Anda di halaman 1dari 16

Kajian Eksperimental Material Agregat Kasar Buatan Berbahan Dasar Fly ash

Ronny Hasudungan Purba, S.T, MSc.E, Ph.D 1*, Inggit Anugriyya Netriza2,
Fakultas Teknik, Universitas Bandar Lampung
Jl. Zainal Abidin Pagar Alam No. 26, Labuhan Ratu, Kedaton, 35142, Bandar Lampung,
Indonesia
E-mail:
ronny@ubl.ac.id
inggit.17311036@student.ubl.ac.id

ABSTRAK
Pada umumnya pembangunan infrastruktur membutuhkan material dari alam dan salah
satunya adalah agregat kasar alami batu pecah. Pembangunan infrastruktur yang cukup
pesat di Indonesia membuat semakin menipisnya agregat kasar alami tersebut. Maka dari itu
untuk diperlukannya upaya lain dalam hal penggunaan agregat kasar sebagai material
konstruksi. Sehingga pada penelitian ini bertujuan untuk membuat agregat kasar buatan
berbahan dasar fly ash. Hasil penelitian menunjukkan bahwa agregat kasar buatan ini
memenuhi persyaratan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 rev 3 sebagai material konstruksi
yaitu untuk nilai abrasi 40% dan penyerapan air 3%. Pada penelitian ini dilakukan 5 jenis
perbandingan yaitu,70:30%,60:40%,50:50%,40:60%,30:70 dan untuk jenis perbandingan
komposisi 70:30% (70% fly ash:30% semen) nilai abrasi masih di bawah 40%, dan besarnya
penyerapan air berada di bawah 3% sehingga agregat kasar buatan ini masih memenuhi
standar spesifikasi Umum Bina Marga 2010 rev 3. Berdasarkan perbandingan harga yang
telah dilakukan antara agregat kasar buatan dengan agregat kasar alami batu pecah,
menunjukkan disparitas harga sebesar Rp35.779 - Rp.58.779. Dengan demikan,agregat kasar
buatan ini merupakan salah satu solusi yang bisa dikembangkan untuk mengurangi dampak
lingkungan akibat keberadaan fly ash yang cukup melimpah di Indonesia.
Kata kunci: Agregat; Abrasi; Penyerapan Air; Fly Ash; Semen

In general, infrastructure development requires materials from nature and one of them is
natural coarse aggregate of crushed stone. The rapid development of infrastructure in
Indonesia has resulted in the depletion of the natural coarse aggregate. Therefore, other
efforts are needed in terms of using coarse aggregate as a construction material. So in this
study the aim is to make artificial coarse aggregate made from fly ash. The results showed
that this artificial coarse aggregate met the requirements of the General Specifications of
Bina Marga 2010 rev 3 as a construction material, namely for an abrasion value of 40% and
water absorption of 3%. In this study, 5 types of comparisons were carried out, namely,
70:30%, 60:40%, 50:50%, 40:60%, 30:70 and for the type of composition comparison
70:30% (70% fly ash:30% cement). ) the abrasion value is still below 40%, and the amount of
water absorption is below 3% so that this artificial coarse aggregate still meets the standard
specifications of General Highways 2010 rev 3. Based on the price comparison that has been
made between artificial coarse aggregate and natural coarse aggregate of crushed stone ,
shows a price disparity of Rp. 35,779 - Rp. 58,779. Thus, this artificial coarse aggregate is
one solution that can be developed to reduce the environmental impact due to the presence of
fly ash which is quite abundant in Indonesia.
Keywords: Aggregate; Abrasion; Water Absorption; Fly Ash; Cement
PENDAHULUAN
Fly ash merupakan komponen utama dari hasil pencampuran pembakaran batu bara . Limbah
fly ash salah satu limbah yang melimpah di Indonesia. Pada tahun 2015 yang lalu, PT PLN
(Persero) memperkirakan kebutuhan batu bara untuk mengoprasikan seluruh pembangkit
listrik di Indonesia kebutuhan tersebut meningkat hingga 17,1 % dibandingkan realisasi
penggunaan batubara tahun sebelumnya yang mencapai 70 juga ton, jika jumlah fly ash yang
dihasilkan dari tiap satu ton pembakaran adalah sekitar 15% - 17% (Safitri dkk. 2009), maka
akan menghasilkan sekitar 13 juta ton fly ash.
Sejauh ini kita mengenal beton sebagai salah satu material struktural yang umum digunakan
untuk membangun berbagai infrastruktur seperti gedung, jembatan, serta sarana dan
prasarana lainnya, karena bahan pembuatannya yang mudah didapat, harganya relatif murah,
dan teknologi pembuatannya relatif sederhana. Di dalam beton, terdapat bahan pengikat
utama yang mampu membentuk kekuatan yaitu semen portland pasir, dan agregat. Melalui
reaksi hidrasi, semen portland dapat menjadi pengikat agregat kasar dan halus pada beton.
Agregat sebagai sumber bahan utama pada pembuatan batu krikil buatan dari fly ash, apabila
eksploitasi agregat terlalu berlebihan, maka ada kemungkinan pada saatnya nanti Indonesia
kekurangan agregrat seperti batu split, makadari itulah diperlukannya inovasi alternatif yang
bisa menggantikan peran agregat ini, baik sebagian ataupun sepenuhnya, dengan tetap akan
memperhatikan kualitas agregat yang sama pada batu aslinya dan memenuhi standar namun
ini bisa lebih memanfaatkan bahan yang ada agar ramah lingkungan. Banyak sekali penelitian
– penelitian yang berusaha untuk bisa meminimalisir akan dampak eksploitasi agregat yang
berlebihan. Banyak yang menggunakan material daur ulang / recyle, ataupun penggunaan
material yang tidak terpakai/limbah. Limbah tidak selamanya terbuang dengan percuma.
Pembuatan batu krikil menggunakan bahan fly ash akan meminimalisir limbah batu bara.
Memang tidak semua limbah bisa digunakan, karena limbah yang akan digunakan harus tetap
memenuhi kriteria persyaratan teknis yang ditentukan.Penelitian yang dapat dilakukan untuk
mencari solusi dari pemanfaatan fly ash yang cukup melimpah ini adalah membuat agregat
imitasi. Agar material fly ash ini bisa menjadi agregat imitasi , maka perlu ditambahkan
dengan material lainnya seperti semen,alkali aktivator, atau pun bahan addictive lainnya.
Fungsi dari material tambahan tersebut untuk mengikat unsur – unsur kimiawi yang ada di fly
ash agar menjadi agregat imitasi yang kuat sehingga akan dihasilkan agregat yang memiliki
kualifikasi yang sama kuatnya dengan krikil.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini yaitu : (1) Menjadikan bahan dasar fly ash dalam pembuatan
agregat kasar imitasi ; (2) Membuat suhu curing / perawatan yang paling baik digunakan
untuk pembuatan agregat imitasi ; (3) Bahan dasar yang tepat dalam pembuatan agregat kasar
imitasi ; (4) Membuat biaya yang terjangkau pada penggunaan agregat kasar imitasi.

TINJAU PUSTAKA
AGREGAT IMITASI
Agregat imitasi merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yang mengandung
90-95% agregat berdasarkan prosentase berat. Dengan demikian daya dukung, keawetan, dan
mutu perkerasan jalan juga ditentukan dari sifat agregat dan hasil agregat dengan material
lain. Agregat diklasifikasikan menjadi tiga golongan besar, yaitu berdasarkan asal kejadian,
proses pengolahan, dan ukuran butir agregat (Silvia Sukirman, 1999).
FLY ASH
Fly ash atau abu terbang merupakan limbah dari hasil pembakaran batu bara pada PLTU.
Bentuk dari sisa abu pembakaran bahan batu bara yaitu bubuk halus dan ringan yang diambil
dari cerobong atau boiler gas pembakaran tersebut. Fly ash dapat diambil secara mekanik
dengan pengendapan elektrostatik (Hidayat, 1986).

CURING
Secara umum, curing adalah perawatan beton yang dirancang untuk menjaga kelembaban dan
suhu beton agar beton tidak cepat kehilangan air, dilakukan segera setelah selesai proses
finishing beton dan total waktu setting dicapai. Curing bertujuan untuk memastikan hidrasi
yang optimal dari senyawa semen (termasuk aditif atau pengganti) sehingga mencapai
kualitas beton yang diperlukan serta mencegah penyusutan beton yang berlebihan yang
menyebabkan beton retak karena kehilangan air yang cepat atau tidak merata. Dalam
penelitian ini curing dilakukan untuk menjaga kelembaban agregat kasar imitasi tersebut.
Sama dengan halnya pada sistem curing beton, curing pada agreagat kasar imitasi bertujuan
untuk memastikan pada senyawa fly ash atau pun campuran addittive untuk mencapai kualitas
agregat kasar tidak memiliki rongga dan keretakan pada saat kehilangan air yang tidak
merata.

ABRASI
Abrasi adalah kemampuan agregat untuk menahan gesekan yang diterimanya hingga agregat
tesebut hancur. Akan mengalami gesekan ketika dalam proses pengadukan saat akan
membuat beton, dan akan mengalami tekanan ketika pencetakan beton.
Ketahanan terhadap abrasi seringkali dipakai sebagai indicator kualitas dalam pembuatan
beton di lapangan.rendahnya ketahanan agregat kasar terhadap abrasi menyebabkan
hancurnya agregat, sehingga menambah presentase agregat halus. Untuk menghitung nilai
abrasi dapat menggunakan Rumus persamaan 1
W1 W 2 X 100% W1 (1)
W1 = jumlah berat benda uji (gram)
W2 =berat benda uji tertahan ayakan no.12,setelah abrasi (gram)
Agregat dengan nilai keausan yang besar. Mudah pecah selama pemadatan atau akibat
pengaruh beban lalu lintas atau hal lainnya tidak diijinkan karena beberapa sebab :
1. Gradasi akan berubah karena agregat yang kasar akan menjadi butiran yang halus, dengan
demikian agregat mempunyai gradasi yang tidak memadai.
2. Agregat yang lemah tidak akan menghasilkan lapisan yang kuat karena bidang pengunci
yang bersudut mudah pecah. Mesin Los Angeles merupakan salah satu mesin untuk pengujian
keausan/ abrasi agregat kasar, fungsinya adalah kemampuan agregat untuk menahan gesekan,
dihitung berdasarkan kehancuran agregat. Pengujian abrasi sesuai syarat Spesifikasi Umum
Bina Marga 2010 rev 3 yaitu di bawah 40%.
PENYERAPAN
Pengujian penyerapan air (absorpsi) dilakukan untuk mengetahui banyaknya air yang terserap
ke dalam beton. Semakin kecil nilai penyerapannya maka beton tersebut semakin kedap
terhadap air. Kuat tekan beton secara keseluruhan tergantung pada permukaan dan struktur
internal beton (Zhang dan Zhong, 2014). Oleh sebab itu, pada kekuatan agregat imitasi tidak
dapat dievaluasi dengan penyerapan air. Nilai penyerapan air dapat dihitung menggunakan
persamaan 2.
PA = Bb - BaBa x 100% (2)
Keterangan:
PA = penyerapan air (%).
Ba = berat awal beton sebelum perendaman (kg).
Bb = berat beton setelah perendaman (kg).
PENELITIAN TERDAHULU
Terdapat beberapa penelitian yang terkait dengan penggunaan fly ash pengaruh suhu curing,
ataupun bahan geopolymer dan addittive maupun penambahan semen yang dilakukan pada
agregat kasar. Sumber rujukan yang digunakan pada penelitian ini antara lain sebagai berikut.
Putri et al (2018), Pada penelitian ini digunakan Metode pan granualar. Perbandingan yang
digunakan adalah 75% fly ash : 25% alkali aktifator gradasi campuran untuk perkerasan lapis
aus dan berdasarkan batas tengah Spesifikasi Teknis 2010 Revisi 3 milik Bina Marga.

Sudrajat, (2016) Penilaian agregat buatan berbahan dasar fly ash untuk bahan perkerasan jalan
diberbagai varisai suhu perawatan. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium. Pembuatan
agregat imitasi dilakukan dengan menggunakan pan granulator. Pan granulator ini
berdiameter 120 cm, kemiringan 400 dengan kecepatan putar 26 rotasi per menit. Bahan yang
digunakan sebagai binder/ pengikat berupa larutan alkali aktivator berbahan dasar Sodium
Silikat (Na2SiO3) dan Sodium Hidroksida (NaOH).

Iik Radevi Burhamsi Putri et al, (2018) Hasil yang didapatkan pada penelitian menunjukkan
bahwa kadar aspal optimum untuk variasi penambahan 0% agregat buatan dan 25%
penambahan agregat buatan memiliki kadar aspal optimum, sementara untuk variasi
penambahan agregat buatan 50%, 75% dan 100% agregat buatan.

Edo Prasetya Adi, (2016) Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan komposisi optimum
dari campuran metakaolin dan fly ash dengan varian 0% MK, 25% MK,50 MK, 75% MK dan
100% MK, nilai kuat tekan, berat volume serta porositas agregat kasar ringan buatan.
Frankovi Ana et al (2015). Selama fase granulasi sudut miring tetap pada 60 °, kecepatan
mixer adalah 48 menit -1, dan waktu pencampuran adalah 2 menit. fly ash sebelumnya telah
dicampur dengan semen, dan kemudian dituangkan perlahan-lahan ke piring. Selama proses
granulasi, tetesan air ditambahkan dengan penyemprotan.
Güneyisi E. et al. (2013). Proses aglomerasi, agregat diayak, dan hanya yang tertahan pada 4-
mm saringan yang akan dipilih untuk pengujian. Selama 10 menit pertama dari proses
aglomerasi, air disemprotkan ke bahan campuran untuk bertindak sebagai gumpalan dalam
proses pembuatan pelet. Aglomerasi dilanjutkan untuk tambahan 10 menit untuk kaku lebih
dan menjadi gumpalan agregat.

Srinivasan.K et all (2016). Proses pembuatannya dilakukan dengan metode buatan manusia
tersebut semen diperoleh untuk 1kg saat ini. Bentuk agregat harus dibulatkan dan tidak
mengandung lubang kosong selama diproduksi itu harus dipadatkan dengan tangan sendiri.
S. Sivakumar dan B. Kameshwari. (2015). Penelitian ini menyajikan hasil kerja real-time
dilakukan untuk membentuk beton ringan dibuat dengan fly ash, bottom ash, dan cahaya
diperluas tanah liat agregat asmineral admixtures. Investigasi eksperimental terhadap
concretemixM 20 dilakukan dengan penggantian semen dengan fly ash, agregat halus dengan
bottom ash, dan agregat kasar dengan cahaya agregat tanah liat diperluas.
Hilda Yuliana, A. et al. (2019). Pada penelitian ini agregat pengujian karakteristik meliputi
berat jenis, penyerapan, abrasi, daya tahan, dan adhesi aspal agregat. Pengujian berat jenis dan
penyerapan agregat dimaksudkan untuk menentukan berat agregat geopolimer buatan dan
kemampuannya untuk menyerap air. Uji tujuan kekerasan agregat untuk menentukan
kekerasan perlawanan agregat dengan mesin Los Angles

Ediantonius lubis et al. (2015). Tujuan penelitian ini adalah untuk memanfaatkan sebanyak
mungkin limbah batubara terutama btottom ash sebagai bahan agregat buatan. Komposisi
campuran optimuum bottom ash dan fly ash sebagai bahanagregat buatab adalah 1 semen : 3
fly ash : 20 bottom ash dalam perbandingan berat, jumlah kebutuhan air yang di spray
sebanyak 25-35% dari bottom ash. Hasil pengujian water content pad agregat buatan dalam
keadaan ssd 23,25%.
George, George K. ,Revathi, P. (2020). Metode umum untuk mengembangkannya termasuk
ikatan dingin, autoklaf, dan sintering. Pelet agregat dengan bobot yang ringan dan memiliki
berat jenis yang lebih rendah dan nilai impak yang lebih tinggi daripada kerikil.
Sunil, Rugma Panicker L, Parvathy Megha, R. Vijayan, Athira K. K. P, Ramaswamy (2021)
Dalam penelitian ini menyajikan hasil penyelidikan eksperimental yang dilakukan untuk
mengevaluasi sifat mekanik campuran beton di mana agregat halus (pasir) sebagian diganti
dengan fly ash, terak tembaga dan bubuk granit menggunakan beton grade M 30.

K. L. Ravisankar , S. K. Gowtham , T. R. Raghavan (2015) Agregat yang paling banyak


digunakan dalam konstruksi beton bertulang. Dalam proyek ini, buatan agregat fly ash yang
digunakan dalam beton dan efeknya pada kekuatan beton dipelajari. The fly ash dikumpulkan
dari pabrik termal. Kemudian semen terbang proporsi abu 25:75, 27,5: 72,5, 30:70, 32,5: 67,5,
35:65, 37,5: 62,5 diadopsi untuk agregat abu terbang buatan.

Arifi, Eva. (2020). Penelitian ini menggunakan Agregat daur ulang direklamasi dari limbah
beton untuk membuat beton tembus air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
agregat daur ulang secara signifikan mempengaruhi kekuatan beton tembus air.
Domagała, Lucyna (2020).Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempresentasikan masalah
durabilitas beton ringan struktural yang terbuat dari agregat fly ash yang disinter. Masalah
durabilitas diteliti untuk 12 seri beton dalam hal penyerapan air, permeabilitas air, dan
ketahanan beku-cair. Selain itu, struktur mikro beberapa beton dianalisis dengan mikroskop
elektron pemindaian (SEM).
METODOLOGI PENELITIAN
Berdasarkan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 rev 3 terdapat tujuh jenis uji untuk agregat
kasar. Material yang digunakan harus lolos ayakan No. 200. Selanjutnya mengetahui
kebutuhan agregat buatan pada masing-masing pengujian. Benda uji dibuat sesuai dengan
kebutuhan dan didiamkan dalam suhu curing yang dibutuhkan. Variasi suhu curing/
perawatan dilakukan dalam empat varian yaitu suhu ruang ,80oc , dan 60oc menggunakan
mesin oven. Kemudian melakukan uji terhadap agregat buatan, uji ini dibatasi pada 2
pengujian yaitu abras dan berat jenis dan penyerapan air. Karena belum adanya standar yang
berlaku baik untuk pembuatan maupun pengujian berat jenis agregat buatan, maka standar
yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan persyaratan teknis yang tercantum
dalam Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 rev 3 dan Pengujian abrasi (SNI 2417 : 2008).
Rencana penelitian ini disusun melalui bagan alir yang disajikan pada Gambar 1.
Mulai

Literatur Study

Pengujian Awal Agregat Imitiasi (Trial)

Memenuhi Tidak
Kriteria Abarsi?

Persiapan Material Hasil Trial

Pembuatan Benda uji:

Pengujian Propertis

Pengujian Pengujian
Abrasi Berat Jenis

Analisis Data

Kesimpulan
Gambar 1 Flowchart Penelitian
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian antara lain ayakan (digunakan ayakan kayu dan ayakan
100 mesh), timbangan digital, (Alat uji los angles) Mesin ini terdiri dari silinder baja tertutup
pada kedua sisinya dengan diameter dalam 711 mm (28 inci) panjang dalam 508 mm (20 inci)
sebagai alat uji abrasi dan alat pendukung lainnya, timbangan dengan ketelitian, pengering
dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110+5o celcius) talam atau cawan
terbuat dari porselin atau logam tahan karat. Dalam penelitian ini, menggunakan Fly ash tipe
F yang berasal dari limbah PLTU PT. Sepoetih Daya Prima Lampung Tengah, Sodium silikat
dan Sodium hiroksida digunakan sabagai Alkali Aktivator, Sodium silikat (Na₂SiO₃) akan
dicampur dengan sodium hidroksida dan abu terbang sehingga membentuk ikatan yang sangat
kuat namun banyak terjadi retakan-retakan antar mikrostruktur , Sodium hidroksida di kenal
dengan nama soda api atau natrium hydroxide adalah sejenis basa logam kaustik ketika
dilarutkan ke dalam air dengan membentuk larutan alkalin yang kuat ,semen portland jenis
PCC dengan merk dagang Semen Baturaja kemasan 50 kg, Aquades atau yang lebih dikenal
air murni disini berfungsi untuk melarutkan cairan additive yang berbentuk cairan yang
sebelum dicampurkan pada bahan flay ash dan semen. Pada penelitian ini menggunakan
beberapa bahan additive yaitu naphtha , betonmix, dan sikalatex. Addittive.
Tahapan Penelitian di Laboratorium
Beberapa tahap dalam penelitian yaitu (1) pengujian karakteristik material pada agregat kasar
berupa pengujian berat jenis dan penyerepan air kemudian pengujian dengan mesin Loss
Angeles untuk mengetahui nilai keausan, (2) penentuan workabillity pada campuran
komposisi bahan yaitu fly ash terhadap geopolymer dan fly ash terhadap penambahan semen
dan campuran addittive (3) pembuatan sampel untuk pengujian abrasi dengan masin los
angels dengan ayakan tertahan ½ dan ¾ pada perbandingan 30:70%, 40:60%, 50:50%,
60:40%, 70:30% serta pengujian berat jenis dan penyerapan air berbentuk lingkuran dengan
ayakan tertahan ½ dan ¾ pada perbandingan 50:50% , 60:40% , 70:30% (4) perawatan
(curing) dilakukan pada seluruh benda uji yang dilakukan selama 24 jam pada suhu 60oC
Benda Uji Penelitian
Variasi benda uji dibuat berdasarkan kebutuhan untuk menentukan kekuatan agregat melalui
pengujian abrasi dan berat jenis serta penyerapan. Pengujian dilakukan setelah dilakukannya
perawatan (curing) pada suhu 60o dalam waktu 24 jam setelah pembuatan benda uji. Variasi
benda uji penelitian disajikan pada Tabel 1 dan 2
TABEL 1 Perbandingan Yang Digunakan Dalam Pengujian Abrasi

NO jenis Perbandingan Bahan yang digunakan pada pengujian abrasi


1 70 : 30 70% fly ash 30% semen
2 60 : 40 60% fly ash 40% semen
26% sika dan
3 50 : 50 50% fly ash 50% semen
aquades
4 40 : 60 40% fly ash 60% semen
5 30 : 70 30% fly ash 70% semen
TABEL 2 Perbandingan Yang Digunakan Dalam Pengujian Berat Jenis Dan Penyerapan

Bahan yang digunakan pada pengujian berat jenis


NO jenis Perbandingan
dan penyerapan
1 70 : 30 70% fly ash 30% semen
2 60 : 40 60% fly ash 40% semen 26% sika dan aquades
3 50 : 50 50% fly ash 50% semen

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 3 Klasifikasi dan Komposisi Fly ash (Wardani, 2008)

Komponen Bituminus Subbituminus Lignit


SiO2 20-60 40-60 15-45
Al2O3 5-35 20-30 20-25
Fe2O3 10-40 4-10 4-15
CaO 1-12 5-30 14-40
MgO 0-5 1-6 3-10
SO3 0-4 0-2 0-10
Fly Ash kelas F
Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini sebelumnya telah melewati uji material
dengan metode XRD yang diketahui pada metode pengujian SEM-EDX yaitu berupa
pengujian kandungan fly ash yang dilakukan di PT. Sucofindo Lampung. Hasil yang
diperoleh kandungan fly ash yaitu jenis fly ash yang digolongkan kedalam fly ash tipe F.
Dalam penelitian ini sifat pozzolan pada fly-ash.

Agregat Kasar Imitasi berbahan dasar fly ash dan geopolymer

Gambar 2. Variasi Campuran Larutan Aktivator


Tabel 4 Jumlah Proporsi Agregat Imitasi Berbahan Aktivator.
Ukuran
Benda uji Fa Naoh Na2SiO3 Aquades Satuan Curing
(cm)
Molaritas12 rasio 2 148 17,33 34,67 54,17 Gram Suhu 2,5 cm
Molaritas 8 rasio 2 148 17,33 34,67 36,11 Gram ruang 2,5 cm
Molaritas 8 rasio 2 148 14,48 37,14 36,11 Gram Oven 60o 2,5 cm
Oven 80o 1,3- 1,5 dan
Molaritas 8 rasio 2 148 14,48 37,14 36,11 Gram
(24jam) 1,8 - 2,1

Gambar 3. Percobaan Pertama (a) m8 r2 (b) m12 r2 dengan curing suhu ruang selama 24 jam

Gambar 4. (a) Percobaan Ketiga m8 r2 dengan curing suhu oven 80o


(b) benda uji setelah sistem curing suhu oven 60o celcius selama 24 jam

Tahap Pengujian Benda Uji


Pada tahap ini dilakukan secara manual yaitu dengan cara menjatuhkan bola besi setinggi 73
cm diatas permukaan lantai dengan diletakkannya benda uji di bawahnya.

Gambar 5. Tinggi alat pengujian abrasi


Pada tahap ini dibuat suatu kesimpulan berdasarkan percobaan trial yang sudah dilakukan
yakni terjadinya kehancuran merata ketika pengujian benda uji dilakukan sehingga masih
belum memenuhi SNI pengujian abrasi.

A C B
Gambar 6. (a) pengujian pada suhu oven 60o (b) pengujian dengan suhu ruang 80o
Pada trial diatas dengan menggunakan bahan aktivator pada suhu ruang, suhu oven 60o dan
suhu oven 80o semua mengalami kehancuran yang berlebihan sehingga agegat tersebut tidak
mendekati pecahan agregat alami. Akan tetapi pada agregat yang menggunakan suhu 60o
lebih sedikit mengalami pecahan. Sehingga dapat disimpulkan untuk selanjutnya pada bahan
aktivator tidak dapat digunakan tetapi untuk menggunakan curing suhu oven 60o bisa
digunakan pada bahan selanjutnya.
Agregat Kasar Imitasi berbahan dasar fly ash dan geopolymer

A B C D
Gambar 7. (a) pengujian menggunakan berbahan napta (b) pengujian berbahan beton mix
dan (c) pegujian menggunakan berbahan sika. (D) pecahan batu alami
Pada trial diatas menggunakan suhu oven 60o. Pada berbahan napta mengalami kegagalan
kehancuran dikarenakan bahan tersebut mudah pecah. Sama seperti halnya berbahan
betonmix walau terlihat sedikit pecahan namun memiliki peleburan saat di jatuhkan dan
hancur. Akan tetapi pada bahan sika lebih sedikit mengalami pecahan dan mendekati pecahan
batu pada umunya. Sehingga dapat disimpulkan untuk penelitian ini yang baik digunakan
yaitu berbahan sika dengan curing suhu oven 60o selama 24 jam.

Hasil observasi akhir percobaan.


Pada hasil keseluruhan trial yang sudah dilakukan yaitu percobaan pertama yang dilakukan
dengan menggunakan bahan geopolymer dengan curing suhu ruang , suhu oven 60o dan 80o
selama 24 jam masih belum memenuhi kriteria agregegat alami dikarenakan keretakan pada
agregat kasar imitasi tersebut masih rentan akan tetapi mendapatkan hasil yang baik pada
penggunaan suhu curing 60o celcius selama 24 karna peleburan pada agregat tersebut tidak
mudah pecah dan sedikit retakan, kemudian percobaan pembuatan agregat kasar imtasi
selanjutnya dengan penggunaan bahan dasar fly ash dan addittive sika mengahasilkan agregat
yang masih belum memenuhi bentuk agregat alami pada saat dilakukannya menjatuh
percobaan menjatuhkan bola uji pada benda uji tersebut. Akan tetapi penggunaan sika dapat
membuat merekatkan bahan fly ash maka dari itu perlu digunakannya bahan tambahan semen
agar menambah rekatan pada fly ash dan sika karna pada umunya kombinasi bahan sika yaitu
semen. Dan percobaan berikutnya menggunakan bahan addittive beton mix, naphtha dan sika
serta bahan tambahan yaitu semen. Dari percobaan tersebut bahan dasar fly ash dan campuran
semen serta penggunaan bahan addittive sika yang lebih dominan mendekati pecahan agregat
alami pada umumnya setelah dilakukannya menjatuhkan bola uji ke benda uji tersebut.
Dengan demikian diperlukannya pengujian abrasi dengan berbahan dasar fly ash dan
campuran sika serta bahan addittive untuk menjadikan agregat kasar imitasi tersebut sesuai
dengan SNI.

Pengujian Abrasi SNI 2417:2008


Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa berikut ini desain campuran yang akan
digunakan dalam pembuatan agregat kasar imitasi dari hasil trial dengan menggunakan mesin
los angeles, seperti yang terlihat pada tabel 4.5 diperlihatkan daftar benda uji dan komposisi
campurannya .
Tabel 5. Berat masing- masing ukuran saringan dalam pengujian abrasi.
Ukuran saringan Yang dibutuhkan (gr) Suhu oven 24 jam
1 1250
½ 1250
60o
¾ 1250
3/8 1250
Dari tabel di atas ,pengujian abrasi ini menggunakan gradasi tipe a yaitu dengan ukuran
saringan yang dibutuhkan 1,½,¾,3/8. Dengan jumlah berat yang diperlukan yakni 5000 gram.

Gambar 8. Benda Uji


Tabel 6. hasil pengujian abrasi
Ukuran Saringan (mm)
Indikasi Ukuran Berat
Lolos Tertahan
37,50 25,40 1250,7
25,40 19,00 1250,0
19,00 12,50 1250,3
12,50 9,50 1250,2
Berat Total Sebelum Di Uji (A) 5001,2
Berat Total Sesudah Di Uji (B) 3778,1

Sehingga dalam perhitungannya :


Keausan = 100%
, ,
Keausan = 100% = 24,45 %
,
Prosedur Pengujian dilakukan dengan mengikuti Standart Pengujian abrasi sesuai syarat
Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 rev 3 yaitu di bawah 40% Dengan metode SNI
2417:2008 lolos abrasi dilakukan analisa saringan yang tertahan pada ayakan no 12 yaitu 1,70
mm. Dengan demikian dari trial yang sudah dilakukan dalam pembuatan agregat kasar imitasi
berbahan dasar fly ash dan bahan additive yaitu naphtha , beton mix dan sika yang mendekati
hasil sesuai metode SNI 2417:2008 yaitu berbahan sika pada perbandingan 50 : 50. Hasil
yang di dapatkan sebesar 24,45% sehingga lolos pengujian abrasi sesuai syarat Spesifikasi
Umum Bina Marga 2010 rev 3 yaitu di bawah 40%. Dari hasil yang didapat maka dapat
dilakukannya pengujian propertis yaitu pengujian abrasi dan berat jenis dengan masing
masing perbandingan yang sudah direncakan dan terlampir pada bab sebelumnya
Benda uji Berat Jenis dan Penyerapan (SNI 1969 – 2008)
Pemeriksaan berat jenis ini diperlukan untuk perencanaan campuran agregat dengan aspal.
Perencanaan campuran ini dilakukan dalam perbandingan berat karena lebih teliti. Di samping
itu, faktor penyerapan air oleh agregat juga mengindikasikan apakah agregat itu layak atau
tidak sebagai bahan beton.

A
Gambar 9. (a) Benda uji 70:30% sampel a

Pengujian Berat Jenis Dan Penyerapan (SNI 1969 – 2008)


Pengujian berat jenis dan penyerapan ini dilakukan dengan cara menyiapkan bahan seperti
bak yang berisikan air ,cawan, timbangan dan wadah saringan guna meletakan benda uji pada
saat perendaman. Benda uji yang dibutuhkan yaitu perbandingan 70% : 30% A dan b, 60% :
40% A dan B, serta 50% dan 50% A dan B.
Proses pengujian berat jenis dan penyerapan pada Benda Uji 70 : 30 A

Gambar 11. (a)Proses Penyerapan Agregat (b)Penimbangan hasil Agregat (c) Hasil Agregat
NO KEGIATAN SAMPEL A (Gram) SAMPEL B (Gram)
1 Mengukur berat benda uji kering oven (BK) 1.439,1 1.485,7
2 Mengukur berat benda uji kering permukaan jenuh (BJ) 1.500,0 1.500,0
3 Mengukur berat sampel dalam air (BA) 478,3 419,6

NO KEGIATAN SAMPEL A (Gram) SAMPEL B (Gram) SAMPEL B (Gram)


1 Berat jenis bulk BK / ( BJ - BA ) 1,409 1,375 1,392
Berat jenis kering permukaan jenuh
2 1,468 1,388 1,428
(SSD) BJ / ( BJ - BA )
3 Berat jenis semu BK / ( BK - BA ) 1,498 1,394 1,446
4 Penyerapan (BJ - BK)/BKx100% 4,232 0,963 2,597

Dari Tabel perhitungan di atas terlihat bahwa berat jenis agregat buatan (atas dasar kering
oven) berkisar 1,428 – 1,260 sehingga masih memenuhi spesifikasi Hutama karya yaitu 3%.
Sedangkan besarnya angka penyerapan air berkisar 2,597-1,676 cenderung besar namun
masih memenuhi syarat Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 rev 3 yaitu maksimal 3%.
Besarnya angka penyerapan air agregat buatan ini mengindikasikan bahwa rongga-rongga
dalam agregat buatan ini cenderung baik. Hal ini memang merupakan bentuk agregat imitasi
yang bagus, di mana agregat/ butiran yang terjadi tidak banyak mempunyai rongga yang
besar.
Hasil Pengujian Berat Jenis Kering Permukaan
3,00%
maksimal nilai berat jenis
2,50%
2,00%
1,50%
1,00%
0,50%
0,00%
70:30% 60:40% 50:50%
Gambar 15. Hasil Grafik Pengujian Berat Jenis Kering Permukaan
Berat jenis kering permukaan (Surface Saturated Dry/ SSD) diperlukan karena pada
kenyataannya beton yang digunakan secara normal hanya akan meresapi sebagian dari pori
yang dapat diresapi oleh air. Dari gambar 4.18 di atas terlihat bahwa penggunaan suhu oven
60o tidak berpengaruh banyak terhadap besarnya nilai berat jenis SSD ini. Besarnya nilai berat
jenis SSD ini masih di kisaran 1,3.Pengujian ini dilakukan dengan 3 jenis perbandingan bahan
yaitu 70:30% , 60:40% , dan 50:50%. Sehingga pada hasil tersebut masih di bawah nilai
maksimal berat jenis sesuai dengan Bina Marga 2010 rev 3 yaitu maksimal 3%.
Dari gambar 16 terlihat bahwa Hasil Pengujian Berat Jenis Semu pada agregat dengan suhu
curing 600C mempunyai nilai berat jenis (apparent) yang paling tinggi yaitu sebesar 1,45 pada
jenis perbandingan 70 : 30 %. Dan dari gambar 17 terlihat bahwa peningkatan besarnya
perbandingan atau banyaknya fly ash yang digunakan akan membuat nilai absorbsi agregat
buatan semakin besar.
Hasil Pengujian Berat Jenis Semu Hasil Pengujian Penyerapan
maksimal nilai berat jenis 3% maksimal nilai absorsi 3%
3,00% 3,00%
2,50% 2,50%
2,00% 2,00%
1,50% 1,50%
1,00% 1,00%
0,50% 0,50%
0,00% 0,00%
70:30% 60:40% 50:50% 70:30% 60:40% 50:50%
Gambar 16. Hasil Pengujian Berat Jenis Gambar 17. Hasil Grafik Pengujian
Semu Penyerapan
Akan tetapi semua nilai absorbsi agregat buatan masih memenuhi syarat Spesifikasi Umum
Bina Marga 2010 rev 3, yaitu maksimal 3%. Hal ini dikarenakan pembuatan agregat buatan
dengan cara manual merupakan pembuatan agregat dengan mengikat partikel kecil dari fly
ash menjadi lebih padat, sehingga lebih sedikit rongga yang terbentuk.
Pengujian Keausan / Abrasi Agregat (SNI SNI 2417:2008)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan agregat terhadap pengaruh beban
mekanis sebagai akibat dari pengaruh pemadatan ataupun beban lalu lintas. SNI 2417 : 2008
ini merupakan revisi dari SNI 03-2417-1991 tentang Metode Pengujian Keausan Agregat
dengan Mesin Abrasi Los Angeles. Pengujian dilakukan dengan 100 putaran dan hasil
pengujian antara 100 putaran dengan 500 putaran tidak boleh lebih besar dari 0,20 yang
tertahan di atas saringan No.12 (1,70 mm) tanpa pencucian. Namun dalam penelitian ini
langsung dilakukan pengujian dengan 500 putaran saja.
Benda uji perbandingan 30:70 (A)

A B C

Gambar 18. (a)Agregat lolos ayakan ¾ (b)Agregat lolos ayakan ½. (c)Hasil uji setelah abrasi
Hasil Pengujian Keausan / Abrasi Agregat (SNI SNI 2417:2008)
Agregat buatan dengan perbandingan 70:30% mempunyai nilai abrasi yang paling tinggi jika
dibandingkan agregat buatan lainnya. Dengan nilai yang paling tinggi ini, menjadikan agregat
buatan dengan perbandingan 70:30% mempunyai tingkat kekerasan yang paling rendah jika
dibandingkan dengan hasil yang lainnya. Dibawah ini merupakan daftar tabel perhitungan
hasil pengujian abrasi pada masing masing perbandingan yang sudah dilakukan.
Pengujian Abrasi
Nilai maksimum abrasi 40 %
40,00%

30,00%

20,00%

10,00%

0,00%
30:70% 40:60% 50:50% 60:40% 70:30%
Gambar 23. Grafik Hasil Pengujian abrasi
Perhitungan Biaya
Perhitungan biaya ini merupakan biaya per kg agregat buatan jika dibandingkan dengan
agregat alami batu pecah. Perhitungan biaya agregat buatan terdiri dari biaya pembuatan
agregat.
Tabel 7. Perhitungan Rincia Bahan Pembuatan Agregat Buatan untuk pengujian abrasi

Uraian Perbandingan Satuan Kuantitas Biaya Satuan Harga Total


Fly Ash 70 : 30 % kg 1,476 Rp 250 Rp 369 Rp 369
Semen 70 : 30 % kg 0,632 Rp 1.200 Rp 759 Rp 759
aquades 70 : 30 % kg 0,481 Rp 1.500 Rp 721 Rp 721
sikalatex All kg 0,090 Rp 5.723 Rp 516 Rp 516

SUB TOTAL Rp 2.365

Sehingga pada total harga yang dibutuhkan pada tabel diatas dengan berat
2,5 kg yaitu = Rp. 2.365
Tabel 8. Perhitungan Rincia Bahan Pembuatan Benda Uji Agregat Buatan untuk pengujian
berat jenis dan penyerapan

UNTUK PENGUJIAN BERAT JENIS DAN PENYERAPAN


Uraian Perbandingan Satuan Kuantitas Biaya Satuan Harga Total
Fly Ash 70 : 30 % kg 1,227 Rp 250 Rp 307 Rp 307
Semen 70 : 30 % kg 0,855 Rp 1.200 Rp 1.026 Rp 1.026
aquades 70 : 30 % kg 0,401 Rp 1.500 Rp 601 Rp 601
sikalatex All kg 0,045 Rp 5.723 Rp 258 Rp 258

SUB TOTAL Rp 2.192


sehingga yang dibutuhkan pada pengujian berat jenis dan penyerapan dengan berat 2,5 kg
adalah = Rp. 2.192
Dengan demikian total biaya dalam pengujian abrasi (2,5 kg) dan berat jenis permukaan (2,5
kg) adalah Rp. 2.365 + Rp 2.192 = Rp 4.557
Total agregat yang di butuhkan adalah = 5 kg
sehingga bahan per kg yang dibutuhkan dalam pembuatan agregat buatan adalah :
Rp 4.557 : 5 kg = Rp 911.38

HARGA AGREGAT ALAMI BATU PECAH


Tabel 9. Harga agregat alami batu pecah

NO Jenis Bahan Satuan Harga Satuan (Rp) Keterangan


1 Batu pecah 0,5 - 1 cm / Screning M3 340.600 Berat jenis agregat
3 alami adalah 1,800
2 Batu pecah 1 - 2 cm M 404.600 kg/m3
Daftar harga tersebut di ambil dari perhitungan analasia harga satuan di bandar lampung pada
tahun 2021 dan berat jenis agregat alami dapat di ambil pada halaman google dengan
keyword berat jenis agregat kasar.
Untuk mendapatkan harga per kg agregat alami batu pecah, maka
Batu pecah 0,5 – 1 cm
= Rp. 340.600 / 1800 kg = Rp. 189.22 / kg
Batu pecah 1-2 cm
= Rp. 404.600 / 1800 kg = Rp. 224.78 / kg

PERBANDINGAN BIAYA AGREGAT KASAR BUATAN DAN AGREGAT ALAMI


Perbandingan biaya antara agregat buatan dan agregat alami batu pecah ini dilakukan untuk
mengetahui disparitas harga antar keduanya. Hal ini penting dilakukan mengingat banyak
sekali usaha-usaha yang harus dilakukan agar agregat buatan ini bisa diterima oleh semua
pihak.
Tabel 10. Perbandingan harga agregat alami dan agregat buatan

harga per kg
no ukuran agregat Selisih
Agregat buatan Agregat alami

1 Batu pecah 0,5 - 1 cm Rp 911.38 Rp. 189.22 Rp. 722.16

2 Batu pecah 1 - 2 cm Rp 911.38 Rp. 224.78 Rp. 686.60

Berdasarkan tabel 4.10 di atas, harga agregat buatan bernilai kurang ekonomis dari agregat
alami sehingga belum dapat menggantikan peran agregat alami. Dengan disparitas harga yang
terlampau jauh berkisar Rp. 722.16 dan Rp. 686.60 menjadikan agregat buatan belum bisa
menjadi satu-satunya pilihan sebagai pengganti material penyusun bahan beton. Dan dengan
demikian, agregat buatan ini belum menjadikan solusi yang baik untuk dikembangkan lebih
jauh akibat dampak lingkungan volume fly ash yang cukup melimpah di Indonesia.

KESIMPULAN dan SARAN


Dari penelitian ini berdasarkan trial dan error yang dilakukan agregat kasar imitasi berbahan
dasar fly ash dapat dijadikan agregat kasar imitasi dengan menambahkan addittve sika dalam
proses pencampurannya. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil pengujian yang sudah
dilakukan pada bab 4 dan diperoleh bahwa agregat kasar imitasi yang di rawat dengan suhu
oven 60o berkinerja lebih baik dari suhu ruang ataupun suhu oven 80o terlihat dari pengujian
proportis nya yang memenuhi SNI. Sehingga dalam pengggunaan komposisi bahan yang baik
adalah dengan menggunakan perbandingan 70% fly ash dan 30% semen dengan
dibutuhkannya 26% bahan addittive yaitu sika yang dibuktikan pada pengujian propertis yaitu
pengujian abrasi dan berat jenis dan penyerapan yang sesuai dengan sni masing – masing
pengujian. Kemudian berdasarkan perhitungan biaya, harga agregat buatan bernilai ekonomis.
Dengan disparitas harga Rp. 722.16 dan Rp. 686.60 menjadikan agregat buatan bisa menjadi
satu-satunya pilihan sebagai pengganti material penyusun bahan beton. Dan dengan demikian,
agregat buatan ini merupakan salah satu solusi yang bisa dikembangkan lebih jauh untuk
mengurangi dampak lingkungan akibat volume fly ash yang cukup melimpah di Indonesia.
Sehingga saran dari hasil penelitian ini adalah penelitian ini sudah menghasilkan bahwa bahan
dasar fly ash dapat digunakan sebagai agregat kasar imitasi dan untuk penelitian selanjutnya
dapat dilakukan pembuatan beton dengan menggunakan agregat kasar berbahan dasar fly
ash.dan pada proses pembuatan agregat kasar imitasi dilakukan dengan cara manual, pada
penelitian selanjutnya agar metode pembuatan manual menjadi otomasi dapat dilakukannya
penggunaan alat cetak agregat kasar imitasi. Dan Pada penelitian ini juga sudah menghasilkan
bahwa bahan dasar fly ash dapat digunakan sebagai agregat kasar imitasi dengan komposisi
tambahan yaitu bahan addittve sika sehingga untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan
pembuatan rancangan aspal yang semula menggunakan agregat alami digantikan dengan
penggunaan agregat kasar berbahan dasar fly ash.

Adi, 2016. Pemanfaatan Metakaolin sebagai Bahan Dasar Alternatif Pembuatan agregat
Ringan Buatan,
Iik Radevi Burhamsi Putri, Hariyadi , I Dewa Made Alit Karyawan, Ervina Ahyudanari. 2018.
Pengaruh Variasi Penambahan Agregat Buatan Terhadap Kadar Aspal Optimum untuk
Perkerasan Aspal Lapis Aus,
Wardani, 2008. Klasifikasi dan Komposisi Fly ash.
Manual of Concrete Practice 1993 Part 1 226.3R-3 dan ASTM C 618, dan fly ash
Palomo, A., Grutzeck, M. W., & Blanco, M. T. 1999 . Alkali-activated fly ashes: A cement
for the future. Cement and Concrete Research, 29(8), 1323–1329.
https://doi.org/10.1016/S0008-8846(98)00243-9.
Sudrajat, 2016. Penilaian agregat buatan berbahan dasar fly ash untuk bahan perkerasan
jalan diberbagai varisai suhu perawatan.
Hilda Yuliana, A. Hilda Yuliana A. , I. Dewa Buatan Alit Karyawan , Suryawan Murtiadi ,
Januarti Jaya Ekaputri , Ervina Ahyudanari. 2019. Pengaruh lereng granulator
terhadap karakteristik buatan geopolimer agregat digunakan di perkerasan.
.
Ana Frankovi, Violeta Bokan Bosiljkov, Vilma Ducman 2015 . Lightweight Aggregates
Made From Fly Ash Using The Cold-Bond Process And Their Use In Lightweight
Concrete.
Srinivasan.K, Mutharasi.M, Vaishnavi.R, Sajin Mohan, Logeswaran.V. 2016, An
Experimental Study On Manufacture Of Artificial Aggregates Incorporating Flyash,
Rice Husk Ash And Iron Ore Dust
George, George K. ,Revathi, P. (2020), Production and Utilisation of Artificial Coarse
Aggregate in Concrete.
Kayathri, K, Vigneshkumar, C, Rani, M Gohila, Karthik, K 2014, Effect of Copper Slag , Fly
Ash and Granite Power as a Partial Replacement in Fine Aggregate.
Domagała, Lucyna 2020, Durability of structural lightweight concrete with sintered fly ash
aggregate
Junaid, M. Talha, Khennane, Amar, Kayali, Obada 2015, Performance of fly ash based
geopolymer concrete made using non-pelletized fly ash aggregates after exposure to
high temperatures
Shahane, Hrishikesh A., Patel, Satyajit 2021, Influence of curing method on characteristics of
environment-friendly angular shaped cold bonded fly ash aggregates.
Arifi, Eva 2020, Evaluation of fly ash as supplementary cementitious material to the
mechanical properties of recycled aggregate pervious concrete.
Sunil, Rugma Panicker L, Parvathy, Megha, R. Vijayan, Athira K. K. P, Ramaswamy 2021,
Preparation and Properties of Alkali Activated Coarse Aggregates Using Fly Ash and
Slag
Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Air (SNI 1969 – 2008)
Pengujian Abrasi (SNI 2417 : 2008)

Anda mungkin juga menyukai