PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan dan persalinan merupakan suatu proses alamiah yang
terjadi pada wanita. Walaupun proses tersebut alami, masih terdapat
kemungkinan untuk berkembang menjadi patologis. Untuk itu perlu
perhatian lebih oleh ibu, keluarga dan tenaga kesehatan.
Menurut laporan WHO tahun 2008, kematian perinatal sebesar 400
per 10.000 orang atau sekitar 200.000 orang pertahun. Ini berarti terjadi
kematian perinatal setiap 1,2-1,5 menit. Hampir seluruh kematian perinatal
tersebut adalah bayi lahir mati atau bayi meninggal di dalam rahim (Intra
Uterine Fetal Death). Menurut hasil riset kesehatan yang dilakukan Depkes
tahun 2009, kematian bayi disebabkan oleh karena IUFD (Intra Uterine
Fetal Death) 28,9%, asfiksia 12,2%, BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)
20,4%, cacat bawaan 4,8%, sepsis 8,9% dan lain-lain 24,5%. Dari beberapa
penyebab tersebut yang bisa dilakukan pemantauan dengan menggunakan
partograf adalah kejadian dari asfiksia bayi baru lahir dan IUFD sehingga
bisa menurunkan angka kematian bayi.
Pada lebih dari 50% kasus, etiologi kematian janin antepartum tidak
dikenal atau tidak dapat ditentukan. Penyebab yang berkaitan mencakup
penyakit hipertensi dalam kehamilan, diabetes melitus, eritroblastosis
fetalis, kecelakaan tali pusat, anomali janin bawaan, infeksi janin atau ibu,
perdarahan fetomaternal atau antibodi antifosfolipid.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan mengenai obstetri genetika
klinik, ilmu kesehatan anak dan ibu, dan patologi perinatal, maka banyak
kematian anak yang dulu belum diketahui sekarang sudah dapat
diterangkan. Dengan demikian, maka manajemen obstetri perinatal
selanjutnya menjadi lebih mudah.
Dibanding masalah klinis, masalah utama yang dihadapi ibu biasanya
lebih pada proses penerimaan psikologisnya terhadap kematian janinnya.
Penerimaan ini bergantung pada seberapa besar harapan ibu dan keluarga
terhadap kelahiran bayinya ini. Menyadari hal ini maka penulis membuat
tulisan ini sebagai bahan acuan dalam melakukan manajemen asuhan
kebidanan pada ibu bersalin dengan IUFD.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas masalah yang timbul adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana asuhan kebidanan persalinan pada Ny. “R” usia 42 tahun
GIP0000 dengan IUFD di RSUD A. Wahab Sjahranie Samarinda.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu melaksanakan Asuhan Kebidanan pada
klien dengan IUFD menggunakan pola pikir ilmiah melalui pendekatan
manajemen Kebidanan menurut Varney dan mendokumentasikannya
dalam bentuk catatan SOAP.
2. Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu:
a. Menjelaskan konsep dasar teori tentang ibu dengan IUFD.
b. Menjelaskan konsep dasar manajemen kebidanan pada ibu dengan
IUFD
c. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dengan IUFD dengan
pendekatan Varney yang terdiri dari :
1) Melakukan pengkajian pada ibu dengan IUFD
2) Menginterpretasikan data dasar
3) Mengidentifikasikan diagnosa dan masalah potensial pada ibu
dengan IUFD
4) Mengidentifikasikan kebutuhan segera pada ibu dengan IUFD
5) Merancang intervensi pada ibu dengan IUFD
6) Melakukan implementasi pada ibu dengan IUFD
7) Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan
d. Mendokumentasikan asuhan dalam bentuk catatan SOAP.
e. Melakukan pembahasan pada kasus ibu dengan IUFD melalui
pendekatan 7 langkah Varney.
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta dapat
mengaplikasikan ilmu dalam penerapan manajemen asuhan kebidanan
dengan pendokumentasian Varney dalam penanganan IUFD.
2. Bagi Institusi
a. Insitusi Pendidikan
Diharapkan berguna sebagai bahan referensi dalam pengembangan
ilmu pengetahuan selanjutnya khususnya dalam proses
pembelajaran mahasiswa Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Kaltim dalam memberikan asuhan kebidanan pada ibu
dengan IUFD.
b. Institusi Pelayanan
Sebagai bahan masukan untuk upaya peningkatan mutu pelayanan
asuhan kebidanan dalam penanganan kasus IUFD.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
D. Etiologi
Pada 25-30% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian
janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau kelainan patologik
plasenta.
(Sarwono. 2009 dan Manuaba IBG. 2007)
a. Faktor Maternal (5-10%)
1) Post term (>42 minggu)/ Prolonged Pregnancy
Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan mengalami
penuaan sehingga fungsinya akan berkurang. Janin akan
kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban
bisa berubah menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan
dapat terhisap masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa
dievaluasi melalui USG dengan color doppler sehingga bisa dilihat
arus arteri umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian, maka
kehamilan harus segera dihentikan dengan cara diinduksi. Itulah
perlunya taksiran kehamilan pada awal kehamilan dan akhir
kehamilan.
2) Diabetes Melitus tidak terkontrol
3) Sistemik Lupus Eritematosus
Antibodi antikardiolipin dan antikoagulan lupus dilaporkan
menyebabkan vaskulopati desidua, infark plasenta, hambatan
pertumbuhan janin, abortus rekuren dan kematian janin.
4) Infeksi
Ibu hamil sebaiknya menghindari berbagai infeksi seperti bakteri
maupun virus. Bahkan demam tinggi pada ibu hamil (lebih dari
103º F) dapat menyebabkan janin tidak tahan dengan tubuh ibunya.
5) Hipertensi
Hipertensi dapat menyebabkan kekurangan O2 pada janin yang
disebabkan oleh berkurangnya suplai darah dari ibu ke plasenta
yang disebabkan oleh spasme dan kadang-kadang trombosis dari
pembuluh darah ibu.
6) Preeklamsia/ Elkamsia
7) Hemoglobinopati
8) Umur ibu tua (>40tahun)
Selepas usia menjangkau 35 tahun ke atas setiap wanita akan
mengalami penurunan dalam kualitas telur yang dihasilkan oleh
ovarium. Umur berkaitan pula dengan perubahan hormone.
9) Penyakit Rhesus
Akan timbul masalah bila ibu memiliki Rh negatif, sementara ayah
Rh positif, sehingga janin akan mengikuti yang lebih dominan yaitu
Rh positif, yang berakibat antara ibu dan janin akan mengalami
ketidakcocokan Rhesus. Ketidakcocokan ini akan mempengaruhi
kondisi janin tersebut. Misalnya dapat terjadi kondisi Hidrops
fetalis, yaitu suatu reaksi imunologis yang menimbulkan gambaran klinis
pada janin antaralain berupa pembengkakan pada perut akibat
terbentuknya cairan yang berlebihan pada rongga perut (asites),
pembengkakan kulit janin penumpukan cairan di rongga dada atau
rongga jantung, dan lain-lain. Akibat dari penimbunan cairan-
cairan yang berlebihan tersebut, tubuh janin akan membengkak
yang dapat berakibat pula darahnya bercampur dengan air. Jika
kondisi demikian terjadi, biasanya janin tidak akan tertolong lagi.
10) Ruptura Uteri
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang
terjadi pada kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa,
solusio plasenta, dan gangguan pembekuan darah. Batasan
perdarahan pada kehamilan lanjut berarti perdarahan pada
kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan,
sedangkan perdarahan pada persalinana dalah perdarahan
intrapartum sebelum kelahiran.
11) Antifosfolopid Syndrom
12) Hipotensi akut
13) Kematian ibu
Jika terjadi kematian ibu, sudah jelas janin juga akan
mengalamikematian, dikarenakan fungsi tubuh yang seharusnya
menopang pertumbuhan janin, tidak lagi ada.
b. Faktor Fetal
Hingga 25-40% kasus lahir mati disebabkan oleh faktor janin
1) Hamil kembar
2) Kehamilan kongenital
Kelainan genetik bisa juga disebut penyakit bawaan, misalnya
kelainan genetik berat (trisomi). Kematian janin akibat kelainan
genetik biasanya baru terdeteksi pada saat kematian sudah terjadi,
yaitu dari hasil otopsi janin. Hal ini disebabkan karena pemeriksaan
kromosom saat janin masih dalam kandungan beresiko tinggi dan
memakan biaya banyak.
3) Infeksi
Sebagian besar didiagnosis sebagai “korioamnionitis”, ditandai
dengan sebukan leukosit mononuklear dan polimorfonuklear pada
korion, dan sebagian lagi sebagai “sepsis janin atau intrauterus”.
c. Faktor Plasental (25-35%)
1) Kelainan tali pusat
2) Lepasnya plasenta/ Solusio plasenta
Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya sebelum janin lahir
menyebabkan terjadinya perdarahan. Intensitasnya bervariasi
bergantung pada seberapa cepat ibu mendapat pertolongan. Apabila
tertunda, kecenderungan pemisahan luas akan meningkat pesat dan
menyebabkan kematian janin.
3) Ketuban pecah dini
4) Vasaprevia
F. Patologi
Kalau janin mati pada kehamilan yang telah lanjut terjadilah
perubahan-perubahan sebagai berikut;
1. Rigor Mostis (tegang mati)
Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas kembali.
2. Stadium Maserasi I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi cairan jernih tapi
kemudian menjadi merah. Stadium ini berlangsung sampai 48 jam
setelah anak mati.
3. Stadium Maserasi II
Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat,
terjadi setelah 48 jam anak mati.
4. Stadium Maserasi III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas,
hubungan antara tulang-tulang sangat longgar dan terdapat oedem
dibawah kulit. (Sastrowinata, 2005)
H. Diagnosis Banding
Tabel 1. Diagnosis Banding IUFD
Gejala dan Tanda Gejala dan Tanda Kemungkinan
Yang Selalu Ada Yang Kadang Ada Diagnosis
Gerakan janin berkurang Syok, uterus tegang/kaku, Solusio
atau hilang, nyeri perut gawat janin atau denyut Plasenta
hilang timbul atau jantung janin tidak terdengar.
menetap, perdarahan
pervaginam setelah uk 22
minggu.
Gerakan janin dan DJJ Syok, perut kembung/cairan Ruptur Uteri
tidak ada, perdarahan dan bebas intraabdominal, kontur
nyeri hebat. uterus abnormal, abdomen
nyeri, bagian-bagian janin
teraba lebih jelas, denyut nadi
ibu cepat.
Gerakan janin berkurang Cairan ketuban bercampur Gawat Janin
atau hilang, DJJ mekoneum.
abnormal (<100x/mnt
atau >180x/mnt).
Gerakan janin dan DJJ Tanda-tanda kehamilan Intrauterine
hilang. terhenti. Fetal Death
I. Penanganan Klinis
Bila diagnosis kematian janin telah ditegakkkan, penderita segera
diberi informasi. Diskusikan kemungkinan penyebab serta rencana
penatalaksanaannya. Rekomendasikan untuk segera diintervensi.
Bila kematian janin lebih dari 3-4 minggu, kadar fibrinogen akan
menurun dengan kecenderungan koagulopati. Masalah menjadi rumit bila
kematian janin terjadi pada salah satu janin kembar (Norwitz, 2008).
1. Penanganan Umum
Berikut hal-hal yang perlu dilakukan sesaat setelah diagnosis kematian
janin telah ditegakkan;
a) Pemeriksaan Tanda-tanda Vital ibu.
b) Pemeriksaan darah perifer, fungsi pembekuan dan gula darah.
c) KIE kepada ibu dan keluarga tentang kemungkinan penyebab
kematian janin.
d) Rencana tindakan untuk terminasi kehamilan, utamakan
pervaginam.
e) Dukungan mental emosional kepada ibu dan keluarga.
2. Penanganan Khusus
a) Jika pemeriksaan radiologik tersedia, konfirmasi kematian janin
setelah 5 hari.
b) USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk
memastikan kematian janin dimana gambarannya menunjukkan
janin tanpa tanda-tanda kehidupan.
c) Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien.
Sebaiknya psien selalu didampingi oleh orang terdekatnya.
d) Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi maupun
espektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan keluarganya
sebelum keputusan diambil.
e) Bila pilihan penanganan adalah espektatif;
1) Tunggu persalinan spontan hingga 2 minggu.
2) Yakinkan bahwa 90% persalinan spontan akan terjadi tanpa
komplikasi.
f) Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan spontan,
lakukan penanganan aktif.
g) Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai serviks dengan skor
bishop.
1) Jika serviks matang, lakukan induksi persalinan dengan
oksitosin atau prostaglandin.
Cat : Hati-hati pada induksi dengan uterus pasca seksio sesarea
maupun miomektomi, bahaya ruptur uteri.
2) Jika serviks belum matang, lekukan pematangan serviks
dengan prostaglandin atau kateter foley.
Cat : Jangan lakukan amniotomi karena beresiko infeksi.
3) Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif terakhir.
h) Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu, trombosit
menurun dan serviks belum matang, matangkan serviks dengan
misoprostol.
1) Tempatkan misoprostol 25 mcg di puncak vagina. Dapat
diulangi setelah 6 jam.
2) Jika tidak terjadi respon setelah 2x25 mcg misoprostol,
naikkan dosis menjadi 50 mcg setiap 6 jam.
3) Pada kematian janin 24-48 minggu dapat digunakan
misoprostol 50-100 mcg tiap 4-6 jam dan induksi oksitosin.
Pada kehamilan diatas 28 minggu dosis misoprostol 25 mcg
pervaginam tiap 6 jam.
i) Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.
j) Jika tes pembekuan darah sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan
mudah pecah, waspada koagulopati.
k) Setelah bayi lahir, beri kesempatan pada ibu dan keluarganya untuk
melihat dan melakukan berbagai kegiatan ritual keagamaan
merawat mayat janin yang meninggal tersebut.
l) Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan
adanya patologi plasenta dan infeksi.
(Sarwono, 2009)
J. Dukungan Kusus
Dalam praktek dukungan emosional bagi ibu yang tengah mengalami
kegawatdaruratan obstetrik dan jika terjadi kematian janin atau bayi lahir
abnormal, beberapa faktor spesifik perlu dipertimbangkan.
Banyak faktor yang mempengaruhi reaksi seorang ibu terhadap
kematian bayinya, seperti;
1. Riwayat obstetrik sebelumnya serta riwayat hidup ibu tersebut.
2. Sampai sejauh mana ia menginginkan bayi tersebut.
3. Kejadian sekitar proses kelahiran dan penyebab kematian.
4. Pengalaman kematian sebelumnya.
SAAT TERJADI
1. Hindarkan penggunaan sedatif dalam membantu ibu menghadapi
peristiwa tersebut. Sedatif akan menunda keikhlasan menerima fakta
kematian dan merasakan terkenang kembali nantinya –merupakan
bagian dari proses penyembuhan emosi- menjadi lebih sulit.
2. Biarkan ibu melihat usaha yang dilakukan tenaga medis dalam
menolong si bayi.
3. Biarkan ibu atau suaminya untuk melihat atau memeluk bayinya dalam
mencurahkan rasa duka, kecuali ibu tidak tega melihat bayinya.
4. Siapkan orang tua untuk kemungkinan adanya keadaan yang
mengganggu atau sesuatu yang tidak diharapkan dari bayinya (merah,
keribut, kulit terkelupas). Bila mungkin, selimuti bayi tersebut sehingga
tampak normal pada pandangan pertama.
5. Jangan pisahkan ibu dengan bayinya terlalu cepat (sebelum dia siap)
karena hal ini dapat mengganggu dan memperpanjang proses duka.
SETELAH TERJADI
1. Biarkan ibu dan keluarganya bersama bayi. Orang tua dari bayi yang
meninggal masih perlu mengenali bayinya.
2. Orang berduka dengan cara yang berbeda-beda, tapi untuk banyak
orang, kenangan adalah yang terpenting. Tawarkan pada ibu dan
keluarganya barang-barang kenangan seperti potongan rambut atau
tanda nama bayi.
3. Biarkan ibu dan keluarganya menyiapkan bayi untuk pemakaman jika
dikehendaki.
4. Anjurkan acara pemakaman sesuai dengan adat kebiasaan setempat dan
pastikan tindakan medis (seperti otopsi) tidak mengganggu mereka.
5. Atur diskusi denngan ibu dan suaminya untuk membicarakan kejadian
ini dan pencegahan yang perlu dilakukan dimasa mendatang.
(Sarwono, 2009)