b
b2 b1 b2
S S S S S S S
a) Spesifikasi umum
Lebar trotoar b2 = 1 m
62
63
d) Specific Grafity
e) Profil Baja
Tinggi h = 500 mm
Lebar b = 300 mm
Tebal badan tw = 9 mm
Tebal sayap tf = 16 mm
Pemeriksaan penampang dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap sebelum komposit
diperiksa pada saat proses konstruksi berlangsung dimana plat beton belum mengeras
dan belum dapat bekerja, sehingga aksi komposit belum terbentuk. Pada tahap
konstruksi ini beton masih menjadi beban yang harus ditahan oleh baja girder. Tahap
selanjutnya adalah pemeriksaan paska konstruksi yaitu pada saat aksi komposit telah
terbentuk dimana plat beton telah mengeras dan mampu bekerja bersama dengan baja
girder. Pada tahap pemeriksaan ini pembebanan yang bekerja adalah aksi pembebanan
Beban-beban yang timbul saat pelaksanaan konstruksi dan masa awal disaat beton
a) Beban mati merata, yang terdiri dari beban-beban seperti pada tabel berikut:
menyatukan satu girder dengan yang lainya, adapun total bebanya adalah sebagai
berikut:
c) Beban hidup sebelum komposit merupakan beban hidup pekerja pada saat
sebesar 2 kN/m2, karena lebar efektif jembatan adalah 1,2 meter maka beban merata
Total beban merata yang bekerja adalah jumlah dari beban mati dan beban hidup
yaitu 8,97 + 2,4 = 11,37 kN/m. Sedang beban setempat yang merupakan kontribusi dari
baja diafragma adalah sebesar 0,484 kN. Lebih jelas mengenai sekema pembebanan
q=11,37kN/m
20.00
115,394 kN 115,394 kN
q.9 ,7
2
0 ,3
M max 9 ,7VA 0 ,3q 9 ,7 p9 ,7 6 ,7 3,35 . .............................(4.1)
2 2
0,3 11,37 9,7
2
M max 9,7 115,394 0,3 11,37 9,7 0,4849,7 6,7 3,35
2 2
M max 541,263 kN.m
66
terbentuk, yaitu ketika plat beton telah mengeras (berumur 28 hari) adalah sebagai
berikut:
a. Beban Mati
Beban merata setelah aksi komposit seperti yang terlihat dalam Table 4.2 berikut
ini.
Berat Beban
Luas
jenis merata
No Jenis beban (m2) (Kn/m3) (kN/m)
1 Profil Baja WF 500.300.9.16 0,01381 78,5 1,08
2 Cover Plate 0,00475 78,5 0,37
3 Slab Beton [1,2x0,2] 0,24 24 5,76
4 Aspal 0,075 22 1,65
5 Air hujan 0,075 9,8 0,73
total : 9,59
Beban mati setempat berasal dari beban baja diafragma sesuai dengan perhitungan
sebelumnya yaitu sebesar 0,484 kN. Sekema gambaran dari beban mati yang
q=9,59kN/m
20.00
97,594 kN 97,594 kN
Momen maksimum berada ditengah bentang akibat beban mati adalah sebgai
berikut:
0,3 q.9,7
2
M DL 9,7VA 0,3q 9,7 p9,7 6,7 3,35 .......................(4.1)
2 2
9,59 9,7 2
M DL 0,3 97,594 (0,3 9,59 9,85) 0,48419,75
2
M DL 541,263 kN.m
Beban kendaraan yang berupa beban lajur “D” terdiri dari beban terbagi rata
(Uniformly Distributed Load), UDL dan beban garis (Knife Edge Load), KEL
seperti pada gambar 4.4. UDL mempunyai mempunyai intensitas q (kPa) yang
besarnya adalah 𝑞 = 9,0 kPa untuk bentang jembatan kurang dari 30 meter.
Sehingga nilai beban q untuk lebar efektif 1,2 adalah sebagai berikut:
QTD q Le .......................................................................................................(4.2)
PTD p Le .......................................................................................................(4.3)
q=10,8 kN/m
20.00
137,4 kN 137,4 kN
c. Gaya rem
Pengaruh pengereman dari lalu lintas diperhitungkan sebagai gaya dalam arah
memanjang dan dianggap bekerja pada jarak 1,8 m dari permukaan lantai jembatan.
Besarnya gaya rem tergantung panjang total jembatan (Lt) untuk jembatan dengan
panjang total kurang dari 80 m, besarnya gaya rem (TTB) adalah 250 kN karena
jembatan memiliki 8 girder maka beban yang timbul pada satu girder adalah:
250
TTB = =31,25 kN ..............................................................................................(4.5)
8
Lebih detail mengenai pengaruh gaya rem terhadap jembatan dapat dilihat pada
Dimana y adalah jarak antara beban rem yang bekerja terdadap garis netral
d. Beban angin
Beban garis merata tambahan arah horizontal pada permukaan lantai jembatan akbat
Dimana:
Bidang vertical yang ditiup angin merupakan bidang samping kendaraan dengan
tinggi 2 meter diatas lantai jembatan (h = 2 meter) dengan jarak antar roda
kendaraan adalah x = 1,75 meter, sehingga transfer beban angin ke jembatan adalah:
1 h 1 2
QEW TEW 1,436 0,82kN.m ............................................(4.8)
2 x 2 1,75
1 1
MEW = 8 ×QEW ×L2 = 8 ×0,82×202 =41 kN.m .......................................................(4.9)
bekerja pada jembatan setelah aksi komposit terbentuk atau setelah jembatan beroprasi
Iy : 7202.84 cm4 tw :9 mm
Sx : 2557.19 cm3 tf : 16 mm
Sy : 480.19 cm3
Keterangan:
Cx
Cy
y
Ix Iy
S x S y
C y Cx
E = 200000 MPa
G = 76923 MPa
Panjang bentang Lx : 20 m
ultimit pada profil baja WF yang digunakan sebagai girder sebelum aksi komposit,
Berdasarkan ketentuan yang dicantumkan dalam SNI 03-1729-2002 pada tabel 7.5.1
Bagian flange:
72
b 300
9,38 ..............................................................................(4.11)
2tf 2 16
170 170
p 10,54 ......................................................................(4.12)
fy 260
370 370
r 27,43 ........................................................(4.13)
f y fr 260 78
Bagian web:
h 2tf 500 32
52,00 .................................................................(4.14)
tw 9
1680 1680
p 104,19 ....................................................................(4.15)
fy 260
2550 2550
r 158,14 .....................................................................(4.16)
f yr 260
Dari perhitungan diatas karena bagian badan dan sayap adalah kompak maka
2816,004
M p Zx fy 260 732.161 kN.m ..........................................(4.17)
1000
Untuk menentukan momen nominal yang berlaku pada baja maka harus diperiksa
terhadap pengaruh tekuk torsi lateral, batasan momen tertera pada SNI 03-1729-
2002 poin 8.2.1 pada halaman 35. Pengaruh tekuk torsi lateral sangat tergantung
73
terhadap pengekang lateral, batasan bentang untuk pengekang lateral terdapat pada
berikut:
Iy 7202,84
ry 7,22cm = 72,2 mm ..........................................(4.18)
Ag 138,12
E 2.105
L p 1,76ry 1,76 72,2 3525,05 mm ................................(4.19)
fy 260
1 1
J 2 b.tf 3 (h 2tf )tw3 932924 mm .........................................(4.20)
3 3
(h tf ) 2 (500 16) 2
Iw I y 72028431 4,218.1012 mm 6 ..................(4.21)
4 4
EGJA
X1 .........................................................................................(4.22)
sx 2
2
s I
X 2 4 x w .......................................................................................(4.23)
GJ I y
4,218 10
12
2557186
X2 4 = 2,974 10 -04 mm4/N2
76923 932924 72028431
74
X
Lr ry 1 1 1 ( X 2. fL) 2 ................................................................(4.25)
fL
12231
Lr 72,2 1 1 (2,974 10 260 78) 10057 mm
-04 2
182
Karena jarak pengaku lateral (Ly) adalah sebesar 3350 mm, sedangkan batas plastis
sempurna (Lp) adalah 3525,05 dan batas tekuk inelastis (Lr) adalah 10057 mm maka
Ly < Lp < Lr sehingga kondisi yang berlaku adalah kasus 1 dimana Mn`= Mp.
Tahanan balok haruslah memenuhi persyaratan yang tercantum dalam SNI 03-
1729-2002, persamaan 8.1-3 sehingga besarnya momen ultimit untuk desain balok
adalah:
M u M n ........................................................................................................(4.26)
Dimana ϕ adalah faktor reduksi sebesar 0,9 dan Mn adalah momen nominal yang
besarnya sama dengan momen plastis. Sehingga kuat letur penampang rencana adalah
sebagai berikut:
Karena momen momen maksimum yang timbul saat masa konstruksi adalah
sebesar M max 541,263 kN.m kurang dari kuat lentur penampang rencana M u 658,94
kN.m maka dapat disimpulkan bahwa baja WF.500.300.9.16 cukup kuat untuk menahan
M n 2107,782 kN.m, sehingga momen lentur ultimit yang dimiliki oleh penampang
75
komposit sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam SNI 03-1729-2002 poin 11
tentang komponen struktur yang mengalami gaya kombinasi adalah sebagai berikut:
1409.02 kN.m. Karena momen maksimum yang mungkin timbul pada masa layan
besarnya kurang dari momen ultimit panampang komposit maka dapat disimpulkan
mampu menahan momen maksimum yang mungkin timbul setelah jembatan beroprasi.
Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi laju korosi pada baja, akan tetapi
data statistik yang tersedia tidak cukup untuk merumuskan model-model analitis. Oleh
karena itu sangat sulit untuk memperkirakan laju korosi secara akurat, sehingga yang
empiris. Setiap penelitian menghasilkan rumus laju korosi yang berbeda antara satu
penelitian dan penelitian lainya, rumus pendekatan yang dihasilkan pun hanya
menghasilkan nilai probabilitas yang terkadang nilainya jauh berbeda dengan tingkat
Dalam penelitian ini laju korosi pada girder tidak mengacu pada rumus laju korosi
dari persamaan manapun, akan tetapi akan dilakukan pengurangan secara konstan
76
dengan kelipatan penetrasi korosi setiap 0,3 mm, pada setiap permukaan girder yang
alamiah dan kapasitas penampang yang tidak terlalu besar tetapi juga tidak terlalu kecil.
Tujuan tidak menggunakan laju korosi dari persamaan manapun adalah agar penelitian
ini bisa diterapkan terhadap kondisi yang sesungguhnya terjadi dilapangan dalam
Korosi diasumsikan terjadi secara seragam dengan penetrasi yang sama pada
setiap bagian dari baja girder yang terekspos, yaitu pada bagian bawah flens atas, pada
kedua sisi bagian web dan pada sisi atas dan sisi bawah bagian dari flens bawah. Contoh
perubahan dimensi girder pada tebal terkorosi 0,3 mm adalah sebagai berikut:
300
16
WF 500.300.9.16
500 9 468
16
18
COVER PLATE
Perubahan girder pada setiap kelipatan tingkat korosi disajikan dalam tabel 4.4
berikut:
77
Girder
Tebal Terkorosi Girder dimension (mm)
Tahap Area
(mm)
tf1 tf2 tw Hh (mm2)
1 0,00 16,0 34,0 9,0 468,0 19212,00
2 0,30 15,7 33,4 8,4 468,6 18666,24
3 0,60 15,4 32,8 7,8 469,2 18119,76
4 0,90 15,1 32,2 7,2 469,8 17572,56
5 1,20 14,8 31,6 6,6 470,4 17024,64
6 1,50 14,5 31,0 6,0 471,0 16476,00
7 1,80 14,2 30,4 5,4 471,6 15926,64
8 2,10 13,9 29,8 4,8 472,2 15376,56
9 2,40 13,6 29,2 4,2 472,8 14825,76
10 2,70 13,3 28,6 3,6 473,4 14274,24
11 3,00 13,0 28,0 3,0 474,0 13722,00
12 3,30 12,7 27,4 2,4 474,6 13169,04
13 3,60 12,4 26,8 1,8 475,2 12615,36
14 3,90 12,1 26,2 1,2 475,8 12060,96
15 4,20 11,8 25,6 0,6 476,4 11505,84
16 4,50 11,5 25,0 0,6 477,0 11236,20
17 4,80 11,2 24,4 0,6 477,6 10966,56
18 5,10 10,9 23,8 0,6 478,2 10696,92
19 5,40 10,6 23,2 0,6 478,8 10427,28
20 5,70 10,3 22,6 0,6 479,4 10157,64
21 6,00 10,0 22,0 0,6 480,0 9888,00
22 6,30 9,7 21,4 0,6 480,6 9618,36
23 6,60 9,4 20,8 0,6 481,2 9348,72
24 6,90 9,1 20,2 0,6 481,8 9079,08
25 7,20 8,8 19,6 0,6 482,4 8809,44
26 7,50 8,5 19,0 0,6 483,0 8539,80
27 7,80 8,2 18,4 0,6 483,6 8270,16
28 8,10 7,9 17,8 0,6 484,2 8000,52
29 8,40 7,6 17,2 0,6 484,8 7730,88
30 8,70 7,3 16,6 0,6 485,4 7461,24
Untuk pengetahui perubahan nilai frekuensi alamiah akibat terjadinya korosi akan
akan dilakukan dalam dua tahap yaitu kondisi girder komposit tunggal (Single-Girder )
serta kondisi jembatan secara utuh (Multi-Girder ) sehingga dapat diketahui perbedaan
antara analisa suatu jembatan secara girder tunggal dan jembatan sebagai kesatuan utuh.
menggunakan girder tunggal, hal tersebut dilakukan bila proses kalkulasi menggunakan
cara manual dan hasil dari proses perhitunganya pun terkadang tidak terlalu akurat.
Untuk mendapatkan hasil yang lebih pasti dan lebih akurat maka analisa dilakukan
dengan menggunakan software dengan pemodelan struktur jembatan secara utuh dan
yang berada ditengah lebar jembatan. Skema system strukturnya adalah seperti yang
19.40
Gambar 4.10 Potongan melintang dan menanjang bagian tengah struktur jembatan
80
Properti dari bahan material yang digunakan dalam struktur jembatan komposit
serta dimensi dari material sebelum terjadinya aksi komposit dapat dilihat dalam
Perhitungan momen inersia arah y setelah terjadinya aksi komposit adalah sebagai
berikut:
Ebaja 200000MPa
E baja 200000
n 9,847 ........................................................................(4.28)
E beton 20310
bE 1200mm
121,865mm ......................................................................(4.29)
n 9,847
81
Momen inersia pelat beton setelah ditransformasi menjadi momen inersia baja:
Luas Ay AY2 I0
Element Y
(A) (mm3) (mm4) (mm4)
Slab 24373,02 450 10967860,63 4935537281,4 81243412
WF 13812,00 0 0 0 639296624
Cover Plate 5400,00 -259 -1398600,00 362237400,00 145800
43585,02 9569260,63 5297774681,4 720685836
I x I 0 Ay 2 .............................................................................................(4.31)
A.y 9569260,63
y' 219,554 mm
A 43585,02 ................................................(4.32)
I tr I x Ay 2 .............................................................................................(4.33)
I tr 0,00392 m 4
Berikut ini adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghitung frekuensi
Shape function yang akan digunakan dalam perhitungan adalah seperti yang
x 2 x
( x) sin ―› " ( x) 2 sin ................................................(2.19)
L L L
Menentukan m*
L
m* m
. 2 ( x)dx .......................................................................................(2.20)
0
L
x . A.L
m* m.sin 2 dx
0
L 2
Ada tiga jenis beban mati yang berada pada struktur yaitu berat sendiri baja
WF, plat lantai beton dan aspal , sehingga m* adalah sebagai berikut:
s . As .L c . Ac .L a . Aa .L
m*
2 2 2
Dimana:
Menentukan K*
L
k* EI . " ( x) dx ...............................................................................(2.21)
2
0
2
L
2 x E.I . 4
k * EI 2 .sin 2 dx
0 L L 2 L3
menjadi luas baja dengan asumsi modulus elastisitas beton dirubah menjadi
modulus elastias baja sehingga momen inersia yang digunakan adalah momen
83
1 k* 1 5226,398
fn 3,938 Hz ............................................(2.24)
2 m * 2 8,536
Untuk menghitung frekuesi alamiah setelah terjadi korosi pada girder adalah
menggunakan cara yang sama dengan yang telah dilakukan diatas, namun dimensi
girder harus dirubah sesuai dengan tebal terkorosi yang akan terjadi. Hasil kalkulasi
frekuensi alamiah setelah terjadi korosi pada girder disajikan pada tabel 4.9.
baja dan beton. Mutu baja yang digunakan dalam desain jembatan komposit
Bina Marga untuk bentang 20 meter adalah Bj-42 dan beton dengan mutu K-
Gambar 4.11 Input data material dari baja dan beton dalam Midas-Civil
berikut.
86
Perletakan
Supports atau perletakan yang digunakan pada jembatan ini adalah sama seperti
pada jembatan-jembatan pada umumnya, yaitu pada ujung sisi adalah sendi dan
pada ujung sisi lainya adalah rol. Perletakan sendi tidak memungkinkan adanya
pergeseran dalam arah manapun sedangkan perletakan rol hanya ada satu
perletakan tersebut tidak ada tahanan terhadap gaya puntir dalam arah
Gambar 4.14 Pengaturan perletakan Sendi (kiri) dan perletakan Rol (kanan)
87
lentur berupa lapisan aspal setebal 5 cm dengan berat jenis aspal 22 kN/m 3,
sehingga berat beban mati tambahan berupa berat aspal adalah sebagai berikut:
Analisa dinamis
eigen Vektor dengan emetode analisa adalah Lancoz Method. Pemilihan metode
tidak terlalu banyak dan analisa frekuensi alamiah hanya dilakukan pada mode
pertama, namun agar lebih efektif akan menggunakan 5 mode dalam analisa
program.
girder baja sesuai dengan tingkat korosi seperti yang terlihat dalam Tabel 4.4
Value Analysis dari mode 1 dapat dilihat dalam tabel 4.9 pada halaman
selanjutnya.
89
Tabel 4.9 Hasil analisa frekuensi alamiah Single-Girder dengan metode perhitungan
manual dan pemodelan Midas-Civil
Tebal Terkorosi Natural Frequency (Hz)
NO % perbedaan
(mm) Manual Midas-Civil
1 0,00 3,938 3,905 0,844%
2 0,30 3,918 3,883 0,915%
3 0,60 3,898 3,859 0,995%
4 0,90 3,876 3,835 1,089%
5 1,20 3,854 3,808 1,199%
6 1,50 3,830 3,780 1,330%
7 1,80 3,806 3,750 1,490%
8 2,10 3,780 3,718 1,689%
9 2,40 3,754 3,682 1,943%
10 2,70 3,726 3,643 2,279%
11 3,00 3,696 3,598 2,746%
12 3,30 3,666 3,544 3,441%
13 3,60 3,633 3,474 4,586%
14 3,90 3,600 3,369 6,835%
15 4,20 3,564 3,145 13,305%
16 4,50 3,538 3,129 13,070%
17 4,80 3,512 3,113 12,833%
18 5,10 3,485 3,096 12,592%
19 5,40 3,458 3,078 12,349%
20 5,70 3,429 3,059 12,103%
21 6,00 3,400 3,040 11,853%
22 6,30 3,370 3,020 11,601%
23 6,60 3,340 2,999 11,345%
24 6,90 3,308 2,978 11,086%
25 7,20 3,275 2,956 10,824%
26 7,50 3,242 2,932 10,558%
27 7,80 3,207 2,908 10,289%
28 8,10 3,172 2,883 10,016%
29 8,40 3,135 2,857 9,740%
30 8,70 3,097 2,830 9,460%
31 9,00 3,058 2,801 9,176%
32 9,30 3,018 2,772 8,888%
33 9,60 2,976 2,741 8,596%
34 9,90 2,933 2,708 8,300%
35 10,20 2,888 2,674 7,999%
90
Grafik penurunan frekuensi alamiah terhadap tebal terkorosi pada girder ada
4.5
Manual
4.0 Modeling
Frekuensi Alamiah (Hz)
3.5
3.369
3.145
3.0
2.5
2.0
1.5
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Tebal Terkorosi (mm)
Gambar 4.18 Grafik Penurunan Frekuesi Alamiah terhadap tebal terkorosi
91
berbeda. Persentase rata-rata perbedaan hasil analisa dari kedua metode tersebut adalah
6,76%.
ada lonjakan, akan tetapi grafik pada pada analisa dengan pemodelan MIDAS-Civil
timbul lonjakan pada frekuensi alamiah 3,145 Hz. Kurfa lengkung yang pertama terjadi
sampai pada batas badan web habis karena korosi, sedangkan kulfa lengkung yang
kedua terjadi setelah bagian web habis terkorosi dan korosi hanya menyerang bagian
flens saja.
Dalam permodelan struktur secara utuh langkah yang dilakukan sama dengan saat
pemodelan pada Single-Girder , hanya saja ada material tambahan berupa baja
diafragma dan perubahan geometri. Frofil baja WF yang digunakan sebagai diafragma
memiliki mutu yang sama dengan girder hanya saja ukuran profilnya lebih kecil. Berikur
namun trotoar hanya akan dimodelkan sebagai beban tambahan yang lokasinya berada di
girder paling tepi dan aspal dimodelkan sebagai beban merata pada girder tengah.
Penambahan beban mati dari beban trotoar pada girder paling tepi dengan berat
jenis beton adalah 24 kN/m3 tebal trotoar 20cm dan lebar trotoar 1 meter, sehingga
Hasil dari analisa frekuensi alamiah dengan Eigen Value Analysis dari mode 1
pada jembatan komposit Multi-Girder, setelah terjadi korosi pada permukaan girder
Tabel 4.10 Perbedaan hasil analisa frekuensi alamiah antara Single-Girder dan Multi-
Berikut adalah grafik penurunan frekuensi alamiah terhadap tingkat korosi antara
4.5
Multi-Girder
4.0 Single-Girder
Frekuensi Alamiah (Hz)
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Tebal Ter korosi (mm)
alamiah yang berbeda dengan persentase perbedaan rata-rata dari kedua metode tersebut
adalah 8,72%.
Grafik yang dihsilkan dari hasil analisa kedua metode tersebut bentuknya sama
antara Single-Girder dengan Multi-Girder, akan tetapi nilai frekuensi alamiah pada
properties penampang komposit yang disediakan oleh software tersebut tidak dilengkapi
dengan cover plate sehingga cover plate yang berada dibagian sisi bawah girder
dianggap sebagai penambahan tebal flens bawah pada baja girder. Dalam perhitungan
selanjutnya ukuran flens bawah yang pada awalnya adalah 16 cm disimulasikan menjadi
34 cm karena ada penambahan cover plate dengan tebal 18 cm. dalam perhitungan
Pelat Beton
20
S hear Connector
HB 500.300.9.16 30
Baja WF 500.300.9.16
Beton K-225
netral a atau yang biasa dikenal dengan PNA (plastic neutral axis), yaitu dengan
As f y 19212 260
a 262,232 ........................................... (2.4)
0,85 f ' c bE 0,85 18,675 1200
Karena nilai a > 200 mm sehingga garis netral berada diantara plat lantai utama
jembatan dengan baja girder jembatan maka nilai C adalah hasil kali 0.85f’c dengan
Pelat Beton C
200
a
100
S hear Connector
d1
306,826
CG steel
518
fy
Karena nilai C kurang dari nilai T maka untuk menghitung momen nominal (kapasitas
M n C d1 .......................................................................................................(2.5)
Yang mana nilai d1 adalah jarak titik berat dari plat beton yang menerima gaya tekan
terhadap titik berat dari baja WF. Untuk menghitung titik berat dari baja WF adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.11 Perhitungan pusat berat (center of grafity) dari pelat beton jembatan
Letak pusat titik berat CG dari kombinasi girder dan cover plate adalah sebagai berikut:
CG
A.Y
28314817,45
109,463 mm ..................................................(4.34)
A 258670
CG 262,232 109,463 152,768 mm
Tabel 4.12 Perhitungan pusat berat (center of grafity) dari baja girder jembatan
Letak pusat titik berat CG dari kombinasi girder dan cover plate adalah sebagai berikut:
99
CG
A.Y
6201600
322,798 mm ...........................................................(4.35)
A 19212
Dengan mengacu pada titik berat dari girder terhadap titik berat dari pelat beton, maka
Dari nilai d1 yang telah diperoleh diatas maka nilai kapasitas penampang (momen
M n 2107,782 kN.m
Menurut peraturan desain konstruksi baja dari LRFD (Load dan Resistance Factor
Design), untuk sebuah balok komposit momen ultimit yang berlaku pada penampang
ultimit menjadi:
Setelah mengalami korosi struktur dikatan tidak layak digunakan lagi bila analisa
perhitungan kapasitas penampang menghasil kan nilai momen nominal yang besarnya
kurang dari momen ultimit saat pertama kali desain yaitu sebesar 1791,614 kN.m.
komposit setelah terjadi korosi pada girder adalah dengan menggunakan cara seperti
yang telah dilakukan diatas, dengan menggunakan dimensi girder seperti pada tabel 4.4.
Hasil analisa perhitungan kapasitas penampang setelah terjadi korosi disajikan dalam
Tabel 4.13 Hasil perhitungan kapasitas penampang (Momen Nominal) dari struktur
komposit setelah kosrosi.
2500
2107.782
2000 2039.215
1000
500
260.594
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Tebal Terkorosi (mm)
garis dengan kemiringan (gradient) yang berbeda, kemiringan yang pertama terjadi pada
momen kapsitas 2107,782 kN.m yaitu kondisi dimana garis netral jatuh diantara plat
lantai dan baja girder. Kemiringan kedua terjadi pada nilai momen kapasitas 2039,215
kN.m sampai 1558,464 kN.m pada saat garis netral mulai naik ke plat lantai hingga
bagian web habis terkorosi. Kemiringan terahir terjadi dalam rentang momen kapsitas
1558,464 kN.m hingga batas akhir analisa yaitu 260,594 kN.m pada saat korosi
Hasil perhitungan persentase penurunan frekuensi alamiah secara single girder dan
persentase pengurangan momen kapsitas untuk setiap tebal terkorosi yang terjadi pada
Tabel 4.14 Hasil perhitungan Drel dan penurunan momen kapasitas (Mkap)
Frekuensi Alamiah % Penurunan
Tebal Frekuensi Alamiah Momen %
No Terkorosi (Hz) Kapasitas Penurunan
(mm) MIDAS Manual MIDAS Manual (kN.m) Mkap
1 0,00 3,905 3,938 0,00% 0,00% 2107,782 0,00%
2 0,30 3,883 3,918 0,57% 0,50% 2098,266 0,45%
3 0,60 3,859 3,898 1,17% 1,03% 2088,630 0,91%
4 0,90 3,835 3,876 1,81% 1,57% 2078,888 1,37%
5 1,20 3,808 3,854 2,49% 2,14% 2069,056 1,84%
6 1,50 3,780 3,830 3,20% 2,74% 2059,152 2,31%
7 1,80 3,750 3,806 3,97% 3,36% 2049,197 2,78%
8 2,10 3,718 3,780 4,80% 4,01% 2039,215 3,25%
9 2,40 3,682 3,754 5,71% 4,69% 2029,234 3,73%
10 2,70 3,643 3,726 6,72% 5,40% 1967,980 6,63%
11 3,00 3,598 3,696 7,88% 6,14% 1884,088 10,61%
12 3,30 3,544 3,666 9,26% 6,92% 1801,186 14,55%
13 3,60 3,474 3,633 11,04% 7,74% 1719,279 18,43%
14 3,90 3,369 3,600 13,73% 8,60% 1638,370 22,27%
15 4,20 3,145 3,564 19,46% 9,50% 1558,464 26,06%
103
60%
MIDAS
% Penurunan Frekuensi Alamiah
50% Manual
40%
30%
19.46%
20%
10% 4.01%
0%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
% Penurunan Momen Kapsitas
Civil membentuk grafik yang terdiri dari 3 lengkungan karena pengaruh lokasi garis
netral dan bagian web yang habis terkorosi, sedangkan pada kalkulasi manual hanya
terjadi dua lonjakan akibat pergeseran garis netral pada momen kapsitas saja.
Evaluasi ini didasarkan pada batasan tingkat kerusakan jembatan yang ada pada
tabel 2.4 yaitu batasan kerusakan kapasitas Dkap. Bila setiap penurunan kerusakan
kapasitas berada pada rentang yang sama atau sesuai rentang penurunan dalam tabel 2.4
maka penurunan frekuensi dalam analisa kali ini sesuai dengan ketentuan Bina Marga,
namun hasil analisa menghasilkan hasil yang tidak sama dengan ketentuan dalam tabel
105
2.4 tersebut maka hasil penelitian ini tidak sesuai menghasilkan rentang penurunan yang
tidak sesuai dengan standar Bina Marga. Berikut adalah rumus untuk menghitung
kerusakan relative (Dkap) beserta contoh perhitungan untuk tebal terkorosi 0,3 mm
(EI𝑎𝑤𝑎𝑙 )-(EIaktual )
Dkap = (EI𝑎𝑤𝑎𝑙 )
×100% ................................................................................(2.26)
( E 0.0003917) ( E 0,0003859)
Dkap 100% 1,49%
E 0,0003917
Pada tebal terkorosi 2.1 mm kondisi tidak terpenuhi karena % Dkap sudah
11.07% namun penurunan frekuensi alamiah-nya masih 4.73% harus nya untuk %Dkap
> 11% frekuensi alamiah-nya harus > 5%. Pada saat tebal terkorosi antara 4.80 mm –
6,60 mm kondisi tidak terpenuhi karena % Frekuensi alamiah sudah mencapai 19,09% –
21,75% namun %Dkap masih dalam renge 26,53% – 34,54% , harusnya untuk nilai %
frekuensi > 17% maka %Dkap harus lebih besar dari 35%.
107
Perbandingan antara analisa standar evaluasi kondisi jembatan dari Bina Marga
dan analisa dari penelitian ini terangkum dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.16 Perbedaan analisa standar Bina Marga dengan hasil analisa penelitian.
Berikut adalah grafik perbandingan penilaian kondisi jembatan pada setiap tebal
terkorosi terhadap jenis kerusakan relatif (Drel) dan kerusakan kapasitas (Dkap) dari
jembatan komposit akibat dari terjadinya korosi pada girder. Penilaian kondisi jembatan
Gambar 4.27 Gragik tebal terkorosi terhadap penurunan Dkap dan Drel
108
109
Contents
Gambar 4.6 Skema pengaruh beban angin terhadap struktur jembatan ........................... 69
Gambar 4.8 Dimensi Girder Sebelum Korosi (satuan dalam mm) .................................. 76
Gambar 4.10 Potongan melintang dan menanjang bagian tengah struktur jembatan ...... 79
Gambar 4.11 Input data material dari baja dan beton dalam Midas-Civil ....................... 84
Gambar 4.14 Pengaturan perletakan Sendi (kiri) dan perletakan Rol (kanan) ................ 86
Gambar 4.18 Grafik Penurunan Frekuesi Alamiah terhadap tingkat korosi .................... 90
Gambar 4.24 Distribusi tegangan plastis pada kuat momen nominal .............................. 97
Gambar 4.25 Grafik perbandingan tebal terkorosi terhadap momen kapasitas ............. 101
Tabel 4.3 Perhitungan kombinasi momen maksimum setelah aksi komposit ................. 70
Tabel 4.8 Hasil output Eigen Value Analysis dari Midas-Civil ....................................... 88
Tabel 4.9 Hasil analisa frekuensi alamiah Single-Girder dengan metode perhitungan
Tabel 4.10 Perbedaan hasil analisa frekuensi alamiah antara Single-Girder dan Multi-
Tabel 4.11 Perhitungan pusat berat (center of grafity) dari pelat beton jembatan ........... 98
Tabel 4.12 Perhitungan pusat berat (center of grafity) dari baja girder jembatan ........... 98
Tabel 4.13 Hasil perhitungan kapasitas penampang (Momen Nominal) dari struktur
Tabel 4.14 Hasil perhitungan Drel dan penurunan momen kapasitas (Mkap) .................. 102
Tabel 4.15 Evaluasi penurunan Frekuensi Alamiah dan Momen kapasitas................... 105
112