Anda di halaman 1dari 38

Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara

Jilid I Jilid I

BAB V dan jenis metode penafsiran itupun dikelompokkan


PENAFSIRAN DALAM HUKUM TATA NEGARA secara berbeda dari sarjana lainnya.365
Saya sendiri, dalam buku terdahulu, telah mengu-
raikan adanya 9 (sembilan) teori penafsiran yang ber-
beda penggambarannya dari apa yang dikemukakan oleh
A. Penafsiran dan Anatomi Metode Tafsir Arief Sidharta. Kesembilan teori penafsiran tersebut
adalah:366
Penafsiran merupakan kegiatan yang sangat pen-
ting dalam hukum dan ilmu hukum. Penafsiran merupa-
1) Teori penafsiran letterlijk atau harfiah (what does the
kan metode untuk memahami makna yang terkandung
word mean?)
dalam teks-teks hukum untuk dipakai dalam menyelesai-
Penafsiran yang menekankan pada arti atau makna
kan kasus-kasus atau mengambil keputusan atas hal-hal
kata-kata yang tertulis. Misalnya, kata servants dalam
yang dihadapi secara konkrit. Di samping itu, dalam
Konstitusi Jepang Art. 15 (2), “All public officials are
bidang hukum tata negara, penafsiran dalam hal ini
servants of the whole community and not of any group
judicial interpretation (penafsiran oleh hakim), juga
thereof”. Contoh yang lain mengenai kata a natural
dapat berfungsi sebagai metode perubahan konstitusi
association dalam Art. 29 ayat (1) dan kata the moral
dalam arti menambah, mengurangi, atau memperbaiki
dalam ayat (2) Konstitusi Italia yang menyatakan:
makna yang terdapat dalam suatu teks undang-undang
“(1) The Republic recognizes the rights of the family as a
dasar. Seperti dikemukakan oleh K.C. Wheare, undang- natural association founded on marriage; (2) Marriage
undang dasar dapat diubah melalui (i) formal amand- is based on the moral and legal equality of the spouses,
ment, (ii) judicial interpretation, dan (iii) constitutional within the limits laid down by law to safeguard the
usage and conventions. 364 unity of the family”.
Dikarenakan pentingnya hal tersebut di atas, maka
dalam setiap buku teks ilmu hukum lazim diuraikan ada- Contoh berikutnya lagi, misalnya terlihat pada kata
nya berbagai metode penafsiran. Banyak sarjana hukum inconsistent dalam ayat (1) Article 13 Konstitusi India,
yang membagi metode penafsiran ke dalam 5 (lima) yaitu:
macam metode penafsiran, dan 3 (tiga) macam metode “All laws in force in the territory of India immediately
konstruksi. Dalam hal ini, metode konstruksi dianggap before the commencement of this Constitution, in so far
tidak termasuk ke dalam pengertian penafsiran. Tetapi,
ada pula sarjana yang menganggap metode konstruksi
itu tiada lain merupakan varian saja atau termasuk ben- 365
Lihat dan bandingkan pendapat sarjana yang memasukkan metode
tuk lain dari metode penafsiran juga, sehingga macam intepretasi (penafsiran) sebagai salah satu metode dalam penemuan hukum
yang dilakukan dengan cara Interpretasi Gramatikal (kebahasaan), Sistematis
(logis), Historis, dan Teleologis (sosiologis). Lihat, misalnya, Bambang
Sutiyoso dan Sri Hastuti, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan
Kehakiman di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press, 2005), hal. 131-134.
366
Jimly Asshiddiqie, Teori & Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara, cet. I,
364
Wheare, Op. Cit. (Jakarta: Ind. Hill Co., 1997), hal. 17-18.

273 274
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

as they are inconsistent with the provisions of this Part, notulen rapat, catatan-catatan pribadi peserta rapat,
shall, to the extent of such inconsistency, be void”. tulisan-tulisan peserta rapat yang tersedia baik dalam
bentuk tulisan ilmiah maupun komentar tertulis yang
2) Teori penafsiran gramatikal atau interpretasi bahasa pernah dibuat, otobiografi yang bersangkutan, hasil
(what does it linguistically mean?) wawancara yang dibuat oleh wartawan dengan yang
Penafsiran yang menekankan pada makna teks bersangkutan, atau wawancara khusus yang sengaja
yang di dalamnya kaidah hukum dinyatakan. Pernafsiran dilakukan untuk keperluan menelaah peristiwa yang
dengan cara demikian bertolak dari makna menurut bersangkutan. Penafsiran kedua, mencari makna yang
pemakaian bahasa sehari-hari atau makna teknis-yuridis dikaitkan dengan konteks kemasyarakatan masa lampau.
yang lazim atau dianggap sudah baku. 367 Menurut Dalam pencarian makna tersebut juga kita merujuk
Visser’t Hoft di negara-negara yang menganut tertib pendapat-pendapat pakar dari masa lampau, termasuk
hukum kodifikasi, maka teks harfiah undang-undang pula merujuk kepada norma-norma hukum masa lalu
sangat penting. Namun, penafsiran gramatikal saja di- yang masih relevan.369
anggap tidak mencukupi, apalagi jika mengenai norma
yang hendak ditafsirkan itu sudah menjadi perdebatan. 4) Teori penafsiran sosiologis (what does social context
368
of the event to be legally judged)
Konteks sosial ketika suatu naskah dirumuskan
3) Teori penafsiran historis (what is historical dapat dijadikan perhatian untuk menafsirkan naskah
background of the formulation of a text) yang bersangkutan. Peristiwa yang terjadi dalam masya-
Penafsiran historis mencakup dua pengertian: (i) rakat acapkali mempengaruhi legislator ketika naskah
penafsiran sejarah perumusan undang-undang; dan (ii) hukum itu dirumuskan. Misalnya, pada kalimat “dipilih
penafsiran sejarah hukum. Penafsiran yang pertama, secara demokratis” dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-
memfokuskan diri pada latar belakang sejarah perumu- Undang Dasar 1945 yang menyatakan, “Gubernur,
san naskah. Bagaimana perdebatan yang terjadi ketika Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala
naskah itu hendak dirumuskan. Oleh karena itu yang di- pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota di-
butuhkan adalah kajian mendalam tentang notulen- pilih secara demokratis.”
367
Ph. Visser’t Hoft, Penemuan Hukum, judul asli Rechtsvinding, diterje- 5) Teori penafsiran sosio-historis (asbabunnuzul dan
mahkan oleh B. Arief Sidharta, (Bandung: Laboratorium Hukum FH Univ. asbabulwurud, what does the social context behind
Parahiayangan, 2001), hal. 25. the formulation of the text)
368
Ibid., hal. 26. Misalnya, basis sistem ekonomi sosialis Cina, seperti dalam
Art. 6 ayat (1) Konstitusi Cina: (1) “The basis of the socialist economic Berbeda dengan penafsiran sosiologis, penafsiran
system of the People's Republic of China is socialist public ownership of the sosio-historis memfokuskan pada konteks sejarah ma-
means of production, namely, ownership by the whole people and collective syarakat yang mempengaruhi rumusan naskah hukum.
ownership by the working people”; dan makna dari sistem kepemilikan Misalnya, ide persamaan dalam teks konstitusi Republik
publik, seperti dalam Art 6 ayat (2) “The system of socialist public ownership
supersedes the system of exploitation of man by man; it applies the principle
369
of from each according to his ability, to each according to his work”. Ibid., hal. 29.

275 276
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

V Perancis,370 ide ekonomi kekeluargaan dalam Pasal 33 7) Teori penafsiran teleologis (what does the articles
UUD 1945, dan ide Negara Kekaisaran Jepang.371 would like to achieve by the formulated text).
Penafsiran ini difokuskan pada penguraian atau
6) Teori penafsiran filosofis (what is philosophical formulasi kaidah-kaidah hukum menurut tujuan dan
thought behind the ideas formulated in the text) jangkauannya. Tekanan tafsiran pada fakta bahwa pada
Penafsiran dengan fokus perhatian pada aspek filo- kaidah hukum terkandung tujuan atau asas sebagai lan-
sofis. Misalnya, ide negara hukum dalam konstitusi dasan dan bahwa tujuan dan atau asas tersebut mempe-
Republik V Perancis Article 66: “No person may be ngaruhi interpretasi. Dalam penafsiran demikian juga
detained arbitrarily”. Ide negara hukum dalam Pasal 1 diperhitungkan konteks kenyataan kemasyarakatan yang
ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indo- aktual.373
nesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa negara
Indonesia adalah negara hukum. Contoh lain lagi adalah 8) Teori penafsiran holistik.
rumusan ide demokrasi terpusat (centralized demo- Penafsiran ini mengaitkan suatu naskah hukum
cracy) dalam Konstitusi Cina. 372 dengan konteks keseluruhan jiwa dari naskah tersebut.
Misalnya, The individual economy 374 dalam Article 11
ayat (1) Konstitusi Cina:

(1) “The individual economy of urban and rural


working people, operated within the limits prescribed
by law, is a complement to the sociallist public
370
Constitution of The Fifth French Republic, 1958, Article 2, “France is an economy. The state protects the lawful rights and
indivisible, secular, democratic and social Republic. It shall insure equality interests of the individual economy”; (2) “The state
before the law for all citizens without distinction of origin, race, or religion. guides, helps, and supervises the individual economy by
It shall respect all beliefs…”
371
exercising administrative control”; (3) “The State
Art. 1 [Symbol of State]: “The Emperor shall be the symbol of the State permits the private sector of the economy to exist and
and of the unity of the people, deriving his position from the will of the
develop within the limits prescribed by law. The private
people with whom resides sovereign power”. Article 2 [Dynastic Throne]:
“The Imperial Throne shall be dynastic and succeeded to in accordance with sector of the economy is a complement to the socialist
the Imperial House Law passed by the Diet”. public economy. The State protects the lawful rights
372
Konstitusi Cina, Article 3 [Democratic Centralism]: “(1) The state organs and interests of the private sector of the economy, and
of the People's Republic of China apply the principle of democratic
centralism. (2) The National People's Congress and the local people's
373
congresses at different levels are instituted through democratic election. Visser’t Hoft, Op. Cit., hal. 30.
374
They are responsible to the people and subject to their supervision. (3) All Istilah the individual economy dalam konteks negara sosialis yang dianut
administrative, judicial and procuratorial organs of the state are created by Cina menjadi jiwa dari sistem sosialis, seperti yang dinyatakan dalam konsti-
the people's congresses to which they are responsible and under whose tusi Cina, Article (1) “The People's Republic of China is a socialist state
supervision they operate. (4) The division of functions and powers between under the people's democratic dictatorship led by the working class and
the central and local state organs is guided by the principle of giving full based on the alliance of workers and peasants”; (2) “The socialist system is
play to the initiative and enthusiasm of the local authorities under the unified the basic system of the People's Republic of China. Sabotage of the socialist
leadership of the central authorities.” system by any organization or individual is prohibited”.

277 278
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

exercises guidance, supervision and control over the bagai pandangan para sarjana mengenai ragam metode
private sector of the economy”. penafsiran itu, perlu kita himpun dan kita sarikan seba-
gaimana mestinya.
9) Teori penafsiran holistik tematis-sistematis (what is
the theme of the articles formulated, or how to un- Selain ke-9 teori penafsiran tersebut di atas, dapat
destand the articles systematically according to the pula dikemukakan adanya pendapat Utrecht mengenai
grouping of the formulation) metode penafsiran undang-undang:
Dalam hal ini, misalnya, regular election dalam
Article 68 dan 69 Konstitusi Amerika Serikat: 1) Penafsirkan menurut arti kata atau istilah (taalkun-
dige interpretasi)
”Regular elections to the National Assembly shall be
Hakim wajib mencari arti kata dalam undang-
held within sixty days prior to the expiration of the
term of the current Asembly. Procedures for elections to undang dengan cara membuka kamus bahasa atau me-
the National Assembly shall be prescribed by law. The minta keterangan ahli bahasa. Kalaupun belum cukup.
date of elections shall be fixed by Presidential decree. hakim harus mempelajari kata tersebut dalam susunan
The first session of a newly elected National Assembly kata-kata kalimat atau hubungannya dengan peraturan-
shall convene on the second Thursday following the peraturan lainnya. Cara penafsiran ini, menurut Utrecht,
election of at least two thirds of the total number of yang pertama ditempuh atau usaha permulaan untuk
Deputies. Until the election of the President of the menafsirkan.375
National Assembly, its meetings shall be chaired by the
Deputy who is most senior in age.” 2) Penafsiran historis (historische interpretatie)
“The regular sessions of the National Assembly shall
Cara penafsiran historis ini, menurut Utrecht, 376
convene twice per year from the second Monday of
September to the second Wednesday of December and dilakukan dengan (i) menafsirkan menurut sejarah
from the first Monday of February to the second hukum (rechtshistorische interpretatie), dan; (ii) menaf-
Wednesday of June. The sittings of the National sirkan menurut sejarah penetapan suatu ketentuan
Assembly shall be open to the public. Closed door (wetshistorische interpretatie). Penafsiran menurut seja-
sittings may be convened by a resolution of the Natio- rah, menurut Utrecht, merupakan penafsiran luas atau
nal Assembly.” mencakup penafsiran menurut sejarah penetapan. Kalau
penafsiran menurut sejarah penetapan dilakukan dengan
Di samping itu, dalam perkembangan pemikiran cara mencermati laporan-laporan perdebatan dalam pe-
dan praktik penafsiran hukum di dunia akhir-akhir ini, rumusannnya, surat-surat yang dikirim berkaitan dengan
telah berkembang pula berbagai corak dan tipe baru kegiatan perumusan, dan lain-lain, sedangkan penafsiran
dalam penafsiran hukum dan konstitusi di berbagai
negara. Oleh karena itu, pendapat-pendapat yang biasa
kita diskusikan di berbagai fakultas hukum di tanah air 375
Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, disadur dan direvisi oleh
juga perlu memperhatikan dinamika perkembangan di Moh. Saleh Djindang, cet. XI, PT. (Jakarta: Ichtiar Baru, 1983), hal. 208.
376
Pendapat Utrecht ini sangat mirip dengan pendapat Visser”t Hoft yang
dunia ilmu hukum pada umumnya. Oleh sebab itu, ber- pada nantinya akan diuraikan secara tersendiri.

279 280
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

menurut sejarah hukum dilakukan menyelidiki asal


naskah dari sistem hukum yang pernah diberlakukan, 4) Penafsiran sosiologis
termasuk pula meneliti asal naskah dari sistem hukum Menurut Utrecht, setiap penafsiran undang-un-
lain yang masih diberlakukan di negara lain.377 dang harus diakhiri dengan penafsiran sosiologis agar
Bagi hakim, menurut Scholten, makna penafsiran keputusan hakim dibuat secara sungguh-sungguh sesuai
historis berdasarkan kebutuhan praktik. Pada umumnya dengan keadaan yang ada dalam masyarakat. Utrecht
yang penting bagi hakim ialah mengetahui maksud mengatakan bahwa hukum merupakan gejala sosial,
pembuat naskah hukum pada waktu ditetapkan. Hukum maka setiap peraturan memiliki tugas sosial, yaitu ke-
bersifat dinamis dan perkembangan hukum mengikuti pastian hukum dalam masyarakat. Tujuan sosial suatu
perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, makna yang peraturan tidak senantiasa dapat dipahami dari kata-
dapat diberikan kepada suatu kata dalam naskah hukum kata yang dirumuskan. Oleh karena itu, hakim harus
positif sekarang berbeda dengan maknanya pada waktu mencarinya. Penafsiran sosiologis merupakan jaminan
ditetapkan. Oleh sebab itu pula, penafsiran menurut kesungguhan hakim dalam membuat keputusan, oleh
sejarah hakikatnya hanya merupakan pedoman saja.378 karena keputusannya dapat mewujudkan hukum dalam
Akan tetapi, penafsiran historis tidak hanya menelaah suasana yang senyatanya dalam masyarakat.380
risalah sebagai story perumusan naskah, tetapi juga me-
nelaah sejarah sosial, politik, ekonomi dan social event 5) Penafsiran otentik atau resmi (authentieke atau offi-
lainnya ketika rumusan naskah tersebut dibahas. ciele interpretatie)
Penafsiran otentik ini sesuai dengan tafsir yang
3) Penafsiran sistematis dinyatakan oleh pembuat undang-udang (legislator)
Penafsiran sistematis merupakan penafsiran me- dalam undang-undang itu sendiri.381 Misalnya, arti kata
nurut sistem yang ada dalam rumusan hukum itu sendiri yang dijelaskan dalam pasal atau dalam penjelasannya.
(systematische interpretatie). Penafsiran demikian dila- Jikalau ingin mengetahui apa yang dimaksud dalam
kukan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan lain suatu pasal, maka langkah pertama adalah lihat penje-
dalam naskah hukum yang bersangkutan. Penafsiran lasan pasal itu. Oleh sebab itu, penjelasan undang-
sistematis juga dapat terjadi jika naskah hukum yang undang selalu diterbitkan tersendiri, yaitu dalam Tamba-
satu dan naskah hukum yang lain, di mana keduanya me- han Lembaran Negara, sedangkan naskah undang-
ngatur hal yang sama, dihubungkan dan dibandingkan undangnya diterbitkan dalam Lembaran Negara.
satu sama lain. Jika misalnya yang ditafsirkan itu adalah
pasal dari suatu undang-undang, maka ketentuan- Sementara itu, Visser’t Hoft mengemukakan 7
ketentuan yang sama, apalagi satu asas dalam peraturan (tujuh) model penafsiran hukum, yaitu:382
lainnya, harus dijadikan acuan.379

377 380
Utrecht, Op. Cit., hal. 209 Ibid., hal. 216.
378 381
Ibid., hal. 210-211. Ibid., hal. 217.
379 382
Ibid., hal. 212-213. Ph. Visser’t Hoft, Op. Cit.

281 282
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

kaitan dengan pendapat penulis-penulis, atau konteks


1) Penafsiran Gramatikal atau Interpretasi Bahasa kemasyarakatan masa lalu.
Dalam model ini, penafsiran gramatikal yang di-
maksud mempunyai pengertian yang sama sebagaimana 5) Penafsiran Teleologis
telah dikemukakan sebelumnya. Maksudnya yaitu menafsirkan dengan cara menga-
cu kepada formulasi norma hukum menurut tujuan dan
2) Penafsiran Sistematis jangkauannya. Fokus perhatian dalam menafsirkan ada-
Makna formulasi sebuah kaidah hukum atau mak- lah fakta bahwa pada norma hukum mengandung tujuan
na dari sebuah istilah yang ada di dalamnya ditetapkan atau asas yang menjadi dasar sekaligus mempengaruhi
lebih jauh dengan mengacu pada hukum sebagai sistem. interpretasi. Bisa jadi suatu norma mengandung fungsi
Langkah yang dilakukan yaitu dengan mencari makna atau maksud untuk melindungi kepentingan tertentu,
kata-kata yang terdapat di dalam suatu peraturan yang sehingga ketika ketentuan tersebut diterapkan, maksud
ada kaitannya dan melihat pula pada kaidah-kaidah lain- tersebut harus dipenuhi. Dalam melakukan penafsiran
nya. Menurut Visser’t, dalam sebuah sistem hukum yang teleologis, juga memperhitungkan terhadap konteks fak-
menitikberatkan pada kodifikasi, maka merujuk pada ta kemasyarakatan aktual. Cara ini tidak terlalu diarah-
sistem undang-undang atau kitab undang-undang meru- kan untuk menemukan pertautan pada kehendak dari
pakan hal yang biasa. Perundang-undangan adalah se- pembentuk undang-undang pada waktu perumusannya.
buah sistem. Ketentuan-ketentuan yang ada di dalamnya Maksudnya lebih diarahkan kepada makna aktual atau
saling berhubungan dan sekaligus keterhubunganan ter- makna obyektif norma yang ditafsirkan. Biasanya akan
sebut dapat menentukan suatu makna. Akan tetapi, da- segera dikenali bahwa hakim menggunakan tafsir teleo-
lam tatanan hukum yang tidak terkodifikasi, merujuk logis jika dalam pertimbangannya ditemukan kata-kata
pada sistem dimungkinkan sepanjang karakter sistematis “…ketentuan-ketentuan bertujuan…” atau “…jangkauan
dapat diasumsikan atau diandaikan. dari…”.

3) Penafsiran Sejarah Undang-undang 6) Penafsiran Antisipatif


Penafsiran dengan cara merujuk pada sejarah pe- Menurut Visser’t, metode penafsiran ini dilakukan
nyusunannya, membaca risalah, catatan pembahasan dengan cara merujuk RUU yang sudah disiapkan untuk
oleh komisi-komisi dan naskah-naskah lain yang berhu- dibahas atau sedang dibahas dalam parlemen. Dengan
bungan dengan pembahasan termasuk surat-menyurat cara ini sebenarnya hakim melihat ke masa yang akan
yang berhubungan dengan penyusunan suatu undang. datang (forward looking). Dengan perkataan lain, hakim
dapat saja berpendirian bahwa penafsiran terhadap nor-
4) Penafsiran Sejarah Hukum ma hukum yang dilakukannya didasarkan atas penela-
Penafsiran dengan cara menentukan arti suatu ru- haan dari sudut pandang hukum baru.
musan norma hukum dapat memperhitungkan sejarah
isi norma atau pengertian hukum dengan mencari keter- 7) Penafsiran Evolutif-Dinamis

283 284
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Penafsiran ini dilakukan karena ada perubahan 8) Interpretasi Ekstensif, menafsirkan dengn melebihi
pandangan masyarakat dan situasi kemasyarakatan. batas hasil penafsiran gramatikal;
Makna yang diberikan kepada suatu norma bersifat men- 9) Interpretasi Otentik, penafsiran yang hanya boleh di-
dobrak perkembangan setelah dibelakukannya hukum lakukan berdasarkan makna yang sudah jelas dalam
tertentu. Salah satu ciri penting penafsiran ini ialah pe- undang-undang;
ngabaian maksud pembentuk undang-undang. Makna 10) Interpretasi Interdisipliner, menggunakan logika pe-
obyektif atau aktual maupun subyektif dari suatu norma nafsiran lebih dari satu cabang ilmu hukum;
sama sekali tidak berperan lagi. 11) Interpretasi Multidisipliner, menafsirkan dengan
menggunakan tafsir ilmu lain di luar ilmu hukum.
Jazim Hamidi, dengan mengutip pendapat Sudikno
Mertokusumo, A. Pitlo, Achmad Ali, dan Yudha Bhakti, Ronald Dworkin mempunyai pendapat yang ber-
mencatat sebelas macam metode penafsiran hukum, beda lagi mengenai soal ini. Dworkin mengidentifikasi-
yaitu:383 kan adanya ada 6 (enam) model interpretasi dalam ilmu
1) Interpretasi Garamatikal, menafsirkan kata-kata da- hukum,384 yaitu:
lam undang-undang sesuai kaidah bahasa dan kaidah
hukum tata bahasa; 1) Creative interpretation
2) Interpretasi Historis, yaitu penafsiran sejarah un- Menurut Dworkin, interpretasi kreatif hanya ter-
dang-undang dan sejarah hukum; hadap kasus khusus dari interpretasi conversational. 385
3) Interpretasi Sistematis, menafsirkan undang-undang Penafsiran ini dimaksudkan untuk mengungkap maksud
sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundang- penyusun atau maksud-maksud dalam tulisan. Misalnya,
undangan; novel atau tradisi tertentu masyarakat yang biasanya di-
4) Interpretasi Sosiologis atau Teleologis, makna un- ungkapkan masyarakat dalam percakapan sehari-hari.
dang-undang dilihat berdasarkan tujuan kemasyara- Bahwa interpretasi kreatif hanya untuk kasus khusus
katannya, sehingga penafsiran dapat mengurangi ke- penafsiran lisan.386 Interpretasi kreatif bukanlah sekedar
senjangan antara sifat positif hukum dengan kenya- menangkap makna dalam percakapan melainkan meng-
taan hukum; konstruksikan atau menyusun makna. 387 Penafsiran
5) Interpretasi Komparatif, menafsirkan dengan cara
membandingkan berbagai sistem hukum;
6) Interpretasi Futuristik, menafsirkan undang-undang
384
Ronald Dworkin, Law’s Empire, (Cambridge, Massachusetts, London,
dengan cara melihat pula RUU yang sedang dalam England: The Belknap Press of Harvard University Press, 1986).
385
Ibid., hal. 51.
proses pembahasan; 386
Ibid., ”Creative interpretation aims to decipher the authors’ purposes or
7) Interpretasi Restriktif, membatasi penafsiran berda- intentions in writing particular novel or maintaining a particular social
sarkan kata yang maknanya sudah tertentu; tradition, just as we aim in conversation to grasp a friend’s intentions in
speaking as he does. … that creative interpretation is only a special case of
conversational interpretaion”.
383 387
Jazim Hamidi, Hermeneutika Hukum, cet. I, (Yogyakarta: UII Press Ibid., hal. 52, “…that creative interpretation is not conversational but
2005), hal. 53-57. constructive”

285 286
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

kreatif dalam pandangan konstruktif adalah interaksi tahap diinterpretasikan, yaitu penafsir menjustifikasi un-
antara maksud dan tujuan.388 sur-unsur pokok praktik. Justifikasi tidak perlu semua
harus sesuai bagi penafsir. Namun yang terpenting pe-
2) Artistic interpretation nafsir mampu melihat dirinya sendiri sebagai penafsir
Menemukan maksud penulis bukanlah persoalan praktis, dan menemukan suatu yang baru. Ketiga, setelah
yang mudah, sebab kita harus berupaya memahami tahap penafsiran, penafsir menyesuaikan pendirian-nya
maksud melalui pemaknaan ungkapan kesadaran men- tentang praktik sebenarnya atau menyelesaikan.391
tal. Penafsiran artistik tidak selalu bermaksud mengiden-
tifikasikan beberapa jenis kesadaran pikiran dalam 5) Literal interpretation
menggunakan pengaruhnya terhadap pikiran penyusun Pendapat berbeda diperdebatkan bagi teori legislasi
ketika dia mengatakan, menulis, atau melakukan se- yang lebih dikenal dewasa ini. Hal ini kadang-kadang di-
suatu. 389 Maksud (intention) selalu lebih kompleks dan sebut sebagai teori penafsiran literal, walaupun tidak se-
problematikal (complex and problematical matter). cara khusus menjelaskan gambar. Penafsiran literal ber-
tujuan bahwa kata-kata dalam UU diberikan apabila kita
3) Social interpretation menyebutnya makna yang tidak sesuai dengan konteks-
Penafsiran praktik sosial dan kerja seni secara nya. Artinya, makna kita berikan kalau kita tidak memi-
esensialitas lebih menekankan pada maksud daripada liki informasi khusus tentang konteks yang mereka guna-
penyebab. Penafsiran praktik sosial tidak dimaksudkan kan atau maksud-maksud dari penulis. Metode inter-
menemukan apa yang dilakukan warga masyarakat, me- pretasi ini mensyaratkan bahwa tidak ada ketergantu-
lainkan ada berbagai faktor baik ekonomi atau psikologi ngan konteks dan kualifikasi-kualifikasi tersembunyi di-
dari suatu perbuatan dengan fokus pengamatan pada buat terhadap bahasa umum.392
suatu lingkungan yang dekat dengan apa yang mereka
lakukan.390
391
Ibid., hal. 66, “Second, there must be an interpretive stage at which the
4) Constructive interpretation interpreter settles on some general justification for the main elements of the
practice identified at the preinterpretive stage.…The justification need not
Pertama, tahap pra-penafsiran di mana aturan-atu- fit every aspect or feature of the standing practice, but it must fit enough
ran dan batasan-batasan yang digunakan untuk membe- for the interpreter to be able to see himself as interpreting that practice, not
rikan isi tentatif dari praktik yang diperkenalkan. Kedua, inventing a new one. Finally, there must be a postinterpretive or reforming
stage, at which he adjusts his sense of what the practice ‘really’ requires
so as better to serve the justification he accepts at the interpretive stage.”
388 392
Ibid., “Creative interpretation, on the constructive view, is a matter of Ibid , hal. 17-18, “The dissenting opinion, written by Judge Gray, argued
interaction between purpose and object”. for a theory of legislation more popular then than it is now. This is some-
389
Ibid., hal. 55. times called a theory of ‘literal’ interpretation, though that is not a parti-
390
Ibid., hal. 51, “For the interpretation of social practices and works of cularly illuminating description. It proposes that the words of a statute be
art is essentially concerned with purposes rather than mere causes. The citi- given what we might better call their acontextual meaning, that is, the
zens of courtesy do not aim to find, when they interpret their practice, the meaning we would assign them if we had no special information about the
various economic or psychological or phsycological determinants of their context of their use or the intentions of their author. This method of inter-
corvergent behavior.” pretation requires that no context-dependent and unexpressed qualications

287 288
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Profesor Sutandyo dalam salah satu tulisannya yang


6) Conversational interpretation memperbincangkan semiotika, mengemukakan tentang
Metode ini adalah metode yang tidak lazim atau the semiotic jurisprudence. Semiotika mengkaji tentang
agak berbeda dari cara-cara yang biasa digunakan. Pe- tanda-tanda kebahasaan yang tidak lain dari hasil kon-
nafsiran ini bukan dimaksudkan untuk menjelaskan sua- septualisasi oleh subjek-subjek atau intersubjek.
ra seseorang. Penafsiran ini menandai makna dalam
menjelaskan motif-motif dan maksud-maksud makna Dari berbagai pendapat para sarjana yang digam-
yang dirasakan pembicara, dan menyimpulkan sebagai barkan di atas, pada garis besarnya dapat dibedakan ke
pernyataan tentang maksud pembicara dalam menga- dalam 23 (dua puluh tiga) metode penafsiran, yaitu:
takan apa yang dia perbuat. Dalam teknik penafsiran ini,
penafsir hendak menemukan maksud atau makna yang 1) Metode Penafsiran Literlijk atau Literal
diucapkan orang lain dalam berbagai peristiwa yang se- Metode ini dapat diartikan sebagai penafsiran let-
cara tepat untuk makna dalam masyarakat, seperti misal- terlijk atau harfiah (what does the word mean?) yang
nya sopan-santun. 393 Sebab, maksud demikian adalah memfokuskan pada arti atau makna kata (word). Utrecht
esensi bagi struktur yang menafsirkan pelaksanaan per- memberi penjelasan tentang penafsiran menurut arti
janjian sebagai hal yang berbeda dari pemahaman pihak kata atau istilah (taalkundige interpretasi) ini, yaitu
lain dalam menafsirkan sesuai pernyataan yang mereka kewajiban bagi hakim mencari arti kata dalam undang-
buat dalam penerapannya. Hal itu berlanjut bahwa pakar undang dengan cara membuka kamus bahasa atau me-
sosial harus berpartisipasi dalam praktik sosial jikalau minta keterangan ahli bahasa. Kalaupun belum cukup
dia mengharapkan untuk memahaminya, sebagaimana hakim harus mempelajari kata tersebut dalam susunan
dibedakan dari pemahaman anggota-anggota lainnya.394 kata-kata kalimat atau hubungannya dengan peraturan-
peraturan lainnya. Cara penafsiran ini, menurut Utrecht,
merupakan penafsiran yang pertama ditempuh atau usa-
be made to general langguage, so Judge Gray insisted that the real statute, ha permulaan untuk menafsirkan.395
constructed in the proper way, contained no exceptions for murderers.”
393
Ibid., hal. 50, “…is puposive rather than causal in some more mechanical
way. It does not aim to explain the sounds someone makes the way a
2) Metode Penafsiran Gramatikal (bahasa)
biologist explains a frog’s croak. It assigns meaning in the light of the Metode penafsiran gramatikal atau interpretasi ba-
motives and purposes and concerns it supposes the speaker to have, and it hasa (what does it linguistically mean?). Penafsiran yang
reports its conclusions as statements about his ‘intention’ in saying what he menekankan pada makna teks yang di dalamnya kaidah
did”. hukum dinyatakan. Pernafsiran dengan cara demikian
394
Ibid., hal. 54-55, “…that the techniques of ordinary conversational
interpretation, in which the interpreter aims to discover the intentions or bertolak dari makna menurut pemakaian bahasa sehari-
meanings of another person, would in many event be in appropriate (ketepa-
tan/tepat) for the interpretation of a social practice like courtesy (kesopa-
nan/kebaikan/rasa hormat) because it is essential to the structure of such a
practice that interpreting the practice be treated (pakta) as different from practice if he hopes to understand it, as distinguished from understanding its
understanding what other participants mean by the statements they make in members”.
395
its operation. It follows that a social scientist must participate in a social Utrecht, Op. Cit., hal. 208.

289 290
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

hari atau makna teknis-yuridis yang sudah dilazimkan.396 5) Metode Penafsiran Otentik
Menurut Visser’t Hoft, di negara-negara yang menganut Penafsiran otentik atau resmi (authentieke atau
tertib hukum kodifikasi, teks harfiah undang-undang di- officiele interpretatie), menurut Utrecht, merupakan pe-
nilai sangat penting. Namun, penafsiran gramatikal saja nafsiran sesuai dengan tafsir yang dinyatakan oleh pem-
tidak cukup jika tentang hal yang ditafsirkan itu sudah buat undang-undang (legislator) dalam undang-undang
menjadi perdebatan.397 itu sendiri.400 Misalnya, arti kata yang dijelaskan dalam
pasal atau dalam penjelasannya. Menurut Sudikno dan
3) Metode Penafsiran Restriktif Pitlo, penafsiran yang demikian hanya boleh dilakukan
Pitlo dan Sudikno mengartikan penafsiran ini seba- berdasarkan makna yang sudah jelas dalam undang-
gai kegiatan menafsirkan dengan cara membatasi penaf- undang.
siran sesuai dengan kata yang maknanya sudah tertentu.
Jika suatu norma hukum yang sederhana sudah diru- 6) Metode Penafsiran Sistematik
muskan secara jelas atau expresis verbis, maka tidak di- Metode ini menafsirkan menurut sistem yang ada
perlukan lagi untuk menerapkan metode-metode penaf- dalam hukum (systematische interpretatie, dogmatische
siran yang bersifat kompleks. Cukuplah kiranya hal ter- interpretatie) itu sendiri. Artinya, menafsirkan dengan
sebut dipahami dengan maknanya yang sudah jelas memperhatikan naskah-naskah hukum lain. Jika yang
itu.398 ditafsirkan adalah pasal dari suatu undang-undang, ma-
ka ketentuan-ketentuan yang sama apalagi satu asas da-
4) Metode Penafsiran Ekstensif lam peraturan lainnya juga harus dijadikan acuan. 401
Menurut Pitlo dan Sudikno, hasil penafsiran ini Dalam penafsiran ini, sebagaimana telah diuraikan sebe-
melebihi hasil penafsiran gramatikal. Penalaran yang di- lumnya, makna formulasi sebuah kaidah hukum atau
gunakan dalam metode ekstensif ini merupakan kebali- makna dari sebuah istilah yang ada di dalamnya ditetap-
kan dari penalaran dalam metode restriktif. Penafsiran kan lebih jauh dengan mengacu pada hukum sebagai
restriktif bersifat membatasi, sedangkan penafsiran eks- sistem. Langkah yang dilakukan yaitu dengan mencari
tensif bersifat memperluas, sehingga penafsiran dilaku- makna kata-kata yang terdapat di dalam suatu peraturan
kan tidak hanya terbatas kepada makna teknis dan gra- yang ada kaitannya dan melihat pula pada kaidah-kaidah
matikal kata-kata yang terkandung dalam suatu rumusan lainnya. Menurut Visser’t, dalam sebuah sistem hukum
norma hukum yang bersangkutan.399 yang menitikberatkan pada kodifikasi, maka merujuk
pada sistem undang-undang atau kitab undang-undang
merupakan hal biasa. Perundang-undangan adalah se-
buah sistem. Ketentuan-ketentuan yang ada di dalamnya
saling berhubungan sekaligus saling berhubungan ter-
sebut menentukan makna. Akan tetapi dalam tatanan
396
Visser’t Hoft, Op. Cit., hal. 25.
397
Ibid., hal. 26.
398 400
Hamidi, Op. Cit. Utrecht, Op. Cit., hal. 217.
399 401
Ibid. Ibid., hal. 212-213.

291 292
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

hukum yang tidak terkodifikasi, merujuk pada sistem di- masuk surat-menyurat yang berhubungan dengan pe-
mungkinkan sepanjang karakter sistematis dapat di- nyusunan suatu undang.404
asumsikan (diandaikan).402
8) Metode Penafsiran Historis dalam arti Luas
7) Metode Penafsiran Sejarah Undang-undang Metode penafsiran dengan sejarah hukum, menu-
Metode ini mendasarkan diri pada makna historis rut pendapat Utrecht, mencakup dua pengertian, yaitu (i)
yang terkandung dalam perumusan undang-undang itu penafsiran sejarah perumusan undang-undang seperti
sendiri (what is historical background of the formula- yang sudah diuraikan di atas; dan (ii) penafsiran sejarah
tion of a text). Penafsiran Sejarah Undang-undang ini hukum itu sendiri, yaitu melalui penafsiran sejarah hu-
salah satu metode penafsiran sejarah dalam arti sempit, kum yang bertujuan mencari makna yang dikaitkan
yaitu penafsiran dengan merujuk pada sejarah penyusu- dengan konteks kemasyarakatan masa lampau.405 Dalam
nannya, membaca risalah, catatan pembahasan oleh arti sempit, yaitu metode penafsiran sejarah undang-
komisi-komisi, dan naskah-nakah lain yang berhubu- undang sudah diuraikan di atas. Sedangkan pada bagian
ngan dengan pembahasan termasuk surat-menyurat ini diuraikan mengenai metode penafsiran historis dalam
yang berkaitan dengan penyusunan suatu undang. arti luas.
Menurut Utrecht, penafsiran sejarah undang-undang Dalam hal ini, untuk mencari dan menemukan
memfokuskan diri pada latar belakang sejarah peru- makna historis suatu pengertian normatif dalam undang-
musan naskah, dan bagaimana peredebatan yang terjadi undang, penafsir juga harus merujuk pendapat-pendapat
ketika naskah itu hendak dirumuskan.403 pakar dari masa lampau. Termasuk pula merujuk kepada
Oleh karena itu, yang dibutuhkan adalah kajian hukum-hukum masa lalu yang relevan. Menurut Utrecht,
mendalam tentang notulen-notulen rapat, catatan-cata- penafsiran dengan cara demikian dilakukan dengan me-
tan pribadi peserta rapat, tulisan-tulisan peserta rapat nafsirkan suatu naskah menurut sejarah hukum (rechts-
yang tersedia baik dalam bentuk tulisan ilmiah maupun historische interpretatie). Penafsiran historis demikian
komentar tertulis yang pernah dibuat, otobiografi yang itu dilakukan pula dengan menyelidiki asal usul naskah
bersangkutan, hasil wawancara yang dibuat oleh warta- dari sistem hukum yang pernah diberlakukan, termasuk
wan dengan yang bersangkutan, atau wawancara khusus pula meneliti asal naskah dari sistem hukum lain yang
yang sengaja dilakukan untuk keperluan menelaah pe- masih diberlakukan di negara lain. 406 Bagi hakim,
ristiwa yang bersangkutan. Menurut Hoft, penafsiran menurut Scholten, makna penafsiran historis berdasar-
sejarah undang-undang merupakan penafsiran dengan kan kebutuhan praktik. Pada umumnya yang terpenting
merujuk pada sejarah penyusunannya, membaca risalah, bagi hakim ialah mengetahui maksud pembuat naskah
catatan pembahasan oleh komisi-komisi, dan naskah- hukum pada waktu ditetapkan. Hukum bersifat dinamis,
naskah lain yang berhubungan dengan pembahasan ter- dan perkembangan hukum mengikuti perkembangan

404
Ph. Visser’t Hoft, Op.Cit.
402 405
Ph. Viser’t Hoft, Op.Cit. Utrecht, Op.Cit.
403 406
Utrecht, Op.Cit. Ibid., hal. 209.

293 294
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

masyarakat. Oleh karena itu, makna yang dapat 9) Metode Penafsiran Sosio-Historis
diberikan kepada suatu kata dalam naskah hukum posi- Metode ini menyangkut penafsiran sosio-historis
tif sekarang berbeda dengan maknanya pada waktu dite- (asbab al-nuzul dan asbab al-wurud), yaitu berkenaan
tapkan. Oleh sebab itu pula penafsiran menurut sejarah dengan persoalan what does the social context behind
hakikatnya hanya merupakan pedoman saja.407 the formulation of the text. Berbeda dari penafsiran
Akan tetapi, penafsiran historis tidak hanya historis, dalam penafsiran sosio-historis ini, dipertim-
menelaah risalah sebagai story perumusan naskah, tetapi bangkan pula berbagai konteks perkembangan masya-
juga menelaah sejarah sosial, politik, ekonomi dan social rakat yang melahirkan norma yang hendak ditafsirkan
event lainnya ketika rumusan naskah tersebut dibahas. itu dengan seksama. Di pihak lain, berbeda pula dengan
Artinya, penafsiran historis bisa merambah ke penafsian penafsiran sosiologis, penafsiran sosio-historis ini lebih
sosio-historis baik dari aspek sosial, ekonomi, politik, memusatkan perhatian pada konteks sejarah masyarakat
dan kejadian-kejadian penting yang memberi nuansa ke- yang mempengaruhi rumusan naskah ketika norma hu-
pada sebuah naskah hukum. Misalnya, ketika Pasal 33 kum yang bersangkutan terbentuk di masa lalu.
UUD 1945 dirumuskan, suasana anti kolonialisme se-
dang marak, sehingga penolakan terhadap yang berlatar 10) Metode Penafsiran Sosiologis
belakang liberalisme dan kapitalisme sangat kuat dan Metode penafsiran sosiologis (sociological inter-
sangat logis terjadi ketika itu. pretation) ini mendasarkan diri pada penafsiran yang
Latar belakang yang sama juga dapat menjadi bersifat sosiologis (what does social context of the event
sebab mengapa hak asasi manusia sangat kurang dirinci to be legally judged). Konteks sosial ketika suatu naskah
dalam rumusan UUD 1945 versi aslinya. Memang benar dirumuskan dapat dijadikan perhatian untuk menafsir-
bahwa hak asasi manusia ada kaitannya dengan indi- kan naskah. Peristiwa yang terjadi dalam masyarakat
vidualisme yang menjadi basis paham liberalisme ekono- acapkali mempengaruhi legislator ketika sebuah naskah
mi, politik, dan kapitalisme dalam bidang ekonomi. Akan hukum dirumuskan.
tetapi, ketika Pasal 33 ditafsirkan pada tahun 2005 atau
50 tahun kemudian apakah konteks sosio-historis tahun 11) Metode Penafsiran Teleologis
1945 harus ditanggalkan? Sepanjang kekuatan argumen- Metode penafsiran teleologis memusatkan perha-
tasi dapat menunjukkan bahwa liberalisme memang tian pada persoalan, apa tujuan yang hendak dicapai oleh
terbukti benar-benar mengancam sistem ekonomi nasio- norma hukum yang ditentukan dalam teks (what does
nal dalam sistem ekonomi global, maka apapun alasan- the articles would like to achieve). Penafsiran ini di-
nya liberalisme ekstrim harus ditolak dan prinsip pe- fokuskan pada penguraian atau formulasi kaidah-kaidah
nguasaan negara harus dipertahankan dengan penye- hukum menurut tujuan dan jangkauannya. Tekanan taf-
suaian di sana-sini. siran pada fakta bahwa pada kaidah hukum terkandung
tujuan atau asas sebagai landasan dan bahwa tujuan dan
atau asas tersebut mempengaruhi interpretasi. Dalam

407
Ibid., hal. 210-211.

295 296
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

penafsiran yang demikian ini juga diperhitungkan kon-


teks kenyataan kemasyarakatan aktual.408
Utrecht tidak mengenal penafsiran teleologis, se-
dangkan menurut Hoft, penafsiran seperti ini dilakukan 13) Metode Penafsiran Tematis-Sistematis
dengan cara mengacu kepada formulasi norma hukum Di sini yang menjadi pusat perhatian adalah per-
menurut tujuan dan jangkauannya. Dalam menafsirkan soalan what be the substantive theme of the articles for-
secara teleologis, fokus perhatian adalah fakta bahwa mulated, or how to understand the substantive theme of
pada norma hukum mengadung tujuan yang menjadi da- the articles systematically according to the grouping of
sar atau asas sekaligus mempengaruhi interpretasi. Bisa the formulation. Misalnya, ketentuan mengenai pemili-
jadi suatu norma mengandung fungsi atau mengandung han umum berkala dalam Article 68 Konstitusi Amerika
maksud untuk melindungi kepentingan tertentu, se- Serikat menentukan bahwa pemilihan umum berkala di-
hingga ketika ketentuan tersebut diterapkan, maksud selenggarakan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari
tersebut harus dipenuhi. Penafsiran teleologis juga mem- sebelum masa jabatan anggota Nasional Assembly
perhitungkan konteks fakta kemasyarakatan aktual. Cara berakhir. Pemilihan umum anggota National Assembly
ini tidak terlalu diarahkan untuk menemukan pertautan dimaksud diselenggarakan menurut tata cara yang diatur
pada kehendak dari pembentuk undang-undang pada dengan undang-undang. Selanjutnya ditentukan pula
waktu perumusannya. Maksudnya, lebih diarahkan ke- bahwa tanggal penyelenggaraan pemilihan umum itu di-
pada makna aktual atau makna obyektif norma yang di- tetapkan dengan keputusan (Presidential decree) dengan
tafsirkan, sebagaimana telah disinggung sebelumnya. ketentuan bahwa sidang pertama para anggota National
Assembly yang baru terpilih harus sudah diadakan pada
12) Metode Penafsiran Holistik hari Kamis kedua sesudah terpilih sekurang-kurangnya
Metode penafsiran holistik mengumakan aspek ke- 2/3 jumlah seluruh anggota National Assembly (on the
seluruhan unsur yang terkait. Teori penafsiran holistik second Thursday following the election of at least two
mengaitkan penafsiran suatu naskah hukum dengan thirds of the total number of Deputies). Sebelum terpilih
konteks keseluruhan jiwa dari naskah hukum tersebut. seorang Ketua National Assembly (President of the
Ide yang terkandung di dalam metode ini mengandaikan National Assembly), persidangan dipimpin oleh 2 (dua)
bahwa setiap naskah hukum seperti undang-undang orang anggota yang tertua usianya.409 Jika diperhatikan,
ataupun undang-undang dasar haruslah dilihat sebagai
satu kesatuan sistem norma hukum yang mengikat untuk 409
umum (integral and integrated constitution or legis- Article 68 UUD Amerika Serikat itu berbunyi, ”Regular elections to the
National Assembly shall be held within sixty days prior to the expiration of
lation), sehingga kandungan makna yang diatur di the term of the current Assembly. Procedures for elections to the National
dalamnya tidak dapat dipahami pasal demi pasalnya, Assembly shall be prescribed by law. The date of elections shall be fixed by
melain harus dimengerti sebagai satu kesatuan yang Presidential decree. The first session of a newly elected National Assembly
menyeluruh (holistik). shall convene on the second Thursday following the election of at least two
thirds of the total number of Deputies. Until the election of the President of
the National Assembly, its meetings shall be chaired by the Deputy who is
408
Visser’t Hoft, Op. Cit., hal. 30. the most senior in age”.

297 298
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

jelas sekali bahwa Article 68 Konstitusi Amerika Serikat yang harus diberikan kepada norma hukum yang ditaf-
mengatur mengenai tema yang berkenaan dengan pro- sirkan haruslah bersifat mendobrak perkembangan se-
sedur penyelenggaraan pemilihan umum. telah dibelakukannya suatu norma hukum tertentu. Sa-
lah satu ciri penting metode penafsiran ini ialah diabai-
14) Metode Penafsiran Antisipatif atau Futuristik kannya maksud asli pembentuk undang-undang (the
Metode penafsiran ini dilakukan dengan cara me- original intent) dari keharusan untuk dijadikan refe-
rujuk suatu rancangan undang-undang yang sudah rensi. Makna obyektif atau aktual maupun subyektif dari
mendapat persetujuan bersama, tetapi belum disahkan suatu norma sama sekali tidak dianggap berperan lagi.
secara formil. Kemungkinan lain juga dapat terjadi, mi- Semua itu dianggap tidak lagi relevan dengan kebutuhan
salnya, suatu rancangan undang-undang sudah disiap- nyata untuk menegakkan keadilan di lapangan.
kan untuk dibahas atau sedang dibahas dalam parlemen,
tetapi diperkirakan ada materi-materi tertentu yang di- 16) Metode Penafsiran Komparatif
nilai sudah pasti lolos untuk pada saatnya disahkan men- Pitlo dan Sudikno mengartikan penafsiran ini se-
jadi norma hukum yang mengikat. Jika hakim di bagai kegiatan menafsirkan dengan cara membanding-
pengadilan melihat ke depan (forward looking) atau kan dengan berbagai sistem hukum. Perbandingan dapat
antisipatif dan futuristik, ia dapat menerapkan norma- dilakukan untuk maksud memahami hukum sendiri atau
norma hukum yang belum berlaku secara formil itu dapat pula dimaksudkan untuk menemukan prinsip-
dalam memeriksa dan memutus sesuatu kasus yang prinsip yang berlaku umum dari objek-objek yang diper-
untuk tujuan mewujudkan keadilan yang nyata mem- bandingkan. Dengan demikian, perbandingan dapat di-
butuhkan referensi yang bersifat futuristik tersebut. lakukan antar dua objek atau antar banyak objek. Di
Dengan cara demikian, maka para hakim dapat melihat samping itu, perbandingan dapat dilakukan dengan cara
nilai-nilai keadilan dengan kacamata yang memandang membandingkan unsur-unsur yang sama dan/atau
jauh ke masa yang akan datang. Dengan kata lain, hakim unsur-unsur yang berlainan dari objek-objek yang diper-
dapat menilai dan menerapkan suatu norma hukum yang bandingkan satu sama lain. Hasil dari proses perban-
ada dengan menafsirkannya dari sudut pandang hukum dingan itu pada akhirnya adalah untuk diterapkan dalam
baru. menyelesaikan suatu kasus atau permasalahan hukum
dengan seadil-adilnya dan setepat-tepatnya.411
15) Metode Penafsiran Evolutif-Dinamis
Istilah penafsiran yang demikian digunakan oleh 17) Teori Penafsiran Filosofis
Visser’t Hoft dikarenakan bahwa metode penafsiran evo- Penafsiran filosofis memusatkan perhatian pada
lutif-dinamis ini dilakukan karena adanya perubahan segi what is the underlying philosophical thought yang
pandangan dalam dinamika kehidupan masyarakat. 410 terkandung dalam perumusan teks hukum yang ditaf-
Situasi dan kondisi kemasyarakatan secara luas mengala- sirkan. Penafsiran ini mempunyai fokus perhatian pada
mi perubahan yang mendasar. Oleh karena itu, makna aspek filosofis yang terkandung dalam norma hukum

410 411
Visser’t Hoft, Op.Cit. Jazim Hamidi, Op. Cit.

299 300
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

yang hendak ditafsirkan. Misalnya, ide negara hukum kasus-kasus yang tidak memerlukan pendekatan interdi-
dalam Konstitusi Republik V Perancis Art. 66: “No per- siplin yang menyeluruh, melainkan cukup dengan meng-
son may be detained arbitrarily”. Tidak seorangpun gunakan bantuan penafsiran menurut suatu cabang ilmu
yang dapat ditahan hanya didasarkan atas kebijaksanaan di luar ilmu hukum. Misalnya, suatu pembuktian untuk
penguasa. Demikian pula ide negara hukum dalam Pasal menentukan seseorang bersalah atau tidak yang semata-
1 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, “Negara Indone- mata tergantung kepada penafsiran yang terdapat dalam
sia adalah Negara Hukum”, ide demokrasi terpusat ilmu kedokteran. Untuk menerapkan suatu norma hu-
dalam Konstitusi Cina (democratic centralism), dan lain kum terhadap kasus yang konkrit tergantung kepada
sebagainya. Ide-ide yang dirumuskan itu tidak dapat di- penafsiran menurut ilmu kedokteran, sehingga penaf-
pahami hanya dengan pendekatan biasa, melainkan siran tersebut dapat dikatakan dilakukan dengan meng-
harus dimengerti secara mendalam, yaitu pada latar be- gunakan tafsir ilmu lain di luar ilmu hukum. Metode
lakang filosofis tumbuhnya ide negara hukum itu sendiri penafsiran yang demikian inilah yang disebut sebagai
dalam sejarah perkembangan umat manusia, baik yang penafsiran multidisiplin, bukan interdisiplin seperti yang
terkait dengan konsep rule of law maupun dengan kon- sudah diuraikan di atas.
sep rechtsstaat.
20) Metode Penafsiran Kreatif (Creative Interpretation)
18) Metode Penafsiran Interdisipliner Menurut Dworkin, interpretasi kreatif (creative
Menurut Pitlo dan Sudikno, menggunakan logika interpretation) dapat digunakan, tetapi hanya terhadap
penafsiran dengan mengunakan bantuan banyak cabang kasus khusus dari interpretasi conversational. Penafsi-
ilmu pengetahuan, banyak cabang ilmu hukum sendiri, ran ini dimaksudkan untuk mengungkap maksud penyu-
ataupun dari banyak metode penafsiran, juga dianjurkan. sun atau maksud-maksud dalam tulisan. Misalnya, novel
Metode ini dianggap penting, karena banyak kasus yang atau tradisi tertentu masyarakat yang biasanya diung-
kompleks yang tidak dapat dipecahkan jika kita hanya kapkan masyarakat dalam percakapan sehari-hari. Bah-
mendekatinya dari satu sudut pandang saja. Apalagi, wa interpretasi kreatif hanya untuk kasus khusus pe-
untuk tujuan mewujudkan keadilan, kadang-kadang per- nafsiran lisan. Interpretasi kreatif bukanlah sekedar me-
masalahan yang dihadapi sangat kompleks sifatnya dan nangkap makna dalam percakapan melainkan meng-
memerlukan pendekatan-pendekatan yang interdisiplin. konstruksikan atau menyusun makna. Penafsiran kreatif
Oleh karena itu, metode penafsiran demikian disebut se- dalam pandangan konstruktif adalah interaksi antara
bagai metode penafsiran interdisipliner.412 maksud dan tujuan.413

19) Metode Penafsiran Multidisipliner 21) Metode Penafsiran Artistik


Metode penafsiran multidisiplin ini berbeda dan Sebagaimana dikemukakan oleh Dworkin, melaku-
dibedakan dari penafsiran interdisiplin, sebagaimana kan kegiatan penafsiran dengan cara menemukan mak-
yang sudah dikemukakan di atas. Kadang-kadang ada sud penulis bukanlah persoalan yang mudah dan seder-

412 413
Ibid. Dworkin, Op. Cit.

301 302
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

hana. Oleh karena itu, berupaya untuk memahami suatu makna yang diucapkan oleh orang lain dalam berbagai
maksud, dilakukan melalui pemaknaan ungkapan kesa- peristiwa yang secara tepat untuk makna dalam masyara-
daran mental. Penafsiran artistik tidak selalu bermaksud kat, misalnya sopan-santun. Sutandyo dalam salah satu
mengidentifikansikan beberapa jenis kesadaran pikiran tulisannya semiotika, mengemukakan tentang the semio-
dalam menggunakan pengaruhnya terhadap pikiran pe- tic jurisprudence. Semiotika mengkaji tentang tanda-
nyusun ketika dia mengatakan, menulis, atau melakukan tanda kebahasaan yang tidak lain dari hasil konsep-
sesuatu. Dalam hal ini, maksud selalu lebih kompleks tualisasi oleh subjek-subjek atau intersubjek.
dan problematikal.414
Dalam hubungannya dengan penafsiran, dapat
22) Metode Penafsiran Konstruktif dikemukakan pula pendapat Jerzy Wroblewski yang me-
Metode penafsiran konstruktif ini, menurut Dwor- ngembangkan meta-teori rasionalistik dan relativistik
kin, dapat dilakukan dengan tiga tahap. Pertama, tahap mengenai penafsiran dan implementasi undang-undang
pra-penafsiran dimana aturan-aturan dan batasan-bata- (legal statutes), yaitu teori tentang interpretasi atau teori
san yang digunakan untuk memberikan isi tentatif me- tentang ideologi-ideologi penafsiran undang-undang.415
ngenai praktik yang diperkenalkan. Kedua, adalah tahap Dalam penafsiran dikenal pula adanya tipe-tipe
interpretasi sendiri, di mana penafsir menjustifikasi argumen-argumen yang digunakan, (MacCormick and
unsur-unsur pokok yang timbul dari praktik. Justifikasi Summers, 1991), yaitu:416
tidak perlu semua harus sesuai bagi penafsir. Menjadi sa- 1) The argument from ordinary meaning, atau meng-
ngat penting dalam hal ini, bahwa mampu melihat diri- gunakan argumen makna umum yang berlaku dalam
nya sendiri sebagai penafsir praktis dan menemukan masyrakat;
suatu yang baru. Ketiga, setelah tahap penafsiran, penaf- 2) The argument from technical meaning, atau meng-
sir menyesuaikan pendiriannya tentang praktik sebenar- gunakan argumen teknis yang dipakai dalam istilah-
nya atau menyelesaikan. istilah teknis;
3) The argument from contextual-harmonization;
23) Metode Penafsiran Konversasional. 4) The argument from precedent;
Metode ini sebenarnya agak berada di luar kebiasa- 5) The argument from analogy;
an penafsiran yang biasa digunakan. Penafsiran konver- 6) The argument from relevant principles of law;
sasional (conversational interpretation) ini bukan di- 7) The argument from history;
maksudkan untuk menjelaskan suara seseorang. Penaf- 8) The argument from purpose;
siran ini menandai makna dalam menjelaskan motif- 9) Substantive reasons;
motif dan maksud-maksud mengenai makna yang dira- 10) The argument from intention.
sakan pembicara, dan menyimpulkan sebagai pernyataan
tentang maksud pembicara dalam mengatakan apa yang
415
dia perbuat. Penafsir hendak menemukan maksud atau Jerzy Wroblewsky, dalam Aleksander Peczenik, “Kinds of Theory of
Legal Argumentation”, http://www. ivr2003.net/Peczenik_Argumenta-
tion.htm.
414 416
Ibid. Aleksander Peczenik, Op. Cit.

303 304
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

William Eskrige dalam bukunya mengembangkan practice is the theory that puts legal practice in its ‘best
teori dinamika penafsiran undang-undang (dynamic light’. By ‘best light’ Dworkin means a measure of de
theory of statutory interpretation) dengan menyatakan, desirability or goodness: the true theory of legal prac-
“…that statutory interpretation changes in response to tice, says Dworkin, potrays the practice at its most
desireable. Now why would that be the case? What’s
new political aligments, new interpreters, and new ideo-
between the desirability of a theory and its truth?”.
logies”. Sementara Aulis Aarnio mengatakan, tugas
dogmatik hukum adalah menginterpretasikan dan men-
Terlepas dari segala macam metode atau teori
sistematisasi norma-noma hukum (The tasks of legal
penafsiran di atas, suatu hal yang perlu menjadi per-
dogmatic are interpretation and systematization of
hatian serius adalah bahwa hukum, baik yang tertulis
legal norms). Dua kebutuhan pokok dalam penafsiran
maupun tidak tertulis, adalah konsep yang berasal dari
hukum, menurutnya, adalah rasionalitas dan aksepta-
kata-kata yang dahulunya diucapkan oleh satu, dua, atau
bilitas. Sistematisasi bermaksud melakukan reformulasi
lebih banyak orang yang kemudian disusun dalam kali-
norma-norma hukum dalam pengungkapan abstrak da-
mat. Tiap-tiap perkataan itu di dalamnya mengandung
lam hubungannya terhadap konsep-konsep dasar.
beberapa atau bahkan banyak makna, sehingga hukum
Sistematisasi adalah pembawa tradisi hukum.
dalam konteks norma sesungguhnya adalah simbol-
Dikatakan oleh Aulis Aarnio, interpretasi adalah aktivitas
simbol atau tanda-tanda yang disusun sedemikian rupa
hermenutik yang menjustifikasi dalam hubungannya
dalam bentuk pasal yang dituangkan dalam rumusan
terhadap audien hukum, yang dikarakterisasikan sebagai
undang-undang dasar, undang-undang, atau peraturan-
esensia secara relativistik dalam pengertian mengakui
peraturan tertulis lainnya.
kemungkinan perselisihan tentang evaluasi. Dworkin
Hukum yang tertulis dalam batas-batas tertentu
mengatakan:
dapat ditelusuri maksudnya, meskipun adakalanya keti-
“The adjudicative principle of integrity instructs judges
to identify legal rights and duties, so far as possible, on ka harus diterapkan pada suatu kasus dalam banyak
the assumption that they were all created by a single situasi dan kondisi sosial ternyata tidak mudah. Korupsi,
author — the community personified – expressing a misalnya, adalah kata yang memerlukan kecermatan
coherent conception of justice and fairness. […] Accor- dalam penerapannya meskipun sudah jelas rumusannya.
ding to law as integrity, propositions of law are true if Demikian pula kata “jasa” dalam konteks hukum, apakah
they figure in or follow from the priciples of justice, orang yang menerima imbalan atas jasanya membantu
fairness, and procedural due process that provide the memperkenalkan kepada panitera kepala di pengadilan
best contructive interpretation of the community’s legal dapat dianggap terlibat dalam kejahatan, jikalau ternyata
practice”. orang diperkenalkan itu kemudian menyuap penitera
tersebut.
Selanjutnya Dworkin mengatakan pula: Dalam penerapan hukum selain penafsiran, seperti
“Law as integrity […] holds that people have as legal
telah diuraikan sebelumnya, dikenal pula kegiatan pe-
rights whatever rights are sponsored by the priciples
that provide the best justification of legal practice as a nemuan hukum atau metode konstruksi. Metode ini
whole. Dworkin claim’s … that the true theory of legal digunakan ketika juris (hakim, penuntut umum, dan

305 306
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

pakar hukum) menghadapi ketiadaan atau kekosongan B. Hermeneutika Hukum


aturan untuk menyelesaikan persoalan konkrit. Pene-
Menafsirkan atau menginterpretasi, menurut Arief
muan hukum secara lebih umum pada prinsipnya adalah
Sidharta, intinya adalah kegiatan mengerti atau mema-
reaksi terhadap situasi-situasi problematikal yang dipa-
hami.418 Hakikat memahami sesuatu adalah yang disebut
parkan dalam peristilahan hukum. Tujuannya adalah
filsafat hermeneutik. Hermeneutika atau metode me-
memberi jawaban terhadap persoalan-persoalan dan
mahami atau metode interpretasi dilakukan terhadap
mencari penyelesaian sengketa konkret.417 Tentang pene-
teks secara holistik dalam bingkai keterkaitan antara
muan hukum ini sebagian pakar memisahkannya dari
teks, konteks, dan kontekstualisasi. 419 Memahami se-
penafsiran hukum, sebagian lagi menganggapnya ter-
suatu adalah menginterpretasi sesuatu agar mema-
masuk metode penafsiran hukum.
haminya. Dalam hubungan ini Gadamer mengatakan, se-
perti dikutip oleh Arief Sidharta,420 Ilmu Hukum adalah
Konstruksi hukum menurut teori dan praktik dapat
sebuah eksamplar Hermeneutik in optima forma, yang
dilakukan dengan 4 (empat) metode, yaitu:
diaplikasikan pada aspek kehidupan bermasyarakat.
1) Analogi atau Metode argumentum per analogium.
Sebab, dalam menerapkan Ilmu Hukum ketika mengha-
Cara kerjanya, metode ini diawali dengan pencarian
dapi kasus hukum, maka kegiatan interpretasi tidak
esensi umum suatu peristiwa hukum yang ada dalam
hanya dilakukan terhadap teks yuridis, tetapi juga ter-
undang-undang. Esensi yang diperoleh kemudian di-
hadap kenyataan yang menyebabkan munculnya masa-
coba terhadap peristiwa yang dihadapi. Apakah peris-
lah hukum itu sendiri.
tiwa itu memiliki kesamaan prinsip dengan prinsip
Dalam melakukan interpretasi tentu saja antara
yang terdapat dalam esensi umum tadi. Umpamanya
penafsir dan teks yang hendak ditafsirkan terdapat per-
apakah seorang yang “memancing belut” dapat diberi
bedaan waktu bertahun-tahun bahkan puluhan atau
sanksi, sementara larangan yang tertera di sudut
ratusan tahun. Oleh karena itu, ketika melakukan inter-
kolam berbunyi “dilarang memancing ikan”;
pretasi acapkali muncul dua sudut pandang yang ber-
2) Metode Argumentum a Contrario. Ini digunakan jika
beda antara teks yang hendak ditafsirkan dengan pan-
ada ketentuan undang-undang yang mengatur hal
dangan penafsir sendiri. Kedua pandangan itu kemudian
tertentu untuk peristiwa tertentu, sehingga untuk hal
diramu dengan berbagai aspek yang dipedomani oleh
lain yang sebaliknya dapat ditafsirkan sebaliknya;
penafsir, yaitu keadilan, kepastian hukum, prediktabi-
3) Metode penyempitan hukum. Misalnya “perbuatan
litas, dan kemanfaatan.
melawan hukum” dapat dipersempit artinya untuk
Titik tolak hermeneutika adalah kehidupan manu-
peristiwa tertentu yang termasuk perbuatan melawan
siawi dan produk budayanya, termasuk teks-teks hukum
hukum, sehingga terdapat peristiwa yang dapat di-
yang dihasilkan olehnya. 421 Gregory Leyh mengatakan,
kategorikan perbuatan melawan hukum;
4) Fiksi Hukum.
418
B. Aref Sidharta, dalam kata Pengantar, Jazim Hamidi, Op Cit., hal. xi-xv.
419
Hamidi, Op. Cit., hal. 45.
420
Ibid., hal. xiii.
417 421
J.A.Pointer, Op.Cit. Ibid., hal. 39.

307 308
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

hermeneutika hukum adalah merekonstruksikan kembali pribadi anggota badan pembentuk undang-undang, tidak
dari seluruh problema hermeneutika dan kemudian bisa otomatis dianggap pengungkapan pandangan mayo-
membentuk kembali kesatuan hermeneutika secara utuh, ritas yang paling mempengaruhi suatu undang-undang.
di mana ahli hukum dan teologi bertemu dengan para Pendukung kelompok-kelompok kepentingan boleh jadi
ahli humaniora.422 Tujuan hermeneutika hukum itu ada- menyembunyikan tujuan yang sebenarnya dari legislasi.
lah untuk menempatkan perdebatan kontemporer ten- Penafsiran konstitusi, di Jerman misalnya, menu-
tang penafsiran atau interpretasi hukum di dalam ke- rut Leibholz, Mahkamah Konstitusi Jerman adalah
rangka hermeneutika pada umumnya.423 mahkamah yang bebas, membantu dengan memberikan
Dalam hubungan dengan penafsiran atau inter- jaminan kebebasan bagi pengadilan dan menjalankan
pretasi, Alexander Peezenick menyatakan, “...statements fungsi administrasi hukum dalam pengertian materil.426
are partly a result of the author’s philosophical back- Putusan-putusan Mahkamah Konstitusi Jerman disebut
ground, partly a useful tool for political debate”.424 Pan- hukum yang sesungguhnya (real law). Keputusan-kepu-
dangan konvesional dalam penafsiran undang-undang tusannya merupakan putusan yang murni bersifat
menganggap bahwa pengadilan harus berupaya me- hukum, di mana hakim-hakim tidak melakukan pene-
nemukan tujuan atau maksud dari pembuat undang- muan-penemuan di luar batas substansi hukum dasar,
undang (the framers’ intent). Penafsiran demikian se- melainkan mengungkapkan makna esensi hukum seba-
jalan dengan pandangan bahwa proses pembentukan gai suatu pendirian atau sikap. Hukum konstitusi tertulis
undang-undang didominasi oleh kesepakatan nilai-nilai juga tunduk pada perubahan, dan Mahkamah Konstitusi
di antara berbagai kelompok kepentingan. Bagi pemben-
tuk undang-undang, kesepakatan adalah produk tawar
private contracts are appropriate (tepat). The process of dicovering legisla-
menawar (political bargain). tive intent, however, is more difficult than that of discovering the intent
Metode serupa juga digunakan dalam penafsiran behind an ordinary contract because of the plural nature of enacting body.
perjanjian-perjanjian perdata. Proses penemuan maksud The statements of individual legislators, even of legislative commitees, can-
pembentuk undang-undang, bagaimanapun, lebih sulit not automatically be assumed to express the views of the ‘silent majority’
ketimbang menemukan maksud yang melatarbelakangi that is necessary for enacment. Furthermore, the proponents (pendukung) of
interest groups legislation may conceal the true objective of the legislation in
kontrak-kontrak perdata, sebab badan pembuat undang order to increase the information cost of opponents. Yet to some extent at
memiliki ciri kemajemukan. 425 Pernyataan-pernyataan least, this reticense is self-defeating. What is concealed from the public is
likely to be cocealed from the judges, leading the construct a public interest
rationale that may blunt the redistributive thrust of the legislation (but
422
Ibid., hal. 42. sometimes exaggerate it-when?).
423 426
Ibid., hal. 45. G. Leibholz , Politics and Law, (Leiden: A.W. Sythoff, 1965), hal. 271-
424
Peczenik, Op. Cit. 276. “The Federal Constitutional Court is called upon to realize law; its
425
Posner, Op. Cit., hal. 576-577. The conventional view of statutory decisions are,.., genuine judicial decisions, where the judges do not in their
interpretation is that the court endeavors (mengusahakan) to discover findings go beyond the limits of the content of the Basic Law, but express in
(menemukan) and effect to the itentions of the enacting legislature. This is their findings the essential meaning of that law, as it already stands.
consisten with viewing the legislative process as one dominated by deals Written constitutional law too is subject to changes, and the Federal Consti-
(kesepakatan) among intrest groups; in this view legislative enacment is a tutional Court is called upon in a special degree to participate in these
bargained sale and the same methods used in the interpretation of ordinary changes throught he exercise of its judicial functions”.

309 310
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

disebut pada tahap tertentu berperan dalam perubahan- hukum Islam dalam teori dan praktik sampai sekarang.
perubahan melalui pelaksanaan fungsi-fungsi yudisial- Oleh karena itu, patut dipertanyakan, mengapa sudah
nya. berabad-abad lamanya, ilmu hukum modern belum juga
Apa perlunya kita mempersoalkan mengenai penaf- mengembangkan cabang ilmu yang tersendiri di bidang
siran konstitusi dan hermeneutika hukum di sini? Saya penafsiran hukum. Padahal, cabang dan sub-cabang atau
sendiri berpendapat bahwa ilmu hukum kontemporer se- bahkan ranting ilmu pengetahuan yang timbul atau tum-
benarnya telah membawa dalam dirinya sendiri kele- buh dari ilmu hukum sudah sangat banyak jumlahnya.
mahan-kelemahaan yang bersifat bawaan. Kegiatan in- Misalnya, di bidang hukum pidana, telah sejak la-
terpretasi atau penafsiran, merupakan akitivitas yang ma muncul cabang ilmu yang secara khusus mengkaji ke-
inheren terdapat dalam keseluruhan sistem bekerjanya jahatan (crime) sebagai fenomena ilmiah yang tersendiri,
hukum dan ilmu hukum itu sendiri. Akan tetapi, dalam yaitu disebut Criminology. Dari Criminology ini bahkan
perkembangannya sejak zaman dahulu sampai sekarang, berkembang pula cabang ilmu yang secara khusus meng-
ilmu hukum belum juga berusaha memberikan tempat kaji korban kejahatan, yaitu disebut Victimology sebagai
yang khusus kepada kegiatan interpretasi itu sebagai cabang ilmu penunjang (hulpwetenschap). Akan tetapi,
pusat perhatian yang utama. Bagaimanapun juga, ilmu sampai sekarang, belum juga berkembang adanya cabang
hukum itu berkaitan dengan soal kata-kata, sehingga ilmu yang khusus mengkaji metode-metode penafsiran
aktivitas tafsir-menafsir menjadi sesuatu yang sangat hukum dan konstitusi.
sentral di dalamnya. Syukurlah bahwa sejak beberapa dasawarsa terak-
Jika belajar dari pengalaman tradisi sistem hukum hir abad ke-20, dunia ilmu pengetahuan mulai memper-
Islam, akan didapati bahwa dalam rangka perkembangan kembangkan hermeneutics sebagai salah satu cabang fil-
ilmu fiqh dalam pengertian ilmu hukum (Islam), telah safat yang memusatkan perhatian mengenai kegiatan
berkembang luas dengan adanya ilmu ushul fiqh (filsafat penafsiran. Oleh para ahli hukum, hermeneutics itu di-
hukum Islam). Namun bersamaan dengan hal itu, coba untuk diterapkan di dunia ilmu hukum. Saya sen-
berkembang pula kegiatan penafsiran terhadap al-Quran diri menyambut baik perkembangan ini dengan harapan
dan al-Hadits, sehingga membentuk suatu cabang ilmu hendaknya ilmu hukum dapat mengembangkan kreatifi-
pengetahuan yang tersendiri, di samping ilmu bahasa tasnya dalam bidang metodologi penafsiran. Kegiatan
yang didukung oleh ilmu manti (ilmu logika), ma’ani, interpretasi atau penafsiran hukum tentu dapat me-
bayan, dan sebagainya. Ilmu Tafsir itu terkait erat ngembangkan epistimologinya sendiri untuk tumbuh
dengan aktivitas penafsiran terhadap al-Quran sebagai sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan hukum yang
ilmu penunjang bagi kegiatan ilmiah di bidang pe- tersendiri. Di dalamnya, bahkan dapat pula dikem-
nafsiran hukum. Bahkan, terkait dengan hal ini berkem- bangkan suatu ranting ilmu yang tersendiri, yaitu ilmu
bang pula ilmu hadits yang khusus disertai oleh “ilmu penafsiran konstitusi atau the science of constitutional
mustholah al-hadits” yang mempelajari latar belakang interpretation.
hadits-hadits Nabi Muhammad SAW. Dengan berkembangnya ilmu tafsir hukum dan
Dalam sejarah, ilmu tafsir itu telah memberikan konstitusi yang tersendiri, para sarjana hukum dapat di-
sumbangan yang sangat besar bagi perkembangan sistem lengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan yang

311 312
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

dapat diandalkan dalam bidang penafsiran hukum dan


konstitusi. Kegiatan penafsiran hukum dan interpretasi
konstitusi mungkin saja beraneka ragam metode dan
pola kerjanya, tergantung mazhab pemikiran yang men-
jadi paradigma konseptual yang melandasinya atau ka-
sus-kasus konkrit yang dihadapinya. Namun, berbagai
ragam metode penafsiran tersebut akan menyediakan
banyak alternatif yang rasional dan objektif untuk dipilih
dalam memecahkan suatu kasus konkrit yang dihadapi,
sehingga perbedaan penafsiran tidak didasarkan hanya
atas perbedaan kepentingan dari para penafsir yang ter-
libat.
Jikalau di antara satu sarjana hukum dengan
sarjana hukum yang lain berbeda pendapat dalam me-
mahami sesuatu norma hukum, adalah bukan karena
perbedaan kepentingan di antara mereka, melainkan
karena perbedaan mazhab atau aliran pemikiran dan
metodologi penafsiran yang dianut. Oleh karena itu,
tidak perlu lagi adanya adagium yang bersifat men-
cemooh seolah-olah, jika terdapat 2 (dua) orang sarjana
hukum berdebat, maka akan menghasilkan 3 (tiga)
pendapat. Seolah-olah para sarjana hukum itu sendiri
memang tidak memiliki metodologi yang jelas dalam
memahami dan menafsirkan sesuatu peraturan hukum
yang dikaitkan dengan kasus konkrit yang dihadapi.
Oleh karena itulah, maka saya mengusulkan agar
para ahli hukum dan ahli hukum tata negara dapat
menyumbang ide dan gagasan bagi upaya mengembang-
kan cabang ilmu yang tersendiri di bidang penafsiran
hukum dan konstitusi di masa yang akan datang sebagai
salah cabang ilmu yang bersifat penunjang (hulpweten-
shap). Sebagai cabang ilmu penunjang, ilmu penafsiran
hukum itu akan sangat membantu semakin berkembang-
nya ilmu hukum pada umumnya, dan ilmu hukum tata
negara pada khususnya, baik di Indonesia sendiri mau-
pun di dunia ilmu hukum pada umumnya.

313 314
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

BAB VI guru di bidang ini di tingkat sekolah menengah juga


PRAKTIK HUKUM TATA NEGARA kurang berhasil membangun daya tarik keilmuan yang
tersendiri, baik karena penguasaan mereka terhadap
masalah yang memang kurang atau karena ketidakmam-
puan ilmu hukum tata negara sendiri untuk meyakinkan
A. Pergeseran Orientasi Politis ke Teknis mengenai daya tarik ilmiah dan kebergunaan praktisnya,
maka studi hukum tata negara di mana-mana menjadi
Selama lebih dari 50 tahun sejak Indonesia mer-
kurang diminati.
deka, atau tepatnya dari tahun 1945 sampai tahun 1998
Oleh karena itu, pada bagian terakhir buku ini,
ketika terjadinya reformasi nasional (53 tahun sejak
perlu digambarkan secara selintas mengenai dimensi dan
kemerdekaan), bidang ilmu hukum tata negara atau con-
lahan praktik bagi ilmu Hukum Tata Negara itu sebenar-
stitutional law agak kurang mendapat pasaran di kala-
nya. Sebelum menguraikan hal itu, perlu diketahui pula
ngan mahasiswa di Indonesia. Penyebabnya ialah bahwa
mengenai perubahan orientasi yang terjadi dalam corak
selama kurun waktu tersebut, orientasi bidang studi hu-
keilmuan bidang hukum tata negara dalam perkemba-
kum tata negara ini sangat dekat dengan politik, sehing-
ngannya di Indonesia. Sejak sebelum kemerdekaan sam-
ga siapa saja yang berminat menggelutinya sebagai
pai dengan kurun waktu lebih dari 50 tahun sejak kemer-
bidang kajian yang rasional, kritis, dan objektif, di-
dekaan, bidang kajian hukum tata negara telah berkem-
hadapkan pada resiko politik dari pihak penguasa yang
bang sedemikian rupa sehingga menjadi sangat dipe-
cenderung sangat otoritarian. Selama masa pemerin-
ngaruhi oleh suasana politik yang melingkari aktivitas
tahan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto, siklus
keilmuannya. Barulah setelah masa reformasi, orientasi
kekuasaan mengalami stagnasi, sehingga dinamika de-
yang demikian itu dapat dikatakan secara perlahan mulai
mokrasi tidak dapat tumbuh dengan sewajarnya yang
mengalami perubahan yang signifikan. Mengapa demi-
memungkinkan berkembangnya pandangan-pandangan
kian?
kritis mengenai persoalan-persoalan politik ketatanega-
Seperti sudah diuraikan di atas, Hukum Tata Nega-
raan. Akibatnya, menjadi sarjana hukum tata negara
ra dapat pula disebut dengan istilah Hukum Konstitusi
bukanlah cita-cita yang tepat bagi kebanyakan generasi
sebagai terjemahan dari istilah Constitutional Law da-
muda.
lam bahasa Inggris. Oleh sebab itu, bidang kegiatannya
Resiko kedua adalah bahwa bidang kajian hukum
selalu berkaitan dengan konstitusi. Namun dalam prak-
tata negara ini dianggap sebagai lahan yang kering, tidak
tiknya selama ini, bentuk konkrit aktivitas Hukum Tata
begitu jelas lapangan kerja yang dapat dimasuki. Itulah
Negara atau Hukum Konstitusi itu biasanya selalu ber-
sebabnya setelah kurikulum fakultas hukum menyedia-
hubungan dengan kegiatan-kegiatan politik di sekitar
kan program studi hukum ekonomi, rata-rata mahasiswa
Majelis Permusyawaratan Rakyat atau di sekitar pem-
fakultas hukum di seluruh Indonesia cenderung memilih
bentukan undang-undang atau kegiatan legislasi yang
program studi hukum ekonomi atau hukum perdata
dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama-sama
umum daripada program studi hukum tata negara. Di
dengan Presiden. Hukum Tata Negara pada umumnya
samping kedua resiko tersebut, para dosen dan guru-
membahas persoalan-persoalan akademis yang berkaitan

315 316
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

dengan undang-undang dasar, yang dalam praktiknya vitas hukum tata negara di bidang peradilan kurang
berhubungan erat dengan fungsi-fungsi legislatif di DPR mendapat perhatian yang utama.
atau fungsi-fungsi konstitutif di lembaga MPR. Akibat- Keadaan yang demikian sangat berbeda dari bidang
nya, dunia Hukum Tata Negara itu seolah selalu ber- Hukum Administrasi Negara yang relatif lebih berkem-
hubungan dengan kegiatan-kegiatan yang bersangkut- bang dinamis sesuai dengan hakikatnya sebagai bidang
paut dengan dinamika politik ketatanegaraan. hukum yang melihat negara dalam keadaan bergerak
Teori dan pemikiran akademis di perguruan tinggi (staat in beweging). Di bidang hukum administrasi,
bermuara hanya kepada akitivitas politik di DPR dan sejak lama telah ada sistem peradilan tata usaha negara.
MPR, dan sangat jarang berhubungan dengan praktik di Sehingga, lahan untuk praktik bagi para sarjana hukum
pengadilan. Oleh karena itu, sifat-sifat yang berkembang administrasi negara itu relatif tersedia. Meskipun, per-
dalam perkembangan ilmu hukum tata negara menjadi kembangan hukum administrasi negara itu sendiri se-
sangat politis, karena memang selalu berhubungan bagai bidang ilmu juga tidak menggembirakan dengan
dengan aktivitas di lembaga-lembaga politik. Para sar- adanya pengadilan tata usaha negara, tetapi setidak-
jana hukum tata negara (constitutional lawyers) juga tidaknya, lahan praktik untuk ilmu hukum administrasi
kebanyakan dipengaruhi pula oleh cara berpikir politis. negara itu tersedia dengan baik. Dengan demikian,
Norma hukum cenderung dilihat dari kacamata seharus- aspek-aspek teori dan praktik hukum administrasi nega-
nya, bukan yang nyatanya mengatur kasus-kasus konkrit ra itu dapat dikembangkan secara bersamaan.
yang dihadapi. Setiap kali orang membaca dan me- Sekarang, setelah masa reformasi, sistem ketata-
nafsirkan undang-undang, maka yang muncul di pikiran- negaraan yang kita anut berdasarkan Undang-Undang
nya adalah apa yang seharusnya ada atau apa yang ia Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah me-
inginkan ada dalam undang-undang itu. Akibatnya, para ngalami perubahan yang fundamental. Mahkamah Kon-
sarjana hukum tata negara tak ubahnya bagaikan para stitusi telah resmi terbentuk sejak Agustus 2003. 427
politisi hukum yang cenderung mengambil posisi sebagai Dengan adanya Mahkamah Konstitusi ini berarti tersedia
orang yang memperjuangkan nilai-nilai hukum daripada pula lahan praktik di bidang yudisial bagi bidang Hukum
berpikir sebagai jurist yang memahami dan mencoba Tata Negara di Indonesia. Saatnya sekarang, para sarjana
untuk menerapkannya apa adanya terhadap kasus kon- dan para calon sarjana bidang hukum tata negara untuk
krit yang dihadapi. mengembangkan tradisi pemikiran baru yang lebih ber-
Kecenderungan yang demikian itu terjadi, karena sifat juristik. Dengan demikian, pengaruh politik dalam
bidang hukum tata negara tidak memiliki lahan praktik kajian Hukum Tata Negara dapat diimbangi oleh pe-
selain di lingkungan lembaga politik. Pokok persoalan ngaruh cara berpikir yang lebih juristik itu.
yang menjadi objek perhatiannya hanya terkait dengan Dalam semua wilayah kehidupan kita, baik dalam
MPR, DPR, (dan sekarang ada pula DPD), fungsi peme- ranah negara (state) maupun dalam ranah masyarakat
rintahan pusat dan daerah, Partai Politik dan Pemilihan
Umum, persoalan kewarganegaraan, dan aspek-aspek 427
kegiatan politik ketatanegaraan lainnya. Sedangkan, akti- Pembentukan tersebut setelah disahkannya UU No. 24 Tahun 2003 ten-
tang Mahkamah Konstitusi, yang tepatnya jatuh pada tanggal 13 Agustus
2003.

317 318
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

madani (civil society), dan bahkan dalam dinamika pasar yang khusus, sehingga mana yang konstitusional dan
(market), dibutuhkan dukungan banyak sarjana hukum mana yang inkonstitutional tidak dapat ditentukan se-
tata negara yang dapat mengawal aspek-aspek konstitu- cara adil, kecuali hanya ditentukan secara sepihak saja
sionalitasnya. Mereka itu dapat diharapkan membantu oleh pemegang kekuasaan pemerintahan. Sekarang, ke-
menjawab bagaimana partai politik dan organisasi ke- empat bidang kegiatan itu dapat diselenggarakan secara
masyarakatan dapat berperan dalam membangun bu- simultan dan seimbang.
daya kewarganegaraan yang sadar konstitusi, dan bagai- Upaya pembentukan hukum konstitusi bersifat
mana di dalam kehidupan internal organisasi-organisasi evolving, terus tumbuh dan berkembang. Undang-
itu sendiri dapat pula tumbuh budaya konstitusi seperti Undang Dasar 1945 telah mengalami 4 (empat) kali pe-
Anggaran Dasar sebagai konstitusi organisasi dapat rubahan, dan tetap terbuka untuk terus mengalami peru-
benar-benar menjadi pegangan dalam kegiatan berorga- bahan lagi di waktu-waktu yang akan datang, tergantung
nisasi. Semua bidang-bidang ini memerlukan dukungan kebutuhan dan kemungkinan. Dengan meminjam istilah
expertise dari kalangan yang bergelut dengan aspek- yang digunakan oleh K.C. Wheare, upaya penyempurna-
aspek hukum konstitusi dalam arti yang luas. an atas kekurangan-kekurangan yang terdapat di dalam
Di samping itu, kegiatan hukum tata negara itu UUD 1945 tersebut, juga dapat terus dilakukan, baik me-
sendiri dalam arti yang lebih spesifik, dapat pula lebih lalui formal amendment, constitutional convention,
berkembang secara seimbang di bidang-bidang (i) ataupun melalui judicial interpretation. Di samping itu,
pembentukan hukum konstitusi, (ii) penyadaran hukum proses pembentukan undang-undang dan peraturan per-
konstitusi, (iii) penerapan hukum konstitusi, dan (iii) pe- undang-undangan lainnya menurut prosedur yang di-
radilan hukum konstitusi. Selama masa Orde Baru yang tentukan oleh UUD 1945 juga terus dilakukan, sehingga
lalu, bidang kegiatan yang diutamakan hanya yang ke- dengan demikian, proses pembentukan hukum konsti-
dua, yaitu penyadaran hukum konstitusi, yaitu melalui tusi itu terus berkembang dinamis dalam rangka penata-
kegiatan penataran Pedoman, Penghayatan, dan Penga- an sistem ketatanegaraan Indonesia yang lebih baik di
malan Pancasila (P4). Sedangkan kegiatan pertama, yaitu masa yang akan datang.
pembentukan norma-norma hukum konstitusi, meski- Namun, bersamaan dengan itu, pembentukan
pun terus menerus dilakukan melalui pembentukan norma hukum itu di atas kertas tentu tidaklah cukup.
undang-undang dan peraturan perundang-undangan Pembentukan norma hukum di atas kertas itu harus di-
lainnya, tetapi ide pembentukan hukum itu hanya ter- lengkapi dengan upaya penyadaran yang luas, sehingga
batas kepada undang-undang ke bawah. Sedangkan, ide apa yang tertulis akan dipahami dengan persepsi yang
perubahan terhadap undang-undang dasar sama sekali sama oleh semua subjek hukum tata negara yang ada.
ditabukan. Setiap warga negara perlu disadarkan akan hak dan ke-
Kegiatan penerapan hukum konstitusi juga sangat wajiban asasinya masing-masing sebagai warga negara,
terbatas, karena semuanya diukur dari kehendak Pre- yaitu sebagai subjek dalam hukum tata negara Indonesia
siden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan berdasarkan UUD 1945. Bahkan, menurut saya, proses
negara. Lebih-lebih dalam upaya penegakan hukum kon- pembentukan hukum konstitusi yang baik adalah apabila
stitusi itu sendiri tidak tersedia mekanisme peradilan norma hukum yang tertulis secara tekstual di atas kertas

319 320
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

undang-undang dasar itu sudah menjadi bagian dari Bahkan, dapat dikatakan, sejak umat manusia ber-
kesadaran umum warga negara tentang norma-norma kenalan dengan gagasan Mahkamah Konstitusi pada ta-
yang tertuang dalam konstitusi tertulis itu sendiri. hun 1920-an, luas sekali pengaruhnya terhadap perkem-
Sebaliknya, bagi seorang ahli hukum konstitusi bangan teori dan praktik dalam hukum tata negara di
yang baik, norma hukum yang terkandung dalam kon- seluruh dunia. Pelembagaan ide peradilan konstitusi ini
stitusi yang tertulis itu haruslah dibaca sebagai bagian melanjutkan apa yang telah dirintis oleh Ketua Mah-
dari persepsi dan kesadaran umum segenap warga ne- kamah Agung Amerika Serikat, John Marshall, dengan
gara tentang norma hukum yang terkandung dalam kon- ide pengujian konstitusionalitas undang-undang yang ia
stitusi itu. Oleh karena itu, kegiatan pertama dan kedua putuskan dalam kasus yang sangat terkenal, yaitu Mar-
haruslah dilihat sebagai dua kegiatan yang simultan bury versus Madison pada tahun 1803. Fungsi pengujian
dalam proses terbentuknya norma hukum konstitusi. undang-undang itulah yang biasa disebut dengan istilah
Dengan perkataan lain, hal itulah yang saya namakan judicial review yang dijadikan kewenangan tambahan
sebagai proses the making of the constitutional law. bagi Mahkamah Agung Amerika Serikat dalam mengawal
Di samping itu, kegiatan penerapan norma hukum dan menjaga agar Undang-Undang Dasar benar-benar
konstitusi itu juga dapat terus dilakukan menurut stan- ditegakkan (the guardian of the constitution).
dar yang jelas dan terukur. Untuk itu, kegiatan penera- Oleh karena itu, peradilan tata negara atau consti-
pan hukum konstitusi terkait pula dengan kegiatan pera- tutional adjudication dapat dilakukan melalui lembaga
dilan hukum konstitusi. Apa tindakan yang dapat disebut Mahkamah Agung atau lembaga tersendiri yang dinama-
konstitusional dan apa yang inkonstitusional dapat di- kan Mahkamah Konstitusi. Bahkan, dalam sistem yang
ukur secara jelas, dan ditentukan oleh lembaga indepen- berlaku di Perancis, lembaga serupa ini disebut sebagai
den dan imparsial berupa pengadilan, yaitu Mahkamah Dewan Konstitusi, bukan Mahkamah Konstitusi. Artinya,
Konstitusi. sifat kerjanya bukan sebagai pengadilan, dan para ang-
Sebenarnya, fungsi peradilan konstitusi itu sendiri gotanya tidak disebut sebagai hakim seperti dalam sis-
tidaklah identik dengan fungsi Mahkamah Konstitusi. tem Austria, Jerman, dan Indonesia.428 Namun, fungsi-
Peradilan konstitusi atau constitutional adjudication ter- fungsi yang dilakukannya merupakan bentuk-bentuk
sebut dapat dilakukan juga oleh lembaga peradilan biasa praktik dari hukum tata negara, setidak-tidaknya sebagai
(ordinary court) atau lembaga peradilan yang secara fungsi quasi-peradilan tata negara.
khusus diberi nama Mahkamah Konstitusi atau Consti- Dengan adanya perluasan lahan praktik ini, hukum
tutional Court (Verfassungsgerichtshof). Di samping itu, tata negara (constitutional law) dapat diharapkan ber-
meskipun fungsi peradilan konstitusi (constitutional geser ke arah orientasi yang lebih praktis dan terhindar
adjudication) itu tidak identik dengan Mahkamah Kon- dari kecenderungan yang terlalu berorientasi politik.
stitusi, namun di semua negara kehadiran lembaga Mah- Setidak-tidaknya, kecenderungan studi hukum tata nega-
kamah Konstitusi ini menyebabkan terjadinya lompatan ra yang sangat berorientasi politik dapat diimbangi oleh
dalam sejarah perkembangan ketatanegaraan di negara-
negara yang bersangkutan. 428
Lihat Jimly Asshiddiqie, Model-Model Pengujian Konstitusional di
Berbagai Negara, Op.Cit.

321 322
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

orientasi yang lebih teknis-yuridis. Dengan demikian, 9) pendidikan dan pembinaan kesadaran hukum masya-
hukum tata negara sebagai cabang ilmu hukum dapat rakat.
berkembang sesuai dengan kompleksitas penemuan-
penemuan hukum dalam praktik. Semakin kaya penga- Kesembilan bidang kegiatan tersebut, terutama
laman empiris suatu cabang ilmu pengetahuan, semakin berkenaan dengan aspek-aspek pelembagaannya (instel-
terbuka luas pula potensinya untuk terus berkembang lingen), pengaturan (regelendaad), dan pengambilan ke-
dengan teori-teori ilmiah baru. putusan (besslissing) lainnya, menyediakan lahan yang
sangat luas untuk kegiatan praktik hukum tata negara.
B. Lahan Praktik Hukum Tata Negara Ketujuh kegiatan itu juga menyangkut tugas-tugas
banyak lembaga hukum dan pemerintahan, tempat
Sebenarnya, lahan praktik bagi ilmu hukum tata
hukum tata negara dipraktikkan, yaitu:
negara dapat dikatakan cukup luas, banyak, dan terbuka.
a) lembaga parlemen seperti MPR, DPR, DPD, DPRD
Bidang-bidang yang terkait dengan hukum tata negara
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota di seluruh
sangat luas, termasuk hukum administrasi, dan men-
Indonesia. DPRD Kabupaten/Kota di seluruh Indo-
cakup kegiatan-kegiatan yang sangat luas aspeknya. Ke-
nesia tercatat berjumlah 440 DPRD;
giatan-kegiatan kenegaraan dan pemerintahan yang
b) lembaga administrasi pemerintahan eksekutif secara
tercakup dalam bidang hukum tata negara dan tata usa-
vertikal mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah
ha negara atau administrasi negara itu mencakup kegia-
provinsi, dan kabupaten/kota, dan secara horizontal
tan-kegiatan:
mulai dari departemen pemerintahan, lembaga pe-
1) legislasi dan pembentukan peraturan perundang-
merintahan non-departemen, dewan-dewan, komisi-
undangan;
komisi dan badan-badan eksekutif yang bersifat inde-
2) administrasi yang berkenaan dengan kegiatan penge-
penden, semuanya memerlukan dukungan expertise
lolaan informasi dan penyebarluasan informasi hu-
di bidang hukum tata negara;
kum;
3) pendidikan hukum dan pembinaan profesi hukum; c) lembaga-lembaga penegak hukum mulai dari Pejabat
4) penyelenggaraan hukum atau pelaksanaan dalam arti Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), Kepolisian,
penerapan hukum oleh pelaksana yang ditentukan Kejaksaan, Advokat, dan badan-badan peradilan ser-
oleh hukum tersebut (the administration of law); ta quasi-peradilan baik secara vertikal maupun se-
5) aspek hukum kegiatan penyelenggaraan administrasi cara horizontal di seluruh Indonesia;429
pemerintahan negara;
6) kegiatan penegakan hukum yang dimulai dari Semua lembaga-lembaga negara dan badan-badan
penyidikan dan penuntutan hukum; pemerintahan tersebut di atas membutuhkan dukungan
7) penyelenggaraan peradilan sampai ke pengambilan
putusan hakim yang bersifat tetap; 429
Dalam hal ini, yang dimaksud dengan badan-badan peradilan secara ver-
8) pelaksanaan putusan pengadilan dan pemasyaraka- tikal adalah peradilan tingkat pertama, kedua (banding), dan kasasi. Sedang-
tan terpidana; kan, badan peradilan secara horizontal adalah hubungan horziontal antara
pengadilan negeri, pengadilan agama, dan pengadilan tata usaha negara.

323 324
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

keahlian dari para sarjana hukum tata negara. Misalnya, raturan cukup diserahkan kepada staf ahli saja. Dengan
di bidang legislature saja, di tingkat pusat, kita memiliki demikian, peranan staf ahli yang terdiri atas para ahli
3 (tiga) lembaga, yaitu DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), hukum sebagai legal dafter menjadi sangat penting, dan
DPD (Dewan Perwakilan Daerah), dan MPR (Majelis lama kelamaan terbentuk menjadi suatu profesi ter-
Permusyawaratan Rakyat). Anggota ketiga lembaga ini sendiri yang memang perlu dipersiapkan dalam jumlah
berjumlah lebih dari 750 orang.430 Sedangkan di tingkat dan mutu yang memadai.
provinsi terdapat 33 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Di pihak lain, dengan keterlibatan para politisi ang-
(DPRD), dan di tingkat Kabupaten/Kota 440 DPRD. Jika gota DPR dan DPRD itu dalam urusan-urusan redak-
rata-rata setiap anggota lembaga perwakilan ini, baik di sional, akan menyebabkan mereka kehabisan waktu.
tingkat Kabupaten/Kota dan provinsi di seluruh Indo- Padahal, para politisi anggota DPR dan DPRD tidaklah
nesia berjumlah 30 orang saja, ditambah dengan jumlah dipersiapkan untuk maksud menjadi legal drafter.
anggota DPR dan DPD di tingkat pusat, maka berarti Sementara itu, lahan praktik bagi para ahli hukum, ter-
anggota parlemen kita di seluruh Indonesia berjumlah utama sarjana hukum tata negara menjadi tidak ber-
lebih dari 15.000 orang. Idealnya, setiap anggota par- kembang, karena justru diambil oleh para politisi yang
lemen lokal maupun nasional didampingi oleh sekurang- seharusnya memikirkan kebijakan-kebijakan yang lebih
kurangnya beberapa orang legal advisor sebagai staf ahli substantif untuk kepentingan rakyat yang diwakilinya.
di bidang hukum tata negara. Jika dihitung dengan Dengan perkataan lain, di masa depan, potensi lahan
kebutuhan minimal saja, misalnya, satu orang staf ahli, praktik bagi sarjana hukum tata negara akan terbuka se-
maka jumlah sarjana hukum tata negara yang dapat di- makin lebar bersamaan dengan kesadaran orang akan
butuhkan juga sekurang-kurangnya 15.000 orang. peran dan fungsi tenaga ahli atau staf ahli (expertise) di
Bahkan, seperti terlihat di berbagai parlemen nega- lingkungan lembaga perwakilan rakyat.
ra-negara yang sudah maju, apa yang biasa dikerjakan Demikian pula fungsi-fungsi hukum di lingkungan
oleh anggota DPR dan DPRD di Indonesia di bidang cabang kekuasaan eksekutif, juga membutuhkan du-
legislasi, cukup dikerjakan oleh staf ahli yang terdiri atas kungan keahlian dari para sarjana hukum tata negara. Di
para ahli hukum. Misalnya, diskusi dan perumusan kata- semua jajaran instansi pemerintahan, selalu dibutuhkan
kata redaksional undang-undang dan peraturan daerah, adanya direktorat hukum, biro hukum, bagian hukum,
tidak perlu dikerjakan oleh anggota DPR dan DPRD. divisi hukum, ataupun seksi hukum. Di semua unit kerja
Para politisi cukup memikirkan dan memutuskan hal-hal demikian itu, diperlukan pula banyak sarjana hukum tata
yang menyangkut prinsip kebijakannya saja. Sedangkan, negara dan sarjana hukum administrasi negara dalam
bagaimana hal itu harus dirumuskan dalam redaksi pe- jumlah dan mutu keahlian yang memadai dan dapat
diandalkan. Belum lagi aparat di lingkungan paradilan
430
Bandingkan komposisi dan jumlah anggota dari ketiga Lembaga Negara tata usaha negara, para advokat, dan konsultan hukum
tersebut sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945. Sebelum amandemen, juga membutuhkan banyak sarjana hukum di bidang ini.
MPR terdiri dari DPR (500 orang), Utusan Daerah (135 orang yang berasal Para anggota DPR dan DPD di tingkat pusat pun
masing-masing 5 orang dari 27 provinsi), dan Utusan Golongan (65 orang). sebenarnya masing-masing harus pula dilihat sebagai
Sedangkan, setelah amandemen, MPR terdiri dari DPR (550 orang) dan DPD
(128 orang, yang berasal masing-masing 4 orang dari 32 provinsi). institusi-institusi yang tersendiri. Oleh karena itu, setiap

325 326
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

anggota DPR dan DPD itu sudah seharusnya dilengkapi dan badan pemerintahan selalu membutuhkan direktorat
dengan sejumlah staf ahli, di mana salah satu di antara- hukum, biro hukum, bagian hukum, divisi hukum, atau
nya harus dipastikan berlatar belakang sarjana hukum petugas-petugas di bidang hukum. Meskipun sifatnya
tata negara. Anggota DPR dan anggota DPD adalah sangat relatif, tetapi dapat dikatakan bahwa yang tepat
jabatan resmi kenegaraan. Menurut teori Hans Kelsen, untuk memimpin pelaksanaan tugas-tugas di bidang
dalam masing-masing jabatan negara itu terdapat law hukum itu adalah para sarjana hukum tata negara, bukan
creating function dan law applying function, sehingga bidang hukum yang lain.
dapat disebut secara sendiri-sendiri sebagai organ negara Apalagi jika di lingkungan instansi yang bersang-
atau state organ (staatsorgan). Oleh sebab itu, adalah kutan terdapat pula fungsi PPNS atau Pejabat Penyidik
wajar jika setiap organ jabatan itu dipandang sebagai Pegawai Negeri Sipil yang sekarang ini jumlahnya lebih
suatu institusi yang tersendiri yang tentunya harus dari 52 macam yang tersebar di berbagai sektor dan
dilengkapi secara memadai dengan sejumlah staf, per- instansi pemerintahan. Misalnya, petugas-petugas pajak,
lengkapan kantor, dan perangkat penunjang lain yang bea cukai, imigrasi, meteorologi, lalu lintas jalan raya,
diperlukan. polisi hutan, hak kekayaan intelektual, pengawas obat
Di negara maju seperti Amerika Serikat, misalnya, dan makanan, dan lain-lain sebagainya diberi tugas pula
seorang Senator biasa mempunyai staf antara 25–35 di bidang penyidikan. Fungsi penyidikan oleh petugas-
orang yang seluruhnya dibayar dan diberi honor dari petugas tersebut diciptakan atau diberikan berdasarkan
anggaran negara, meskipun sistem kerjanya berdasarkan peraturan perundang-undangan atau bahkan oleh un-
kontrak selama masa jabatan Senator yang dibantunya dang-undang yang kadang-kadang sangat berorientasi
itu menduduki jabatannya. Dengan demikian, tugas dan kepada substansi fungsi dari sektor masing-masing sede-
fungsi seorang anggota lembaga perwakilan rakyat dapat mikian rupa, sehingga agak mengabaikan aspek hukum-
efektif dalam menyalurkan dan memperjuangkan ke- nya. Padahal, sebagai pejabat penyidik PPNS, fungsinya
pentingan rakyat yang diwakilinya. Dalam kaitan itu, staf jelas termasuk ranah pro-justisia yang memerlukan
ahli di bidang hukum, khususnya hukum tata negara keahlian di bidang hukum. Meskipun tidak mutlak, se-
merupakan keniscayaan. Oleh karena itu, dapat dikata- harusnya bidang ini juga ditangani oleh sarjana hukum
kan bahwa di masa-masa mendatang, kebutuhan negara tata negara, khususnya para sarjana hukum administrasi
kita akan tenaga ahli hukum tata negara ini, sebagai- negara.
mana juga dialami oleh semua negara-negara maju, akan Di bidang tugas kejaksaan, keahlian yang diutama-
terus meningkat seiring dengan tingkat perkembangan kan adalah di bidang hukum pidana. Namun, keahlian di
kesejahteraan masyarakat dan kematangan sistem de- bidang hukum pidana itu adalah menyangkut aspek
mokrasi yang dikembangkan dalam praktik. materiel atau substansi dari fungsi kejaksaan itu, se-
Di bidang administrasi negara di lingkungan dangkan aspek formil atau aspek kerangka dari fungsi
lembaga-lembaga negara dan badan-badan pemerinta- kejaksaan itu tetaplah merupakan bidang hukum tata
han lainnya, juga selalu diperlukan peranan para sarjana negara. Misalnya, pengkajian mengenai persoalan inde-
hukum tata negara dalam arti luas, yaitu termasuk sar- pendensi struktural lembaga kejaksaan dan mekanisme
jana hukum administrasi negara. Setiap lembaga negara hubungan antara kejaksaan dengan lembaga negara yang

327 328
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

lain, seperti kepolisian,431 Komisi Pemberantasan Tindak ngan orietansi juristik. Dengan adanya lembaga ini, yang
Pidana Korupsi (KPK),432 Komisi Nasional HAM,433 dan pada hakikatnya berfungsi sebagai pengawal demokrasi
sebagainya, sepenuhnya merupakan aspek-aspek yang dan konstitusi, maka sangat dirasakan perlunya banyak
berkaitan dengan hukum tata negara, bukan hukum ahli hukum tata negara di seluruh tanah air.
pidana. Apalagi di lingkungan kejaksaan juga terdapat Sebagai akibat adanya mekanisme peradilan kon-
fungsi-fungsi yang menangani persoalan perdata dan stitusi dengan berbagai putusan-putusannya yang ber-
tata usaha negara yang dipimpin oleh seorang Jaksa sifat final dan mengikat untuk umum itu, maka tersedia
Agung Muda bidang Perdata dan Tata Usaha Negara. pula bahan-bahan hukum yang timbul dari pengalaman
Oleh karena itu, di lingkungan kejaksaan, dibutuhkan praktik yang bersifat empiris dalam bangsa kita. Apalagi
banyak sarjana hukum tata negara dan hukum admi- oleh Mahkamah Konstitusi, putusan-putusannya itu di-
nistrasi negara, di samping para sarjana hukum pidana. edarkan secara luas dan dapat pula diakses secara mudah
Namun demikian, di antara semua fungsi dan melalui internet, sehingga secara mudah dapat dijadikan
lembaga-lembaga tersebut di atas, yang paling berpe- bahan bagi para mahasiswa dan para peneliti dalam
ngaruh terhadap perubahan orientasi ilmu hukum tata melakukan pengkajian hukum tata negara. Hal ini dapat
negara adalah pembentukan lembaga peradilan kon- mendorong pengkajian yang dilakukan di perguruan
stitusi, yaitu Mahkamah Konstitusi. Dengan telah terben- tinggi dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya tidak
tuknya Mahkamah Konstitusi berdasarkan ketentuan lagi terpaku pada teks-teks undang-undang dasar dan
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, sesudah reformasi, maka peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang
tersedialah lahan praktik beracara di pengadilan bagi hukum tata negara, tetapi juga diperkaya oleh kasus-
ilmu hukum tata negara.434 Bidang kajian yang semula kasus yang tercermin dalam putusan-putusan Mah-
hanya bersifat teoritis-politis berkembang menjadi kamah Konstitusi.435
bidang kajian yang dapat dipraktikkan di pengadilan de- Dengan demikian, orientasi pengkajian dapat ber-
kembang menjadi lebih praktis dan dinamis, termasuk
431
dengan mempertimbangkan penggunaan metode studi
Lebih lanjut lihat Indonesia, Undang-undang tentang Kepolisian Republik kasus atau case study seperti yang dipraktikkan dalam
Indonesia, UU No. 2 Tahun 2002, LN No. 2, TLN No. 4168.
432
Lebih lanjut lihat Indonesia, Undang-undang tentang Komisi Pembe-
sistem pendidikan hukum di negara-negara yang menga-
rantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 30 Tahun 2002, LN No. 137, TLN nut tradisi case-law atau common law. Para dosen dan
No. 4250. mahasiswa dapat menjadikan perkara-perkara konstitusi
yang telah diselesaikan melalui putusan (vonnis) yang
433
Lebih lanjut lihat Presiden Republik Indonesia, Keputusan Presiden
Republik Indonesia tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Keputusan telah berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijs)
Presiden Republik Indonesia bertanggal 7 Juli 1993.
434
Ditinjau dari aspek waktu, Indonesia tercatat sebagai negara ke-78 yang oleh Mahkamah Konstitusi sebagai bahan kajian. Demi-
membentuk Mahkamah Konstitusi, sekaligus merupakan negara pertama di kian pula, para peneliti dan pakar hukum tata negara
dunia pada abad ke-21 yang membentuk lembaga ini. Pembentukan MK dapat berperan aktif mengadakan peninjauan hukum
merupakan salah satu wujud gagasan-gagasan hukum kenegaraan yang baru atau law review melalui jurnal-jurnal hukum yang ada,
dan modern dalam upaya memperkuat usaha membangun hubungan-hubu-
ngan yang saling mengendalikan antar cabang-cabang kekuasaan negara
435
(checks and balances). Lihat pada http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan_sidang.php.

329 330
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

sehingga dengan begitu, kegiatan akademis di bidang hu- C. Praktik Peradilan Tata Negara
kum tata negara di tanah air kita dapat terus tumbuh dan
1. Peradilan Tata Negara
berkembang secara aktif di masa-masa yang akan da-
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, dengan
tang.
terbentuknya Mahkamah Konstitusi, bidang kajian hu-
Dengan perkataan lain, dengan adanya Mahkamah
kum tata negara mendapatkan lahan praktik yang sangat
Konstitusi, hukum tata negara atau constitutional law
efektif dan berarti. Jika hukum tata negara dilihat secara
dapat terus berkembang, baik di dunia teori maupun
luas mencakup bidang hukum administrasi negara, maka
praktik dengan didukung oleh para sarjana hukum tata
sebenarnya lahan praktik peradilan tata negara itu
negara yang cukup banyak dan bermutu. Kebutuhan
mencakup peradilan tata negara di Mahkamah Konstitu-
akan banyaknya sarjana hukum tata negara itu tentu
si dan peradilan tata usaha negara di Mahkamah Agung
tidak saja dimaksudkan untuk keperluan praktis beraca-
serta badan-badan peradilan tata usaha negara yang ada
ra di Mahkamah Konstitusi, untuk menjadi calon-calon
di bawahnya. Namun, apabila peradilan tata negara itu
hakim konstitusi, atau pun untuk maksud bekerja di
kita persempit maknanya dengan tidak mencakup pera-
Mahkamah Konstitusi. Hakim konstitusi kita hanya
dilan tata usaha negara yang dilembagakan secara ter-
berjumlah 9 (sembilan) orang, dan jumlah pegawainya
sendiri di dalam lingkungan Mahkamah Agung, maka pe-
pun tidak terlalu banyak.
radilan tata negara dimaksud dapat kita kaitkan dengan
Oleh sebab itu, kebutuhan akan banyaknya tenaga
fungsi Mahkamah Konstitusi dan fungsi tertentu dari
ahli yang bermutu itu adalah untuk kepentingan yang
Mahkamah Agung.
lebih luas, yaitu sebagai mitra bagi Mahkamah Konstitusi
Oleh sebab itu, peradilan tata negara itu sendiri
dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawal de-
dapat kita bedakan dalam tiga pengertian, yaitu (i) pe-
mokrasi dan konstitusi (the Guardian of democracy and
radilan tata negara dalam arti yang paling luas di mana
the constitution) ataupun sebagai penjaga atau pelindung
mencakup peradilan tata negara (constitutional adjudi-
hak konstitusional warganegara (the Protector of the
cation) yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dan
constitutional rights). Untuk mengawal proses demok-
peradilan tata usaha negara (administrative adjudica-
ratisasi di tingkat nasional dan dinamika demokrasi lokal
tion) yang dilakukan oleh Mahkamah Agung serta badan-
di seluruh Indonesia, diperlukan sangat banyak sarjana
badan peradilan tata usaha negara; (ii) peradilan tata ne-
hukum yang menggeluti bidang hukum tata negara dan
gara dalam arti yang lebih sempit tetapi masih tetap luas
hukum administrasi negara untuk bekerja di biro-biro
adalah peradilan tata negara (constitutional adjudica-
hukum, bagian-bagian, ataupun divisi-divisi hukum, baik
tion) yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi ditam-
di sektor formal maupun di sektor informal, baik di sek-
bah peradilan pengujian peraturan perundang-undangan
tor negara, di sektor masyarakat madani (civil society),
dibawah undang-undang yang dilakukan oleh Mahka-
ataupun di sektor dunia usaha (market).
mah Agung menurut Pasal 24A ayat (1) UUD 1945. 436

436
Pasal 24A ayat (1) UUD 1945 ini berbunyi, “Mahkamah Agung ber-
wenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-unda-

331 332
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Pengujian peraturan perundang-undangan itu juga ter- hukum pidana, akan tetapi hal-hal yang berkenaan
masuk lingkup peradilan tata negara dalam arti luas; (iii) dengan aspek kelembagaan dan fungsi-fungsi kekuasaan
peradilan tata negara dalam arti yang paling sempit, ya- yang terkait di dalamnya adalah persoalan hukum tata
itu peradilan yang dilakukan di dan oleh Mahkamah negara. Bahkan, hukum acara pidana dan demikian pula
Konstitusi menurut ketentuan Pasal 24C ayat (1) dan hukum acara perdata, pada hakikatnya berkaitan dengan
Pasal 7B khususnya ayat (4) UUD 1945.437 aspek administrasi dari hukum pidana dan hukum per-
Dalam rangka peradilan tata negara dalam penger- data itu sendiri. Oleh karena itu, terdapat daerah kelabu
tian yang kedua, maka proses pengujian peraturan per- yang menghubungkan antara disiplin ilmu hukum tata
undang-undangan di bawah undang-undang terhadap negara, khususnya hukum tata usaha negara atau hukum
undang-undang dapat dikategorikan sebagai bentuk pe- administrasi negara, dengan hukum acara pidana dan
radilan tata negara juga. Demikian pula dalam penger- hukum acara perdata.
tian yang pertama, peradilan tata usaha negara juga ter- Dengan perkataan lain, lahan praktik bagi ilmu
masuk ke dalam pengertian peradilan tata negara. De- hukum tata negara itu terbuka sangat lebar yang terkait
ngan demikian, peradilan tata negara itu tidak hanya dengan kedudukan dan fungsi lembaga-lembaga peradi-
berkaitan dengan Mahkamah Konstitusi. Artinya, proses lan pada umumnya. Hanya saja, dalam pengertiannya
peradilan tata usaha negara, proses pengujian peraturan yang lebih khusus dan spesifik, lahan praktik yang khas
perundang-undangan, dan proses peradilan di Mahka- terkait dengan bidang kajian hukum tata negara (con-
mah Konstitusi sama-sama merupakan lahan praktik stitutional law) dalam arti yang sempit adalah peradilan
bagi kajian ilmu hukum tata negara. Bahkan, keseluru- yang dilakukan di dan oleh Mahkamah Konstitusi seba-
han bangunan struktural dan fungsional kelembagaan gai lembaga pengadilan konstitusi. Dalam UUD 1945 dan
peradilan di dalam lingkungan Mahkamah Agung serta UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi,
aparatur penegakan hukum sebagai keseluruhan, juga kewenangan mengadili yang dikaitkan dengan mah-
termasuk objek kajian hukum tata negara sebagai ilmu. kamah ini ada 5 (lima), yaitu (i) perkara pengujian kon-
Misalnya, mekanisme hubungan antara kepolisian stitusionalitas undang-undang, (ii) perkara sengketa ke-
sebagai lembaga penyidik dengan kejaksaan sebagai wenangan konstitusional lembaga negara, (iii) perkara
lembaga penuntut atau mekanisme hubungan antara perselisihan atas hasil pemilihan umum, (iv) perkara
Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, juga termasuk ke pembubaran partai politik, dan (v) perkara dakwa-an
dalam lingkup kajian hukum tata negara. Substansi pe- pemberhentian atau pemakzulan Presiden dan/atau Wa-
nyidikan dan penuntutan memang merupakan persoalan kil Presiden.438

ngan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai


wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang”.
437
Pasal 7B ayat (4) UUD 1945 ini berbunyi, “Mahkamah Konstitusi wajib
memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap penda-
438
pat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari Mengenai kewenangan dari Mahkamah Konstitusi lihat dalam Pasal 24C
setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah UUD 1945 dan Pasal 10 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Kon-
Konstitusi”. stitusi.

333 334
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

2. Pengujian Konstitutionalitas Undang-Undang gaimana mestinya, maka berarti undang-undang yang


Pihak yang berhak mengajukan permohonan pe- bersangkutan telah mencerminkan kehendak politik
ngujian undang-undang adalah (i) perorangan atau ke- mayoritas rakyat yang diwakili oleh DPR dan aspirasi
lompok warga negara, (ii) kesatuan masyarakat hukum rakyat pemilih Presiden yang mendapatkan dukungan
adat yang masih hidup, sesuai dengan perkembangan mayoritas suara rakyat melalui pemilihan umum. Namun
dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia, yang demikian, suara mayoritas rakyat yang tercermin dalam
diatur dalam undang-undang, (iii) badan hukum privaat undang-undang tidaklah identik dengan suara seluruh
atau badan hukum publik, atau (iv) lembaga negara.439 rakyat yang tercermin dalam undang-undang dasar. Sua-
Syarat-syarat yang harus dipenuhi menurut UU No. 24 ra mayoritas rakyat tidak selalu identik dengan suara
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi adalah bah- keadilan dan kebenaran konstitusi.
wa keempat subjek hukum tersebut dapat membuktikan Oleh sebab itu, jika undang-undang bertentangan
dirinya mempunyai hak atau kewenangan konstitusional dengan undang-undang dasar, maka undang-undang itu
yang dirugikan oleh berlakunya suatu undang-undang baik sebagian materinya atau seluruhnya dapat dinyata-
atau ketentuan undang-undang yang bersangkutan, se- kan tidak mengikat untuk umum, meskipun yang me-
hingga ia memohon agar undang-undang atau bagian nyatakannya hanya terdiri atas 5 dari 9 orang hakim pa-
dari ketentuan undang-undang dimaksud dinyatakan da Mahkamah Konstitusi. Dengan cara demikian, mela-
tidak mengikat untuk umum.440 lui proses peradilan tata negara yang fair, independen,
Undang-undang merupakan produk demokrasi imparsial, dan terbuka, Mahkamah Konstitusi dapat
atau produk kehendak orang banyak. Jika undang-un- menjalankan fungsinya sebagai pengimbang atau pe-
dang telah dibahas dan disetujui bersama oleh DPR dan nyeimbang (countervailing power) dan sekaligus me-
Presiden, lalu kemudian disahkan oleh Presiden seba- ngawal dinamika proses demokrasi berdasarkan konsti-
tusi (the guardian of the constitutional democracy).
Melalui peradilan konstitusi ini ditegaskan pula bahwa
439
Terhadap legal standing Pemohon berserta syarat permohonannya, lihat undang-undang dasar sebagai de hoogste wet, the sup-
dalam Pasal 51 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan reme law, dapat benar-benar ditegakkan dalam praktik
Pasal 3 s/d Pasal 5 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005
tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-undang.
penyelenggaraan negara.441
440
Berdasarkan jurisprudensi Mahkamah Konstitusi, kerugian konstitusional
yang timbul karena berlakunya suatu undang-undang harus memenuhi 5 3. Sengketa Kewenangan Konstitusional
(lima) syarat, yaitu (1) adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan Lembaga Negara
oleh UUD 1945, (ii) bahwa hak konstitusional tersebut dianggap oleh Kewenangan konstitusional lembaga negara adalah
Pemohon telah dirugikan oleh suatu undang-undang yang diuji, (iii) bahwa
kerugian konstitusional Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) kewenangan-kewenangan yang ditentukan oleh atau da-
dan aktual atau setidak-tidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran
yang wajar dapat dipastikan akan terjadi, (iv) adanya hubungan sebab akibat
441
(causal verband) antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimo- Untuk lebih memahami tentang Pengujian Konstitusionalitas Undang-
honkan untuk diuji, dan (v) adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkan- undang ini, lihat dan pelajari buku saya yang berjudul Konstitusi dan
nya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan Konstitusionalisme Indonesia (2005) dan Hukum Acara Pengujian Undang-
atau tidak lagi terjadi. undang (2005).

335 336
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

lam undang-undang dasar berkenaan dengan subjek- dang-undang, atau dari ketentuan peraturan yang lebih
subjek kelembaga-an negara yang diatur dalam UUD rendah kedudukannya daripada undang-undang. Jika
1945. Apabila dipandang dari sudut kewenangan atau- kewenangannya bersumber dari undang-undang dasar,
pun fungsi-fungsi kekuasaan yang diatur dalam UUD berarti lembaga negara tersebut mempunyai kewenangan
1945, akan nampak jelas bahwa organ-organ yang me- konstitusional yang ditentukan dalam atau oleh undang-
nyandang fungsi dan kewenangan konstitusional di- undang dasar. 442 Lembaga negara dalam kategori yang
maksud sangat beraneka ragam. State institutions atau terakhir inilah yang terkait dengan kewenangan Mah-
staatsorgan dapat dibedakan dari organisasi civil society kamah Konstitusi untuk mengadilinya apabila dalam
atau badan-badan usaha dan badan hukum lainnya yang pelaksanaan kewenangan konstitusional lembaga negara
bersifat perdata. Organ yang bergerak di lapangan civil yang bersangkutan timbul persengketaan dengan lemba-
society biasa disebut organisasi non-pemerintah (Or- ga negara yang lain. Inilah yang dimaksud dengan seng-
nop), lembaga swadaya masyarakat (LSM), atau organi- keta kewenangan konstitusional lembaga negara yang
sasi kemasyarakatan (Ormas). Sedangkan, badan-badan termasuk lingkup kewenangan Mahkamah Konstitusi un-
usaha swasta dan koperasi merupakan organisasi yang tuk mengadilinya.
bergerak di lapangan dunia usaha atau market.
Oleh karena itu, institusi, organ, atau organisasi 4. Pembubaran Partai Politik
lain yang berada di luar kategori organisasi civil society Partai politik (parpol) dan pemilihan umum (pe-
dan organisasi yang bergerak di lingkungan dunia usaha milu) merupakan pilar atau tiang utama demokrasi.
tersebut, dapat kita sebut sebagai organ negara dalam Rumah dan bangunan demokrasi akan runtuh apabila
arti yang luas. Artinya, pengertian lembaga negara itu partai politik dan pemilu tidak sehat dan kuat. Partai
tidak seperti yang dipahami secara keliru oleh banyak politik (parpol) juga merupakan cermin kemerdekaan
sarjana hukum selama ini, sangat luas cakupan makna- berserikat (freedom of association) dan berkumpul (free-
nya. Lembaga negara itu tidak hanya terkait dengan dom of assembly) sebagai perwujudan adanya kemer-
fungsi-fungsi legislatif, eksekutif, dan judikatif seperti dekaan berpikir dan berpendapat (freedom of thought)
yang pada umumnya dipahami selama ini. Institusi apa serta kebebasan berekspresi (freedom of expression).
saja yang dibentuk oleh negara, dibiayai oleh negara, Oleh karena itu, kemerdekaan berserikat dalam bentuk
dikelola oleh negara, atau dibentuk karena kebutuhan partai politik sangat dilindungi oleh setiap undang-
negara sebagai pemagang otoritas publik dapat dikaitkan undang dasar negara demokrasi konstitusional (consti-
dengan pengertian organ negara atau lembaga negara
dalam arti luas.
Hal yang membedakan organ atau lembaga-lem-
baga negara dalam pengertian yang luas tersebut satu
sama lainnya, hanyalah kategori fungsinya apabila di-
442
kaitkan dengan fungsi-fungsi kekuasaan negara atau Untuk memahami lebih lanjut mengenai konsepsi terhadap “Lembaga
kategori sumber legalitas kewenangan yang dimilikinya Negara”, pelajari juga buku saya yang berjudul Sengketa Kewenangan An-
tarlembaga Negara (2005) dan Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga
apakah bersumber dari undang-undang dasar, dari un- Negara Pasca Reformasi (2006).

337 338
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

tutional democracy) atau negara hukum yang demok- pemilihan umum, dan kualitas hasilnya tergantung pula
ratis (democratische rechtsstaat).443 pada kualitas proses penyelenggaraan pemilihan umum
Oleh karena itu, maka partai politik tidak boleh itu sendiri. Oleh sebab itu, Pasal 22E ayat (1) UUD 1945
dibubarkan secara semena-mena oleh penguasa. Seorang menentukan, “Pemilihan umum dilaksanakan secara
penguasa yang menduduki jabatan karena peranan par- langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap
tai politik tidak boleh diberi peluang untuk membubar- lima tahun sekali”. Jika sebelum asas pemilihan umum
kan partai politik lain yang merupakan lawan politiknya. hanya ditentukan harus langsung, umum, bebas, dan ra-
Sebab, jika hal demikian terjadi, maka kemerdekaan ber- hasia (luber), maka sekarang ditambah dengan dua asas
serikat dapat terganggu oleh watak kekuasaan para lagi, yaitu jujur dan adil.
penguasa yang cenderung tidak menghendaki adanya Jika dalam penyelenggaraan penghitungan suara
persaingan politik yang sehat. Jika ditemukan kenyataan hasil pemilihan umum itu timbul perselisihan pendapat
adanya partai politik yang secara objektif memang meng- di antara peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu,
haruskan tindakan pembubaran dari luar partai politik maka perselisihan semacam itu apabila tidak dapat lagi
itu sendiri, maka pembubaran semacam itu hanya dapat diatasi melalui upaya-upaya yang bersifat administratif,
dilakukan melalui suatu proses peradilan konstitusional akan diselesaikan melalui perkara di Mahkamah Konsti-
yang bersifat objektif, independen, imparsial, dan ter- tusi. 444 Mahkamah Konstitusi harus menyediakan jalan
buka. konstitusi atau mekanisme hukum untuk menyelesaikan
Oleh karena sifat peradilan atas perkara semacam perselisihan mengenai hasil pemilu itu, sehingga per-
ini terkait erat dengan persoalan konstitusionalitas, ma- selisihan itu tidak berkembang menjadi konflik politik
ka UUD 1945 menentukannya sebagai kewenangan Mah- atau apalagi berubah menjadi konflik sosial.445
kamah Konstitusi, bukan kewenangan Mahkamah Pada pokoknya, perkara perselisihan hasil pemilu
Agung. Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi benar- itu merupakan perkara perselisihan antar dua pihak, ya-
benar difungsikan untuk maksud mengawal agar UUD itu pihak peserta pemilu versus pihak penyelenggara pe-
1945 benar-benar dilaksanakan dan ditegakkan sebagai- milu, yaitu Komisi Pemilihan Umum. Peserta pemilu
mana mestinya. Artinya, UUD 1945 itu tidak dibiarkan untuk pemilu calon anggota DPR (Dewan Perwakilan
hanya berada di atas kertas, melainkan sungguh-sungguh Rakyat) dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah)
diterapkan dalam kenyataan praktik. adalah partai politik yang bersangkutan, sedangkan pe-
serta pemilu untuk pemilu calon anggota DPD (Dewan
5. Perselisihan Hasil Pemilu
Hasil pemilihan umum merupakan hasil dari suatu 444
Lihat Soedarsono, Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal Demokrasi:
kompetisi politik antar peserta pemilihan umum. Kua- Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu 2004 oleh Mahkamah Konstitusi,
litas demokrasi sangat tergantung kepada kualitas hasil Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta,
2005.
445
Mengenai tata cara dan proses persidangan dalam perkara perselisihan
443
Lihat Jimly Asshiddiqie, Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi, lihat dalam Pedoman Mahkamah
Politik, dan Mahkamah Konstitusi, cetakan ke-2, Sekretariat Jenderal dan Konstitusi Nomor 04/PMK/2004 tentang Pedoman Beracara dalam Perseli-
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006. sihan Hasil Pemilihan Umum.

339 340
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

Perwakilan Daerah) adalah perorangan yang telah me- atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hu-
menuhi kualifikasi persyaratan. Sementara itu, peserta kum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
pemilu untuk pemilu Presiden adalah pasangan calon penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan
Presiden dan calon Wakil Presiden yang bersangkutan. tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau
Komisi Pemilihan Umum sebagai institusi penyelenggara Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Pre-
pemilihan umum dipandang sebagai satu kesatuan insti- siden dan/atau Wakil Presiden. Pendapat DPR tersebut,
tusi penyelenggara pemilu. Artinya, KPUD di daerah menurut ayat (2) pasal ini, adalah dalam rangka pelaksa-
dianggap hanya sebagai bagian dari KPU tingkat pusat. naan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.
Demikian pula partai politik sebagai peserta pemilu Menurut Pasal 7B ayat (3), pengajuan permintaan
dipandang sebagai satu kesatuan institusi badan hukum. DPR kepada MK hanya dapat dilakukan dengan duku-
Oleh karena itu, Pengurus Wilayah Partai Politik yang ngan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR
bersangkutan tidak dapat tampil tersendiri di luar yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh
kesatuan unit kelembagaannya dengan kepengurusan di sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR. Se-
tingkat pusat. lanjutnya, Pasal 7B ayat (4) menentukan:

6. Pemakzulan Presiden dan/atau “Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan


Wakil Presiden memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat
Kewenangan lain yang dimiliki oleh Mahkamah Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sem-
bilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan
Konstitusi adalah peradilan atas tuntutan pemberhentian
Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi”.
atau pemakzulan Presiden dan/ atau Wakil Presiden.
Menurut ketentuan Pasal 7A UUD 1945 yaitu:
Kemudian, menurut ayat (5)-nya, apabila MK
memutus bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden ter-
“Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan
dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan bukti bersalah dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/
Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai
terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa Presiden dan/atau Wakil Presiden, DPR menyeleng-
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, garakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pem-
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela berhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada
maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat MPR.
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden”.
7. Kebutuhan akan Sarjana Hukum Tata Negara
Dalam hal demikian, maka menurut Pasal 7B ayat Dalam keseluruhan aspek peradilan di kelima bi-
(1) UUD 1945, usul pemberhentian Presiden dan/atau dang perkara tersebut di atas, cukup banyak pihak yang
Wakil Presiden dapat diajukan oleh DPR kepada MPR terlibat dan harus dilibatkan. Memang jumlah hakim
hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan konstitusi hanyalah sembilan orang. Akan tetapi, di
kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, menga- samping para hakim, juga dibutuhkan pula banyak te-
dili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/

341 342
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

naga ahli yang bersifat pendukung. Lagi pula, karena pribadi orang perorang seperti dalam peradilan biasa,
periodesasi masa kerja hakim konstitusi bersifat ter- melainkan kepentingan umum (public interest) dan ke-
batas, yaitu lima tahunan, maka terbuka peluang untuk pentingan ketatanegaraan berdasarkan Undang-Undang
terjadinya pergantian hakim pada setiap lima tahun Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 447 Oleh
sekali.446 Artinya, perlu dipersiapkan calon-calon hakim karena itu, diperlukan pengertian mengenai constitutio-
konstitusi yang mumpuni dari waktu ke waktu sesuai nal lawyers yang tersendiri, di samping para advokat
dengan perkembangan negara dan masalah-masalah ke- pada umumnya. Untuk itu diperlukan program-program
tatanegaraan yang timbul dalam praktik. pendidikan dan sertifikasi advokat konstitusi yang ter-
Dalam penyelesaian perkara konstitusi di Mah- sendiri pula.
kamah Konstitusi, banyak pihak yang terlibat. Misalnya, Di samping itu, para saksi, para ahli, para pejabat
yang dapat terlibat atau dilibatkan adalah (i) advokat, (ii) pemerintah, anggota DPR, anggota DPD, dan lembaga-
para ahli hukum tata negara, (iii) para ahli dari semua lembaga negara lainnya, banyak yang terlibat dalam pro-
bidang keilmuan, baik ilmu hukum maupun ilmu yang ses pemeriksaan sesuatu perkara konstitusi di Mahka-
berkenaan dengan substansi kebijakan yang diatur oleh mah Konstitusi. Masih banyak orang yang belum me-
suatu undang-undang yang bersangkutan, (iv) para saksi ngerti dengan tepat mengenai seluk-beluk berperakara di
fakta, (v) para politisi wakil rakyat atau calon wakil rak- Mahkamah Konstitusi. Oleh sebab itu, diperlukan ba-
yat, (vi) para pejabat pemerintah pusat dan pejabat nyak tenaga ahli di seluruh Indonesia mengenai seluk
pemerintah daerah, (vii) para anggota DPR, (viii) para beluk Mahkamah Konstitusi dan teknik-teknik beracara
anggota DPD, (ix) para pejabat tinggi negara atau ang- di Mahkamah Konstitusi.448
gota lembaga tinggi negara, (x) biro-biro dan divisi-divisi Selain itu, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya
hukum badan-badan hukum publik dan privat, (xi) ka- Mahkamah Konstitusi itu dapat disebut sebagai lembaga
langan perguruan tinggi, khususnya fakultas-fakultas hu- pengawal konstitusi, penafsir konstitusi, pelindung hak
kum dan pusat-pusat kajian konstitusi di seluruh Indo- asasi manusia, dan bahkan sebagai lembaga pengawal
nesia, (xii) kalangan tokoh-tokoh aktivist lembaga swa- serta pengimbang demokrasi. Untuk menjalankan fungsi
daya masyarakat di bidang hukum dan hak asasi manu- formalnya itu secara kelembagaan diperlukan pula duku-
sia, (xiii) dan lain sebagainya. Sebagai contoh, para advo- ngan jaringan ekspertise oleh tokoh-tokoh ilmuwan dan
kat yang bekerja di bidang litigasi seringkali menghadapi aktivist di lapangan. Demokrasi dan proses demokrati-
persoalan dalam beracara di Mahkamah Konstitusi, kare- sasi tidaklah sekaligus jadi. Proses pertumbuhan dan
na sifat acaranya yang sama sekali berbeda dengan pe- kemajuannya perlu dibina secara tahap demi tahap, baik
ngadilan biasa.
Kepentingan yang dipertaruhkan dalam persi- 447
Perkara-perkara di Mahkamah Konstitusi, khususnya dalam perkara
dangan di Mahkamah Konstitusi bukanlah kepentingan pengujian undang-undang, tidaklah bersifat contentious yang berkenaan
dengan pihak-pihak yang saling bertabrakan kepentingan satu sama lain,
akan tetapi menyangkut kepentingan kolektif semua orang dalam kehidupan
446
Sesuai dengan Pasal 22 UU No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah bersama sebagai bangsa.
448
Konstitusi, masa jabatan hakim konstitusi selama 5 (lima) tahun dan dapat Lihat Maruarar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, (Jakarta:
dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Konstitusi Press, 2005).

343 344
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

di tingkat nasional maupun di tingkat lokal. Oleh karena bergerak tanpa dukungan hukum, dan hukum yang di-
itu, Mahkamah Konstitusi juga membangun jaringan perlukan untuk itu adalah hukum tata negara. Demokrasi
kerjasama dengan perguruan tinggi negeri dan swasta di hanya dapat tumbuh apabila didukung oleh para demok-
seluruh tanah air sebagai jaringan amicus curiae atau rat, dan seseorang tidak mungkin menjadi demokrat jika
friends of the court dalam arti luas. tidak memahami dengan tepat beraneka sistem aturan
Mahkamah Konstitusi mengontrol dan mengim- bernegara berdasarkan hukum dan konstitusi yang men-
bangi peranan demokrasi dan mendorong proses demok- jadi bidang keahlian para sarjana hukum tata negara.
ratisasi di tingkat nasional dan lokal di seluruh Indonesia Oleh sebab itu, banyak sekali sarjana hukum tata
melalui peranan constitutional expertises yang diharap- negara yang dibutuhkan oleh suatu bangsa dan negara
kan tumbuh dan berkembang dari kalangan perguruan yang sedang bergerak ke arah demokrasi. Negara kita
tinggi di seluruh tanah air. Misalnya, setiap anggota par- telah memilih jalan demokrasi dan konstitusi untuk terus
lemen pusat dan lokal di seluruh Indonesia pada saatnya berkembang di masa depan. Oleh karena itu, tidak ada
haruslah dapat didampingi oleh legal advisor dari jalan lain bagi para sarjana hukum Indonesia untuk se-
kalangan sarjana hukum tata negara. Seperti sudah di- cara intensif mempersiapkan diri dengan beraneka keah-
ungkapkan pada bagian sebelumnya , jumlah anggota lian di bidang hukum tata negara. Itulah sebabnya, ma-
DPRD kita di seluruh tanah air tercatat lebih dari hasiswa Indonesia yang tercerahkan pikirannya akan
15.000-an orang. Jumlah kabupaten/kota di seluruh In- berusaha mempelajari dan mendalami bidang kajian
donesia ada 440. Hanya 2 (dua) daerah di antaranya hukum tata negara di samping bidang-bidang hukum
yang belum terbentuk DPRD yang tersendiri. Artinya, yang lain atau bidang-bidang kajian ilmu pengetahuan
jumlah DPRD di seluruh Indonesia dewasa ini tercatat lain pada umumnya.
438 buah yang terdiri atas 352 DPRD Kabupaten dan 86 Pendek kata, di semua instansi dan institusi, diper-
DPRD Kota. Sedangkan DPRD Provinsi berjumlah 33 lukan sarjana hukum tata negara yang mahir dan dapat
buah, sehingga seluruh DPRD tercatat 461 buah dengan diandalkan keahliannya dalam upaya penataan kelem-
jumlah anggota berkisar antara 25 orang sampai dengan bagaan negara. Lebih-lebih di masa pancaroba sekarang
45 orang. Semuanya membutuhkan legal advisor di ini, di mana negara kita sedang memerlukan penataan di
bidang hukum tata negara. segala bidang, terutama di bidang kelembagaan berne-
Demikian pula di lingkungan birokrasi pemerin- gara. Sekarang dan di masa datang, sangat banyak sar-
tahan di semua instansi, baik pusat maupun daerah, jana hukum tata negara yang diperlukan oleh negara
terutama yang bekerja di bidang, bagian, biro, atau divisi kita. Demikian pula jika dikaitkan dengan kebutuhan
hukum, juga membutuhkan banyak tenaga ahli bidang untuk memperkuat sektor civil society atau masyarakat
hukum tata negara. Para aktivist lembaga swadaya ma- madani, kebutuhan akan keahlian di bidang ini sangat
syarakat, para pejabat negara di lembaga-lembaga inde- luas, banyak, dan beragam. Para pekerja hak asasi manu-
penden dan lembaga-lembaga negara di luar peme- sia, para aktivis pembaruan hukum, para pejuang de-
rintahan semuanya memerlukan dukungan legal exper- mokrasi, semuanya memerlukan keahlian di bidang
tise di bidang hukum tata negara. Bahkan dapat di- hukum tata negara. Demokrasi tidak dapat tumbuh tan-
katakan bahwa pada pokoknya, demokrasi tidak dapat pa disertai dan dikawal oleh keahlian di bidang hukum,

345 346
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara
Jilid I Jilid I

dan bidang hukum yang dimaksud adalah hukum tata


negara.
Oleh karena itu, melalui buku ini, saya ingin me-
ngajak kalangan generasi muda, khususnya para maha-
siswa hukum untuk tidak ragu-ragu memilih bidang
hukum tata negara. Indonesia di masa kini dan apalagi di
masa depan sangat membutuhkan peranan sarjana hu-
kum tata negara untuk menata kehidupan kenegaraan
kita menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Tentu saja,
untuk jangka pendek sekarang, karena kebutuhannya
sangat luas, banyak, dan sangat mendesak, sementara
jumlah sarjana hukum tata negara yang ada terbilang
sangat sedikit jumlah, persaingan yang ada belumlah
ketat benar. Namun, di masa depan, bidang hukum tata
negara ini cenderung berkembang semakin populer dan
banyak diminati. Oleh sebab itu, yang diperlukan oleh
negara kita di masa depan, di samping jumlahnya yang
banyak juga mutunya yang harus tinggi. Untuk itu, hen-
daklah para mahasiswa berlomba-lomba menjadi sarjana
hukum tata negara yang keahliannya dapat diandalkan
dalam arena persaingan yang makin ketat di masa depan.

347 348

Anda mungkin juga menyukai