Anda di halaman 1dari 6

Revolusi Industri

Era Revolusi Industri 1.0

a. Perkembangan Revolusi Industri 1.0


Revolusi Industri 1.0 adalah era yang terjadi pada abad ke-18 (1760–1840). Pada
kisaran tahun tersebut, penemuan mesin uap oleh James Watt merupakan awal
terjadinya era ini di tanah Inggris sehingga membawa perubahan besar di berbagai
sektor.
Mesin uap yang berbahan bakar batu bara ini ditenagai oleh mesin dan
kebanyakan diperuntukkan untuk produksi tekstil di Inggris. Seiring berjalannya
waktu, mesin uap berkembang pula di berbagai industri lain. Mulai dari pertanian,
pertambangan, transportasi, sampai ke manufaktur pun mulai menggantikan tenaga
manual. Pada era ini jugalah pertama kali kegiatan produksi dalam jumlah besar
terjadi demi memenuhi kebutuhan yang semakin bertambah jumlahnya.
Revolusi industri 1.0 ini terjadi di negara Inggris karena disebabkan oleh
beberapa hal:
1. Situasi politik dan ekonomi yang stabil di negara
2. Inggris Inggris kaya akan sumber daya alam
3. Penemuan-penemuan baru di bidang teknologi
4. Dukungan pemerintah terhadap penemuan di bidang teknologi (Hak Paten)
5. Arus urbanisasi dan perdagangan yang baik Munculnya paham ekonomi liberal
6. Terjadinya revolusi agrarian
b. Dampak Revolusi Industri 1.0
Perubahan besar tersebut ditandai dengan cara manusia dalam mengelola sumber
daya serta memproduksi produk khususnya di beberapa bidang seperti, pertanian,
manufaktur, transformasi, pertambangan dan teknologi di seluruh dunia. Dengan
adanya revolusi industri 1.0 tersebut akan menjadikan proses produksi yang ada
menjadi lebih cepat, efisien, dan mudah.
Contoh penemuan di era revolusi industri 1.0 di antaranya:
- Mesin Uap
- Kereta Uap
- Sistem Produksi Skala Besar

Era Industri 2.0

a. Perkembangan Revolusi Industri 2.0


Setelah era 1.0 berakhir, revolusi industri pun masuk ke tahap selanjutnya yang
dinamakan dengan era Revolusi Industri 2.0. Revolusi Industri 2.0 adalah era
revolusi yang terjadi sekitar awal abad ke-19 (1870-an) dan berfokus kepada
efisiensi mesin di setiap lini (Assembly Line) dalam proses produksi karena
ditemukannya tenaga listrik.
Pada era ini, muncul produksi mobil secara besar-besaran yang mengharuskan
kendaraan dirakit dari awal hingga akhir yang menyebabkan proses tersebut tentu
tidak cepat dan tidak mudah. Dengan adanya perubahan mekanisme pada proses
produksi di tahun 1913, menyebabkan proses produksi yang ada berubah total secara
keseluruhan.  Proses produksi mobil tidak lagi memerlukan banyak tenaga untuk
merakit dari awal hingga akhir. Diselesaikan dengan konsep Lini Produksi
(Assembly Line) dengan memanfaatkan Conveyor Belt. Akibatnya, proses perakitan
mobil bisa dilakukan lebih efisien oleh orang lain di tempat yang berbeda. Prinsip
ini lalu berkembang menjadi spesialisasi, dimana 1 orang hanya menangani 1 proses
perakitan.
b. Dampak Revolusi Industri 2.0
Dampak Revolusi Industri 2.0 lain yang paling terlihat adalah di saat Perang
Dunia II, dimana kala itu produksi kendaraan perang seperti tank, pesawat, dan
senjata tempur lainnya diproduksi secara besar-besaran.
Contoh penemuan di era revolusi industri 2.0 di antaranya:
- Penemuan Arus Listrik AC & DC
- Alat Telekomunikasi
- Proses Produksi Massal

Era Revolusi Industri 3.0

a. Perkembangan Revolusi Industri 3.0


Revolusi Industri 3.0 adalah era yang terjadi sekitar awal abad ke-20 (1970-an) dan
dipicu oleh perkembangan mesin-mesin pintar (Komputer & Software) berbasis teknologi
otomatisasi yang perlahan menggantikan peran-peran manusia di lapangan. Pada era
inilah dimulainya digitalisasi khususnya di dunia industri.
Penggunaan komputer mulai menggantikan hal-hal yang dulunya dilakukan oleh
manusia. Seperti mengirim dokumen, menghitung formula yang rumit, sampai membuat
pencatatan keuangan.  Dikarenakan keberadaan dari Revolusi Industri 3.0 didasarkan pada
penemuan mesin-mesin pintar, maka dapat dibilang ini merupakan revolusi yang sangat
penting mengingat manufaktur menuntut ketepatan & ketelitian yang sangat tinggi,
dimana dua hal tersebut sangatlah sulit dilakukan oleh manusia.  Penggunaan teknologi
pun menjadi sebuah solusi yang tepat, sehingga produksi dalam jumlah yang besar dapat
dilakukan secara otomatis, cepat, dan juga berkualitas.
b. Dampak Revolusi Industri 3.0
Dengan adanya revolusi industri 3.0, terjadinya perubahan pada pola relasi serta
komunikasi yang terjadi pada masyarakat kontemporer.  Berbagai bisnis yang ada pun
harus beradaptasi dan merubah cara kerjanya agar dapat menyesuaikan dengan keadaan
yang ada dan tidak hilang tertelan karena adanya kemajuan pada zaman ini.
Selain itu, kemajuan teknologi komputer yang terjadi saat itu yang berkembang
dengan sangat pesat setelah Perang Dunia II selesai.  Berbagai penemuan seperti semi
konduktor, transistor, hingga kemunculan IC (Integrated Chip) yang membuat sebuah
komputer dapat berukuran lebih kecil, menggunakan daya listrik yang sedikit pula, dan
kemampuan menghitung dan menerima perintah yang semakin canggih.
Contoh penemuan di era revolusi industri 3.0 di antaranya:
- Teknologi Komputer
- Teknologi Internet
- Perangkat Elektronik
- Perangkat Lunak (Software)

Era Revolusi Industri 4.0

a. Perkembangan Revolusi Industri 4.0


Revolusi Industri 4.0 adalah era yang saat ini kita jalani di mana pengembangan
teknologi lebih lanjut seperti internet berkecepatan tinggi, komputerisasi, microchip, IoT,
kecerdasan buatan (AI), machine learning, deep learning, cloud analytics, bahkan
kendaraan otonom yang merevolusi setiap proses mulai dari produksi hingga distribusi dan
berfokus kepada keberlanjutan (Sustainability).
Teknologi ini menciptakan konektivitas antara Manusia-Data-Mesin. Teknologi baru
yang belum pernah ada sebelumnya pun bermunculan di era ini seperti ojek online, tarik
tunai lewat ponsel, sampai warung digital. Dalam skala industri, Revolusi Industri 4.0
meningkatkan kemampuan software dan internet untuk meningkatkan efisiensi
perusahaan.  Salah satu contohnya adalah pengumpulan data historis mesin oleh software
yang digunakan untuk menjadwalkan maintenance bulanan secara otomatis.  Data-data
tersebut nantinya akan diproses oleh algoritma, sehingga menghasilkan keputusan logis
layaknya manusia.
b. Dampak Revolusi Industri 4.0
Sejak diperkenalkannya teknologi ini, perusahaan dapat mengotomatiskan seluruh
proses produksi tanpa bantuan manusia. Contoh yang diketahui dari hal ini adalah robot,
yang melakukan urutan terprogram tanpa campur tangan manusia.
Contoh penemuan di era revolusi industri 4.0 di antaranya:
- Big Data
- Internet of Things (IoT) dan Industrial Internet of Things (IIoT)
- Cloud Computing
- Artificial Intelligence (AI)
- Smart Manufacturing
- Augmented Reality (AR)
- Virtual Reality (VR)
- Cyber Security

Revolusi Pendidikan

a. Pendidikan 1.0
Pendidikan 1.0 merupakan istilah untuk menggambarkan paradigma pendidikan lama
yang menggunakan metode teacher center dan menjadikan peserta didik hanya sebagai
penerima materi yang pasif. Makrides (2019) menjelaskan bawah beberapa ciri pendidikan
1.0 adalah bahwa “1) the student is the passive recipient, 2) the teacher gives knowledge
as the absolute leader in the classroom, dan 3) technology if forbidden in the classroom”.
Di sisi lain, Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (2019) menjelaskan bahwa pendidikan 1.0
hanya bisa dialami oleh golongan tertentu saja, karena pada saat itu, pendidikan
diciptakan oleh para pengusaha dan penjajah sebagai suatu hal yang mewah.
b. Pendidikan 2.0
Pada era pendidikan 2.0 ini komunikasi, kerja sama dan kolaborasi antar siswa mulai
tumbuh, akan tetapi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik
(student centered learning) belum diimplementasikan. Pembelajaran yang diterapkan
masih teacher centered. Makrides (2019) menyampaikan beberapa ciri dalam pendidikan
2.0, yaitu: “1) communication and collaboration are starting to grow, 2) exam-
based approach - the result is the examination - memorization of knowledge, 3) an
underestimated student-centered approach, we call it but do not apply it, 4) invasion
of technology and social networking, 5) apply technology to the classroom, 6) students
know the technologies better than teachers, dan 7) the classmates communicate
faster and smarter”. Ciri yang dikemukakan Makrides ini masih sering dijumpai di
Indonesia, di mana sudah ada kolaborasi antar peserta didik, namun guru masih berperan
sebagai pusat (teacher centered). Selain itu, implementasi teknologi di dalam kelas juga
sudah digunakan, tetapi tidak jarang ada kasus dimana peserta didik lebih menguasai
teknologi tersebut.
c. Pendidikan 3.0
Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered
learning) sudah diterapkan di tahap pendidikan 3.0 ini. Dalam proses pembelajaran, guru
berperan sebagai fasilitator, pembimbing dan advisor. Penerapan teknologi juga semakin
luas dan tidak hanya di dalam ruang kelas saja. Peserta didik bisa melakukan proses belajar
“di mana saja” karena kemudahan dalam mengakses materi melalui teknologi.
Pembelajaran di kelas pun tidak seperti model klasik yang berpusat pada guru, di kelas
pendidikan 3.0 lebih banyak terjadi interaksi dan diskusi antar peserta didik maupun
antara guru dan peserta didik. Lebih lanjut, menurut Makrides (2019) ciri pendidikan 3.0
adalah sebagai berikut: “1) student-centered approach, 2) the teacher is transformed into
a coordinator/facilitator, advisor, learner and practice guide, 3) the student is
researching, 4) flip classroom method applies, 5) more dialogue, technology is everywhere,
the student is self-learning and everywhere, 6) the classical style classroom no
longer exists, dan 7) lesson plans are now called learning plans”.
d. Pemdidikan 4.0
Di era pendidikan 4.0 ini kreativitas dan inovasi menjadi sangat penting dan menjadi
pusat belajar, dalam arti pendidikan harus mampu membangun kreativitas dan inovasi
peserta didik. Peran guru menjadi sangat vital di sini, sehingga sangat diperlukan
pengembangan keprofesian berkelanjutan bagi seorang guru. Pengetahuan yang dibangun
oleh peserta didik tidak hanya dalam satu bidang tertentu saja, akan tetapi berkaitan satu
dengan yang lain. Hal ini menuntut guru agar mampu menguasai multidisiplin ilmu.
Sebagaimana dikemukakan oleh Aberšek (2017) bahwa agar bisa menjadi guru yang baik di
era pendidikan 4.0 dibutuhkan “acquire a large set different kind of interdisciplinary
knowledges, each of which binds an idea of the causal relation, cause and consequences,
possible antecedents and causes,
possible developments and consequences, and possible interventions to strategy of
teaching”.
Ciri pendidikan 4.0 sebagaimana disampaikan oleh Makrides (2019) meliputi: “1) co-
creation and innovation in the centre, 2) whenever and wherever: flipped classroom
applied & interactive practical exercise – face-to-face, 3) learning is done at home or
outside school, while in school students develop skills, 4) development of personalized
teaching and learning, 5) learning plans are now called creativity plans, dan 5) the
technology: its free or/and easily accessible and increased use of virtual reality”.
Kemudahan dalam mengakses teknologi pembelajaran menjadi salah satu ciri pendidikan
4.0 ini, sehingga proses belajar peserta didik tidak hanya sebatas di kelas. Bahkan,
Makrides (2019) menjelaskan bahwa proses belajar peserta didik terjadi di rumah atau di
luar sekolah, sedangkan ketika di sekolah peserta didik mengembangkan keterampilan
(skill) mereka.  Lebih lanjut, Utomo (2019) menjelaskan beberapa fitur pembelajaran di
dalam pendidikan 4.0, sebagai berikut:
a. Pembelajaran berpusat pada peserta didik (student centered), memberikan
kesempatan bagi peserta didik untuk belajar sebagaimana minat dan kecepatan
belajarnya masing-masing;
b. Pembelajaran mengembangkan kemampuanpeserta didik menggali sendiri
pengetahuan dari sumber-sumber informasi dengan menggunakan internet, sebagai
wahana bagi mereka untuk belajar sepanjang hayat (life-long learning);
c. Pemanfaatan infrastruktur ICT dan perangkat pembelajaran virtual untuk memberikan
fleksibilitas bagi peserta didik untuk menemukan sumber-sumber belajar yang
berkualitas, merekam data, menganalisis data, dan menyusun laporan dan melakukan
presentasi;
d. Menekankan belajar hands-on melalui metode pembelajaran yang
dinamakan “flipped classroom”, yang dengan metode ini peserta didik belajar aspek-
aspek teoritik pengetahuan di rumah dan melakukan praktik di kelas. Metode ini
mengembangkan kebiasaan dan kemampuan belajar mandiri (self-learning) seraya
menyediakan waktu belajar lebih longgar bagi pembelajaran di sekolah untuk
pengembangan kompetensi;
e. Mengembangkan soft-skills berpikir kritis, kreativitas, dan pemecahan masalah,
khususnya pemecahan masalah otentik dan non-rutin; f. Kolaborasi dan dalam
interaksi sosial sebagaipendekatan utama yang digunakan dalam pengembangan
kompetensi, untuk  memperkenalkan budaya kerja di dunia industry dan dunia kerja di
Abad ke-21.
f. Memberikan fleksibilitas untuk proses pembelajaran dalam bentuk blended
learning, yang memungkinkan peserta didik berinteraksi, berkolaborasi dan saling
belajar satu sama lain dalam setting kelas maupun secara jarak jauh (distance) melalui
internet.

Anda mungkin juga menyukai