Anda di halaman 1dari 19

HASIL ANALISIS PENGUKURAN DATA STUNTING TINGKAT KELURAHAN

Dokmen ini berisi informasi prevalensi stunting perkelurahan dalam


kecamatan.Data balita yang digunakan adalah data hasil pengukuran dan penimbangan
balita bulan Agustus tahun 2021, dibandingkandengan data hasil pengukurandan
penimbangan balita bulan Agustus tahun 2020.Untukmengetahui kenaikan/penurunan
angka prevalensi stunting basis Kelurahan maka berikut ini dipaparkan secara berturut-
turut ,kecamatan dengan basis analisis per kelurahan di Kabupaten wajo .

1. Kecamatan Tempe
Kecamatan Tempe terdiri dari 16 kelurahan, dengan prevalensi stunting
hasil pengukuran bulan Agustus 2021 sebesar 2,52%, dengan rincian pada Grafik
berikut:
GRAFIK prevalensi 2020 dan 2021
12

10 4.84
5.08
8
2.71 6.43
6 2.92
4.84 2.52
4 1.72
1.98 1.931.911.912.09 3.413.73
1.851.89 3.01 0.97 1.13 prev.2021
2.42
2 1.860.982.16 1.521.631.95 1.721.76 1.94 1.5 2.18 Prev.2020
1.07
0 0.38
U G E E G O A G E G E E E GI A U H
BUL REN EMP PPU LEN AEL UPP AN AKA LEN PA NNA MP LA OD OP LA
B A T ALI RA L D GK TT EL AM LA SO PA GK DA JUM
PA A PP AT MEN
D N A UK SIT A RO M N ED
U
L T PA SIE D P TI CE PO T
U
B IR O W
LO AD ING AT LA
TT SA M IR P
A W
M

Grafik di atas menunjukkanhasil e-PPGBM dengan membandingkan data


tahun 2020 dan 2021 di kecamatan Tempe maka secara umum memperlihatkan
adanyapeningkatan angka prevalensi stunting dari 2,18 % menjadi 2,52 %.
Kelurahan yang paling tinggi peningkatannya adalah kelurahan Lapongkoda
yaitu dari0,38 % tahun 2020 menjadi 6,43% tahun 2021 atau dari 2 angka balita
tahun 2020 menjadi 29 balita tahun 2021. Factor determinan sehingga terjadi
penurunan angka prevalensi stunting adalah Pola Asuh pemberian makanan
pada bayi dan balita.
Namun demikian, ada juga kelurahan yang menunjukkan penurunan angka
prevalensi stunting cukup menonjol yaitu kelurahan pattirosompe dari 3,73% tahun
2020 menjadi 2,71% tahun 2021. Setelah ditelusuri, ternyata factor
determinnanyaadalahKeadaan lingkungan dan pola pengetahuan orang tua yang
mulai meningkt dan sadar akan pentingnya kesehatan.

2. Kecamatan Majauleng

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh kembang anak balita akibat


kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, terutama pada rumah tangga 1000
HPK. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan hingga masa setelah
lahir, akan tetapi nanti tampak stunting setelah bayi berusia 2 tahun. Dengan
demikian, usia 1000 HPK merupakan masa emas yang sangat penting mendapat
perhatian baik dari aspek nutrisi maupun kesehatan lingkungan sekitar rumah
tangga.

Stunting disebabkan oleh berbagai factor, dimana tidak hanya terkait gizi
buruk tetapi juga factor-faktor penyebab langsung dan tidak langsung lainnya.
Namun demikian, intervensi yang paling menentukan untuk mengurangi
terjadinya stunting adalah intervensi pada usia 1000 HPK. Selanjutnya, untuk
semakin memperkecil potensi terjadinya stunting maka
konvergensi/keterpaduan lintas sector dibutuhkan dalam melakukan intervensi
pencegahan stunting.

Berikut Grafik Kondisi Stunting di Kecamatan Majuleng menurut data


ePPGBM bulan Agustus tahun 2020 dan tahun 2021
Keadaan Stunting Tahun 2020
2500 2170
2000
P
1500 SP
1000 total Stunting
500 75 92 Total Balita
17
0
Majuleng
Keadaan Stunting Tahun 20201

Dari data ePPGBM tahun 2020, di kecamatan majauleng dari 2170 balita
terdapat balita stunting sebanyak 92 yaitu sekitar 4,23%, sedangkan data
ePPGBM tahun 2021, di kecamatan majauleng dari 2137 balita terdapat 61 balita
stunting yaitu sekitar 2,85%.

Berdasarkan grafik diatas, diketahui bahwa terjadi penurunan prevalensi


stunting di kecamatan Majauleng dari 4,23% tahun 2020 menjadi 2,85% tahun
2021. Hal ini memperhatikan adanya penurunan prevalensi stunting, ini
dipengaruhi oleh membaiknya konvergensi lintas sektor yang terlibat dalam
penanganan stunting. Penurunan angka tersebut merupakan suatu yang sangat
bagus. Penurunan tersebut tidak terlepas dari peran lintas sektor.
Beberapa kegiatan intervensi yang telah dilakukan di kecamtan Majauleng
untuk menurunkan angka stunting dengan perbaikan gizi pada 1000 HPK adalah
penyediaan PMT pemulihan bagi balita stunting dan PMT penyuluhan disetiap
posyandu yang berasal dari dana desa. Selain itu, penyediaan alat antropometri
turut berperan, alat antropometri yang sesuai standar tersebut dapat
mendeteksi sedini mungkin kejadian stunting.

Faktor determinan yang memerlukan perhatian

Faktor determinan yang mendukung penurunan stunting di kecamatan


majauleng yaitu :

- Adanya dana desa yang dialokasikan untuk pengadaan PMT pemulihan maupun
PMT penyuluhan, serta pengadaan alat antro yang sesuai standar
- Pilar STBM yaitu pilar 1 terpenuhi (ODF)
- Optimalnya peran lintas sektor khususnya peran Kader Pembangunan Manusia
yang selalu memantau dan memvalidasi data setiap bulannya di posyandu.
- Meningkatkan penyuluhan tetang 1000HPK

3. Kecamatan Takkalalla
Kecamatan terdiri dari 11 desa dan 2 kelurahan, dengan prevalensi
stunting hasil pengukuran bulan Agustus 2021 sebesar %, dengan rincian pada
grafik berikut.
STUNTING
12
10.71 10.71
10
8.49 8.20
8
6.36
6 5.36 5.07 4.97
4.31 4.35 4.44 4.14
4 3.77 3.57
3.08
2.59
1.75 2.02 1.98 2.08
2 1.33 1.61
0.77 0.82 1.14
0.00 0.00 0.00
0
KI G RI ILI AJ
A O UR TO A O GI GA NG
L
NE E N
O A NY R O R
M T R U C C R I A A O TA
PE W G A U S
IT
I BO A
BO PA EP
P P T
LE LA M AJ A AM C L UP
T L A
N
PA

STUNTING 2020% STUNTING 2021%

Grafik di atas menunjukkan hasil e-PPGBM dengan membandingkan data


tahun 2020 dan 2021 di kecamatan Takkalalla maka secara umum
memperlihatkan adanya penurunan angka prevalensi stunting dari 4.97%
menjadi 4.14%. Desa yang mengalami penurunan adalah Desa leweng yaitu dari
8.49 % tahun 2020 menjadi 3.77 % tahun 2021 atau dari 9 angka balita tahun
2020 menjadi 4 balita tahun 2021. Desa Manyili yaitu dari 10.71 % tahun 2020
menjadi 3.57 % tahun 2021 atau dari 12 angka balita tahun 2020 menjadi 4
balita tahun 2021.Desa botto yaitu dari 1.75% tahun 2020 menjadi 0 % tahun
2021 atau dari 3 angka balita tahun 2020 menjadi 0 balita tahun 2021. Desa
lamarua yaitu dari 2.02% tahun 2020 menjadi 0 % tahun 2021 atau dari 2 angka
balita tahun 2020 menjadi 0 balita tahun 2021. Factor determinan sehingga
terjadi penurunan angka prevalensi stunting adalah pola asuh yang sudah baik.
Desa ceppaga yaitu dari 1.61% tahun 2020 menjadi 0 % tahun 2021 atau dari 2
angka balita tahun 2020 menjadi 0 balita tahun 2021. Kelurahan Bocco yaitu dari
1.98% tahun 2020 menjadi 1.14 % tahun 2021 atau dari 2 angka balita tahun
2020 menjadi 1 balita tahun 2021. Desa aluppang yaitu dari 6.36% tahun 2020
menjadi 4.44 % tahun 2021 atau dari 5 angka balita tahun 2020 menjadi 4 balita
tahun 2021. Factor determinan sehingga terjadi penurunan angka prevalensi
stunting adalah Pola asuh terhadap balita sudah baik dan masyarakat sudah
paham tentang makanan yang seimbang.

Namun demikian, ada juga desa yang menunjukkan kenaikan angka


prevalensi stunting yaitu Kelurahan Peneki dari 0.77% tahun 2020 menjadi
3.08% tahun 2021 atau dari 1 angka balita tahun 2020 menjadi 4 balita tahun
2021. Desa Lagoari dari 2.59% tahun 2020 menjadi 4.31% tahun 2021 atau dari 3
angka balita tahun 2020 menjadi 5 balita tahun 2021. Desa Ajuraja dari 5.36%
tahun 2020 menjadi 10.71% tahun 2021 atau dari 4 angka balita tahun 2020
menjadi 12 balita tahun 2021. Desa Soro dari 4.35% tahun 2020 menjadi 5.07%
tahun 2021 atau dari 6 angka balita tahun 2020 menjadi 7 balita tahun 2021.
Desa Pantai Timur dari 0.82% tahun 2020 menjadi 8.2% tahun 2021 atau dari 1
angka balita tahun 2020 menjadi 10 balita tahun 2021. Dan ada desa yang tidak
menagalami peningkatan atau penurunan yakni Desa Parigi dari 1.33% tahun
2020 menjadi 2.08% tahun 2021 atau dari 2 angka balita tahun 2020 menjadi 4
balita tahun 2021. Ternyata factor determinnanya adalah dst. Melihat kondisi
maka perlu adanya intervensi terutama gizi sehingga diharapkan angka
prevalensi stunting dapat menurun

Setelah ditelusuri, ternyata factor determinnanya adalah Sanitasi


lingkungan, Kurang pahamnya masyarakat terkait makanan gizi seimbang, dan
Tabu berkembang di masyarakat seperti dilarang mengkonsumi ikan terlalu
banyak karena akan mengakibatkan cacingan dll.
4. Kecamatan Keera
Kecamatan Keera terdiri dari 9 desa dan 1 kelurahan, dengan prevalensi
stunting hasil pengukuran bulan Agustus 2021 sebesar 7,69%, dengan rincian
pada grafik berikut.

PREVALENSI STUNTING PERIODE AGUSTUS


TAHUN 2020-2021
2020 2021

13.57
9.71

9.52
9.32

9.17

8.15

7.89

7.69
7.45
7.32
5.77

5.17

4.92
4.76
4.24

4.14

4.9
3.85

3.19
3.7
2.19

1.36

E I E
O TA P G N R RA LO G K
A N
W O JE A
N A E
EE EL E N K TA
A W M LL IS LO
A
A AO A
W O A K
IN
R
LL O M
P B IR B R A
LA C LA I EC
A TT K
P

Grafik di atas menunjukkan hasil e-PPGBM dengan membandingkan data


tahun 2020 dan 2021 di kecamatan Keera, maka secara umum memperlihatkan
adanya penurunan angka prevalensi stunting dari 7,69% menjadi 4,92%. Desa
yang paling tinggi penurunannya adalah desa Awo yaitu dari 9,71% tahun 2020
menjadi 3,85% tahun 2021 atau dari 10 balita tahun 2020 menjadi 4 balita tahun
2021. Factor determinan sehingga terjadi penurunan angka prevalensi stunting
adalah perbaikan pola asuh anak, pengadaan jamban keluarga,dll

Namun demikian, ada juga desa yang menunjukkan kenaikan angka


prevalensi stunting cukup menonjol yaitu desa Awota dari 2,19% tahun 2020
menjadi 4,24% tahun 2021. Setelah ditelusuri, ternyata factor determinnanya
adalah meningkatnya kasus BBLR, Ibu Hamil KEK, serta factor determinan lain
seperti penyakit penyerta (diare). Melihat kondisi maka perlu adanya intervensi
Edukasi gizi seimbang dan kepatuhan minum tablet tambah darah pada ibu
hamil, terutama gizi seimbang serta perbaikan sanitasi dan lingkungan sehingga
diharapkan angka prevalensi stunting dapat menurun.
5. Kecamatan Maniangpajo
Kecamatan Maniangpajo terdiri dari 5 desa dan 3 kelurahan, dengan
prevalensi stunting hasil pengukuran bulan Agustus 2020 1.68% menjadi 0.79 %
di bulan agustus 2021, dengan rincian pada grafik berikut.

PREVALENSI STUNTING
3.50% 3.33%
3.00%
2.82%
2.50% 2.55%
2.22% 2.22%
2.00%
1.70%
1.50%
1.18% 1.30%
1.00% 0.87%
0.78% 0.74%
0.50%
0.00% 0.00% 0.00% 0.00%
E I GI E
PO UA OL LIE LA
NG LU
E
N K A LO SO EL
IL M BA NG W KA N G
AT
A NA TA RO A
DU A TI U G
AT AN AN
M B IN
AB M

Balita dengan status "stunting 2020" Balita dengan status "stunting"2021

Grafik di atas menunjukkan hasil e-PPGBM dengan membandingkan data


tahun 2020 dan 2021 di kecamatan Maniangpajo maka secara umum
memperlihatkan adanya penurunan angka prevalensi stunting dari 1.68%
menjadi 0.79%. Kelurahan/Desa yang paling tinggi penurunannya adalah
kelurahan Dualimpoe yaitu dari 2.55% tahun 2020 menjadi 1.70% tahun 2021
atau dari 6 angka balita tahun 2020 menjadi 4 balita tahun 2021. Factor
determinan sehingga terjadi penurunan angka prevalensi stunting adalah karena
mulai membaiknya sistem kerja sama dengan lintas sektor yang terlibat di
posyandu.
6. Kecamatan Sajoanging
Kecamatan Sajoanging terdiri dari 6 Desa dan 3 Kelurahan, dengan
prevalensi stunting hasil pengukuran bulan Agustus 2021 sebesar -1,42%,
dengan rincian pada Grafik berikut:

12

10.8108108108108
10.48
10 10.08

8
7.69
7.1

6 5.76923076923077
5.72
5 4.76190476190476
4 4.0650406504065
3.22 3.20855614973262
2.8735632183908
2.79329608938547 2.63157894736842
2 2.04081632653061
1.43
1.24

0
Assorajang Akkajeng Minangae Akkotenge Sakkoli Baranmase Salobulo Towalida Alewadeng

2020 2021

Grafik di atas menunjukkan hasil e-PPGBM dengan membandingkan data tahun


2020 dan 2021 di kecamatan Sajoanging, maka secara umum memperlihatkan adanya
penurunan angka prevalensi stunting dari 5,76% menjadi 4,34%. Desa yang paling
tinggi penurunannya adalah desa Alewadeng yaitu dari 10,81% tahun 2020 menjadi
4,76% tahun 2021 atau dari 12 balita tahun 2020 menjadi 8 balita tahun 2021. Factor
determinan sehingga terjadi penurunan angka prevalensi stunting adalah perbaikan
pola makan dan pola asuh anak, pengadaan jamban keluarga,dll

Namun demikian, ada juga desa yang menunjukkan kenaikan angka prevalensi
stunting yaitu desa Akkotengeng dari 7,1% tahun 2020 menjadi 7,9% tahun 2021.
Setelah ditelusuri, ternyata factor determinnanya adalah meningkatnya kasus BBLR,
Ibu Hamil KEK, serta factor determinan lain seperti penyakit penyerta (diare). Melihat
kondisi tersebut maka perlu adanya intervensi Edukasi gizi seimbang dan kepatuhan
minum tablet tambah darah pada ibu hamil, terutama gizi seimbang serta perbaikan
sanitasi dan lingkungan sehingga diharapkan angka prevalensi stunting dapat menurun.
7. Kecamatan Tanasitolo
Kecamatan Tanasitolo terdiri dari 15 desa dan 4 kelurahan, dengan
prevalensi stunting hasil pengukuran bulan Agustus 2021 sebesar 2,28 %, dengan
rincian pada grafik berikut.

7.00
6.42

6.00

5.00

4.17
3.91
4.00
3.60 3.03
3.31 3.17 3.02
3.10 2.98
3.00 2,82 2.76 2.94 3.05
3.10 3.21
2.50 2.84
2.53
3.06
2.19 1.84
2.00 2.08 2.05 1.60 1.89
1.79
1.62
1.40
1.00 0.82
0.74
0.60 0.66 0.53
0.38 0.41
0.48 0.00
0.00
g aja pu uo na ru po ele ge ng ng e a e e e
wu rio n ut elo ow aga ipu ipu
gre Ma raja jo ri alip aet kka g Ba Ne ajal jun ncu ncu gp ada L n al al
an so Wa P W Pa jun P U ta Ta en p an In onr
ew As U r u i nc ap M T
W Ba P M

Prev Stunting 2020 Prev Stunting 2021

Grafik di atas menunjukkan hasil e-PPGBM dengan membandingkan data


tahun 2020 dan 2021 di kecamatan Tanasitolo maka secara umum
memperlihatkan adanya peningkatan angka prevalensi stunting dari 2,27%
menjadi 2,28%. Desa yang paling tinggi peningkatannya adalah desa Palippu
yaitu dari 0 % tahun 2020 menjadi 3,1% tahun 2021 atau dari 0 balita tahun 2020
menjadi 4 balita tahun 2021. Setelah ditelusuri, ternyata factor determinnanya
adalah Sanitasi lingkungan dan bayi BBLR, Kurang pahamnya masyarakat terkait
makanan gizi seimbang, dan Tabu berkembang di masyarakat serta masih ada
keluarga yang merokok sehingga penanganan stunting masih perlu
ditingkatkan ,Melihat kondisi maka perlu adanya intervensi terutama gizi
sehingga diharapkan angka prevalensi stunting dapat menurun.
Namun demikian, ada juga desa yang menunjukkan penurunan angka
prevalensi stunting cukup menonjol yaitu desa Tonralipue dari 6,42 % tahun
2020 menjadi 1,89 % tahun 2021 atau dari 7 balita tahun 2020 menjadi 2 balita
tahun 2021. Factor determinan sehingga terjadi penurunan angka prevalensi
stunting adalah Pola asuh terhadap balita sudah baik dan masyarakat sudah
paham tentang makanan yang seimbang selain itu kerja sama antar lintas sektor
dan lintas program sudah terjalin dengan cukup baik sehingga penanganan
stunting dapat secara optimal dilaksanakan.

8. Kecamatan Sabbangparu
Kecamatan Sabbangparu terdiri dari 12 desa dan 3 kelurahan, dengan
prevalensi stunting hasil pengukuran bulan Agustus 2021 sebesar 3.26% dengan
rincian pada grafik berikut.

Grafik di atas menunjukkan hasil e-PPGBM dengan membandingkan data


tahun 2020 dan 2021 di kecamatan Sabbangparu maka secara umum
memperlihatkan adanya penurunan angka prevalensi stunting dari 4.44% menjadi
3.26%. Desa yang paling tinggi penurunannya adalah desa Liu yaitu dari 14,46%
tahun 2020 menjadi 8.33% tahun 2021 atau dari 10 angka balita tahun 2020
menjadi 3 balita tahun 2021. Factor determinan sehingga terjadi penurunan angka
prevalensi stunting adalah Adanya kerja sama yang baik dengan lintas program dan
lintas sector yang terlibat di posyandu dan bertambahnya pengetahuan ibu tentang
pola asuh yang baik dan benar ditandai dengan penurunan angka stunting secara
signifikan.

Namun demikian, ada juga Kelurahan yang menunjukkan kenaikan angka


prevalensi stunting cukup menonjol yaitu Kelurahan Walennae 1.47% tahun 2020
menjadi 3.70% tahun 2021. Setelah ditelusuri, ternyata factor determinnanya
adalah pola makan yang kurang tepat di tandai dengan penurunan berat badan
secara terus menerus.Melihat kondisi maka perlu adanya intervensi edukasi gizi
seimbang (kualitas MP-ASI di perhatikan), melakukan demo MP-ASI berkualitas
bekerja sama dengan lintas sektor terkait, di depan ibu menggunakan bahan
pangan lokal, Orang tua yang memiliki anak usia 0-23 bulan mengikuti kegiatan
konseling setiap bulan sekali, pelatihan motivator ASI dan PMBA bagi kader
posyandu.

9. Kecamatan Belawa

Kecamatan Belawa terdiri dari 6 desa dan 3 kelurahan, dengan prevalensi


stunting hasil pengukuran bulan Agustus 2020 2.43% menjadi 2.06 % di bulan
Agustus 2021, dengan rincian pada grafik berikut.

PREVALENSI STUNTING
7.00%
6.00% 6.23%

5.00%
4.55% 4.67%
4.00%
3.50%
3.00% 2.73%
2.18% 2.39%
2.00% 1.82%
1.46% 1.41% 1.51% 1.65%
1.00% 0.82%
0.57%
0.00%
A ... R.
.. U O KE E A
EL
E
AW PA LA ER AK KO A PP
EL LE
P PO AC L G S W
B LIM M
2020
A
M2021 ON

Grafik di atas menunjukkan hasil e-PPGBM dengan membandingkan data


tahun 2020 dan 2021 di Kecamatan Belawa maka secara umum memperlihatkan
adanya penurunan angka prevalensi stunting dari 2.43% menjadi 2.06%.
Kelurahan/Desa yang paling tinggi penurunannya adalah Desa Wele yaitu dari
6.23% tahun 2020 menjadi 4.67% tahun 2021 atau dari 16 angka balita tahun
2020 menjadi 12 balita tahun 2021. Factor determinan sehingga terjadi
penurunan angka prevalensi stunting adalah keadaan lingkungan dan pola
pengetahuan orang tua yang mulai meningkat dan sadar akan pentingnya
manfaat kesehatan.

Namun demikian, Kelurahan/Desa yang mengalami peningkatan adalah


kelurahan Belawa yaitu dari 1.82% tahun 2020 menjadi 2.18% tahun 2021 atau
dari 5 angka balita tahun 2020 menjadi 6 balita tahun 2021. Factor
determinannya adalah adanya anggota keluarga yang merokok dalam rumah dan
kegagalan pada 1000 HPK.

10. Kecamatan Gilireng

Kecamatan Gilireng terdiri dari 8 desa, 1 Kelurahan dan 2 Dusun , dengan


prevalensi stunting hasil pengukuran bulan Agustus 2021 sebesar 3,69 %, dengan
rincian pada grafik berikut.
7.00 6.49
6.00 5.69
5.06 4.84 4.854.81 4.81
5.00 4.35
3.87 3.70
4.00 3.51 3.33
3.03
3.00 2.56
2.00 1.61
1.32
1.00 0.69 0.50
0.00
at
a
nr
o ae ng ali
e
en
g
sa
lo ng ng
m eo as re w lir aja re
La l in ati
ol
e Gi al u A r le o
Po m bb P A ss
am A Pa
M

Grafik di atas menunjukkan hasil e-PPGBM dengan membandingkan data


tahun 2020 dan 2021 di kecamatan Gilireng maka secara umum memperlihatkan
adanya peningkatan angka prevalensi stunting dari 3,54% menjadi 3,69%. Desa
yang paling tinggi peningkatannya adalah desa arajang yaitu dari 3,33 % tahun
2020 menjadi 6,49% tahun 2021 atau dari 7 balita tahun 2020 menjadi 11 balita
tahun 2021. Setelah ditelusuri, ternyata factor determinnanya adalah
pengetahuan ibu tentang gizi dan pangan masih kurang ,akses terhadap
penyiapan bahan makanan masih kurang karena akses pasar yang jauh,Melihat
kondisi maka perlu adanya intervensi terutama gizi sehingga diharapkan angka
prevalensi stunting dapat menurun.

Namun demikian, ada juga desa yang menunjukkan penurunan angka


prevalensi stunting cukup menonjol yaitu desa Poleonro dari 5,69 % tahun 2020
menjadi 2,56 % tahun 2021 atau dari 7 balita tahun 2020 menjadi 3 balita tahun
2021. Factor determinan sehingga terjadi penurunan angka prevalensi stunting
adalah adanya kerja sama antar lintas sektor dan lintas program sudah terjalin
dengan cukup baik sehingga penaganan stunting dapat secara optimal
dilaksanakan termasuk pemberian PMT berbahan pangan lokal, ibu balita yang di
beri konseling sudah paham dan melaksanakan dengan baik termsuk pola asuh
dan pemberian makan yang tepat juga kondisi sanitasi sudah baik,

11. Kecamatan Pammana

Kecamatan Pammana terdiri dari 14 desa dan 2 kelurahan, dengan


prevalensi stunting hasil pengukuran bulan Agustus 2021 sebesar 5,47 %, dengan
rincian pada grafik berikut.

20.00% 17.19%
15.13%
11.64% 11.76%
10.68% 10.91%
8.97%9.52% 10.47%
10.00% 6.31% 7.41%
5.00%
4.62%3.17% 3.33%
4.23% 3.77%3.57%
4.23%
2.06% 2.50% 2.44%3.65%
1.60%3.15%
1.18%2.86%
3.36%3.18%
2.75% 2.13% 2.22%
0.00%

Grafik di atas menunjukkan hasil e-PPGBM dengan membandingkan data


tahun 2020 dan 2021 di kecamatan Pammana maka secara umum
memperlihatkan adanya penurunan angka prevalensi stunting dari 6,09 %
menjadi 5,47 %. Desa yang paling tinggi peningkatannya adalah desa Wecudai
yaitu dari 10,47 % tahun 2020 menjadi 17 % tahun 2021 atau dari 9 balita tahun
2020 menjadi 11 balita tahun 2021. Setelah ditelusuri, ternyata factor
determinannya adalah Pola Asuh orang tua yang kurang baik seperti pemberian
makanan yang kurang bergizi, pendidikan/ pengetahuan orang tua yang kurang
seperti pengetahuan gizi ibu dan pemberian makanan yang masih keliru
terutama rendahnya kebiasaan konsistensi, frekuensi dan sarapan, kasus Anemia
dan Kek pada ibu hamil yang masih banyak, sanitasi/air bersih dan kebersihan
tempat tinggal sasaran yang kurang Baik ( PHBS RT), faktor Sosial ekonomi
keluarga kurang sehingga pemenuhan kebutuhan makan tidak mencukupi.
Melihat kondisi maka perlu adanya intervensi terutama gizi sehingga diharapkan
angka prevalensi stunting dapat menurun.
Namun demikian, ada juga desa yang menunjukkan penurunan angka
prevalensi stunting cukup menonjol yaitu desa Patila dari 9,52 % tahun 2020
menjadi 2,06 % tahun 2021 atau dari 12 balita tahun 2020 menjadi 2 balita tahun
2021. Factor determinan sehingga terjadi penurunan angka prevalensi stunting
adalah Pola asuh terhadap balita sudah baik dan masyarakat sudah paham
tentang makanan yang seimbang selain itu kerja sama antar lintas sektor dan
lintas program sudah terjalin dengan cukup baik sehingga penaganan stunting
dapat secara optimal dilaksanakan.

12. Kecamatan Pitumpanua


Kecamatan Pitumpanua terdiri dari 23 desa dan 4 kelurahan, dengan
prevalensi stunting hasil pengukuran bulan Agustus 2021 sebesar 2,30 %, dengan
rincian pada grafik berikut.

12.0 Prevalensi Stunting 11.1


10.0 9.5
8.0 6.2
4.8 4.9 5.6
6.0 4.6 3.8
4.0 2.62.0 2.9 2.63.1 2.3 2.7 3.1
1.4
2.4 2.3
1.5 1.3 1.1 2.1 1.22.4
1.81.0 1.9 1.6 1.1 1.4 1.7 1.4 2.3
1.5
2.0 0.0 0.9
0.5 1.1
0.0
0.0 0.0
0.00.0 0.0
0.0 0.0
0.0 0.0 0.0
0.0 0.0
0.00.0
0.0 0.0
0.0

Prev. Stunting Th.2020 Prev. Stunting Th.2021


Grafik di atas menunjukkan hasil e-PPGBM dengan membandingkan data
tahun 2020 dan 2021 di kecamatan Pitumpanua maka secara umum
memperlihatkan adanya peningkatan angka prevalensi stunting dari 1,5%
menjadi 2,3%. Desa yang paling tinggi peningkatannya adalah Desa Alalebbae
yaitu dari 1,5 % tahun 2020 menjadi 6,2% tahun 2021 atau dari 1 balita tahun
2020 menjadi 4 balita tahun 2021. Setelah ditelusuri, ternyata factor
determinnanya adalah Sanitasi lingkungan atau PHBS RT yang kurang, Banyaknya
ibu hamil yang menderita KEK dan Anemia, Kurang pahamnya masyarakat terkait
pemberian makan yang benar untuk balita, dan Faktor ekonomi sehingga
penanganan stunting masih perlu ditingkatkan ,Melihat kondisi tersebut maka
perlu adanya intervensi yang maksimal baik spesifik maupun sensitif sehingga
diharapkan angka prevalensi stunting dapat menurun.

Namun demikian, ada juga desa yang menunjukkan penurunan angka


prevalensi stunting yaitu Desa Lacinde dari 4,6 % tahun 2020 menjadi 2,4 %
tahun 2021 atau dari 4 balita tahun 2020 menjadi 2 balita tahun 2021, namun
penurunan ini tidak begitu signifikan. Factor determinan sehingga terjadi
penurunan angka prevalensi stunting adalah pemahaman masyarakat yang
sudah baik tentang makanan yang seimbang atau pola makan anak yang baik
dan benar. selain itu, peran lintas sektor dan lintas program yang cukup baik
seperti adanya pelaksana KPM yang membantu peran kader sehingga penaganan
stunting dapat secara optimal dilaksanakan.
13. Kecamatan Penrang

Kecamatan terdiri dari 9 desa dan 1 kelurahan, dengan prevalensi stunting


hasil pengukuran tahun 2020-2021 sebesar 4.6%, dengan rincian pada grafik
berikut.

25.0
20.9 21.7
20.0
14.8 15.0
15.0
11.5
9.0 9.2 9.6
10.0 8.2
7.0 2020
5.6 5.0 5.5 4.6
3.7 4.5 4.2 3.84.4 4.0 2021
5.0 3.3 3.3

0.0
G LIE A G SO G G E O UR AS
RAN PA NG RAN ES TEN P IN
DDA A EL M SM
A K
PE
N NG AL A W
BE
N DO RA PA
D A SK
E
A W AB LA M U
D M P
TA M
TE

Grafik di atas menunjukkan hasil e-PPGBM dengan membandingkan data tahun


2020 dan 2021 di kecamatan Penrang maka secara umum memperlihatkan adanya
penurunan angka prevalensi stunting dari 11.52% menjadi 4.14%. Desa yang
mengalami penurunanprevalensi cukup tinggi adalah Desa Tadangpalie yaitu dari 20,9
% tahun 2020 menjadi 5.6 % tahun 2021 atau dari 7 balita tahun 2020 menjadi 4 balita
tahun 2021. Desa Penrang yaitu dari 14.8 % tahun 2020 menjadi 3.3 % tahun 2021 atau
dari 3 angka balita tahun 2020 menjadi 3 balita tahun 2021.Desa Temmabarang yaitu
dari 15% tahun 2020 menjadi 3.3 % tahun 2021 atau dari 5 angka balita tahun 2020
menjadi 3 balita tahun 2021. Desa Raddae yaitu dari 21.7% tahun 2020 menjadi 9.6 %
tahun 2021 atau dari 12 angka balita tahun 2020 menjadi 10 balita tahun 2021. Factor
determinan sehingga terjadi penurunan angka prevalensi stunting adalah pola asuh
yang sudah baik. Desa Penrang yaitu dari 1.61% tahun 2020 menjadi 0 % tahun 2021
atau 15,dari 2 angka balita tahun 2020 menjadi 0 balita tahun 2021. Kelurahan
Tadangpalie yaitu dari 1.98% tahun 2020 menjadi 1.14 % tahun 2021 atau dari 2 angka
balita tahun 2020 menjadi 1 balita tahun 2021. Desa Raddae yaitu dari 6.36% tahun
2020 menjadi 4.44 % tahun 2021 atau dari 5 angka balita tahun 2020 menjadi 4 balita
tahun 2021. Factor determinan sehingga terjadi penurunan angka prevalensi stunting
adalah Pola asuh terhadap balita sudah baik dan masyarakat sudah paham tentang
makanan yang seimbang. factor determinnanya adalah Sanitasi dan pola asuh.
Setelah ditelusuri, ternyata factor determinnanya adalah Sanitasi lingkungan, Kurang
pahamnya masyarakat terkait makanan gizi seimbang, dan Tabu berkembang di
masyarakat seperti dilarang mengkonsumi ikan terlalu banyak karena akan
mengakibatkan cacingan dll.

Anda mungkin juga menyukai