Anda di halaman 1dari 6

INTERPRETASI DAN PENALARAN

HUKUM DENGAN ALAT BANTU


INISIASI 7
INTERPRETASI DAN PENALARAN HUKUM
MENGGUNAKAN LEGISLASI LAINNYA DAN
KAMUS HUKUM
Legislasi adalah suatu praktik dimana undang-undang atau
peraturan dibuat (atau diubah atau dibatalkan) secara
seksama dengan proses formal yang didedikasikan secara
eksplisit untuk keperluan itu.
Ada dua argumentasi bahwa teori legislasi tidak senantiasa
mendasarkan pada cara berpikir legalisme:
1. Sandaran teori legislasi hanya pada aturan justru akan
memisahkan teks dengan konteks, menenggelamkan
kata‐kata dalam ruang kosong, sehingga substancially
unmeaningful.
2. Penganut pemikir legalisme membenarkan pandangan bahwa hukum
dihasilkan secara baik melalui perenungan ide dan etik oleh para legislator.
Padahal hukum yang demikian hanyalah language game (permainan
bahasa/kata‐kata) para aktor pemegang kekuasaan di badan legislatif (legislator),
sehingga mengundang kritik luas dari publik akibat kecongkakan sosial yang
ditampilkan dalam praktek politik.

Praktik kekuasaan legislasi, baik di DPR maupun Pemerintah, sebelum suatu


Rancangan Undang-Undang (RUU) diusulkan, terlebih dahulu akan selalu melalui
tahap harmonisasi dan sinkronisasi baik secara vertikal (UUD 1945) maupun
horisontal (UU lainnya) agar tidak saling bertentangan. DPR sebagai pemegang
kekuasaan legislasi, badan yang melaksanakan hormonisasi dan sinkronisasi
tersebut dilakukan oleh Badan Legislasi (Baleg).
Jika suatu peraturan yang dilahirkan ketika diberlakukan ternyata dinilai
bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, masyarakat tetap diberikan hak
untuk mengajukan judicial review (uji materi) kepada Pengadilan. Di Indonesia
kewenangan uji materi dilakuan oleh 2 (dua) lembaga pemegang kekuasaan
kehakiman. Untuk uji materi suatu peraturan terhadap undang-undang
kewenangannya diserahkan kepada Mahkamah Agung, sementara uji materi suatu
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar kewenangannya diserahkan kepada
Mahkamah Konstitusi.
KAMUS HUKUM
Kamus hukum ditujukan sebagai alat utama dalam melakukan penafsiran hukum
dan pengkualifikasian hukum yang dibutuhkan dalam pekerjaan mereka, yang
secara khusus disewa oleh suplier, akuntan, pegawai sipil, pengusaha dan
sebagainya. Ketika hakim dalam merumuskan suatu putusan atas perkara yang
diadili menemui hambatan dalam proses pemaknaannya, maka hakim bisa
menggunakan kamus hukum untuk membantu menafsirkan kata agar tercapai
makna kata yang sebenarnya.
PENALARAN HUKUM BERDASARKAN
KONTEKS PERATURAN
Dalam melakukan penafsiran hukum berdasarkan konteks
peraturan, si penafsir dalam hal ini hakim tak boleh
menafsirkan parsial masing-masing norma melainkan harus
keseluruhan norma dalam peraturan tersebut. Hal tersebut
dikarenakan masing-masing norma hukum memiliki
keterkaitan satu sama lain. Dengan kata lain menurut
penafsiran kontekstual undang-undang tidak boleh dianggap
sebagai abstrak tunggal tetapi sebagai bagian integral dari
keseluruhan organic.
Dlam melakukan penafsiran undang-undangan, ada tiga hal yang harus
diperhatikan yaitu :
1. subjek-materi dengan yang berhubungan,
2. alasan atau tujuan di balik dibuatnya peraturan tersebut, baik yang tertuang
dalam teks maupun kejahatan terhadap yang diarahkan (termasuk di sini bantu
ekstrinsik dan hukum umum),
3. arti dari beberapa bagian lain yang terkait dari undang-undang yang sama
atau dari undang-undang in pari materia.

Pemaknaan kontekstual diterima atau digunakan ketika ada dua makna yang
logis dan tidak logis serta tidak pemaknaan secara ekstrinsik dan intrinsic yang
bertujuan untuk menyelesaikan kasus-kasus tertentu sehingga kepastian hukum
dapat tercapai.

Anda mungkin juga menyukai