Anda di halaman 1dari 6

Konflik dalam komunikasi antar pribadi

Kelompok 7
1 Ahmad Gifari
2 Riswandi
A. Pengertian konflik menurut para ahli
Konflik menurut Soerjono Soekanto (2006) adalah pertentangan yang ditimbulkan
adanya perbedaan antara individu dengan kelompok sosial. Perbedaan ini umumnya bisa
disebabkan oleh pertentangan kepentingan dan perbedaan tujuan, dan menimbulkan ancaman
dan kekerasan. 
Webster yang mengartikan konflik sebagai peperangan, perkelahian atau perjuangan yang
berbentuk konfrontasi fisik terhadap beberapa pihak. 
menurut Taquiri dan Davis, konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang
ditimbulkan oleh banyak kondisi, yang kemudian menimbulkan kontroversi, pertentangan di
antara dua belah pihak atau lebih yang terjadi secara terus menerus. 
Pruitt dan Rubin, mengartikan konflik sebagai perbedaan persepsi dan kepentingan
sehingga menimbulkan kepercayaan atau anggapan bahwasanya aspirasi pihak yang terlibat
konflik tidak menemukan titik temu yang sepaham. 
pandangan Alabaness, yang mengartikan konflik sebagai kondisi masyarakat yang
mengalami ketidakteraturan sosial atau ketidakselarasan antara individu/kelompok dengan
individu/kelompok lain. Sehingga memicu perubahan seperti perubahan sikap, tindakan,
ketidakjujuran dan perubahan perilaku.
Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konflik adalah pertentangan atau
percekcokan yang muncul sebagai bentuk pertentangan ide ataupun fisik yang terjadi diantara
kedua belah pihak yang saling berseberangan.
Dari pengertian konflik menurut para ahli di atas, maka dapat disimpulkan, konflik
adalah suatu kondisi dimana terjadi pertentangan antara individu, kelompok, negara terhadap
individu, kelompok, negara yang lain. Dimana pertentangan umumnya terjadi karena terjadi
ketidaknyamanan antar kelompok, sehingga menimbulkan perpecahan, peperangan dan atau
konflik. 

Menurut Soerjono Soekanto, konflik yang muncul dipengaruhi oleh banyak faktor
penyebab, diantaranya adalah perbedaan pandangan antar individu/kelompok, perbedaan
kebudayaan, perbedaan kepentingan dan perbedaan sosial. 

Adapun dampak konflik yang ditimbulkan, diantaranya menimbulkan keretakan kesatuan


kelompok, perubahan kepribadian yang terlibat, menjatuhkan korban, dan memicu terjadi
akomodasi dan dominasi salah satu pihak. 

Masih menurut Soerjono, salah satu mengatasi konflik dapat dilakukan dengan beberapa
cara, seperti dengan menyelesaikan dengan memaksa salah satu pihak yang lemah untuk
mengalah agar tidak terjadi perlawanan.
Bisa juga dilakukan dengan cara  mengurangi tuntutan, agar tercapai penyelesaian
diantara kedua belah pihak. Adapun cara lain seperti mediasi (penengahan), Atribusi, dan dengan
cara conciliation atau upaya untuk mempertemukan kedua belah pihak yang berselisih untuk
mencapai satu kesepakatan yang sama.

B. Tingkat resolusi konflik


Resolusi konflik adalah suatu cara untuk menemukan solusi damai bagi dua pihak atau
lebih dalam kasus ketidaksepahaman di antara mereka. Ketidaksepahaman tersebut dapat bersifat
pribadi, finansial, politik, atau emosional.
Resolusi konflik menyarankan penggunaan cara-cara yang demokratis dan konstruktif
untuk menyelesaikan konflik. Penyelesaian konflik dilakukan dengan cara memberikan
kesempatan pada pihak-pihak yang berkonflik untuk memecahkan masalah, baik oleh diri
mereka sendiri atau melibatkan pihak ketiga.
Resolusi konflik penting dilakukan untuk menemukan solusi damai dalam situasi sulit.
Konflik yang besar dapat menghabiskan sumber daya, waktu, energi, menghilangkan motivasi,
dan merusak reputasi baik. Sebaliknya, konflik yang dikelola dengan baik memungkinkan
adanya pembentukan persekutuan baru dan penemuan sumber daya baru.
Resolusi konflik bertujuan untuk mengetahui bahwa konflik itu ada dan diarahkan pada
keterlibatan pihak-pihak yang bersangkutan, sehingga dapat diselesaikan secara efektif. Resolusi
konflik difokuskan pada sumber konflik antara dua pihak, agar mereka bersama-sama
mengidentifikasikan isu-isu yang lebih nyata.
Metode Resolusi Konflik
Wirawan (2009) mengelompokkan metode resolusi konflik menjadi dua. Pertama,
pengaturan sendiri oleh pihak-pihak yang berkonflik (self regulation). Kedua, melalui intervensi
pihak ketiga (third party intervention), demikian sebagaimana dikutip dalam jurnal berjudul
Metode Resolusi Konflik dalam Perjanjian Kerjasama Antar Aktor Governance Tentang
Pembangunan Kolam Renang dan Jalan Raya Penghubung Citra Raya-UNESA- Middle Ring
Road di Kota Surabaya.
Macam-macam pola interaksi konflik dalam metode resolusi konflik pengaturan sendiri (self
regulation) antara lain:
1. Win & Lose Solution Dalam model ini, pihak yang terlibat konflik bertujuan memenangkan
konflik dan mengalahkan lawannya. Upaya memenangkan konflik dilakukan dengan berbagai
pertimbangan, seperti memiliki kekuasaan yang lebih besar dari pihak lawan, mempunyai
sumber konflik yang lebih besar, objek konflik sangat penting, situasi konflik menguntungkan,
dan merasa bisa mengalahkan lawan.
2. Win & Win Solution Dalam model ini, resolusi konflik bertujuan menciptakan kolaborasi atau
kompromi. Keluaran yang diharapkan oleh pihak-pihak yang terlibat konflik adalah sama-sama
memenangkan atau tidak ada yang dirugikan dalam konflik tersebut.
3. Resolusi Konflik Menghindar (Avoiding) Tujuan dari resolusi konflik model avoiding adalah
untuk menghindar atau menjauhkan diri dari situasi konflik yang ada. Alasan yang
melatarbelakangi di antaranya, tidak nyaman atas akibat dari konflik, tidak mempunyai
kekuasaan yang cukup untuk memaksakan kehendak, menganggap penyebab konflik tidak
penting, menganggap situasi konflik tidak dapat dikembangkan sesuai kehendaknya, dan belum
siap untuk bernegosiasi.
4. Resolusi konflik mengakomodasi (Accommodating) Tujuan dari model ini adalah untuk
menyenangkan lawan dengan mengorbankan diri. Adapun perilaku pihak konflik yaitu bersikap
pasif dan ramah kepada lawan konflik, mengabaikan diri sendiri, menyerahkan solusi dan
memenuhi keinginan lawan konflik.
Model penyelesaian konflik melalui pihak ketiga (third party intervention) antara lain:
1. Resolusi konflik melalui proses pengadilan
Dalam resolusi konflik melalui peradilan perdata, pihak yang berkonflik menyerahkan
solusi konfliknya pada pengadilan perdata di pengadilan negeri melalui gugatan.
Keputusan kasus konflik sepenuhnya berada di hakim.
2. Resolusi konflik melalui pendekatan legislasi
Resolusi konflik melalui pendekatan legislasi adalah penyelesaian konflik melalui
perundang-undangan yang dikeluarkan oleh lembaga legislasi. Biasanya resolusi ini
digunakan untuk konflik yang skalanya besar dan meliputi banyak populasi.
3. Resolusi konflik melalui proses administrasi Resolusi konflik melalui proses administrasi
adalah penyelesaian konflik oleh lembaga negara (bukan lembaga yudikatif). Lembaga
negara yang dimaksud telah diberi hak menurut undang-undang atau peraturan
pemerintah untuk menyelesaikan konflik dalam bidang tertentu.
4. Resolusi perselisihan alternatif (Alternative Dispute Resolution-ADR)
Alternative Dispute Resoluton-ADR adalah penyelesaian konflik melalui pihak ketiga.
Pihak ketiga ini bukan pengadilan dan proses administrasi yang diselenggarakan oleh
lembaga yudikatif dan eksekutif, terdiri dari:
Arbitrasi
Pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan penyelesaian
konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat.
Mediasi
Penyelesaian konflik dilakukan oleh mediator. Berbeda dengan penengah dalam arbitrasi,
seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara langsung terhadap pihak-pihak
yang berkonflik dan rekomendasi yang diberikan tidak mengikat.
Contoh Resolusi Konflik

1. Penyelesaian sengketa adat tanah setra di Bali Terjadi perselisihan antara Desa
Pakraman Cekik dengan Desa Pakraman Gablogan. Bermula dari keluhan beberapa
warga Desa Pakraman Cekik karena merasa dirugikan terkait proses upacara pemakaman
oleh Desa Pakraman Gablogan. Resolusi konflik sengketa ini dimediasi oleh Bupati
Kabupaten Tabanan. Hasil keputusan mediasi tersebut yaitu Desa Pakraman Gablogan
harus pindah setra dan mempunyai setra sendiri. Setra yang menjadi sengketa berubah
status menjadi tanah quo.

2. Gugatan hasil pemilu tahun 2019 oleh Prabowo Konflik ini terjadi pada 2019, yaitu
adanya dugaan kubu Prabowo atas kecurangan yang dilakukan oleh kubu Jokowi pada
pelaksanaan pemilu. Penyelesaian konflik ini dilakukan melalui persidangan di
Mahkamah Konstitusi dengan hasil akhir gugatan Prabowo tidak terbukti.

3. Konflik sengketa tanah Banyak terjadi konflik lahan di Indonesia karena adanya
tumpang tindih pemanfaatan lahan. Hal ini disebabkan oleh Kementerian, Lembaga, dan
Pemerintah Daerah memiliki data, peta, dan informasi geospasial masing-masing.
Resolusi konflik ini dilakukan melalui proses administrasi.

C. Konflik Sebagai Media Mempererat Hubungan

Konflik adalah interaksi yang muncul karena adanya perbedaan pendapat, pengetahuan,
dan lain sebagainya. Masyarakat menganggap bahwa konflik adalah hal yang wajar dalam
interaksi sosial, karena tidak ada seorang pun yang tidak pernah mengalami konflik. Hal ini
dapat diatasi dengan kemauan dari individu itu sendiri.

Menurut ahli, konflik terjadi karena adanya interaksi komunikasi. Jika kita ingin
mengetahui konflik apa yang sedang terjadi, maka kita harus memiliki kemampuan yang
tepat dalam berkomunikasi. Tak selamanya konflik dipandang buruk. Hal yang tidak
mengenakkan ini bisa menjadi pengalaman yang positif apabila ditangani dengan tepat.
Orang yang berhasil menyelesaikan konflik biasanya akan memiliki hubungan yang lebih
erat.

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya konflik yaitu:


1. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk kepribadian yang berbeda.
Orang yang berasal dari budaya berbeda sering mengalami kesulitan ketika harus
berinteraksi dengan orang dari budaya lain.
2. Perbedaan masing-masing individu. Dalam menjalani sebuah hubungan, tiap orang
memiliki pendirian dan perasaan yang terkadang bergesekan dengan orang lain. Pikiran
yang tidak selaras bisa menimbulkan konflik.
3. Perbedaan kepentingan antar kelompok atau individu. Tiap-tiap individu atau kelompok
memiliki kepentingan tersendiri. Ketika orang melakukan hal untuk tujuan yang berbeda,
mereka dapat berselisih paham.
4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Jika terjadi
perubahan nilai yang mendadak dalam masyarakat, mereka yang masih memegang
pandangan lama dapat bermasalah dengan kaum yang sudah lebih modern.
Ketika konflik sudah terjadi antar individu atau kelompok, maka harus dilakukan sejumlah
cara untuk menyelesaikannya. Salah satu cara yang bisa diambil adalah membangun
komunikasi yang baik. Berikut beberapa tahap yang dapat dilakukan:
1. Kesadaran dari kedua belah pihak bahwa konflik harus diselesaikan. Bila hanya satu
pihak saja yang ingin menyelesaikan konflik, biasanya komunikasi hanya menjadi searah
dan tidak efektif. Komunikasikan masalah yang ada sehingga konflik dapat segera
diselesaikan.
2. Pastikan kedua belah pihak fokus pada masalah, bukan menyerang secara personal.
Ketika membicarakan konflik, jangan mengangkat masalah pribadi yang tak ada
hubungannya. Hal ini bisa memperlambat penyelesaian konflik karena lawan bicara kita
dapat terpancing emosi.
3. Semua pihak harus menerima solusi yang disepakati bersama. Ketika konflik sudah
dibicarakan, jangan lari dari solusi yang sudah disetujui. Jika ada salah satu pihak saja
yang tidak mengikuti kesepakatan itu, maka konflik baru akan muncul kembali.
4. Berkomunikasi seperti semula tanpa adanya perubahan setelah konflik terjadi. Jangan
menyimpan dendam pada orang lain ketika konflik sudah usai. Jadikan konflik sebagai
cara untuk mengenal orang lain dengan lebih baik dan mempererat hubungan di
kemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai