Pembimbing :
Isti Mutmainah, M.Farm., Apt
Disusun Oleh:
Kelompok F
PENDAHULUAN
Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam mempercepat peningkatan derajat
kesehatan masyarakat. Menurut Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009, rumah sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Tugas dan
fungsi rumah sakit telah dijabarkan dalam undang-undang tersebut, tugas rumah sakit yaitu
memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang meliputi preventif, promotif,
kuratif, dan rehabilitatif. Oleh karena itu, rumah sakit diharapkan untuk dapat memberikan
pelayanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau
seluruh lapisan masyarakat. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Hal ini diperjelas dengan
Permenkes RI No. 72 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit, yang
menyebutkan bahwa pelayanan kefarmasian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien. Pelayanan
farmasi klinik yang dilakukan meliputi pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat
penggunaan obat, rekonsilisasi obat, pelayan informasi obat (PIO), konseling, visite, pemantauan
terapi obat (PTO), monitoring efek samping obat (MESO), evaluasi penggunaan obat (EPO),
dispensing sediaan steril dan pemantauan kadar obat dalam darah (PKOD) (Menkes RI, 2016).
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) adalah kegiatan pemantauan dan pelaporan efek
samping obat obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada penggunaan dosis lazim untuk
tujuan profilaksis, untuk diagnosis atau sebagai terapi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
secara sukarela dengan menggunakan formulir pelaporan Efek Samping Obat (ESO) berwarna
kuning, Setiap kejadian yang dicurigai sebagai efek samping obat perlu dilaporkan, baik efek
samping yang belum diketahui hubungan kausalnya (KTD/AE) maupun yang sudah pasti
merupakan suatu ESO (ADR). yang dikenal sebagai form kuning. Tujuan MESO adalah untuk
sedini mungkin memperoleh informasi baru mengenai efek samping obat, tingkat kegawatan,
frekuensi kejadiannya, sehingga dapat segera dilakukan tindak lanjut yang diperlukan, seperti
penarikan obat yang bersangkutan dari peredaran, pembatasan penggunaan obat, misalnya
perubahan golongan obat, pembatasan indikasi, perubahan penandaan, dan tindakan lain yang
dianggap perlu untuk pengamanan atau penyesuaian penggunaan obat.
Monitoring efek samping obat dapat dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya
adalah menggunakan alghoritma naranjo. Algoritma Naranjo merupakan skala yang resmi
dipakai di Indonesia untuk pengkajian potensi efek samping. Algoritma ini mengukur potensi
efek samping melalui kuesioner dengan skala tertentu yang menunjukkan besar potensi efek
samping pada suatu terapi. Algoritma Naranjo dipilih karena dapat menganalisis kejadian efek
samping secara kuantitatif dan kualitatif.
Berikut contoh tabel Naranjo yang dogunakan untuk menetapkan skor kategori Efek
Samping Obat:
1. Total Skor Kategori
9+ Sangat Mungkin/Highly probable
5– 8 Mungkin/Probable
1- 4 Cukup mungkin/Possible
0- Ragu-ragu/Doubtful
2. Algoritma Naranjo
No Pertanyaan Scale
Total Skor
(BPOM RI, 2012)
BAB II
TUJUAN SPESIFIK PKPA
A. Tujuan
1. Mampu melakukan kegiatan monitoring efek samping obat
2. Mampu mengidentifikasi efek samping obat yang muncul
3. Mampu mengevaluasi dan melakukan tindakan akut maupun pencegahan terhadap efek
samping yang muncul
4. Mampu mengisi di formulir MESO dan SOAP rekam medis pasien yang terkena efek
samping obat
BAB III
KEGIATAN DAN PENUGASAN
Mahasiswa diblok ini melakukan monitoring efek samping obat berupa visitasi langsung ke
pasien di bangsal perawatan atau dengan meilihat rekam menis pasien. Pasien yang dilakukan
MESO merupakan pasien lanjut usia (>65 tahun) dengan obat yang dicurigai menimbulkan efek
samping obat, kegiatan MESO sendiri teridiri dari:
1. Tahap Persiapan
Mendata pasien yang akan dipantau minimal meliputi nama pasien, nomor rekam medis,
bangsal separawatan, bed pasien, diagnose ketika masuk RS
2. Tahap pelaksanaan
Mahasiswa melihat RM pasien yang dimana di perawat bangsal dimana pasien dirawat,
kemudian mahasiswa mengidentifikasi obat-obat yang diterima pasien yang kemungkinan
memiliki efek samping, kemudian mahasiswa melakukan visit pasien dengan
memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan visitasi, memberi beberapa pertanyaan kepasien
atau yang menjaga pasien terkait kemungkinan efek samping obat yang timbul dengan
bahasa yang mudah dipahami. Jika terdapat efek smaping yang timbul maka dilakukan
pemantauan sampai pasien pulang, tetapi jika tidak ada keluhan maka dilakaukan minimal 2
hari.
BAB IV
LAPORAN HASIL TUGAS
Skor Efek Rekomendasi
No Nama pasien No RM
Naranjo SampingTimbul Apoteker
4 Tn. KS 191388 - - -
5 Tn. P 088418 - - -
6 Ny. W 134075 - - -
7 Ny. S 194950 - - -
8 Tn. KU 047383 - - -
9 Ny. N 180394 - - -
10 Tn. S 114448 - - -
12 Tn. S 195141 - - -
13 Tn. G 166524 - - -
15 Tn. AA 024444 - - -
16 Tn. T 195443 - - -
No Pertanyaan Scale
PEMBAHASAN
Monitoring efek samping obat dilakukan pada pasien geriatri, yaitu pasien yang usianya
menyebabkan populasi ini rentan mengalami masalah terkait penggunaan obat yang dapat
memperberat efek samping dan menurunkan efektifitas pengobatan. Semakin banyak jumlah
obat yang diterima pasien akan meningkatkan resiko efek samping dan interaksi obat. Oleh
karena itu dilakukan pemantauan efek samping untuk pasien-pasien usia lanjut di RS PKU
Muhammadiyah Gamping.
Data yang dikumpulkan mulai dari tanggal 29 April – 2 Mei 2019 di bangsal Al-Kautsar,
At-Tin, Az-Zahra didapatkan sebanyak 16 pasien. dari hasil pemantauan efek samping obat
terhadap 16 pasien ditemukan adanya efek samping obat pada pasien atas nama Tn. S dan Ny. W
yang menggunakan obat rutin untuk antidiabetes yaitu insulin dengan dosis untuk Tn. S 10 IU
dan Ny. W 16 IU. Dari beberapa penelitian menyatakan bahwa dalam terapi insulin dapat
menyebabkan hipoglikemia, efek samping ini dapat terjadi karena adanya sekresi insulin dan
dosis insulin yang berlebihan, atau penggunaan insulin yang tidak tepat dan penurunan klirens
dari insulin itu sendiri. Hipoglikemia juga disebabkan karena intake glukosa yang kurang karena
makan low-karbohidrat ataupun melaksanakan puasa (Cryer dan Maria, 2016). Berdasarkan
algoritma naranjo yang dilakukan terhadap kedua pasien memiliki skor sebesar 4 yang artinya
obat cukup mungkin/possible untuk menyebabkan hipoglikemi dan skor 6 yang artinya obat
dengan pemberian D40% dan menunjukkan perbaikan untuk GDS nya dari 26 menjadi 165,
sehingga insulin tetap diberikan dengan dosis yang sama karena mengalami kenaikan kadar gula
darah pada hari selanjutnya yaitu 248 namun tetap dilakukan monitoring terhadap GDS. Pada
pasien Ny. W, pasien mengalami hipoglikemi saat menggunakan obat insulin rutin dirumah.
Pasien dibawa ke rumah sakit dengan keluhan lemas, saat diperiksa GDS pasien sangat rendah
yaitu 36 sehingga saat perawatan diberikan D40% 3 flash dan menunjukkan hasil yang baik GDS