Anda di halaman 1dari 19

HAFALAN AL-QURAN SEBAGAI MAHAR PERNIKAHAN (STUDI

ANALISIS PENDAPAT IBNU RUSYD DALAM KITAB BIDAYATU AL-


MUJTAHID WA NIHAYATU AL-MUQTASHID)

PROPOSAL SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Melanjutkan Ke Skripsi
Pada Juruan Syariah Program Studi Perbandingan Mazhab
Sekolah Tinggi Ilmu Islam Dan Bahasa Arab (STIBA) Makassar

OLEH:
ADLI SULAEMAN
NIM/NIMKO:181011062/85810418062

JURUSAN SYARIAH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB


SEKOLAH TINGGI ILMU ISLAM DAN BAHASA ARAB
(STIBA)MAKASSAR
1443 H. / 2021 M.
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Pembimbing penulisan proposal Saudara Adli Sulaeman, NIM/NIMKO:


181011062/85810418062, mahasiswa Program Studi Perbandingan Mazhab pada
Jurusan Syariah STIBA Makassar, setelah dengan seksama meneliti dan
mengoreksi proposal yang bersangkutan dengan judul, “Hafalan Al-Quran sebagai
mahar pernikahan (Studi analisis pendapat Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatu al-
Mujtahid wa nihayatu al-Muqtashid)” memandang bahwa proposal tersebut telah
memenuhi syarat syarat ilmiah dan dapat disetujui untuk dilanjutkan ke skripsi.
Demikian persetujuan ini diberikan untuk diproses lebih lanjut.

Makassar, 05 November 2021 M

1.Rustam Efendi, Lc., M.Ag. (.................................................)

2.Abdurrabbani Usman Nur, Lc., M.A. (.................................................)

Mengetahui,

Wakil Ketua I Ketua Prodi


STIBA Makassar, Perbandingan Mazhab,

Dr, Kasman Bakri, S.H., M.H Saifullah Bin Anshor, Lc.,


M.H.I.
NIY. 28051982092011130 NIY. 18041985082014459
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan akad yang membatasi hak dan kewajiban antara

seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan muhrim.Perkawinan adalah

suatu akad antara seorang mempelai laki-laki dengan mempelai wanita atas dasar

kerelaan dan kesukaan kedua belah pihak yang dilakukan oleh pihak lain (wali)

menurut sifat dan syarat yang telah ditetapkan untuk menghalalkan percampuran

antara keduanya sehingga satu sama lain saling membutuhkan menjadi sekutu

sebagai teman hidup dalam rumah tangga. 1 Ketentuan mengenai pernikahan ini

tergambarkan dalam firman Allah ta’ala dalam Al-Quran surah Ar-Rum ayat 21:

‫ِل‬ ‫ِا‬ ‫ِا‬


‫َو ِم ن ٰاٰيِته َان َخ َلَق َلُك م ِّم ن َانُف ِس ُك م َازَو اًج ا ِّلَتسُك ُنۤو ا َليَه ا َو َجَعَل َبيَنُك م َّم َو َّدًة َّو َر َمحًة َّن ىِف ٰذ َك‬

‫ٰاَلٰيٍت ِّلَق وٍم َّيَتَف َّك ُر وَن‬

“Dan di antara tanda tanda (Kebesaran)-Nya ialah Dia menciftakan pasangan

pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram

kepadanya,dan dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada

yang demikian itu benar benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum

yang berfikir.”2

1
Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat 1(Bandung:Pustaka Setia,2001), 9, skripsi
(Abd.Basit Misbachul Fitri: STAI Darussalam Nganjuk, 2018), h.1.
2
Kementrian agama, Al-Quran Hafalan mudah(cet.II;Bandung:penerbit Cordoba 2020), h
21.
Selain disebutkan dalam al-Quran dan hadis Nabi saw. Perkawinan

menurut hukum Islam ini disebutkan pula dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun

1991 tentang kompilasi hukum Islam, yaitu darin pasal 1 sampai dengan pasal 170

KHI...Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang

sangat kuat atau mītsāqan galīẓan untuk mentaati perintah Allah dan

melaksanakannya merupakan ibadah (pasal 2 KHI). Perkawinan adalah sah

apabila dilakukan menurut hukum islam (pasal 4 KHI).3

Tujuan perkawinan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk

agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.

Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga, sejahtera

yakni kasih sayang antara anggota keluarga.4 Tujuan utama pernikahan dalam

Islam ialah menjauhkan dari perbuatan maksiat dan mampu membentengi diri dari

perbuatan keji dan merendahkan martabat, salah satunya terjatuh kedalam dosa

zina, ini sesuai dengan hadits Nabi Shallallahu alaihi wasallam yang

diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu. Ia

menuturkan “Kami bersama Nabi Shallallahu alaihi wasallam sebagai pemuda

yang tidak mempunyai sesuatu, lalu beliau bersabda kepada kami :

‫ فإنه أغض للبصر وأخصن‬,‫ من استطاع منكم الباءة فليتزوج‬,‫يا معشر اللشباب‬

‫فإنه له وجاء‬,‫ومن مل يستطع فعليه بلصوم‬,‫للفرج‬


"Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah,

maka menikahlah karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih
3
Husein Muhammad Yusuf, jodoh; Memilih jodoh dan meminang dalam Islam (cet.1;
Jakarta: Gema Insani, 1435 H/2014 M), h.2-4.
4
M.Thalib, perkawinan Menurut Islam (Surabaya:Al-Ikhlas , 1993), 1., skripsi (Abd.Basit
Misbachul Fitri: STAI Darussalam Nganjuk, 2018), h.1.
memelihara kemauan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia

berpuasa karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng).5

Islam sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan wanita dengan

memberi hak-hak kepadanya, salah satunya berupa menerima Mahar (maskawin )

pada saat dinikahinya. Mahar bukanlah pembayaran yang seolah olah menjadikan

perempuan yang hendak dinikahi telah dibeli seperti barang namun pemberian

mahar dalam syari’at Islam dimaksud untuk mengangkat harkat dan derajat kaum

perempuan yang sejak zaman jahiliyyah telah diinjak-injak harga dirinya. Dengan

adanya Mahar status perempuan tidak dianggap sebagai barang yang

diperjualbelikan.6

Adapun hukum mahar, para ulama sepakat bahwa mahar termasuk salah

satu syarat sahnya pernikahan. Dan tidak boleh mengadakan persetujuan untuk

meninggalkannya, berdasarkan firman Allah Ta’ala, ”Berikanlah maskawin-

maskawin kepada wanita-wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang

penuh kerelaan” (QS.An-Nisaa [4]: 25)7

Saat ijab qabul dalam perkawinan mahar akan disebutkan berupa apa dan

berapa jumlah atau besarannya. Mahar atau mas kawin diberikan pihak mempelai

laki-laki atau keluarganya kepada mempelai perempuan atau keluarga dari

mempelai perempuan pada saat perkawinan. Dalam perkawinan di Indonesia

biasanya digunakan sebagai mahar berupa materi atau harta.

5
.HR.Al-Bukhari (no.5066)kitab an-Nikah, Muslim(no.1402 kitab an-Nikah, dan at-
Tirmidzi (no.1087) Sohih Al-Bukhari kitab an-Nikah, h. 969.
6
Beni Ahmad Saebani, fiqh Munakahat, h. 262.
7
Ibnu Rusyd, Kitab An-Nikah (Kitab Bidayatul Mujtahid) penerbit; Ahmad Abu Al Majdi, h.33.
Budaya mahar dipercaya sudah ada sejak zaman purbakala sering dengan

berkembangnya peradaban manusia, meskipun tidak ada sumber resmi yang

menyebutkan secara jelas. Penemuan tertua yang mengatur tentang tata cara

pemberian mahar tercatat pada piagam Hammurabi yang menyebutkan : “Seorang

laki laki yang telah memberikan mahar kepada seorang mempelai wanita, namun

mempersunting wanita lain tidak berhak mendapat pengembalian atas mahar yang

telah diberikannya. Apabila ayah dari mempelai wanita menolak menikahkan

maka laki laki tersebut berhak atas pengembalian mahar yang telah diberikannya.

Jika seorang istri meninggal tanpa sempat melahirkan seorang anak laki-laki, ayah

dari istri tersebut harus memberikan mahar sebagai denda kepada pihak laki-laki,

setelah dikurangi nilai dari mahar yang diberikan pihak laki-laki.8

Di zaman jahiliyyah bahkan zaman sekarang hak mahar perempuan itu

dihilangkan dan disia-siakan. Sehingga walinya dengan semena-mena dapat

menggunakan mahar dan tidak memberikannya kepada perempuan tersebut untuk

digunakannya. Lalu Islam datang menghilangkan belenggu tersebut dan

kepadanya diberikan hak maharnya.

Seiring dengan datangnya Islam, Islam menghapus semua praktik dan

kebiasaan yang merugikan wanita dalam dalam hal mahar sehingga wanita tidak

lagi diperlakukan seperti barang yang dibeli dari penjual.

Agama Islam hadir menghapus dehumanisasi yang dialami oleh wanita

pada masa pra-Islam. Agama Islam datang dengan memperhatikan hak-hak wanita

di dalam pernikahan. Termasuk hak untuk memperoleh Mahar dari suaminya,

8
Koentjaraningrat. 1990. Beberapa pokok Antropologi sosial, ttp, Dian rakyat, h. 103-
104.
pemberian mahar terhadap wanita yang akan dinikahi adalah salah satu bentuk

memuliakan kaum wanita. Pemberian Mahar ini dapat dilakukan secara tunai

berupa uang dan barang atau non tunai berupa jasa.9

Makna mahar lebih dekat kepada syariat agama Islam dalam menjaga

kemuliaan peristiwa suci atau perkawinan. Salah satu dari usaha Islam ialah

memperhatiakan dan menghargai kedudukan wanita, yaitu memberinya hak

untuk memegang urusannya. Berkenaan dengan mahar ini Allah swt. Berfirman :

‫َو ٰاُتوا الِّنَس ۤاَء َص ُد ٰقِتِه َّن ْحِنَلًة ۗ َفِاْن ِط َنْب َلُك ْم َعْن َش ْي ٍء ِّم ْنُه َنْف ًس ا َفُك ُلْو ُه َه ِنْۤئًـا َّم ِر ْۤئًـا‬

“Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu

nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka

menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati,

maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.” (QS.AL-

NISA’: 4).10

Di dalam hadis juga Rosulullah bersabda:

“Kawinlah engkau walaupun dengan mas kawin cincin dari besi” (HR. Bukhori ).

Maksud dari ayat dan hadist di atas sangat jelas bahwa mahar ialah pemberian

calon suami kepada calon istri baik berbentuk barang, uang, atau jasa, yang tidak

bertentangan dengan hukum Islam.

Pemahaman mendasar terkait mahar pernikahan adalah sebuah pemberian

dari mempelai pria kepada mempelai wanita yang berupa materi, baik berupa

9
Lili Rasyidi, Hukum Perkawinan Dan Perceraian Di Malaysia Dan Indonesia
(Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 1991), jurnal (Ibnu Irawan : UIN Raden Intan Lampung), h.
1.
10
Kementrian agama, Al-Quran Hafalan mudah (cet. II; Bandung: penerbit cordoba,
2020), h. 77.
seperangkat alat salat, cincin, uang atau barang berharga lainnya. Namun pada

prakteknya terdapat pula yang mempersembahkan mahar pernikahan berupa jaza

untuk melakukan sesuatu. Kondisi seperti ini tidak dilarang oleh syariat Islam.

Mayoritas fukaha memperbolehkannya, dengan landasan Al-Quran dan Hadits

Nabi saw. Salah satu contoh mahar pernikahan yang diberikan kepada pihak

wanita dalam bentuk jasa adalah dengan mempersembahkan pengambdian dirinya

selama kurang waktu 8 (delapan) tahun dengan jasanya untuk mengembala

kambing yang terjadi ketika Nabi Musa as menikahi salah seorang putri Nabi

Syu’aib as dengan mas kawin atau mahar berupa bekerja selama 8 (delapan)

tahun,11 sejarah dan kisah tersebut Allah swt. Abadikan didalam Al-Quran,

sebagaimana yang terdapat pada QS Al-Qasas Ayat 27 :

‫َقاَل ِإيِّن ُأِر يُد َأن ُأنِكَح َك ِإحَد ى ٱبَنَّيَت َٰه َتِني َعَلٰى َأن َتأُج َر يِن َٰمَثَيِن ِح َج ج َفِإن َأَمتمَت َعشرا‬
‫ِلِح‬ ‫ِم‬ ‫ِج‬ ‫ِم ِع ِد‬
‫َف ن ن َك َو َم ا ُأِر يُد َأن َأُش َّق َعَليَك َس َت ُد يِن ِإن َش اَء ٱلَّلُه َن ٱلَّٰص َني‬

“Berkatalah Dia (Syu’aib) : “Sesunggunya aku bermaksud menikahkan

kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja

denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah

(suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu

insya Allah akan mendapatiku termasuk orang orang yang baik.”12

11
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia antara Fikih Munakahat dan
undang -undang perkawinan (Jakarta : Kencan Pradana media grup, 2009). Journal of social-
religion research, Ibnu Irawan, h. 122.
12
.Kementrian Agama,Al-Quran Hafalan Mudah (cet.II;Bandung: Penerbit Cordoba,
2020), h.388.
Pada kenyataannya, generasi milenial banyak yang memberikan mahar

pernikahan diluar kebiasaan masyarakat pada umumnya. Mahar yang diberikan

bukan seperangkat alat salat,cincin barang atau sejenisnya yang bersifat materi,

akan tetapi mahar yang diberikan pada akad pernikahan adalah berupa hafalan

Al-Quran, yang dibacakan mempelai pria di majelis akad pernikahan. Sebagian

masyarakat ada yang sangat menginginkan mahar pernikahan berupa hafalan Al-

Quran, dengan alasan mahar hafalan Al-Quran lebih utama (afdal) dibandingkan

dengan mahar mahar yang lainnya13

Menjadikan hafalan al-Quran sebagai mahar pernikahan, sering dianggap

sebagai sesuatu yang sangat mulia dan berharga. Banyak para masyarakat yang

menginginkan mahar pernikahan anaknya ialah hafalan al-Quran, bahkan ada

yang mensyaratkan calon suaminya harus menghafalkan surat tertentu untuk

dijadikan mahar. Ini sah sah, karena mahar merupakan hak perempuan. Akan

tetapi hafalan al-Quran apabila dijadikan mahar, justru bisa merusak makna mahar

itu sendiri. Karena mahar adalah pemberian yang berwujud yang bisa dirasakan

manfaatnya bagi si wanita tersebut, sedangkan hafalan al-Quran tidak bisa

diberikan dalam bentuk wujud.

Secara teori mahar hendaknya menjadi nilai manfaat dan mashlahat bagi

mempelai wanita. Oleh karena itu,anjuran pemberian mahar atau mas kawin

berupa materi agar kelak di kemudian hari dapat dirasakan manfaatnya dan dipetik

manfaatnya di waktu yang akan datang. Dan dikhawatirkan dengan pemberian

mahar berupa hafalan Al-Quran tidak sampai pada tujuan dari syariat pemberian

13
Jusmainda, “Empat pemuda ini menikahh dengan mahar hafalan ayat Al-Quran”
accessed oktober 2019, http://makassar. terkini. id/4-pemuda-nikah-mahar-hafalan-ayat-al-quran/.
mahar terhadap mempelai wanita serta mengabaikan esensi mahar di dalam

hukum islam, maka sebagai tindakan preventif dari persoalan ini ialah perlunya

peninjauan terlebih dahulu dengan prosuder hukum yang benar dan tepat, agar

dikemudian hari tidak ada unsur kesalahan dan penyesalan dengan hilangnya hak-

hak salah satu dari pandangan suami istri.14

Dari latar belakang di atas, maka keinginan penulis akan melakukan

penelitian skripsi, yang berjudul “Hafalan al-Quran sebagai mahar Pernikahan

(Studi analisis pendapat Ibnu Rusyd Dalam Kitāb Bidāyatu Al-Mujtahid wa

nihāyatu Al-Muqtashid)”.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mengangkat permasalahan yang

akan menjadi pokok pembahasan / sub masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep mahar menurut Ibnu Rusyd?

2. Bagaimana analisis kedudukan dan istinbat hukum hafalan al-Quran sebagai

mahar perkawinan menurut Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidāyatu Al-Mujtahid

wa nihāyatu Al-Muqtashid?

C. Pengertian Judul

Untuk menghindari kesalahan kesalahan dalam memahami judul

penelitian, maka peneliti sangat perlu menjelaskan terlebih dahulu yang dimaksud

dengan judul penelitian “Hafalan Al-Quran sebagai mahar pernikahan (Studi

analisis pendapat Ibnu Rusyd dalam kitab Bidāyatu al-Mujtahīd wa nihāyatu al-

Muqtashid)”

14
Agus Hermanto, “Teori gender dalam mewujudkan kesatraan: menggagas fikih baru,”
Ahkam 5 (2017), h. 209-230.
1. Hafalan Al-Quran

Sebuah perkawinan dengan mahar manfaat yang belum diatur secara jelas

di dalam undang-undang perkawinan atau kompilasi hukum Islam /

perkawinan yang bukan pada umumnya menggunakan mahar harta, barang

atau emas tetapi telah dilaksanakan sehingga peraturan dan kemaslahatan perlu

dikaji.15

2. Mahar

Pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik

berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum

Islam16

3. Pernikahan

Akad yang mencakup pembolehan melakukan hubungan seksual dengan

lafadz nikah, tazwij atau lafadz yang maknanya sepadan.17

4. Ibnu Rusyd

Seorang filosofi yang bernama Abdul Walid Muhammad bin Ahmad Ibnu

Rusyd yang lahir di di Cordova pada tahun 520 H / 1126 M. 18 Dan merupakan

penulis buku fikih yang membahas tentang fikih perbandingan mazhab yang

berjudul Bidāyatu al-Mujtahīd wa Nihāyatu al-Muqtashid

5. Bidāyatu al-mujtahīd wa-nihāyatu al-muqtashid

15
Hermi, “Analisis Hukum Islam Terhadap Pemberian Mahar Berupa Hafalan Al-Quran
di Desa Wage Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo” Skripsi (Surabaya: Fak. Syari’ah dan
Hukum UIN Sunan Ampel,2018)
16
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia. (Jakarta : PT. Raja Granfindo Persada, 1998),
Ed. 1, Cet. Ke-3, h.101.
17
Al-Khatīb Al-Syirbīnī, Mughnī al-Muhtāj Ilā Ma’rifati Ma’ānī Alfādzi al-Minhāj, Juz 3
(Cet I; Bairut : Dār al-Ma’rifah, 1418H/1997M), h. 123.
18
Ibnu Rusyd, Mendamaikan Agama dan Filsafat, (Yogyakarta : Kalimedia 2015) P,6
Sebuah buku fikih yang membahas tentang fikih perbandingan mazhab

yang ditulis oleh Ibnu Rusyd. Dalam buku ini, Ibnu Rusyd membahas

permasalahan fiqh dengan metode perbandingan (muqarramah), dalam buku ini

ia mengungkapkan berbagai pandangan sendiri sebagai seorang penganut

mazhab Maliki.19

D. Kajian Pustaka

Untuk mengetahui sejauh mana pemaparan tentang penelitian ini maka

dibutuhkan beberapa landasan teoritas dari berbagai sumber yang relavan

dengan judul penelitian ini, yaitu

1. Referensi Penelitian

Berdasarkan pokok kajian yang membahas Hafalan Al-Quran Sebagai

Mahar Pernikahan (Studi Analisis Pendapat Ibnu Rusyd Dalam Kitab Bidāyatu

al-Mujtahīd wa Nihāyatu al-Muqtashid, maka peneliti mengumpulkan rujukan

buku-buku atau referensi yang ada kaitannya dengan karya ilmiah ini yang

tentunya akan menjadi sumber yang sangat penting dalam menyusun beberapa

pokok pembahasan yang dimaksudkan. Di antara buku yang membahas tentang

judul ini adalah sebagai berikut:

a. Bidāyatu al-Mujtahīd wa Nihāyatu al-Muqtashid, Karya Imam Ibnu Rusyd.

Di dalam bab nikah di bahas tentang mahar berupa hafalan al-Quran

b. Fiqih Islam wa Adillatuhu, Karya Prof.Dr.Wahbah Az-Zuaili. Di dalam bab

pernikahan dibahas tentang mahar pernikahan dengan pengajaran al-Quran

2. Penelitian Terdahulu

19
Mursyidah,Konsep penciptaan, p. 25.
a. Miftahul Jannah (2016), dengan judul “Mahar Perkawinan Dengan Hafalan

Ayat al-Quran di Tinjau Dari Fiqih Munakahat.” Dengan berfokus pada

faktor-faktor penyebab mahar perkawinan dengan hafalan ayat al-Quran dan

hukum mahar perkawinan dengan hafalan ayat al-Quran dalam tinjauan fiqh

munakahat.20

b. Syahrial Paputungan (2018), dengan judul “Kedudukan Hafalan Al-Quran

Sebagai Mahar Perkawinan Dalam Perspektif Mazhab Syafi’i Dan Mazhab

Hanafi Serta Relevansinya Dalam Hukum Perkawinan Di Indonesia”

dengan berfokus pada kedudukan hafalan al-Quran sebagai mahar dan

relevansi pemberian mahar berupa hafalan al-Quran dalam hukum

perkawinan Islam di Indonesi.21

c. Nia Nuraeni (2020), dengan judul “Mahar Hafalan Ayat Al-Quran Menurut

Pandangan Ulama Kota Palangka Raya,” dengan berfokus pada pendapat

ulama Kota Palangka Raya terhadap hukum memberi mahar berupa hafalan

ayat al-Quran dalam ijab qabul dan istinbat hukum yang digunakan ulama

Kota Palangka Raya berkenaan dengan hukum memberi mahar berupa

hafalan ayat al-Quran dalam ijab qabul

d. Metodologi Penelitian

Metode penelitian bermakna seperangkat pengetahuan tentang langkah-

langkah sistematis dan logis dalam mencari data berkenaan dengan masalah

20
Miftahul Jannah, “Mahar Perkawinan Dengan Hafalan Ayat al-Quran Di Tinjau Dari
Fiqh Munakahat”, Skripsi, Palembang: Program studi Ahwal Al-Syaksiyah Fakultas Syariah Dan
Hukum UIN Raden Fatah, 2016, xiv.
21
Syahrial Paputungan “Kedudukan Hafalan Al-Quran Sebagai Mahar Perkawinan Dalam
Perspektif Mazhab Hanafi Serta Relevansinya Dalam Hukum Perkawinan Di Indonesia”, Skripsi,
Makassar; program Studi Jurusan Syariah STIBA Makassar, 2018.
tertentu untuk diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan

pemecahannya. Metode penelitian dalam skripsi in dijelaskan sebagai berikut.

1. Data Penelitian

Adapun data penelitian ini diambil dari perkataan-perkataan ulama dan

buku-buku yang berkaitan dengan konsep nikah yang membahas tentang mahar-

mahar dalam pernikahan.

2. Metode Pengumpulan Data

a. Sumber data primer, merupakan sumber data primer yang menjadi rujukan

peneliti merupakan literatur dalam penelitian seputar mahar pernikahan

dengan hafalan al-Quran. Diantara sumber data primer ini adalah:

1. Bidāyatu al-Mujtahīd wa Nihāyatu al-Muqtasid, karya Imam Ibnu Rusyd

al-Mālikī.

2. AL-Fiqhu Al-Islāmi wa adillatuhu, karya Dr. Wahbah az-Zuhaili.

3. KHI (Kompilasi Hukum Islam), Majelis Ulama Indonesia

b. Sumber data sekunder antara lain mencakup buku-buku hasil penelitian

yang berwujud makalah, jurnal ilmiah, laporan dan sebagainya.

e. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui konsep mahar menurut Ibnu Rusyd

b. Untuk mengetahui bagaimana analisis kedudukan dan istinbat hukum

hafalan al-Quran dalam Islam analisis pendapat Ibnu Rusyd dalam

kitabnya Bidāyatu Al-Mujtahid wa nihāyatu Al-Muqtashid).

2. Kegunaan Penelitian
a. Aspek teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan kajian penelitian bagi

peneliti selanjutnya dan masukan dalam mendalami tentang bagaimana

pemberian mahar berupa hafalan al-Quran.

b. Aspek Praktis, hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat Untuk

menambah ilmu dan wawasan intelektualitas bagi para muballig,

mahasiswa ataupun masyarakat yang membaca hasil penelitian ini

khususnya bagi penulis sendiri dan sebagai pengingat serta motivasi

bahwa mahar itu penting dalam perkawinan, sehingga hukum-hukum

seputar mahar tersebut, penting untuk diketahui dan diharapkan menjadi

masukan dan sumbangan pemikiran kepada orang-orang yang hendak

menikah dalam penentuan mahar.

f. Kerangka Isi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Definisi Operasional Variabel

D. Kajian Pustaka

E. Metodologi Penelitian

F. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

G. Kerangka Isi Penelitian

BAB II KONSEP MAHAR MENURUT SYARIAT ISLAM

A. Definisi Mahar

B. Dasar Hukum Mahar


C. Sesuatu Yang Sah Dijadikan Mahar

D. Syarat-Syarat Mahar

E. Macam-Macam Mahar

F. Kadar Mahar

G. Hikmah Pemberian Mahar

BAB III KONSEP MAHAR MENURUT IBNU RUSYD

A. Biografi Ibnu Rusyd

B. Karya Dan Latar Belakang Pemikiran Ibnu Rusyd

C. Konsep Mahar Menurut Ibnu Rusyd

BAB IV ANALISIS KEDUDUKAN HAFALAN AL-QURAN SEBAGAI

MAHAR PERNIKAHAN STUDI ANALISIS PENDAPAT IBNU RUSYD

A. Pandangan Ibnu Rusyd Tentang Mahar Berupa Hafalan Al-Quran

B. Metode Istinbat Hukum Ibnu Rusyd Yang Digunakan Dalam Penentuan

Hafalan Al-Quran Sebagai Mahar Pernikahan

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
Daftar Pustaka

Agus Hermanto, “Teori gender dalam mewujudkan kesatraan: menggagas fikih

baru,” Ahkam 5 (2017), h. 209-230.

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia antara Fikih

Munakahat dan undang -undang perkawinan (Jakarta : Kencan Pradana

media grup, 2009). Journal of social-religion research, Ibnu Irawan, h. 122.


Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia. (Jakarta : PT. Raja Granfindo Persada,

1998), Ed. 1, Cet. Ke-3, h.101.

Al-Khatīb Al-Syirbīnī, Mughnī al-Muhtāj Ilā Ma’rifati Ma’ānī Alfādzi al-Minhāj,

Juz 3 (Cet I; Bairut : Dār al-Ma’rifah, 1418H/1997M), h. 123.

Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat 1(Bandung:Pustaka Setia,2001), 9, skripsi

(Abd.Basit Misbachul Fitri: STAI Darussalam Nganjuk, 2018), h.1.

Beni Ahmad Saebani, fiqh Munakahat, h. 262

Hermi, “Analisis Hukum Islam Terhadap Pemberian Mahar Berupa Hafalan Al-

Quran di Desa Wage Kecamatan Taman Kabupaten Sidoarjo” Skripsi

(Surabaya: Fak. Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Ampel,2018)

Husein Muhammad Yusuf, jodoh; Memilih jodoh dan meminang dalam Islam

(cet.1; Jakarta: Gema Insani, 1435 H/2014 M), h.2-4

HR.Al-Bukhari (no.5066)kitab an-Nikah, Muslim(no.1402 kitab an-Nikah, dan at-

Tirmidzi (no.1087) Sohih Al-Bukhari kitab an-Nikah, h. 969

Ibnu Rusyd, Kitab An-Nikah (Kitab Bidayatul Mujtahid) penerbit; Ahmad Abu Al

Majdi, h.33.

Kementrian agama, Al-Quran Hafalan mudah(cet.II;Bandung:penerbit Cordoba

2020), h 21.

Kementrian agama, Al-Quran Hafalan mudah (cet. II; Bandung: penerbit cordoba,

2020), h. 77

Miftahul Jannah, “Mahar Perkawinan Dengan Hafalan Ayat al-Quran Di Tinjau

Dari Fiqh Munakahat”, Skripsi, Palembang: Program studi Ahwal Al-

Syaksiyah Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Raden Fatah, 2016, xiv.
M.Thalib, perkawinan Menurut Islam (Surabaya:Al-Ikhlas , 1993), 1., skripsi

(Abd.Basit Misbachul Fitri: STAI Darussalam Nganjuk, 2018), h.1.

Syahrial Paputungan “Kedudukan Hafalan Al-Quran Sebagai Mahar Perkawinan

Dalam Perspektif Mazhab Hanafi Serta Relevansinya Dalam Hukum

Perkawinan Di Indonesia”, Skripsi, Makassar; program Studi Jurusan

Syariah STIBA Makassar, 2018.

Jusmainda, “Empat pemuda ini menikahh dengan mahar hafalan ayat Al-Quran”

accessed oktober 2019, http://makassar. terkini. id/4-pemuda-nikah-mahar-

hafalan-ayat-al-quran/.

Anda mungkin juga menyukai