GEL
I. DEFINISI SEDIAAN
Gel merupakan sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik
yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Gel kadang–
kadang disebut jeli (FI IV, hal 7).
Gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa suspensi yang dibuat dari zarah kecil
senyawaan organik atau makromolekul senyawa organik, masing-masing terbungkus dan
saling teserap oleh cairan (Formularium Nasional, hal 315).
Gel merupakan sistem semipadat di mana fase cairnya dibentuk dalam suatu matriks polimer
tiga dimensi (terdiri dari gom alam atau gom sintetis) yang tingkatikatan silang fisik (atau
kadang-kadang kimia)-nya yang tinggi sering dibicarakan (Lachman Jilid II, edisi Ind halaman
1092).
Gel merupakan sediaan semisolid atau solid yang transparan atau tembus cahaya, terdiri
dari larutan atau dispersi dari satu atau lebih zat aktif dalam basis hidrofilik atau hidrofobik
yang sesuai (The Pharmaceutical Codex, 12th edition, halaman 134).
SIFAT DAN KARAKTERISTIK GEL ADALAH SEBAGAI BERIKUT (Disperse system vol 2 halaman 401-
403)
1. SWELLING
1
TEORI SEDIAAN – GEL [Year]
Gel dapat mengembang dengan mengabsorbsi cairan sehingga terjadi peningkatan volume.
Hal ini dapat dianggap sebagai fase awal disolusinya. Pelarut akan mempenetrasi matriks gel
sehingga interaksi gel-gel digantikan oleh interaksi gel-pelarut. Terbatasnya pengembangan
gel disebabkan adanya beberapa derajat ikatan silang dalam matriks gel yang mencegah
pelarutan sempurna.
2. SINERESIS
Selama didiamkan sistem gel dapat kontraksi. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan
dengan relaksasi dari tekanan elastis yang timbul selama pembentukan gel. Ketika tekanan
ini hilang, ruang intersititial bagi pelarut akan berkurang sehingga cairan pelarut pun akan
keluar dan menuju ke permukaan gel, peristiwa inilah yang disebut sineresis. Sineresis dapat
terjadi pada hidrogel organic dan inorganic maupun organogel. Mekanisme terjadinya
sineresis dikaitkan dengan efek osmosis. Sineresis akan semakin nyata ketika konsentrasi
polimer berkurang.
3. STRUKTUR
Rantai panjang suatu pembentuk gel akan diperpanjang dalam pelarut yang baik seperti
yang terjadi pada gel aqueous di mana terjadi ikatan hydrogen antara air dan gugus
hidroksil pada gelling agent. Sementara dalam pelarut yang buruk, molekul gel akan lebih
tergulung, sebab interaksi gel-gel akan lebih cenderung terjadi dibanding interaksi gel-
pelarut.
Garam akan menarik bagian air dari suatu bagian hidrasi polimer sehingga terbentuk
lebih banyak ikatan molekuler sekunder yang mengakibatkan pembekuan dan
pengendapan. Kation multivalent sangat berefek kuat terhadap larutan polimer anionic.
Penambahan kation di- atau trivalent seperti penambahan Cu pada larutan CMC Na atau
Ca pada Na-alginat akan membentuk gel.
Pengaruh suhu terhadap struktur gel tergantung pada sifat kimiawi polimer dan
mekanisme interaksinya dengan medium. Banyak pembentuk gel (gelling agent) lebih
larut dalam air panas daripada dingin. Jika suhunya dikurangi ketika gel sudah melarut,
derajat hidrasi akan berkurang dan terjadilah pembekuan (gelation). Namun beberapa
polimer dapat mengalami thermal gelation, dan mereka adalah kelompok polimer yang
lebih larut dalam air dingin, sehingga sebaliknya larutannya akan membentuk gel atau
membeku ketika dipanaskan (contohnya metil selulosa dan poloksamer).
Pengaruh BM terhadap karakteristik gel: Polimer yang sangat panjang akan semakin
mudah terjerat atau kusut dan menghasilkan viskositas yang lebih tinggi. Oleh sebab itu,
konsentrasi rendah polimer dengan BM tinggi digunakan untuk men”gel”kan pelarut. Hal
ini dapat dipandang sebagai hambatan yakni gel sulit tersebar karena interaksi kohesif
yang tinggi antaruntaian gel. Demikian pula dibutuhkan konsentrasi tinggi polimer BM
rendah untuk menghasilkan viskositas dan membentuk gel, sehingga akan meningkatkan
biaya karena semakin banyak jumlah pembentuk gel yang digunakan dan akan menutupi
sifat yang diharapkan dari formulasi gel tersebut.
4. EFEK SUHU
2
TEORI SEDIAAN – GEL [Year]
Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur
tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Polimer
separti MC, HPMC, terlarut hanya pada air yang dingin membentuk larutan yang kental. Pada
peningkatan suhu larutan tersebut membentuk gel. Fenomena pembentukan gel atau
pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut thermogelation.
5. EFEK ELEKTROLIT
Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik dimana koloid
digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit kecil
akan meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk menyusun diri sesudah
pemberian tekanan geser. Gel Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah
konsentrasi ion kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat
sebagai kalsium alginat yang tidak larut.
3
TEORI SEDIAAN – GEL [Year]
PENGGOLONGAN
b.
1. BERDASARKAN SIFAT FASA KOLOID (Disperse System Vol 2 hal 400):
a. Gel anorganik, contoh : bentonit magma
b. Gel organik, pembentuk gel berupa polimer
2. BERDASARKAN JENIS PELARUT (Disperse System Vol 2 hal 400; Panwar et al. 2011; Rao et al.
2013):
a. Hidrogel (adalah aqueous gel (pelarutnya air) yang mengandung polimer tidak larut air)
Contoh : bentonit magma, gelatin.
b. Organogel (mengandung pelarut bukan air/pelarut organik)
Contoh : plastibase dan dispersi logam stearat dalam minyak.
c. Xerogel (gel padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah)
Diperoleh dengan evaporasi pelarut sehingga hanya tertinggal kerangka gel. Contoh : gelatin
kering, tragakan ribbons dan acacia tears, dan sellulosa kering dan polystyrene.
d. Emulgel
Emulgel adalah kombinasi gel dan emulsi dalam satu sediaan di mana emulsi (baik itu w/o
atau o/w) digunakan sebagai pembawa untuk menghantarkan obat-obat hidrofobik yang
tidak dapat dihantarkan oleh gel saja. Gel yang teremulsi merupakan pembawa yang lebih
baik untuk obat-obat yang bersifat hidrofobik atau tidak larut air (Jain, 2011 hal 19; Panwar
et al. 2011, hal 333; Rao et al. 2013 hal 1)
adhesive dan/atau reologinya. Perpanjangan waktu kontak pada lokasi pemakaiannya akan
meningkatkan absorbsi obat, sehingga membuka peluang: obat dapat diberikan dengan dosis yang
lebih rendah, interval dosing yang lebih panjang ataupun keduanya. Selain itu, kandungan minyak
yang sangat rendah dibandingkan dalam salep maupun krim, membuat gel lebih disukai secara
kosmetikal. Meskipun efek oklusif tidak dimiliki gel, namun masih banyak formulasi gel yang dapat
menghasilkan absorpsi perkutan yang memadai untuk memberikan absorpsi sistemik. Pada rute
administrasi ocular, penggunaan gel selain terkait sifat kosmetikalnya juga karena dapat
menghasilkan pelepasan obat yang diperpanjang (efisiensi sediaan meningkat) dibanding tetes mata
yang mudah terhapus karena drainase nasolakrimal dan selain itu juga penurunan bioavaibilitasnya
karena permeabilitas kornea terhadap obat yang buruk (Dew, 2011 hal 12 dan 13).
Untuk hidrogel : efek pendinginan pada kulit saat digunakan; penampilan sediaan yang jernih; pada
pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus pandang, elastis, daya lekat tinggi yang
tidak menyumbat pori sehingga pernapasan pori tidak terganggu; mudah dicuci dengan air;
pelepasan obatnya baik; kemampuan penyebarannya pada kulit baik
KERUGIAN
Karena formulasi gel paling banyak terdiri dari air maka laju difusi molekul bebas dan kecil dalam gel
akan mirip dalam air murni. Artinya, obat akan cepat dikosongkan dari gel sehingga meskipun waktu
kontak panjang, namun obat tidak berefek lagi. Untuk memperlama pelepasan obat dari gel, obat
dapat diformulasikan sebagai partikel solid dalam gel yakni sebagai suspensi; obat dapat berinteraksi
dengan polimer gel, atau dapat didistribusikan dalam liposom atau misel yang terinkoporasi dalam
gel (Dew, 2011 hal 12 dan 13)
a. Untuk hidrogel : harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan
penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan
temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan
surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.
b. Penggunaan emolien golongan ester harus diminimalkan atau dihilangkan untuk mencapai
kejernihan yang tinggi.
c. Untuk hidroalkoholik : gel dengan kandungan alkohol yang tinggi dapat menyebabkan rasa pedih
pada wajah dan mata, penampilan yang buruk pada kulit bila terkena pemaparan cahaya
matahari, alkohol akan menguap dengan cepat dan meninggalkan film yang berpori atau pecah-
pecah sehingga tidak semua area tertutupi atau kontak dengan zat aktif.
efek merugikan (ADR) yang lebih rendah, mudah diaplikasikan dan tidak perlu dihapus. Dalam
penggunaan dermatologis, gel menguntungkan karena sifat tiksotropiknya, tidak berminyak, mudah
disebar/diaplikasikan, mudah dihapus, bertindak sebagai emolien, tidak meninggalkan noda,
kompatibel dengan beberapa eksipien dan larut air (Helal et al., 2012 hal 176).
III. FORMULA
a. FORMULA BAKU
FORMULA umum/standar
R/ Zat aktif
Basis gel
Zat tambahan
FORMULASI UMUM
- Zat aktif
- Basis gel
- Peningkat penetrasi
- Peningkat konsistensi
- Pengawet
- Pendapar
- Pelembab
- Antioksidan
- Pengompleks
- Ichtimol, gliserol dan 10 mL air dicampurkan, kemudian tambahkan mucilago tragakan, lalu
diaduk/dikocok.
- Berat diadjust dengan air, kemudian dikocok kembali, lalu dimasukkan ke dalam wadah.
Contoh 2
R/ Na-alginat 7g
Gliserol 7g
Metil hidroksi benzoat 0,2 g
Ca-glukonat 0,05 g
Air hingga 100 g
Catatan : basis ini harus disimpan semalam sebelum digunakan
Metoda pembuatan :
- Na-alginat dibasahkan dengan gliserol dalam mortir.
- Pengawet dan Ca-glukonat dilarutkan ke dalam 80 mL air dengan bantuan pemanasan, lalu
dinginkan hingga 60°C dan diaduk atau distirer cepat.
- Na-Alginat dalam gliserol lalu ditambahkan ke dalam campuran tersebut, lalu diaduk lebih lanjut
hingga homogen, kemudian dimasukkan ke dalam wadah
FORMULA GEL
(Pustaka : Phamaceutical Dosage Forms Disperse System, Vol II, Hal 415-418)
Cara pembuatan :
Efedrin sulfat dilarutkan ke dalam air dan ditambahkan gliserin, tragakan, kemudian
komponen lainnya. Campurkan dengan baik dan simpan dalam wadah tertutup baik selama 1
minggu dengan pengadukan sesekali.
3. CLEAR GEL
R/ Minyak mineral 10 %
Polioksietilen 10 oleil eter 20,7 %
Polioksietilen fatty gliserida 10,3 %
Propilen glikol 8,6 %
Sorbitol 6,9 %
Air 43,5 %
Cara pembuatan :
Semua komponen (kecuali air) dipanaskan hingga 90°C, kemudian air dipanaskan secara
terpisah hingga 95°C. Air dicampurkan ke dalam komponen lain tersebut dengan pengadukan,
lalu tuangkan pada suhu sekitar 60°C.
8
TEORI SEDIAAN – GEL [Year]
Air dipanakan hingga 40-50°F dan disimpan pada wadah pencampuran. Poloksamer F-127
ditambahkan secara perlahan dengan pengadukan yang baik kemudian pengadukan dilakukan
kembali hingga larutan terbentuk. Temperatur dijaga di bawah suhu 50°F. Tambahkan larutan
hidrogen peroksida dingin secara perlahan dengan pengadukan yang pelan (gentle). Lalu
pindahkan segera ke dalam wadah dan disimpan dalam temperatur ruangan hingga cairan
menjadi gel yang jernih.
PROSES PEMBUATAN
1. Timbang sejumlah gelling agent sesuai dengan yang dibutuhkan
2. Gelling agent dikembangkan sesuai dengan caranya masing-masing (tulis cara sesuai gelling agent
yang digunakan).
3. Timbang zat aktif dan zat tambahan lainnya
4. Tambahkan gelling agent yang sudah dikembangkan ke dalam campuran tersebut atau sebaliknya
sambil diaduk terus-menerus hingga homogen (pengadukan jangan terlalu kuat karena akan
menjerap udara sehingga menyebabkan timbulnya gelembung udara dalam sediaan yang
nantinya dapat mempengaruhi pH sediaan).
5. Gel yang sudah jadi dimasukkan ke dalam alat pengisi gel dan diisikan ke dalam tube sebanyak
yang dibutuhkan
6. Ujung tube ditutup lalu diberi etiket dan dikemas dalam wadah yang dilengkapi brosur dan etiket.
WADAH GEL
1. Gel lubrikan harus dikemas dalam tube dan harus disterilkan
2. Gel untuk penggunaan mata dikemas dalam tube steril.
3. Gel untuk penggunaan pada kulit dapat dikemas dalam tube atau pot salep.
4. Wadah harus diisi cukup penuh dan kedap udara untuk mencegah penguapan.
9
TEORI SEDIAAN – GEL [Year]
V. PERHITUNGAN
Perhitungan formula gel : Mengacu pada salep!
Formula yang diusulkan akan dibuat :
R/
Kapasitas minimal pengukuran konsistensi dengan Brookfield 250 gram, maka dibuat sediaan
minimal250 gram gel.
Perhitungan
Jumlah zat aktif selalu ditimbang dalam jumlah 5% berlebih untuk mencegah kemungkinan
berkurangnya kadar dalam sediaan akibat proses pembuatan ataupun dalam penyimpanannya.
Basis gel ditimbang 20-25% berlebih .
10
TEORI SEDIAAN – GEL [Year]
b. EVALUASI FISIK
1. Penampilan
Yang dilihat adalah kejernihan, warna dan transparansi serta ada atau tidaknya partikel kasar
(Caranya: Gel dioleskan pada kaca objek dan diamati di bawah mikroskop untuk melihat
adanya partikel-partikel kasar (Dhawan et al , 2009 hal 468)).
Dapat pula mengamati secara makroskopik aspek visual berupa konsistensi, homogenitas,
warna; aspek olfaktori (bau);aspek taktil (sentuhan dan sensasi termal) (Diwan et al., 2012).
dan hanya satu wadah yang bobot bersih isinya kurang dari 90% dari bobot yang tertera
pada etiket untuk bobot 60 g atau kurang dan 95% untuk bobot lebih dari 60 g dan kurang
dari 150 g.
Prinsip : 10 tube sediaan dibersihkan dan dikeringkan baik-baik bagian luarnya dengan kain
penyerap. Kemudian tube diletakkan secara horizontal di atas kain penyerap di dalam oven
dengan suhu diatur pada 60±3°C selama 8 jam
Hasil : tidak boleh terjadi kebocoran yang berarti selama atau setelah pengujian selesai.
Abaikan bekas gel yang diperkirakan berasal dari bagian luar dimana terdapat lipatan dari
tube atau dari bagian ulir tutup tube. Jika terdapat kebocoranpada 1 tube tetapi tidak lebih
dari satu tube, ulangi pengujian dengan 20 tube tambahan. Uji memenuhi syarat jika tidak
ada satu pun kebocoran diamati dari 10 tube uji pertama atau kebocoran yang diamati tidak
lebih dari 1 tube pada 30 tube yang diuji.
8. Uji difusi bahan aktif dari sediaan gel secara in vitro (Helal et al. 2012 (Fluconazole gel) hal.
177)
Prinsip: memperkirakan jumlah obat yang dapat melewati membran biologis dengan
menggunakan sel difusi yang memisahkan kompartemen reseptor (buffer pH tertentu) dan
donor (mebran yang diolesi gel). Membran yang digunakan dapat berupa membrane
selulosa ataupun kulit tikus (Abrar et al., 2012 hal 57)
Prosedur:
a. Sejumlah sampel sediaan sebanyak 1 g disebarkan / dioleskan pada membrane
selulosa (0,45 µm) yang sebelumnya telah direndam semalam dalam medium
pelepasan.
b. Membran ini diregangkan dan dipasang dengan kuat pada sebuah tube gelas/kaca
berdiameter 2 cm; membrane diikat dengan karet untuk mencegah kebocoran.
c. Tube dicelupkan ke dalam vessel disolusi yang mengandung 50 ml medium
pelepasan, buffer fosfat pH 5,5 (sesuaikan dengan zat aktif, bisa dilihat di jurnal yang
menggunakan zat aktif yang sama) dan dijaga pada suhu 37˚C ± 0,5˚C.
d. Poros kemudian dirotasi pada 50 rpm (sesuaikan dengan referensi yang diperoleh)
dan pada interval waktu spesifik tertentu diambil alikuot masing-masing sebanyak 3
ml dari medium. Sampel yang telah diambil diganti dengan medium pelepasan segar
dengan volume yang sama.
e. Sampel hasil pengambilan ditetapkan kadarnya dengan metode yang sesuai.
(Pustaka TA Sriningsih thn 1993 “Kecepatan difusi kloramfenikol dari sediaan salep dengan
pembawa campuran vaselin-lemak bulu domba-setil alcohol secara in vitro” halaman 22-
23)
Prinsip : Menguji difusi bahan aktif dari sediaan gel menggunakan suatu sel difusi dengan
cara mengukur konsentrasi bahan aktif dalam cairan penerima pada selang waktu tertentu.
12
TEORI SEDIAAN – GEL [Year]
Prosedur:
a. Sejumlah gel dioleskan pada pelat difusi sampai rata, ditutup dengan membran,
diusahakan tidak terjadi rongga udara, antara permukaan salep dan membran.
b. Pelat dipasang pada penyangga bawah dan ditutup dengan cincin, kemudian
dihubungkan dengan penyangga atas.
c. Sel difusi dimasukkan ke dalam penangas air bersuhu 37 oC, dihubungkan dengan
pompa peristaltik, wadah penerima dan tabung pencegah masuknya udara dengan
memakai selang
d. Cairan penerima disirkulasikan dengan kecepatan 10mL per menit memakai pompa
peristaltik
e. Cairan penerima dipipet pada waktu-waktu tertentu dan diganti dengan cairan yang
sama bersuhu 37oC
f. Kadar zat aktif ditentukan dengan metode yang sesuai
(TS terdahulu)
9. Uji pelepasan bahan aktif dari sediaan gel (in vitro release studies) (Helal et al., 2012 hal
177; contoh pada fluconazole gel)
Tujuan : mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan
Prinsip : mengukur kecepatan pelepasan bahan aktif dari sediaan gel dengan cara
mengukur
konsentrasi zat aktif dalam cairan penerima pada waktu-waktu tertentu dengan
menggunakan alat uji disolusi.
Prosedur:
a. Sejumlah satu gram sampel diletakkan pada kaca arloji yang ditutup dengan aluminium
mesh.
b. Kaca arloji kemudian dicelupkan ke dalam vessel yang mengandung 500 ml medium
pelepasan yaitu buffer fosfat pH 5,5 pada suhu 37˚C ± 0,5˚C dengan kecepatan dayung 50
rpm.
c. Diambil alikuot sebanyak 5 ml pada interval waktu yang spesifik misalnya 10 menit
selama 2 jam dan sesegera mungkin diganti dengan medium disolusi yang segar.
d. Ditetapkan kadar sampel dengan metode yang sesuai.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan persamaan regresi berdasarkan persamaan:
Orde 0:
Q= k0t di mana Q adalah jumlah obat yang dilepaskan pada waktu t dan k 0 adalah kecepatan
pelepasan orde 0.
Orde 1:
Ln (100-Q)= ln 100-k1t di mana Q adalah persentase jumlah obat yang lepas pada waktu t dan
k1 adalah konstanta laju pelepasan orde 1.
Persamaan Higuchi:
Q= kt1/2 di mana Q adalah persentase jumlah obat yang leaps pada waktu t dan k adalah
konstanta laju difusi
(Pustaka TA Ivantina thn 2003 “Pelepasan Diklofenak dari Sediaan Salep” hlm 15)
13
TEORI SEDIAAN – GEL [Year]
Penafsiran hasil : bahan aktif dinyatakan mudah terlepas dari sediaan apabila waktu
tunggu (waktu pertama kali zat aktif ditemukan dalam cairan penerima) semakin kecil dan
hal ini tergantung dari pembawa, penambahan komponen lain, dan jenis cairan penerima.
❑
K 1= ❑ ❑ di mana 2α adalah sudut kerucut
❑
Yield value antara 100-1000 dyne/cm2 menunjukkan kemampuan untuk mudah tersebar.
Nilai dibawah ini menunjukkan sediaan terlalu lunak dan mudah mengalir, diatas nilai ini
menunjukkan terlalu keras dan tidak dapat tersebar (Dosage Form, disperse system vol.2
hal 404).
.
b. Dilakukan uji dipercepat dengan :
Freeze-thaw cycling dapat digunakan untuk melihat apakah terjadi pemisahan atau
sineresis. Sifat gel dapat sangat dipengaruhi oleh freeze thaw cycling. Larutan polivinil
alcohol akan berkondensasi menjadi gel elastic rubbery setelah beberapa kali siklus
freeze-thaw. Hal ini disebabkan siklus ini mengakibatkan ikatan silang fisik pada molekul
polimer (Dosage Form, disperse system vol.2 hal 404)
Agitasi atau sentrifugasi (mekanik)
Sediaan disentrifugasi dengan kecepatan tinggi (sekitar 30.000 RPM). Amati apakah
terjadi pemisahan atau tidak.
Manipulasi suhu
Penyimpanan sampel pada beberapa variasi suhu yang tidak lebih dari 45-50˚C dan
dengan kelembapan yang sesuai dengan iklim di tempat pengujian (uji stabilitas di
ASEAN Guideline on Stability Study of Drug Product dapat juga dijadikan
acuan)
14
TEORI SEDIAAN – GEL [Year]
15