Anda di halaman 1dari 10

Available at http://jurnal.stie-aas.ac.id/index.

php/jie
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(03), 2021, 1425-1434

Studi Pemikiran Prof. Dr. Muhammad Sayyid Thanthawi Interpretasi Atas


Pemberlakuan Suku Bunga Bank
Dwi Umardani
Program Studi Manajemen, STIE Rahmaniyah, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan
Email korespondensi: Umardani_sumsel@yahoo.com

Abstract
This study aims to find out any furtheropinion of a contemporary muslim figure named Muhammad Sayyid
Thantawi regarding the law of bank interest rate. The method used is qualitative method with primary and
secondary data collected through literature review then analyzed in depth to get clear-cut the thing being studied.
According to him, since the determination of profit in advance in the form of profit-sharing ratio is not based on
the argument of Al-Qur'an or Al-Hadith, there is no argument in either Al-Qur'an or Al-Hadith that prohibits the
determination of profit in advance in the form of a certain percentage level of capital, the determination of profit
in advance at a certain percentage level of capital can prevent the capital owner from fraud, there is no element
of exploitation in the practice of bank interest rate, and the considerations of maslahah value, the practice of bank
interest rate does not include riba and is lawful.

Keywords: Bank interest rate, no element of exploitation, lawful.

Saran sitasi: Umardani, D. (2021). Studi Pemikiran Prof. Dr. Muhammad Sayyid Thanthawi Interpretasi Atas
Pemberlakuan Suku Bunga Bank. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(03), 1425-1434.
doi:http://dx.doi.org/10.29040/jiei.v7i3.3226

DOI: http://dx.doi.org/10.29040/jiei.v7i3.3226

1. PENDAHULUAN menurut pendapat ini, suku bunga bank tidak termasuk


Para cendekiawan muslim sependapat bahwa riba dan halal karena meski terdapat tambahan pada
hukum riba adalah haram berdasar pada Al-Qur’an, pokok pinjaman tetapi tidak terdapat unsur
hadits, dan ijma’ ulama, namun apakah suku bunga penganiayaan di dalamnya
bank sama dengan riba yang diharamkan atau tidak ? Sebenarnya kedua pendapat di atas sama-sama
para ulama berbeda pendapat; sebagian mendasarkan pendapatnya pada nash-nash Al-Qur’an
menganggapnya sama dengan riba sehingga dan hadits, sama-sama memandang bahwa riba
hukumnya haram dan sebagian lagi menganggapnya menciptakan penganiayaan, serta sama-sama
tidak sama dengan riba sehingga hukumnya halal. memandang bahwa hukum riba mutlak diharamkan.
Secara umum, menurut pendapat pertama setiap Hanya saja, karena cara pandang keduanya terhadap
tambahan yang disyaratkan pada pokok pinjaman, nash-nash tersebut berbeda; yang satu lebih tekstual
sedikit ataupun banyak, adalah riba sebagaiamana dan yang lainya lebih kontekstual, yang satu lebih
termuat dalam kalimat “wa in tubtum falakum ru’usu menekankan aspek formal dan yang lainya lebih
amwalikum”. Dengan demikian, menurutnya suku menekankan aspek moral, serta yang satu
bunga bank termasuk riba dan haram karena terdapat mendasarkan analoginya pada illat dan yang lainya
tambahan yang disyaratkan pada pokok pinjaman. mendasarkan analoginya pada hikmah, akhirnya
Sementara menurut pendapat kedua tidak semua pandangan keduanya terhadap hukum suku bunga
tambahan yang disyaratkan pada pokok pinjaman bank pun berbeda.
adalah riba selama tidak mengandung unsur tujuan Diantara mereka yang menganggap suku bunga
pelarangan riba dalam Al-Qur’an yaitu terciptanya bank sama dengan riba dan haram adalah Abu Zahrah,
penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam kalimat Muhammad Mutawalli As-Sya’rawi, Wahbah Az-
“la tadzlimuna wa la tudzlamun”. Oleh karena itu, Zuhaili, Abdul Aziz bin Baz, Jadil Haq Ali Jadil Haq,

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(03), 2021, 1426
Muhammad Al-Ghazali, Yusuf Al-Qardhawi, dll, cara mengumpulkan data, mengklasifikasikan data,
sementara diantara mereka yang menganggap suku kemudian menganalisa data untuk mendapatkan
bunga bank tidak sama dengan riba dan halal adalah gambaran yang utuh terkait masalah yang sedang
Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridha, Abdul diteliti.
Wahab Khalaf, Fazlur Rahman, Ahmad Tayyib,
Abdullah Saeed, Muhammad Sayyid Thanthawi, dll. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Namun demikian, pada kesempatan kali ini, penulis Riba Dalam Al-Qur’an
tidak akan membahas semua pendapat tokoh-tokoh Sejak dini Al-Qur’an telah menunjukan
tersebut, secara khusus penulis hanya akan membahas keberpihakanya terhadap mereka yang secara sosial
pendapat salah satu diantaranya saja yaitu pendapat ekonomi tidak beruntung dengan menganjurkan
Muhammad Sayyid Thanthawi. menolong mereka. Menurut Al-Qur’an mereka yang
Muhammad Sayyid Thantawi dilahirkan di desa tidak mampu memiliki hak atas sebagian harta orang-
Sulaim sebuah desa kecil yang terletak di muhafadzah orang kaya (QS Al-Ma’arij [70]: 24-45), Al-Qur’an
Suhaj pada tanggal 28 Oktober 1928 M dan meninggal mengingatkan kelompok kaya bahwa memiliki harta
dunia di Riyadh Saudi Arabia pada tanggal 10 Maret benda adalah amanah dan ujian (QS Al-Baqarah[02]:
2010 M. Ia memperoleh ijazah licence di fakultas 155, Ali ‘Imran [03]: 186, & Al-Anfal [08]: 28), Al-
ushuluddin pada tahun 1958, menyelesaikan magister Qur’an menyebut menumpuk-numpuk harta tanpa
pada tahun 1959, serta mendapatkan gelar doktor mempedulikan aspek sosial kepada yang tidak mampu
bidang tafsir dan hadits pada tahun 1966 di tidak akan membawa keselamatan baik di dunia
Universitas Al-Azhar Mesir. Diantara amanah yang maupun di ahirat (QSSaba’ [34]: 37), Al-Qur’an
pernah diembanya adalah dosen di Universitas mengecam orang yang sombong dan membanggakan
Islamiyah Libiya, kepala bagian ilmu tafsir program diri (QSAl-Hadid [57]: 24), Al-Qur’an mengingatkan
pasca sarjana dan dekan fakultas tafsir di Universitas kehancuran orang-orang kaya yang tidak peduli
Islamiyah Madinah Saudi Arabiya, dosen dan dekan terhadap kelompok melarat (QS Al-Isra’ [17]: 16), Al-
di Universitas Al-Azhar Mesir, mufti Mesir, dan grand Qur’an mengutuk ketamakan kelompok kaya serta
syeikh Al-Azhar. meminta mereka keluar dari sikap tercela tersebut agar
Muhammad Sayyid Thantawi adalah salah satu di memperoleh keselamatan dunia dan akhirat (QS Al-
anatara sekian banyak tokoh yang memiliki Hadid [57]: 24, QS Al-Hasyr [59]: 09), Al-Qur’an
pandangan bahwa suku bunga bank tidak sama dengan mengancam mereka yang tidak mendirikan shalat dan
riba. Karena kapabilitas keilmuwan yang dimilikinya tidak memberi makan fakir miskin dengan api neraka
sebagai seorang ulama kontemporer, mufti Mesir, dan (QS Al-Muddatsir [74]: 43-44), Al-Qur’an
grand syeikh Al-Azhar, pendapatnya terkait suku melancarkan kritik pedas terhadap mereka yang tidak
bunga bank perlu dicermati untuk memperkaya beriman dengan mengatakan bahwa mereka tidak
khazanah pengetahuan masyarakat muslim. menganjurkan memberi makan dan membantu orang
miskin (QS Al-Haqqah [69]: 34), serta masih banyak
2. METODE PENELITIAN lagi ayat-ayat serupa yang dapat kita jumpai di dalam
Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan Al-Qur’an.
ini adalah metode kualitatif dengan data primer dan Karena pentingnya hal itu, Al-Qur’an sangat
sekunder. Data primer yang dimaksud adalah literatur- menekankan peran tanggung jawab social kelompok
literatur utama yang membahas isu yang sedang kaya terhadap kelompok miskin. Perhatian Al-Qur’an
dibahas seperti kitab Muamalat Al-Bunuk Wa terhadap persoalan tersebut mungkin hanya selevel
Ahkamuha As-Syariyyah, kitab Fatawa Syar’iyah, lebih rendah dibandingkan perhatianya terhadap
kitab At-Tafsir Al-Wasith Li Al-Qur’an Al-Karim, dll persoalan tauhid, rahmat tuhan, kenabian Muhammad,
sementara data sekunder yang dimaksud adalah kewahyuan Al-Qur’an, dan hari kemudian. Diantara
literatur-literatur tambahan yang relevan dengan topik bentuk penekanan peran tanggung jawab sosial
bahasan. Tehnik pengumpulan data dilakukan melalui tersebut Al-Qur’an mengutuk dan melarang praktik
kajian pustaka yaitu dengan cara mengumpulkan data riba untuk melindungi kepentingan kelompok malang
dari sumber bacaan hingga memperoleh data yang itu.
cukup untuk diidentifikasi. Metode analisa data yang Riba secara bahasa adalah “kelebihan” sementara
digunakan adalah metode analisa deskriptif dengan secara istilah memiliki beragam definisi diantaranya

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(03), 2021, 1427
adalah “bertambahnya harta atas modal tanpa disertai mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka
dengan imbangan yang dibenarkan” (Thantawi, memakan harta orang dengan cara tidak sah (batil),
1997). Dengan kata lain, tidak semua kelebihan atau dan Kami sediakan untuk orang-orang kafir di antara
penambahan harta atas modal dapat serta merta mereka azab yang pedih”.(QS An-Nisa’ [04]: 160-
dianggap sebagai riba. Hanya kelebihan atau 161). Pengertian kata “riba” pada ayat ini adalah
penambahan atas modal tertentu saja yang dapat penambahan pokok hutang debitur oleh kreditur
dikatagorikan sebagai riba. Itulah sebabnya mengapa akibat dari ketidakmampuan debitur melunasi hutang
dengan jelas Al-Qur’an mengatakan “Padahal Allah pada saat jatuh tempo dengan menangguhkan waktu
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan pelunasan. Ayat ini menggambarkan bagaimana para
riba” (QS Al-Baqarah [02]: 275). Jelas ada “sesuatu” pelaku riba akan ditimpakan kepada mereka siksa
yang menyebabkan mengapa kelebihan dalam riba yang keras sebagaimana siksa yang pernah ditimpakan
diharamkan sementara kelebihan dalam jual beli kepada kaum Yahudi.
dihalalkan (Syihab, 1992). Tahap ketiga, pada tahun 625M, di Madinah, Al-
Agar efektif dan tidak menimbulkan efek trauma Qur’an secara eksplisit melarang salah satu bentuk
di masyarakat, untuk mengatasi penyakit riba yang praktik riba dengan mengatakan “Wahai orang-orang
sudah akut ini Al-Qur’an menempuh jalan secara yang beriman! janganlah kamu memakan riba dengan
bertahap melalui empat tahap sebagaimana berikut: berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar
Tahap pertama, pada tahun 614M atau 615M, di kamu beruntung” (QS Ali Imran [03]: 130).
Makkah, Al-Qur’an menyinggung sisi negatif riba Pengertian kata “riba” pada ayat ini juga dalam
dengan mengatakan “Dan sesuatu riba (tambahan) pengertian kreditur menambahkan pokok pinjaman
yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, kepda debitur karena debitur tidak mampu melunasi
maka tidak bertambah dalam pandangan Allah, dan pinjaman pada waktu yang telah ditentukan dengan
apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu menambahkan tenggat waktu pelunasan. Ayat ini
maksudkan untuk memperoleh keridaan Allah, maka turun segera setelah perang Uhud yang menyebabkan
itulah orang-orang yang melipatgandakan gugurnya sekian banyak tentara muslim hingga
(pahalanya)”(QS Ar-Rum [30]: 39). Menurut Al- meninggalkan anak-anak yatim, para janda, dan
Qurthubi (1967) dan Ibnu Al-'Arabi (2003) pengertian orang-orang lanjut usia yang memerlukan bantuan
kata “riba” pada ayat ini berbeda dengan pengertian finansial. Pada situasi itu, ayat tersebut mendorong
kata “riba” pada ayat-ayat riba lainya; Kata “riba” agar bantuan finansial yang diberikan kepada mereka
pada ayat ini diartikan sebagai “hadiah” sementara hendaknya dalam bentuk derma kemanusiaan bukan
kata “riba” pada ayat-ayat riba lainya diartikan dalam bentuk riba.
sebagai “tambahan atas pokok harta yang dipaksakan Pengertian kata “berlipat ganda” pada ayat ini
kepada debitur miskin karena tidak mampu melunasi bukanlah bentuk pengkhususan di mana riba baru
hutang pada saat jatuh tempo”. Karena alasan itu, kata dilarang apabila berlipat ganda, tetapi ia hanyalah
“riba” pada ayat ini ditulis tanpa huruf “wau” bentuk penjelasan dimana praktik riba yang lumrah
sementara kata “riba” pada ayat-ayat riba lainya terjadi pada masa itu sifatnya berlipat ganda. Untuk
ditulis dengan huruf”wau” (Zarkasyi, 1957). Pada melukiskan bagaimana terjadinya pelipat gandaan
tahap ini Al-Qur’an belum berbicara tentang tersebut Ibnu Zaid bin Aslam mengatakan: “Riba pada
keharaman riba, pada tahap ini Al-Qur’an hanya masa pra-Islam terjadi dengan cara melipat
mengatakan bahwa pemberian hadiah kepada gandakan umur (binatang ternak) dan (uang atau
seseorang dengan motif mengharapkan imbalan yang barang). Pada saat jatuh tempo, kreditur mengatakan
lebih banyak di masa yang akan datang tidak memiliki kepada debitur apakah engkau akan membayar
nilai di sisi Allah. hutangmu sekarang atau kunaikan (hutangmu) ? jika
Tahap kedua, di Madinah, Al-Qur’an debitur mampu ia akan melunasinya, namun jika
mengisyaratkan keharamanya riba dengan tidak, usia binatang ternak (yang harus dilunasi) akan
mengatakan “Karena kezaliman orang-orang Yahudi, ditambah…jika hutang dalam bentuk uang atau
Kami haramkan bagi mereka makanan yang baik-baik barang, hutang akan digandakan namun ditanguhkan
yang (dahulu) pernah dihalalkan; dan karena mereka pembayaranya sampai tahun depan, kemudian jika
sering menghalangi (orang lain) dari jalan Allah. Dan debitur tidak mampu melunasi hutangnya lagi,
karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh kreditur akan menggandakanya lagi: seratus, dalam

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(03), 2021, 1428
satu tahun akan menjadi dua ratus. Jika belum dapat mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa
dilunasi, hutangnya akan digandakan lagi sampai takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.
empat ratus. Setiap tahun hutangnya akan Wahai orang-orang yang beriman, Bertakwalah
digandakan kembali”(Thabari, 1986). kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
Dari berbagai literatur tafsir tampak bahwa dipungut) jika kamu orang beriman. Jika kamu tidak
praktik riba yang terjadi pada masyarakat Arab pra- melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari
Islam adalah kreditur tidak menuntut penambahan atas Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka
pokok harta yang dipinjamkan pada saat transaksi kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat
pinjam-meminjam dilakukan, tetapi penambahan atas zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan). Dan
pokok pinjaman baru dipaksakan pada saat jatuh jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka
tempo pada saat debitur tidak mampu melunasi pokok berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh
hutangnya. Tak satupun dari sekian banyak riwayat kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih
yang dikutip Thabari yang menunjukan bahwa baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah
tambahan itu terjadi di awal kontrak hutang piutang. [02]: 275-280). Pengertian kata “riba” pada ayat ini
Namun demikian tak ada penjelasan sama sekali juga sama dengan pengertian kata “riba” pada dua
apakah hutang itu akibat dari pinjam-meminjam uang ayat terakhir sebelumnya yaitu ditambahkanya pokok
atau akibat dari pinjam meminjam karena jual beli harta yang dipinjam debitur oleh kreditur dengan
dengan pembayaran tunda. menangguhkan waktu pelunasan hutang (Thabari
Sebelum membahas tahap selanjutnya, untuk 1986, Ibnu Katsir 1987, Zamakhsyari 1856, dan Ridha
diketahui ayat pada tahap kedua QS An-Nisa’ [04]: 1947).
160-161 dan ayat pada tahap ketiga QS Ali Imran [03]: Untuk memahami bentuk riba yang diharamkan
130 terebut diperselisihkan urutanya oleh sebagian pada ayat ini, perlu diuraikan secara singkat dua
ulama. Ada yang menganggap bahwa ayat tahap pernyataan berikut “falakum ru’usu amwalikum”
kedua adalah QS An-Nisa’ [04]: 160-161 dan ayat (maka kalian berhak atas pokok harta kalian) dan “la
tahap ketiga adalah QS Ali Imran [03]: 130 namun tadzlimun wa la tudzlamun” (kalian tidak menganiaya
sebalikya ada juga yang menganggap bahwa ayat dan tidak pula dianiaya). Dua pernyataan tersebut
tahap kedua adalah QS Ali Imran [03]: 130 dan ayat saling berkaitan satu sama lainya, tidak bisa
tahap ketiga adalah QS An-Nisa’ [04]: 160-161. memahami satu pernyataan tanpa memperhatikan
Namun demikian, ayat manapun yang dianggap tahap pernyataan lainya; jika pernyataan tersebut difahami
kedua atau ketiga tidak banyak pengaruhnya terhadap secara terpisah dengan mengabaikan salah satunya
pemahaman substansi riba yang diharamkan Al- kemungkinan besar pemahaman riba yang dimaksud
Qur’an. dalam ayat ini akan terdistorsi. Keterkaitan dua
Tahap keempat, tahun 630 M, di Madinah, untuk pernyataan terebut diperkuat dengan fakta bahwa
terakhir kalinya Al-Qur’an secara total ayat-ayat sebelumnya menunjukan kepedulian Al-
mengharamkan segala bentuk riba “Orang-orang Quran terhadap kelompok melarat dan anjuran untuk
yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan menolong mereka melalui derma untuk
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan menghilangkan penderitaan mereka.
karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata Praktik riba pra-Islam memiliki kecendrungan
bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah menjadikan debitur terjerat dalam lilitan hutang yang
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. terus bertambah. Pada waktu itu, kecendrungan
Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, debitur tidak memiliki pendapatan rutin untuk
lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya melunsai hutangnya sehingga dalam situasi sulit
dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) seperti itu betapapun sedikit jumlah hutang yang
kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka disepakati akan menjadi resiko yang serius bagi
itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Allah mereka. Disisi lain tidak adanya undang-undang yang
memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah melindungi debitur dari cangkraman kreditur pada
tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam masa itu memungkinkan debitur jatuh dalam sistem
kekafiran dan bergelimang dosa. Sungguh, orang- perbudakan. Berbeda dengan keadaan masa itu, saat
orang yang beriman, mengerjakan kebajikan, ini hutang tidak lagi identik dengan kemiskinan, hari
melaksanakan salat dan menunaikan zakat, mereka ini hutang terjadi dalam sekala besar untuk membiayai

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(03), 2021, 1429
produksi barang dan jasa dan debitur memiliki perak, biji gandum (harus dijual) dengan biji gandum,
pendapatan rutin yang dapat diprediksi untuk gandum (harus dijual) dengan gandum, kurma (harus
melunasi hutangnya. Selain itu, saat ini juga ada dijual) dengan kurma, garam (harus dijual) dengan
undang-undang yang melindungi debitur sehingga garam, harus sama (dalam semua aspeknya) dan
kreditur tidak bisa sewenang-wenang terhadap debitur harus kontan. Jika jenis komoditas yang
apalagi sampai memaksanya menjadi budak. Paling dipertukarkan tersebut berbeda, silahkan menjualnya
parah, jika debitur tidak mampu melunasi hutangnya, sesukamu selama dilakukan secara kontan.” (HR.
kreditur hanya dapat menyita asset pribadinya Muslim). Beberapa versi lain menggunakan kata
sejumlah hutang yang dipinjam. Perbedaan yang sedikit berbeda seperti mitslan bi mitslin (yang
sangat nyata antara kondisi debitur pada masa pra- semisal dengan yang semisal), sawaan bi sawain
Islam dan debitur modern tersebut tidak boleh (yang sama dengan yang sama), ‘aynan bi ‘aynin
diabaikan jika ingin mendapatkan gambaran utuh (yang serupa dengan yang serupa), waznan bi waznin
tentang riba yang dimaksud Al-Qur’an. (yang setimbangan dengan yang setimbangan), dan
Dari uraian singkat di atas jelas bahwa riba yang kaylan bi kaylin (yang setakaran dengan yang
diharamkan dalam Al-Qur’an adalah riba yang setakaran), tetapi secara umum pengertian hadits-
praktiknya populer di masa pra-Islam yaitu seorang hadits tersebut sama antara satu riwayat dengan
kreditur meminjamkan sejumlah harta misal riwayat lainya (Saeed, 1996).
Rp1.000.000 kepada debitur untuk periode waktu Meski hadits di atas hanya menyebut emas,
tertentu. Setelah jatuh tempo ternyata debitur tidak perak, biji gandum, gandum, kurma, dan garam
mampu membayar nominal hutang yang dipinjamnya sebagai komoditas yang masuk dalam kelompok
sehingga kreditur menunda pembayaran piutangnya komoditas ribawi, tetapi menurut jumhur ulama
dengan menambahkan nominal piutang misal menjadi komoditas ribawi tidak terbatas hanya pada keenam
Rp2.000.000, begitu seterusnya pelipatgandaan komoditas itu saja, penyebutan itu dimaksudkan agar
hutang akan terjadi setiap kali jatuh tempo sementara komoditas sejenis dapat dikiaskan padanya. Namun
debitur tidak mampu membayar hutangnya; demikian, para ulama berbeda pendapat terkait hasil
pelipatgandaan piutang baru akanberhenti jika debitur kiasnya; menurut mazhab Maliki komoditas ribawi
dapat melunasi hutangnya. Dengan cara ini, nominal adalah setiap alat tukar (uang) dan makanan pokok
hutang debitur yang semula Rp1.000.000 dapat yang dapat disimpan dalam waktu lama, menurut
bertambah menjadi puluhan juta atau lebih bahkan mazhab Syafi’i komoditas ribawi adalah setiap alat
dapat melebihi jumlah total harta yang dia miliki. tukar (uang) dan makanan, menurut mazhab Hanafi
Sebaliknya, harta kreditur akan semakin bertambah komoditas ribawi adalah setiap komoditas yang dapat
tanpa ada manfaat yang diterima oleh debitur; dengan ditimbang atau ditakar baik komoditas berharga,
kata lain kreditur telah memakan harta debitur dengan makanan pokok, maupun bukan makanan pokok,
cara yang batil. semntara menurut mazhab Hambali komoditas ribawi
Transaksi dengan pola seperti ini pada mulanya adalah setiap alat tukar (uang) dan bahan makanan
tampak seperti menolong karena pada mulanya yang dapat ditakar atau ditimbang.
kreditur tidak membebankan persyaratan apapun Menurut hadits di atas, pertukaran enam
kepada debitur kecuali pelunasan hutang pada waktu komoditas ribawi harus dilakukan mengikuti petunjuk
yang telah disepakati. Namun demikian, pada saat hadits tersebut. Oleh karena itu jika komoditas ribawi
periode pelunasan tiba dan debitur tidak mampu tersebut sejenis seperti emas dengan emas atau perak
membayar hutangnya kreditur mulai memanfaatkan dengan perak atau gandum dengan gandum
situasi ketidakberdayaan debitur dengan cara memberi pertukaranya harus sama dan kontan, jika komoditas
penangguhan waktu pelunasan tetapi dengan ribawi tersebut berlainan jenis seperti emas dengan
menambahkan atau melipatgandakan nominal perak atau gandum dengan kurma pertukaranya boleh
hutangnya. tidak sama tetapi harus kontan, jika komoditas ribawi
Riba Dalam Sunnah tersebut berlainan jenis yang satu dalam bentuk alat
Dalam literatur hadits, ada beberapa riwayat tukar (uang) dan yang satu lagi bukan dalam bentuk
terkait enam komoditas ribawi yang populer, alat tukar (uang) seperti emas dengan gandum
diantaranya: Rasullullah SAW bersabda “emas (harus pertukaranya tidak harus sama dan tidak harus kontan,
dijual) dengan emas, perak (harus dijual) dengan jika komoditas ribawi dengan bukan komoditas ribawi

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(03), 2021, 1430
seperti emas dengan pakaian pertukaranya tidak harus rendah lalu kami menukarkan dua takar kurma
sama dan tidak harus kontan, dan jika bukan kualias rendah tersebut dengan satu takar kurma
komoditas ribawi dengan bukan komoditas ribawi kualitas premium tersbut”. Nabi berkata: “Ini jelas
seperti pakaian dengan barang elektronik riba, ini jelas riba, jangan lakukan itu ! jika ingin
pertukaranya tidak harus sama dan tidak harus kontan. membeli kurma kualitas premium, jual terlebih dahulu
Mengapa keenam komiditas ribawi tersebut kurma kualitas rendahmu, kemudian gunakan
harus dipertukarkan melalui cara demikian?menurut uangnya untuk membeli kurma kualitas premium
Saeed (1996) model jual beli yang lazim dipraktikan tersebut !”(HR. Muslim)
di masa nabi adalah seperti bentuk jual beli 1 kg Suku Bunga Bank Menurut Muhammad Sayyid
gandum dengan 2 kg gandum yang harus Thantawi
dipertukarkan secara kontan atau secara tangguh, atau Polemik persoalan hukum suku bunga bank
seperti bentuk jual beli 1 kg gandum kualitas premium bukanlah persoalan akidah atau ibadah yang tidak
dengan 2 kg gandum kualitas rendah yang harus dapat berubah, persoalan hukum suku bunga bank
dipertukarkan secara kontan atau secara tangguh. hanyalah persoalan muamalah biasa. Lebih dari itu,
Dengan model jual beli seperti ini boleh jadi mereka praktik suku bunga bank adalah kasus baru yang
yang secara ekonomi tidak beruntung adalah muncul kemudian sepeninggal nabi sehingga belum
kelompok yang paling dirugikan karena rentan ada nash yang secara pasti menetapkan maupun
dieksploitasi oleh kelompok kaya dengan cara dipaksa menafikan hukumnya. Dalam kasus seperti ini,
untuk membayar nilai yang lebih tinggi baik kualiatas penetapan hukum suku bunga bank harus dilakukan
maupun kuantitas. Mungkin saja mereka yang sedang melalui metode ijtihad. Metode ijtihad sendiri
terdesak itu lebih memilih menerima kurma secara cenderung dapat menghasilkan kesimpulan hukum
langsung meski harus ditukar dengan jumlah kurma yang lebih elastis. Dengan demikian, karena suku
yang lebih banyak di masa yang akan datang. Dalam bunga bank termasuk persoalan muamalah, kasus
kondisi dimana debitur terdesak oleh kebutuhan hidup baru, dan metode istinbath hukumnya adalah ijtihad
dan tidak memiliki kemampuan membayar tepat sangat wajar apabila kemudian kesimpulan hukum
waktu, kreditur dapat secara sepihak menetapkan yang dihasilkan para ulama pun bisa berbeda.
harga yang merugikan debitur meski dengan menunda Diantara ulama ada yang menyimpulkan bahwa
waktu pelunasan; dengan cara ini debitur akan hukum suku bunga bank sama dengan riba dan haram,
terperangkap ke dalam hutang yang tak sanggup ia namun diantara mereka juga ada yang menyimpulkan
tanggung. bahwa hukum suku bunga bank tidak sama dengan
Enam komoditas tersebut adalah bahan pokok riba dan halal. Beberapa nama yang tergabung dalam
untuk bertahan hidup mereka di masa itu; emas dan kelompok pendapat pertama dan kelompok pendapat
perak adalah jenis alat tukar (uang), sementara biji kedua sudah penulis sebutkan sebelumnya. Diantara
gandum, gandum, kurma, dan garam adalah bahan mereka yang menyimpulkan bahwa hukum suku
makanan pokok mereka. Tentu saja nabi tidak dapat bunga bank tidak sama dengan riba dan halal adalah
mentolelir bentuk eksploitasi terhadap kelompok Muhammad Sayyid Thantawi.
miskin melalui komoditas-komoditas pokok tersebut. Menurut mantan mufti Mesir itu (Thantawi,
Oleh karena itu untuk menghindari bentuk eksploitasi 1997), hukum suku bunga bank tidak sama dengan
itu, selain memberi petunjuk pertukaran atas ke enam riba dan halal berdasar pada argumen utama, yang
komoditas tersebut, nabi mendorong penggunaan alat telah penulis simpulkan, sebagaimana berikut:
tukar (uang) untuk melakukan transaksi terhadap a. Penetapan keuntungan di muka dalam bentuk
komoditas-komoditas itu karena alat tukar (uang) nisbah bagi hasil tidak didasarkan pada dalil Al-
adalah alat ukur yang paling sesuai untuk mengetahui Qur’an maupun hadits. Selain itu, penetapan
nilai barang. Mengukur nilai antar barang-barang keuntungan di muka dalam bentuk tingkat
tersebut melalui dugaan masing-masing pihak akan persentase tertentu terhadap modal tidak
sulit menghasilkan taksiran yang adil bagi kedua belah bertentangan dengan nash karena tidak ada dalil
pihak. Dalam satu riwayat, Bilal pernah membawa baik Al-Qur’an maupun hadits yang melarangnya.
kurma Barni, kurma kualitas premium, kepada nabi. Dengan demikian, penetapan keuntungan di muka
Nabi berkata: “darimana kurma ini ?” Bilal seperti dalam akad mudharabah dapat ditentukan
menjawab: “kami memiliki kurma dengan kualitas baik dalam bentuk nisbah bagi hasil atau dalam

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(03), 2021, 1431
bentuk tingkat persentase tertentu terhadap modal. pemilik modal dapat mengetahui hak yang akan
Bahkan penetapan keuntungan di muka dalam diperolehnya sementara pihak pengelola dapat
bentuk tingkat persentase tertentu terhadap modal mengetahui kewajiban yang harus dilakukan
harus dilakukan jika kondisi menuntutnya terhadap pemilik modal kemudian berusaha
demikian. semaksimal mungkin mengejar target keuntungan
Contoh jika nominal yang diberikan oleh pemilik yang disepakati pemilik modal adapun sisa
modalkepadapengelola adalah Rp100.000.000,- keuntungan lainya akan menjadi milik pengelola
mereka dapat menyepakati penetapan keuntungan sebagai imbalan atas usaha dan kerja keras yang
di muka dalam bentuk: dilakukanya.
1) Nisbah bagi hasil: mereka dapat menyepakati d. Penetapan keuntungan di muka dalam bentuk
pembagian keuntungan riil dengan proporsi tingkat persentase tertentu terhadap modal oleh
yang sama atau berbeda sesuai kesepakatan perbankan tidak bertentangan dengan
misal: kemungkinan terjadinya kerugian pihak bank. Hal
• 50% dari keuntungan riil akan menjadi milik itu dikarenakan pihak bank memiliki beragam
pemilik modal dan 50% dari keuntungan riil proyek usaha sehingga apabila pihak bank
sisanya akan menjadi milik pengelola, atau mengalami kerugian pada satu proyek ia
• 40% dari keuntungan riil akan menjadi milik mendapatkan keuntungan dari proyeklain.Dengan
pemilik modal sementara 60% dari begitu keuntungan proyek lain dapat menutupi
keuntungan riil sisanya akan menjadi milik kerugian yang terjadi. Bahkan keuntungan yang
pengelola, atau biasanya diperoleh bank lebih banyak dibanding
• 60% dari keuntungan riil akan menjadi milik kerugian yang dialami.
pemilik modalsementara 40% dari Namun demikian, jika karena sesuatu dan lain hal
keuntungan riil sisanya akan menjadi milik pihak bank tetap mengalami kerugian, pengadilan
pengelola, dst. dapat memutuskan penyebabnya; apabila kerugian
2) Tingkat persentase tertentu terhadap modal: tersebut disebabkan karena kelalaian pengelola,
mereka dapat menyepakati pengalokasian pemilik modal tidak ikut bertanggung jawab tetapi
keuntungan pada tingkat persentase tertentu jika kerugian tersebut bukan disebabkan karena
terhadap modal misal 5% dari modal akan kelalaian pengelola, pemilik modal ikut
menjadi milik pemilik modal sementara sisa bertanggung jawab.
keuntunganya akan menjadi milik pengelola. e. Penetapan keuntungan di muka dalam bentuk
mereka dapat menyepakati kedua opsi di atas tingkat persentase tertentu terhadap modal oleh
selama didasarkan pada kerelaan para pihak yang perbankan ditentukan berdasar pada kajian
terlibat dalam kontrak. mendalam terhadap kondisi perekonomian
b. Tidak adanya penetapan keuntungan di muka pada naisonal maupun internaitonal dengan tetap
tingkat persentase tertentu terhadap modal akan mematuhi aturan dan kebijkan bank sentral atau
membuka celah terjadinya penipuan oleh pihak otoritas pengawas resmi perbankan. Dengan
pengelola terhadap pemilik modal dengan cara demikian kemungkinan terjadinya unsur
menyebutkan sebagian keuntungan tetapi eksploitasi akibat penetapan keuntungan di muka
menyembunyikan sebagian keuntungan yang lain baik kepada pemilik modal maupun pengelola
sementara pemilik modal tidak mampu dapat dihindari.
membuktikan haknya. Dengan kata lain, penetapan f. Ungkapan “setiap hutang yang mengandung unsur
keuntungan di muka menghindarkan pemilik manfaat di dalamnya adalah riba” bukanlah hadits
modal dari penipuan pihak pengelola karena nabi melainkan hanya kaidah fikih biasa. Namun
pengelola tidak lagi memiliki celah untuk menipu demikian, baik dalam kapasitasnya sebagai hadits
dengan cara menceritakan sebagian kuntungan dan maupun kaidah fikih pengertianya tetap sama
menyembunyikan sebagianya lagi. bahwa riba yang dimaksud dalam ungkapan ini
c. Penetapan keuntungan di muka dalam bentuk adalah pinjaman yang diberikan oleh kreditur
tingkat persentase tertentu terhadap modal kepada debitur pada priode waktu tertentu
memberikan manfaat nyata bagi kedua belah pihak sementara pada saat jatuh tempo ketika debitur
baik pihak pemilik modal maupun pengelola; pihak tidak mampu melunasi hutangnya kreditur mulai

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(03), 2021, 1432
mengeksploitasi kondisi debitur dengan cara Pertanyaanya, jika para ahli fikih sepeninggal
menangguhkan priode pembayaran hutang dengan nabi membolehkan pemerintah melakukan
syarat menambahkan nominal hutang yang intervensi pasar menetapkan harga demi
biasanya terjadi secara berlipat ganda. Untuk kasus terpeliharanya kemaslahatan manusia meski
penerapan praktik suku bunga perbankan tidak secara jelas nash melarangnya, apakah tidak
terjadi eksploitasi sebagaimana dimaksud dalam boleh menentukan keuntungan dimuka dalam
ungkapan tersebut. bentuk tingkat persentase tertentu terhadap
g. Kemaslahatan dapat menjadi alasan logis modal seperti dalam akad mudharabah juga
penetapan keuntungan di muka dalam bentuk demi terpeliharanya kemaslahatan manusia
tingkat persentase tertentu terhadap modal. apalagi tidak ada nash yang melarangnya? Jika
Secara umum tujuan diturunkanya syariah adalah demikian pemerintah juga boleh meminta bank
untuk memelihara kemaslahatan hidup manusia menetapkan keuntungan dimuka dalam bntuk
agar terhindar dari kemudharatan. Salah satu tingkat persentase tertentu terhadap modal
bentuk pemeliharaan kemaslahatan manusia kepada para nasabahnya demi terpeliharanya
tersebut adalah memelihara harta bendanya kemaslahatan manusia, demi terpeliharanya
melalui aturan yang jelas sehingga hak-hak mereka harta dan hak-hak mereka, dari konflik yang
atas harta benda dapat terlindungi. Penetapan mungkin terjadi antara pihak bank dan
keuntungan di muka dalam bentuk tingkat nasabah.
persentase tertentu terhadap modal dapat saja 2) Dahulu penerima order tidak memberikan
dibenarkan berdasar pada pertimbangan nilai-nilai jaminan kepada pemesan atas barang yang
maslahah tersebut sebagaimana penjelasan berikut: dipesanya. Karena tidak memberikan jaminan
1) Di masanya, nabi pernah menolak penetapan kepada pemesan, penerima order sering lalai
harga sebagaimana termuat dalam hadits Anas hingga menyebabkan barang yang diorder
R. A bahwa suatu hari terjadi lonjakan harga pemesan rusak bahkan hilang. Karena sering
yang luar biasa, karenanya sahabat meminta lalai dan merugikan pemesan, demi
nabi menetapkan harga, namun nabi terpeliharanya kemaslahatan pemesan atau
menolaknya dengan mengatakan “Allah demi terpeliharanya harta benda pemesan,
adalah dzat penentu harga, penahan, pemerintah kemudian mengintervensi pihak
pencurah, dan pemberi rezeki. Aku penerima order agar memberikan jaminan
mngharapkan dapat menemui Tuhanku kepada pemesan sebagai bentuk perlindungan
dimana salah seorang dari kalian tidak terhadap harta pemesan. Dengan jaminan
menuntutku karena kedzalimanku dalam tersebut, penerima order lebih berhati-hati atas
masalah darah dan harta” (H.R. Tirmidzi). barang yang dipesan karena jika penerima
Jawaban tersebut mengindikasikan bahwa order lalai hingga menyebabkan barang yang
pasar sebaiknya tidak diintervensi; harga diorder pemesan rusak atau hilang, penerima
komoditi sebaiknya ditentukan oleh kekuatan order harus menggantinya.
penawaran dan permintaan demikian juga Demikian juga demi terpeliharanya
perubahan harga komoditi sebaiknya kemaslahatan pemilik modal, demi
ditentukan oleh perubahan kekuatan terpeliharanya harta pemilik modal,
penawaran dan permintaan. pemerintah juga dapat mengintervensi akad
Namun demikian, demi terpeliharanya mudharabah dengan tidak memposisikan
kemaslahatan hidup manusia, demi modal sebagai “amanah” yang berada dalam
terpeliharanya harta benda mereka, para ahli penguasaan pengelola. Dengan demikian
fikih sepeninggal nabi mebolehkan pemerintah apabila pengelola lalai hingga menyebabkan
melakukan intervensi pasar dengan modal mudharabah rusak, pengelola harus
menetapkan harga pada kondisi dimana para bertanggung jawab dan mengganti modal
penjual menaikan harga dengan cara tersebut karena jika tidak demikian, harta
memonopoli komoditi yang menjadi hajat pemilik modal akan rusak tanpa ada alasan
hidup orang banyak. yang jelas. Karena alasan-alasan serupa
pemerintah juga dapat memberikan

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(03), 2021, 1433
perlindungan terhadap harta setiap individu 4. KESIMPULAN
diantaranya dengan cara meminta pihak Menurut mantan grand syeikh Al-Azhar itu tidak
perbankan menetapkan keuntungan di muka ada satupun ayat Al-Qur’an maupun hadits yang
terhadap modal demi kemaslahatan semua melarang penetapan bagian keuntungan di muka
pihak. dalam bentuk tingkat persentase tertentu terhadap
h. Kelompok yang mensyaratkan keuntungan modal. Halal atau haramnya suatu transaksi tidak
mudharabah harus dalam bentuk nisbah bagi hasil ditentukan berdasar pada ada atau tidak adanya
pun berpendapat bahwa: penetapan bagian keuntungan di muka tetapi halal
1) Apabila akad mudharabah rusak karena tidak atau haramnya suatu transaksi ditentutan berdasar
terpenuhinya syarat mudharabah, dengan pada ada atau tidak adanya unsur-unsur tercela yang
sendirinya posisi pengelola berubah dilarang di dalam Islam seperti riba, penipuan,
menjadipihak yang disewa; dalam hal ini eksploitasi, dst. Dengan demikian, transaksi
pemilik modaldianggap menyewa keahlian hukumnya halal selama terbebas dari unsur-unsur
pengelola. Dengan demikian transaksi yang tercela tesebut sebaliknya transaksi hukumnya haram
semula dimaksudkan untuk melakukan selama mengandung unsur-unsur tercela tersebut.
kerjasama dalam bentuk akad mudharabah Dengan cara pandang itu, menurutnya, nasabah
harus berubah menjadi akad ijarah, sehingga dapat memilih bertransaksi dengan kedua perbankan;
keuntungan pengelola yang semula ditentukan baik yang menetapkan bagian keuntungan dengan
berdasar pada nisbah bagi hasil harus berubah suku bunga maupun yang tidak menetapkan bagian
menjadi upah. Dengan kata lain, selama modal keuntungan dengan suku bunga. Selama transaksi
yang dikelola dan keuntungan yang diperoleh yang dilakukan oleh kedua belah pihak tersebut
dapat memberikan manfaat bagi kedua belah dilakukan atas dasar saling rela dan terbebas dari
pihak dan tidak mengandung unsur unsur-unsur tercela sepeti di atas maka hukumnya
penganiayaan pada salah satu pihak, transaksi halal.
tersebut hukumnya halal. Menurutnya lagi, meski transaksi yang dilakukan
b. Jika penetapan keuntungan di muka dalam antara perbankan dan nasabah dapat dilakukan dengan
bentuk tingkat persentase tertentu terhadap beragam akad seperti mudharabah, musyarakah,
modal dianggap merusak akad mudharabah, murabahah, salam, wadi’ah, hawalah, ju’alah, iqalah
mereka pun tidak mengatakan bahwa rusaknya dst, namun secara umum penggunaan akad wakalah
akad tersebut otomatis menjadikan akad dianggap lebih tepat dari pada penggunaan akad
tersebut menjadi akad ribawi. Faktanya mereka lainya; dalam pengertian pemilik modal mewakilkan
hanya mengatakan apabila akad modalnya secara mutlak kepada pihak bank dengan
mudharabahrusak karena penetapan tujuan agar bank mengelolanya pada aktifitas ekonomi
keuntungan di muka tidak dalam bentuk nisbah yang dibolehkan Allah SWT. Selama kedua belah
bagi hasil, pengelola modal harus tetap pihak, bank dan nasabah, melakukanya dengan penuh
mendapatkan imbalan berupa upah, upah kerelaan termasuk dengan ditentukanya bagian
sebagai pekerja yang disewa pemilik modal keuntungan di muka dalam bentuk suku bunga maka
bukan sebagai pengelola modal yang bermitra hukumnya halal.
dengan pemilik modal, sementara sisa
keuntunganya menjadi milik pemilik modal. 5. UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala
karunia dan rahmat yang telah dilimpahkan kepada
Dengan demikian menurutnya bank yang penulis, sehingga penulis dapat penyelesaikaan
menetapkan keuntungan di muka dalam bentuk penulisan artikel sederhana ini. Selain itu, ucapan
tingkat persentase tertentu terhadap modal kepada terimaksih penulis haturkan kepada pimpiman dan
para pemilik modal tidak termasuk transaksi ribawi. prodi manajemen STIE Rahmaniyah atas semua
Demikian juga, bank yang menetapkan keuntungan di dukugan yang telah diberikan selama ini. Terakhir,
muka dalam bentuk tingkat persentase tertentu tidak lupa juga ucapan terimaksih yang mendalam
terhadap modal kepada para pengguna modal juga penulis sampaikan kepada tim pengelola Jurnal Ilmu
tidak termasuk transaksi ribawi.

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534


Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(03), 2021, 1434
Ekonomi Islam (JIEI) atas kesediaanya mereview, Ridha, M. Rasyid, (1959), Al-Riba Wa Al-Muamalat
mengedit, serta memuat tulisan ini. Fi Al-Islam, Kairo: Maktabah Al-Qahirah.
Saeed, Abdullah, (1996), Islamic Banking and Interet:
6. REFERENSI A Study of Riba And Its Contemporary
Al-Qurthubi, Muhammad bin Ahmad Al-Anshari, Interpretation, New York: E.J. Brill.
(1967), Al-Jami' li Ahkam Al-Qur'an, Kairo: Dar Shihab, M. Quraish, (2011), Tafsīr Al-Mishbah,
Al-Kitab. Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’ān,
Azar, Betty Schrampfer, (2006), Understanding and Jakarta: Lentera Hati.
Using English Grammar, 3rd Edition, Syihab, M. Quraish, (1992), Membumikan Al-Qur’an,
International Edition, USA: Longman. Bandung: Mizan.
Badruddin Al-Zarkasyiy, (1957)Al-Burhan 'Ulum Al- Syihab, M. Quraish, (1998), Wawasan Al-Qur’an:
Qur'an, Tahqiq Muhammad Abu Al-Fadhil, Isa Tafsir Maudhui Atas Pelbagai Persoalan Umat,
Al-Halabiy, Mesir, Bandung: Mizan.
Collins COBUILD, (2006), Advanced Leaner’s Thabari, Abu Ja’far Muhammad ibnu Jarir, (1986), Al-
English Dictonary.HarperCollins Publishers. Jami’ Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur’an, Beirut: Dar
Ibn Al-'Arabi, Abu Bakar Al-Maliki, (2003), Ahkam Al-Ma’rifah.
Al-Qur'an, tahqiq M. Abdul Kadir ‘Ato, Beirut: Thantawi, Muhammad Sayyid, (1989), Fatawa
Dar Al-Kutub Al-ilmiyah. Syar’iyah, Kairo: Dar Al-Kutub.
Ibnu Katsir, Imam Al-Din Abu Al-Fida’ Ismail, Thantawi, Muhammad Sayyid, (1992), At-Tafsir Al-
(1987), Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim, Beirut: Dar Wasith Li Al-Qur’an Al-Karim, Kairo: Dar Al-
Al-Ma’rifah. Ma’arif
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2016). Thantawi, Muhammad Sayyid, (1997),Muamalat Al-
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Bunuk Wa Ahkamuha As-Syariyyah, Kairo: Dar
Kelima, dapat diakses melalui An-Nahdah.
kbbi.kemdikbud.go.id. Zamakhsyari, Abu Al-Qasim Jar Allah Mahmud bin
Manzhur, Ibnu, (1956), Lisan Al-Arab, Beirut: Dar Umar, (1856), Al-Kassyaf ‘An Haqoiq Al-Tanzil,
Shadir. Kalkuta: Mathba’ah Al-Laisi.
Ridha, M. Rasyid, (1947), Tafsir Al-Manar, Kairo:
Dar al-Manar.

Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, ISSN: 2477-6157; E-ISSN 2579-6534

Anda mungkin juga menyukai