Oleh:
Dewi Kurniati
NIM: 20190212028
Oleh:
Dewi Kurniati
NIM: 20190212028
Oleh:
Dewi Kurniati
NIM: 20190212028
Pembimbing I Pebimbing II
Mengetahui
Wakil Dekan
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
ٍ ض ُك ْم اِىٰل َب ْع
ض َّواَ َخ ْذ َن ِمْن ُك ْم ِّمْيثَاقًا َغلِْيظًا ُ ف تَْأ ُخ ُذ ْونَهٗ َوقَ ْد اَفْضٰى َب ْع
َ َو َكْي
Artinya ;
“Dan bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal kamu
telah bergaul satu sama lain (sebagai suami-istri). Dan mereka (istri-istrimu)
telah mengambil perjanjian yang kuat (ikatan pernikahan) dari kamu.”
Quraish Shihab berpendapat dalam salah kitab karangannya
yaitu tafsir Al Misbah pesan, kesan dan keserasian terhadap Alquran
beliau berpendapat bahwa untuk membentuk keluarga sakinah yang
menjadi tujuan utama pernikahan adalah di mana pasangan suami istri
hendaknya menyatu sehingga menjadi nafsin Wahidah/diri yang satu,
yakni menyatu dalam perasaan dan pikirannya, dalam cinta Dan
1
Rizem Aizid, Fiqh Keluarga Terlengkap, (Jakarta Selatan; Laksana, 2018), hlm 59
2
Undang-undang Perkawinan No 1 Tahun 1974
harapannya, dalam gerak dan langkahnya, dalam keluh kesah dan
bahkan dalam menarik dan menghembuskan nafasnya.3 Kesatupaduan
tersebut terkadang menjadi celah ujian atau tantangan hidup bagi
pasangan itu sendiri baik karena perbedaan pendapat, watak,
kebiasaan bahkan kondisi masing masing yang terkadang saling
kontras satu sama lain. Semakin tegar, tabah dan sabar dalam
menghadapi perbedaan kondisi tersebut maka semakin besar pula
peluang kebahagiaan yang akan didapat. Itu berarti untuk mencapai
puncak kebahagiaan suatu individu harus mampu menahan
goncangan dalam bentuk apapun yang dihadapi dalam rumah
tangganya dan menerima dengan lapang dada kondisi baik atau buruk
yang telah ada pada pasangan maupun kondisi baik atau buruk yang
nantinya mungkin saja dialami oleh pasangannya.
Penerimaan tersebut menjadi pertanyaan besar ketika seorang
individu belum siap menerima hal buruk yang pada awalnya tidak ia
duga akan terjadi. Bahkan sering kita jumpai ketidaksiapan seorang
individu terhadap fisiknya sendiri yang awalnya menjadi tumpuan
dalam berkeluarga menjadi tidak berguna dan mengalami disability.
Status disabilitas yang dialamipun dapat menjadi penyulut khiyar4
fasakh. Seperti yang diuraikan Mazhab Malik dan Syafi’i bahwa
ditetapkan pilihan atas khiyar untuk memfasakh nikah karena cacat.5
(Ibn Waris al-Baji, al-Muntaqa Syarh al-Muwatta’, Juz’ 3, (Kairo: Dar al
Kitab al-Islami,t. tp) hal 278)
Imam al-Ghazalipun memperjelas kategori kecacatan kedalam
tiga macam yaitu aib yang kemungkinan terdapat pada laki-laki atau
suami, aib yang kemungkinan ada pada istri, dan aib yang
kemungkinan ada pada keduanya, baik suami ataupun isti.
3
M. Quraish Shihab, Perempuan dari Cinta Sampai Seks, (Jakarta : Lentera hati,
2005), hlm 144
4
Khiyar merupakan pilihan bagi salah satu atau kedua pihak yang melakukan
transaksi atau akad untuk melangsungkan atau membatalkan akad yang disepakati sesuai dengan
kondisi masing masing pihak yang melakukan akad. Dalam konteks akad nikah, khiyar yaitu hak
memilih bagi salah satu pasangannya untuk memilih tetap melangsungkan nikah atau tidak. Lihat,
Shalih Fauzan, al-Mulakhkhas al Fiqh, (Terj; Asmuni), (Jakarta: Darul Falah, 2005), hal. 501-508
5
Mursyid Djawas, Amrullah, Fawwaz Bin Adena, Fasakh Nikah dalam
teori Maslahah Imam Al-Ghazal, Vol 2 No. 1 (Banda Aceh: El-Usrah, 2019) hal 102.
Komentarnya tentang hal tersebut dapat dipahami dari kutipan Imam
Al-Ghazali berikut;
“Bagian pertama tentang kewajiban yang harus ada dalam
menetapkan khiyar ada lima. Dua hal yang berlaku khusus bagi
suami yaitu terpotong penis dan impoten. Dua hal yang berlaku
khusus bagi wanita, yaitu vagina tersumbat daging, dan vagina
tersumbat tulang. Sementara itu, tiga hal yang berlaku antara
keduanya, yaitu kusta lepra.., dan gila.”6
Fuqaha’ dari kalangan hanafiyyah menyebutkan bahwa semua
perceraian yang datang dari pihak suami dan tidak ada tanda tanda
datang dari perempuan, maka perceraian dinamakan thalaq, dan
semua perceraian yang asalnya dari pihak istri dinamakan fasakh.
Dari uraian tersebut mereka tidak membedakan antara cerai thalak
dengan cerai fasakh7. Ensiklopedia Islam menambahkan definisi
fasakh yaitu pemutusan hubungan pernikahan oleh hakim atas
permintaan suami atau istri atau keduanya akibat timbulnya hal-hal
yang dirasa berat oleh masing masing atau salah satu pihak suami istri
secara wajar dan tidak dapat mencapai tujuan pernikahan 8. Fasakh
pernikahan juga dapat berarti pembatalan tali pernikahan antara dua
orang yang disebabkan oleh faktor tertentu. Adapun faktor penyebab
fasakh nikah salah satunya adalah terdapat kecacatan maupun
kekurangan fisik atau mental (disabilitas) pada diri istri atau suami.9
Dalam hal ini Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, menyebutkan penyandang cacat/disabilitas
merupakan kelompok masyarakat rentan yang berhak memperoleh
perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.
Jika mengacu pada undang-undang tersebut maka sudah jelas bahwa
adanya peranan lain yang seharusnya ikut membantu melindungi dan
6
Mursyid Djawas, Amrullah, Fawwaz Bin Adena, Fasakh Nikah dalam teori
Maslahah Imam Al-Ghazal, Vol 2 No. 1 (Banda Aceh: El-Usrah, 2019) hal 110.
7
Tihani, Fiqh Munakahat, (Jakarta: rajawali, 2009), hal 195-196
8
Depag RI, Ensiklopedia Islam di Indonesia (Jakarta: Arda Utama, 1992) hal 282
9
Muhammad Habibi, Syahrizal Abbas, Sitti Mawar, FASAKH NIKAH DENGAN
ALASAN SUAMI MISKIN (Studi Perbandingan antara Ulama Syafi’iyyah dan Hukum Positif di
Indonesia), VOL.8. NO.2, (Banda Aceh: Universitas Islam Negeri Ar-Raniry. 2018) hal 151
bahkan mencukupkan ketidakmampuan disabilitas berkenaan dengan
adanya kekhususan yang dimiliki oleh disabilitas itu sendiri baik dari
lingkungan, kerabat, maupun keluarganya.
Pada akhirnya ketrampilan yang dimiliki oleh para disabilitas
menjadi tolak ukur terhadap bagaimana kemampuan seorang
disabilitas untuk dapat mencukupi kehidupannya sehingga nantinya ia
akan dinilai mampu untuk menjalankan tanggungjawab bagi
keluarganya sendiri. Hal inilah yang menjadi tanggung jawab
sekaligus peran negara dalam melindungi hak-hak para penyandang
disabilitas.
Namun disisi lain, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
no 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan undang undang Nomor 1 tahun
1974 tentang perkawinan pada pasal 19 butir kelima menyebutkan
terkait beberapa alasan perceraian yang dapat diterima salah satunya
adalah bahwa;
"Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit
dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai
suami/isteri."
Dari uraian pasal 19 yang telah disebutkan di atas pemerintah
seolah-olah angkat tangan dalam memberi ruang atau membantu para
disabilitas dalam menuntaskan kewajibannya sebagai suami/istri.
Meski terdapat kalimat dengan akibat tidak dapat menjalankan
kewajiban yang berarti ada syarat lain selain disabilitas itu sedniri,
namun kalimat tersebut dirasa belum cukup untuk memetakan para
disabilitas yang memiliki upaya untuk berjuang lebih. Kalimat pada
peraturan diatas justru lebih menekankan pada penegasan terhadap
pandanganan bahwa para disabilitas tidak dibekali dengan potensi
bahkan kemampuan di dalam kehidupan bermasyarakat.
Pada kenyataanya, dari wawancara penulis dengan Bpk Karsim
selaku ketua komunitas Difable Purbalingga setuju bahwa antara
ketidakmampuan dan disability tidak memiliki kaitan sama sekali.
Bahkan hampir keseluruhan diantara mereka yang sudah berkeluarga
menganggap pasangannya mampu menerima tulus bagaimana
kondisinya sebagai penyandang disabilitas dan merekapun merasa
bahwa tidak ada tekanan apapun dalam pernikahannya ketika
disability itu terjadi baik dari pasangan yang sebelumnya normal
maupun pasangan yang salah satu atau keduanya mengalami
disabilitas sejak sebelum menikah. 10
Hal tersebut menunjukan adanya ketimpangan antara isi
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 9 tahun 1975 pada pasal
19 dengan kenyataan dilapangan yang menyatakan adanya masalah
terhadap pemenuhan kewajiban bila seseorang mengalami
disability.Selain itu untuk mengetahui pendapat para imam mazhab
baik Imam al-Ghazali maupun asy-Syafi’i dan ketetuan KHI serta
relevansinya dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
mengenai permasalahan fasakh nikah, dan untuk mengetahui hukum
serta jalan istinbat hukum yang ditempuh untuk membolehkannya
fasakh nikah karena cacat dan tidak membolehkannya fasakh nikah
karena cacat. Dari permasalahan yang timbul itulah peneliti
tertarik untuk meneliti bagaimana Analisis Hukum Islam Terhadap
Fasakh Pernikahan Karena Disabilitas (Study Pasal 19 Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Di
Purbalingga).
2. Rumusan Masalah
10
wawancara terbuka dengan Bpk Karsim selaku Ketua Komunitas Difable
Purbalingga pada tanggal 9 Januari 2023 jam 10.00 pada pertemuan bulanan Persatuan
penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI)
b. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap fasakh pernikahan
karena disabilitas dalam UU No. 1 tahun 1974 tentang
perkawinan pasal 19 ?
3. Tujuan Penelitian
4. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
i. Sebegai pengetahuan terkait terapan fasakh pernikahan karena
disabilitas di Purbalingga bagi mahasiswa Universitas
Nahdlatul Ulama dan sekitarnya.
ii. Sebagai kajian Hukum Keluarga Islam analisis dalam Undang
Undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 19 Tentang Perkawinan
bagi akademisi prodi Hukum Syariah Aktivitas Universitas
Nahdlatul Ulama dan sekitarnya.
b. Manfaat Praktis
i. Menjadi kontribusi pengetahuan terhadap faskh pernikahan
karena disabilitas bagi para penyuluh KUA, maupun pegawai
pencatat nikah di kabupaten Purbalingga dan sekitarnya.
ii. Menjadi rujukan dan media baca bagi masyarakat Purbalingga
dan sekitarnya.
B. Kajian Pustaka
Rizal “Cacat Badan Sebagai Alasan Suami Berpoligami Ditinjau
Menurut Hukum Islam (Studi Pasal 4 Undang undang Perkawinan Nomor
1 Tahun 1974)” dalam tesis fakultas hukum keluarga Islam Konsentrasi
Ahwal Al-Syakhsiyah pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan
Syarif Kasim Riau pada tahun 2021. Hasil penelitian ini menyebutkan
ketentuan alasan suami berpoligami jika istri mendapat cacat badan dan
penyakit yang tidak dapat disembuhkan dalam hukum islam bisa
menyebabkan hak khiyar antara mempertahankan ataupun fasakh dengan
beberapa batasan dan ketentuan. Penelitian ini memiliki kesamaan dimana
sama-sama menjadikan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Thun 1974
sebagai objek penelitian. Adapun perbedaan penelitian Rizal dengan
penelitian yang akan diteliti oleh peneliti adalah pada penelitian yang
diteliti oleh Rizal berfokus pada hukum poligami dengan alasan cacat fisik
sedangkan peneliti berfokus kepada fasakh pernikahan yang disebabkan
cacat fisik atau disabilitas. Selain itu studi undang undang yang dikaji juga
memiliki perbedaan dimana Rizal mengkaji Pasal 4 Undang undang
Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 sedangkan peneliti mengkaji pasal 19
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
di Purbalingga.
Dewi Nurul Imanda “Fasakh Perkawinan karena alasan cacat badan
(studi komparasi fiqih dan undang-undang perkawinan)” dalam skripsi
fakultas syariah dan hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tahun 2018. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa fasakh
perkawinan karena alasan cacat dalam UUP No, 1 Tahun 1974 jo. Pasal 19
(e) PP No. 9 Tahun 1975 dan KHI pasal 116 adalah cacat atau penyakit
yang bersifat permanen atau dalam waktu yang lama, dimana pengadilan
agama dapat memutuskan perkawinannya dengan jalan perseraian bukan
jalan fasakh. Penelitian ini memiliki persamaan subjek kajian yaitu fasakh
nikah yang disebabkan oleh cacat badan. Sedangkan perbedaannya
dimana pada penelitian ini peneliti berfokus kepada relevansi antara
Undang undang Nomor 1 Tahun 1974 PP Nomor 9 Tahun 1975 juga
Kompilasi Hukum Islam (KHI) dengan kajian Fiqh tentang fasakh Nikah
karena alasan cacat sedangkan peneliti berfokus pada analisis hukum islam
tentang fasakh nikah yang diurai pada pasal 19 Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Muhammad Anas Fadholi “Analisis Pendapat Ibnu Hazim Tentang
Fasakh Nikah Karena Cacat” dalam skripsi fakultas syariah dan hukum
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim RIAU tahun 2021. Hasil
penelitian ini adalah pandangan Ibnu Hazm dimana perkawinan selamanya
tidak dapat di fasakhkan karena adanya cacat atau penyakit yang terdapat
pada suami atau istri, pendapat tersebut cenderung tidak sesuai dengan
prinsip tujuan perkawinan. Persamaan pada penelitian ini adalah sama
sama membahas persoalan fasakh nikah yang diakibatkan oleh cacat fsik.
Penelitian ini memiliki perbedaan dimana pada penelitian ini peneliti lebih
berfokus kepada pendapat Ibnu Hazim mengenai fasakh nikah karena
cacat, sedangkan pada penelitian ini peneliti berfokus pada analisis hukum
islam mengenai fasakh nikah disebabkan disabilitas.
Nurlaila Indah Setiyoningrum “Interpretasi Hakim Pengadilan Agam
terhadap perceraian disabilitas mental perspektif maqasyid syariah
jamaludin athiyah” dalam tesis program magister alahwal al-syakhshiyyah
pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
tahun 2022. Hasil penelitian menunjukan: (1) Tindakan diskriminatif di
pengadilan Agama siduarjo ketika perkara perceraian disabilitas mental
diputus verstek, dengan alasan tergugat penyandang disabilitas mental
dianggap cacat hukum, (2) Maqasid syariah jamaludin athiyah sangat
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Undang-undang nomor 8
tahun 2016 tentang pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas
merupakan bukti dan dukungan yang melindungi, serta mendapatkan
keadilan ketika berhadapan dengan hukum dari Negara sebagai kaum
minoritas. Persamaan pada penelitian ini adalah sama sama menajadikan
disabilitas dan perceraian sebagai sumber objek penelitian. Adapun
perbedaan pada penelitian ini, jika penelitian ini berfokus kepada
pandangan muqasyid syariah jamaludin athaiyah terhadap disabilitas
mental yang dijadikan alasan perceraian oleh Hakim sedangkan pada
penelitian ini peneliti berfokus kepada Analisis Hukum Islamnya terhadap
disabilitas yang dijadikan alasan perceraian dalam pasal 19 Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 Tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
Untuk mempermudah dan memperjelas perbedaan dan persamaan
antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan diteliti lihat tabel
sebagai berikut ini:
No. Nama Judul Persamaan Perbedaan
1. Rizal Cacat Badan Penelitian ini Adapun perbedaan
Sebagai memiliki penelitian Rizal
Alasan kesamaan dengan penelitian
Suami dimana sama- yang akan diteliti
Berpoligami sama oleh peneliti adalah
Ditinjau menjadikan pada penelitian
Menurut Undang- yang diteliti oleh
Hukum Undang Rizal berfokus
Islam (Studi Perkawinan pada hukum
Pasal 4 Nomor 1 poligami dengan
Undang Thun 1974 alasan cacat fisik
undang sebagai objek sedangkan peneliti
Perkawinan penelitian berfokus kepada
Nomor 1 fasakh pernikahan
Tahun 1974) yang disebabkan
cacat fisik atau
disabilitas. Selain
itu studi undang
undang yang dikaji
juga memiliki
perbedaan dimana
Rizal mengkaji
Pasal 4 Undang
undang Perkawinan
Nomor 1 Tahun
1974 sedangkan
peneliti mengkaji
pasal 19 Peraturan
Pemerintah
Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun
1975 Tentang
Pelaksanaan
Undang-Undang
Nomor 1 Tahun
1974 Tentang
Perkawinan di
Purbalingga.
2. Dewi Nurul Fasakh Penelitian ini Sedangkan
Imanda Perkawinan memiliki perbedaannya
karena alasan persamaan dimana pada
cacat badan subjek kajian penelitian ini
(studi yaitu fasakh peneliti berfokus
komparasi nikah yang kepada relevansi
fiqih dan disebabkan antara Undang
undang- oleh cacat undang Nomor 1
undang badan Tahun 1974 PP
perkawinan) Nomor 9 Tahun
1975 juga
Kompilasi Hukum
Islam (KHI)
dengan kajian Fiqh
tentang fasakh
Nikah karena
alasan cacat
sedangkan peneliti
berfokus pada
analisis hukum
islam tentang
fasakh nikah yang
diurai pada pasal
19 Peraturan
Pemerintah
Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun
1975 Tentang
Pelaksanaan
Undang-Undang
Nomor 1 Tahun
1974 Tentang
Perkawinan.
3. Muhammad Interpretasi Persamaan Penelitian ini
Anas Fadholi Hakim pada memiliki perbedaan
Pengadilan penelitian ini dimana pada
Agam adalah sama penelitian ini
terhadap sama peneliti lebih
perceraian menajadikan berfokus kepada
disabilitas disabilitas pendapat Ibnu
mental dan Hazim mengenai
perspektif perceraian fasakh nikah
maqasyid sebagai karena cacat,
syariah sumber objek sedangkan pada
jamaludin penelitian penelitian ini
athiyah peneliti berfokus
pada analisis
hukum islam
mengenai fasakh
nikah disebabkan
disabilitas.
4. Nurlaila Indah Keluarga Mengkaji Adapun perbedaan
Setiyoningrum sakinah tentang pada penelitian ini,
menurut keluarga jika penelitian ini
pasangan sakinah pada berfokus kepada
penyandang penyandang pandangan
disabilitas disabilitas muqasyid syariah
jamaludin athaiyah
terhadap disabilitas
mental yang
dijadikan alasan
perceraian oleh
Hakim sedangkan
pada penelitian ini
peneliti berfokus
kepada Analisis
Hukum Islamnya
terhadap disabilitas
yang dijadikan
alasan perceraian
dalam pasal 19
Peraturan
Pemerintah
Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun
1975 Tentang
Pelaksanaan
Undang-Undang
Nomor 1 Tahun
1974 Tentang
Perkawinan
5. Dewi Kurniati Analisis Mengkaji Perbedaan yang
hukum islam tentang mendasar adalah
terhadap fasakh peneliti berfokus
fasakh pernikahan pada analisis
pernikahan
berikut hukum islamnya
karena
adisabilitas sedangkan pada
disabilitas
(study pasal yang menjadi penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian (field
research) atau penelitian empiris. Penelitian lapangan ini merupakan
penelitian yang bertujuan memecahkan masalah-masalah praktis yang
berkembang dalam masyarakat.11 Penelitian lapangan juga
mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang,
dan interaksi lingkungan suatu unit sosial, individu, kelompok,
lembaga atau masyarakat atau penelitian yang langsung dilakukan
dilapangan pada responden.12 Data-data dan informasi yang diperoleh
secara langsung terjun kelapangan menggunakan cara wawancara
dengan masyarakat, observasi lapangan serta menyebarkan kuesioner
pada responden untuk mendapatkan data yang diinginkan.13 Adapun
yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah Para penyandang
disabilitas yang telah berkeluarga atau pernah berkeluarga dan
tergabung dalam komunitas Persatuan Penyandang Disabilitas
Indonesia (PPDI). Sedangkan objek penelitianya adalah ada atau
tidaknya fasakh pernikahan karena disabilitas di Purbalingga.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini ialah pendekatan
campuran transformatif (transformative mixed method), dimana
pendekatan ini menggabungkan elemen-elemen pendekatan
konvergen, sekuensial eksplanatori, atau sekuensial eksploratori dalam
kerangka keadilan sosial untuk membantu kelompok yang
termarginalisasi.14 Kelompok yang dimaksud adalah para disabilitas
11 Azwardi,. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia, (Banda Aceh; Syiah Kuala University Press Darussalam, 2018). hlm 4
12 H. Syamsunie Carsel HR Metodologi Penelitian Kesehatan dan Pendidikan (Yogyakarta ; Penebar Media, 2018), hlm 74
14 John W, Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixes Methods Approache. Fourth Edition, Terj. Achmad Fwaid
16 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif-Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainny, Edisi Kedua,
17 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R&D (Bandung; Alfabeta, 2012), hlm 19
b. Kuesioner
Kuesioner adalah suatu bentuk daftar pertanyaan, yang
dimaksudkan untuk mengukur variabel faktual.18 Adapun
kuesioner yang akan peneliti gunakan adalah kuesioner tertutup
yang merupakan beberapa bentuk pertanyaan yang telah
disediakan alternatif jawaban, kemudian responden diminta untuk
memberi jawaban dengan cara memberi tanda cek pada kolom
alternatif jawaban yang sesuai dengan keadaan dirinya.19
Kuesioner tersebut akan diberikan kepada anggota PPDI
(Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia) untuk diisi sesuai
dengan keadaan mereka dilapangan.
c. Wawancara
Wawancara adalah berdialog yang dilakukan peneliti secara
langsung untuk mendapatkan informasi atau keterangan informasi
secara tatap muka ataupun dengan memanfaatkan sarana
komunikasi yang lain. Adapun jenis wawancara yang digunakan
peneliti adalah wawancara semi terstruktur dimana peneliti telah
menyiapkan daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada
responden tetapi urutan pengajuan pertanyaan pertanyaan tersebut
bersifat fleksibel karena tergantung pada arah pembicaraan.20
d. Dokumentasi
Dokumentasi adalah teknik diajukan untuk mempeeroleh
data secra langsung dari tempat penelitian meliputi: buku-buku
yang relevan, laporan kegiatan, foto-foto, file documenter data
yang relevan. Teknik dokumentasi dilakukan saat penelusuran
informasi dari objek yang bersangkutan yaitu dengan pencarian
data mengenai hal-hal atau variable berupa catatan, transkip,
buku-buku dan lain sebagainya.21 Dalam hal ini peneliti mencari
18 Djaali, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Jakarta Timur; PT Bumi Aksara, 2020), hlm 66
19 Idem hlm 68
21 Ridwan, Metode & Teknik Penyusunan Tesis (Bandung; Alfabeta, n.d.), hlm 105
data langsung pada respondesn terkait bagaimana kehidupan para
disabilitas.
7. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses berkelanjutan terus
menerus terhadap suatu data, mengajukan pertanyaan-pertanyaan
analis, dan menulis catatan-catatan singkat selama penelitian. 22
Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam menganalisis data
adalah sebagai berikut:
a. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data merupakan rangkuman, mencari titik fokus
pada hal yang penting, mencari tema dan menulis hal-hal pokok
serta membuang hal-hal yag tidak perlu.91 Dalam hal ini peneliti
merangkum data yang didapatkan dilapangan dan memilih hal
pokok yang berkaitan dengan pengaruh disabilitas terhadap
keghidupan rumah tangganya dan membuang data-data yang
tidak penting yang diperoleh di lapangan. Adapun tahap awal
yang dilakukan dalam melakukan reduksi data ialah hasil dari
kuesioner kepada para disabilitas yang sudah berkeluarga yang
diikuti dengan pendapat Imam madzhab mengenai fasakh
pernikahan karena disabilitas dan korelasinya dengan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan di
Purbalingga
b. Penyajian Data (Data Display)
Setelah mereduksi data, langkah selanjutnya adalah
penyajian data. Setelah peneliti melakukan reduksi data, maka
peneliti merangkum dan memilih gagasan pokok dan
memfokuskan pada hal penting guna untuk menjawab rumusan
masalah dalam penelitian ini. Langkah selanjutnya adalah
menyajikan data dalam bentuk angka-angka sebagai fase
kuantitatif dan juga narasi yang menggunakan kata-kata, kalimat-
kalimat atau paragraf-paragraf sebagai fase kualitatif. Data-data
22 John W, Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixes Methods Approache. Third Edition, Terj. Achmad Fwaid
23 John W, Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixes Methods Approache. FourthEdition, Terj. Achmad Fwaid