Dengan Mantan
Dengan Mantan
_____________________________
PART 1
"Aku capek berdebat denganmu terus. Cukup!" Dewa kesal dan jengah selalu berdebat
dengan istrinya, Hanum.
Dewa dan Hanum sudah 4 tahun menikah dan dikaruniai seorang putra. Ekonomi mereka
berkecukupan. Namun, ada ketidak cocokan Dewa dan Hanum yang membuat mereka terus
menerus cek-cok dan adu mulut setiap harinya.
Pesan masuk saat Dewa memarkirkan mobilnya di sebuah rest area. Pesan itu dari Rahma.
Cinta pertama sekaligus penyebab Dewa sering adu mulut dengan Hanum.
Dewa beberapa kali ketahuan chat atau teleponan dengan Rahma. Sang mantan yang kini
menjanda. Bukannya memilih istrinya, Dewa malah semakin gila bersama Rahma.
"Kebetulan lagi di luar. Aku mau mampir ke rumah kau. Kangen." Balas Dewa sambil
senyum-senyum melihat layar ponselnya.
Dewa telah tiba dan memarkirkan mobilnya. Seorang wanita manis berperawakan kecil
sudah menunggu dengan tersenyum.
“Nggak juga, paling 15 Menit…. Elkan agak susah ditidurkan…..” Jawab wanita mungil
bernama Rahma ini. Rupanya dia baru saja menidurkan anaknya, Elkan.
Dewa masuk dan pintu dibiarkan terbuka. Agak remang disini, batinnya.
Saat Rahma berbalik bermaksud menemani Dewa duduk. Saat itu juga Dewa berbalik dan
langsung memeluk Rahma erat dan merengkuhnya dalam kecupan ganas membabi buta.
Rahma tak sempat mengelak. Dan hanya terlihat pasrah dalam rangkulan Dewa yang
memang bertubuh jauh lebih besar.
Nafas keduanya sangat memburu.
Pelukan-pelukan tangan kekar Dewa yang mulanya meremas pantat montok Rahma, kini
berpindah ke lengannya, sementara mulutnya berusaha mengecup payudara Rahma yang
mulai membusung.
Enggan, Dewa melapas Rahma untuk bergerak ke pintu dan menguncinya dari dalam.
Lalu dengan tak sabar dia menyerbu Rahma, menangkapnya seperti bola dan
merebahkannya di sofa merah marun mewah, yang menerima hempasan badan kedua
insan manusia itu.
Dan entah tangan yang mana lagi dari Rahma, mulai mempereteli kancing kemeja Dewa.
Sedangkan Dewa juga tak mau kalah, dia malah sudah pada tahap melepas pengkait BH
Rahma.
Dan sekarang tangan Dewa yang satunya mulai menyusup ke dalam celana dalam Rahma.
Jari tengah Dewa mulai menyentuh lapisan daging membusung yang agak berambut.
Sementara Dewa sekarang asyik menusuk-nusuk lembut lubang sempit dengan jari
tengahnya.
Mata liar Dewa melirik ke bawah, ke lubang sempit gelap milik Rahma.
“Punyamu besar sekali Dewa….” Erang Rahma… “Hmmmm… kau sangat sempit….” Balas
Dewa.
“Pokoknya aku takut….. jangan malam ini….” Rahma menggeleng, dan tangannnya
semakin bersemangat mengocok rudal Dewa.
“Biar aku emut saja….” kata Rahma. Dan Rahma mulai turun dari sofa.
Dewa membiarkaan dan membalik badan. Sekarang dia yang rebah terlentang.
Pahanya berbulu lebat dengan rudal yang sudah tegak berdiri, dan sekarang terbuka lebar.
Rahma jongkok dan membelai paha perkasa itu. Lalu tanpa ragu-ragu, mulut kecilnya
langsung mengulum rudal luar bisa milik Dewa.
Dewa menggelinjang hebat. Dia bertekad untuk tidak sampai keluar di mulut Rahma.
Berlalu 15 menit Rahma beraksi…. Rudal Dewa masih mengacung. Bibir Rahma sudah
sedikit dower gara-gara kebanyakan menyedot rudal Dewa.
“kau mencintaiku?”
“Apakah itu yang kau harap aku ucapkan agar aku mendapatkannya?”
“Aku akan memberimu kenikmatan. Aku tidak bisa berjanji lebih. Aku takut berkomitmen….”
“kau hanya ingin tubuhku?”
“Hehehe… aku lebih tinggi dari pada kau, sayang….” Dewa mengedip.
“Dasar! ”
Dan kali ini, dihadapannya terpampang paha mulus putih licin mengkilat milik Rahma.
Rahma menggelinjang.
Namun kakinya terbuka makin lebar… tangannya sibuk menjambak rambut Dewa.
_____________________________
PART 2
“Oh….. lebih keras…..” jerit Rahma….. “Aku tak tahan lagi………” “Aku masukkan yah…..”
pinta Dewa.
“Jangan…..” Rahma ragu-ragu.
Rahma agak takut…. Namun agak merasa tentram melihat mata elang Dewa.
Perlahan…..
Dewa menarik lagi kaki Rahma, sehingga sekarang sebahagian tungkau Rahma sudah
menjulur ke bawah.
Dan kemaluan Rahma pas di sudut sisi ranjang. Sementara itu, Dewa sudah berdiri dengan
sebelah tangan menggenggam rudal nya siap-siap diluncurkan ke sasaran sarang belut
Rahma.
Sekonyong konyong, ditariknya pinggang Rahma mendekat. Dan dengan sedikit menekuk
lutut, Dewa menghujamkan rudalnya ke aarah kemaluan Rahma.
Tapi Dewa mulai merasakan sensasi nikmat teramat sangat saat kepala rudalnya
menyerodok masuk ke dalam lubang sempit Rahma.
Pahanya berusaha menutup. Tapi tentu saja, paha Dewa lebihh kuat menekan keduanya ke
sisi ranjang.
Dan tiba-tiba lagi, Dewa menyodok sangat keras, sementara tangannya agak mengangkat
pantat Rahma ke arahnya.
Kali ini Dewa mulai rebah…. Menindih Rahma…. Bertumpuh dengan siku-siku dan lututnya,
Dewa menyodong badan Rahma agak ketengah ranjang, dengan rudal yang masih separuh
masuk…. Keduanya bergeser agak ke tengah.
_____________________________
PART 3
Dan dia mulai merangkul Dewa. Ingin merasakan dada Dewa menempel di dadanya.
“Tunggu…..” Dewa malah agak menarik rudalnya…. Kemaluan Rahma itu tertarik… dan
pantatnya penasaran turut dinaikkannya, seakan-akan takut rudal itu akan lepas
meninggalkan lubangnya.
Suasana semakin dingin di kamar Rahma. AC biasanya makin dingin kalau hujan. Tapi
kedua insan lain jenis tersebut semakin panas saja bergulat mereguk kenikmatan.
Dewa tampak punggungnya yang hampir menutup seluruh badan Rahma yang ditindihnya
di bawah. Sementara Rahma sibuk mencakar punggung Dewa dengan ganas.
Sekali-kali Rahma melingkarkan kakinya ke paha kekar Dewa seakan akan ingin Dewa
memasukinya lebih dalam lagi.
Dewa sebaliknya tampak tak letih letihnya mengayunkan pinggangnya dengan lincah ke
selangkangan Rahma.
Kadang kadang suara suara seperti closet mampet muncul akibat tarikan-tarikan rudal
Dewa.
“Om…. Om kok diatas mama?... “tanya suara mungil milik Elkan… anak Rahma. Rupanya
suara hujan membangunkannya.
Dan anak yang ketakutan ini bermaksud mencari ibunya, yang ternyata sedang
bersenggama dengan pacar barunya Dewa.
Yang selama ini dikenalnya sebagai Om… yang baik, yang suka bawa oleh-oleh kalau
datang.
_____________________________
PART 4
“Om…. Om kok diatas mama?“ tanya suara mungil milik Elkan, anak Rahma.
Rupanya suara hujan membangunkannya. Dan anak yang ketakutan ini bermaksud mencari
ibunya, yang ternyata sedang bersenggama dengan pacar barunya Dewa.
Yang selama ini dikenalnya sebagai Om yang baik, yang suka bawa oleh-oleh kalau datang.
Rudalnya masih nenancap kokoh. Sejenak dia berpikir, apakah bijaksana mempertontonkan
adegan dewasa ini di depan anak 3 tahunan?
Namun, nalurinya yang lain berkeras untuk melampiaskan kemikmatan yang sudah susah
payah ditahannya, dan ketika baru saja berhasil mendapatkannya dari Rahma, janda cantik
yang dikasihinya, sudah harus diputus di tengah jalan.
“Jangan takut Elkan….” Dan Dewa mulai menarik rudalnya sedikit sebelum
menghempaskannya dengan nikmat.
Sementara Rahma susah payah menahan ekspresi liarnya agar tidak terlalu terlihat anaknya
Elkan.
“Kalau digoyang begini, mama akan keenakan Elkan….” Jelas Dewa gokil.
Dan benar saja, dia mulai menggoyang pantatnya yang juga berbulu maju mundur.
Rahma hanya bisa merintih pelan tanpa tahu harus bagaimana membalas serangan Dewa.
Dan Dewa mulai tertawa saat merasakan tangan mungil Elkan mendorong dorong pantatnya
yang sedang menghujam-hujam ke selangkangan Rahma, Ibu Elkan.
Dan lama-kelamaaan, goyangan Dewa semakin cepat… semakin ganas semakin tak
beraturan.
Dewa tak sempat grogi, karena dirasakannya ada yang mendesak melecuti rudalnya.
Terakhir kali ditariknya rudalnya dari lubang Rahma dan disorongkannya kembali dengan
sangat teramat kuat…. Sambil mengerang…
Crooooot…
Crootttttttttt…..
Ejekulasi Dewa lama…. Sekitar 10 semprotan cairan kental putih sampai menetes di ranjang
Rahma.
Lalu dia rebah di atas Rahma tanpa berani menarik rudalnya dari lubang Rahma. Malu
dilihat Elkan.
Dengan enggan dia menarik rudalnya dari lubang Rahma yang sekarang sudah bonyok
betul bentuknya.
Dan rudal panjang besar yang sudah agak lemas itu sekarang terlihat basah menggantung
di antara kedua paha besarnya.
“Ih…. Jolok….” Elkan tergidik melihat rudal yang mirip terung dibakar itu berleleran sperma
kental yang masih menetes netes.
Rahma segera bangkit dan mencari pakaiannya di ruang tamu.
Saat masuk…. Kembali ke kamar, di dapatinya Dewa masih telanjang bulat, dan rudalnya
sudah sangat tegang lagi…. Karena rupanya Elkan sudah asyik maik-main dengan
rudalnya.
“Punya Elkan juga nanti kalau sudah besar pasti besar juga….”
Dan Rahma buru-buru segera mengangkat Elkan dan memarahinya, lalu ditemaninya
sebentar Elkan sampai benar-benar tidur.
Pikirannya masih was-was menilai apa yang barusan dilakukannya dengan Dewa.
Kemudian bakal apa dampaknya bagi Elkan yang masih kecil.
Apakah hal ini akan menyebabkan trauma…. Dia masih ingat bagaimana tadi Elkan terlihat
sama bersemangatnya dengan dia main-main dengan rudal Dewa yang memang luar biasa.
Namun, disaat itu juga dia masih dapat merasakan kenikmatan luar biasa yang didapatnya
dari Dewa.
Dia masih merasakan gairah wanitanya dengan laki-laki yang sangat laki-laki itu. Pikirannya
masih tak bisa lepas membayangkan rudal besar panjang, badan tegap sempurna, paha
kokoh berbulu yang mampu menghujamkan rudal dengan pasti.
Dia masih teringat gairahnyasaat Dewa mencium puting susunya. Memikirkannya saja
membuatnya merasa saat ini putingnya mengeras.
Di kamar Rahma, Dewa asyik membelai rudalnya yang masih basah dan lengket. Rudalnya
masih saja tegang…. Karena dia masih membayangkan tubuh mungil Rahma yang barusan
ada di bawah pelukannya.
Dia masih membayangkan gundungan merah jambu yang menggiurkan di antara pinggang
padat milik Rahma. Juga masih diingatnya jelas payudara membusung tidak terlalu besar
milik perempuan itu.
Payudara Rahma, Tidak terlalu besar namun masih sangat ketat… agak seperti agar agar
kalau disentuh, lembut, tapi keras…. Kau tahu maksudku.
Sekali-kali mata Dewa menatap langit-langit kamar putih yang sangat bersih itu. Dia masih
ingat juga dan masih grogi membayangkan Elkan yang tadi membantunya menggoyang
Rahma.
Rasa serba salah tak pelak lagi menerjangnya. Dia agak nyengir. Tapi, dasar Dewa,
memang dia agak susah menahan nafsunya kalau sudah pengen. Apalagi seperti tadi,
menjelang separuh ronde…. Sedang panas-panasnya.
Pelan, dikocoknya rudalnya yang memang masih tegang…. Dia mengerang-erang pelan
menikmati tanganya sendiri.
Rahma terbeliak melihat lekaki yang sangat laki-laki itu sedang onani di depannya. Tak pikir
panjang, dia mendekati Dewa yang kelihatannya tidak terusik. Dan langsung saja, Rahma
balik mengunci pintu.
Tak ingin kejadian seperti tadi terulang lagi. Lalu, dia meloloskan tubuh mulusnya dari baju
tidur yang belum ada setengah jam dipakainya kembali.
Dewa menyambutnya. Rahma mulai duduk di atas Dewa. Tangan Rahma menuntun rudal
Dewa yang sudah tegak sekali ke sela-sela pahanya. Dan tanpa ragu-ragu kali ini dia
mendudukkan pantatnya dalam diam.
Bless…
Kali ini rudal Dewa terasa lebih lancar menerobos kemaluannya. Walau masih terasa sangat
ketat dan perih bukan main,…. Cairan kemaluan Rahma mengimbanginya dengan
mengucur deras.
Tangan Dewa menggenggam kedua tangan Rahma. Dan Rahma mulai naik turun di atas
rudal Dewa. Keduanya berpagutan. Dewa memindahkan tangannya ke pinggang Rahma,
membantunya menyamakan irama dengan sodokan pantatnya ke atas ke bawah.
Tiap kali Dewa menarik pantat ke bawah, maka ditariknya pantat Rahma menjauh ke atas.
Dan setiap Rahma turun ke bawah, Dewa menyorongkan selangkangannya memasukkan
rudalnya sedalam-dalamnya ke dalam lubang Rahma…. Dan Rahma pun menjerit lirih….
Sementara Dewa mulai menggeram buas.
Dan sekonyong konyong, Dewa memeluk Rahma kuat. Rahma menyambut pelukan Dewa.
Dewa menyentakkan kakinya dan mulai berdiri dengan Rahma dalam gendongannya.
Disitu, Rahma habis diserbunya. Rudalnya menyerang dengan sangat teramat ganas…..
Rahma semakin kepayahan… Mulut Dewa tak lagi mencari-cari bibir Rahma.
Karna kali ini kepala Rahma hanya pas di bawah dagunya. Konsentrasi lebih diarahkannnya
pada serangan rudal.
Bonyok…. Itu kata yang paling pas kalau mengingat kondisi kemaluan Rahma sekarang.
Dan Dewa adalah singa ganas….
Rahma juga berusaha mengimbangi dengan goyangan pinggul maut dan isapan-isapan dari
dalam kemaluannya. Sesekali digigitnya dada tegap Dewa yang pas di mulutnya.
Saat Rahma menggigit, Dewa akan mengeram dan menyodok semakin gila. Begitu terus….
Sampai…. Tak tahan, Dewa menghempaskan lagi Rahma di ranjang dan menyerangnya
dari atas.
Begitu terus, sampai keduanya mandi keringat dan mencapai puncak kenikmatan kedua
bersama sama.
Lalu hening. Rahma berbaring di pelukan Dewa. Kepalanya mantap berbantalkan dada
Dewa. Dewa membelai rambutnya.
“Aku tahu…”
“Aku malu….”
“Aku juga ”
“Apa aku tak tahu malu, karna saat aku menyodok punyamu, anakmu malah membantu
mendorong pantatku!” tukas Dewa sengit.
“Kalau kau tanya aku sekarang, aku belum siap. Tapi kalau kau ingin tahu, aku sangat
mencintaimu…”
“Lalu, apa yang kau tunggu?” Sekarang kaki Rahma mulai naik ke sela-sela paha Dewa.
Dewa memeluk kaki itu dengan kakinya.
“Aku belum siap, hanya itu.” Dewa melingkarkan tangannya di tubuh Rahma. Dan dagunya
perlahan menyentuh leher Rahma.
“Aku tak inginkan apa-apa Raham! Aku tak bermaksud mempermainkanmu. Aku hanya
menuturkan apa yang sekarang aku pikirkan. Inilah aku, kalau tak bisa menerima aku apa
adanya, aku malah semakin ragu untuk melanjut berkomitmen”
“Kau mulai membuatku tersinggung, seakan aku wanita murahan yang mau saja main seks
dengan setiap laki-laki” Rahma merajuk. Namun tangannya justru mulai membelai
selangkangan Dewa.
“kau tahu bagaimana pandanganku terhadapmu! Kau tahu aku setengah mati menunggu
untuk dapat berhubungan badan denganmu. Sudah berapa lama kita berhubungan?”
“Lalu?”
“Tapi aku baru dapat benar benar memilikimu malam ini, Rahma. Itu pun dengan setengah
memaksa. Lalu kau rasa bagaimana pandanganku selama ini padamu? Aku bukan hanya
sekali ini berhubungan dengan wanita, jujur saja.
Aku pernah beberapa kali berhubungan seks dengan wanita-wanita mantan pacarku. Bukan
maksudku merendahkanmu… kau tahu, kau pribadi yang istimewa”
“Mungkin kau beranggapan aku selama ini pura-pura menahan diri tidak menginginkanmu?”
Dewa diam sejenak. Lalu dia tersenyum menggoda, sambil menjawil benda mungin di
selangkangan Rahma dengan jarinya.
Belum sempat Rahma menjawab, Dewa sudah membopong badan mulus mungil itu ke
pelukannya.
Rahma tertawa, sewaktu Dewa membawanya dalam gendongan menuju kamar mandi.
Lalu, sama hati-hatinya dia masuk ke dalam bath tub yang langsung saja terasa sempit. Dan
tangan Dewa mulai menghidupkan pancuran air panas dan dingin.
Tak lama sambil terus ngobrol. Keduanya sudah berendam dalam bath tup yang mulai
berasap.
Kaki Rahma nakal mengepit rudal Dewa yang sudah ngaceng lagi. Sementara Dewa rebah
disisi lain dengan kaki terbuka dan tangan di letakkan di atas pinggiran bath tub. Dia
menikmati kocokan kaku kaki Rahma pada rudalnya yang sudah semakin membengkak.
Tak sabar tak juga orgasme, Rahma mulai memainkan tangannya mengocok rudal
kesayangan. Dikocoknya rudal itu dengan cepat dan ganas. Dewa hanya meringis keenakan
tanpa sekalipun berusaha menghentikan Rahma.
Hingga akhirnya Dewa mengejang keras dan memuntahkan cairan kental spermanya yang
juga masih sama banyaknya dari ujung mulut rudalnya. Dewa bergumam tak jelas ketika
Rahma masih saja mengocok dan memeras rudalnya sampai tetesan yang penghabisan.
_____________________________
PART 5
Hingga akhirnya Dewa mengejang keras dan memuntahkan cairan kental spermanya yang
juga masih sama banyaknya dari ujung mulut rudalnya.
Dewa berguman tak jelas ketika Rahma masih saja mengocok dan memeras rudalnya
sampai tetesan yang penghabisan.
Bentuknya kini agak melar tidak seketat sebelumnya. Garis pembelah kedua gundukan bukit
kemaluan itu sudah semakin jelas sekarang.
Nakal, Dewa kadang berhenti untuk menjawil kelentit mungil milik Rahma, yang kontan
saja membuat Rahma mendesis seperti orang kepedasan.
“Bukan berarti aku tak bisa membahagiakanmu…. Berapa kalipun kau minta aku setiap
malam, akan aku sanggupi….” Dewa tersenyum mesum.
“Aduh!” Dewa tersentak kaget tak menyangka akan di cubit Rahma sekeras ini.
“Aduh… Aduh…” Dewa sibuk memeriksa rudalnya yang lemas dengan hati-hati…. Rahma
tertawa geli.
Rahma bangkit duluan meninggalkan Dewa yang masih kesakitan memeriksa kemaluannya.
Dia melilitkan handuk ke badannya dan mulai mengeringkan badan.
Rahma rebah di ranjang, walau dia merasa enggan untuk memakai kembali pakaiannya.
Hanya menutupi tubuhnya dengan selimut. Dirasakannya masih menginginkan kenikmatan
dari Dewa, laki-laki paling laki-laki yang pernah mengerjainya.
Agak malu dia menikmati sensasi sedikit diperkosa oleh laki-laki kasar berkemaluan besar
seperti Dewa.
Mulai pikirannya membandingkan Hendra mantan suaminya yang meninggal dua tahun
yang lalu dengan Dewa yang baru akrab dengannya setahun ini.
Segalanya, mulai dari badan Hendra yang tidak sebesar Dewa. Wajah Hendra yang
imut-imut putih mulus dengan wajah Dewa yang cenderung kasar, namun justru kasarnya
kulit wajah Dewa membuat Rahma merasa benar-benar di gagahi.
Artinya, dia tidak menyesal menyerahkan tubuhnya pada Dewa. Dia menginginkannya.
Kemudian, tak terhindarkan, dibayangkannya tubuh tegap Dewa yang begitu maskulin
menindihnya.
Dirasakannya bulu-bulu wajah Dewa yang kasar menempel di wajah dan lehernya yang
lembut. Kekontrasan yang mungkin terlihat saat tubuh besar tegap Dewa yang berkulit agak
gelap terbenam dalam pelukannya yang mungil. Apalagi saat rudal Dewa dengan tak kenal
ampun menerobos liang senggamanya yang terlalu kecil untuk ukuran Dewa.
Dan belum sempat dia menghayal lebih lanjut, Dewa masuk ke kamar dengan tubuh
telanjang bulat.
Laki- laki itu memandang bergairah pada Rahma yang merah padam. Lalu, tak ayal. Dewa
menyerbu naik ke ranjang dan menarik lepas selimut pada tubuh Rahma.
Rahma pura-pura menahan tarikan Dewa. Namun Dewa hanya tertawa lepas dan
menyodorkan badannya ke badan Rahma. Tak berdaya, Rahma menerima pelukan Dewa
dengan nafsu yang masih tertahan.
Tapi, kali ini dia salah. Rupanya Dewa tidak begitu tertarik dengan tubuhnya. Dewa malah
merunduk mengamati benda kecil agak bonyok di selangkangan Rahma. Rahma
memejamkan mata berusaha menutup rapat pahanya, seakan malu atas keterbukaannya
pada Dewa.
Dewa membuka paksa paha Rahma. Rahma berusaha pura-pura menahan, agar tidak
terlalu kentara sudah begitu bernafsu pada Dewa.
Namun, kemaluannya rupanya tidak mau kompak dengan pikiran Rahma. Kemaluannya
justru sudah basah dan lembut saat Dewa menusuk nusuknya dengan jari tengahnya.
Cairan bening Rahma malah semakin mengucur deras. Dan Dewapun lantas
membenamkan hidungnya menghirup aroma khas Rahma.
“Enak, kan?” tanya Dewa disela-sela kegiatannya…. Rahma diam saja sambil menahan
nafas.
Sebelah tangan Dewa asyik mengocok rudalnya sendiri saat dia menjilati gundukan
kemaluan Rahma. Rahma menggelinjang hebat. Mengerang. Tangannya menekan kepala
Dewa ke arah kemaluannya.
Dewa menjilati terus cairan yang terus saja keluar dari kemaluan Rahma.
“Sekarang….”
Rudalnya digenggam Rahma dengan cepat. Dan sekarang Rahma menundul rudal Dewa ke
arah mulut liang senggamanya. Terasa kepala rudalnya mulai menyentuh bibir
kemaluannya.
Digosokkannya pelan kepa rudal itu ke atas ke bawah agar basah dengan cairan v*g*n*nya.
Dewa juga mulai mengeluarkan precum bening tanda sudah siap untuk melakukan proses
reproduksi paling primitif makhluk hidup.
Namun, dia belum pernah tahu ada makhluk hidup lain yang bersenggama lebih dari sekali
dalam waktu singkat. Atau mungkin belum ada penelitian ilmiah ke sana? Tapi, bagaimana
dengan ayam, yang bisa ngeseks terus terusan. Itu lain, tujuannya memang untuk
reproduksi.
Tentu berbeda dengan perbuatan Rahma dan dia malam ini, mereka tidak memikirkan
reproduksi. Dalam hati malah Dewa berharap, kalau bisa jangan sampai Rahma hamil.
Mereka lebih dari melampiaskan nafsu syawat dari pada berreproduksi.
Masa Bodoh….
Dewa mulai memasukkan rudalnya lagi. Kali ini tidak sedikit demi sedikit. Tapi
disentakkannya dengan kuat ke arah selangkangan Rahma. Sekuat kuatnya. Sekuat
kakinya bisa menekan ke bawah. Hampir patah tulang pinggangnya dirasa Rahma. Lalu…
Bruk…
Tak perlu khawatir…. Rumah ini sangat sepi, pikir keduanya. Paling Elkan yang mendengar.
Apalagi dengan hujan lebat yang turun diluar. Tak bakal ada yang sadar kelakukan gila
mereka berdua.
Lalu, dengan tak kurang ganasnya, Dewa menghujam hujamkan berulang kali rudal
besarnya. Rahma meringis ringis merasakan sodokan ganas Dewa.
Tak kuasa lagi dia mengimbangi sodokan Dewa dengan goyang pantat seperti tadi. Tak
kuasa…. Bernafaspun dia susah dengan Dewa yang agak tegak menyerang v*g*n*nya.
_____________________________
PART 6
Sekali-kali Rahma hanya bisa membantu sodokan Dewa dengan memegang pantat berotot
Dewa agar menekan lebih dalam ke arahnya.
Mata Rahma sebentar tertutup sebentar terbuka. Lain dengan Dewa yang tak juga kunjung
lelah memompa dalam posisi yang itu-itu saja. Dewa menikmati sensasi kesakitan yang
dirasakan Rahma. Dia menikmati setiak ringisan Rahma.
Semakin dilihatnya Rahma kepayahan, semakin dia menggasak dengan ganas. Entah
berapa kali Rahma mengalami orgasme dalam ronde kali ini. Sementara Dewa masih saja
kuat dan belum memperlihatkan tanda tanda akan usai.
Dewa tiba tiba berhenti. Dicabutnya rudalnya pelan. Seperti suara kloset mampet, rudalnya
tercabut agak susah dan langsung berdiri ngaceng menantang. Basah dan hitam gelap.
Rahma menjerit-jerit keenakan. Kepalanya menggeleng ke kanan ke kiri. Terasa kali ini rudal
Dewa amblas sedalam-dalamnya. Dewa sendiri tidak menyianyiakan kesempatan ini. Dia
juga merasakan kenikmatan teramat sangat dalam senggama kali ini. Begitu terus.
Terkadang Dewa merasa kelelahan juga. Dia sudah mulai keringatan lagi, Rahma juga. Lalu
Dewa rebah ke samping dengan rudalnya masih di dalam Rahma. Diangkatnya sebelah
kaki Rahma dan mulai menyerang lagi dengan ganas lewat sela-sela paha Rahma.
Dewa mencabut rudalnya. Mukanya merah padam menahan agar tidak langsung nembak.
Rahma terkejut, tak menyangkah adegan film bf begini bakal dialaminya. Namun nalurinya
yang lain merasa kenikmatan ini tak ada batasnya. Lalu dia merangkul paha Dewa agar
semakin dekat dengan mukanya. Dan spontan mulutnya terbuka. Dewa lantas saja
memasukkan rudalnya samping mengocok pangkal rudalnya dengan keras.
Dan tak lama, sambil mengerang hebat Dewa memuntahkan cairan spermanya seluruhnya
di mulut Rahma.
Sampai cairan putih kental itu menetes- netes dari sela-sela bibirnya yang masih mengjepit
rudal Dewa. Gemetar paha Dewa menahan nikmat. Perutnya mengejang beberpa kali.
“Ohhhh… Ohhhh…Oh………” erang Dewa.
Rahma ragu akan menelan atau tidak cairan sperma kental milik laki-laki pujaanya ini. Lalu,
tak ada salahnya mencoba, pikirnya.
Dan ditelannya sedikit cairan sperma itu. Dipejamkannya matanya berusaha menikmati, dan
ternyata diputuskannya, memang layak untuk dinikmati.
Sementara Dewa masih kejang membiarkan rudalnya masih di mulut Rahma. Dirasanya
Rahma mulai menghisap rudalnya.
Ufffffffffff…. Kali ini Dewa yang merasa kewalahan. Dia seakan kekeringan sperma saat
Rahma menghisap lebih kuat lagi.
Dan dibiarkannya seperti itu agak lama. Sampai dirasanya, dia masih bisa senggama paling
tidak sekali lagi.
Rahma menggeleng pelan minta dikasihani. Jujur dia sudah sangat letih. Dia sudah merasa
seperti budak se*s laki-laki kasar ini.
Namun kau tau sendiri Dewa. Laki-laki ini menarik paksa Rahma. Menggendongnya dan
membopongnya keluar kamar. Rupanya Dewa ingin sesuatu yang lain.
Dia menuju belakang rumah. Dibukanya pintu belakang. Rudalnya berdiri tegak, sesekali
menyentuh pinggang Rahma. Dia mau main di pekarangan.
Yah…. Di bale-bale halaman belakang, Dewa duduk dengan Rahma juga duduk
dihadapannya. Rudal Dewa sudah menerobos masuk lagi.
Lalu keduanya mulai melakukan tarian paling erotis yang dapat mereka lakukan. Hanya kali
ini Dewa lebih dasyat menikmatinya. Dia melakukannya sambil berpelukan dan berciuman
dengan Rahma.
Hanya pantatnya yang maju mundur di bale-bale. Hujan masih turun, dan keduanya
kecipratan air yang turun agak jauh dari mereka.
Lalu, Dewa memaksa Rahma untuk nungging. Rahma mengerang entah keenakan atas
kesakitan… karna kali ini ternyata Dewa tidak kalah ganasnya dari tadi. Bale-bale bambu ini
terasa mulai goyang.
Sampai Dewa mencapai lagi orgasmenya kali ini dan langsung disemprotkannya ke
punggung mulus Rahma.
“Justru itu!”
“Maksudnya?”
Diam tak bergeming. Rahma memutar-mutar otaknya berpikir. “Kau memperlakukan aku
seperti pelacur….”akhirnya Rahma menjawab.
“Tidak, Rahma! Tak sekalipun aku bermaksud demikian.” Jawab Dewa. “Aku selalu begini
berhubungan seks dengan pacar- pacarku….”
“Setiap hari..?”
“Dengan siapa saja? Berarti ada yang lain selain aku saat aku belum memberikan badanku
padamu….”
“maksudmu?"
“Aku tak tahu pasti….. tak ada perempuan yang tahan denganku apabila sudah mengalami
bersetubuh denganku…. Mereka akan mundur teratur tak sanggup melayaniku….” Kata
Dewa pelan.
_____________________________
PART 7
Kesepian membuat Hanum hanya bisa mengingat awal pertama kali bercinta dengan Dewa
pada waktu itu.
Sebanarnya, bukan hanya sekali ini Hanum menghadapi lelaki. Tetapi secara jujur, Hanum
harus mengakui, bahwa lelaki seperti Dewa sangat jarang ditemuinya.
Hanum membiarkan saja Dewa meraba-raba sepasang buah dadanya yang montok ranum.
Lengkap dengan putingnya yang kemerahan tegak menantang ke atas. Puting itu
bergetar-getar,
seirama dengan gerakan-gerakan bukit indah itu. Dan Dewa meremasnya dengan lembut.
Lembut sekali. Penuh perasaan.
Oukh, telapak tangan Dewa hangat dan seakan-akan mengandung magnit. Membuat
Hanum jadi terangsang.
Tangan lelaki itu masih juga meremas. Berpindah-pindah. Puas sebelah kanan.
Beganti dengan sebelah kiri. Bervariasi dengan tekanan- tekanan yang romantis.
Mendatangkan rasa geli-geli dan nikmat. "Oukh, Dewa! Hmmnrhhh . . . sssh, akh!" ujar
Hanum sambil membusungkan dada yang sedang diremas Dewa, agar Hanum lebih dapat
meresapkan rasa geli-geli nikmat itu.
Dewa memang pintar menaikkan rangsang perempuan sedikit demi sedikit. Bukan hanya
tangannya saja yang pintar bermain. Tetapi juga hidung dan mulutnya.
Hidungnya menciumi permukaan payudara yang padat dan montok itu. Tidak terlalu besar
dan juga tidak kecil. Bentuknya sangat indah. Membuat gemas. Cara Dewa menciumi
sepasang payudara itupun bervariasi. Sebentar keras dan sebentar lembut. Dan darah yang
mengalir di tubuh Hanum semakin deras saja!
***
Sesaat, Hanum tersadar dari Fantasi liarnya dan kembali ke kenyataan. Dewa tidak ada di
sampingnya. Dia sendirian menunggu Dewa pulang.
Mengingat semua itu, Hanum jadi terangsang. Namun sayang, suaminya tidur di rumah
orang.
Namun, Hanum tetap membayangkan dia bersenggama dengan Dewa. Fantasynya
semakin liar saja. Nafsunya sudah tidak tertahan. Dia mulai menyentuh dirinya sendiri dan
membayangkan Dewa sedang bersamanya.
***
"Auww . . . !!" Hanum menjerit lirih. Dan perempuan itu menggelinjang-gelinjang, saat puting
buah dadanya dikulum oleh Dewa.
Dan untuk kesekian kali, Hanum harus mengakui, bahwa kuluman bibir Dewa sangat
berbeda dengan kuluman bibir lelaki-lelaki lainnya.
"Hsssh, akh! Terus, Dewa! Terussss, sayangghhh . . . !! Hmmmhhh . . . !!" dua telapak
tangan Hanum mengerumasi rambut Dewa sambil menekankan.
Dewa semakin terangsang. Sungguh nikmat puting buah dada itu. Dikulum oleh Dewa.
Dilepaskan. Dikulum. Dilepaskan lagi. Berganti-ganti kanan dan kiri. Dikulum lagi,
dilepaskan lagi. Berulang-ulang dengan tak bosanbosannya. Dan puting itu semakin tegang
lagi.
Dewa melakukannya bervariasi. Sebentar lembut dan sebentar keras. Dan rasa geli
bercampur kenikmatan semakin terasa. "Oukh, Dewa! Teruskan, sayanghhh . . . !! Sssh
ennnak, Dewa!!!" mulut Hanum mendecap-decap seperti orang kepedasan.
Tersendat-sendat.
Dan buah dada Hanum semakin keras, pertanda perempuan itu kian terangsang.
Lebih-lebih bilamana Dewa menggesergeserkan di antara gigigiginya.
Nikmat! Dan napas Hanum turun naik. "Dewa! Keras, dikit! Ya, ya. gitu. Aukh, Dewa! Kok
enakkkh, sihhhh !" dan Hanum merintih-rintih.
Dewa semakin bersemangat. Digigit-gigitnya pentil susu yang kenyal itu. Dihisapnya. Lalu
dijilatinya dengan bernafsu. Sebentar ditinggalkannya, puting itu. Lalu Dewa mengecupi
buah dada ranum itu bertubi-tubi.
Lalu kembali ke pentil susu yang siap menanti. Dihisapnya lagi. Digigitinya.
Dikulum-kulumnya Lalu dilepaskannya lagi. Sementara tangan Hanum tak menentu
mengerumasi rambut Dewa yang tebal, sehingga rambut lelaki itu menjadi acak-acakan.
Lama Dewa mencumbu sepasang susu yang indah menggiurkan itu. Demikian pula dengan
ketiak perempuan itu.
Dewa tak mau membiarkan menganggur. Ketiak Hanum berbulu lebat. Sesuai dengan
selera Dewa. Dewa memang paling senang dengan perempuan-perempuan yang cantik
yang ketiaknya berbulu lebat.
Sesuai dengan pengalaman Dewa, biasanya perempuan- perempuan itu bertemperamen
panas.
Dewa menciumi ketiak perempuan itu, lalu menurun sampai ke pinggang sebelah kiri. Naik
lagi ke ketiaknya, menurun lagi sampai ke pinggangnya. Demikian berulang-ulang.
Dewa juga menggunakan ujung lidahnya untuk menjilatjilat sambil menggigiti keras dan
lembut. "Uukh, Dewa! Kami sungguh pintar membahagiakan perempuan . . . !!!" bisik Hanum
terputus-putus.
Permainan lidah Dewa terus dengan gencar menyerang tempat- tempat di tubuh Hanum
yang sensitip. Dijilatinya perut Hanum yang licin dan langsing. Pusarnya menjadi sasaran
ciuman-ciuman Dewa berulangulang. Sambil berbuat demikian, tangan Dewa
membelai-belai kedua paha Hanum yang masih terkatup.
Hanum sudah gemetar tubuhnya. Panas dingin. Ketika Hanum menengok ke bawah,
pandangannya beradu pada sesuatu di antara kedua paha Dewa.
Hanum menelan ludah. Benda itu sejak tadi menggodanya. Hanum menurunkan tangannya.
Digenggamnya batang rudal Dewa yang aduhai.
Dewa yang sedang menciumi sedikit di bagian bawah pusar Hanum tertahan-tahan
napasnya. "Oukh. Mbak . . . !" katanya. Hanum merasakan benda yang digenggamnya,
yang baru separuh tegang, hangat dan besar. Senang sekali menggenggam seperti itu.
Sementara itu. tangan Dewa masih juga terus meraba-raba Hanum berganti-ganti.
"Sabar, Sayang!" bisik Dewa. "Nanti kau boleh berbuat apa saja terhadap punyaku. Tetapi
sekarang, aku sedang ingin mencumbu tubuhmu. Seluruh tubuhmu, Hanum! Kurang leluasa
kalau kau menggengam punyaku begini!"
Apa boleh buat. Meskipun Hanum masih ingin menggenggam batang rudal yang luar biasa
itu, terpaksa dilepaskan. Maka kini dengan leluasa melakukan aktifitasnya.
Dan . . . hhmmmh!
Dewa menahan napas ketika pandangannya ditujukan ke selangkangan Hanum. Bagian itu
gompyok ditutupi rambut yang tebal keriting. Hmmh! Rambut kemaluan Hanum bukan main
lebat dan ikal.
Menghitam! Kata orang, semakin tebal rambut kemaluan perempuan akan semakin enak
kalau digituin. Dan sekarang, secara jujur, Dewa harus mengakui, bahwa dia belum pernah
mendapatkan perempuan yang rambut kemaluannya setebal dan selebat Hanum.
Dewa menelan ludah. Jika menuruti nafsunya, tentu saja seketika itu juga Dewa akan
membenamkan batang kemaluannya yang sudah kian tegang, ke belahan daging hangat di
balik rimbunan hutan lebat itu.
Tetapi Dewa bukanlah type lelaki yang serba grasa-grusu. Dia tidak akan menggituin
pereinpuan, sebelum lebih dulu memberikan kesan yang sangat mendalam. "Oukh, Dewa!"
Hanum menepuk pipi Dewa lembut. "Kau kok jadi berobah seperti patung! Apa aku ini aneh
bagimu!"
Dewa menelan ludah sambil tersenyum. "Bukannya aneh, tetapi anumu, nih . . . !" ujar Dewa
sambil membelai rambut kemaluan Hanum. "Rambut kemaluan ini indah dan menawan
sekali.
Baru rambutnya saja sudah begini menggiurkan, apalagi kemaluanmu. Tentunya enak
sekali. Hmmh!"
Hanum tertawa kecil. "Kau senang sekali pada rambut kemaluanku. Ben?!" tanya Hanum
sambil menggosokgosok bulu-bulu rambut di dada Dewa.
Dewa masih terus dengan mesra membelai-belai rambut kemaluan yang indah itu.
Hanum tertawa kecil lagi sambil mengerumasi ramhut Dewa. "Nah, terserah kaulah.
Perbuatlah apa saja yang kau sukai pada punyaku!"
Walaupun tanpa diperintah seperti itu, tentu saja Dewa akan berbuat sesukanya terhadap
kemaluan Hanum yang kini sudah terpampang di hadapannya.
Dewa menggerai-geraikan rambut kemaluan yang tebal, panjang dan keriting itu. Lalu
ditekan- tekannya. Lalu diciuminya. Kadang-kadang ditarik-tariknya. Hanum merasakan
kemesraan amat sangat. Secara naluriah, pahanya mulai membuka sedikit demi sedikit.
Jari-jari tangan Dewa bermain-main di pebukitan itu. Hmmh, mesranya! Selangit!
Dewa menguakkan bibir-bibir kemaluan Hanum. Hmm, tampak bagian dalamnya yang
kemerahan. Sangat indah menawan. Dewa menelan ludah. Beginilah kiranya kemaluan
perempuan.
Dengan mesranya, Dewa meraba-raba vagina yang indah itu. Merah dan licin. Pada bagian
atas, pada pertemuan antara dua bibir, tampak sekerat daging kecil. Nyempil sendirian.
Tidak berteman. Sungguh kasihan.
Dewa memandangi sepuas- sepuasnya panorama indah mengesankan itu. Hanum memijit
hidung Dewa agak kuat. "Oukh, Dewa! Mengapa cuma melihati saja?! Memangnya punyaku
barang tontonan!"
Dewa tersenyum. Tahulah dia, bahwa Hanum sudah kepingin sekali dikerjai v*g*nanya.
Padahal Dewa masih ingin lebih lama memandangi. V*g*na Hanum rasanya lebih indah dari
pada milik perempuan lain yang pernah disaksikannya.
Dengan mesra, jari-jari Dewa menyentuhnya. Hanum tergelinjang. "Wow! Hmmh, Dewa!! Ss
sh, akh!" Hanum menggeliat. Jari Dewa terus juga bermain. Mengutik-utik kelentit yang
nyempil aduhai.
Dewa menempatkan di antara kedua paha Hanum yang sudah mengangkang. Liang v*g*na
yang sebaris dengan sibakan bibir inilah yang dapat menjepit dan memberikan kenikmatan
kepada zakar.
Lagi-lagi tangan Dewa menyentuh kelentit yang cuma sekerat itu. Dan lagi-lagi Hanum
bergelinjang. Nikmatnya bukan main. Orang suka bilang, kelentit itu bisa berdiri. Benarkah?!
Dewa senang sekali dan mengulangi perbuatannya berkali-kali. "Oukh, geli, Dewa! Geliiiii!
Sssh, akhh . . . !!" Hanum merintih-rintih.
Tingkah Dewa saat itu, bagaikan kanak-kanak yang memperoleh permainan yang
mengasyikan. Permainan yang tidak ada dijual di toko. Semakin giat Dewa menyentuhi
sekerat daging kecil itu. Hanum mengerumasi rambut Dewa.
Tidak puas dengan hanya menyentuh dengan tangan saja, bibir- bibir kemaluan yang
ditumbuhi rambut itu, dikuakkan oleh Dewa semakin lebar lagi. Kedua kaki Hanum kini telah
niengangkang selebar-lebarnya, menekuk ke atas.
Sekarang, bagian dalam kemaluan itu telah terpampang selebar-lebarnya. Terbebas sama
sekali. Sedetik kemudian, Hanum terpekik: "Awww . . . !" Tubuhnya tersentak ke atas.
Rupanya Dewa telah membenamkan hidungnya ke dalam belahan daging yang aduhai itu.
Maka hidung Dewa mulai menggusur ke sana-ke mari. Seperti akan membongkar seluruh
bagian v*g*na Hanum.
"Oukh, Dewa! Enak . . . enak . . . enak, sayangghhhh! Teruskan, Dewa! Ayo, lebih cepat
.dikit. Hmmmh Dewa! Terus, sayang. Terus, terus, akhhhh !!"
"Aku juga, Mbak! Aku . . . aku . . . juga enak," bisik Dewa sambil juga menggunakan.
lidahnya, menjilat dan menjilat.
"Senang sekali! Punyaku jadi semakin tegang, nih!" kata Dewa tersendat-sendat pula. Dan
lidah Dewa terus juga menjilat dan menjilat.
Menyapu-nyapu kelentit Hanum. Benar saja! Kelentit itu semakin tegak, menandakan
Hanum telah terbakar oleh nafsu birahi. Kedua kaki Hanum terus menyentak-nyentak ke
atas. Pantatnya diangkat dan digoyang- goyang. Oukh, sungguh, permainan yang
mengasyikkan.
Dewa benar-benar menyukai menciumi dan menjilati vagina Hanum yang harum itu. Sama
sekali tidak jijik. Justru sebaliknya. Ketagihan. Dewa semakin rakus dan semakin rakus.
Sentuhan-sentuhan lembut vagina yang berdenyut- denyut itu kian membakar nafsu birahi.
Dan tiba-tiba Hanum mengejang. "Dewa . . . !! Sssh ! Akkkhhhuuu tak kuaattsss, sayaugghh
. . . !!" Hanum merentak-rentak.
"Ayoh, Sayang! Keluarkan! Aku sudah siap menerima!" ujar Dewa yang terus juga dengan
bersemangat menusuk-nusuk v*g*na Hanum dengan ujung lidahnya.
Bertepatan dengan itu pula, menyemprot lah cairan hangat dan licin. Kental. Menyiram lidah
Dewa yang terus menusuk-nusuk v*g*na Hanum.
***
Setelah puas, Hanum menyadari kembali bahwa semua hanya Fantasi. Dia orgasme bukan
karena Dewa melainkan dengan Jari.
Dewa belum juga pulang. Tentu masih bersama Rahma yang bagi Hanum merupakan
wanita jalang.
__________TAMAT____________