Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENYEMPURNAAN 1

PROSES KREPING VARIASI WAKTU

Disusun Oleh :

Dita Kurnia 21420026

Nenden Dewi S. 21420028

Devi Apriani Putri 21420033

Ghina Nia F. 21420038

Mochammad Reyhand A 20420049

Grup 2K2

Dosen Pengampu Wulan S., S.ST, M.T.

Asisten dosen Brilyan M. R. R., SST.

Lestari W., S. Pd, M.

PROGRAM STUDI KIMIA


TEKSTILPOLITEKNIK STTT
BANDUNG 2023
KREPING KAIN MENGGUNAKAN NAOH DAN TAPIOKA
DENGAN VARIASI WAKTU

I. MAKSUD DAN TUJUAN


1.1 Maksud
Mempelajari bagaimana mekanisme proses memberikan efek mengkeret
(kreping) pada kain dengan menggunakan NaOH
1.2 TUJUAN
1. Mengetahui mekanisme proses kreping pada kain kapas.
2. Memvariasikan proses kreping pada waktu yang dipakai untuk
mengetahui pengaruh waktu terhadap hasil proses.
3. Mengetahui fungsi penggunaan NaOH pada proses kreping
4. Mengetahui hasil mengkeret pada motif kain.
5. Menganalisa dan mengevaluasi serta membandingkan hasil
proses merserisasi pada kain grey dan kain putih.
II. TEORI DASAR
2.1 Penyempurnaan Kreping
Penyempurnaan kreping adalah proses penyempurnaan yang membuat
kain menjadi tidak rata (berkeriput). Benang dengan puntiran tinggi
memiliki kecenderungan besar untuk terbuka dan puntirannya bila
dibebaskan dari penahanya, akan tetapi bila kedua ujung benang tersebut
dipegang, sehingga pembukaan puntiran tidak dapat berlangsung
sempurna, lalu saling didekatkan maka akan terbentuk gelungan-
gelungan (loops) kecil di sepanjang benang akibat dari gaya torsional
benang yang semula bertahan dan kemudian terbebaskan saat kedua
ujung benang didekatkan. Kecenderungan pembukaan puntiran pada
benang atau energi torsionalnya sangat ditentukan oleh derajat
puntirannya, sehingga semakin tinggi puntiran suatu benang maka
semakin besar pula kecenderungannya untuk terbuka dari puntiran. Pada
benang yang terbuat dari serat hidrofil Kecenderungan tersebut juga
sangat dipengaruhi oleh sifat penggelembungannya pada pembasahan,
semakin besar penggelembungan seratnya semakin besar pula
kecenderungan benang untuk terbuka dari puntirannya.
Penggelembungan serat yang terjadi pada pembasahan mengakibatkan
mengkeret kain kearah lebarnya, akan tetapi karena pembukaan puntiran
benang tertahan oleh pinggiran kain, maka energi puntiran benang beralih
dan terpakai untuk membentuk gelungan-gelungan seperti yang telah
dijelaskan diatas.
Mengingat bahwa benang pada kain tersusun dalam suatu anyaman
tertentu maka pembentukan gelungan tidak dapat berlangsung sempurna
sehingga menimbulkan suatu efek gelombang atau riak pada permukaan
kain yang dikenal dengan istilah krep (crepe). Dengan demikian prinsip
penyempurnaan krep adalah mengkeret benang dengan puntiran tinggi
dan kecenderungan untuk terbuka dari puntirannya, serta didasarkan pada
sifat penggelembungan serat. Berdasarkan prinsip ini maka serat dengan
penggelembungan besar di dalam air sangat baik begi pembuatan benang
ataupun krep. Selulosa yang diregenerasi banyal dipilih untuk proses ini
karena penggelembungannya yang besar didalam air (dalam keadaan
basah serat rayon memiliki volume dua kali daripada volumenya dalam
keadaan kering absolut).
2.2 Penyempurnaan Krep untuk Rayon
Konstruksi yang paling umum untuk kain krep adalah benang krep untuk
pakan dan normal untuk lusi, dengan pergantian arah puntiran setiap dua
helai benang pakan. Syarat lain yang harus dipenuhi untuk memperoleh
krep yang merata dipandang dari efeknya maupun kerapatannya adalah
dimungkinkannya pergerakan benang pada kain selama proses.
Proses kreping sebaiknya tidak dilakukan bersamaan dengan pemasakan.
Larutan sabun dan suhu tinggi pada proses pemasakan akan
menyebabkan struktur lain menjadi lebih terbuka sehingga tercipta ruang
yang lebih besar bagi benang untuk membentuk gelungan dan
menghasilkan efek krep yang kasar dan cenderung tidak rata. Untuk
mencegah timbulnya bekas kusut (crease marks) maka kain harus
dikerjakan dalam bentuk lebar. Ada beberapa cara penanganan kain
dalam proses kreping, yaitu cara :
1. rangka bintang
2. lipatan buku
3. loop
4. kontinyu
Kerataan dan kehalusan krep pada dasarnya sangat ditentukan oleh
struktur benang, kain, konsentrasi dan suhu larutan. Benang dengan
puntiran tinggi yang terbuat dari filamen kasar dan menggunakan kanji
ringan (soft size) biasanya akan menghasilkan krep kasar bila dikerjakan
dalam larutan dengan konsentrasi dan suhu tinggi. Sedangkan krep halus
dapat diperoleh dari benang puntiran rendah yang terbuat dari filamen
dengan kanji berat (hard size) dan menggunakan larutan dengan
konsentrasi dan suhu rendah.
2.3 Penyempurnaan Krep untuk Kapas
Pada dasarnya terdapat 2 cara untuk membuat kain krep kapas, yaitu
sebagai berikut :
1. Membuat kain dengan benang-benang krep atau yang mempunyai
antihan tinggi. Pada cara ini efek krep yang terjadi tergantung dari
relaksasi dari antihan benang.
2. Penggunaan zat kimia yang dapat menyebabkan
penggelembungan serat kapas.
Cara yang pertama tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut. Adalah
mungkin untuk membuat efek krep dari dari jenis kain-kain tertentu tanpa
menggunakan benang- benang puntiran tinggi memang tidak terjadi efek-
efek kerutan yang tidak karakteristik, tapi ada gelombang-gelombang
yang khusus dan elastisitas yang bisa dikatakan sebagai struktur kain
krep.
Krep-krep yang demikian lebih cenderung dihasilkan dengan cara kimia
daripada mekanisme fisik yang murni misalnya bukaan puntiran dan
penggembungan tetapi proses tersebut bertumpu pada zat
penggembungannya, yaitu larutan reagen yang menyebabkan
penggelembungan yang besar pada seratnya. Zat tersebut akan
menggelembungkan serat sehingga pada bagian kain yang terkena zat
tersebut akan mengkeret, sedangkan bagian yang lainnya tidak sehingga
terjadi perbedaan pemengkeretan yang pada bidang yang sama akan
terbentuk permukaan yang tidak rata.
2.4 Pengaruh Pencapan pasta NaOH pada serat kapas
Pengaruh NaOH pada serat kapas akan mengakibatkan penggembungan
serat. Bila konsentrasi NaOH cukup kuat maka bagian kristalin akan
menggembung dan terjadi perubahan kisi-kisi yang permanen.
Penggembungan ini terjadi karena pelepasan ikatan hidrogen internal
dalam serat yang efeknya sangat besar terutama pada keadaan alkali kuat.
Sehingga terjadi penyusunan kembali orientasi molekulnya yang lebih
teratur.

Selulosa yang menggelembung ini tidak mengalami degradasi tetapi daya


serap dan kereaktifannya menjadi lebih besar daripada semula. Reaksinya
adalah sebagai berikut :

Dengan adanya proses penggembungan serat maka bentuk kristalin dari


selulosa dan molekul-molekulnya relatif berpindah tempat satu sama lain.
Akibatnya banyak banyak gugus OH yang lebih mudah untuk dapat
diakses, maka absorpsi serat terhadap air atau zat warna bertambah.

Pengaruh dari pencapan pasta soda kostik adalah :


• Bahan menjadi mengkeret pada bagian motif yang dicapkan.
• Kekuatan tarik bertambah.
• Absorbsi bahan terhadap air dan zat warna bertambah.
• Mulur sebelum putus bertambah.

Penggembungan setempat melalui teknik pencapan (pencapan langsung


maupun rintang) merupakan prinsip dari pembuatan krep dengan
menggunakan zat kimia. Pada perendaman dalam air serat pada bagian
yang mengandung soda kostik akan menggelembung dan mengkeret,
serta menyebabkan bagian kain lainnya kusut, sehingga menimbulkan
efek berkerut-kerut pada permukaan kain.
III. ALAT DAN BAHAN
• Screen putih
• Rakel
• Gelas ukur 100 ml
• Beaker glass
• Pengaduk
• Kertas HVS
• Gunting
• Timbangan
• Kain kapas
• Kain Rayon
IV. ZAT-ZAT KIMIA DAN FUNGSI
• NaOH : menghasilkan efek mengkeret pada kain
• Pembasah Tahan Alkali (INVADINE) : menurunkan tegangan
permukaan serat, sehingga zat-zat dapat masuk kedalam bahan.
• CH3COOH 5% : menetralkan kain yang sebelumnya telah diberi NaOH
• Zat warna reaktif panas : memberikan warna secara merata pada bahan
dan untuk mengetahui hasil penyempurnaan kreping yang telah dicelup
dengan zat warna reaktif.
• NaCl : menambah penyerapan zat warna reaktif pada bahan.
• Na2CO3 : memperbesar kelarutan zat warna dalam larutan celup dan zat
anti kesadahan dalam air celupan, serta menetralkan asam-asam hasil dari
reaksi yang terdapat pada larutan celup. Memfiksasi zat warna dan
membentuk ikatan Kovalen.
V. RESEP DAN SKEMA
5.1 Resep
➢ Resep Kreeping
• NaOH : 30 g/L
• Tapioka : 10 g/L
• Waktu : 15’ , 30’ , 45’
• Suhu : Ruang
➢ Resep Penetralan
• Asam asetat : 1 ml/L
5.2 Skema Proses

Keringkan

Pencapan Kreeping Bilas Penetralan Cuci Panas

VI. DATA PERCOBAAN

Keterangan
No Variasi Waktu Kain Hasil Praktikum
Efek
Ketuaan
krepping

1 15 Menit 3 3
2 30 Menit 3 2

3 45 Menit
2 1
VII. DISKUSI
Pada praktikum kali ini praktikan melakukan proses kreping dengan
menggunakan tapioka, air dan NaOH sebagai bahan pengentalnya. Pada proses
kreping, pada kain kapas putih diterapkan pola terlebih dahulu, yang sudah dibuat
sebelumnya.
Bahan yang digunakan adalah tapioka yang dilarutkan dalam air sebagai
pengental. Kemudian ditambahkan NaOH sebagai zat yang menggembungkan
serat, penggembungan sesuai motif akan membuat kain disekitar motif
mengkerut. Penambahan NaOH bertujuan untuk penggembungan serat semakin
baik sehingga serat tertarik ke arah lebar dan penyerapan zat warna baik. Pada
hasil celup bagian yang terkena NaOH memiliki warna yang lebih tua.
Pada proses kreping ini menggunakan variasi waktu terhadap kain kapas putih.
Variasi waktu yang digunakan adalah 15 menit, 30 menit dan 45 menit . Hasil
dari kain dengan efek mengkeret terbaik adalah pada variasi waktu 15 menit.
Dimana terlihat sedikit jelas mengkeret dan motifnya pada kain dibandingkan
dengan menggunakan variasi waktu 30 dan 45 menit. Warna yang dihasilkan
pada kain kreping yang sudah dicelup pun terlihat berbeda, dimana kain yang
paling tua warnanya ada pada variasi waktu 15 menit warnanya pun lebih
terlihat, sedangkan pada variasi waktu 30 menit dan 45 menit warna kain hasil
pencelupan tampak lebih pudar dan tidak rata.

Dikarnakan pada kain contoh uji dengan variasi waktu 15, 30, dan 45 kurang
maksimal maka ditambahkanlah satu kain putih dengan menggunakan waktu 15
menit. Tetapi hasil yang di dapat pada kain yang di uji yaitu motif pada kain tidak
terlalu nampak, kemungkinan disebabkan karena:
• Pasta campuran NaOH,tapioka dan air sudah dibiarkan terlalu lama
• Tapioka yg sudah rusak karna terlalu banyak diaduk
• Campuran yang terlalu kental yag menyebabkan terhambatnya NaOH
masuk kedalam kain.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, terdapat perbedaan hasil kain kreping
yang berbeda. Hal ini disebabkan karena fungsi dari tapioka sendiri adalah sebagai
pengental yang tahan terhadap alkali kuat, dan membuat larutan kreping menjadi
pasta yang siap dicapkan untuk mendapatkan motif kreping yang sesuai dengan
kasa. Dimana penggunaan tapioka yang semakin banyak akan menyebabkan pasta
untuk kreping semakin kental yang akan menghambat atau menghalangi NaOH
pada proses kreping untuk masuk ke dalam kain, sehingga penggembungan pada
kain kapas akan berkurang. Dan pada proses pencelupan, penggunaan tapioka
yang semakin banyak ini akan membuat zat warna tertahan untuk masuk ke dalam
kain, sehingga hasil pencelupan dengan tapioka yang lebih banyak menghasilkan
kain celup yang berwarna pudar dan tidak rata.
VIII. KESIMPULAN
Dari praktikum penyempurnaan efek kreping dapat kami simpulkan beberapa
faktor yang menyenbabkan tidak ratanya motif yang dihasilkan pada kain
disebabkan karna :
• Pasta campuran NaOH,tapioka dan air sudah dibiarkan terlalu lama
• Tapioka yg sudah rusak karna terlalu banyak diaduk
• Campuran yang terlalu kental yang menyebabkan terhambatnya NaOH
masuk kedalam kain.
Dari hasil pengamatan di dapatkan yang menghasilkan hasil terbaik terdapat pada
variasi waktu 15 menit, karena hasil celupnya paling tua warnanya dan rata.
sedangkan pada variasi waktu 30 menit dan 45 menit warna kain hasil pencelupan
tampak lebih pudar dan tidak rata.

DAFTAR PUSTAKA
P. Soeprijono S.Teks, dkk, SERAT SERAT TEKSTIL, ITT, Bandung,, 1974
Widayat S.Teks, Catatan Evaluasi Tekstil 3AGUS KUSTANTO, Bandung,2003- 2004
S.Hendrodyantopo,S.Teks.,MM.,dkk.”TeknologiPenyempurnaan”STTT,Bandung,1998
Soeparman S.Teks dkk. Teknologi Penyempurnaan, STTT, Bandung, 1998.
Supriyono, P. Serat-serat tekstil. Institut Teknologi Tekstil. Bandung. 1975.

Anda mungkin juga menyukai