PENYUSUN :
Edisi Revisi
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019
0
MODUL KETERAMPILAN KLINIK
BLOK EMERGENCY MEDICINE
I. PENDAHULUAN
Sesuai dengan hasil kegiatan revisi modul keterampilan klinik (Skill Lab) semester
genap FK USU 2017, kegiatan keterampilan klinik untuk mahasiswa semester VI
dilaksanakan pada blok Brain and Mind System (BMS) dan Emergency Medicine (EM).
Salah satu keterampilan klinik yang menjadi kompetensi seorang dokter sesuai
dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) adalah keterampilan klinik yang
akan diajarkan pada blok Emergency Medicine ini. Kepada mahasiswa semester 6 yang
pada mulanya diajarkan 12 jenis ketrampilan klinik pada blok Emergency Medicine ini,
setelah dilakukan revisi, dihasilkan menjadi 8 Keterampilan klinik yang meliputi :
1. Aplikasi Sistem ABCD pada Primary Survey penderita trauma dan Anafilaktik syok
2. Airway Management dan Terapi Oksigen
3. Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO) pada bayi dan anak + Hemlich manuver
4. Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO) pada dewasa + Hemlich maneuver
5. Resusitasi Cairan pada anak dan Dewasa
6. Asuhan bayi baru lahir normal + APGAR Score
7. Perawatan dan penanganan neonatus dan asfiksia
8. Transport pasien dan pemasangan Collar Brace (CB) + Penilaian Glasgow Coma
Scale (GCS)
II. TUJUAN
1
1. Mahasiswa Semester 6 FK USU mampu melakukan Aplikasi Sistem ABCD pada
Primary Survey penderita trauma dan Anafilaktik syok
2. Mahasiswa Semester 6 FK USU mampu melakukan Airway Management dan
Terapi Oksigen
3. Mahasiswa Semester 6 FK USU mampu melakukan Resusitasi Jantung Paru Otak
(RJPO) pada bayi dan anak + Hemlich manuver
4. Mahasiswa Semester 6 FK USU mampu melakukan Resusitasi Jantung Paru Otak
(RJPO) pada dewasa + Hemlich maneuver
5. Mahasiswa Semester 6 FK USU mampu melakukan Resusitasi Cairan pada anak
dan Dewasa
6. Mahasiswa Semester 6 FK USU mampu melakukan Asuhan bayi baru lahir normal
+ APGAR Score
7. Mahasiswa Semester 6 FK USU mampu melakukan Perawatan dan penanganan
neonatus dan asfiksia
8. Mahasiswa Semester 6 FK USU mampu melakukan Transport pasien dan
pemasangan Collar Brace (CB) + Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS)
2
APLIKASI SYSTEM ABCD PADA PRIMARY SURVEY PASIEN TRAUMA
DAN PENANGANAN SYOK ANAFILAKTIK
I. PENDAHULUAN
I.1. APLIKASI SYSTEM ABCD PADA PRIMARY SURVEY PASIEN TRAUMA
Primary Survey adalah tindakan penilaian pertama yang dilakukan secara cepat
dan sistematis pada penderita trauma berat. Penilaian ini dimaksudkan untuk dapat
dengan segera mengenal keadaan-keadaan yang mengancam nyawa (life threatening) dan
sekaligus mengatasi / meresusitasinya pada saat itu juga. Penilaian selalu berpedoman
pada tanda-tanda vital, jenis trauma dan mekanisme cedera. Untuk itu diperkenalkan
sistem ABCD trauma yang disusun berdasarkan urutan hal-hal yang paling mungkin
menyebabkan kematian dalam waktu yang lebih cepat sebagai berikut :
Pada skills lab ini diperlukan aplikasi secara holistik dan terintegrasi dari
beberapa keterampilan yang telah diajarkan pada skills lab sebelumnya seperti pencucian
tangan, pemasangan IV line, bandaging, spilinting, pemasangan kateter, air way
management, pemasangan kollar servikal, dll di samping beberapa keterampilan baru
yang akan diajarkan pada skills lab ini dalam satu kesatuan yang utuh.
Masalah pernafasan :
Laju nafas meningkat
Wheezing
Cyanosis
Pasien kelelahan
Respiratory arrest
Masalah sirkulasi :
Tanda – tanda shock
Takikardi
Hipotensi
Hipoperfusi (dingin, pucat dan basah)
Penurunan kesadaran
Cardiac arrest
4
5
6
II. TUJUAN KEGIATAN
7
20 menit Coaching: mahasiswa melakukan secara Instruktur dan
bergantian (2-3 orang) tindakan sesuai kasus mahasiswa
dengan dibimbing oleh instruktur
8
5. Nasofaringeal Tube
6. Infus set
7. IV Cath No. 18
8. Masker Oksigen (Face Mask)
9. Oksigen
10. Kain kassa
11. Plester 1 inchi
12. Suction / spuit 50 cc
13. Cairan Ringer lactated (RL)
14. Stetoskop
15. Tensimeter
16. Senter
17. Perban elastis 4 inchi
18. Kollar servikal
1. Manikin
2. Adrenalin
3. Hydrocortisone
4. Chlorpenamine
5. Spuit
6. Infus Set
7. I V cateter
8. Cairan Kristalloid (RL, NaCl 0,9 %)
9. Goedel
10. Ambu bag
11. Sphigmomanometer
12. Pulse Oxymetri
13. Stetoscope
14. Bantal
VI. RUJUKAN
9
1. Working Group of the Resuscitation Council (UK)Emergency treatmentof
anaphylactic reactions
Skenario Pasien :
Laki-laki 25 tahun terjatuh dari ketinggian 4 meter (lantai 2) dengan posisi dada
kanan tertusuk besi pagar setentang ICR-IV. Paha kanan luka berdarah dengan tulang
yang menonjol keluar Kesadaran menurun, TD 60/40 mmHg, RR 40 x/menit, Nadi
110 x/menit. (Data-data lainnya yang dianggap perlu dapat ditanyakan pada
instruktur).
Data-data tambahan :
Ujung-ujung jari dingin dan pucat, Haemotoma (+) di daerah oksipitalis, Pupil
anisokor dengan refleks cahaya positif. Pada toraks kanan : Inspeksi : pernafasan
tertinggal, luka (+), Palpasi : stem fremitus menurun, Perkusi : hipersonor,
Auskultasi : suara pernafasan melemah. Respon terhadap verbal dan pain tidak ada
10
lateral kepala kemudian kollar servikal dibelitkan hingga menopang
dagu dan dikancingkan.
2. Penanganan / Resusitasi
a. Memberi oksigen dengan kecepatan 10-12 liter / menit
b.Tension Pneumotoraks : Needle Insertion (IV Cath No. 14) di ICR II-
Linea
midclavicularis dilanjutkan dengan pemasangan Chest Tube (tidak termasuk dalam
kompetensi)
11
Penilaian :
a. Memeriksa diameter dan refleks cahaya pupil
b. Menilai tingkat kesadaran dengan metode AVPU
A :Alert
V : Respon to Verbal
P : Respon to Pain (dengan penekanan pada nail bed)
U : Unrespon
E : Exposure dengan pencegahan Hipotermia
Penilaian
a. Membuka semua pakaian penderita
b. Melihat kelainan pada semua bagian tubuh (dengan melakukan log roll)
c. Memasang selimut dan mematikan AC
LANGKAH/TUGAS PENGAMATAN
Ya Tidak
1. Mempersiapkan sarana dan alat
2. Melakukan proteksi diri
A : Airway dengan proteksi servikal
3. Menilai patensi jalan nafas
4. Mencari tanda-tanda obstruksi jalan nafas
5. Melakukan in-line immobilization
6. Melakukan Chin Lift/ Jaw thrust
7. Melakukan suction rongga mulut
8. Memasang oropharyngeal tube
9. Memasang cervikal colar dan akhiri in-line immob.
B : Breathing dan Ventilasi
10. Melakukan inspeksi toraks
11. Melakukan auskultasi toraks
12. Melakukan perkusi torak
13. Melakukan palpasi toraks
14. Menentukan kelainan pada toraks/diagnosa
15. Menutup luka dengan kain kasa plester 3 sisi pada luka dengan
sucking chest wound
12
C. Circulation dengan Kontrol Perdarahan
16. Mengenal adanya perdarahan eksternal
17. Meraba acral (ujung tungkai) dan denyut nadi
18. Melakukan bebat tekan pada sumber perdarahan eksternal
19. Memasang double IV line
20. Memberi cairan Ringer Lactat hangat
21. Memasang kateter urine
D : Disability : Status Neurologis
22. Memeriksa diameter dan reflek cahaya pupil
23. Menilai tingkat kesadaran (AVPU)
E : Exposure dengan pencegahan Hipotermia
24. Membuka semua pakaian penderita
25. Melihat kelainan pada semua bagian tubuh (log roll)
26. Memasang selimut dan mencegah hipotermi (mematikanAC)
13
6. Mengevaluasi ABCDE
7. Dokumentasi tindakan yang sudah dilakukan
- Tanggal kejadian
- Hal-hal yang sudah dilakukan
- Obat-obatan yang sudah diberikan
- Nama dan tanda tangan.
Note :
Ya = mahasiswa melakukan.
Tidak = mahasiswa tidak melakukan
I. PENDAHULUAN
Tindakan keterampilan airway management dan tepai oksigen merupakan
keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh setiap calon dokter. Kegawatan nafas berupa
obstuksi jalan nafas total atau henti nafas, bila tidak dilakukan pertolongan dalam waktu
3-5 menit akan mengakibatkan kematian. Tindakan airway management dapat dilakukan
dengan atau tanpa menggunakan alat bantu. Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen
tambahan dari luar ke paru melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai
kebutuhan, sehingga ketrampilan pemberian oksigen menjadi kompetensi dasar seorang
Dokter.
14
2. Mahasiswa dapat memberikan terapi oksigen
Prasyarat mempelajari keterampilan ini, yakni pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi
jalan nafas.
IV.PEDOMAN INSTRUKTUR
IV.1 PELAKSANAAN
1.Mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil yang terdiri 9 orang
2.Diskusi dipimpin oleh seorang instruktur yang telah ditetapkan
3.Cara pelaksanaan kegiatan :
Instruktur melakukan coaching selama 10 menit dan mahasiswa
memperhatikan dan diberikan kesempatan bertanya
Coaching : Mahasiswa melakukan tindakan airway management dengan
bimbingan
Mahasiswa lain sebagai pengamat
Self practice : setiap mahasiswa harus mampu mendapat kesempatan melakukan
airway management.
4.Tempat Pelaksanaan
Ruang skill lab FK USU
16
11. Masker dengan non reservoir rebreathing 1 buah
12. Regulator dan humidifier oksigen 1 buah
13. Spuit 10 cc 1 buah
14. Plester 1 buah
15. Gunting 1 buah
16. Jelly 1 tube
17. Kasa kering 1 bungkus
18. Sarung tangan tidak steril 1 kotak
19. Manequine airway 1 buah
20. Tissue 1 kotak
HEAD TILT
1. Penolong berada disamping kanan pasien.
2. Lakukan penilaian jalan nafas dengan Look, listen and Feel. Look : Melihat
pergerakan dada pasien, apakah ada gerakan dada naik turun, Listen : Mendengar
suara pernafasan pasien, Feel : Merasakan hembusan nafas pasien pada pipi
penolong.
3. Telapak tangan menekan kening pasien ke arah belakang (ekstensi).
CHIN LIFT
1. Penolong berada disamping kanan pasien
2. Lakukan penilaian jalan nafas dengan Look, listen and Feel. Look : Melihat
pergerakan dada pasien, apakah ada gerakan dada naik turun, Listen : Mendengar
suara pernafasan pasien, Feel : Merasakan hembusan nafas pasien pada pipi
penolong.
3. Jari telunjuk dan tengah penolong mengangkat dagu pasien keatas tegak lurus
Pada saat melakukan pembebasan jalan nafas akibat obstruksi , kedua tindakan
diatas biasanya dilakukan bersama (serentak) head tilt – chin lift.
17
JAW THRUST :
1. Penolong berada di atas kepala pasien.
2. Lakukan penilaian jalan nafas dengan Look, listen and Feel. Look : Melihat
pergerakan dada pasien, apakah ada gerakan dada naik turun, Listen : Mendengar
suara pernafasan pasien, Feel : Merasakan hembusan nafas pasien pada pipi
penolong.
3. Letakkan dua tangan pada mandibula, 2 jari pada angulus mandibula (jari
kelingking dan manis), 2 jari pada ramus mandibula (jari tengah dan telunjuk ).
Ibu jari pada mentum mandibula.
4. Angkat mandibula ke atas melewati molar pada maxilla .
18
Head Tilt tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien dengan maupun yang dicurigai
adanya cedera tulang leher.
OROPHARYNG AIRWAY
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
2. Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh.
3. Pilihlah ukuran pipa oro-faring yang sesuai dengan pasien, dengan cara
menyesuaikan ukuran pipa oro-faring dari tragus (anak-telinga) sampai ke sudut
bibir.
4. Pegang pangkal pipa oro-faring dengan tangan kanan, lengkungannya menghadap
keatas ( arah terbalik), lalu masukkan kedalam rongga mulut.
5. Setelah ujung pipa mengenai palatum durum, putar pipa kearah kanan 1800.
6. Kemudian dorong pipa dengan cara melakukan jaw-thrust dan kedua ibu jari
tangan menekan sambil mendorong pangkal pipa oro-faring dengan hati hati
sampai bagian yang keras berada diantara gigi atas dan bawah.
7. Periksa dan pastikan jalan nafas bebas (lihat, rasa, dengar)
19
8. Jika terjadi reflek cegukan atau batuk, berarti ukuran pipa kebesaran, cabut pipa
segera dan dan ganti pipa dengan ukuran yang tepat ( ukur kembali), lakukan
prosedur ulang.
9. Fiksasi pipa oro-faring dengan cara memplester pinggir atas dan bawah pangkal
pipa, rekatkan plester sampai ke pipi pasien.
NASOPHARYNG AIRWAY
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
2. Posisikan kepalapasien lurus dengan tubuh.
3. Pipa nasofaryng diberi pelicin dengan KY jelly
4. Pilihlah ukuran pipa naso-faring yang sesuai dengan pasien, dengan
caramenyesuaikan ukuran pipa oro-faring darilobang hidung sampai tragus
(anak-telinga) .
5. Pegang pangkal pipa naso-faring dengan tangan kanan, lengkungannya
menghadap kearah mulut ( kebawah).
6. Masukkan kedalam rongga hidung dengan perlahan sampai batas pangkal pipa.
7. Pastikan jalan nafas sudah bebas ( lihat, dengar , rasa)
INTUBASI OROTRAKHEAL
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
2. Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh
3. Pilih laringoskop dengan dengan blade bengkok
4. Pegang handle laringoskop dengan tangan kiri.
5. Pastikan cahaya lampu laringosokop cukup terang
6. Buka mulut pasien dan masukkan blade dari sudut kanan mulut
7. Geser lidah kearah kiri sambil meneruskan masuk blade ke dalam rongga mulut
menelusuri pinggir kanan lidah menuju laring, perhatikan sampai tampak
epiglotis.
8. Tempatkan ujung blade pada valeculla
9. Angkat epiglottis dengan ujung blade kedepan (tidak diungkit).
10. Bila epiglottis terangkat dengan baik akan tampak rima glottis, dan tampak pita
suara warna putih, bentuk V terbalik
11. Masukkan dengan hati hati pipa endotrakeal ke dalam trakea melalui rima glottis
dengan tangan kanan.
12. Tempatkan ujung pipa endotrakeal kira kira 3cm diatas carina (tidak masuk
bronkus).
13. Tarik keluar laryngoskop perlahan dengan mengikuti lengkung blade.
14. Isi cuff pipa oro trakhea secukupnya ( sampai tidak ada kebocoran
waktudilakukan pompaan kantong (bag) reservoir)
15. Beri nafas bantu dengan bag (squeeze-bag), sambil auskultasi suara napas paru
kanan dan kiri. Posisikan pipa orotrakhea sampai suara nafas paru kanan dan kiri
sama.
16. Lakukan fiksasi dengan plester menyilang .
17. Kendala saat insersi pipa endotrakeal adalah, kesulitan mengekspose rima glottis
dengan jelas dan lengkung pipa endotrakeal yang tidak selalu sesuai.
21
TERAPI OKSIGEN
22
PEMASANGAN MASKER SEDERHANA
1. Terangkan prosedur kepada pasien.
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
3. Membebaskan jalan nafas dengan mengisap sekresi.
4. Atur posisi pasien.
5. Hubungkan masker sederhana dengan regulator dan humidifier pada tabung
oksigen.
6. Membuka regulator dan humidifier untuk menentukan aliran oksigen sesuai dengan
kebutuhan. Terapi O2 dengan masker oksigen mempunyai efektivitas aliran 5-8
liter/menit disetarakan dengan konsentrasi O2 (FI O2) yang didapat 40-60%.
7. Atur tali pengikat sungkup menutup rapat dan nyaman jika perlu dengan kain kasa
pada daerah yang tertekan.
23
Contoh kasus:
Seorang laki – laki berusia 40 tahun dating ke IGD rumah sakit dengan penurunan
kesadaran. Pada pemeriksaan fisik dijumpai kesadaran sopor, mengorok, dan saturasi
oksigen 80%.
VII. RUJUKAN
Clinical Anesthesiology GE Morgan, Jr. 4th ed 2006
Modul Anestesiologi dan Reanimasi 2008
PENGAMATAN
No LANGKAH/TUGAS
Ya Tidak
1. Melakukan Head tilt
Penolong berada pada samping kanan kepala pasien
Telapak tangan menekan kening pasien ke arah belakang
(ekstensi)
24
jari kelingking dan manis kanan dan kiri pada angulus
mandibula
jari tengah dan telunjuk kanan dan kiri pada ramus
mandibula .
Ibu jari kanan dan kiri pada mentum mandibula
Mandibula diangkat ke atas melewati molar pada maxilla.
25
Masukkan kedalam rongga hidung dengan perlahan
sampai batas pangkal pipa.
Pastikan jalan nafas sudah bebas ( lihat, dengar , rasa)
No LANGKAH/TUGAS PENGAMATAN
26
Ya Tidak
1. PEMASANGAN KATETER NASAL (NASAL CANULA)
Terangkan prosedur kepada pasien.
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
Atur posisi pasien.
Hubungkan nasal kanul dengan regulator dan humidifier pada
tabung oksigen.
Bila hidung pasien kotor, bersihkan lubang hidung pasien
dengantissue.
Mengatur aliran O2 sesuai dengan yang diinginkan.
Cek aliran oksigen dengan cara mengalirkan oksigen melalui
nasal kanul kepunggung tangan.
Masukkan kedua ujung kanul ke dalam lubang hidung
dengan tepat.
Tanyakan pada pasien, apakah aliran oksigennya terasa atau
tidak.
Atur pengikat nasal kanul dengan benar, jangan terlalu
kencang dan jangan terlalu kendor.
Fiksasi selang oksigen
27
Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
Membebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi.
Atur posisi pasien.
Membuka regulator dan humidifier untuk menentukan
tekanan oksigen sesuai dengan kebutuhan, terapi O2 dengan
masker rebreathing atau nonrebreathing mempunyai
efektifitas aliran 6-15 liter/menit disetarakan dengan
konsentrasi O2 (FI O2) 55-90%.
Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara
kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong
reservoir.
Memasang masker pada daerah muka yang menutupi lubang
hidung dan mulut.
Mengikat tali masker diatas kepala melewati bagian bawah
telinga.
Memasang kasa kering pada daerah yang tertekan sungkup
dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit.
28
RESUSITASI JANTUNG PARU OTAK (RJPO) DAN MANUVER HEIMLICH
PADA DEWASA
I. PENDAHULUAN
I.1. RJPO DEWASA
Henti jantung (cardiac-arrest) dan henti nafas (respiratory-arrest) merupakan
suatu keadaan kegawatan yang mengancam nyawa, dan dapat terjadi dimana dan kapan
saja. Keadaan ini memerlukan tindakan segera berupa Resusitasi Jantung Paru Otak
(RJPO). Tindakan RJPO bertujuan mengambil alih dan mengembalikan fungsi jantung
(pompa) dan pernafasan. Bantuan Hidup Dasar (BHD, BLS) merupakan bagian dari
RJPO berupa tindakan pembebasan jalan nafas, memberikan nafas bantu dengan
maupun tanpa alat, dan melakukan pijat jantung luar. Keberhasilan tindakan RJPO ini
tergantung dari cepatnya memulai tindakan dan teknik yang benar. Modul ini
membicarakan teknik RJPO sesuai dengan acuan (guidelines)AHA 2015 dimana terdapat
beberapa perbedaan dengan teknik RJPO acuan (guidelines) AHA-2010. Penggunaan
acuan AHA 2015, oleh karena pada saat OSCE UKDI acuan yg digunakan adalah
berdasar AHA-2015.
29
1. Mampu menjelaskan tanda tanda henti jantung-henti nafas (cardio-respiratory
arrest)
2. Mampu menjelaskan langkah langkah (algoritme) resusitasi jantung
3. Mampu melakukan semua tindakan RJP secara runtun dengan benar sesuai
dengan algoritme.
4. Mampu menentukandan menjelaskan korban sudah ROSC atau belum.
5. Mampu menentukan dan menjelaskan keputusan untuk menghentikan RJP dengan
tepat
6. Tanda – tanda FBAO
7. Tindakan – tindakan yang harus dilakukan pada FBAO termasuk Heimlich
maneuver
Prasyarat sebelumnya
Dalam mengikuti kegiatan skills lab pada blok Emergency Medicine ini diharapkan
sebelumnya mahasiswa sudah menguasai pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi
jantung-paru-otak serta mamajemen jalan nafas.
30
90 menit Self practice : Mahasiswa melakukan RJPO dan Manuver Mahasiswa
Heimlich dengan baik dan benar Instruktur
Instruktur memberikan penilaian pada lembar pengamatan.
VII. PELAKSANAAN
VII.1. PRINSIP RJPO AHA 2015
31
D-R-S-C-A-B ( Danger - Respon - Shout for help - Compression – Airway –
Breathing)
1. Memastikan keadaan aman, yaitu: aman lingkungan, aman penolong, aman
pasien.
2. Menentukan pasien sadar atau tidak dengan cara memanggil, menepuk bahu
korban atau rangsangan nyeri. Penilaian dengan skor AVPU (Alert, respon to
Verbal, respon to Pain, Unresponsive)
3. Jika pasien tidak sadar, tidak bernafas atau gasping segera meminta bantuan
dengan handphone, aktifkan speaker untuk berkomunikasi dan mendengarkan
instruksi tenaga kesehatan. Jika sendirian, berteriak minta tolong atau ambil AED
(bila tersedia) sebelum memulai RJPO.
HELP !!!
32
4. Melakukan penilaian pasien henti jantung dan nafas bersamaan selama < 10
detik.
33
Bebaskan jalan nafas, head tilt ©-chin lift (a) atau jaw thrust (b)
7. Menilai jalan napas bebas atau tidak dengan melihat adanya gerakan dada, terasa
ada hembusan nafas, mendengar suara nafas. (lihat, dengar, rasa)TIDAK
DILAKUKAN LAGI PADA “ CPR GUIDELINES AHA 2015”OLEH
34
KARENA EVALUASI PERNAFASAN DILAKUKAN ( APNOE,GASPING)
PADA EVALUASI KESADARAN AWAL
Teknik nafas bantu tanpa alat (mouth to mouth) dilakukan dengan menjepit
lubang hidung dengan ibu jari dan telunjuk saat dilakukan bantuan hembusan
nafas untuk menghindari kebocoran atau bila dengan alat menggunakan bag
valve mask.
Pada saat melakukan bantuan nafas rasakan apakah ada hambatan saat
hembusan dan lihat pengembangan dada saat hembusan.
Kompresi jantung luar dan nafas buatan (30:2) dilakukan selama 2 menit atau
bila sudah dilakukan tindakan pemasangan alat bantu pernafasan (airway
definitif misalnya dengan selang endotrakeal), pemberian ventilasi buatan
dilakukan paling tidak selama 1 detik dan setiap 6 detik pada satu periode
pernafasan (10 kali permenit) tanpa sinkronisasi dengan kompresi jantung
35
8. Bila sudah ROSC dan bernafas spontan, lakukan recovery position( stable side
position)
RECOVERY POSITION
Recovery position dilakukan setelah pasien ROSC ( return of spontaneous circulation)
dan bernafas spontan
Urutan tindakan recovery position meliputi:
1. Tangan pasien yang berada pada sisi penolong diluruskan ke atas.
2. Tangan lainnya disilangkan di leher pasien dengan telapak tangan pada pipi
pasien
3. Kaki pada sisi yang berlawanan dengan penolong ditekuk dan ditarik ke arah
penolong, sekaligus memiringkan tubuh korban ke arah penolong.
Dengan posisi recovery jalan nafas diharapkan dapat tetap bebas(secure airway) dan
mencegah aspirasi jika terjadi muntah.
36
Pengakhiran tindakan RJPO
Tindakan RJPO diakhiri bila :
ROSC (Return Of Spontaneous Circulation)
Ada rescuer (penolong) yang lebih terlatih
Penolong kelelahan, berbahaya bila diteruskan
Diputuskan sudah tidak bisa ditolong lagi ( lebam mayat, pupil dilatasi penuh,
kulit dingin)
37
Langkah – langkah penatalaksanaan Heimlich maneuver :
Langkah pertama : minta korban untuk berdiri bila ia duduk.
tempatkan penolong sedikitdibelakang korban.
Langkah kedua: pastikan korban yang akan kita tolong mengerti apa yang akan kita
lakukan sehingga lebih membantu. Letakkan kedua lengan
mengelilingi pinggang korban.
38
Langkah ketiga : buatlah tekanan yang cukup kuat untuk mengeluarkan benda asing. Buat
sekepal tinju tangan dengan satu tangan dan letakkan ibu jari ke
arah korban, sedikit diatas umbilikalis.
Langkah keempat : cengkeram kepalan tinju tersebut dengan tangan yang lain.
39
Langkah kelima: bersiap untuk menekan dengan kuat bagian abdomen. Tekanan yang
anda buat akan membuat menggerakkan udara keluar dari paru –
paru korban, membuat semacam gerakan batuk.
V. RUJUKAN
1. Fokus Utama Pembaruan Pedoman American Heart Association 2015 untuk RJPO
dan ECG, American Heart Association, Guidelines 2015 CPR & ECC.
2. European Resuscitation Council, Guidelines for Resuscitation; 2005
40
VI. LEMBAR PENGAMATAN
VI.1 RESUSITASI JANTUNG PARU OTAK (RJPO)
No Langkah PENGAMATAN
Ya Tidak
1. Mengamati keamanan lingkungan, penolong dan
penderita.
2. Menentukan pasien sadar atau tidak dengan memanggil
kuat atau rangsangan nyeri.
3. Memanggil bantuan ke sekitar atau dengan telepon
genggam.
4. Melakukan penilaian pasien henti jantung dengan
meraba Arteri Carotis tergantung posisi penolong,
dengan cara jari 2 dan 3 menelusuri adam apple ke
arah lateral sampai musculus sternocleido mastoideus
(5-10 detik), bersamaan dengan menilai pernafasan
dengan melihat gerakan dada.
41
1. Menarik lengan ke atas
2. Menyilangkan lengan yang lain ke arah leher
3. Menekuk kaki yang berseberangan dengan
penolong
4. Memiringkan pasien
42
PADA BAYI DAN ANAK
I. PENDAHULUAN
A. Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO)
Henti Henti jantung pernapasan terjadi akibat hipoksia dan asidosis jaringan yang
progresif, disebabkan kegagalan pernapasan dan/atau disertai renjatan. Berbagai kondisi
klinis pada anak dapat menyebabkan henti jantung pernapasan dan/atau renjatan seperti
antara lain ruda paksa, SIDS, distres pernapasan dan sepsis.
43
Pediatric Basic life support (PBLS) adalah pendekatan sistimatik yang meliputi
penilaian inisial pada pasien, mengaktifasi pelayanan emergensi medik (emergency
medical services) dan memulai RJP termasuk defibrilasi. Komponen kunci RJP yang
efektif adalah ventilasi dan kompresi dada yang adekuat. PBLS dapat dilakukan oleh
orang awam dan tenaga kesehatan.
Untuk aktifasi pelayanan emergensi medik, bila ada dua atau lebih penolong maka salah
satu segera menghubungi EMS dan mengusahakan defibrilator. Penolong yang lain
segera melakukan RJP.
Bila penolong hanya sendiri dan kejadian henti jantung disaksikan, maka tindakan
adalah segera menghubungi EMS dan mengusahakan defibrilator, baru kemudian
melakukan RJP. Bila kejadian henti jantung tidak disaksikan maka mulai RJP lebih dulu
selama dua menit kemudian menghubungi EMS serta mengusahakan defibrillator
Urutan RJP
a. Manuver Heimlich
Sumbatan benda asing pada jalan nafas dapat menimbulkan gejala ringan sampai berat.
Bila gejala ringan anak dapat batuk dan dapat mengeluarkan suara, sedang pada yang
berat biasanya sebaliknya. Untuk itu perlu dilakukan suatu tindakan yang cepat dan tepat
untuk mengatasi keadaan ini. Tindakan berupa back blows dan Heimlich maneuver.
Assess severity
II. TUJUAN
II.1 TUJUAN UMUM
Dengan mengikuti kegiatan skills lab pada blok gawat darurat ini mahasiswa
diharapkan dapat memahami resusitasi jantung paru anak secara baik dan benar dan
mengetahui tanda-tanda kegawatan akibat sumbatan benda asing pada jalan nafas dan
melakukan back blows serta Heimlich maneuver dengan benar dan tepat.
45
5. Mengetahui peralatan untuk mempertahankan jalan nafas dan ventilasi
(tidak termasuk ventilasi mekanik), antara lain : guedel, penyangga
nasofarings, laringoskop, pipa endotrakeal, kateter penghisap, kanul
krikotiroidotomi, sungkup resusitasi, balon resusitasi, pipa torakotomi,
pipa lambung
Tujuan :
1. Tujuannya agar mahasiswa dapat memahami resusitasi jantung paru anak secara
baik dan benar, secara khusus mahasiswa mampu melakukan Penilaian secara
cepat status kesadaran, Pembebasan jalan nafas (head tilt/chin lift dan jaw thrust),
Mempertahankan jalan nafas (pemberian oksigen, nafas buatan atau dengan balon
resusitasi), Pijat jantung, Mengetahui peralatan untuk mempertahankan jalan
nafas dan ventilasi (tidak termasuk ventilasi mekanik).
2. Mahasiswa harus memiliki pengetahuan mengenai anatomi saluran nafas atas
serta thoraks dan memiliki keterampilan Pediatric Assesment Triangle untuk
menilai kondisi anak.
46
90 menit Self practice : mahasiswa melakukan Instruktur dan
sendiri tindakan pada manekin secara mahasiswa
bergantian, sehingga total waktu yang
dibutuhkan ± 90 menit (tergantung jumlah
mahasiswa)
Prosedur
Langkah-langkah penatalaksanaan RJPO :
1. SAFE APPROACH (Menilai status kesadaran pasien secara cepat dengan cara
memanggil nama sambil menepuk bahu).
Jika pasien tidak ada respon atau tidak sadar dan tidak bernapas atau gasping,
segera panggil bantuan
2. Pembebasan jalan nafas
Posisi penolong berada di sebelah kanan pasien, dengan kaki kiri sejajar dengan
bahu pasien
Jaw thrust :
47
posisi penolong di sisi atau di arah kepala, letakkan 2- 3 jari (tangan kiri dan kanan)
pada masing-masing sudut posterior bawah kemudian angkat dan dorong keluar.
3. Look,listen, feel
Adanya usaha nafas dinilai dengan melihat gerak nafas, mendengar desah nafas
dan merasakan aliran udara nafas.
Jika usaha nafas tidak adekuat atau tidak bernafas dilanjutkan dengan pemberian
nafas buatan.
4. Pemberian inisial breathing 5x nafas buatan
(dengan mulut atau balon resusitasi), lakukan dengan posisi EC clamp
EC clamp technique
Bila dilakukan dengan mulut, tarik nafas, kemudian tiup dan lihat
pengembangan dada. Bila dada tidak mengembang, perbaiki posisi kepala dan
bila tetap tidak mengembang, pikirkan kemungkinan sumbatan jalan nafas. Hal
yang sama dilakukan dengan balon resusitasi
48
Dilakukan kurang dari 10 detik, pada arteri karotis pada anak,Jika <60x/menit
dilakukan kompresi jantung luar
6. Melakukan kompresi dada dengan baik, yaitu :
- Push hard : kedalaman kompresi berkisar 1/3 – ½ diameter anteroposterior
dada
- Push fast kecepatan kompresi 100-120 kali/menit
- Release completely : lepaskan tekanan hingga dada dapat mengembang
penuh
- Minimalisasi interupsi pada saat melakukan kompresi dada
Pada anak <8 tahun dengan pangkal telapak tangan, >8 tahun dgn pangkal
telapak tangan terbuka dan dibantu oleh tangan yang satu di atasnya.
Koordinasikan antara gerak pijat jantung dan gerak nafas buatan dengan
perbandingan 1 penolong 30:2 dan 2 penolong 15:2
7. Setelah dilakukan kompresi dan ventilasi sebanyak 5 siklus evaluasi kembali
nadi dan pernafasan. Jika nadi >60 x/menit kompresi dihentikan.
Lakukan RJP sebanyak 5 siklus dalam waktu 2 menit, dimana tiap siklus terdiri
dari :
- 1 penolong = kompresi dada : ventilasi 30:2
- 2 penolong = kompresi dada : ventilasi 15:2
8. Jika pernafasan masih belum dijumpai tetap dilakukan VTP sebanyak 18-
20x/menit sembari mempersiapkan peralatan intubasi, akses vaskular dan obat-
obatan
9. Bila telah tercapai ROSC return of spontaneous circulation), lakukan posisi
recovery position)
1. Menarik lengan ke atas
2. Menyilangkan lengan ke arah leher
3. Menekuk kaki yang sejajar dengan penolong
4. Memiringkan pasien
*jangan sampai menekan terlalu keras terhadap anak sehingga anak terangkat kakinya
dari lantai
50
IV. RUJUKAN
a. Kumpulan materi Pelatihan Resusitasi Pediatrik Tahap Lanjut (2012)-
Advanced Pediatric Resuscitation Provider Course
b. Part 13: Pediatric Basic Life Support. 2015 American Heart Association
Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care
c. American Heart Association (AHA) guidelines for CPR and ECC of Pediatric
& neonatal patients : Pediatric basic life support ; 2015
LANGKAH/TUGAS Pengamatan
Ya Tidak
1. Menilai status kesadaran pasien secara cepat dengan cara
memanggil nama sambil menepuk bahu
51
2. Jika pasien tidak ada respon atau tidak sadar dan tidak
bernapas atau gasping, segera panggil bantuan
Buka jalan napas :
Posisi penolong berada di sebelah kanan pasien, dengan kaki
kiri sejajar dengan bahu pasien
- Head tilt-chin lift : letakkan satu tangan pada dahi, tekan
perlahan ke posterior sehingga kemiringan kepala pada
posisi normal atau sedikit ekstensi. Letakkan jari tangan
lain pada tulang rahang bawah tepat di ujung dagu dan
dorong keluar atas, sambil mempertahankan tangan lain
yang sebelumnya pada dahi
- Jaw thrust (jika curiga trauma servikal) : posisi
penolong di sisi atau di atas kepala pasien, letakkan 2- 3
jari (tangan kiri dan kanan) pada masing-masing sudut
posterior bawah kemudian angkat dan dorong keluar
52
- 1 penolong = kompresi dada : ventilasi 30:2
- 2 penolong = kompresi dada : ventilasi 15:2
LANGKAH/TUGAS PENGAMATA
N
Ya Tidak
Back Blows
1. Baringkan bayi dengan wajah menghadap ke bawah dan jari-
jari tangan kanan anda menahannya di bahu dan leher bayi,
dengan lengan bawah kiri sebagai landasan
4. Periksa mulut dan ambil semua benda yang dapat anda lihat
Ulangi sesering mungkin jika diperlukan
Heimlich Maneuver
53
3. Letakkan telapak tangan sisi lain di atas kepalan
4. Tekan perut ke arah atas sampai 5 kali dan benda terpental
keluar
5. Periksa mulut dan ambil semua benda yang dapat anda lihat
Note : Ya = mahasiswa melakukan
Tidak = mahasiswa tidak melakukan
I. PENDAHULUAN
I. 1. DEWASA
Resusitasi adalah suatu tindakan untuk mengembalikan fungsi tubuh kepada keadaan
fisiologis. Kehilangan cairan dapat berupa kehilangan yang normal (keringat,
penguapan, urine ) atau kehilangan yang patologis. Kehilangan cairan yang patologis
bisa disebabkan oleh karena perdarahan atau non perdarahan (dehidrasi). Resusitasi
54
cairan adalah tindakan mengganti kehilangan cairan tubuh yang hilang oleh sebab
patologis kembali menjadi normal.
Pria Wanita
Kurus 65% 55%
Sedang 60% 50%
Gemuk 55% 45%
55
DERAJAT DEHIDRASI
Tanda-tanda klinis Ringan Sedang Berat
Hemodinamik Takikardi Takikardi, Takikardi,sianosis,
hipotensi ortostatik, nadi sulit diraba,
nadi lemah, vena akral dingin
kolaps
Jaringan Mukosa lidah Lidah lunak, Atonia, mata
kering keriput cekung/corong
Turgor kulit < << <<<
Urin Pekat Pekat, jumlah Oliguria
menurun
Kesadaran Normal Apatis, gelisah Koma
Defisit 3-5% BB 6-8% BB 10% BB
Penggantian Cairan :
- Tentukan derajat dehidrasi pasien
- Hitung kekurangan / defisit cairan, berdasarkan derajat dehidrasi dikali dengan
BB
- Bila dehidrasi ringan dan sedang langsung ke rehidrasi tahap lambat, namun bila
dehidrasi berat dimulai dengan rehidrasi tahap cepat kemudian dievaluasi
dilanjutkan ke tahap rehidrasi lambat bila rehidrasi cepat berhasil.
- Tahap cepat : 20–40 ml/kgBB guyur dalam waktu ½ -1 jam
- Tahap lambat : 50% sisa defisit cairan + rumatan, diberikan dalam 8 jam
pertama 50% sisa defisit cairan + rumatan diberikan dalam 16 jam kedua
Dehidrasi tahap cepat
o untuk mengembalikan fungsi hemodinamik menuju normal
o ditandai dengan membaiknya fungsi hemodinamik ( MAP , HR, perfusi
perifer), membaiknya perfusi organ (urine mulai keluar, jernih)
Kebutuhan normal untuk rumatan
Dalam keadaan tidak ada masukan melalui oral, maka defisit cairan dan elektrolit
dengan segera dapat terjadi sebagai akibat produksi urine, sekresi gastrointestinal,
keringat dan insesible waterlossdari kulit dan paru. Kebutuhan normal untuk
rumatan dapat dilihat dari table di bawah ini
56
Berat Badan Jumlah Cairan
0-10 kg 4 mL / kg/jam
10-20 kg berikutnya tambahkan 2 mL/kg/jam
Untuk setiap kg diatas 20 kg tambahkan 1 mL/kg/jam
Sebagai contoh : kebutuhan cairan rumatan untuk berat badan 60 kg adalah:
10x4 + 10x2 + 40x1= 100 mL/jam
CAIRAN PENGGANTI
Kristaloid : Ringer laktat, Ringer Asetat, NaCl 0.9%
Koloid : HES 6%, Gelatin, Albumin5%
Mental status/CNS Slightly anxious Midly anxious Anxious and Confused and
confused lethargic
57
EBV : 70 ml/kg BB contoh BB 60 kg , maka EBV = 50 x 70 = 4200 mL
Perdarahan 25 % EBV = 25 % x 4200 = 1000 mL
PENGHANGATAN CAIRAN :
58
I.2. ANAK
Deskripsi Umum
Terapi cairan adalah pemberian bolus cairan secepat mungkin melalui akses intravena
(IV) atauintraoseus (IO). Tujuan dari terapi cairan adalah untuk meyelamatkan otak dari
gangguan hipoksik-iskemik, melalui : peningkatan preload dan curah jantung untuk
mengembalikan volum sirkulasi efektif pada syok hipovolemik, mengembalikan oxygen-
carrying capacity pada syok hemorhagik dan mengoreksi gangguan metabolik.
Cairan resusitasi yang digunakan adalah cairan kroistaloid dan cairan koloid.
Cairan mengandung dekstrosa tidak diberikan secara bolus karena hiperglikemia dapat
menyebabkan diuresis osmotic atau memperburuk hypokalemia dan cedera otak iskemik.
Cairan Resusitasi
1. Kristaloid
Cairan kristaloid isotonic seperti Ringer Laktat (RL), garam fisiologis (NS), dan
Ringer asetat (RA) banyak tersedia, harganya murah, tidak menimbulkan reaksi
alergi, efektif mengisi ruang interstisial dan mengkoreksi defisit sodium, sehingga
dipilih sebagai lini pertama dalam resusitasi cairan pada keadaan shock. Namun
hanya sebentar berada di dalam ruang intravaskular, dalam beberapa menit hanya
seperempat bagian yang masih berada di ruang intravascular. Untuk
mengembalikan volume intravascular diperlukan jumlah cairan kristaloid yang
besarnya 4-5 kali defisit, sehingga dapat terjadi edema paru.
2. Koloid
Cairan koloid lebih lama berada di ruang intravascular dibandingkan kristaloid.
Darah dan cairan koloid seperti albumin 5%, FFP, dan koloid sintetik seperti
hetastarch 6% dan 10%, dextran 40, dextran 60, dan gelatin lebih efisien mengisi
ruang intravascular dibandingkan kristaloid, namun lebih mahal dapat
menyebabkan reaksi sensitifitas dan komplikasi lain. Darah, FFP dan komponen
darah diberikan setelah bolus kristaloid diberikan dua kali atau sekitar 40
mL/KgBB, untuk mengganti kehilangan darah akibat trauma atau sebagai terapi
paliatif koagulopati.
Prosedur
Langkah-langkah penatalaksanaan resusitasi :
- Mengenali tanda-tanda klinis seperti kesadaran dan perfusi
- Mulai dengan pemberian oksigen high flow, pemasangan akses IV/IO
- Inisial resusitasi: Pemberian bolus cairan 20 cc/kgbb cairan isotonik salin atau
koloid sampai total 60 cc/kgbb sampai adanya perbaikan perfusi atau adanya
tanda-tanda kelebihan cairan seperti ronki dan adanya hepatomegali.
- Koreksi Hipoglikemia dan hipokalsemia. Mulai Pemberian Antibiotik
59
DEHIDRASI
Dehidrasi adalah gangguan dalam keseimbangan cairan atau air pada tubuh yang
disebabkan oleh pengeluaran air lebih banyak daripada pemasukannya. Dehidrasi terbagi
atas tiga yaitu dehidrasi ringan (jika penurunan cairan tubuh kurang 5% dari berat badan),
dehidrasi sedang (jika penurunan cairan tubuh 5-10% dari berat badan), dehidrasi berat
(jika penurunan cairan tubuh lebih 10 % dari berat badan).
Tatalaksana
A. Tanpa Dehidrasi
1. Oralit
- 1 tahun = 50-100 cc/kali mencret
- > 1 tahun = 200 cc/kali mencret
2. Minum dan makan lebih banyak dari biasa
3. Zink 10-20 mg/hari selama 10-14 hari
B. Dehidrasi Ringan-Sedang
Oralit 75 cc/kgbb/3-4 jam
↓
- Ringer Laktat
- Ringer Asetat
C. Dehidrasi Berat
100 cc/kgbb/3-6 jam
- < 1 tahun : inisial 30 cc/kgbb/1 jam
Repletion 70 cc/kgbb/5 jam
- >1 tahun : inisial 30 cc/kgbb/1/2 jam
Repletion 70 cc/kgbb/2 1/2 jam
RESUSITASI CAIRAN
61
II.2 TUJUAN KHUSUS
1. Mahasiswa mampu mengenal jenis-jenis cairan untuk resusitasi cairan
2. Mahasiswa mampu melakukan diagnosa (penentuan)derajad kehilangan cairan
non perdarahan (dehidrasi).
3. Mahasiswa mampu melakukan penghitungan kebutuhan dan cara
resusitasidan jenis cairan yang digunakan pada kasus dehidrasi
4. Mahasiswa mampu melakukan diagnosa (penentuan)derajad kehilangan cairan
dan darah pada kasus dengan perdarahan.
5. Mahasiswa mampu melakukan penghitungan kebutuhan , cara resusitasidan
jenis cairan yang digunakan pada kasus perdarahan.
6. Mahasiswa mampu menentukan saat kapan transfusi dan penghitungan
kebutuhan darah.
7. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan pemberian larutan infus yang
dihangatkan
V. RUJUKAN
G.Edward Morgan,Jr ; Maged S.Mikhail ; Michael J.MurrayClinical
Anasthesiology.
ATLS
Setelah dilakukan rewsusitasi ,keadaan pasien saat ini nafas berkurang sesaknya
24x/menit, TD : 110/70 mmhg, Nadi 106x / menit, urine sudah mulai keluar 40 cc, mulai
jernih.
Setengah jam kemudian pasien tampak sesak kembali, tekanan darah turun 90/70, Nadi
120 x /menit, pasien tampak pucat, sklera tampak udem. Hb diukur 5 gr %.
63
Pasien didiagnosa mengalami trauma tumpul abdomen dengan shock hipovolemik ec
internal bleeding (spleen-rupture ?)
Lakukanlah resusitasi cairan yang sesuai dengan kasus di atas !
Seorang wanita, umur 26 thn, BB 50 kg, datang ke unit gawat darurat dengan keluhan
muntah dan mencret.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai : bila diberi rangsang nyeri dengan menekan nail bed,
mata terbuka lalu tertutup kembali; dari bangun lalu tidur kembali.
TD 85/- mmHg (dari palpasi); nadi 138x/menit, halus; ujung jari dingin, warna pucat dan
kebiruan, mata cekung. Katerter terpasang, urine 5 cc dengan warna pekat.
Pasien didiagnosa mengalami muntah mencret dengan dehidrasi berat.
PENGAMATAN
No. LANGKAH / TUGAS YA TIDAK
1. Menilai parameter parameter :
- Menentukan TD
- Menentukan HR
- Menentukan pulse pressure
- Menentukan frekwensi pernafasan
- Menentukan produksi urin
- Turgor kulit
- Menentukan kesadaran
66
5. Mengenal jenis cairan pengganti perdarahan (kristaloid,
koloid, darah atau komponen darah) dan pengganti
cairan untuk rehidrasi pada kasus dehidrasi
6. Melakukan penggantian perdarahan/ dehidrasi, sesuai
dengan petunjuk diatas. ( kerjakan sesuai dengan kasus)
7. Pemantauan pasca resusitasi / rehidrasi sesuai dengan
tabel (klassifikasi perdarahan/dehidrasi)
ANAK
Pengamatan
LANGKAH/TUGAS
Ya Tidak
1. Menilai keadaan syok
- Kesadaran: respon terhadap nyeri,
- Frekuensi Napas : 70 kali/menit
- Meraba denyut nadi di arteri radialis: tidak teraba
- Tekanan darah: tidak terukur
- Waktu pengisian kapiler yaitu dengan cara menekan
pada ujung kuku kemudian dilepaskan: > 3 detik
- Jumlah urin: tidak ada
2. Mempersiapkan alat dan cairan resusitasi
a. Kristaloid: Ringer Lactate, NaCl 0,9%
b. Koloid: HES 6%, dextran 40, dan gelatin
c. IV line: abbocath no. 22 / 24, infuse set mikro/makro
3. Penanganan awal pasien
a. Airway : head tilt-chin lift
b. Breathing : Berikan oksigenasi & ventilasi adekuat :
pemberian oksigen dengan nasal kanul
c. Circulation :pasang IV line
4. Menghitung cairan resusitasi awal dengan kristaloid yaitu
ringer laktat
pada 5 menit pertama : 20 cc/kgBB yaitu sebanyak 200 cc
5. Menilai perbaikan klinis pasca resusitasi dengan cairan
kristaloid pada 5 menit pertama
- Kesadaran: tidak respon terhadap nyeri
- Frekuensi Napas : 64 kali/menit
- Meraba denyut nadi di arteri radialis : teraba 158
kali/menit, namun masih halus
- Tekanan darah : 80/60 mmHg
- Waktu pengisian kapiler yaitu dengan cara menekan
pada ujung kuku kemudian dilepaskan: > 3 detik
67
- Jumlah urin : 3 cc (kesan< 1cc/kg/jam)
-
Kesimpulan : shock belum teratasi
Jika shock telah teratasi, lanjutkan terapi cairan
maintenance menurut Holliday-Segar
6. Menghitung cairan resusitasi dengan kristaloid (Ringer
Laktat) pada 5 menit kedua : 20 cc/kgBB yaitu sebanyak
200 cc
7. Menilai perbaikan klinis pasca resusitasi dengan cairan
kristaloid pada 5 menit kedua
- Kesadaran : respon terhadap suara
- Frekuensi Napas : 52 kali/menit
- Meraba denyut nadi di arteri radialis : 150 kali/menit
- Tekanan darah : 90/70 mmHg
- Waktu pengisian kapiler yaitu dengan cara menekan
pada ujung kuku kemudian dilepaskan : > 3 detik
- Jumlah urin : 5 cc (kesan< 1 cc/kgBB/jam)
68
12. Melakukan rujukan/rawat di PICU
Note :
Ya = mahasiswa melakukan
Tidak = mahasiswa tidak melakukan
69
SL. EM. VI. 6
KETERAMPILAN KLINIK
ASUHAN BAYI BARU LAHIR NORMAL DAN APGAR SCORE
Aridamuriany Dwiputri Lubis, Fera Wahyuni
I. PENDAHULUAN
Awal kehidupan bayi baru lahir merupakan saat yang kritis dimana bayi perlu menyesuaikan
dirinya dengan lingkungan hidupnya yang baru. Tenaga kesehatan perlu kompeten dalam
melakukan asuhan segera setelah lahir, sejak menit-menit pertama dilahirkan dan dalam 1
jam pertama kelahiran untuk memberikan dukungan kepada ibu agar dapat menyusui secara
dini.
NILAI 0 1 2
Napas Tidak Ada Tidak teratur Teratur
Denyut Jantung Tidak Ada <100 >100
Warna Kulit Biru atau pucat Tubuh merah jambu, Merah jambu
tangan dan kaki biru
Gerakan atau tonus otot Tidak Ada Sedikit fleksi Fleksi
0
Refleks (menangis) Tidak Ada Lemah atau lamban Kuat
E. Kontak kulit dengan kulit (skin to skin contact) antara ibu dan bayi dan Inisiasi
Menyusu Dini (IMD)
1. Bayi di ditengkurapkan di dada-perut ibu dengan kulit bayi melekat pada kulit ibudan
mata bayi setinggi puting susu. Keduanya diselimuti dan bayi dapat diberi topi
2. Anjurkan ibu menyentuh bayi untuk merangsang bayi. Biarkan bayi mencari puting
sendiri
3. Biarkan kulit kedua bayi bersentuhan dengan kulit ibu selama paling tidak satu jam;
bila menyusu awal terjadi sebelum 1 jam, tetap biarkan kulit ibu – bayi
bersentuhansampai setidaknya 1 jam
4. Bila dlm 1 jam menyusu awal belum terjadi, bantu ibu dengan mendekatkan bayi ke
puting tapi jangan memasukkan puting ke mulut bayi. Beri waktu kulit melekat pada
kulit 30 menit atau 1 jam lagi
1
5. Tunda memandikan bayi sedikitnya 6 jam setelah lahir, lebih baik setelah 24 jam, bayi
baru boleh mandi kalau suhu stabil
F. Pemberian vitamin K1
Semua bayi baru lahir harus diberikan vitamin K1 injeksi 1 mg intramuskular di paha kiri
sesegera mungkin (setelah proses IMD dan sebelum penyuntikan imunisasi Hepatitis B)
untuk mencegah perdarahan yang sering pada bayi baru lahir (hemorrhagic disease of
newborn) akibat defisiensi vitamin K yang dapat dialami oleh sebagian bayi baru lahir.
Beri vitamin K1 injeksi intra muskular dengan dosis tunggal 1 mg di paha kiri
(karena paha kanan untuk imunisasi Hepatitis B)
BAGAN ALUR:
ASUHAN SEGERA BAYI BARU LAHIR
2
PENILAIAN:
Sebelum bayi lahir:
Apakah kehamilan cukup bulan?
Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium?
Segera setelah bayi lahir:
Apakah bayi menangis atau berapas/tidak megap-
megap?
Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?
VI. RUJUKAN
Buku Saku Pelayanan kesehatan Neonatal Esensial, Kementerian Kesehatan RI, 2010
Pelatihan Asuhan Persalinan Normal. JNPK-KR/POGI-IBI-IDAI-DEPKES. Revisi 2007
Baby-Friendly Hospital Initiative: Updated and Expanded for Integrated Care. A 20 hours
course for maternity staff. UNICEF-WHO. Revisi 2006
VII. Kasus:
Seorang bayi lahir di ruang bersalin secara spontan, cukup bulan, segera menangis dan
gerakan juga aktif. Berat badan lahir adalah 3200 gram dengan panjang badan 49 cm. Dokter
telah berada di ruang bersalin dan telah siap untuk melakukan asuhan bayi baru lahir
LANGKAH/TUGAS PENGAMATAN
PERSIAPAN SEBELUM BAYI LAHIR Ya Tidak
1. Mempersiapkan peralatan: sarung tangan steril,
kain bedong 2 helai, tetes/salep mata
antibiotik, vitamin K1 ampul, spuit 1 CC,
kapas dan alkohol
2. Mencuci tangan menggunakan sabun dan air
mengalir, memakai sarung tangan steril
PENILAIAN BAYI SAAT LAHIR
1. Melakukan penilaian dengan menghadapkan
bayi kepada penolong di atas perut ibu yang
sudah dilapisi kain/handuk dengan posisi
kepala lebih rendah dari badan
2. Bila segera dapat bernapas spontan dan teratur,
menangis kuat, cukup mengusap muka bayi
dari lendir dan darah dengan kain/kasa yang
bersih. Tidak dilakukan pengisapan lendir
secara rutin pada jalan napasnya.
3. Bila bayi lahir kurang bulan atau air ketuban
bercampur mekonium, atau tidak
5
bernapas/megap-megap, atau tonus otot buruk,
bersiaplah untuk melakukan resusitasi BBL
dengan cepat
MENGERINGKAN DAN RANGSANG TAKTIL
1. Menutup tubuh bayi dengan kain/handuk yang
kering dan hangat.
2. Mulai mengeringkan dengan mengusap kepala,
wajah, dada, dan perut dengan lembut. Gosok
punggung bayi dengan gerakan ke atas dan ke
bawah kemudian ke tangan dan kaki kecuali
telapak tangan
3. Mengganti kain/handuk yang basah dengan
kain yang bersih, kering, dan hangat.
4. Membungkus bayi mulai dari kepala dan badan
kecuali bagian tali pusat dengan selimut atau
kain bersih dan hangat
MENILAI SKOR APGAR
1. Menilai Apgar menit ke-1 dan ke-5: napas,
denyut jantung, warna kulit, tonus otot, dan
refleks.
2. Menghitung nilai APGAR
MEMOTONG DAN MERAWAT TALI PUSAT
KONTAK KULIT DENGAN KULIT DAN
INISIASI MENYUSUI DINI
1. Bayi ditengkurapkan di dada-perut ibu dengan
kulit bayi melekat pada kulit ibudan mata bayi
setinggi puting susu. Keduanya diselimuti.
Bayi dapat diberi topi
2. Anjurkan ibu menyentuh bayi untuk
merangsang bayi. Biarkan bayi mencari puting
sendiri
3. Biarkan kulit kedua bayi bersentuhan dengan
kulit ibu selama paling tidak satu jam; bila
menyusu awal terjadi sebelum 1 jam, tetap
biarkan kulit ibu – bayi bersentuhansampai
setidaknya 1 jam
4. Bila dlm 1 jam menyusu awal belum terjadi,
bantu ibu dengan mendekatkan bayi ke puting
tapi jangan memasukkan puting ke mulut bayi.
Beri waktu kulit melekat pada kulit 30 menit
atau 1 jam lagi
MEMBERIKAN VITAMIN K1
1. Memberi vitamin K1 injeksi intra muskular
dengan dosis tunggal 1 mg di paha kiri
6
hidung bayi menuju ke bagian luar mata
3. Mengulangi untuk mata yang sebelah lagi
PENCATATAN DAN RAWAT GABUNG
1. Menimbang, mengukur serta melakukan
pencatatan dan pelaporan
2. Memasang gelang pengenal pada ibu dan bayi
3. Ibu – bayi dirawat dalam satu kamar, bayi
dalam jangkauan ibu selama 24 jam
IMUNISASI HEPATITIS B PERTAMA
I. PENDAHULUAN
7
Asfiksia neonatus adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir.
1. Begitu bayi lahir tidak menangis, maka dilakukan Langkah Awal yang terdiri dari
a. Hangatkan bayi di bawah pemancar panas atau lampu
b. Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi
2. Bila bayi tidak bernapas lakukan Ventilasi Tekanan Positip (VTP) dengan memakai
balon dan sungkup dengan kecepatan 20-30 kali selama 30 detik
8
dada
- Bila denyut jantung > 60 x/menit kompresi dada dihentikan, VTP dilanjutkan
5. Pemasangan pipa ET bisa dilakukan pada setiap tahapan resusitasi (dilakukan oleh
tenaga yang sudah trampil)
LAHIR
30 detik
Ya
- Cukup bulan?
- Amnion jernih? Perawatan Rutin :
- Bernapas/ menangis?
- Tonus otot baik?
Tidak
- Berikan kehangatan
- Posisikan; bersihkan/
buka jalan napas (kalau
perlu)*
- Keringkan, stimulasi,
reposisi
30 detik
Bernapas
apasTida
- Evaluasi k Perawatan Observasi
pernapasan, FJ,
dan warna kulit FJ > 100 &
kemerahan
Sianosis
ke
Apnu/
FJ < 100 Beri oksigen
Ventilasi
efektifefektif
Perawatan Pasca
30 detik
Berikan Ventilasi
Tekanan Positip* FJ > 100 & Resusitasi
kemerahan
FJ < 60 FJ > 60
- Berikan Ventilasi Tekanan Positip*
- Lakukan Kompresi Dada*
9
FJ < 60
Berikan Epinefrin*
*Intubasi ET dapat dilakukan pada beberapa tahap resusitasi ini.
Gambaran Umum Resusitasi di Ruang Bersalin
10
II.2. TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu melakukan setiap langkah resusitasi bayi baru lahir yaitu:
Penilaian sebelum bayi lahir
Langkah awal resusitasi
Ventilasi tekanan positif
Kompresi dada
Penilaian setelah resusitasi
3. Waktu pelaksanaan
- Setiap kegiatan skills lab dilaksanakan selama 150 menit.
11
- Disesuaikan dengan jadwal mahasiswa semester VI.
4. Tempat pelaksanaan
Ruang skills lab lantai 3
VI. RUJUKAN
12
VII. LEMBAR PENGAMATAN PERAWATAN DAN PENANGANAN NEONATUSDAN
BAYI ASFIKSIA
LANGKAH/TUGAS Pengamatan
PERSIAPAN ALAT RESUSITASI Ya Tidak
1. Semua alat resusitasi harus dipersiapkan terlebih dahulu dalam
keadaan keadaan steril yang terdiri dari oksigen, sarung tangan
steril, kain bedong bayi 3 lembar, pengisap lendir (pengisap
lendir de Lee/bulb syringe), balon resusitasi dan sungkup untuk
bayi
2. Meja resusitasi telah dialasi dengan 2 helai kain yang bersih
dan kering
3. Mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir,
memakai sarung tangan steril
PERSIAPAN BAYI
4. Memotong tali pusat segera setelah bayi lahir
5. Menerima bayi dengan kain yang kering dan hangat dan
meletakkannya pada tempat resusitasi yang sudah disiapkan.
6. Posisi penolong berada pada kepala bayi
MENILAI DAN MENJAWAB 4 PERTANYAAN
52
15. bersih, kering dan hangat, serta kepala dan dada tetap
terbuka.
16. Mengatur kembali posisi kepala bayi dengan kain yang
digulung/lipat di bawah bahu sehingga kepala sedikit
ekstensi
MENILAI BAYI
17. Melakukan penilaian, apakah bayi bernapas spontan, megap-
megap atau merintih.
18. Bila bayi tidak bernapas atau megap –megap melakukan
segera Ventilasi Tekanan Positip
VENTILASI BAYI
53
a. Teknik ibu jari, kedua ibu jari digunakan untuk menekan
sternum, sementara kedua tangan melingkari dada dan jari-
jari tangan menyokong tulang belakang.
b. Teknik dua jari, ujung jari tengah dan jari telunjuk atau jari
manis dari satu tangan digunakan untuk menekan tulang
dada dengan posisi tegak lurus, sementara tangan yang lain
digunakan untuk menopang bagian belakang bayi (kecuali
kalau bayi diletakkan pada permukaan yang keras)
28. Tekanan diberikan pada 1/3 bawah tulang dada, yang terletak
antara tulang dada sifoid dan garis khayal yang
menghubungkan kedua puting susu.
29. Lakukan kompresi dada disertai dengan VTP
30. Orang yang melakukan kompresi harus mengambil alih tugas
menghitung: “satu- dua-tiga-Pompa” (tiga kompresi + satu
ventilasi)
31. Lakukan selama 30 detik
32. Bila frekuensi denyut jantung mencapai 60 kali/menit atau
lebih, tindakan kompresi dada dihentikan.
33. Lanjutkan VTP sampai > 100 x per menit dan bayi bernapas
spontan
PEMANTAUAN DAN PELAPORAN
34. Melakukan pemantauan terhadap bayi pasca resusitasi
35. Melakukan pencatatan dan pelaporan
54
SL. EM. VI. 8
PENILAIAN BLASGOW COMA SCALE (GCS), PEMASANGAN COLLAR
BRACE (CB) TRANSPORTASI PASIEN
I. PENDAHULUAN
Seorang dokter harus mampu menilai kesadaran penderita oleh karena sangat banyak
keadaan yang dapat menyebabkan seseorang mengalami penurunan kesadaran, misalnya
craniocerebral trauma, inflamasi otak dan meningennya, stroke dan berbagai gangguan
metabolik. Umumnya skala atau skor yang digunakan untuk menilai penurunan kesadaran pada
awalnya hanya digunakan untuk keadaan penurunan kesadaran yang tertentu saja. Glasgow
Coma Scale merupakan skala yang paling penting dan paling banyak digunakan di seluruh
dunia karena validitas dan realibilitasnya baik serta cara penilaiannya sederhana.
Keputusan untuk merujuk pasien didasarkan pada kebutuhan pasien untuk mendapatkan
pelayanan yang lebih baik bila dibandingkan dengan tempat pelayanan yang diperoleh pada
sarana pelayanan kesehatan sebelumnya. Pelayanan yang lebih baik dimaksudkan bisa berupa
prosedur diagnostik dan atau pelayanan spesialistik. Selama transportasi, pasien berada dalam
risiko morbiditas dan mortalitas yang meningkat. Risiko ini bisa dikurangi dan diperoleh hasil
akhir yang lebih baik bila dilaksanakan dengan perencanaan yang baik.
Pada pasien dengan cedera kepala dan memerlukan transport maka diperlukan
Pemasangancollar brace untuk menjaga vertebra servikali spadap osisi netral. Karena biasanya
pasien dengan cedera kepala disertai dengan cedera tulang leher.
II.TUJUAN KEGIATAN
55
II.2. TUJUAN KHUSUS
1. Mahasiwa dapat melakukan pemeriksaan penilaian kesadaran dengan menggunakan
GlasgowComaScale, memperkirakan prognosa dan mampu memperkirakan tindakan
selanjutnya.
2. Mahasiswadapatmelakukanproses rujukan dan transportasipasiendenganbaikdanbenar.
3. Mahasiswadapatmelakukanpemasangancollarbracedengan baikdanbenar
AlatdanBahan
1. Manekuindewasaterpasanginfus
2. Perkusi hammer 1 buah
3. Collar brace 1 buah
4. Tabungoksigenkecil 1 buah
5. Masker sederhana 1 buah
6. Monitor portable 1 buah
7. Cairaninfus RL, RSol, NaCl 0,9% 1 buah
8. Ambu bag 1 buah
9. Face mask 1 buah
10. Nasofaringeal airway 1 buah
11. Sarungtangan non steril 1 box
12. Adrenalin 5 buah
13. Sulfas atropine 5 buah
Contohkasus:
Seorang laki–laki berusia 25 tahun masuk ke IGD puskesmas dengan penurunan kesadaran.
Pasien ini sebelumnya mengalami kecelakan lalulintas.
57
VI. LEMBAR PENGAMATANTRANSPORT PASIEN
Langkah/Tugas Pengamatan
Ya Tidak
1. Mempersiapkan diri dan alat
Alat- alat emergency
Obat-obat emergency
2. PENILAIAN GCS
1. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.
2. Menilai “eyeopening” penderita (range skor 4-1). Perhatikan
apakah penderita :
Buka mata spontan = 4
Buka mata jika dipanggil, disuruh atau dibangunkan = 3
Buka mata jika diberi rangsang nyeri (dengan menekan ujung
kuku jari tangan) = 2
Tidak ada respon = 1
3. Menilai “best verbal response” penderita (range skor 5-1.
Perhatikan apakah penderita :
Orientasi baik = 5
Bingung (dijumpai disorientasi) = 4
Dapat mengucapkan kata2 namun tidak berupa kalimat = 3
Mengerang (mengucapkan kata yang tidakjelasartinya) = 2
Tidak ada reaksi = 1
4. Menilai “best motor response” penderita(range skor 6-1).
Perhatikan apakah penderita :
Melakukan gerakan sesuai perintah = 6
Dapatmengetahuilokasi rangsang nyeri =5
Menghindar terhadap rangsangnyeri = 4
Fleksi Abnormal (decorticated) = 3
Ekstensi abnormal (decerebrated) = 2
Tidak ada reaksi = 1
5. Tentukan skor GCS. Range skor: 3-15 (semakinrendahskor yang
diperoleh, semakinjelekkesadarannya)
6. Informasikankepadakeluargapasien :
Tingkatkesadaran
Prognosa
Tindakanselanjutnya
.
Pemasangan Collar Brace dan Transport Pasien
1. Memasang alat pelindung diri terdiri dari masker, sarung tangan
kalau perlu kaca mata untuk proteksi diri.
2. Menyiapkan Collar brace yang sesuai dengan jenis cedera pasien
(rigid collar brace) yang sesuai dengan ukuran leher pasien.
3. Membaringkan pasien pada posisi supine pada alas yang keras dan
58
datar.
4. Posisikan pasien pada posisi netral dimana kepala sejajar dengan
tubuh pada posisi berbaring dengan tangan menghadap keatas.
5. Pegang kepala pasien dengan dibantu oleh seorang asisten agar
terfiksasi dengan benar dan kuat
6. Memasukkan collar brace secara perlahan ke belakang leher
dengan sedikit melewati leher dan bagian bertekuk tepat di dagu
pasien.
7. Rekatkan 2 sisi collar brace satu sama lain.
8. Siapkan obat–obat dan alat–alat emergensi seperti, adrenalin/
epinephrine, sulfas atropine, orofaringeal airway, nasofaringeal
airway, facemask, ambu bag, cairaninfus, oksigen transport dan
monitor.
9. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan pasien.
10. Komunikasi antar dokter dan/atau antarperawat rumah sakit.
Konfirmasi sebelum transportasi bahwa area (ruangan) yang di
tujutelah siap untuk menerima pasien.
11. Mendampingi pasien minimal 2 orang.Terdiri dari dokter dan
perawat terlatih.
12. Monitoring dan pencatatan keadaan pasien selama tranportasi ke
dalam rekam medis.
Referensi:
1. DeJONG’S, The NeurologicExamination, 5th edition, Philadelphia: JB. Lippincott;
1992
2. Masur H, ScalesandScores in Neurology, New York: Thieme; 2004
3. Sjahrir H. Neurologi khusus. Cetakan Pertama. Medan; USU press; 1994
4. Fuller G, NeurologicalExamination Made Easy, London: ChurchillLivingstone; 1993
5. Gilman S, ClinicalExaminationof The Nervous System, Philadelphia: McGraw Hill;
2000
6. Ford MJ, ClinicalExamination, 8th edition, Philadelphia: Elsevier; 2005
7. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental, Jakarta: FK UI;
2000
8. Tintinalli’sEmergencyMedicine 7 thEdition. 2011
9. Accident&Emergency 3rd edition 2013
59