya, tidak berminyak, mudah
disebar/diaplikasikan, mudah dihapus, bertindak sebagai emolien, tidak meninggalkan noda,
kompatibel dengan beberapa eksipien dan larut air (Helal et al., 2012 hal 176).

III. FORMULA
a. FORMULA BAKU
FORMULA umum/standar
R/ Zat aktif
Basis gel
Zat tambahan

FORMULASI UMUM
- Zat aktif
- Basis gel
- Peningkat penetrasi
- Peningkat konsistensi
- Pengawet
- Pendapar
- Pelembab
- Antioksidan
- Pengompleks

Formula gel yang paling sederhana mengandung:


-water thickened agent baik itu bahan gom alam (tragakan, guar, xanthan), semisintetik ( MC, CMC,
HEC), sintetik (polimer karbomer-karbovinil) ataupun clay (silikat, hectorite). Viskositas gel meningkat
dengan meningkatnya berat molekul thickener agent,
-zat aktif dan
-zat tambahan lainnya
(Pharmaceutical Preformulation and Formulation, hal 543).

b. CONTOH FORMULA DI BUKU


FORMULA BASIS GEL
Contoh 1
R/ Ichtimol 2 g
Tragakan 5 g
Alkohol 10 mL
Gliserol 2 g
Air hingga 100 g
Akan dibuat sediaan sebanyak 50 g
Metoda pembuatan:
- Disiapkan untuk 60 g sebagai antisipasi kehilangan dalam proses.
- Botol ditara dan siapkan musilago tragakan dengan 33 mL air.
6
TEORI SEDIAAN – GEL [Year]

- Ichtimol, gliserol dan 10 mL air dicampurkan, kemudian tambahkan mucilago tragakan, lalu
diaduk/dikocok.
- Berat diadjust dengan air, kemudian dikocok kembali, lalu dimasukkan ke dalam wadah.

Pembuatan mucilago tragakan :


- Pembawa disiapkan.
- Botol bermulut lebar dikalibrasi, dikeringkan di dalam oven kemudian dinginkan.
- Alkohol dimasukkan kemudian tambahkan tragakan (jangan terbalik karena akanmengakibatkan
terjadinya pengentalan) kemudian dilakukan pengocokkan untuk mencampurkan.
- Dituangkan kedalam wadah yang berisi pembawa, lalu ditutup dan dikocok segera.
- Volume digenapkan, lalu dicampurkan dan dimasukkan kedalam wadah untuk penyimpanan.

Contoh 2
R/ Na-alginat 7g
Gliserol 7g
Metil hidroksi benzoat 0,2 g
Ca-glukonat 0,05 g
Air hingga 100 g
Catatan : basis ini harus disimpan semalam sebelum digunakan

Metoda pembuatan :
- Na-alginat dibasahkan dengan gliserol dalam mortir.
- Pengawet dan Ca-glukonat dilarutkan ke dalam 80 mL air dengan bantuan pemanasan, lalu
dinginkan hingga 60°C dan diaduk atau distirer cepat.
- Na-Alginat dalam gliserol lalu ditambahkan ke dalam campuran tersebut, lalu diaduk lebih lanjut
hingga homogen, kemudian dimasukkan ke dalam wadah

FORMULA GEL
(Pustaka : Phamaceutical Dosage Forms Disperse System, Vol II, Hal 415-418)

1. GEL MINYAK MINERAL


R/ Polietilen 10 %
Minyak mineral 90 %
Cara pembuatan:
Dicampurkan dan aduk atau kocok. Campuran dipanaskan hingga 90°C campur hingga
homogen, lalu dinginkan dengan cepat melalui pengadukan.

2. GEL EFEDRIN SULFAT


R/ Efedrin sulfat 10 g
Tragakan 10 g
Metil salisilat 0,1 g
Eucalyptol 1 mL
Minyak pine needle 0,1 mL
Gliserin 150 g
Air (PW) 830 ml
7
TEORI SEDIAAN – GEL [Year]

Cara pembuatan :
Efedrin sulfat dilarutkan ke dalam air dan ditambahkan gliserin, tragakan, kemudian
komponen lainnya. Campurkan dengan baik dan simpan dalam wadah tertutup baik selama 1
minggu dengan pengadukan sesekali.

3. CLEAR GEL
R/ Minyak mineral 10 %
Polioksietilen 10 oleil eter 20,7 %
Polioksietilen fatty gliserida 10,3 %
Propilen glikol 8,6 %
Sorbitol 6,9 %
Air 43,5 %
Cara pembuatan :
Semua komponen (kecuali air) dipanaskan hingga 90°C, kemudian air dipanaskan secara
terpisah hingga 95°C. Air dicampurkan ke dalam komponen lain tersebut dengan pengadukan,
lalu tuangkan pada suhu sekitar 60°C.

4. GEL ZINC OKSIDA


R/ Karbomer 934 P (karbopol 934 P) 0,8 %
NaOH (larutan 10 %) 3,2 %
ZnO 20 %
Air 76 %
Cara pembuatan :
Karbomer didispersikan ke dalam air, kemudian ditambahkan NaOH dengan pengadukan yang
lambat untuk menghindari penyerapan udara. Kemudian tambahkan ZnO dengan cara yang
sama dan campurkan hingga homogen.

5. GEL SUN SCREENING


R/ Etanol 53 %
Karbomer 940 1%
Gliseril-p-amino benzoat 3%
Monoisopropanolamin 0,09 %
Air 52,91 %
Cara pembuatan :
Karbomer 940 didispersikan ke dalam alkohol dan gliseril-p-amino benzoat dilarutkan ke dalam
larutan. Secara perlahan monoisopropanolamin ditambahkan. Kemudian secara perlahan—
lahan pula ditambahkan air dan diadukdengan seksama untuk menghindari terjebaknya udara,
larutan akan jernih dan terbentuk gel.

6. GEL HIDROKSI PEROKSIDA


R/ Poloksamer F-127 25 %
Hidrogen peroksida (larutan 30 %) 10 %
Air murni (PW) 65 %
Cara pembuatan :

8
TEORI SEDIAAN – GEL [Year]

Air dipanakan hingga 40-50°F dan disimpan pada wadah pencampuran. Poloksamer F-127
ditambahkan secara perlahan dengan pengadukan yang baik kemudian pengadukan dilakukan
kembali hingga larutan terbentuk. Temperatur dijaga di bawah suhu 50°F. Tambahkan larutan
hidrogen peroksida dingin secara perlahan dengan pengadukan yang pelan (gentle). Lalu
pindahkan segera ke dalam wadah dan disimpan dalam temperatur ruangan hingga cairan
menjadi gel yang jernih.

7. BASIS JELLY JERNIH


R/ Na-alginat 3g
Metil paraben 0,2 g
Natrium heksametafosfat 5 g
Gliserin 10 g
Air murni 100 g
Cara pembuatan :
Metil paraben dilarutkan ke dalam gliserin dengan bantuan pemanasan. Kemudian
ditambahkan air ke dalam gliserin yang hangat dengan pengadukan yang cepat, kemudian
Natrium heksametafosfat dilarutkan ke dalam larutan. Lalu ditambahkan Na-alginat dengan
pengadukan cepat yang kontinu hingga terlarut sempurna.

IV. METODE DAN PROSEDUR PEMBUATAN


Sediaan yang akan dibuat adalah gel…..dengan kekuatan sediaan……..
Bobot sediaan gel dalam kemasan tube………g.
Jumlah yang akan dibuat……..tube ditambah dengan kebutuhan evaluasi sebanyak….tube. Jadi total
yang akan dibuat……tube.
Jumlah gel yang akan dibuat adalah……….g. (Kapasitas minimal alat pengisi sediaan semisolid 250 g)

PROSES PEMBUATAN
1. Timbang sejumlah gelling agent sesuai dengan yang dibutuhkan
2. Gelling agent dikembangkan sesuai dengan caranya masing-masing (tulis cara sesuai gelling agent
yang digunakan).
3. Timbang zat aktif dan zat tambahan lainnya
4. Tambahkan gelling agent yang sudah dikembangkan ke dalam campuran tersebut atau sebaliknya
sambil diaduk terus-menerus hingga homogen (pengadukan jangan terlalu kuat karena akan
menjerap udara sehingga menyebabkan timbulnya gelembung udara dalam sediaan yang
nantinya dapat mempengaruhi pH sediaan).
5. Gel yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi gel dan diisikan ke dalam tube sebanyak
yang dibutuhkan
6. Ujung tube ditutup lalu diberi etiket dan dikemas dalam wadah yang dilengkapi brosur dan etiket.

WADAH GEL
1. Gel lubrikan harus dikemas dalam tube dan harus disterilkan
2. Gel untuk penggunaan mata dikemas dalam tube steril.
3. Gel untuk penggunaan pada kulit dapat dikemas dalam tube atau pot salep.
4. Wadah harus diisi cukup penuh dan kedap udara untuk mencegah penguapan.
9
TEORI SEDIAAN – GEL [Year]

V. PERHITUNGAN
Perhitungan formula gel : Mengacu pada salep!
Formula yang diusulkan akan dibuat :
R/

Jumlah gel yang akan dibuat :


= ..................................tube x Y gram = ........... g + untuk evaluasi.

Kapasitas minimal pengukuran konsistensi dengan Brookfield 250 gram, maka dibuat sediaan
minimal250 gram gel.

Perhitungan
Jumlah zat aktif selalu ditimbang dalam jumlah 5% berlebih untuk mencegah kemungkinan
berkurangnya kadar dalam sediaan akibat proses pembuatan ataupun dalam penyimpanannya.
Basis gel ditimbang 20-25% berlebih .

VI. EVALUASI SEDIAAN


a. IPC (IN PROCESS CONTROL)
1. Penampilan (Diktat Teknologi Farmasi Liquida dan Semisolida, hal 127)
 Tujuan : Memeriksa kesesuaian bau dan warna dimana sedapat mungkin mendekati dengan
spesifikasi sediaan yang telah ditentukan selama formulasi.
 Prinsip : pemeriksaan bau dan warna menggunakan panca indera.

2. Homogenitas (Diktat Teknologi Farmasi Likuida dan Semisolida, hal 127)


 Tujuan : Menjamin distribusi bahan aktif yang homogen.
 Prinsip : Jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok harus
menunjukkan susunan yang homogen.
 Penafsiran hasil :Distribusi bahan aktif pada lapisan sediaan di permukaan kaca terlihat
merata.

3. Penetapan pH (FI IV hal 1039-1040 dan Suplemen FI IV hal 1572)


Harga pH adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter) yang sesuai, yang
telah dibakukan sebagaimana mestinya, yang mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit
pH menggunakan elektrode indikator yang peka, elektrode kaca, dan elektrode pembanding
yang sesuai.
Pengukuran dilakukan pada suhu 25°± 2°C kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing
monografi.
( E− Es )
pH = p H s +
k
Sebelum mengukur pH zat uji, terlebih dahulu dilakukan pembakuan pH meter dengan dua
larutan dapar yang memiliki perbedaan pH tidak lebih dari 4 unit sedemikian rupa sehingga
pH larutan uji diharapkan terletak diantaranya. Elektrode yang baik menunjukkan pembacaan
harga pH yang tidak lebih dari 0,02 unit pH dari harga larutan baku pH meter.

10
TEORI SEDIAAN – GEL [Year]

b. EVALUASI FISIK
1. Penampilan
Yang dilihat adalah kejernihan, warna dan transparansi serta ada atau tidaknya partikel kasar
(Caranya: Gel dioleskan pada kaca objek dan diamati di bawah mikroskop untuk melihat
adanya partikel-partikel kasar (Dhawan et al , 2009 hal 468)).
Dapat pula mengamati secara makroskopik aspek visual berupa konsistensi, homogenitas,
warna; aspek olfaktori (bau);aspek taktil (sentuhan dan sensasi termal) (Diwan et al., 2012).

2. Homogenitas (Diktat teknologi likuida dan semisolid hal.127)


Caranya: oleskan sedikit gel diatas kaca objek dan diamati susunan partikel yang terbentuk
atau ketidak homogenan.

3. Studi reologi/penetapan konsistensi


Viskositas gel ditentukan pada suhu 25˚C menggunakan viscometer Brookfield dengan
struktur kerucut dan piringan dengan spindle yang sesuai. Viskositas ditetapkan pada shear
rate 40/sekon. Indeks alir ditetapkan dengan persamaan regresi dari bentuk logaritma
persamaan berikut ini:
τ=kϒn (persamaan 1)
di mana τ adalah shear stress, ϒ adalah shear rate, k adalah indeks konsistensi dan n adalah
indeks alir. Ketika alirannya merupakan sistem Newtonian makan n=1, jika n>1 atau n<1,
terjadi thickening atau thinning shear berturut-turut (helal et al., 2012 hal 177).
Konsistensi (lihat lampiran Martin, Farfis hal 501)
Menggunakan viskometer Brookfield. Prinsip : sediaan semisolid termasuk system non
newton, maka viskositasnya diukur dengan Viskometer Brookfield Helipath Stand.
Pengukuran konsistensi gel dilakukan pada suhu kamar dengan memakai spindle pada
kecepatan (rpm) tertentu.

5. Isi Minimum <861> (Lihat Lampiran FI IV hal.997)


Pengujian dilakukan untuk sediaan dengan etiket yang mencantumkan bobot bersih tidak
lebih dari 150 gram.
Prosedur : ambil sampel sebanyak 10 wadah berisi zat uji, hilangkan semua etiket yang
dapat mempengaruhi bobot pada waktu isi dikeluarkan. Bersihkan dan keringkan dengan
sempurna bagian luar wadah dan timbang satu per satu. Keluarkan isi secara kuantitatif
dari masing-masing wadah, potong ujung wadah, jika perlu cuci dengan pelarut yang
sesuai, hati-hati agar penutup dan bagian lain wadah tidak terpisah. Keringkan dan
timbang kembali masing-masing wadah kosong beserta bagian-bagiannya. Perbedaan
antara kedua penimbangan adalah bobot bersih isi wadah.
Kriteria penerimaan : Bobot bersih rata-rata isi dari 10 wadah tidak kurang dari bobot yang
tertera pada etiket dan tidak satu wadahpun yang bobot bersih isinya kurang dari 90% dari
bobot yang tertera pada etiket untuk bobot 60 g atau kurang dan 95% untuk bobot lebih
dari 60 g dan kurang dari 150 g. Jika persyaratan ini tidak terpenuhi, tetapkan bobot bersih
isi dari 20 wadah tambahan.
Bobot bersih rata-rata isi dari 30 wadah tidak kurang dari bobot yang tertera pada etiket
11
TEORI SEDIAAN – GEL [Year]

dan hanya satu wadah yang bobot bersih isinya kurang dari 90% dari bobot yang tertera
pada etiket untuk bobot 60 g atau kurang dan 95% untuk bobot lebih dari 60 g dan kurang
dari 150 g.

6. Penetapan PH(FI IV hal 1039-1040 dan Suplemen FI IV hal 1572-1573)

7. Uji Kebocoran(lampiran FI IV hal 1086)


Tujuan : memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas (untuk sediaan yang harus
steril) dan volume serta kestabilan sediaan .

Prinsip : 10 tube sediaan dibersihkan dan dikeringkan baik-baik bagian luarnya dengan kain
penyerap. Kemudian tube diletakkan secara horizontal di atas kain penyerap di dalam oven
dengan suhu diatur pada 60±3°C selama 8 jam

Hasil : tidak boleh terjadi kebocoran yang berarti selama atau setelah pengujian selesai.
Abaikan bekas gel yang diperkirakan berasal dari bagian luar dimana terdapat lipatan dari
tube atau dari bagian ulir tutup tube. Jika terdapat kebocoranpada 1 tube tetapi tidak lebih
dari satu tube, ulangi pengujian dengan 20 tube tambahan. Uji memenuhi syarat jika tidak
ada satu pun kebocoran diamati dari 10 tube uji pertama atau kebocoran yang diamati tidak
lebih dari 1 tube pada 30 tube yang diuji.

8. Uji difusi bahan aktif dari sediaan gel secara in vitro (Helal et al. 2012 (Fluconazole gel) hal.
177)
Prinsip: memperkirakan jumlah obat yang dapat melewati membran biologis dengan
menggunakan sel difusi yang memisahkan kompartemen reseptor (buffer pH tertentu) dan
donor (mebran yang diolesi gel). Membran yang digunakan dapat berupa membrane
selulosa ataupun kulit tikus (Abrar et al., 2012 hal 57)
Prosedur:
a. Sejumlah sampel sediaan sebanyak 1 g disebarkan / dioleskan pada membrane
selulosa (0,45 µm) yang sebelumnya telah direndam semalam dalam medium
pelepasan.
b. Membran ini diregangkan dan dipasang dengan kuat pada sebuah tube gelas/kaca
berdiameter 2 cm; membrane diikat dengan karet untuk mencegah kebocoran.
c. Tube dicelupkan ke dalam vessel disolusi yang mengandung 50 ml medium
pelepasan, buffer fosfat pH 5,5 (sesuaikan dengan zat aktif, bisa dilihat di jurnal yang
menggunakan zat aktif yang sama) dan dijaga pada suhu 37˚C ± 0,5˚C.
d. Poros kemudian dirotasi pada 50 rpm (sesuaikan dengan referensi yang diperoleh)
dan pada interval waktu spesifik tertentu diambil alikuot masing-masing sebanyak 3
ml dari medium. Sampel yang telah diambil diganti dengan medium pelepasan segar
dengan volume yang sama.
e. Sampel hasil pengambilan ditetapkan kadarnya dengan metode yang sesuai.
(Pustaka TA Sriningsih thn 1993 “Kecepatan difusi kloramfenikol dari sediaan salep dengan
pembawa campuran vaselin-lemak bulu domba-setil alcohol secara in vitro” halaman 22-
23)
Prinsip : Menguji difusi bahan aktif dari sediaan gel menggunakan suatu sel difusi dengan
cara mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima pada selang waktu tertentu.
12
TEORI SEDIAAN – GEL [Year]

Prosedur:
a. Sejumlah gel dioleskan pada pelat difusi sampai rata, ditutup dengan membran,
diusahakan tidak terjadi rongga udara, antara permukaan salep dan membran.
b. Pelat dipasang pada penyangga bawah dan ditutup dengan cincin, kemudian
dihubungkan dengan penyangga atas.
c. Sel difusi dimasukkan ke dalam penangas air bersuhu 37 oC, dihubungkan dengan
pompa peristaltik, wadah penerima dan tabung pencegah masuknya udara dengan
memakai selang
d. Cairan penerima disirkulasikan dengan kecepatan 10mL per menit memakai pompa
peristaltik
e. Cairan penerima dipipet pada waktu-waktu tertentu dan diganti dengan cairan yang
sama bersuhu 37oC
f. Kadar zat aktif ditentukan dengan metode yang sesuai
(TS terdahulu)

9. Uji pelepasan bahan aktif dari sediaan gel (in vitro release studies) (Helal et al., 2012 hal
177; contoh pada fluconazole gel)
Tujuan : mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan

Prinsip : mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan gel dengan cara
mengukur
konsentrasi zat aktif dalam cairan penerima pada waktu-waktu tertentu dengan
menggunakan alat uji disolusi.
Prosedur:
a. Sejumlah satu gram sampel diletakkan pada kaca arloji yang ditutup dengan aluminium
mesh.
b. Kaca arloji kemudian dicelupkan ke dalam vessel yang mengandung 500 ml medium
pelepasan yaitu buffer fosfat pH 5,5 pada suhu 37˚C ± 0,5˚C dengan kecepatan dayung 50
rpm.
c. Diambil alikuot sebanyak 5 ml pada interval waktu yang spesifik misalnya 10 menit
selama 2 jam dan sesegera mungkin diganti dengan medium disolusi yang segar.
d. Ditetapkan kadar sampel dengan metode yang sesuai.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan persamaan regresi berdasarkan persamaan:
Orde 0:
Q= k0t di mana Q adalah jumlah obat yang dilepaskan pada waktu t dan k 0 adalah kecepatan
pelepasan orde 0.
Orde 1:
Ln (100-Q)= ln 100-k1t di mana Q adalah persentase jumlah obat yang lepas pada waktu t dan
k1 adalah konstanta laju pelepasan orde 1.
Persamaan Higuchi:
Q= kt1/2 di mana Q adalah persentase jumlah obat yang leaps pada waktu t dan k adalah
konstanta laju difusi

(Pustaka TA Ivantina thn 2003 “Pelepasan Diklofenak dari Sediaan Salep” hlm 15)
13
TEORI SEDIAAN – GEL [Year]

Penafsiran hasil : bahan aktif dinyatakan mudah terlepas dari sediaan apabila waktu
tunggu (waktu pertama kali zat aktif ditemukan dalam cairan penerima) semakin kecil dan
hal ini tergantung dari pembawa, penambahan komponen lain, dan jenis cairan penerima.

10. Stabilitas gel(Dosage Form, disperse system vol.2 hal 404


a. Yield value suatu sediaan viskoelastis dapat ditentukan dengan menggunakan
penetrometer. Alat ini berupa logam kerucut atau jarum. Dalamnya penetrasi yang
dihasilkan dilihat dari sudut kontak dengan sediaan dibawah suatu tekanan. Yield
value ini dapat dihitung dengan rumus :
K 1 .m . g
So=
p .n
So = yield value; m = massa kerucut dan fasa gerak (g); g = percepatan gravitasi ;
p = dalamnya penetrasi (cm) ; n = konstanta material mendekati 2


K 1= ❑ ❑ di mana 2α adalah sudut kerucut

Yield value antara 100-1000 dyne/cm2 menunjukkan kemampuan untuk mudah tersebar.
Nilai dibawah ini menunjukkan sediaan terlalu lunak dan mudah mengalir, diatas nilai ini
menunjukkan terlalu keras dan tidak dapat tersebar (Dosage Form, disperse system vol.2
hal 404).
.
b. Dilakukan uji dipercepat dengan :
 Freeze-thaw cycling dapat digunakan untuk melihat apakah terjadi pemisahan atau
sineresis. Sifat gel dapat sangat dipengaruhi oleh freeze thaw cycling. Larutan polivinil
alcohol akan berkondensasi menjadi gel elastic rubbery setelah beberapa kali siklus
freeze-thaw. Hal ini disebabkan siklus ini mengakibatkan ikatan silang fisik pada molekul
polimer (Dosage Form, disperse system vol.2 hal 404)
 Agitasi atau sentrifugasi (mekanik)
Sediaan disentrifugasi dengan kecepatan tinggi (sekitar 30.000 RPM). Amati apakah
terjadi pemisahan atau tidak.
 Manipulasi suhu
Penyimpanan sampel pada beberapa variasi suhu yang tidak lebih dari 45-50˚C dan
dengan kelembapan yang sesuai dengan iklim di tempat pengujian (uji stabilitas di
ASEAN Guideline on Stability Study of Drug Product dapat juga dijadikan
acuan)

c. EVALUASI KIMIA (tidak dilakukan di lab, namun tetap ditulis)


1. Identifikasi zat aktif (sesuai dengan monografi FI IV/compendia lain)
2. Penetapan kadar zat aktif (sesuai dengan monografi FI IV/kompendia lain)

d. EVALUASI BIOLOGI (tidak dilakukan di lab, namun tetap ditulis)


1. Uji efektivitas pengawet antimikroba (untuk yang memakai pengawet antimikroba) (FI IV
<61>, hlm. 854-855)

14
TEORI SEDIAAN – GEL [Year]

 Tujuan : untuk menunjukkan efektivitas pengawet antimikroba yang ditambahkan pada


sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan pembawa berair seperti produk-
produk parenteral, telinga, hidung dan mata yang dicantumkan pada etiket produk
bersangkutan.
 Prinsip : Inokulasi mikroba pada sediaan untuk mengetahui efektivitas pengawet pada
sediaan dengan cara menginkubasi tabung bakteri bioligik yang berisi sampel dari inokula
pada suhu 20°C atau 25°C
 Prosedur : Inokulasi menggunakan jarum suntik melalui sumbat karet secara aseptik ke dalam
5 wadah asli sediaan. Jika wadah tidak dapat ditembus secara aseptik maka pindahkan 20mL
sampel masing-masing ke dalam 5 tabung bakteriologik bertutup steril lalu inokulasi
menggunakan perbandingan 0,10 ml inokula setara dengan 20 mL sediaan lalu dicampur.
Inkubasi pada suhu 20°C atau 25°C lalu diamati hasilnya.
 Penafsiran hasil : Suatu pengawet dikatakan efektif jika :
- Jumlah bakteri viabel pada hari ke 14 berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari jumlah
awal.
- Jumlah kapang & khamir viabel selama 14 hari pertama adalah tetap atau kurang dari
jumlah awal.
- Jumlah tiap mikroba uji selama hari sisa dari 28 hari pengujian adalah tetap atau kurang
dari bilangan yang disebutkan pd a dan b.
2. Uji penetapan potensi antibiotik (lihat lampiran FI IV hal 891-899 dan Suplemen FI IV
halaman 1519-1526)
3. Uji sterilitas  untuk sediaan steril (lihat lampiran FI IV, hal 855-857 dan Suplemen FI IV,
hal 1512-1519)
4. Uji batas mikroba  jika dipersyaratkan di monografi

Pustaka jurnal yang digunakan:


Jain et al., 2011, Development of antifungal emulsion based gel for topical fungal infection(s).
Rao et al., 2013, Optimization of Metronidazole emulgel.
Panwar et al., 2011, emulgel: a review.
Dew, Noel, 2011, Catationic Aggregates in Gels.

15

Anda mungkin juga menyukai