Anda di halaman 1dari 2

Ndes, pernah ga waktu motoran malem-malem ngelihatin spanduk-spanduk PKL yang ada di pinggir

jalan? Kalo dilihat-lihat warna-warna spanduk di pinggir jalan itu mirip-mirip kan? Ada yang merah,
ijo, kuning, putih dan yang lainnya juga sama gitu2 muluk. Desainnya juga cuma tulisan doang
seringnya kalo ada gambarnya pun itu pasti dilukis dan ga pake banner plastik gitu. Terus kalo
siangnya lu bakal jarang nemuin yang kayak ginian, yang paling sering ditemuin adalah spanduk-
spanduk PKL yang ada gambarnya dan udah diprint gitu. Rasanya kayak ada semacam pattern
tertentu. Dan kenapa ini bisa terjadi dan sebenernya kaya apa aja pattern spanduk yang terbentuk
itu?

Jadi gini ndes, kenapa sih kok banyak spanduk-spanduk yang punya kemiripan antara satu sama
lainnya? Spanduk itu merupakan salah satu elemen pemasaran dari sebuah usaha untuk
memperkenalkan suatu produk atau badan usaha yang dibentuk, terutama PKL. Mereka kebanyakan
berusaha untuk memperkenalkan produk yang mereka tawarkan melalui spanduk. Menurut
Kartono, pedagang kaki lima biasanya menawarkan bahan makanan, minuman dan barang konsumsi
secara eceran. Kebanyakan produk-produk yang ditawarkan tersebut punya kesamaan antara satu
dengan yang lainnya. Dikarenakan adanya persamaan, hal ini memicu kompetisi antar PKL. Beberapa
pihak pedagang kaki lima pun berusaha berinovasi supaya dagangan mereka lebih representatif
daripada yang lainnya dengan membuat desain spanduk yang berbeda daripada yang lainnya.
Setelah usaha mereka dinilai sebagai sebuah keberhasilan, pedagang kaki lima lainnya pun
melakukan imitasi berharap agar memiliki keuntungan yang sama seperti pedagang kaki lima yang
berhasil.

Paham to, kuwi isih gampil ndes. Lalu bagaimana model desain spanduk yang dinilai dapat memikat
konsumen tersebut dan ditiru oleh pedagang kaki lima lainnya?

Berdasarkan penelitian dari kita neh, ada tiga faktor yang menentukan pertama adalah waktu
digunakannya, kedua adalah bahan yang diterapkan, dan ketiga adalah penggunaan elemen desain
komunikasi visual. Pada konteks PKL, waktu berjualan memiliki peran dominan sehingga bahan yang
diterapkan dan penggunaan elemen desain biasanya mengikuti.

Pada siang hari mayoritas pedagang kaki lima memakai spanduk yang dicetak menggunakan metode
digital printing berbahan dasar polimer sedangkan di malam hari kebanyakan spanduk berasal dari
bahan kain yang dilukis. Perbedaan penggunaan material ini disebabkan oleh perbedaan tingkat
cahaya pada siang dan malam hari. Pada malam hari pedagang kaki lima rata-rata menggunakan
spanduk lukis bahan kain yang menyebabkan kain tersebut menyerap cahaya lampu dari mobil
terserap sehingga brand yang ditawarkan terlihat lebih jelas Sedangkan pada siang hari spanduk
yang digunakan rata-rata berupa dari bahan flexi yang dicetak dikarenakan kemudahan tingkat
pencahayaan yang tinggi lebih memudahkan kita untuk melihat dan bisa digunakan untuk
menciptakan beragam warna.

Nah dari penelusuran tersebut, kita juga melihat kalo adanya tipologi yang berbeda berdasarkan 4
elemen desain komunikasi visual berupa penggunaan pewarnaan, penggunaan tipografi dan
pemilihan kata, dan penggunaan simbol-simbol visual. penggunaan pewarnaan yang tepat yang
dapat memunculkan kesan keseimbangan, unity, dan karakter.

Pemilihan warna spanduk memiliki perbedaan jika digunakan pada waktu siang dan malam hari.
Spanduk yang dipasang di siang hari biasanya menggunakan spanduk yang berwarna hijau, biru, dan
merah. Sedangkan pada malam hari spanduk menggunakan warna kuning, hijau, dan putih.
Penggunaan warna tersebut memiliki pengaruh pada intensitas sinar yang dihasilkan, pada siang hari
sinar matahari penggunaan warna merah, hijau, dan biru lebih terlihat mencolok. Pada malam hari
penggunaan warna kuning, hijau, dan putih lebih mudah menyerap cahaya yang dihasilkan oleh
lampu.

Penggunaan tipografi pada spanduk dinilai representatif pada image usaha yang dibangun jika dilihat
dari segi legibility, readability, visibility yang dibangun. Selain itu diperlukan juga pemilihan kata yang
dapat mempromosikan dagangan PKLnya. Teknik yang diterapkan ada 2, melalui teknik lukis dan
teknik cetak digital. Biasanya font yang digunakan itu Impact, Sans Serif, huruf latin, dan bebagai
macam lainnya cuk akeh banget gila. Seringkali jika di siang hari font tersebut seringkali ditambahi
dengan outline yang berfungsi agar tulisan lebih nampak dan warnanya tidak berbenturan dengan
warna background spanduk.

Pemilihan kata juga memiliki peran penting, seringkali pemilik warung memilih penggunaan kalimat
presuposisi dalam mepromosikan warungnya. Menurut Yule (2006: 33) presuposisi atau
praanggapan merupakan sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kasus atau kejadian
sebelum menghasilkan suatu ujaran atau tuturan. Asumsi-asumsi tersebut muncul karena penutur
belum mengetahui maksud yang sebenarnya, misalnya saja pada spanduk iklan warung. Spanduk
iklan warung makan tersebut menggunakan nama-nama yang unik sebagai daya tarik pengunjung
untuk membeli dagangan yang ditawarkan. Ketika pengunjung melihat spanduk iklan warung makan
tersebut, mereka akan memiliki anggapan yang bermacam-macam, misalnya, pada spanduk iklan
warung bakso “Bakso Lek Min”, para pengunjung ataupun orang yang hanya sekedar lewat pasti
memiliki berbagai macam anggapan. Spanduk iklan warung makan “Bakso Lek Min”

Penggunaan simbol-simbol visual dapat menjadi point of interest dari sebuah usaha yang dibangun,
bisa jadi point of interest tersebut dibentuk oleh karakter yang dibangun pada usaha tersebut.
Penggunaan simbol-simbol visual juga dapat dilihat berdasarkan waktu penggunaanya. Pada siang
hari dikarenakan kebanyakan warung menggunakan spanduk digital printing, banyak spanduk yang
memasang foto dari produk yang ditawarkan pada spanduk yang dipasang. Foto tersebut di crop dan
ditempelkan pada spanduk, biasanya berukuran besar dan berada di sisi pojok spanduk.

Sedangkan simbol visual yang dihasilkan pada spanduk di malam hari rata-rata dicat lukis.
Representasi dari logo yang dibuat terkadang tidak menjabarkan secara detail mengenai makanan
yang ditawarkan, alih-alih logo tersebut menimbulkan persepsi untuk mempromosikan produk yang
ditawarkan. Seperti warung makan lamongan atau sari laut yang spanduknya rata-rata menampilkan
gambar hewan-hewan laut seperti gambar ikan dorang, udang, cumi-cumi dan lain-lain. Kita akan
tahu bahwa pada warung makan lamongan menawarkan makanan dari hewan-hewan laut yang
tercantumkan pada gambar, namun kita tidak tahu bagaimana hewan-hewan laut tersebut dimasak?
Apakah digoreng, dibakar, ditumis, dan seterusnya? Namun tetap saja elemen itulah yang membuat
kita paham kalau warung tersebut menjual produk sari laut dan membuat kita mampir kalau kita
ingin makan lalapan.

(perlu dijabarkan lebih detail pada paragraf awal mengenai pedagang kaki lima yang dimaksud itu
yang mana?)

Anda mungkin juga menyukai