NON BLOK
Kedua Blok tersebut saling berlawanan karena perbedaan paham tersebut. Agar
menjadi semakin kuat, tiap tiap blok mencari sekutu sebannyak banyaknya. Negara negara
yang baru merdeka diajak untuk menjadi sekutu. Meskipun demikian, tidak semua negara
bersedia ikut salah satu blok tersebut.
Ada negara negara yang memilih berskiap netral. Negara negara tersebut tidak mau
memihak salah satu blok. Di antara negara netral ini adalah Indonesia, India, Mesir, ghana,
serta Yugoslavia. Atas inisiatif pemimpin lima negara ini terbentuklah sebuah organisasi
yang disebut gerakan non blok (GNB) atau Non Aligned Movement (NAM).
Pemimpin kelima negara tersebut antara lain Soekarno (Presiden Indonesia), Pandit
Jawaharlal Nehru (Perdana mentri India), Gamal Abdel Naser (Presiden Mesir), Josep Brozz
Tito (Presiden Yugoslavia), dan Kwame Nkrumah (Presiden Ghana).
Gerakan Non blok didirikan pada tanggal 1 september 1961. Gerakan ini di-ilhami
oleh Dasasila Bandung yang disepakati pada konfrensi Asia Afrika tahun 1955. Penggagas
Gerakan Non Blok adalah Soekarno (Presiden Indonesia), Josep Brozz Tito (Presiden
Yugoslavia), Gamal Abdel Naser (Presiden Mesir), Kwame Nikrumah (Ghana).
Sejak didirikan tahun 1961, Gerakan Non Blok telah beberapa kali mengadakan Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT), antara lain sebagai berikut.
1. Konferensi Tingkat Tinggi I Gerakan Non Blok (KTT I Gerakan Non Blok)
KTT I Gerakan Non Blok diselenggarakan pada tanggal 1–6 September 1961 di Beograd,
Yugoslavia dengan ketua Presiden Joseph Broz Tito. KTT dihadiri oleh 25 negara. KTT I
Gerakan Non Blok menghasilkan beberapa keputusan penting yang disebut Deklarasi
Beograd dan berisi, antara lain sebagai berikut:
mengimbau dihentikannya Perang Dingin antara Uni Soviet dan Amerika Serikat
bersama sekutunya;
mengimbau Uni Soviet dan Amerika Serikat agar hidup berdampingan secara damai
dengan menghentikan perlombaan senjata nuklir;
menyerukan kepada dunia (PBB) untuk membantu negara yang masih terjajah supaya
segera merdeka.
2. Konferensi Tingkat Tinggi II Gerakan Non Blok (KTT II Gerakan Non Blok)
KTT II Gerakan Non Blok diselenggarakan pada tanggal 5–10 Oktober 1964 di Kairo, Mesir
dengan ketua Presiden Gamal Abdul Nasser. KTT dihadiri oleh 46 negara. Keputusan penting
yang dihasilkan dalam KTT II Gerakan Non Blok antara lain sebagai berikut:
penghentian Perang Dingin dan perlombaan senjata antara Blok Barat dan Blok
Timur;
usaha perbaikan ekonomi di negara sedang berkembang agar tidak tertinggal jauh dari
negara maju;
KTT II Gerakan Non Blok melahirkan Kelompok 77 yang terdiri atas negara Dunia
Ketiga yang ingin berjuang untuk memperoleh keadilan ekonomi.
3. Konferensi Tingkat Tinggi III Gerakan Non Blok (KTT III Gerakan Non Blok)
KTT III Gerakan Non Blok diselenggarakan di Lusaka, Zambia pada tanggal 8–10 Oktober
1970 dengan ketua Presiden Kenneth Kaunda Zambia. KTT dihadiri oleh 59 negara.
Keputusan penting yang diambil dalam KTT III Gerakan Non Blok, selain tetap mendukung
keputusan KTT I dan II Gerakan Non Blok, dihasilkan pula keputusan baru, antara lain
sebagai berikut:
a. dicetuskan suatu resolusi menuntut pembangunan tata ekonomi dunia baru yang lebih
adil dan merata;
b. mengimbau diadakannya dialog yang lebih demokratis antara kelompok Utara dan
kelompok Selatan untuk mendorong tumbuhnya perekonomian dunia yang sehat dan
dinamis;
c. menyerukan kerja sama yang erat dan luas di antara negara anggota Gerakan Non
Blok dan tidak terlalu bergantung pada negara maju.
4. Konferensi Tingkat Tinggi IV Gerakan Non Blok (KTT IV Gerakan Non Blok)
KTT IV Gerakan Non Blok diselenggarakan di Aljir, Aljazair pada tanggal 5–9 September
1973 dengan ketua Presiden Houari Boumediene. KTT IV Gerakan Non Blok dihadiri oleh
76 negara. Sasaran yang hendak dicapai dalam KTT IV Gerakan Non Blok, antara lain
sebagai berikut:
5. Konferensi Tingkat Tinggi V Gerakan Non Blok (KTT V Gerakan Non Blok)
KTT V Gerakan Non Blok diselenggarakan di Kolombo, Sri Lanka pada tanggal 16–19
Agustus 1976 dengan ketua PM Sirimavo Bandaranaike. KTT dihadiri oleh 81 negara. Hasil
KTT V Gerakan Non Blok “Deklarasi Kolombo” antara lain sebagai berikut:
6. Konferensi Tingkat Tinggi VI Gerakan Non Blok (KTT VI Gerakan Non Blok)
KTT VI Gerakan Non Blok diadakan di Havana, Kuba (1979) ketua Presiden Fidel Castro.
KTT dihadiri oleh 94 negara. KTT ini membicarakan masalah masuknya pengaruh blok
sosialis ke dalam anggota Gerakan Non Blok dan mencegah terjadinya pertikaian
antaranggota. Hasil penegakan kembali pentingnya perdamaian dunia. Birma menyatakan
keluar dari GNB, sebab GNB dianggap
tidak murni lagi.
7. Konferensi Tingkat Tinggi VII Gerakan Non Blok (KTT VII Gerakan Non Blok)
KTT VII Gerakan Non Blok diadakan di New Delhi, India pada tahun 1982 dengan ketua PM
Indira Gandhi. Menurut keputusan KTT ke VI bahwa KTT VII diselenggarakan di Bagdad
Irak pada akhir tahun 1982. Oleh karena terjadi perang Irak-Iran,maka KTT VII dialihkan ke
New Delhi India. Pembicaraan pada KTT VII Gerakan Non Blok ini masih berkisar pada cara
menyelesaikan persengketaan yang timbul di antara anggota Gerakan Non Blok, akibat
perang saudara, dan pengaruh kekuatan asing. Hasil “The New Delhi Massage”, Pesan New
Delhi yaitu sebagai berikut:
a. Gerakan Non Blok tetap mendukung perjuangan Palestina yang rumusannya terdapat
dalam Pesan Jakarta atau Jakarta Message.
b. Menyesalkan tindakan Amerika Serikat yang membantu Israel dalam pembangunan
permukiman Yahudi di wilayah Palestina.
c. Kegagalan memasukkan masalah sanksi PBB terhadap Irak dan Libia masih
membuktikan lemahnya Gerakan Non Blok dalam mengatasi perbedaan pendapat di
kalangan anggotanya.
11. Konferensi Tingkat Tinggi XI Gerakan Non Blok (KTT XI Gerakan Non Blok)
KTT XI Gerakan Non Blok diselenggarakan di Cartagena, Kolombia pada tanggal 16–22
Oktober 1995 dengan ketua Presiden Ernesto Samper. Hasilnya meningkatkan dialog Utara
Selatan.
12. Konferensi Tingkat Tinggi XII Gerakan Non Blok (KTT XII Gerakan Non Blok)
KTT XII Gerakan Non Blok diselenggarakan di Durban, Afrika Selatan pada tanggal 28
Agustus–3 September 1998. Hasil perjuangan demokratisasi dalam pengakuan serta
hubungan internasional bagi negara dunia ketiga.
13. Konferensi Tingkat Tinggi XIII Gerakan Non Blok (KTT XIII Gerakan Non Blok)
KTT XIII Gerakan Non Blok diselenggarakan di Kuala Lumpur, Malaysia pada bulan
Februari 2003. Hasilnya penyelesaian masalah Irak dengan jalan damai dan tidak memicu
pecahnya perang di Irak.
MISI GARUDA
Pada tanggal 26 Juli 1956 Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser menasionalisasi Terusan
Suez, akibatnya Inggris dan Perancis yang memiliki saham atas Terusan Suez menjadi marah
dan mengirimkan pasukannya untuk menggempur Mesir. Serangan Inggris dan Perancis yang
dibantu Israel terhadap Mesir sangat membahayakan perdamaian dunia sehingga PBB
terpaksa turun tangan dan mengirimkan pasukan perdamaian,Indonesia mendukung
keputusan itu dan untuk pertama kalinya mengirim Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB ke
Mesir yang dinamakan dengan Kontingen Garuda I atau KONGA I.
Yang menjadi dasar Indonesia mengambil bagian dalam tugas misi Garuda ialah :
1. Sebagai anggota Dewan Keamanan PBB
2. Landasan ideologi Indonesia (Pancasila)
3. Landasan Konstitusional Indonesia ( Pembukaan UUD 1945)
4. Perwujudan dari politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
Kontingen Garuda I
Kontingen Garuda I dikirim pada 8 Januari1957 ke Mesir. Kontingen Garuda Indonesia I
terdiri dari gabungan personel dari Resimen Infanteri-15 Tentara Territorium (TT)
IV/Diponegoro, serta 1 kompi dari Resimen Infanteri-18 TT V/Brawijaya di Malang.
Kontingen ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Infanteri Hartoyo yang kemudian digantikan
oleh Letnan Kolonel Infanteri Suadi Suromihardjo, sedangkan wakilnya Mayor Infanteri
Soediono Suryantoro. Kontingen Indonesia berangkat tanggal 8 Januari 1957 dengan pesawat
C-124 Globe Master dari Angkatan Udara Amerika Serikat menuju Beirut, ibukota Libanon.
Dari Beirut pasukan dibagi dua, sebagian menuju ke Abu Suweir dan sebagian ke Al
Sandhira. Selanjutnya pasukan di El Sandhira dipindahkan ke Gaza, daerah perbatasan Mesir
dan Israel, sedangkan kelompok Komando berada di Rafah. Kontingen ini mengakhiri masa
tugasnya pada tanggal 29 September1957. Kontingen Garuda I berkekuatan 559 pasukan.
Kontingen Garuda II
Konga II dikirim ke Kongo pada 1960 dan dipimpin oleh Letkol Inf Solichin GP. Konga II
berada di bawah misi UNOC.KONGA II berjumlah 1.074 orang dipimpin Kol. Prijatna
(kemudian digantikan oleh Letkol Solichin G.P) bertugas di Kongo September 1960 hingga
Mei 1961.
Kontingen Garuda IV
Konga IV dikirim ke Vietnam pada 1973. Konga IV berada di bawah misi ICCS dan
dipimpin oleh Brigjen TNI Wiyogo Atmodarminto.Pada tanggal 23 Januari1973 pasukan
Garuda IV diberangkatkan ke Vietnam yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal TNI Wiyogo
Atmodarminto, yang merangkap Deputi Militer Misriga dengan kekuatan 294 orang yang
terdiri dari anggota ABRI dan PNS Departemen Luar Negeri. Kontingen Garuda IV ini
merupakan Kontingen ICCS (International Commission of Cantre and Supervision) pertama
yang tiba di Vietnam. Tugas kontingen Garuda IV adalah mencegah pelanggaran-
pelanggaran, menjaga status quo, mengawasi evakuasi pasukan dan alat-alat perang serta
mengawali pertukaran tawanan perang.
Kontingen Garuda V
Konga V dikirim ke Vietnam pada 1973. Konga V berada di bawah misi ICCS dan dipimpin
oleh Brigjen TNI Harsoyo.
Kontingen Garuda VI
Konga VI dikirim ke Timur Tengah pada 1973. Konga VI berada di bawah misi UNEF dan
dipimpin oleh Kol Inf Rudini. Kontingen Garuda Indonesia VI di resmikan oleh
Menhankam/Pangab Jenderal TNI M. Pangabean. Tugas pokok Kontingen Garuda Indonesia
sebagai peace keeping force atau “Pasukan Pemelihara Perdamaian”. Komposisi Kontingen
tersebut berintikan Yonif 512/Brigif Kodam VIII/Brawijaya dengan kekuatan 466 orang,
dibawah pimpinan Kolonel Inf. Rudini. Sebagai Komandan Komando Taktis, ditunjuk Mayor
Basofi Sudirman. Selain pengiriman Kontingen, atas permintaan PBB diberangkatkan pula
Brigadir Jenderal Himawan Sutanto sebagai Komandan Brigade Selatan Pasukan PBB di
Timur Tengah, pada tanggal 13 Desember 1973. Kontingen Garuda Indonesia VI tiba
kembali di Indonesia setelah menyelesaikan tugasnya di Timur Tengah selama sembilan
bulan. Pada tanggal 31 September 1974, Kasum Hankam Marsdya TNI Sudharmono atas
nama Menhankam/Pangab membubarkan Kontingen Garuda Indonesia VI dan selanjutnya
diserahkan kepada kesatuan masing-masing.
Kontingen Garuda IX
Kontingen Garuda X
Konga X dikirim ke Namibia pada 1989. Konga X berada di bawah misi UNTAG dan
dipimpin oleh Kol Mar Amin S.
Kontingen Garuda XI
Kontingen Garuda XV
Konga XV dikirim ke Georgia pada 1994. Konga XV berada di bawah misi UNOMIG dan
dipimpin oleh May Kav M. Haryanto. Kontingen Garuda XV pada awalnya merupakan
kontingen para Military Observer yang bertugas di bawah misi United Nations Observer for
Military in Georgia (UNOMIG). Bertugas di Rep. of Georgia untuk mengawasi perjanjian
damai antara Rep. of Georgia dan Rep. of Abkhazia (Self Autonomous), yang merupakan
upaya pemecahan diri dari sebagian wilayah. Pertama kali misi ini di kirimkan pada tahun
1994 dan berakhir tahun 2009.
Konga XVI dikirim ke Mozambik pada 1994. Konga XVI berada di bawah misi UNOMOZ
dan dipimpin oleh May Pol Drs Kuswandi. Kontingen ini terdiri dari 15 pasukan.
Konga XVII dikirim ke Filipina pada 1994. Kontingen ini bertugas dari 17 Juni1994 sampai
28 Desember1994. KONGA XVII dipimpin oleh Brigjen TNI Asmardi Arbi, bertugas di
Filipina sebagai pengawas gencatan senjata setelah adanya perundingan antara MNLF
pimpinan Nur Misuari dengan pemerintah Filipina.
KONGA XVIII dikirim ke Tajikistan pada November 1997. Kontingen ini terdiri dari 8
perwira TNI yang dipimpin oleh Mayor Can Suyatno.
Konga XIX/1 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/1 beranggotakan 10
perwira TNI dipimpin oleh Letkol K. Dwi Pujianto dan bertugas sebagai misi pengamat
(observer mission).
Konga XIX/2 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/2 beranggotakan 10
orang dipimpin oleh Letkol PSK Amarullah. Konga XIX/2 bertugas sebagai misi pengamat.
Konga XIX/3 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/3 beranggotakan 10
perwira dipimpin oleh Letkol (P) Dwi Wahyu Aguk. Konga XIX/3 bertugas sebagai misi
pengamat.
Konga XIX/4 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga XIX/4 beranggotakan 10
perwira dan dipimpin oleh Mayor CZI Benny Oktaviar MDA. Konga XIX/4 bertugas sebagai
misi pengamat. [1]
Kontingen Garuda XX
Konga XX/A dikirim ke Bungo, Kongo pada 6 September2003 dan bertugas selama 1 tahun.
Konga XX/A berjumlah 175 prajurit dari Kompi Zeni dibawah pimpinan Mayor CZI Ahmad
Faizal. [2]
Konga XX/B bertugas di Republik Demokratik Kongo. Konga XX/B berasal dari Kompi
Zeni. [3]
Konga XX/C dikirim ke Republik Demokratik Kongo pada 28 September2005. Konga XX/C
berjumlah 175 personel dan dipimpin Mayor Czi Demi A. Siahaan. Konga XX/C berasal dari
Kompi Zeni. [4]
Kontingen Garuda XXI merupakan kontribusi TNI dalam misi perdamaian PBB di Liberia
(UNMIL) yang terdiri dari perwira AD, AL, AU yang terlatih dalam misi PBB dan
mempunyai kecakapan khusus sebagai pengamat militer (UN military observer).
Konga XXI sampai saat ini 2009 sudah masuk gelombang ke-6:
1. Konga XXI-1 dipimpin oleh Letkol Lek. Bayu Roostono, bertugas tahun 2003-2004 dalam
periode DDRR, pasca perang sipil II.
2. Konga XXI-2 dipimpin oleh Letkol (L) Putu Angga, bertugas tahun 2004-2005 dalam periode
pasca pemilu dan pemilu.
3. Konga XXI-3 dipimpin oleh Letkol (L) Supriatno, beserta dua orang perwira lainnya yaitu
Mayor Inf Fritz Pasaribu dan Mayor Pnb Andri G. bertugas tahun 2005-2006 dalam periode
pemulihan keamanan, rekonstruksi, pemilu dan pemerintahan demokratis pertama semenjak
perang sipil 14 tahun.
4. Konga XXI-4 dipimpin oleh Letkol Kav. Hilman Hadi, beserta dua orang perwira lainnya
yaitu Mayor Mar Beni dan Kapten Adm Tri Ambar Nugroho, bertugas tahun 2006-2007,
sudah memasuki tahap konsolidasi setelah berhasil melewati tahap DDRR.
5. Konga XXI-5 dipimpin oleh Letkol Lek. Joseph Rizki P., bertugas tahun 2007-2008, di saat
misi UNMIL memulai tahap drawdown.
Kontingen Garuda XXII merupakan kontribusi TNI dalam misi perdamaian PBB di Sudan
(UNMIS) yang terdiri dari perwira AD, AL, AU yang bertugas khusus sebagai pengamat
militer (UN Military Observer). Sekarang ini Konga XXII juga berkontribusi untuk
UNAMID (Darfur).
Kontingen Garuda XXII/G berjumlah 6 personel TNI yang bertugas sebagai UNMO (UN
Military Observer)untuk UNMIS (United Nations Mission In Sudan) yang terdiri dari: Mayor
Inf Tri Saktiyono, Mayor Laut (E) Danny Bachtera, Mayor Adm Mirza Hus'an, Mayor Arh I
Made Kusuma Dhyana Graha, Mayor Tek Lully Hermawan, dan Kapten Laut (E) Ertawan
Juliadi. Periode Penugasan Konga XXII/G ini terhitung mulai tanggal 9 Pebruari 2008
sampai dengan 8 Pebruari 2009.
Kontingen Garuda XXII/H berjumlah 3 personel TNI yang bertugas sebagai UNMO (UN
Military Observer)untuk UNMIS (United Nations Mission In Sudan) yang terdiri dari: Mayor
Arm Ari Estefanus , Mayor Laut (P) Robert Marpaung , Mayor Lek Johni Purwnato. Periode
penugasan Konga XXII-H/08 terhitung mulai 23 Agustus 2008 - 22 Agustus 2009. Dengan
Tugas pokok : Monitorir , Verifikasi dan Implementasi Perjanjian Damai Komprehensif
(Comprehensive Peace Agreement/CPA) dengan sasaran yaitu Proses Gencatan senjata ,
Proses DDR ,Sensus , Pemilu dan Referendum. Dalam kurun tersebut terjadi beberapa
peristiwa penting : Indictment Presiden Baasyir, Malakal Assault , PCA Abyei dan penolakan
hasil Pemilu oleh SPLM.
Kontingen Garuda XXII/I berjumlah 3 personel TNI yang bertugas sebagai UNMO (UN
Military Observer)untuk UNMIS (United Nations Mission In Sudan) yang terdiri dari: Mayor
Inf Freddino Silalahi, Mayor Laut (adm) Tarmizi dan, Mayor (psk) Nana Setiawan. Periode
Penugasan Konga XXII/I ini terhitung mulai tanggal 4 September 2008 sampai dengan 3
September 2009. Tugas Pokok para Milobs adalah mengawasi gencatan senjata antara tentara
SAF (pemerintah)& SPLA (pemberontak)untuk mendukung pelaksanaan Referendum pada
tahun 2011 nantinya.
Konga XXIII/A bertugas sebagai bagian dari Pasukan Perdamaian PBB di Lebanon
(UNIFIL) dan rencananya akan berangkat pada akhir September 2006 tetapi kemudian
ditunda karena PBB menunda keberangkatan pasukan perdamaian dari negara-negara Asia
sehingga akhirnya pasukan dikembalikan lagi ke kesatuannya masing-masing. Kontingen
Garuda XXIII/A dipimpin oleh Kolonel Surawahadi dan terdiri dari 850 personel TNI. Anak
pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono juga ikut serta
dalam pasukan ini.
Bertugas di Lebanon Selatan pada tahun 2007 - 2008 di bawah komando Letkol Inf A M
Putranto, S.Sos sebagai Dansatgas dan Letkol Mar Ipung Purwadi sebagai Wadansatgas.
Satgas Yonif Mekanis TNI Konga XXIII-B/UNIFIL berkekuatan 850 personil dengan
komposisi personil: 541 AD, 242 AL, 63 AU, 1 Kemhan dan 3 Deplu.
Bertugas di Lebanon Selatan pada tahun 2009 - 2010 dibawah UNIFIL Bertugas di Lebanon
Selatan pada tahun 2009 - 2010 di bawah Pimpinan Letkol Inf Andi Perdana Kahar (Akmil
1992) sebagai Dansatgas dan Letkol Mar Guslin Kamase (AAL 1993) sebagai Wadansatgas.
Satgas Yonif Mekanis TNI Konga XXIII-D/UNIFIL berkekuatan 1000 personil dengan main
body dari Yonif Raider 323/13/1 Kostrad.
Bertugas di Lebanon Selatan pada tahun 2010- 2011 dibawah UNIFIL, pimpinan Letkol Inf
Hendy Antariksa. Untuk pertama kalinya Konga XXIII-E selain mendapat UN Medal seperti
Konga pada umumnya, juga mendapatkan Brevet Kehormatan UNIFIL dari Komandan
Sektor Timur UNIFIL. Selain itu, Konga XXIII-E juga mendapatkan kepercayaan perluasan
5 wilayah binaan.
Bertugas di Nepal. Kontingen Garuda XXIV merupakan kontribusi TNI dalam misi
perdamaian PBB di Nepal (UNMIN) yang terdiri dari perwira AD, AL, AU yang terlatih dan
dibekali ilmu dalam misi PBB serta mempunyai kecakapan khusus sebagai pengamat militer
(UN military observer).
1. Konga XXIV-1 dipimpin oleh Mayor , beserta 5 orang perwira lainnya bertugas
selama 1 tahun dari tahun 2007-2008, pasca perang tahun 2006.
2. Konga XXIV-2 dipimpin oleh Kol Laut (T) (Anumerta) Sondang Dodi Irawan,
beserta lima orang perwira lainnya Mayor Laut (E) Ir. Wahyu Broto, Mayor Arh M
Fahmi Rizal Nasution, Mayor Pnb Lubis, Mayor Supomo dan Mayor Inf Mulyaji
bertugas selama 1 tahun 6 bulan 2 minggu dari tahun 2008-2009 dalam periode pasca
pemilu dan pemilu.
3. Konga XXIV-3 dipimpin oleh Mayor Kav Arief Munandar, beserta empat orang
perwira lainnya yaitu Mayor Inf Budi Prasetyo, Mayor Kav Sindhu Hanggara, Mayor
Arh IGN Wahyu Jatmiko dan Mayor Adm Djoko Nugroho bertugas selama 1 tahun
dari tahun 2009-2010.
4. Konga XXIV-4 dipimpin oleh Mayor Arm Aziz Mahmudi, beserta empat orang
perwira lainnya yaitu Mayor Mar Arief Rahman Hakim, Mayor Kal R Akhmad
Wahyuniawan, Kapten Arm Abdi wirawan dan Kapten L (P) Agus Wijaya, bertugas
selama 4 bulan dari 28 Agustus 2010 sd 15 Januari 2011, sudah memasuki tahap
konsolidasi.
Kontingen Garuda XXVI-B terdiri dari 2 Satuan Tugas; Konga XXVI-B1 merupakan Satgas
Indonesian Force Head Quarter Support Unit (FHQSU) yang di komandani oleh Kolonel Inf
Restu Widiantoro dan Kontingen Garuda XXVI-B2 sebagai kompi pengaman UNIFIL
Headquater atau Force Protection Company (FP Coy) dengan Komandan Satgas Letkol Inf
Fulad. Tugas-tugas yang dilaksanakan oleh Kontingen Garuda XXVI-B sama dengan
Kontingen Garuda XXVI-A.
Kontingen Garuda XXVI-C1
Adapun tugas pokok Kontingen Garuda XXVI-C2 antara lain; 1. Penjagaan Main Gate,
Patroli, Observation Post dan penjagaan Food Platoon. 2. Menyiapkan Tim Penanggulangan
Huru-Hara (CRC) dengan kemampuan untuk mengendalikan massa. 3. Menyiapkan Tim
Reaksi Cepat (QRT)yang dapat digerakan setiap saat. 4. Melaksanakan pengawalan terhadap
semua asset Force Commander (FC) pada saat perjalanan di daerah operasi, termasuk escort
pelaksanaan Tripartite Meeting antara Lebanon Arms Forces (LAF), Israel Defence Force
(IDF) dan UNIFIL. 5. Sebagai bagian dari unit pertahanan terkoordinasi di wilayah Naqoura
UNIFIL Head Quarter. 6. Memberikan bantuan perkuatan terhadap unsur-unsur UNIFIL
lainnya di luar Naqoura Camp. 7. Melaksanakan tugas lainnya sesuai perintah Force
Commander.
Kontingen Garuda XXVI-D1 bertugas di Lebanon mulai tanggal 22 November 2011 sampai
dengan 25 November 2012 sebagai satgas FHQSU (Force Headquarter Support Unit) dan
mempunyai dua tugas pokok yaitu di bidang security (force protection) dan di bidang camp
management yang berkedudukan langsung dibawah Force Commander UNIFIL. Konga
XXVI-D1 di bawah kepemimpinan Kolonel Adm Darmawan Bakti yang berlokasi di Markas
UNIFIL karena bertugas untuk escort apabila Force Commander UNIFIL bergerak keluar
AoR (Area of Responsibility) UNIFIL utamanya menjadi mediator dalam pertemuan rutin
Tripartit Meeting antara IDF (Israel Defence Force) dengan LAF (Lebanese Armed Forces).
Kontingen Garuda XXVII - 1 tergabung dalam misi UNAMID di Darfur bertugas sejak
tanggal 21 Agustus 2008 sampai dengan tanggal 21 Agustus 2009 dalam satgas Milobs
dipimpin oleh Mayor Pnb Destianto Nugroho.
Kontingen Garuda XXVII - 2 tergabung dalam misi UNAMID di Darfur bertugas sejak
tanggal 8 Oktober 2010 sampai dengan tanggal 8 Oktober 2011 dalam satgas Milobs
dipimpin oleh Letkol CHK Tiarsen, yang didukung oleh 2 personil.
Kontingen Garuda XXVII - 3 tergabung dalam misi UNAMID di Darfur bertugas sejak
tanggal 14 Februari 2011 sampai dengan tanggal 14 Februari 2012 dalam Satgas Military
Observer dengan beranggotakan Mayor Arh Irwan Setiawan, Mayor Kal Bambang Witono
dan Kapten Laut (P) Dian Wahyudi serta Satgas Military Staff atas nama Mayor Kal
R.Akhmad Wahyuniawan yang bertugas sebagai Staff Officer Air Operation UNAMID
Headquarter - El Fasher.
Kontingen Garuda XXVII - 4 tergabung dalam misi UNAMID di Darfur bertugas sejak
tanggal 08 Nopember 2011 sampai dengan tanggal 22 Nopember 2012 sebagai Military
Observer dengan anggota Mayor Arm Abdi Wirawan dan Mayor Lek Bayu Hendraji.
Kontingen Garuda XXVI-C1 atau yang lebih dikenal dengan Satgas Indonesian Force Head
Quarter Support Unit (Indo-FHQSU) merupakan gabungan personel dari 3 Matra (TNI-AD,
AL dan AU). Tugas utama Satgas ini adalah memberikan pelayanan kepada seluruh personil
UNIFIL baik Sipil maupun militer dalam hal akomodasi, kesejahteraan,maupun pelayanan
bagi akses untuk masuk ke dalam lingkungan UNIFIL Head Quarter. Komandan Satgas Indo
FHQSU periode ini dijabat oleh Kolonel PNB Yulianta dengan membawahi 50 orang
personel, 5 orang diantaranya adalah Wanita TNI (Kowad, Wara dan Kowal)
Kontingen Garuda XXVI-C2 atau biasanya di Indonesia dikenal dengan Satgas Indonesian
Force Protection Company (Indo FPC) adalah Satuan Tugas yang diberikan wewenang dan
tanggung Jawab untuk pengamanan UNIFIL Head Quarter di Naqoura. Kontingen Garuda
XXVI-C2/UNIFIL mengambil alih tanggung jawab pengamanan dari Kontingen Garuda
XXVI-B2/UNIFL melalui upacara Transfer Of Autority (TOA) dari Letkol Inf Fulad kepada
Mayor Inf Henri Mahyudi dalam upacara serah terima yang dilaksanakan pada tanggal 19
Nopember 2010 di Lapangan Upacara Sudirman Camp. Kontingen Garuda
XXVI-C2/UNIFIL terdiri dari 150 prajurit yang direkrut melalui seleksi dari Pasukan elit
TNI antara lain dari Kopassus, Paskhas, Marinir, Den Jaka dan beberapa personel pendukung
dari Kostrad dan Mabes TNI.
Kontingen Garuda XXVI-C2 mengakhiri misi perdamaian dunia di Lebanon Selatan pada 1
Desember 2011, dengan ditandai dengan penyerahan bendera PBB kepada Kontingen Garuda
XXVI-D2/UNIFIL dalam upacara TOA pada tanggal 23 Nopember 2011 kepada Kapten Inf
Wimoko.
Berakhirnya Perang Dunia II pada Agustus 1945, tidak berarti berakhir pula situasi
permusuhan di antara bangsa-bangsa di dunia. Di beberapa belahan dunia masih ada masalah
dan muncul masalah baru.
Penjajahan yang dialami oleh negara-negara di kawasan Asia dan Afrika merupakan
masalah krusial sejak abad ke-15. Walaupun sejak tahun 1945 banyak negara, terutama di
Asia, kemudian memperoleh kemerdekaannya, seperti : Indonesia (17 Agustus 1945),
Republik Demokrasi Vietnam (2 September 1945), Filipina (4 Juli 1946), Pakistan (14
Agustus 1947), India (15 Agustus 1947), Birma (4 Januari 1948), Ceylon (4 Februari 1948),
dan Republik Rakyat Tiongkok (1 Oktober 1949), namun masih banyak negara lainnya yang
berjuang bagi kemerdekaannya seperti Aljazair, Tunisia, Maroko, Kongo, dan di wilayah
Afrika lainnya. Beberapa Negara Asia Afrika yang telah merdeka pun masih banyak yang
menghadapi masalah sisa penjajahan seperti daerah Irian Barat, Kashmir, Aden, dan
Palestina. Selain itu konflik antarkelompok masyarakat di dalam negeri pun masih
berkecamuk akibat politik devide et impera.
Lahirnya dua blok kekuatan yang bertentangan secara ideologi, yaitu Blok Barat yang
dipimpin oleh Amerika Serikat (kapitalis) dan Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Sovyet
(komunis), semakin memanaskan situasi dunia. Perang Dingin berkembang menjadi konflik
perang terbuka, seperti di Jazirah Korea dan Indo-Cina. Perlombaan pengembangan senjata
nuklir meningkat. Hal tersebut menumbuhkan ketakutan dunia akan kembali dimulainya
Perang Dunia.
Walaupun pada masa itu telah ada badan internasional yaitu Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) yang berfungsi menangani masalah dunia, namun pada kenyataannya badan
ini belum berhasil menyelesaikan persoalan tersebut, sementara akibat yang ditimbulkan oleh
masalah-masalah ini sebagian besar diderita oleh bangsa-bangsa di Asia dan Afrika.
Pada awal tahun 1954, Perdana Menteri Ceylon, Sir John Kotelawala, mengundang para
perdana menteri dari Birma (U Nu), India (Jawaharlal Nehru), Indonesia (Ali
Sastroamidjojo), dan Pakistan (Mohammed Ali) dengan maksud mengadakan suatu
pertemuan informal di negaranya. Undangan tersebut diterima baik oleh semua pimpinan
pemerintah negara tersebut. Pada kesempatan itu, Presiden Indonesia, Soekarno, menekankan
kepada Perdana Menteri Indonesia, Ali Sastroamidjojo, untuk menyampaikan ide
diadakannya Konferensi Asia Afrika pada pertemuan Konferensi Kolombo tersebut. Beliau
menyatakan bahwa hal ini merupakan cita-cita bersama selama hampir 30 tahun telah
didengungkan untuk membangun solidaritas Asia Afrika dan telah dilakukan melalui
pergerakan nasional melawan penjajahan.
Sebagai persiapan, maka Pemerintah Indonesia mengadakan pertemuan yang dihadiri oleh
para Kepala Perwakilan Indonesia di Asia, Afrika, dan Pasifik, bertempat di Wisma Tugu,
Puncak, Jawa Barat pada 9 – 22 Maret 1954, untuk membahas rumusan yang akan dibawa
oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo pada Konferensi Kolombo, sebagai dasar usulan
Indonesia untuk meluaskan gagasan kerja sama regional di tingkat Asia Afrika.
Usul ini diterima oleh semua peserta konferensi walaupun masih dalam suasana skeptis.
Konferensi memberikan kesempatan kepada Indonesia untuk menjajaki kemungkinannya dan
keputusan ini dimuat di bagian akhir Komunike Konferensi Kolombo.
Pada 18 Agustus 1954, melalui suratnya, Perdana Menteri Jawaharlal Nehru dari India
mengingatkan Perdana Menteri Indonesia tentang perkembangan situasi dunia dewasa itu
yang semakin gawat, sehubungan dengan adanya usul untuk mengadakan Konferensi Asia
Afrika. Memang Perdana Menteri India dalam menerima usul itu masih disertai keraguan
akan berhasil-tidaknya usul tersebut dilaksanakan. Barulah setelah kunjungan Perdana
Menteri Indonesia pada 25 September 1954, beliau yakin benar akan pentingnya diadakan
konferensi tersebut, seperti tercermin dalam pernyataan bersama pada akhir kunjungan
Perdana Menteri Indonesia :
“Para perdana menteri telah membicarakan usulan untuk mengadakan sebuah konferensi
yang mewakili Negara-negara Asia dan Afrika serta menyetujui konferensi seperti ini sangat
diperlukan dan akan membantu terciptanya perdamaian sekaligus pendekatan bersama ke
arah masalah (yang dihadapi). Hendaknya konferensi ini diadakan selekas mungkin“.
Keyakinan serupa dinyatakan pula oleh Perdana Menteri Birma, U Nu, pada 28 September
1954.
Pada 28 – 29 Desember 1954, atas undangan Perdana Menteri Indonesia, para perdana
menteri peserta Konferensi Kolombo (Birma, Ceylon, India, Indonesia, dan Pakistan)
mengadakan pertemuan di Bogor, untuk membicarakan persiapan Konferensi Asia Afrika.
Konferensi tersebut berhasil merumuskan kesepakatan tentang agenda, tujuan, dan negara-
negara yang diundang pada Konferensi Asia Afrika.
Kelima negara peserta Konferensi Bogor menjadi sponsor Konferensi Asia Afrika dan
Indonesia dipilih menjadi tuan rumah pada konferensi tersebut, yang ditetapkan akan
berlangsung pada akhir minggu April tahun 1955. Presiden Indonesia, Soekarno, menunjuk
Kota Bandung sebagai tempat berlangsungnya konferensi.
Dalam persiapan pelaksanaan Konferensi Asia Afrika, dibentuk Sekretariat Bersama yang
diwakili oleh lima negara penyelenggara. Indonesia diwakili oleh Sekretaris Jenderal
Kementerian Luar Negeri, Roeslan Abdulgani, yang juga menjadi ketua badan itu, dan 4
negara lainnya diwakili oleh kepala-kepala perwakilan mereka masing-masing di Jakarta,
yaitu Kuasa Usaha U Mya Sein (Birma), Duta Besar M. Saravanamuttu (Ceylon), Duta Besar
B.F.H.B. Tyabji (India), dan Duta Besar Choudhri Khaliquzzaman (Pakistan).
Gedung Concordia dan Gedung Dana Pensiun dipersiapkan sebagai tempat sidang-sidang
konferensi. Hotel Homann, Hotel Preanger, dan 12 hotel lainnya serta 31 bungalow di
sepanjang Jalan Cipaganti, Lembang, dan Ciumbuleuit dipersiapkan sebagai tempat
menginap para peserta yang berjumlah lebih kurang 1.500 orang. Selain itu, disediakan juga
fasilitas akomodasi untuk lebih kurang 500 wartawan dalam dan luar negeri.
Keperluan transportasi dilayani oleh 143 mobil, 30 taksi, 20 bus, dengan jumlah 230 orang
sopir dan 350 ton bensin tiap hari serta cadangan 175 ton bensin.
Pada 15 Januari 1955, surat undangan Konferensi Asia Afrika dikirimkan kepada kepala
pemerintah dari 25 Negara Asia dan Afrika. Dari seluruh negara yang diundang hanya satu
negara yang menolak undangan itu, yaitu Federasi Afrika Tengah, karena memang negara itu
masih dikuasai oleh orang-orang bekas penjajahnya, sedangkan 24 negara lainnya menerima
baik undangan itu, meskipun pada mulanya ada negara yang masih ragu-ragu.
1. Afghanistan
2. Indonesia
3. Pakistan
4. Birma
5. IranFilipina
6. Kamboja
7. Irak
8. Iran
9. Arab Saudi
10. Ceylon
11. Jepang
12. Sudan
13. Republik Rakyat Tiongkok
14. Yordania
15. Suriah
16. Laos
17. Thailand
18. Mesir
19. Libanon
20. Turki
21. Ethiopia
22. Liberia
23. Vietnam (Utara)
24. Vietnam (Selatan)
25. Pantai Emas
26. Libya
27. India
28. Nepal
29. Yaman
Pada Senin, 18 April 1955, sejak fajar menyingsing telah tampak kesibukan di Kota Bandung
untuk menyambut pembukaan Konferensi Asia Afrika. Sejak pukul 07.00 WIB kedua tepi
sepanjang Jalan Asia Afrika dari mulai depan Hotel Preanger sampai dengan kantor pos
penuh sesak oleh rakyat yang ingin menyambut dan menyaksikan para tamu dari berbagai
negara. Sementara itu, para petugas keamanan yang terdiri dari tentara dan polisi telah siap di
tempat tugas mereka untuk menjaga keamanan dan ketertiban.
Sekitar pukul 08.30 WIB, para delegasi dari berbagai negara berjalan meninggalkan Hotel
Homann dan Hotel Preanger menuju Gedung Merdeka secara berkelompokuntuk menghadiri
pembukaan Konferensi Asia Afrika. Banyak di antara mereka memakai pakaian nasional
masing-masing yang beraneka corak dan warna. Mereka disambut hangat oleh rakyat yang
berderet di sepanjang Jalan Asia Afrika dengan tepuk tangan dan sorak sorai riang gembira.
Perjalanan para delegasi dari Hotel Homann dan Hotel Preanger ini kemudian dikenal dengan
nama “Langkah Bersejarah”(The Bandung Walks). Kira-kira pukul 09.00 WIB, semua
delegasi masuk ke dalam Gedung Merdeka.
Tidak lama kemudian rombongan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, Soekarno dan
Mohammad Hatta, tiba di depan Gedung Merdeka dan disambut oleh rakyat dengan sorak-
sorai dan pekik “merdeka”. Di depan pintu gerbang Gedung Merdeka kedua pimpinan
Pemerintah Indonesia itu disambut oleh lima perdana menteri negara sponsor.
Pada pukul 10.20 WIB setelah diperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia : “Indonesia
Raya”, Presiden Indonesia, Soekarno, mengucapkan pidato pembukaan yang berjudul “Let a
New Asia And a New Africa be Born” (Mari Kita Lahirkan Asia Baru dan Afrika Baru).
Dalam kesempatan tersebut Presiden Soekarno menyatakan bahwa kita, peserta konferensi,
berasal dari kebangsaan yang berlainan, begitu pula latar belakang sosial dan budaya, agama,
sistem politik, bahkan warna kulit pun berbeda-beda, namun kita dapat bersatu, dipersatukan
oleh pengalaman pahit yang sama akibat kolonialisme, oleh keinginan yang sama dalam
usaha mempertahankan dan memperkokoh perdamaian dunia. Pada bagian akhir pidatonya
beliau mengatakan :
“Saya berharap konferensi ini akan menegaskan kenyataan, bahwa kita, pemimpin-pemimpin
Asia dan Afrika, mengerti bahwa Asia dan Afrika hanya dapat menjadi sejahtera, apabila
mereka bersatu, dan bahkan keamanan seluruh dunia tanpa persatuan Asia Afrika tidak akan
terjamin. Saya harap konferensi ini akan memberikan pedoman kepada umat manusia, akan
menunjukkan kepada umat manusia jalan yang harus ditempuhnya untuk mencapai
keselamatan dan perdamaian. Saya berharap, bahwa akan menjadi kenyataan, bahwa Asia
dan Afrika telah lahir kembali. Ya, lebih dari itu, bahwa Asia Baru dan Afrika Baru telah
lahir!”
Pidato tersebut berhasil menarik perhatian dan mempengaruhi hadirin yang dibuktikan
dengan adanya usul Perdana Menteri India dan didukung oleh semua peserta konferensi
untuk mengirimkan pesan ucapan terimakasih kepada presiden atas pidato pembukaannya.
Pada pukul 10.45 WIB., Presiden Indonesia, Soekarno, mengakhiri pidatonya, dan
selanjutnya sidang dibuka kembali. Secara aklamasi, Perdana Menteri Indonesia terpilih
sebagai ketua konferensi. Selain itu, Ketua Sekretariat Bersama, Roeslan Abdulgani, dipilih
sebagai sekretaris jenderal konferensi.
Sidang konferensi terdiri atas sidang terbuka untuk umum dan sidang tertutup hanya bagi
peserta konferensi. Dibentuk tiga komite, yaitu Komite Politik, Komite Ekonomi, dan Komite
Kebudayaan. Semua kesepakatan tersebut selanjutnya disetujui oleh sidang dan susunan
pimpinan konferensi adalah sebagai berikut :
Dalam sidang-sidang selanjutnya muncul beberapa kesulitan yang bisa diduga sebelumnya.
Kesulitan-kesulitan itu terutama terjadi dalam sidang-sidang Komite Politik. Perbedaan
pandangan politik dan masalah-masalah yang dihadapi antara Negara-negara Asia Afrika
muncul ke permukaan, bahkan sampai pada tahap yang relatif panas.
Namun berkat sikap yang bijaksana dari pimpinan sidang serta hidupnya rasa toleransi dan
kekeluargaan di antara peserta konferensi, maka jalan buntu selalu dapat dihindari dan
pertemuan yang berlarut-larut dapat diakhiri.
Setelah melalui sidang-sidang yang menegangkan dan melelahkan selama satu minggu, pada
pukul 19.00 WIB. (terlambat dari yang direncanakan) tanggal 24 April 1955, Sidang Umum
terakhir Konferensi Asia Afrika dibuka. Dalam Sidang Umum itu dibacakan oleh sekretaris
jenderal konferensi rumusan pernyataan dari tiap-tiap panitia (komite) sebagai hasil
konferensi. Sidang Umum menyetujui seluruh pernyataan tersebut, kemudian sidang
dilanjutkan dengan pidato sambutan para ketua delegasi. Setelah itu, ketua konferensi
menyampaikan pidato penutupan dan menyatakan bahwa Konferensi Asia Afrika ditutup.
Konsensus itu dituangkan dalam komunike akhir, yang isinya adalah mengenai :
Deklarasi yang tercantum pada komunike tersebut, selanjutnya dikenal dengan sebutan
Dasasila Bandung, yaitu suatu pernyataan politik berisi prinsip-prinsip dasar dalam usaha
memajukan perdamaian dan kerja sama dunia.
7. Dasasila Bandung :
Mengasosiasikan/Menalar
PILIHLAH JAWABAN YANG PALING BENAR
3. AFTA merupakan bentuk kerja sama negara-negara kawasan Asia Tenggara di bidang ....
A. Ekonomi
B. Politik
C. Sosial
D. Keamanan
E. Budaya
7. Tujuan kerja sama negara-negara di kawasan Asia Tenggara dalam bidang politik dan
keamanan adalah ....
A. meningkatkan investasi di kawasan Asia Tenggara
B. meningkatkan daya saing kawasan Asia Tenggara
C. menggalang kekuatan militer
D. menciptakan stabilitas di kawasan Asia Tenggara
E. menciptakan blok tersendiri yang kuat di Asia Tenggara
12. KTT ASEAN IX di Bali menghasilkan sebuah gagasan penting berupa ....
A. menyepakati pembentukan Komunitas Keamanan ASEAN
B. Melanjutkan upaya penyatuan ASEAN
C. menyepakati terbentuknya AFTA
D. pembentukan sekretariat ASEAN di Jakarta
E. pembentukan ASA
13. Peran penting Indonesia dalam menyelesaikan konflik di Kamboja dilakukan melalui ....
A. mengirimkan bantuan makanan dan obat-obatan
B. mengirimkan bantuan senjata dan militer
C. mengirimkan TNI untuk menjaga perdamaian
D. mempertemukan pihak yang bertikai dalam Jakarta Informal Meeting
E. memberi bantuan keuangan
14. Untuk mendamaikan pertikaian di Kamboja, Indonesia menggagas terbentuknya ....
A. Jakarta Informal Meeting
B. Pasukan Garuda IV
C. ASEAN
D. AFTA
E. NAFTA
15. Organisasi Asia Tenggara yang bergerak di bidang militer adalah ....
A. ASA
B. ASPAC
C. SEATO
D. Maphilindo
E. NATO
16. . Perjanjian mengenai kawasan damai, bebas, dan netral dikenal dengan nama
Deklarasi ....
A. Bangkok
B. Kuala Lumpur
C. Jakarta Informal Meeting
D. Dasasila Bandung
E. Manila
17. Dalam menyelesaikan konflik, Indonesia lebih memilih menggunakan cara ....
A. Kekerasan
B. Pemaksaan
C. Kekeluargaan
D. Diplomasi
E. Perjanjian
18. Kamboja masuk menjadi anggota ASEAN yang ke-10 pada tanggal ....
A. 16 September 1998
B. 16 Desember 1999
C. 16 Desember 1998
D. 16 November 1998
E. 10 Desember 1998
19. Tokoh deklarator ASEAN yang berasal dari Filipina adalah ....
A. Tun Abdul Razak
B. Narcisco Ramos
C. Rajaratnam
D. Thanat Khoman
E. Ferdinant Marcos
20. Kerja sama antara beberapa negara dalam satu kawasan geografis yang sama
disebut dengan kerja sama ....
A. Multilateral
B. Bilateral
C. Multiregional
D. Regional
E. Multinasional
22. Gerakan Non Blok didirikan oleh beberapa negara, salah satunya adalah
A. Indonesia
B. Malaysia
C. Singapura
D. Vietnam
E. Kamboja
26. Yosef Broz Tito merupakan pemimpin dari GNB yang berasal dari
A. Rumania
B. Bulgaria
C. Polandia
D. Yugoslavia
E. Kuba
27. KTT I Gerakan Non Blok diselenggarakan pada tanggal 1–6 September 1961 di negara...
A. Indonesia
B. Yugoslavia
C. India
D. Mesir
E. Malaysia
28. KTT II Gerakan Non Blok diselenggarakan pada tanggal 5–10 Oktober 1964 di Kairo
diketuai oleh....
A. Yosef Broz Tito
B. Ir. Sukarno
C. Kwame Nkrumah
D. Gamal Abdul Nasser
E. Nehru
29. persoalan Krisis Timur Tengah pertama kali diangkat dalam KTT GNB ke 4 yang
berlangsung di.....
A. Jakarta
B. Beograd
C. New Delhi
D. Kuala Lumpur
E. Aljiers
30. KTT V Gerakan Non Blok diselenggarakan pada tanggal 16–19 Agustus 1976
menghasilkan sebuah deklarasi yang dikenal dengan....
A. Deklarasi Havana
B. Deklarasi Kolombo
C. Deklarasi Bangkok
D. Deklarasi Bandung
E. Dasasila Bandung
31. “The New Delhi Massage” merupakan hasil dari KTT GNB ke...
A. 5
B. 6
C. 7
D. 8
E. 9
32. KTT GNB 10 berlangsung di Jakarta pada tanggal 1–6 September 1992 dengan ketua...
A. Presiden Suharto
B. Ali Alatas
C. Muhtar Kusumaatmaja
D. Harmoko
E. Umar Wirahadikusuma
33. Dalam asasnya, gerakan Non Blok menentang Apharteid. Apartheid adalah….
A. Politik adu domba dan pecah belah
B. Politik penjajahan terhadap bangsa lain
C. Politik perbedaan warna kulit
D. Program pemusnahan terhadap etnis lain
E. Program penghancuran sebuah bangsa
36. Pasukan Garuda I yang berangkat pada tahun 1957 dipimpin oleh....
A. Brigjen TNI Kemal Idris
B. Mayor Infanteri Soediono Suryantoro
C. Letnan Kolonel Infanteri Hartoyo
D. Kol. Prijatna
E. Letkol Solichin G.P
37. Pada tahun 1973 pasukan Garuda VIII dikirim untuk misi perdamaian PBB ke Timur Tengah
setelah kawasan itu dilanda perang....
A. Irak Iran
B. Teluk
C. Suez
D. Yom Kippur
E. 6 hari
38. Salah satu keberhasilan pasukan Garuda XI/2 yang dikirim ke Irak adalah.....
A. Mendamaikan pasukan Irak dan Kuwait
B. Mengusir pasukan Irak dari Kuwait
C. Mengamankan wilayah yang menjadi sengketa Irak dan Kuwait
D. Menangkap para pengacau keamanan di wilayah Irak
E. mengembalikan personel Amerika Serikat yang ditangkap oleh Polisi Irak di wilayah Kuwait
39. Pada tahun 1993 Indonesia kembali mengirim pasukan Garuda XIV ke wilayah Bosnia
Herzegovina dan bergabung bergabung ke pasukan PBB lain dibawah misi....
A. UNAMET
B. UNOSOM
C. UNTAG
D. UNIKOM
E. UNPROFOR
40. Pasukan Garuda yang dikirim ke Congo pada tahun 2003 merupakan pasukan Zeni, artinya....
A. Pasukan bantuan tempur
B. Pasukan tempur
C. Pasukan cadangan
D. Pasukan khusus
E. Pasukan tambahan
41. Pasukan Garuda yang tergabung dalam misi UNAMID tahun 2008 merupakan pasukan yang
dikirim ke negara....
A. Vietnam
B. Kamboja
C. Liberia
D. Sudan
E. Lebanon
42. Pasukan Garuda XXVI-C1 memiliki perbedaan dengan pasukan Garuda sebelumnya yaitu....
A. Merupakan pasukan tempur
B. Memiliki kamp tersendiri di daerah operasi
C. Membawa pasukan wanita
D. Tidak berada dibawah komando PBB
E. Tidak memiliki batasan masa tugas
43. Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955 dilatarbelakangi oleh…
A. Keinginan meredakan ketegangan dan mewujudkan perdamaian dunia
B. Politik mercusuar Indonesia
C. Munculnya perang dunia II antara Sekutu dan Central
D. Keinginan Indonesia melaksanakan politik bebas dan aktif
E. Kekawatiran terhadap Negara Negara besar yang memiliki kekuatan militer
44. Berikut ini bukan merupakan Negara yang memprakarsai adanya konferensi Asia Afrika (KAA)
…
A. Indonesia
B. Srilangka
C. India
D. Pakistas
E. Mesir
45. Sebelum pelaksaan KAA tahun 1955 maka diselenggarakan pertemuan awal negara pemrakarsa
yang diselenggarakan di...
A. Surabaya
B. Srilangka
C. New delhi
D. Kairo
E. Jakarta
46. Kota Bandung dipilih menjadi tempat berlangsungnya KAA tahun 1955 dengan mengambil
lokasi di...
A. Gedung DPRD kota Bandung
B. Gedung Sate
C. Gedung Concordia
D. Kantor Gubernur Jawa Barat
E. Kantor Konsulat Kota Bandung
47. Salah satu Negara yang diundang tetapi tidak hadir pada konferensi Asia Afrika adalah negara…
A. Afrika selatan
B. Afghanistan
C. Afrika Tengah
D. Etiopia
E. Nepal
48. Dalam konferensi Asia Afrika dihasilkan suatu keputusan yang dikenal dengan nama…
A. Kesepakatan Bandung
B. Piagam Jakarta
C. Piagam KAA
D. Dasasila Bandung
E. Bandung Charter
49. Keuntungan politis yang diperoleh Indonesia dalam penyelenggaraan KAA tahun 1955 adalah…
A. Dukungan dunia terhadap masalah Timor Timur
B. Dukungan dunia terhadap kemerdekaan Indonesia
C. Dukungan dunia terhadap masalah Irian Barat
D. Sambutan positif dunia terhadap peran Indonesia dalam menyelesiakan masalah Palestina
E. Keinginan Indonesia agar masuk menjadi anggota tetap DK PBB di dukung oleh negara
peserta
50. Berikut ini merupakan dampak positif Konferensi Asia Afrika bagi Indonesia adalah
A. Indonesia dikagumi negara lain
B. Indonesia menjadi pemimpin di Asia dan Afrika
C. Masalah dwikewarganegaraan dengan China memperoleh penyelesaian
D. Politik mercusuar Sukarno berhasil
E. Indonesia ditakuti negara negara Barat