Anda di halaman 1dari 37

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pembelajaran Dalam Penjasorkes

Pembelajaran adalah “suatu sistem yang diterapkan, yang terdiri atas berbagai

komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen tersebut

meliputi: tujuan, materi, metode, dan evaluasi” (Rusman, 2010:1). Menurut Miftahul

Huda (2013:2) “pembelajaran dikatakan sebagai hasil dari memori, kognisi, dan

metakognisi yang berpengaruh terhadap pemahaman. Hal inilah yang terjadi ketika

seseorang sedang belajar, dan kondisi ini sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari,

karena belajar merupakan proses alamiah setiap orang”.

Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

merupakan suatu proses yang melibatkan interaksi antara siswa, guru, informasi dan

lingkungan sebagai modifikasi dalam kapasitas manusia yang bisa dipertahankan dan

ditingkatkan levelnya, yang dikarenakan oleh pengalaman dimana hal itu dapat dilihat

dari tingkah laku seseorang dari yang belum bisa menjadi bisa.

Pedidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan bagian integral dari

pendidikan secara keseluruhan yang bertujuan untuk mengembangkan aspek

kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan berfikir kritis, keterampilan

sosial, penalaran, stabilitas emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan

pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani olahraga dan kesehatan.

13
14

Penjasorkes merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan

psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai

(sikap-mental-emosional-sportivitas-spiritual-sosial) serta pembiasaan hidup sehat

yang bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan

psikis yang seimbang (Depdiknas, 2006:163).

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa penjasorkes

adalah salah satu aspek dari proses pendidikan keseluruhan yang dirancang secara

cermat, yang dilakukan secara sadar dan terprogram dalam usaha meningkatkan

kebugaran jasmani, perkembangan psikis, pengetahuan dan penalaran serta

penghayatan nilai-nilai seperti sikap, mental, emosional, sportivitas, spiritual, sosial

serta pembiasaan pola hidup sehat.

Pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan bertujuan agar

peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: Depdiknas (2006:163)

menyatakan,

1) Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan

pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas

jasmani dan olahraga yang terpilih

2) Meningkatkan pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik

3) Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar

4) Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai

yang terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan

5) Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama,

percaya diri dan demokratis


15

6) Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri, orang lain

dan lingkungan

7) Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih

sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup

sehat dan kebugaran, terampil, serta memiliki sikap yang positif.

Oleh karena itu, tujuan yang ingin dicapai melalui pendidikan jasmani,

olahraga dan kesehatan mencakup pengembangan individu secara menyeluruh.

2.2 Manfaat Dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan

Kesehatan

Penjasorkes merupakan salah satu alat dalam usaha pencapaian pendidikan.

Menurut Syarifuddin (1997:12-13) manfaat penjasorkes di sekolah atau di rumah

sebagai berikut:

2.2.1 Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan

Pertumbuhan adalah bertambah besarnya tubuh kita. Tubuh menjadi besar dan

tinggi serta otot-otot menjadi besar dan kuat. Perkembangan adalah

bertumbuhnya kemampuan mengingat sesuatu, mengamati, berpikir dan

berkehendak terhadap sesuatu.

2.2.2 Meningkatkan kesehatan

Semua orang sangat mendambakan kesehatan. Siswa dapat memelihara dan

meningkatkan kesehatan dengan melakukan penjasorkes secara teratur.


16

2.2.3 Meningkatkan kebugaran jasmani

Kebugaran jasmani adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk

mengerjakan sesuatu yang cukup berat dan cukup lama tanpa mengalami

kelelahan yang berarti.

2.2.4 Meningkatkan keterampilan

Pertumbuhan dan perkembangan tubuh yang menyeluruh dan harmonis

membuat siswa dapat melakukan berbagai aktivitas jasmani dengan baik. Selain

itu siswa dapat meningkatkan keterampilan, baik keterampilan dalam

pendidikan maupun olahraga.

2.2.5 Meningkatkan kecerdasan

Pemahaman dan penerapan penjasorkes secara teratur dan terus menerus dapat

mempengaruhi siswa dalam memperoleh berbagai bentuk pengalaman seperti

pengetahuan, nilai, sikap dan organisasi dalam olahraga. Selain itu siswa dapat

memahami nilai dan sikap tentang kepribadian diri sendiri dan orang lain.

2.2.6 Menanamkan kehidupan kreatif, rekreatif dan sosial

Penjasorkes yang teratur dan terus menerus sangat bermanfaat bagi siswa untuk

meraih cita-cita. Melalui penjasorkes para siswa dirancang untuk berusaha

menghasilkan pekerjaan yang berguna dan bermanfaat bagi kepentingan hidup.

2.3 Sistematika Dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan

Kesehatan

Sistematika Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

dalam melaksanakan proses pembelajaran, guru penjasorkes diharapkan memahami


17

dan menerapkan sistematika pembelajaran sehingga dapat mendukung keberhasilan

tujuan pembelajaran. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran penjasorkes,

hendaknya guru menerapkan sistematika pembelajaran penjasorkes yang inovatif.

Demikian pula dengan pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan

(penjasorkes) yang inovatif. Setiap pembelajaran ditandai dengan sintaks yang

dimilikinya. Dalam hal ini sistematika pembelajaran sudah diatur dalam Peraturan

Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang

standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah (PERMENDIKNAS

Nomor 41, 2007). Sistematika pembelajaran merupakan satu kesatuan kerja

sistematika yang tidak dapat dipisah-pisahkan yang berlaku untuk semua jenis

pelajaran penjasorkes. Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP

yang dibuat oleh guru.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 Tentang

Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, (2007:14)

menyatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan,

kegiatan inti, dan kegiatan penutup.

a) Kegiatan Pendahuluan

1. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses

pembelajaran.

2. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya

dengan materi yang akan dipelajari.

3. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.

4. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai silabus.


18

b) Kegiatan Inti

Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD

yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,

memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif. Kegiatan inti menggunakan

model yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran

yang dapat meliputi :

1. Eksplorasi

Guru melakukan upaya-upaya (a) melibatkan peserta didik mencari informasi

luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari, (b)

menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, (c) memfasilitasi terjadinya

interaksi antar peserta didik dan guru serta (d) melibatkan peserta didik secara

aktif dalam kegiatan pembelajaran.

2. Elaborasi

Guru melakukan upaya-upaya (a) membiasakan peserta didik membaca dan

menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu dan bermakna, (b)

memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, (c) memberikan

kesempatan untuk berfikir, menganalisis, menyelesaikan masalah dan

bertindak, (d) memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan

(e) berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar.

3. Konfirmasi

Guru melakukan upaya-upaya (a) memberikan umpan balik positif dan

penguatan dalam bentuk lisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan


19

peserta didik dan (b) melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman

belajar.

c) Kegiatan Penutup

Guru dapat melakukan upaya-upaya (a) bersama peserta didik dan/sendiri

membuat rangkuman/simpulan pelajaran, (b) melakukan penilaian dan/refleksi

terhadap kegiatan yang tekah dilaksanakan, (c) merencanakan kegiatan tindak

lanjut dalam bentuk pembelajaran remidi dan (d) menyampaikan rencana

pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

2.4 Konsep Belajar Gerak Dalam Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan

Kesehatan

Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan (penjasorkes), merupakan satu-

satunya mata pelajaran di sekolah yang menggunakan gerak sebagai media

pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Menurut wuest dan bucher (dalam

Suroto dkk, 2007:10) menyebutkan bahwa gerak merupakan kunci dari pendidikan

jasmani dan olahraga. Menurut Rusli (dalam Suroto dkk, 2007:10) proses belajar

untuk bergerak dan belajar melalui gerak merupakan dua makna yang harus dipegang

oleh guru penjasorkes. Proses belajar untuk bergerak mengamanatkan guru

penjasorkes harus mampu memilih gerakan-gerakan yang sesuai materi pembelajaran

dengan tetap pemperhatian aspek pertumbuhan dan perkembangan siswa sehingga

siswa mampu menampilkan gerakan yang efektif, efisien dan terampil. Di dalam

program pengajaran penjasorkes setiap bentuk bahan pelajaran keterampilan gerak


20

biasanya memiliki urutan gerak yang harus dilakukan dengan cepat, tepat, lues dan

lancar.

Oleh karena itu didalam belajar keterampilan gerak pendidikan jasmani ada

tiga fase yang harus dilalui. Menurut Fitts dan Posner (dalam Sugiyanto dan

Sudjarwo, 1993:272-274) mengemukakan bahwa proses belajar gerak keterampilan

terjadi dalam 3 fase yaitu:

2.4.1 Fase awal atau fase kognitif

Fase kognitif merupakan tahap awal dalam belajar keterampilan gerak. Pada

fase ini aktivitas kognitif atau aktivitas berfikir masih menonjol karena harus

berusaha memahami bagaimana bentuk gerakan dan bagaimana harus melakukannya.

Misalnya pada penguasaan teknik dasar passing bola voli dimana siswa sudah

mengenal secara umum mengenai teknik dasar passing (passing bawah dan passing

atas) bola voli dengan rangkaian gerakan terdiri dari sikap awal, sikap pelaksanaan

dan sikap akhir. Namun dari pelaksanaan pembelajaran tersebut siswa masih belum

lancar dan tersendat-sendat dalam melakukan gerakan karena masih dalam taraf

mencoba-coba gerakan.

2.4.2 Fase menengah atau fase asosiatif

Pada fase asosiatif ini dengan cara melakukan rangkaian gerakan secara

berulang-ulang dan penguasaan atas gerakan akan semakin meningkat. Peningkatan

penguasaan atau keterampilan gerakan nampak dalam hal gerakan makin lancar,

makin sesuai dengan kemauan atau makin sesuai dengan bayangan gerakan yang

ingin dilakukan, kesalahan gerakan makin berkurang dan makin konsisten dan

pelaksanaannya makin halus. Misalnya dalam pembelajaran bola voli dimana siswa
21

sudah dapat melakukan gerakan teknik dasar passing (passing bawah dan passing

atas) bola voli dengan tidak tersendat-sendat sesuai dengan rangkaian gerakan yang

benar dan baik mulai dari sikap awal, sikap pelaksanaan dan sikap akhir namun

gerakannya masih belum otomatis.

2.4.3 Fase akhir atau fase otonom

Fase otonom merupakan fase akhir dalam belajar gerak keterampilan. Fase

otonom ini pelajar mencapai tingkat penguasaan gerakan yang tinggi dan pelajar bisa

melakukan rangkaian gerakan keterampilan secara otonom dan secara otomatis.

Misalnya dalam pembelajaran teknik dasar passing (passing bawah dan passing atas)

bola voli dimana siswa sudah dapat melakukan rangkaian gerakan dengan baik dan

benar mulai dari sikap awal, sikap pelaksanaan dan sikap akhir. Gerakan tersebut

dilakukan secara otomatis karena sudah dilatih secara berulang-ulang.

Berdasarkan urutan itu guru dapat mencari, memilih dan menetapkan metode

pengajaran yang tepat, tujuannya agar siswa dapat menguasai bentuk-bentuk

keterampilan gerak secara cepat sehingga tujuan yang ditetapkan dapat dicapai.

2.5 Model Pembelajaran

Menurut Joyce (dalam Trianto, 2007:5) model pembelajaran adalah suatu

perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan

pembelajaran di kelas untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk

di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. . Dan model

pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur

sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan


22

tertentu serta berfungsi sebagai pedoman dalam merencanakan dan melaksanakan

pembelajaran (Rusman,2010:133).

Jadi pembelajaran merupakan suatu proses interaksi guru dengan siswa dalam

rangka pengembangan pengetahuan, keterampilan atau sikap baru untuk mencapai

tujuan belajar tertentu. Untuk mencapai hal tersebut perlu kerangka pembelajaran

secara konseptual yang menentukan tercapainya tujuan pembelajaran yaitu yang

disebut model pembelajaran

Adapun macam-macam model pembelajaran yang sering digunakan dalam

proses pencapaian tujuan pembelajaran menurut Suprijono (2009:46-83) adalah

sebagai berikut:

2.5.2 Model pembelajaran langsung

Pembelajaran langsung dirancang secara khusus untuk mengembangkan

belajar siswa tentang pengetahuan prosedural yaitu bagaimana memperoleh sesuatu

dan pengetahuan deklaratif dimana pengetahuan tentang sesuatu yang dapat diajarkan

dengan pola kegiatan yang bertahap. Selangkah demi selangkah model pembelajaran

langsung lebih bersifat teacher center dari pada student center sehingga peran guru

sangat dominan.

2.5.3 Model pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa

belajar dalam kelompok-kelompok kecil terdiri dari 4 sampai 5 orang yang memiliki

tingkat kemampuan yang heterogen (berbeda) dalam menyelesaikan tugas kelompok

dimana setiap anggota saling bekerjasama dan membantu untuk memahami suatu
23

bahan pembelajaran, lingkungan belajar ditandai oleh tugas bersama atau kooperatif

dan inisiatif yang terstruktur serta kegiatan kelompok.

2.5.4 Model pembelajaran berdasarkan masalah

Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang sangat

efektif untuk mengajarkan proses-proses berfikir tingkat tinggi, membantu siswa

membangun sendiri pengetahuannya dan informasi yang dimilikinya serta membantu

siswa mengembangkan pengetahuannya tentang dunia sosial dan fisik di

sekelilingnya.

2.5.5 Model pembelajaran kontekstual

Model pembelajaran kontekstual ini merupakan suatu konsepsi yang

membantu guru menggiatkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan

memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapannya

dalam kehidupan.

Berdasarkan hasil refleksi awal yang dilakukan peneliti pada siswa Kelas VIII

B 4 SMP Negeri 6 Singaraja, peneliti menemukan beberapa kendala atau masalah

dalam proses pembelajaran passing bola voli, baik dalam aktivitas maupun hasil

belajarnya. Hal tersebut disebabkan oleh model maupun metode pembelajaran yang

diterapkan masih bersifat konservatif dan kurang bervariatif sehingga aktivitas dan

hasil belajar siswa masih kurang.

Pernyataan dan uraian di atas, membuat peneliti memilih model pembelajaran

kooperatif sebagai alternatif pemecahan masalah tersebut. Dalam pembelajaran ini

siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen dan siswa


24

bekerja sama untuk mencapai tugas-tugas akademik bersama, belajar keterampilan-

keterampilan kolaboratif, dan sosial. Anggota kelompok adalah saling

ketergantungan, yaitu saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan

bersama

2.6 Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Holubec (dalam Nurhadi dkk, 2004:60) mengatakan bahwa,

pengajaran kooperatif memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan

kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar

dalam mencapai tujuan belajar.

Suprijono (2009:54) menyatakan,


Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis
kerja kelompok termasuk bentuk - bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau
diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih
diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan -
pertanyaan serta menyediakan bahan - bahan dan informasi yang dirancang
untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru
biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.

Jadi berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-

kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 6 orang yang memiliki tingkat kemampuan

yang heterogen (berbeda) dalam menyelesaikan tugas kelompok. Setiap anggota

saling bekerjasama dan membantu untuk memahami suatu materi pelajaran,

memeriksa dan memperbaiki jawaban temannya yang salah serta aktivitas lainnya

dengan tujuan untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi.


25

Menurut Suprijono (2009:65) mengatakan bahwa terdapat 6 (enam) fase

dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif yaitu: (a)

menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa, (b) menyajikan informasi, (c)

mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar, (d) membimbing

kelompok bekerja dan belajar, (e) evaluasi dan (f) memberikan penghargaan. Perilaku

guru untuk masing-masing fase ini ditunjukkan seperti dalam tabel 01 berikut.

Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif (Suprijono, 2009:65)

Fase Perilaku Guru


1. Present goals dan set Guru menyampaikan semua tujuan
(menyampaikan tujuan dan pembelajaran yang ingin dicapai pada
memotivasi siswa) pelajaran tersebut dan memotivasi siswa
belajar.
2. Present Information Guru menyajikan informasi kepada siswa
(menyajikan informasi) dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan.
3. Organize students into Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
learning teams caranya membentuk kelompok belajar dan
(mengorganisasikan siswa membantu setiap kelompok agar melakukan
kedalam kelompok- transisi secara efisien.
kelompok belajar)
4. Assist teams work and Guru membimbing kelompok-kelompok
study (membimbing belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.
kelompok bekerja dan
belajar)
5. Test on the materials Guru mengevaluasi hasil tentang materi yang
(evaluasi) telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
6. Provide recognition Guru mencari cara-cara untuk menghargai
(memberikan baik upaya maupun hasil belajar individual
penghargaan) dan kelompok.
Ada banyak alasan mengapa pembelajaran kooperatif dikembangkan. Hasil

penelitian melalui metode meta-analisis yang dilakukan oleh Johnson (Dalam

Nurhadi dkk, 2004:63), menunjukkan adanya berbagai keunggulan pembelajaran

kooperatif sebagaimana terurai berikut ini:


26

1) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.

2) Mengembangkan kegembiraan belajar yang sejati.

3) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan,

informasi, perilaku sosial, dan pandangan.

4) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai - nilai sosial dan komitmen.

5) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois dan egosentris.

6) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.

7) Menghilangkan siswa dari penderitaan akibat kesendirian atau keterasingan.

8) Dapat menjadi acuan bagi perkembangan kepribadian yang sehat dan

terintegrasi.

9) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.

10) Mencegah terjadinya kenakalan di masa remaja.

Menurut Suprijono (2009:89) ada beberapa jenis metode - metode

pembelajaran kooperatif yaitu:

2.6.1 Jigsaw

Pembelajaran dengan metode jigsaw diawali dengan pengenalan topik yang

akan dibahas oleh guru. Guru bisa menuliskan topik yang akan dipelajari pada papan

tulis, white board, penayangan power point dan sebagainya. Guru menanyakan

kepada peserta didik apa yang mereka ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan

sumbang saran ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata atau struktur kognitif

peserta didik agar lebih siap menghadapi kegiatan pelajaran yang baru.

Guru membagi kelas menjadi kelompok - kelompok lebih kecil. Jumlah

kelompok bergantung pada jumlah konsep yang terdapat pada topik yang dipelajari.
27

Setelah kelompok tersebut terbentuk, guru membagikan materi tekstual kepada tiap -

tiap kelompok. Setiap orang dalam setiap kelompok bertanggung jawab mempelajari

materi tekstual yang diterimanya dari guru. Sesi berikutnya, membentuk expert teams

(kelompok ahli). Setelah membentuk kelompok ahli, berikan kesempatan kepada

mereka berdiskusi. Melalui diskusi dikelompok ahli diharapkan mereka memahami

topik metode penelitian yang diberikan. Setelah diskusi di kelompok ini selesai,

selanjutnya mereka kembali ke kelompok asal. Setelah mereka kembali ke kelompok

asal berikan kesempatan kepada mereka berdiskusi. Kegiatan ini merupakan refleksi

terhadap pengetahuan yang telah mereka dapatkan dari hasil berdiskusi di kelompok

ahli. Sebelum pembelajaran diakhiri, diskusi dengan seluruh kelas perlu dilakukan.

Selanjutnya, guru menutup pembelajaran dengan memberikan review terhadap topik

yang telah dipelajari.

2.6.2 Think - Pair - Share

Seperti namanya ”Thinnking”, pembelajaran ini diawali dengan guru

mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh

peserta didik. Guru memberi kesempatan kepada mereka memikirkan jawabannya.

Selanjutnya ”Pairing” pada tahap ini guru meminta peserta didik berpasang -

pasangan. Beri kesempatan kepada pasangan - pasangan itu untuk berdiskusi.

Diharapkan diskusi ini dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah

dipikirkannya melalui intersubjektif dengan pasangannya.

Tahap diskusi intersubjektif di tiap - tiap pasangan hasilnya dibicarakan

dengan pasangan seluruh kelas. Tahap ini dikenal dengan ”Sharing”. Dalam kegiatan
28

ini diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong pada pengonstruksian

pengetahuan secara integratif. Peserta didik dapat menemukan struktur dari

pengetahuan yang dipelajarinya.

2.6.3 Numbered head together (NHT)

Pembelajaran dengan menggunakan metode NHT diawali dengan Numbering.

Guru membagi kelas menjadi kelompok - kelompok kecil. Jumlah kelompok

sebaiknya mempertimbangkan jumlah konsep yang dipelajari. Setelah kelompok

terbentuk guru mengajukan beberapa pertanyakan yang harus dijawab oleh tiap - tiap

kelompok. Berikan kesempatan kepada tiap-tiap kelompok menemukan jawaban.

Pada kesempatan ini tiap-tiap kelompok menyatukan kepalanya ”Heads Together”

berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru.

Langkah berikutnya adalah guru memanggil peserta didik yang memiliki

nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan memberi

jawaban atas pertanyaan yang telah diterimanya dari guru. Hal itu dilakukan terus

hingga semua peserta didik dengan nomor yang sama dari masing - masing kelompok

mendapat giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru. Berdasarkan jawaban -

jawaban itu guru dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta

didik dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan utuh.

2.6.4 Group Investigation (GI)

Pembelajaran dengan metode GI dimulai dengan pembentukan kelompok.

Selanjutnya guru beserta peserta didik memilih topik - topik tertentu dengan

permasalahan - permasalahan yang dapat dikembangkan dari topik - topik itu.


29

Sesudah topik beserta permasalahannnya disepakati, peserta didik beserta guru

menentukan metode penelitian yang dikembangkan untuk memecahkan masalah.

Berdasarkan hasil refleksi awal pada siswa kelas VIII B 4 SMP Negeri 6

Singarja tahun pelajaran 2013/2014, peneliti menemukan beberapa kendala atau

masalah dalam proses pembelajaran teknik dasar passing bola voli baik dalam

aktivitas maupun hasil belajarnya. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh model

serta metode pembelajaran yang diterapkan masing kurang bervariatif seperti

ceramah dan demonstrasi yang menyebabkan monotonnya proses pembelajaran.

Dari beberapa jenis metode pembelajaran kooperatif yang telah diuraikan

diatas, penulis mengambil salah satu metode pembelajaran kooperatif yaitu metode

pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT). Alasan penulis

menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe NHT ini adalah keunggulan dari

metode pembelajaran kooperatif tipe NHT antara lain, (1) situasi belajar lebih aktif,

hidup, bersemangat dan berdaya guna, (2) setiap siswa menjadi siap semua, (3) siswa

yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai, (4) menumbuhkan sifat

objektif, percaya pada diri sendiri, keberanian serta tanggung jawab dalam

menghadapi atau mengatasi permasalahan.

2.7 Tipe Numbered Head Together (NHT)

Trianto (2007:62) menyatakan,


Numbered Head Together atau penomoran berfikir bersama adalah merupakan
jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional.
Numbered head together pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen
(1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang
30

tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap


isi pelajaran tersebut.

Menurut Nurhadi dkk (2004:67) sebagai pengganti pertanyaan langsung

kepada seluruh kelas, guru menggunakan 4 langkah sebagai berikut:

2.7.1 Penomoran (Numbering)

Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang

beranggotakan 4 - 5 orang dan memberi mereka nomor sehingga setiap siswa

dalam kelompok tersebut memperoleh nomor yang berbeda.

2.7.2 Pengajuan Pertanyaan (Questioning)

Guru mengajukan suatu pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat

bervariasi, dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum.

2.7.3 Berpikir Bersama (Head Together)

Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa

tiap orang mengetahui jawaban tersebut.

2.7.4 Pemberian Jawaban (Answering)

Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor

yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.

Terdapat langkah-langkah utama atau tahap di dalam pembelajaran yang

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT langkah-langkah tersebut di

tunjukan pada tabel 2.2 di bawah ini

.
31

Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Fase Tingkah Laku Guru


Fase-1 Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin
Menyampaikan dicapai pada pembelajaran teknik dasar passing bola voli
tujuan dan motivasi tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.
siswa
Fase-2 Guru menyajikan informasi materi pembelajaran berupa
Menyajikan konsep passing bola voli kepada siswa dengan jalan
informasi informasi atau lewat bahan bacaan.
Fase-3 1. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
Mengorganisasikan membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
siswa ke dalam kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
kelompok kooperatif Dimana dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT
kelompok belajar terdiri dari 3-5 orang di pilih secara
heterogen. Adapun tahapan pembelajaran tipe NHT
meliputi 4 (empat) tahap sebagai berikut.
a. Penomoran.
Difase ini guru membagi siswa menjadi 7 kelompok,
dimana setiap kelompok beranggotakan 5 orang dan
setiap anggota kelompok diberikan nomor 1 - 5.
b. Mengajukan pertanyaan.
Guru mengajukan pertanyaan pada siswa dimana
pertanyaan spesifik dalam bentuk kalimat tanya.
Pertanyaan mengacu pada materi pembelajaran yaitu
teknik dasar passing bola voli.
c. Berpikir bersama.
Siswa berdiskusi menyatukan pendapat terhadap
pertanyaan yang diberikan oleh guru dan
meyakinkan pada tiap seluruh anggota kelompok
mengerti dan memahami dari pada jawaban yang
telah di diskusikan bersama.
d. Menjawab
Guru memanggil satu nomor tertentu, kemudian
siswa yang nomornya sesuai mengancungkan tangan
mencoba menjawab pertanyaan yang di berikan
yang sudah di diskusikan bersama kepada seluruh
teman. Siswa lain mendengarkan jawaban yang
disampaikan oleh siswa yang nomornya dipanggil
oleh guru.
32

Fase-4 Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat


Membimbing mereka mengerjakan tugas mereka pemebelajaran dengan
kelompok bekerja penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
dan belajar
Fase-5 Guru mengevaluasi tentang materi yang telah dipelajari
Evaluasi atau masing-masing kelompok mempersentasikan hasil
kerjanya di akhir pembelajaran secara keseluruhan dan
guru mengklarifikasi pertanyaan dan tanggapan yang
diajukan oleh siswa bila terjadi kesalahan.
Fase-6 Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya
Memberikan maupun hasil belajar individu dan kelompok yang terbaik.
penghargaan
Adapun kelebihan yang dimiliki oleh pembelajaran kooperatif tipe NHT

antara lain:

a. Situasi belajar lebih aktif, hidup, bersemangat dan berdaya guna.

b. Setiap siswa menjadi siap semua.

c. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

d. Menumbuhkan sifat obyektif, percaya diri sendiri, keberanian serta tanggung

jawab dalam menghadapi atau mengatasi permasalahan.

2.8 Aktivitas Belajar

Menurut Kunandar (2008:277) aktivitas dalam proses belajar adalah

keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam

rangkaian kegiatan yang meliputi keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran,

bertanya hal yang belum jelas, mencatat, mendengar, berfikir, membaca, dan segala

kegiatan, yang dilakukan yang dapat menunjang prestasi belajar dan memperoleh

manfaat dari kegiatan tersebut. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran

merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar. Asas aktivitas

digunakan dalam semua jenis model pembelajaran, baik pembelajaran di dalam kelas
33

maupun di luar kelas. Menurut Hamalik (2012:171) pembelajaran yang efektif adalah

pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri dan beraktivitas sendiri

kepada siswa. Siswa belajar dan beraktivitas sendiri untuk memperoleh pengalaman,

pengetahuan dan tingkah laku lainnya serta mengembangkan keterampilannya yang

bermakna. Sehingga kegiatan atau aktivitas belajar siswa merupakan dasar untuk

mencapai hasil belajar yang lebih optimal. Jadi dapat disimpulkan aktivitas

merupakan segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani maupuan rohani.

Jenis-jenis aktivitas menurut Paul D. Dierich (dalam Hamalik 2012:90) dapat

di klasifikasikan menjadi beberapa macam aktivitas antara lain:

a. Kegiatan-kegiatan visual

Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi, pameran

dan mengamati orang lain bekerja dan bermain.

b. Kegiatan-kegiatan lisan (oral)

Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian,

mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara,

diskusi.

c. Kegiatan-kegiatan mendengarkan

Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi

kelompok, mendengarkan suatu permainan dan mendengarkan radio.

d. Kegiatan-kegiatan menulis

Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat rangkuman,

mengerjakan tes dan mengisi angket.

e. Kegiatan-kegiatan menggambar
34

Menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta dan pola.

f. Kegiatan-kegiatan metrik

Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model,

menyelenggarakan permainan menari dan berkebun.

g. Kegiatan-kegiatan mental

Merenung, mengingat, memecahkan masalah, menulis faktor-faktor, melihat

hubungan-hubungan dan membuat keputusan.

h. Kegiatan-kegiatan emosional

Minat, membedakan, berani, tenang dan lain-lain.

Menurut Paul D. Dierich (dalam Hamalik 2012:90) terdapat 8 aktivitas

belajar, tapi dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti 6 aktivitas belajar yaitu

kegiatan-kegiatan visual, kegiatan-kegiatan lisan (oral), kegiatan-kegiatan

mendengarkan, kegiatan-kegiatan metrik, kegiatan-kegiatan mental, kegiatan-

kegiatan emosional, dari ke 8 aktivitas belajar tersebut 2 aktivitas belajar yang tidak

digunakan yaitu kegiatan-kegiatan menulis dan kegiatan-kegiatan menggambar

karena pembelajaran dilaksanakan di lapangan oleh karena itulah kedua aktivitas

belajar tersebut tidak digunakan.

2.9 Hasil Belajar

Dimyati dan Mudjiono (2006:3) menyatakan,


Hasil belajar merupakan suatu puncak dari proses pembelajaran. Hasil belajar
terjadi berkat evaluasi guru dan juga merupakan suatu interaksi tindak belajar
dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses
evaluasi belajar. Sedangkan dari sisi siswa hasil belajar merupakan puncak
proses belajar.
35

Hasil belajar dinilai dengan ukuran-ukuran guru, tingkat sekolah dan tingkat

nasional. Dengan ukuran-ukuran tersebut seorang siswa yang keluar dapat

digolongkan lulus atau tidak lulus. Kelulusan dengan memperoleh nilai rendah,

sedang, atau tinggi, yang tidak lulus berarti mengulang atau tinggal kelas bahkan

mungkin dicabut hak belajarnya. Keputusan tentang hasil belajar berpengaruh pada

tindak siswa dan tindak guru. Jika digolongkan lulus, maka dapat dikatakan proses

belajar siswa dan tindak mengajar guru berhenti sementara. Jika digolongkan tidak

lulus, terjadilah proses belajar ulang bagi siswa dan mengajar ulang bagi guru.

Keputusan tentang hasil belajar merupakan umpan balik bagi siswa dan bagi guru

serta keputusan hasil belajar merupakan puncak harapan siswa (Dimyati dan

Mudjiono, 2006:251-252).

Hasil belajar tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu dampak pengajaran

dan dampak pengiring. Dampak pengajaran adalah hasil belajar siswa yang dapat

diukur dengan segera atau secara langsung seperti tertuang dalam angka raport, angka

ijazah atau kemampuan teknik dasar passing bola voli setelah latihan. Sedangkan

dampak pengiring adalah hasil belajar siswa yang tampak secara tidak langsung atau

merupakan transfer hasil belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2006:295-296).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah tercapainya setiap kompetensi dasar baik kognitif, afektif dan

psikomotor yang diperoleh siswa dari kegiatan pembelajaran yang mengakibatkan

perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh pengalaman yang sudah diperoleh
36

2.10 Permainan Bola Voli

Permainan bola voli diciptakan oleh William G. Morgan tahun 1895. Dia

adalah seorang pembina pendidikan jasmani pada Young Man Christion Assocation

(Y.M.C.A) di kota Holkyoke, Massachusset, Amerikat. Permainan bola voli adalah

olahraga yang dapat dimainkan oleh anak-anak sampai orang dewasa baik wanita

maupun pria. Kegunaan permainan bola voli akan baik bila jasmani dan rohani saling

kait mengait di dalam gerakan-gerakan bermain, jiwa/mental sebagai pendorong

utama untuk menggerakan kemampuan yang telah dimiliki (Danu Budhiarta, I Made,

2008:1-2).

Di Indonesia, permaian bola voli secara resmi dipertandingkan dalam Pekan

Olahraga Nasional ke II yang diselenggarakan di Jakarta tahun 1951. Kemudian

setelah penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) III di Medan pada tahun

1953, maka pada pertengahan tahun 1954 pengurus Ikatan Perhimpunan Volleyball

Soerabaja (IPVOS) di dalam rapat pengurusnya memutuskan untuk membentuk suatu

Induk Organisai Bola Voli di Indonesia. Kemudian, diadakan pertemuan antara ikatan

perhimpunan volleyball soerabaja dan persatuan volleyball Indonesia Djakarta

(PERVID) yang di selenggarakan di salah satu ruangan di Stadion Ikada, hadir pula

tokoh-tokoh olahraga yang berdomisili di Jakarta. Kemudian pada tanggal 22 Januari

1955, formatur menyelenggarakan suatu rapat pembentukan Induk Organisasi Bola

Voli di Stadion Ikada Jakarata. Maka sejak itu, tanggal 22 Januari 1955 secara resmi

menjadi hari lahirnya Persatuan Bola Volley Seluruh Indonesia yang di singkat

dengan PBVSI (Danu Budhiarta, I Made, 2008:14-15)


37

Permainan bola voli dimainkan oleh dua tim di mana setiap tim

beranggotakan enam orang dalam suatu lapangan berukuran 9 meter persegi bagi

setiap tim, dan kedua tim dipisahkan oleh sebuah net. Tujuan utama dari setiap tim

adalah memukul bola ke arah bidang lapangan musuh sedemikian rupa agar lawan

tidak dapat mengembalikan bola (L.Viera, Barbara dan Bonnie Jill Ferguson,

2000:2).

Jadi dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bola voli adalah suatu

permainan beregu yang dilakukan oleh dua team yang masing-masing team terdiri

dari 6 orang pemain dan dipisahkan oleh sebuah net, setiap team hanya bisa

memainkan bola 3 (tiga) kali pukulan. Di dalam memainkan bola hampir seluruhnya

menggunakan tangan bahkan sekarang boleh menggunakan kaki, lapangan yang rata

berbentuk segi empat panjang dengan ukuran lapangan 18x9 meter. Permainan

dipimpin oleh 2 orang wasit yaitu wasit atas (wasit 1) dan wasit bawah (wasit 2), 4

orang penjaga garis permainan, tiang net dipasang lebih kurang 0,50 m dari tepi batas

lapangan. Tinggi net untuk putra 2,43 meter dan untuk putri 2,24 meter sejajar

dengan batas tepi lapangan. Bola terbuat dari kulit yang lunak dengan ukuran

lingkaran 65 - 67 cm sedangkan berat bola 260 - 280 gram. Adapun teknik dasar

dalam permainan bola voli yaitu:

2.10.1 Servis

Pada mulanya servis merupakan pukulan pembukaan untuk memulai suatu permainan

(Yunus, 1992:109). Sesuai dengan perkembangan permainan servis tidak hanya

sebagai pembuka permainan tetapi sudah merupakan sebagai serangan awal untuk

memperoleh nilai.
38

2.10.2 Passing

Passing adalah pengoperan bola kepada teman sendiri dalam satu regu dengan satu

teknik tertentu sebagai langkah awal untuk membentuk pola serangan kepada regu

lawan (Yunus, 1992:122). Teknik passing yang terdiri dari passing bawah dan

passing atas merupakan keterampilan yang mendasar dalam permainan bola voli.

2.10.3 Umpan

Umpan adalah penyajian bola kepada teman satu regu yang kemudian diharapkan

bola tersebut dapat diserangkan ke daerah lawan dalam bentuk smash (Yunus,

1992:147). Teknik mengumpan pada dasarnya sama dengan teknik passing

perbedaannya hanya pada tujuan dan kurve jalannya bola, teknik mengumpan dapat

dilakukan baik dengan passing atas maupun passing bawah.

2.10.4 Smash (Spike)

Smash (spike) adalah pukulan yang utama dalam penyerangan dalam usaha mencapai

kemenangan (Yunus, 1992:156). Smash (spike) merupakan satu teknik gerakan yang

kompleks yang terdiri dari: (a) langkah awalan, (b) tolakan untuk meloncat atau

memukul bola saat melayang di udara dan (c) saat mendarat kembali.

2.10.5 Bendungan (Block)

Bendungan (block) adalah benteng pertahanan yang utama untuk menangkis serangan

lawan (Yunus, 1992:170). Namun keberhasilan suatu bendungan (block) relatif lebih

kecil karena bola smash yang akan diblock.


39

2.11 Teknik Dasar Passing Dalam Permainan Bola Voli

Teknik secara umum berarti macam dan cara melaksanakan gerakan-gerakan

dalam suatu cabang olahraga. Teknik merupakan unsur penting dari suatu cabang

olahraga karena sebagai dasar individu yang sangat menentukan dalam mencapai

prestasi semaksimal mungkin. Seperti halnya unsur lain dalam suatu cabang olahraga,

maka unsur teknik membutuhkan latihan yang teratur dan terencana untuk

memperoleh suatu keterampilan.

Dalam hubungannya dengan permainan bola voli bahwa untuk dapat bermain

bola voli dengan baik pemain hendaknya menguasai teknik dasar permainan bola

voli. Aspek keterampilan teknik dasar permainan bola voli tidak boleh diabaikan.

Teknik akan menentukan menang kalahnya satu regu dalam suatu pertandingan

(Danu Budhiarta, I Made, 2008:28). Pada tahap awal permainan bola voli sudah dapat

berlangsung apabila pemain sudah menguasai suatu unsur dalam permainan bola voli

yaitu teknik dasar passing. Oleh karena itu teknik dasar passing harus dilatih secara

teratur dan berulang-ulang menurut program latihan yang disusun secara baik dan

benar. Dalam permainan bola voli teknik dasar passing dapat dibedakan menjadi dua

yaitu: (a) passing atas dan (b) passing bawah.


40

2.11.1 Teknik Passing Bawah

2.11.1.1 Sikap awal (lihat gambar 2.1) :

a. Kedua kaki sejajar dan lutut ditekuk dengan badan sedikit dibongkokkan ke

depan.

b. Berat badan menumpu pada telapak kaki bagian depan untuk mendapatkan

suatu keseimbangan agar dapat lebih mudah dan lebih cepat bergerak ke

segala arah.

c. Kedua tangan saling berpegangan, punggung tangan kanan diletakkan di atas

telapak tangan kiri kemudian saling berpegangan. (lihat gambar 01)

3
c

Gambar 2.1 Sikap awal passing bawah (Sumber: Foto buatan sendiri
dengan model Putu Rudi Andreana , Jumat 06 Desember 2013, di
lapangan Bola Voli Bhuana Patra Singaraja)
41

2.11.1.2 Sikap pelaksanaan (lihat gambar 2.2) :

a. Ayunkan kedua lengan kearah bola, dengan sumbu gerak pada persendian

bahu dan siku betul-betul dalam keadaan lurus.

b. Perkenaan bola pada bagian proksimal dari lengan, di atas dari pergelangan

tangan.

c. Pada waktu lengan membentuk sudut sekitar 45º dengan badan, lengan

diayunkan dan diangkat hampir lurus.

d. Koordinasikan gerak tangan, lengan, badan, lutut dan kaki secara serempak

hingga menciptakan rangkaian gerak yang harmonis. (lihat gambar 02)

c
d
b
a

Gambar 2.2. Sikap pelaksanaan passing bawah (Sumber: Foto buatan sendiri
dengan model Putu Rudi Andreana , Jumat 06 Desember 2013, di
lapangan Bola Voli Bhuana Patra Singaraja)
42

2.11.1.3 Sikap akhir (lihat gambar 2.3) :

a. Setelah ayunan lengan mengenai bola, kaki belakang melangkah ke depan

untuk gerak lanjutan.

b. Ayunan lengan ke depan untuk passing bawah tidak melebihi sudut 90º

dengan bahu depan.

c. Kembali ke sikap awal. (lihat gambar 03)

Gambar 2.3. Sikap akhir passing bawah (Sumber: Foto buatan sendiri dengan
model Putu Rudi Andreana , Jumat 06 Desember 2013, di lapangan
Bola Voli Bhuana Patra Singaraja)
43

2.11.2 Teknik Passing Atas

2.11.2.1 Sikap awal (lihat gambar 2.4) :

a. Kedua kaki berdiri dibuka selebar bahu dan berat badan menumpu pada

telapak kaki bagian depan.

b. Lutut ditekuk dengan badan merendah dengan kedua tangan diangkat lebih

tinggi dari dahi.

c. Jari-jari tangan terbuka lebar membentuk cekungan seperti setengah lingkaran

atau menyerupai mangkuk. (lihat gambar 04)

Gambar 2.4 Sikap awal passing atas (Sumber: Foto buatan sendiri dengan
model Putu Rudi Andreana , Jumat 06 Desember 2013, di lapangan
Bola Voli Bhuana Patra Singaraja)
44

2.11.2.2 Sikap pelaksanaan (lihat gambar 2.5) :

a. Tepat pada saat bola berada di atas dahi lengan diluruskan dengan gerakan

agak eksplosif untuk mendorong.

b. Perkenaan bola pada permukaan jari-jari ruas pertama dan kedua, yang

dominan mendorong bola adalah ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah.

c. Pada waktu perkenaan dengan bola, jari-jari agak ditegangkan, kemudian

diikuti dengan gerakan pergelangan tangan agar bola dapat memantul dengan

baik.

d. Koordinasi gerak tangan, lengan, badan, lutut dan kaki secara serempak

hingga menciptakan rangkaian gerakan yang harmonis. (lihat gambar 05)

a
b

c
a

Gambar 2.5 Sikap pelaksanaan passing atas (Sumber: Foto buatan sendiri dengan
model Putu Rudi Andreana , Jumat 06 Desember 2013, di lapangan Bola
Voli Bhuana Patra Singaraja)
45

2.11.2.3 Sikap akhir (lihat gambar 2.6) :

a. Setelah bola memantul dengan baik, lanjutkan dengan meluruskan lengan ke

depan atas sebagai suatu gerakan lanjutan.

b. Memindahkan berat badan kedepan dengan melangkahkan kaki belakang ke

depan.

c. Kembali ke sikap awal. (lihat gambar 06)

Gambar 2.6 Sikap akhir passing atas (Sumber: Foto buatan sendiri dengan
model Putu Rudi Andreana , Jumat 06 Desember 2013, di
lapangan Bola Voli Bhuana Patra Singaraja)
46

2.12 BATASAN MASALAH

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

2.12.1 Subjek yang akan digunakan dalam penelitian ini terbatas pada siswa kelas

VIII B 4 SMP Negeri 6 Singaraja yang berjumlah 35 siswa terdiri dari 18

siswa putra dan 17 siswa putri.

2.12.2 Teknik dasar passing bola voli yang digunakan dalam penelitian ini adalah

passing bawah dan passing atas.

2.12.3 Instrumen aktivitas belajar yang digunakan untuk mengumpulkan data

terbatas pada format observasi aktivitas belajar teknik dasar passing bola voli

(passing bawah dan passing atas).

2.12.4 Instrumen hasil belajar teknik dasar passing bola voli (passing bawah dan

passing atas) yang digunakan untuk mengumpulkan data terbatas pada format

assesment hasil belajar teknik dasar passing bola voli.

2.12.5 Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini terbatas hanya pada

model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT)

2.13 KERANGKA BERFIKIR

Berdasarkan hasil refleksi awal yang peneliti lakukan. Diketahui rendahnya

aktivitas dan hasil belajar dalam pembelajaran passing bola voli dipengaruhi oleh

model pembelajaran yang masih kurang bervariatif. Sehingga ketika diukur aktivitas

belajar siswa pada teknik passing bola voli secara klasikal masih tergolong kategori

cukup aktif dan hasil belajar teknik passing bola voli secara klasikal berada pada

kategori tidak tuntas. Adapun permasalahan yang dialami oleh siswa dalam
47

pembelajaran tersebut, dilihat dari segi aktivitas siswa : (1) pada aspek lisan siswa

kurang aktif dalam mengajukan pertanyaan, dan mengemukakan saran atau pendapat

dalam berdiskusi, (2) pada aspek metrik, masih sedikit siswa yang dapat melakukan

gerakan teknik dasar passing bola voli dengan baik dan benar, hal ini disebabkan

karena siswa belum memahami konsep dengan baik dan kurangnya pengulangan

gerakan serta kurangnya kesempatan melakukan gerakan yang diberikan oleh guru,

(3) pada aspek mental siswa belum bisa memecahkan permasalahan yang dihadapi

dan menanggapi permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran, dan (4)

Pada aspek emosional, minat siswa untuk mempelajari materi teknik dasar passing

bola voli kurang sehingga motivasi untuk mengikuti pelajaran dengan semangat

menjadi rendah. Hal ini mengakibatkan siswa kurang percaya diri untuk mencoba

melakukan suatu gerakan. Sedangkan untuk hasil belajar permasalahan yang muncul

terdapat pada aspek kognitif dan psikomotor yang masih kurang atau siswa masih

banyak yang belum tuntas, untuk aspek afektifnya sudah berada dalam kategori

cukup baik. Permasalahan pada aspek kognitif adalah kurangnya pemahaman siswa

mengenai materi teknik dasar passing bola voli, hal ini disebabkan oleh kurangnya

kesempatan yang diberikan oleh guru untuk siswa dalam memahami teori dalam

materi teknik dasar passing bola voli. Pada aspek psikomotor permasalahan yang

terjadi adalah sikap siswa kurang aktif didalam mengamati demonstrasi yang

diperagakan oleh guru mengenai materi teknik dasar passing bola voli sehingga

sebagian besar siswa tidak dapat melakukan sikap awal, sikap pelaksanaan dan sikap

akhir dengan teknik yang benar.


48

Dan dapat disimpulkan hasil refleksi awal yang peneliti lakukan di SMP

Negeri 6 Singaraja mengenai proses pembelajaran teknik dasar Passing Bola Voli di

kelas VIII B 4, peneliti menemukan beberapa permasalahan yaitu (1) siswa kurang

aktif dalam mengajukan pertanyaan, dan mengemukakan saran atau pendapat dalam

berdiskusi, (2) siswa cepat jenuh dalam mengikuti pembelajaran, (3) siswa kurang

percaya diri dan kurang berani untuk mencoba melakukan suatu gerakan, (4)

kurangnya pemahaman siswa mengenai materi teknik dasar passing bola voli, (5)

kurangnya komunikasi dan kerjasama antar siswa dalam kelas belajarnya, dan (6)

masih sedikit siswa yang dapat melakukan gerakan teknik dasar passing bola voli

dengan baik dan benar.

Dalam mengatasi hal tersebut salah satu solusi agar kegiatan belajar tersebut

tidak berkelanjutan dan tujuan pembelajaran dapat tercapai sehingga dapat

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Salah satu cara yang bisa digunakan

oleh guru penjasorkes adalah dengan penerapan model-model pembelajaran inovatif.

Salah satu model pembelajaran yang masuk dalam kategori model pembelajaran

inovatif adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif ini

mempunyai beberapa tipe, yang salah satunya adalah NHT.

Melalui model pembelajaran koopretif tipe NHT siswa dituntut untuk belajar

secara aktif, dengan berkelompok menggunakan sistem penomoran serta berpikir

bersama dalam kelompoknya. Dalam pengelompokan siswa diberi kesempatan untuk

berpikir, berkolaborasi dengan teman sebaya dalam bentuk berdiskusi untuk

memecahkan suatu permasalahan. Dengan demikian penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe NHT diharapkan mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
49

passing bola voli pada siswa kelas VIII B 4 SMP Negeri 6 Singaraja tahun pelajaran

2013/2014.

2.14 HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis berasal dari kata hipo (lemah) dan tesis (pernyataan), jadi hipotesis

adalah jawaban (pernyataan) sementara terhadap permasalahan yang secara teoritis

paling mungkin terjadi atau pernyataan yang masih lemah yang masih perlu

dibuktikan untuk menegaskan apakah hipotesis tersebut dapat diterima atau harus

ditolak berdasarkan fakta atau data empiris yang sudah dikumpulkan dan digunakan

dalam penelitian (Kanca, I Nyoman, 2010: 40).

Berdasarkan teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dari penelitian

ini sebagai berikut :

2.14.1 Aktivitas belajar teknik dasar passing (passing bawah dan passing atas) bola

voli meningkat melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Head Together (NHT) pada siswa kelas VIII B 4 SMP Negeri 6

Singaraja tahun pelajaran 2013/2014.

2.14.2 Hasil belajar teknik dasar passing (passing bawah dan passing atas) bola voli

meningkat melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered

Head Together (NHT) pada siswa kelas VIII B 4 SMP Negeri 6 Singaraja

tahun pelajaran 2013/2014.

Anda mungkin juga menyukai