Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HAKIKAT DAN KONSEP DASAR BERWIRAUSAHA


Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kewirausahaan
Dosen Pengampu:
Ahmad Budiman, M.S.I.

Disusun Oleh:
Kelompok 1
1. Fina Indah Yanti (126404203052)
2. Novi Elisa Putri (126404203055)
3. Abdul Rochman Rosyid (126404203064)
4. Yasyaak (126404203082)

SEMESTER VI
MANAJEMEN ZAKAT DAN WAKAF 6B
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
MARET 2023
BAB II
PEMBAHASAN

A. Makna dan Hakikat Kewirausahaan


a) Definisi Kewirausahaan
Dilihat dari segi etimologi, kewirausahaan berasal dari kata wira dan
usaha. Wira berarti pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi
luhur, gagah berani, dan berwatak agung. Adapun usaha berarti perbuatan
amal, bekerja, berbuat sesuatu. Dengan demikian, wirausaha adalah pejuang
atau pahlawan yang berbuat sesuatu.1
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wirausaha adalah orang
yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi
baru, menyusun operasi untuk mengadakan produk baru, mengatur
permodalan operasinya, serta memasarkannya.
Kewirausahaan merupakan kemauan dan kemampuan seseorang
dalam menghadapi berbagai risiko dengan mengambil inisiatif untuk
menciptakan dan melakukan hal-hal baru melalui pemanfaatan kombinasi
berbagai sumber daya dengan tujuan untuk memberikan pelayanan yang
terbaik kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) dan
memperoleh keuntungan sebagai konsekuensinya.2
Esensi kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di pasar
melalui proses pengombinasian sumber daya dengan cara-cara baru dan
berbeda agar dapat bersaing. Nilai tambah tersebut dapat diciptakan melalui
cara berikut.
1. Pengembangan teknologi baru (developing new technology).
2. Penemuan pengetahuan baru (discovering new knowledge).
3. Perbaikan produk (barang dan jasa) yang sudah ada (improving existing
products or services).

1
Rusdiana, Kewirausahaan Teori dan Praktik, Bandung: CV Pustaka Setia, 2018, hlm. 45.
2
Ibid., hlm. 47-48.

1
4. Penemuan cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa
yang lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit (finding
different ways of providing more goods and services with fewer resources).
Di dunia modern, wirausahawan adalah orang yang memulai dan
mengerjakan usahanya sendiri, mengorganisasi dan membangun perusahaan
sejak revolusi industri. Orang-orang yang memulai usaha sendiri bisa
mendapatkan manfaat dari studi mengenai karakteristik kewirausahaan.
b) Perbedaan Wirausaha dan Wiraswasta
Sedikit perbedaan persepsi wirausaha dan wiraswasta harus
dipahami, terutama oleh para pengajar agar arah dan tujuan pendidikan yang
diberikan tidak salah. Jika yang diharapkan dari pendidikan yang diberikan
adalah sosok atau individu yang lebih bermental baja atau lebih memiliki
kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasarn advirsity (AQ) yang berperan
untuk hidup (menghadapi tantangan hidup dan kehidupan), pendidikan
wirausaha yang lebih tepat. Sebaliknya, jika arah dan tujuan pendidikan
adalah menghasilkan sosok individu yang lebih lihai dalam bisnis atau uang,
atau agar lebih memiliki kecerdasan finansial (FQ), yang lebih tepat adalah
pendidikan wiraswasta.
Karena kedua aspek itu sama pentingnya, pendidikan yang diberikan
sekarang, yang cenderung pada kedua aspek itu menggunakan kata
wirausaha. Persepsi wirausaha kini mencakup aspek finansial, personal,
sosial, dan professional.3
Dalam kewirausahaan, disepakati tiga jenis perilaku, yaitu memulai
inisiatif, mengorganisasi dan mereorganisasi mekanisme sosial atau ekonomi
untuk mengubah sumber daya dan situasi dengan cara praktis, dan yang
terakhir adalah menerima risiko atau kegagalan. Menurut para ahli ekonom,
wirausahawan adalah orang yang mengubah nilai sumber daya, tenaga kerja,
bahan, dan faktor produksi lainnya menjadi lebih besar daripada sebelumnya
dan orang yang melakukan perubahan, inovasi, serta cara-cara baru.

3
Soesarsono, Pengantar Kewirausahaan, Bogor: IPB, 2002, hlm. 48.

2
c) Fungsi dan Peran Wirausaha
Secara umum, wirausaha memiliki dua peran, yaitu penemu
(inovator) dan perencana (planner). Sebagai penemu, wirausaha menemukan
dan menciptakan produk, teknologi dan cara, ide-ide, dan organisasi usaha.
Adapun sebagai perencana, wirausaha berperan merancang usaha,
merencanakan strategi perusahaan, merencanakan ide-ide dan peluang dalam
perusahaan, serta menciptakan organisasi perusahaan baru.
d) Ide dan Peluang Kewirausahaan
Penciptaan suatu ide bisnis merupakan salah satu faktor penting
dalam memulai sebuah bisnis. Dengan telah adanya berbagai macam bisnis,
para wirausaha muda harus mampu bersaing dengan bisnis barunya. Ide
dalam konteks kewirausahaan di sini adalah gagasan dalam menciptakan
sesuatu yang baru dan berbeda. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
penciptaan ide bisnis merupakan penciptaan gagasan yang menciptakan suatu
bisnis yang baru dan berbeda.4
Ide akan menjadi peluang apabila wirausaha bersedia melakukan
evaluasi terhadap peluang secara terus-menerus melalui proses penciptaan
sesuatu yang baru dan berbeda, mengamati pintu peluang, menganalisis
proses secara mendalam, dan memperhitungkan risiko yang mungkin terjadi.
Untuk memperoleh peluang wirausaha harus memiliki berbagai kemampuan
dan pengetahuan, seperti kemampuan untuk menghasilkan produk atau jasa
baru, menghasilkan nilai tambah baru, merintis usaha baru, melakukan proses
atau teknik baru, dan mengembangkan organisasi baru.
e) Bekal Pengetahuan dan Keterampilan Wirausaha
Selain bekal kemampuan, wirausaha juga perlu memiliki
pengetahuan dan keterampilan. Bekal pengetahuan yang harus dimiliki
wirausaha meliputi bekal pengetahuan mengenai usaha yang akan memasuki
atau dirintis dan lingkungan usaha yang ada, bekal pengetahuan tentang peran
dan tanggung jawab, bekal pengetahuan tentang manajemen, dan organisasi
bisnis.

4
Andre, Diana, Wahyu, “Arti Penting Kreativitas Terhadap Penciptaan Ide Bisnis Studi Kasus pada
Mahasiswa Fe-Ukrida, Jakarta”, Jurnal Ilmiah Manajemen Bisnis, Volume 13, No. 1, (2013) hlm.
1.

3
Adapun bekal keterampilan yang harus dimiliki wirausaha meliputi
bekal keterampilan konseptual dalam mengatur strategi dan
memperhitungkan risiko, bekal keterampilan kreatif dalam menciptakan nilai
tambah, bekal keterampilan dalam memimpin dan mengelola, bekal
keterampilan berkomunikasi dan berinteraksi, dan bekal keterampilan teknik
usaha yang akan dilakukannya.
B. Konsep Kewirausahaan
a) Disiplin Ilmu Kewirausahaan
Ilmu kewirausahaan adalah ilmu yang mempelajari tentang nilai,
kemampuan (ability), dan perilaku sesorang untuk memperoleh peluang
dengan berbagai risiko yang mungkin dihadapinya.
Dahulu, kewirausahaan dianggap hanya dapat dilakukan melalui
pengalaman langsung di lapangan dan merupakan bakat yang dibawa sejak
lahir (entrepreneurship are bom notmade), sehingga kewirausahaan tidak
dapat dipelajari dan diajarkan. Sekarang, kewirausahaan bukan hanya urusan
lapangan, melainkan disiplin ilmu yang dapat dipelajari dan diajarkan.
Entrepreneurship are not only born but also made, artinya kewirausahaan
tidak hanya bakat bawaan sejak lahir atau urusan pengalaman lapangan, tetapi
juga dapat dipelajari dan diajarkan. Seseorang yang memiliki bakat
kewirausahaan dapat mengembangkan bakatnya melalui pendidikan. Oleh
karena itu, untuk menjadi wirausaha yang sukses, hanya memiliki bakat tidak
cukup, tetapi juga harus memiliki pengetahuan mengenal segala aspek usaha
yang akan ditekuninya.
Pendidikan kewirausahaan telah diajarkan sebagai disiplin ilmu
tersendiri yang independen (independent academic dicipline) karena
kewirausahaan berisi body of knowledge yang utuh dan nyata distinctive,
yaitu ada teori, konsep, dan metode ilmiah yang lengkap.5
Seperti halnya ilmu manajemen yang awalnya berkembang di bidang
industri, kemudian berkembang dan diterapkan di berbagai bidang lainnya,
disiplin ilmu kewirausahaan dalam perkembangannya mengalami evolusi
yang pesat. Pada mulanya, kewirausahaan berkembang dalam bidang

5
Soeharto Prawirokusumo, Kewirausahaan, Yogyakarta: Yogyakarta Gajah Mada, 1997, hlm. 4.

4
perdagangan, kemudian diterapkan di berbagai bidang lain, seperti industri,
perdagangan, pendidikan, kesehatan, dan institusi-institusi lain, seperti
lembaga pemerintah, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya lainnya.
b) Objek Studi Kewirausahaan
kewirausahaan mempelajari nilai, kemampuan, dan perilaku
seseorang dalam berkreasi dan berinovasi. Oleh sebab itu, objek studi
kewirausahaan adalah nilai-nilai dan kemampuan seseorang yang
mewujudkan dalam bentuk perilaku. kemampuan seseorang yang menjadi
objek kewirausahaan meliputi:6
1. Kemampuan merumuskan tujuan hidup atau usaha. Dalam merumuskan
tujuan hidup atau usaha diperlukan perenungan, koreksi, yang berulang-
ulang dibaca dan diamati sampai memahami kemauannya.
2. Kemampuan memotivasi diri untuk melahirkan suatu tekad kemauan yang
menyala-nyala.
3. Kemampuan untuk berinisiatif, yaitu mengerjakan sesuatu yang baik tanpa
menunggu perintah orang lain, yang dilakukan berulang-ulang sehingga
menjadi kebiasaan berinisiatif.
4. Kemampuan berinovasi, yang melahirkan kreativitas (daya cipta) setelah
dibiasakan berulang-ulang akan melahirkan motivasi. Kebiasaan inovatif
adalah desakan dalam diri untuk selalu mencari berbagai kemungkinan
baru atau kombinasi baru yang dapat dijadikan peranti dalam menyajikan
barang dan jasa bagi kemakmuran masyarakat.
5. Kemampuan untuk membentuk modal uang atau barang modal (capital
goods).
6. Kemampuan untuk mengatur waktu dan membiasakan diri untuk selalu
tepat waktu dalam segala tindakan melalui kebiasaan yang selalu tidak
menunda pekerjaan.
7. Kemampuan mental yang dilandasi dengan agama.
8. Kemampuan untuk membiasakan diri dalam mengambil hikmah dari
pengalaman yang baik ataupun menyakitkan.

6
Soeparman Soemahamidjaja, Membentuk Karakter Pengusaha, Bandung: PT. Mizan Pustaka,
1997, hlm. 14-15.

5
c) Kewirausahaan Eksistensial
Pendekatan pembelajaran kewirausahaan diarahkan pada konsep
kewirausahaan eksistensial. Konsep ini memfokuskan pemahaman
kewirausahaan yang berorientasi pada aktualisasi jati diri dan potensi diri
sebagai pembelajar kewirausahaan. Kata “eksistensial” memiliki tiga arti,
yaitu keberadaan manusia atau cara khusus manusia dalam menjalani
hidupnya, makna hidup, dan perjuangan manusia untuk menemukan makna
yang konkret di dalam hidupnya. Dengan kata lain, keinginan seseorang
untuk mencari makna hidup.
Dalam mempelajari kewirausahaan, para pembelajar perlu
menyadari bahwa keberadaannya selalu ditentukan oleh dirinya. Sebagai
manusia, pembelajar membutuhkan kesadaran diri, mampu menempatkan
dirinya, baik sebagai pribadi maupun bagian dari masyarakatnya. Setiap
manusia memiliki kebebasan dalam memilih dari berbagai jenis pilihan yang
dianggap benar untuk hidupnya.
Kewirausahaan eksistensial sebagai jalur aktualisasi potensi-potensi
diri (bakat, sikap, pengetahuan, keterampilan) untuk menciptakan “dunia
esok” lebih baik dari “dunia kini” dengan menghasilkan produk atau jasa
yang berfungsi meningkatkan kualitas hidup sesama manusia dan
menyajikannya pada tingkat harga dan tempat yang terjangkau oleh pemakai
(konsumen) yang membutuhkan serta mengendalikan konsekuensi
penerimaan yang wajar bagi dirinya dan para stakeholders dan
mengendalikan dampak ke arah positif bagi komunitas lokal, komunitas
bisnis, dan lingkungan global dengan menjadikan entitas bisnisnya sebagai
simpul komunitas stakeholders.
C. Kerangka Berpikir Kewirausahaan
Berdasarkan segi karakteristik perilaku, wirausaha (entepreneur)
adalah orang yang mendirikan, mengelola, mengembangkan, dan
melembagakan perusahaan miliknya. Wirausaha menciptakan kerja bagi orang
lain dengan berswadaya. Berwirausaha melibatkan dua unsur pokok, yaitu
peluang dan kemampuan menanggapi peluang. Berdasarkan hal tersebut,
definisi kewirausahaan adalah “tanggapan terhadap peluang usaha yang

6
terungkap dalam seperangkat tindakan serta membuahkan hasil berupa
organisasi usaha yang melembaga, produktif dan inovatif”.
a) Wirausahawan Dilahirkan atau Diciptakan?
Pertanyaan ini sering menjadi fokus perdebatan. Apakah
wirausahawan dilahirkan yang menyebabkan seseorang mempunyai bakat
lahiriah untuk menjadi wirausahawan atau wirausahawan dibentuk atau
dicetak? Pada dasarnya berkaitan dengan perkembangan cara pendekatan,
yaitu pendekatan klasikal dan event studies.
Pendekatan bersifat klasikal menjelaskan bahwa wirausaha dan ciri-
ciri pembawaan atau karakter seseorang merupakan pembawaan sejak lahir
(innate), sehingga untuk menjadi wirausahawan tidak dapat dipelajari.
Adapun pendekatan event studies menjelaskan bahwa factor-faktor
lingkungan yang menghasilkan wirausaha atau wirausaha dapat diciptakan.
Sifat wirausahawan merupakan bawaan lahir sebagaimana pendapat
pakar yang menggunakan pendekatan klasikal sebenarnya sudah lazim
diterima sejak lama. Akan tetapi, saat ini pengakuan tentang kewirausahaan
sebagai suatu disiplin telah mendobrak mitos tersebut dan membenarkan
pendapat yang menggunakan pendekatan event studies. Seperti juga disiplin-
disiplin lainnya, kewirausahaan memiliki pola dan proses.7
Terlepas dari kedua pendapat dengan pendekatan yang berbeda
tersebut, pendapat yang lebih moderat adalah tidak mempertentangkannya.
Menjadi wirausahawan sebenarnya tidak hanya karena bakat (dilahirkan)
ataupun hanya karena dibentuk. Wirausahawan yang akan berhasil adalah
wirausahawan yang memiliki bakat kemudian dibentuk melalui pendidikan,
pelatihan, atau bergaul dalam komunitas dunia usaha. Tidak semua orang
yang memiliki bakat berwirausaha mampu menjadi wirausahawan, tanpa
adanya tempaan melalui suatu pendidikan atau pelatihan.
Kompleksnya permasalahan dunia usaha saat ini, menuntut
seseorang yang ingin menjadi wirausahawan tidak cukup bermodalkan bakat.
Ada orang yang belum menyadari bahwa ia memiliki bakat sebagai

7
Utari Evy Cahyani, “Konsep Kewirausahaan dalam Konteks Pilihan Karir Seorang Muslim”, Jurnal
Ilmu manajemen dan Bisnis Islam, Volume 2, No. 2, (2016) hlm. 122.

7
wirausahawan, tetapi setelah mengikuti pendidikan, pelatihan, ataupun
bergaul di lingkungan wirausaha pada akhirnya ia menyadari dan mencoba
memanfaatkan bakat yang dimilikinya.
b) Motivasi Berwirausaha
Salah satu kunci sukses untuk berhasil menjadi wirausahawan adalah
motivasi yang kuat untuk berwirausaha. Motivasi untuk menjadi seseorang
yang berguna bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakatnya melalui
pencapaian prestasi kerja sebagai seorang wirausahawan. Apabila seseorang
memiliki keyakinan bahwa bisnis yang (akan) digelutinya itu sangat
bermakna bagi hidupnya, ia akan berjuang lebih keras untuk sukses.
Berkaitan dengan motivasi untuk berwirausaha, setidaknya terdapat
enam “tingkat” motivasi berwirausaha yang masing-masing memiliki
indikator kesuksesan yang berbeda-beda, yaitu:8
1. Motivasi materiel, mencari nafkah untuk memperoleh pendapatan atau
kekayaan.
2. Motivasi rasional-intelektual, mengenali peluang dan potensialitas pasar,
menggagas produk atau jasa untuk meresponsnya.
3. Motivasi emosional-ekosistemis, menciptakan nilai tambah serta
memelihara kelestarian sumber daya lingkungan.
4. Motivasi emosional-sosial, menjalin hubungan dengan atau melayani
kebutuhan sesama manusia.
5. Motivasi emosional-intrapersonal (psiko-personal), aktualisasi jati diri
dan atau potensi-potensi diri dalam wujud suatu produk atau jasa yang
layak pasar.
6. Motivasi spiritual, mewujudkan dan menyebarkan nilai-nilai
transendental, memaknainya sebagai modus beribadah kepada Tuhan.
Umumnya seseorang yang memulai berwirausaha termotivasi untuk
mencari nafkah melalui perolehan pendapatan dan memperoleh kekayaan.
Motivasi ini tidak salah, tetapi jika focus berwirausaha hanya untuk mengejar
keuntungan dan kekayaan, kita akan melakukan hal-hal tanpa
mempertimbangkan prinsip-prinsip etika untuk mencapai keuntungan dan

8
Rusdiana, Kewirausahaan Teori dan Praktik, Bandung: CV Pustaka Setia, 2018, hlm. 57.

8
kekayaan. Kita perlu sepakat bahwa keuntungan dan kekayaan yang dapat
diraih hanya merupakan konsekuensi dari kemampuan kita untuk
memberikan pelayanan yang maksimal kepada stakeholders. Inilah alasan
yang mendasari motivasi materiel menempati tingkatan yang terendah.
Berbeda halnya jika kita memulai berwirausaha sebagai modus
beribadah kepada Tuhan, apa pun tindakan yang kita lakukan dalam
berwirausaha senantiasa dilandasi dengan nilai ibadah yang kita peroleh.
Dengan motivasi spiritual yang kita miliki, kita akan memaksimalkan
pemanfaatan potensi diri kita sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat potensi
yang diberikan sehingga kita tidak dikategorikan sebagai orang yang mubazir.
Dengan motivasi spiritual, akan memberikan pelayanan yang terbaik kepada
seluruh stakeholders dan memerhatikan kelestarian lingkungan. Dengan
pelayanan terbaik, kita harus yakin akan memberikan keuntungan. Bukankah
dengan melakukan tindakan-tindakan terbaik bagi diri kita, orang lain dan
lingkungan adalah perbuatan yang bernilai ibadah pada sisi Tuhan? Inilah
alasan yang mendasar sehingga motivasi spiritual ditempatkan pada tingkatan
tertinggi.
c) Manfaat Berwirausaha
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh melalui berwirausaha yang
sulit, bahkan tidak dapat diperoleh jika memilih berkarier atau bekerja di
Lembaga atau instansi milik orang lain atau pemerintah adalah sebagai
berikut.
1. Memiliki kebebasan untuk mengaktualisasikan potensi diri yang dimiliki.
Banyak wirausahawan yang berhasil mengelola usahanya karena
menjadikan keterampilan atau hobinya menjadi pekerjaannya. Dengan
demikian, dalam melaksanakan aktivitas pekerjaannya dengan sukacita
tanpa terbebani. Berwirausaha memiliki kebebasan untuk menentukan
nasib sendiri dengan menentukan dan mengontrol sendiri keuntungan yang
ingin dicapai tanpa batas. Dengan adanya penentuan keuntungan yang
akan dicapai, kita juga memiliki kebebasan untuk mengambil tindakan
dalam melakukan perubahan yang penting untuk dapat mencapainya.

9
2. Memiliki peluang untuk berperan bagi masyarakat. Dengan berwirausaha,
kita memiliki kesempatan untuk berperan bagi masyarakat. Wirausahawan
menciptakan produk (barang dan atau jasa) yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Pemberian pelayanan kepada seluruh masyarakat, terutama
konsumen yang dilandasi dengan tanggung jawab sosial melalui
penciptaan produk yang berkualitas akan berdampak pada adanya
pengakuan dan kepercayaan pada masyarakat yang dilayani.
3. Adanya manfaat bagi diri sendiri dan masyarakat dalam berwirausaha
dapat menjadi motivasi tersendiri untuk mulai berwirausaha. Perlu disadari
bahwa pada dasarnya sebagian besar tindakan kita dipengaruhi oleh
motivasi, bukan karena terpaksa. Kesuksesan atau ketidaksuksesan
seseorang dalam karier sangat bergantung pada motivasinya untuk
menjalankan kariernya. Seandainya memulai menanamkan dalam hati
bahwa wirausaha akan memberikan manfaat bagi kita dan masyarakat,
serta manfaat lain yang akan diperoleh, kita akan termotivasi untuk
memulai berwirausaha.
D. Kewirausahaan dalam Perspektif Sejarah
a) Awal Mula Kewirausahaan
Kewirausahaan pertama kali muncul pada abad ke-18, diawali
dengan penemuan baru, seperti mesin uap, mesin pemintal, dan lain-lain.
Tujuan utamanya adalah pertumbuhan dan perluasan organisasi melalui
inovasi dan kreativitas. Saat itu, keuntungan dan kekayaan bukan tujuan
utama. Para wirausahawan dunia modern muncul pertama kali di Inggris pada
masa revolusi industri pada akhir abad ke-18. Masa tersebut merupakan era
produksi dengan menggunakan mesin yang diawali dengan penemuan mesin
uap oleh James Watt, mesin pemintal benang oleh Richard Arkwright, dan
lain-lain. Orang-orang ini sangat penting dalam pembangunan perekonomian
Inggris. Mereka menerapkan penemuan ilmu untuk tujuan produksi dan
berusaha mendapatkan peningkatan output industri yang sangat besar melalui
penggunaan teknologi baru.
Para wirausahawan awal ini mempunyai karakteristik kesabaran dan
tenaga yang tidak terbatas. Mereka bukan berasal dari golongan bangsawan,

10
melainkan muncul dari kelas menengah-bawah, didorong oleh keinginan
untuk mewujudkan impian dan gagasan inovatif menjadi kenyataan. Tujuan
utamanya adalah pertumbuhan dan perluasan organisasi-organisasi mereka.
Mereka percaya pada nilai kerja yang dilakukan, yaitu tidak mementingkan
keuntungan dan kekayaan sebagai tujuan pertama. Keberhasilan memberi arti
dan kebanggan pada usaha yang mereka lakukan.
b) Inovasi Kunci Penting dalam Kewirausahaan
Pada konsep inovasi sebagai kriteria yang membedakan perusahaan
dari bentuk usaha lainnya. Mereka yang memimpin wirausaha dinamakan
wirausahawan. Tidak ada orang yang menjadi wirausahawan sepanjang
waktu, seseorang berperilaku sebagai wirausahawan hanya ketika melakukan
suatu inovasi. Bahkan, jika wirausahawan tidak menanggung risiko dari segi
finansial, mereka terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menanggung risiko.
Ketidakpastian ini memengaruhi lingkungan tempat mereka harus mencari
dana.
Keuntungan kewirausahaan umumnya berasal dari inovasi.
Keuntungan tersebut bersifat sementara dan akan berkurang dengan adanya
persaingan. Hal ini berarti tidak ada perusahaan yang bisa bergantung pada
produk yang telah dihasilkannya. Substansi dari kewirausahaan adalah proses
penciptaan sesuatu yang berbeda nilainya dengan menggunakan usaha dan
waktu yang diperlukan, memikul risiko finansial, psikologi, dan sosial yang
menyertainya, serta menerima balas jasa moneter dan kepuasan pribadi.
Dalam berbisnis dengan memanfaatkan ide kreatif dan inovatif akan
berdampak positif dalam berwirausaha. Namun juga berdampak negatif
dalam berbisnis jika tidak menggunakan kreatifitas dalam membuat suatu
produk sehinnga konsumen merasa bosan dengan produk tersebut. Adapun
dampak positif antara lain bisnis yang dijalankan akan berkembang dan
berujung pada kesuksesan dan inovatif dalam perusahaan. Selain itu dengan
memanfaatkan ide kreatif dan inovatif akan meningkatkan produktivitas
dalam berbisnis.9

9
Novita Mega Angel Virdianasari, “Analisis Pengaruh Kreatif dan Inovatif di Dunia Bisnis
Kewirausahaan dalam Perspektif Ekonomi Islam”, Journal of Economics and Business Research,
Volume 1, No. 1, (2021) hlm. 45.

11
DAFTAR PUSTAKA

Andre, Diana, Wahyu. (2013). “Arti Penting Kreativitas Terhadap Penciptaan Ide
Bisnis Studi Kasus pada Mahasiswa Fe-Ukrida, Jakarta”, dalam Jurnal
Ilmiah Manajemen Bisnis, Volume 13, No. 1, (hlm. 1).
Cahyani, Utari Evy. (2016). “Konsep Kewirausahaan dalam Konteks Pilihan Karir
Seorang Muslim”, dalam Jurnal Ilmu manajemen dan Bisnis Islam,
Volume 2, No. 2, (hlm. 122).
Prawirokusumo, Soeharto. 1997. Kewirausahaan. Yogyakarta: Yogyakarta Gajah
Mada.
Rusdiana. 2018. Kewirausahaan Teori dan Praktik. Bandung: CV Pustaka Setia.
Soemahamidjaja, Soeparman. 1997. Membentuk Karakter Pengusaha. Bandung:
PT. Mizan Pustaka.
Soesarsono. 2002. Pengantar Kewirausahaan. Bogor: IPB.
Virdianasari, Novita Mega Angel. (2021). “Analisis Pengaruh Kreatif dan Inovatif
di Dunia Bisnis Kewirausahaan dalam Perspektif Ekonomi Islam”, dalam
Journal of Economics and Business Research, Volume 1, No. 1, (hlm. 45).

12

Anda mungkin juga menyukai