Anda di halaman 1dari 5

TUGAS 3 INTERPRETASI DAN PENALARAN

HUKUM

Disusun oleh:
MEIDIANA SUGIANTO
043637615

FAKULTAS ILMU HUKUM, ILMU SOSIAL DAN POLITIK


PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UPBJJ JAKARTA
2023
1. sebutkan dan jelaskan tahapan-tahapan yang harus diperhatikan seorang hakim
dalam memutuskan suatu perkara dengan menggunakan penafsiran literal?

Jawab:

Dalam memutus suatu perkara, seorang hakim harus menggunakan penafsiran


literal untuk menafsirkan makna ketentuan dalam peraturan secara tekstual
perundang-undangan. Penafsiran literal sendiri ialah penafsiran yang
menekankan pada arti atau makna kata-kata yang tertulis. Penafsiran literal juga
disebut penafsiran harfiah atau gramatikal.

Adapun tahapan-tahapan yang harus diperhatikan seorang hakim dalam


memutuskan suatu perkara dengan menggunakan penafsiran literal, diantaranya
ialah:

 Aturan primer dalam penafsiran

Hakim wajib memutuskan perkara sesuai dengan undang-undang apabila


makna dalam suatu kata telah berhasil diketahui oleh hakim.

 Jika peraturan tidak dimengerti dengan jelas

Hakim dapat memutuskan perkara dengan menggunakan penafsiran


literal apabila terdapat penyimpangan dari arti harfiah.

 Pengadilan atau hakim beralih ke alat bantu sekunder interpretasi


Hakim

Apabila hakim Menemukan maksud dari legislatif, seperti judul undang-


undang, judul bab dan sub bab, dan lain-lain.

 Pengadilan juga memiliki alat bantu tersier

Hakim Menemukan maksud dari legislatif, seperti judul undang-undang,


judul bab dan sub bab, dan lain-lain.

2. sebutkan dan jelaskan jenis-jenis interpretasi purposive?

Jawab:

Menurut Albert H.Y. Chen, terdapat 6 jenis interpretasi purposive diantaranya


adalah:

a) Penafsiran tekstual (textualism or literalism)


Merupakan bentuk atau metode penafsiran konstitusi yang dilakukan
dengan cara memberikan makna terhadap arti dari kata-kata di dalam
dokumen atau teks yang dibuat oleh Lembaga (meaning of the words in
the legislative text)

b) Penafsiran historis/orisinal
Merupakan bentuk atau metode penafsiran konstitusi yang didasrkan
pada Sejarah konstitusi atau undang-undang itu dibahas,dibentuk,
diadopsi atau diratifikasi oleh pembentuknya atau ditandatangani institusi
yang berwenang.

c) Penafsiran doctrinal
Merupakan metode penafsiran yang dilakukan dengan cara memahami
aturan undang-undang melalui system presden atau melalui praktik
keadilan.
d) Penafsiran prudensial
Merupakan metode penafsiran yang dilakukan dengan cara mencari
keseimbangan antara biaya-biaya yang harus dikeluarkan dan
keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari penerapan suatu aturan atau
undang-undang tertentu.

e) Penafsiran structural
Merupakan metode penafsiran yang dilakukan dengan cara mengaitkan
aturan dalam undang-undang dengan konstitusi atau undang-undang
dasar yang mengatur tentang struktur -struktur ketatanegaraan.

f) Penafsiran etikal
Merupakan metode penafsiran yang dilakukan dengan cara menurunkan
prinsip-prinsip moral dan etik sebagaimana terdapat dalam konstitusi atau
undang-undang dasar.

3. sebutkan dan jelaskan mengapa dalam penggunaan teori legislatif tidak selalu
senantiasa berdasarkan cara berpikir secara legalisme?

Jawab:

Teori legislative tidak selalu senatiasa berdasarkan cara berpikir secara


legalisme dikarenakan sandaran teori legislasi yang hanya pada aturan, justru
akan memisahkan teks dan konteks, menenggelamkan kata-kata dalam ruang
kosong. Sehingga substantially unmeaningful, atau dengan lain, kehilangan
signifikansi sosialnya (social significance). Selain itu, penganut pemikir legalisme
membenarkan pandangan bahwa hukum dihasilkan secara baik melalui
perenungan ide dan etik oleh para legislator.

4. sebutkan dan jelaskan tiga hal yang harus diperhatikan oleh seorang hakim
ketika melakukan penafsiran terhadap undang-undang?

Jawab:

Ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh seorang hakim ketika melakukan
penafsiran terhadap undang-undang diantaranya ialah:

 mengutamakan teks undang-undang


Hakim harus mengutamakan teks undang-undang itu sendiri dalam
melakukan penafsiran.

 Menghindari penafsiran yang tidak masuk akal


Hakim dapat menyimpang dari arti harfiah untuk menghindari hasil
penafsiran yang absurd.

 Menggunakan alat bantu interpetasi


Hakim dapat menggunakan alat bantu interpretasi seperti menemukan
maksud dari legislatif, memperhatikan judul undang-undang, judul bab,
dan bagian-bagiannya, serta melihat sejarah dan tujuan peraturan
(teleologis) jika teks undang-undang tidak cukup jelas.

5. sebutkan dan jelaskan pertimbangan seorang hakim dalam memutuskan suatu


perkara dengan menerapkan obiter dicta dalam suatu kasus apabila dalam
persidangan tidak ditemukannya pokok permasalahan?

Jawab:

Obiter dicta merupakan pendapat atau komentar hakim yang tidak merupakan
dari pokok perkara, namun dapat menjadi panduan atau referensi di masa
depan. Selain itu terdapat pertimbangan yang harus diperhatikan oleh hakim
yaitu:
 Kepastian hukum
Hakim harus memastikan bahwa obiter dicta yang disampaikan tetap
sesuai dengan hukum yang berlaku dan tidak menimbulkan kerancuan
dalam penerapan hukum di masa mendatang.

 Keadilan
obiter dicta harus memperhatikan aspek keadilan bagi semua pihak yang
terlibat.

 Kewaspadaan
Hakim perlu berhati-hati dalam menyampaikan obiter dicta, mengingat
sifatnya yang bukan bagian dari inti perkara. Hal ini untuk menghindari
penafsiran yang keliru di kemudian hari.
Referensi
Daryono, Triyanto, & Gumbira, S. W. (2022). HKUM4401 3 SKS/ MODUL 1-9 INTERPRETASI DAN
PENALARAN HUKUM. Tanggerang Selatan: Universitas Terbuka.

Khalid, A. (2014). PENAFSIRAN HUKUM OLEH HAKIM DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. Neliti.

Sucipto, P. (2015, Mei 15). Bagaimana Menafsir Peraturan? Retrieved from Sekertariat Kabinet:
https://setkab.go.id/bagaimana-menafsir-peraturan/

Referensi Perundang-undangan
PUTUSAN MK Nomor 90/PUU-XVIII/2020

Anda mungkin juga menyukai