Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH HUKUM KONSTITUSI

“PENAFSIRAN KONSTITUSI”
Dosen Pengampuh : Dr. H. Jumadi, SH., MH

DI SUSUN OLEH :

NAMA : NUR ANNISA

NIM : 10400121062

KELAS : ILMU HUKUM - B

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
KATA PENGANTA

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmatnya
sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas individu
untuk mata kuliah hukum konstitusi, dengan judul “Penafsiran Konstitusi”.
Saya berterima kasih kepada Bapak Dr. Jumadi S.H., M.H dosen pembimbing
dan kepada semua pihak yang sudah membantu dalam penulisan makalah ini
dari awal hingga selesai.
Saya berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan serta wawasan
saya,tentang penafsiran konstitusi dan saya mohon maaf apabila terdapat
kesalahan dalam penulisan makalah, maka dari itu saya mengharapkan saran
serta kritik kepada pembaca untuk bahan pertimbangan perbaikan makalah.

Gowa, 23 November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... 2


DAFTAR ISI ................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ...................................................................................... 4
B. Rumusan masalah ................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Penafsiran Konstitusi .......................................................... 5
B. Macam-macam Penafsiran Hukum dan Konstitusi .............................. 7
C. Fungsi Penafsiran Konstitusi
D. Contoh Penafsiran Konstitusi ............................................................... 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 10
B. Saran ..................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penafsiran konstitusi yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi melalui
putusan-putusan yang ditetapkan,pada dasarnya adalah bentuk-bentuk
penafsiran hakim dan berisi tafsir yang mengikat atas berbagai ketentuan
konstitusi yang berkait dengan perkara yang diajukan kepadanya.Jelaslah bahwa
pentingnya penafsiran konstitusi ini dalam hubungan dengan kewenangan
pengujian konstitusional karena pada dasarnya pengadilan melakukan kegiatan
pengujian konstitusional itu(norma hukum Undang- Undang), juga
melaksanakan tugasnya menafsirkan konstitusi. Pada akhirnya,
hasil penafsiran inilah yang akan menentukan pendapat pengadilan tentang
konstitusional-tidaknya norma hukum Undang-Undang.
Dengan kewenangan menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar
menjadikan Mahkamah Konstitusi memiliki tugas untuk mengawal konstitusi
agar dilaksanakan dan dihormati baik oleh penyelenggara negara maupun warga
negara. Mahkamah Konstitusi yang diberi tanggungjawab mengemban sebagai
pengawal konstitusi mempunyai fungsi menafsirkan konstitusi (the sole
interpreter of the constitution), pengawal demokrasi (the guardian of the
democracy), melindungi hak-hak konstitusional warga Negara (the protector of
the cityzen’s constitutional rights), serta sebagai pelindung hak asasi manusia
(the protector of human rights).

A. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud Penafsiran Konstitusi ?
2. Apa saja macam-macam penafsiran hukum dan konstitusi ?
3. Apa fungsi Penafsiran Konstitusi ?
4. Bagaimana contoh Penafsiran Konstitusi ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PENAFSIRAN KONSTITUSI


Mengenai istilah konstitusi dalam arti pembentukan,berasal dari Bahasa
perancis yaitu constituer,yang berarti membentuk.yang dimaksud dengan
membentuk disini adalah membentuk suatu negara.Pengertian konstitusi bisa
dimaknai secara sempit hanya mengandung norma-norma hukum yang
membatasi kekuasaan yang ada dalam negara.Sedandkan Konstitusi dalam arti
luas adalah keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar,baik
yang tertulis ataupun tidak tertulis maupun campuran keduanya tidak hanya
sebagai aspek hukum melainkan juga “non-hukum”.
Menurut Keith E. Whittington, penafsiran konstitusi merupakan salah satu cara
mengkolaborasi pengertian-pengertian yang terkandung dalam konstitusi.
Sedangkan Menurut Sir Anthony Mason, bukan sekadar mencocok-cocokkan
suatu peristiwa, hal, atau keadaan tertentu dengan pasal-pasal atau ketentuan
dalam konstitusi melainkan pencarian jawaban atas pertanyaanbagaimana kita
memandang konstitusi itu dan tujuan-tujuan yang hendak diwujudkan.
Penafsiran konstitusi adalah salah satu cara yang digunakan untuk dapat
memberikan penjelasan tentang cara menafsirkan konstitusi. Pentingnya
penafsiran konstitusi ini berkaitan dengan mengelaborasi pengertian-pengertian
yang ada dalam konstitusi. Pemberian pengertian ini tidak hanya menyamakan
pasal-pasal dalam konstitusi dengan keadaan atau peristiwa tertentu. Namun,
penafsiran konstitusi lebih digunakan untuk memandang konstitusi guna
mencapai tujuan-tujuan negara.
Artinya, penafsiran konstitusi merupakan mekanisme untuk mengetahui atau
memastikan apakah konstitusi telah benar-benar dilaksanakan dalam praktik
sesuai dengan pengertian- pengertian yang terkandung di dalamnya serta tujuan-
tujuan yang hendak diwujudkan oleh konstitusi itu.

B. MACAM – MACAM PENAFSIRAN HUKUM DAN KONSTITUSI


Macam-macam penafsiran yang akan diuraikan berikut ini, bukanlah
merupakan suatu metode yang diperintahkan kepada hakim agar digunakan
dalam penemuan hukum, akan tetapi merupakan penjabaran dari putusan-
putusan hakim. Dari alasan-alasan atau pertimbangan-pertimbangan yang sering
digunakan oleh hakim dalam menemukan hukumnya, dapat diidentifikasikan
beberapa metode interpretasi.
Satjipto Rahardjo mengutip pendapat Fitzgerald mengemukakan, secara garis
besar interpretasi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
(1) interpretasi harfiah; dan
(2) interpretasi fungsional.
Interpretasi harfiah merupakan interpretasi yang semata-mata menggunakan
kalimat-
kalimat dari peraturan sebagai pegangannya. Dengan kata lain, interpretasi
harfiah merupakan interpretasi yang tidak keluar dari litera legis. Interpretasi
fungsional disebut juga dengan interpretasi bebas. Disebut bebas karena
penafsiran ini tidak mengikatkan diri sepenuhnya kepada kalimat dan kata-kata
peraturan (litera legis). Dengan demikian, penafsiran ini mencoba untuk
memahami maksud sebenarnya dari suatu peraturan dengan menggunakan
berbagai sumber lain yang dianggap bisa memberikan kejelasan yang lebih
memuaskan.104
Di samping beberapa metode penafsiran sebagaimana tersebut di atas,
berdasarkan dari hasil penemuan hukum (rechtsvinding), metode interpretasi
dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
(1) metode penafsiran restriktif; dan
(2) metode penfasiran ekstensif.
Interpretasi restriktif adalah penjelasan atau penafsiran yang bersifat membatasi.
Untuk menjelaskan suatu ketentuan Undang-Undang, ruang lingkup ketentuan
itu dibatasi. Prinsip yang digunakan dalam metode penafsiran ini adalah prinsip
lex certa, bahwa suatu materi dalam peraturan perundang-undangan tidak dapat
diperluas atau ditafsirkan lain selain yang tertulis dalam peraturan perundang-
undangan (lex stricta), atau dengan kata lain suatu ketentuan perundang-
undangan tidak dapat diberikan perluasan selain ditentukan secara tegas dan
jelas menurut peraturan perundang-undangan itu sendiri. Sedangkan interpretasi
ekstensif adalah penjelasan yang bersifat melampaui batas-batas yang
ditetapkan oleh interpretasi gramatikal.105
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo mengidentifikasikan beberapa metode
interpretasi yang lazimnya digunakan oleh hakim (pengadilan) sebagai berikut:
(1) interpretasi gramatikal atau penafsiran menurut bahasa; (2) interpretasi
teleologis atau sosiologis;
(3) interpretasi sistematis atau logis;
(4) interpretasi historis;
(5) interpretasi komparatif atau perbandingan;
(6) interpretasi futuristis.106
Menurut Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, interpretasi otentik tidak termasuk
dalam
ajaran tentang interpretasi. Interpretasi otentik adalah penjelasan yang diberikan
Undang- Undang dan terdapat dalam teks Undang-Undang dan bukan dalam
Tambahan Lembaran Negara.107 Berikut ini penjelasan beberapa metode
interpretasi yang lazim digunakan oleh hakim (pengadilan) sebagaimana
dikemukakan Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo.

C. FUNGSI PENAFSIRAN KONSTITUSI


Fungsi konstitusi dalam arti Undang-undang Dasar adalah sebagai syarat
berdirinya negara bagi negara yang belum terbentuk,atau sebagai pendirian akte
pendirian negara bagi negara yang sudah terbentuk sebelum Undanf-undang
Dasarnya ditetapkan.Terlepas dari waktu ditetapkannya,sebelum atau sesudah
suatu negara terbentuk,yang jelas fungsi konstitusi itu adalah sebagai dokumen
formal nasional, dasar organisasi negara, dasar pembagian kekuasaan negara,
dasar pembatasan dan pengndalian kekuaasaan pemerintah ,penjamin kepastian
hukum dalam praktek penyelenggara negara, pengaturan Lembaga-lembaga,
dan pengaturan pemerintah.
Penafsiran konstitusi tidak lepas dari pandangan bahwa konstitusi yang hidup
merupakan konstitusi yang berkembang dan beradaptasi dengan keadaan.
Konstitusi yang berkembang dan beradaptasi ini berarti, konstitusi tetap dapat
menyesuaikan dengan perkembangan zaman tanpa harus melakukan perubahan
formal. Menurut K.C. Wheare, terdapat beberapa cara untuk mengubah
konstitusi. Pertama dilakukan melalui suatu kekuatan mendasar (some primary
forces), kebiasaan dan konvensi ketatanegaraan, serta penafsiran yudisial.
Artinya, dengan cara penafsiran ini makna konstitusi dapat berubah mengikuti
perkembangan zaman.

Makna lain dari cara mengubah konstitusi adalah menyempurnakan konstitusi.


Secara umum penafsiran UUD dipengaruhi oleh perbedaan latar belakang sosial
dan pandangan politik dari penafsir, sehingga memungkinkan terjadi perbedaan
atau divergensi penafsiran yang luas. Konstitusi yang umumnya statis dan sukar
untuk diubah yang menyebabkan adanya urgensi untuk dapat dilakukan
perubahan konstitusi yang dilakukan dengan penafsiran yang mana cara
perubahan selain konvensi ketatanegaraan dan perubahan formal.

Penafsiran yang dilakukan terhadap konstitusi tidak serta merta dapat dilakukan
oleh setiap lembaga negara. Hanya lembaga negara yang memiliki kewenangan
peradilan dan diberikan oleh konstitusi untuk dapat melakukan penafsiran. Hal
ini sejalan dengan doktrin judicial supremacy yang menyatakan bahwa hanya
peradilan yang dapat melakukan penafsiran konstitusi atau sebagai pemegang
kewenangan perihal penafsiran konstitusi. Kewenangan yang diberikan kepada
lembaga peradilan yang merdeka ini yang dapat menjadikan penafsiran
konstitusi terhindar dari pandangan politik yang tidak relevan atau tekanan
publik.

D. CONTOH PENAFSIRAN KONSTITUSI


Banyak putusan MK terkhusus PUU yang menggunakan interpretasi konstitusi.
Seperti Putusan MK No. 005/PUU-IV/2006 memuat pertimbangan hakim
berupa (hal. 173-174):
Bahwa apabila ditinjau secara sistematis dan dari penafsiran berdasarkan
original intent perumusan ketentuan UUD 1945, ketentuan mengenai KY dalam
Pasal 24B UUD 1945 memang tidak berkaitan dengan ketentuan mengenai MK
yang diatur dalam Pasal 24C UUD 1945. Dari sistematika penempatan
ketentuan mengenai Komisi Yudisial sesudah pasal yang mengatur tentang
Mahkamah Agung yaitu Pasal 24A dan sebelum pasal yang mengatur
Mahkamah Konstitusi yaitu Pasal 24C, sudah dapat dipahami bahwa ketentuan
mengenai Komisi Yudisial pada Pasal 24B UUD 1945 itu tidak dimaksudkan
untuk mencakup pula objek perilaku hakim konstitusi …
Contoh lainnya adalah Putusan MK No. 96/PUU-XVIII/2020 yang pada
pertimbangannya, hakim berpendapat bahwa (hal. 127):
Dalam perkara a quo penafsiran atas ketentuan peralihan berupa Pasal 87 huruf
b UU 7/2020 tidak dapat dilepaskan dari konteks pilihan kebijakan pembentuk
Undang-Undang terkait usia jabatan. Dalam kaitan ini, Mahkamah dapat
memahami bahwa keberadaan Pasal 87 huruf b UU 7 /2020 adalah sebagai
norma “jembatan/penghubung” dalam rangka memberlakukan ketentuan Pasal
15 UU 7/2020 yang mengubah Pasal 15 UU 8/2011. Dapat juga dikatakan
bahwa dari sisi penafsiran sistematis, Pasal 87 huruf b UU 7/2020 merupakan
“jembatan” yang mentranformasikan konsep lama menjadi konsep baru …
Kedua putusan MK tersebut di atas menggunakan penafsiran yang sama,
penafsiran berdasarkan sistematis. Sedangkan contoh putusan MK yang pertama
juga menggunakan penafsiran harfiah (original intents). Penafsiran sistematis
merupakan penafsiran satu pasal yang dihubungkan dengan pasal lainnya.
Penafsiran tersebut digunakan MK untuk dapat menilai konstitusionalitas suatu
pasal di UU terhadap pasal dalam UUD 1945.

Jadi, penafsiran konstitusi adalah cara untuk memberikan pengertian terhadap


makna dalam konstitusi. Penafsiran ini bukan hanya mencocokkan pasal dengan
pasal atau keadaan tertentu melainkan memandang konstitusi sebagai sebuah
tujuan yang hendak diwujudkan. Penafsiran konstitusi ini tidak terlepas dari
penafsiran hukum. Penafsiran konstitusi sering digunakan oleh MK untuk
menguji UU terhadap UUD 1945 atau PUU.

Beberapa contoh putusan yang menggunakan penafsirkan konstitusi adalah


Putusan MK No. 005/PUU-IV/2006 dan Putusan MK No. 96/PUU-XVIII/2020.
Penafsiran yang digunakan MK untuk memutuskan PUU tersebut adalah
penafsiran sistematis yang melihat hubungan antar pasal dan penafsiran harfiah.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa dalam penafsiran konstitusi merupakan
mekanisme untuk mengetahui atau memastikan apakah konstitusi telah benar-
benar dilaksanakan dalam praktik sesuai dengan pengertian- pengertian yang
terkandung di dalamnya serta tujuan-tujuan yang hendak diwujudkan oleh
konstitusi itu. Dan penafsiran konstitusi adalah cara untuk memberikan
pengertian terhadap makna dalam konstitusi. Penafsiran ini bukan hanya
mencocokkan pasal dengan pasal atau keadaan tertentu melainkan memandang
konstitusi sebagai sebuah tujuan yang hendak diwujudkan. Penafsiran konstitusi
ini tidak terlepas dari penafsiran hukum. Penafsiran konstitusi sering digunakan
oleh MK untuk menguji UU terhadap UUD 1945 atau PUU. Dan Adapun
macam-macam penafsiran hukum dan konstitusi dari beberapa metode yaitu:
Satjipto Rahardjo mengutip pendapat Fitzgerald mengemukakan, secara garis
besar interpretasi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
(1) interpretasi harfiah; dan
(2) interpretasi fungsional.
Di samping beberapa metode penafsiran sebagaimana tersebut di atas,
berdasarkan dari hasil penemuan hukum (rechtsvinding), metode interpretasi
dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu:
(1) metode penafsiran restriktif; dan
(2) metode penfasiran ekstensif.
Fungsi konstitusi dalam arti Undang-undang Dasar adalah sebagai syarat
berdirinya negara bagi negara yang belum terbentuk,atau sebagai pendirian akte
pendirian negara bagi negara yang sudah terbentuk sebelum Undanf-undang
Dasarnya ditetapkan.Terlepas dari waktu ditetapkannya,sebelum atau sesudah
suatu negara terbentuk,yang jelas fungsi konstitusi itu adalah sebagai dokumen
formal nasional, dasar organisasi negara, dasar pembagian kekuasaan negara,
dasar pembatasan dan pengndalian kekuaasaan pemerintah ,penjamin kepastian
hukum dalam praktek penyelenggara negara, pengaturan Lembaga-lembaga,
dan pengaturan pemerintah.

B. Saran
Berdasarkan aturan yang mengatur bahwa hakim dan hakim konstitusi waib
menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat, sebaiknya menjadi pedoman bagi setiap hakim dalam
memutus suatu perkara. Sehingga keadilan itu benar-benar menyentuh
masyarakat secara keseluruhan,dan terciptanya keadilan yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA

Craig R Ducat. Constitution Interpretation. California: Word Classic, 2004;


Jimly Assiddiqie. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: RajawaliPres,
2009;
Nuno, Garoupa “ Constitutional Review “ Vol. 2, Tahun 2019 Hal. 134-155
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006), hal.
94-95.
https://www.hukumonline.com/klinik/a/penafsiran-konstitusi-lt63036436952ae

https://www.academia.edu/40103264/Penafsiran_Konstitusi_Sebagai_Penemuan_Hukum_Dalam_P
erspekif_Hakim_Di_Indonesia

Anda mungkin juga menyukai