Anda di halaman 1dari 5

Review Jurnal

A. Pengantar

Tulisan ini merupakan review dari jurnal yang ditulis oleh Khoirudin Nasution, yang
berjudul Islam Membangun Masyarakat Bilateral dan Implikasinya terhadap Hukum
Keluarga Islam Indonesia (Yogyakarta: Al-Mawarid Edisi XVII Tahun 2017). Jurnal ini
terbit pada tahun 2007 di Al-Mawarid: Jurnal Syari’ah dan Hukum edisi XVII. Sub bahasan
dari jurnal ini, yaitu: 1.) Pendahuluan, 2.) Islam Membangun Masyarakat Bilateral, 3.)
Konsep Hukum Keluarga Islam, 4.) Hukum Keluarga sebagai Alat Rekayasa Sosial, 5.)
Penutup.

B. Ringkasan

1. Pendahuluan

Islam sebagai agama pembaruan mengubah berbagai aspek kehidupan. Salah satu
yang diperbarui adalah sistem kekeluargaan, dari patriarkal yang mengutamakan kaum laki-
laki, diperbarui menjadi bilateral atau parental yang memberikan kesempatan sama (setara)
untuk menjadi yang terbaik bagi laki-laki dan perempuan. Adapun model pembaruan yang
dibawa Islam dapat dikelompokkan menjadi tiga, yakni: (1) merombak secara total
(deconstruction), (2) memperbarui (reconstruction), dan (3) meneruskan apa yang sudah ada
(continiuity). Masalah-masalah yang berkaitan dengan Hukum Keluarga termasuk kelompok
yang harus dirombak secara total, tetapi dengan cara berangsur-angsur. Saat ini sudah
waktunya untuk menuntaskan dekonstruksi Islam di bidang Hukum Keluarga yang dimulai
nabi Muhammad SAW.

Hukum Keluarga masuk sistem kekeluargaan dan sistem sosial. Maka Hukum
Keluarga yang kelak diterapkan di Indonesia dan negara muslim lain, seharusnya adalah
Hukum Keluarga berdasarkan sistem bilateral dan berkeadilan. Dengan demikian, syari‘ah
yang diterapkan kelak di Indonesia adalah syari‘ah yang sesuai dan sejalan dengan
pembaruan nabi.

2. Islam Membangun Masyarakat Bilateral/ Parental

Masyarakat bilateral ialah masyarakat yang memberikan kesejajaran antara laki-laki


dan perempuan untuk berperan dan berkarya (amal shaleh dan taqwa). Nash yang
menyebutkan tentang kesejajaran kesempatan antara laki-laki dan perempuan beramal shaleh
dan taqwa ini dapat dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, nash yang menjelaskan sistem
perkawinan. Kedua, nash yang menjelaskan sistem warisan. Ketiga, nash yang menjelaskan
kesejajaran laki-laki dan perempuan dalam segala aspek kehidupan.

Nash yang menjelaskan sistem perkawinan Islam adalah al-Nisa’ ayat 22, 23 dan 24,
tentang wanita-wanita yang haram dinikahi. An-Nisa ayat 22-23 berisi larangan menikahi
ibu, anak, saudari, bibi, saudara bapak, ponaan dari saudara, ponaan dari saudari, ibu susu,
saudara sesusuan, mertua, anak tiri, serta mengumpulkan dua bersaudara dalam satu waktu.
Pada ayat 24 berisi deklarasi kebolehan menikahi selain yang sudah disebutkan pada ayat 22
dan 23.

Dari ketiga ayat diatas, tidak ada larangan melakukan perkawinan indogami, yakni
kemungkinan nikah dengan wanita satu marga (saudara sepupu), baik dari garis laki-laki
maupun garis perempuan. Indogami adalah sistem perkawinan yang sesuai dengan sistem
bilateral. Sementara kebalikan dari sistem indogami adalah exogami, yakni sistem
perkawinan yang membolehkan nikah hanya dengan orang di luar marga, sementara nikah
dengan orang yang satu marga adalah dilarang. Sistem perkawinan exogami berlaku dalam
sistem kekeluargaan patrelineal dan matrilineal.

Adapun nash yang menjelaskan sistem kewarisan Islam adalah al-Nisa’ ayat 11, 12
dan 176. Dalam surah al-Nisa’ ayat 11, anak laki-laki maupun perempuan dijadikan sebagai
ahli waris bagi orang tuanya. Ini adalah sistem waris bilateral. Demikian juga ayah dan ibu
menjadi ahli waris bagi anak yang mati punah (kalâlah). Al-Nisa’ ayat 12 dan 176
menetapkan bahwa saudara menjadi ahli waris bagi saudara yang mati, tidak peduli laki-laki
atau perempuan. Ini juga merupakan sistem bilateral.

Kesimpulan pokok dari dua kelompok nash yang berbicara perkawinan dan kewarisan
ialah bahwa salah satu misi pembaruan Islam adalah membangun masyarakat bilateral yang
memberikan kesejajaran dan kesetaraan (egaliter) antara laki-laki dan perempuan.

3. Konsep Hukum Keluarga Bilateral/Parental

No Faktor Sistem Patriarkal Sistem Bilateral/ Parental


Pembanding (UU No. 1 Tahun 1974)
1 Konsep akad Ijab dari wali, sementara Ijab dari calon mempelai perempuan dan kabul dari
nikah Kabul dari suami (Ps 1 ayat 4) calon mempelai suami
2 Konsep wali Hak wali nikah hanya dimiliki Wali nikah boleh laki-laki dan boleh perempuan. Hak
nikah yang berjenis kelamin laki- ini dimiliki oleh semua keluarga. Yang menjadi
laki (Ps 13 jo. Ps 18 ayat 2 pertimbangan yaitu kedekatan dan pemahaman
dan Ps 19) terhadap karakter calon mempelai, bukan berdasarkan
jenis kelamin (laki-laki)
3 Saksi nikah Saksi nikah harus laki-laki, Yang berhak menjadi saksi tidak harus laki-laki,
sementara perempuan tidak perempuan pun dapat menjadi saksi nikah. Sebab,
mungkin menjadi saksi nikah pada era global ini tidak ada alasan mengapa wanita
(Ps 22) tidak dapat menjadi saksi nikah
4 Konsep Seolah suami membeli isteri. Status mahar yang mulanya seolah harga isteri
mahar (Ps 1 ayat 7, 26, dan 29) diubah menjadi simbol cinta dan kebersamaan
5 Poligami Tidak sejalan dengan prinsip Kemungkinan untuk poligami hanya dengan alasan-
perkawinan monogami, dan alasan dan dalam kondisi-kondisi tertentu yang
praktek poligami yang sangat darurat. Yang menentukan darurat atau tidak
menyakitkan perempuan (Ps ialah pemerintah atau sekelompok ahli atau
46 s/d 50) pemimpin masyarakat, bukan orang-perorang
6 Kedudukan Suami sebagai kepala Status suami dan isteri perlu dikembangkan untuk
suami dan keluarga, penanggung jawab menjadi kepemimpinan yang kolegeal. Sehingga
isteri dan penjaga harta bersama, suami dan isteri secara bersama memimpin rumah
sementara isteri kepala rumah tangga, penanggung jawab nafkah dan penjaga harta
tangga (psl 70 ayat 1) bersama.
7 Kewajiban Sebagai pembimbing, Suami dan isteri sama-sama berkewajiban sebagai
suami pelindung, pendidik, dan pembimbing, pelindung, pendidik, penanggung
penanggung nafkah (Ps 71) nafkah, dan sebagai pengatur kehidupan rumah
tangga.
8 Kewajiban Berbakti lahir batin, dan Suami dan isteri sama-sama berkewajiban sebagai
isteri pengatur rumah tangga (Ps pembimbing, pelindung, pendidik, penanggung
74) nafkah, dan sebagai pengatur kehidupan rumah
tangga.
9 Nusyuz Hanya berlaku bagi Apabila salah satu pasangan durhaka, maka berhak
perempuan (isteri) (Ps 75 ayat ditegur oleh pasangannya
1-4)
10 Talak Hak mutlak suami, meskipun Proses terjadinya perceraian seharusnya tidak perlu
ada hak khuluk isteri, tetapi dibedakan antara suami dan isteri. Suami dan isteri
untuk terjadinya khuluk tetap sama-sama mempunyai hak inisiatif untuk
tergantung pada persetujuan mengusulkan terjadinya perceraian
suami
11 Ruju’ Menjadi masalah, sebab Dalam hal rujuk, suami dan isteri diberikan hak yang
meskipun ada hak isteri, tetapi sama
hanya hak keberatan bagi
isteri. (Ps 122, 130, dan 131)
12 Masa ‘iddah Hanya berlaku bagi mantan Sejalan dengan prinsip talak dan ruju‘.
isteri (Ps 124)
13 Hadanah Diprioritaskan kepada Hak hadanah diberikan berdasarkan kemampuan dan
perempuan (isteri) (Ps 126) kondisi para pihak, tanpa membedakan jenis kelamin

4. Hukum Keluarga sebagai Alat Rekayasa Sosial

Konsep Hukum Keluarga bilateral yang ditawarkan di atas kelak diharapkan menjadi
alat rekayasa sosial daripada alat kontrol sosial. Rekayasa sosial dapat diartikan usaha
pengendalian secara sadar terhadap sistem normative untuk mewujudkan mekanisme yang
dapat dipergunakan akal dan kesadaran manusia guna mengendalikan proses-proses social
untuk mencapai masyarakat yang dicita-citakan. Pembentukan norma-norma dan sanksi-
sanksi dapat menjadi potensi untuk melakukan pengendalian secara rasional proses
pembentukan masyarakat.

Usaha perubahan dengan menggunakan hukum adalah salah satu alternative sebagai
akibat dari hambatan melakukan rekayasa dari usaha lain. Hambatan yang dimaksud adalah
hambatan biaya. Hambatan kedua dalam melakukan perubahan sosial adalah sistem ide dan
penentang yang muncul dari kepentingan kelompok tertentu yang sudah bertahan lama.

Dalam melakukan rekayasa terhadap pemahaman masyarakat dalam bidang Hukum


Keluarga Islam dapat dilakukan dengan menggunakan cara represif yang bersifat simbolis.
Cara represif untuk mengembalikan paham masyarakat dari paham patriarkal menjadi paham
bilateral dalam bentuk contoh dari para tokoh masyarakat. Karena itu, tahapan pertama yang
perlu dilakukan adalah mengubah paham tokoh masyarakat yang masih bersifat patriarkal
dalam memahami masalah-masalah perkawinan menjadi paham bilateral. Tahap berikutnya
adalah para tokoh masyarakat ini memberikan contoh kepada masyarakat umum.
C. Penutup

1. Kesimpulan

Ada tiga kesimpulan dan satu saran yang penting dicatat. Pertama, bahwa sistem
kekeluargaan dan sistem sosial yang hendak dibangun nabi Muhammad SAW dengan Islam
yang dibawanya adalah sistem bilateral/parental. Kedua, umumnya Hukum Keluarga
Konvensional, baik konsep konvensional fikih maupun perundang-undangan perkawinan,
belum mengarah untuk membentuk sistem kekeluargaan dan sistem sosial bilateral/parental.
Ketiga, dengan tekad masyarakat Indonesia untuk menerapkan Hukum Keluarga dan sistem
sosial yang bilateral/parental, maka sudah waktunya untuk melakukan berbagai langkah
strategis. Untuk merumuskan Hukum Keluarga Islam yang bilateral dan parental dibutuhkan
kerja tim solit dan serius. Tim ini terdiri dari dua kelompok besar inti, yakni para ahli
(ilmuwan/‘ulama’) dan para pemimpin (ru’asa’). Untuk memenuhi kebutuhan ini disarankan
untuk melakukan pertemuan serius dan berkelanjutan dari pada ahli dan pemimpin Indonesia.

2. Analisis

Dari uraian di atas, Saya setuju dengan yang diungkapkan penulis jurnal ini, karena
dalam sistem bilateral kedudukan perempuan dan laki-laki tidak dibedakan (setara),
kedudukan suami-istri sederajat dan seimbang. Sistem bilateral/parental inilah yang
dikehendaki oleh Nabi Muhammad saw, terdapat beberapa nash yang menunjukkan bahwa
Islam hendak membangun masyarakat bilateral/parental. Saat ini sudah waktunya
menerapkan apa yang dicita-citakan nabi Muhammad SAW. Tahapan pertama yang perlu
dilakukan adalah mengubah paham tokoh masyarakat yang masih bersifat patriarkal dalam
memahami masalah-masalah perkawinan menjadi paham bilateral. Kemudian para tokoh
masyarakat ini memberikan contoh kepada masyarakat umum.

Anda mungkin juga menyukai